Anda di halaman 1dari 11

1

UJI PEFORMANS

Sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif setiap individu misalnya sapi bali, diperlukan untuk
mengetahui keaslian sapi Bali berdasarkan penampakan sapi tersebut. Sifat-sifat kualitatif yang
diamati meliputi warna kulit, kejelasan batas warna, ada tidaknya garis belut, ada tidaknya
tanduk, arah tanduk, ada tidaknya punuk, dan ada tidaknya gelambir. Sedangkan sifat-sifat
kuantitatif meliputi bobot lahir, umur sapih, bobot sapih, umur beranak pertama, tinggi gumba,
panjang badan, lingkar dada, bobot badan umur tertentu, jumlah kawin hingga bunting, lama
kosong dan selang beranak. Sifat-sifat kualitatif dan kuantittif yang disebutkan tersebut
diharapkan sudah dapat menggambarkan performans sapi Bali yang ada saat ini.

Pelaksanaan uji performan sapi potong

A. Persiapan
1. Identifikasi Lokasi
 Lokasi
Pelaksanaan Uji Performan Sapi Potong dilakukan di lokasi yang memiliki sapi potong murni.
 Persyaratan Lokasi.
Lokasi yang dipilih adalah :
a. Padat ternak sapi potong yang merupakan daerah sumber bibit dan pengembangan sumber
bibit, tersentralisir dan mudah dijangkau oleh petugas;
b. Memiliki populasi sapi induk produktif sekurang – kurangnya 500 ekor per-unit dan
disesuaikan dengan kondisi daerah;
 Penetapan lokasi dilakukan oleh Dinas Peternakan atau yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan berdasarkan petunjuk dari Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
2. Identifikasi Peserta
 Peserta Uji Performan Sapi Potong meliputi :
a. Peternakan rakyat
b. Instansi pemerintah
 Persyaratan peserta
Persyaratan peserta yang harus dipenuhi oleh peserta adalah sebagai berikut :
a. Bersedia mengikuti dan melakukan program Uji Performans Sapi Potong yang
telah ditetapkan
b. Memiliki motivasi usaha dalam bidang pembibitan ternak
3. Identifikasi Ternak
 Persyaratan Ternak.
Untuk menentukan identifikasi ternak yang akan dilakukan dalam Uji Performan Sapi
Potong harus mengikuti persyaratan sebagai berikut :
2

a. Ternak yang dipilih untuk program ini yang diutamakan sapi potong murni.
b. Ternak yang dipilih adalah sapi induk yang memenuhi kriteria sesuai
dengan standar pada bangsanya masing – masing.
c. Semua ternak yang ikut dalam kegiatan ini diberikan identitas berupa nomor/tanda atau
pemasangan ear tag.
d. Dilakukan pencatatan antara lain : bangsa, umur dan jenis kelamin, identitas ternak,
catatan kelahiran, silsilah, berat badan, tinggi gumba/punuk, lingkar dada, panjang
badan, nama dan alamat peternak.
 Pemilihan Ternak
Pemilihan ternak dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi atau yang membidangi fungsi
peternakan.

B. Penyiapan Pejantan dan Induk


 Penetapan Pejantan
Dalam penetapan pejantan perlu dilakukan :
a. Pendataan pejantan yang akan digunakan dalam program IB Uji Performan Sapi Potong
dan jumlah semen yang akan digunakan.
b. Semen diambil dari BBIB Singosari dan BIB Lembang atau BIBD yang ada dilokasi
setempat
c. Penentuan jenis semen disesuaikan dengan jenis ternak yang dikembangkan di lokasi
kegiatan Uji Performan Sapi Potong.
d. Penetapan pejantan/semen dilakukan oleh Direktur Perbibitan Ternak bersama dengan
Komisi Pertimbangan.
 Penetapan Induk
Dalam penetapan induk perlu dilakukan :
a. Seleksi awal dilakukan melalui performan dan kesehatan hewan, selanjutnya disertakan
silsilah.
b. Ternak yang dipilih diutamakan sapi potong murni dan memenuhi criteria sesuai
dengan standar minimal yang ditetapkan.
c. Identifikasi ternak yang dilengkapi dengan nama pemilik, lembaga dan alamat
d. Status reproduksi baik dan normal yang diutamakan hasil palpasi rektal oleh
petugas yang ditunjuk.
e. Induk yang dipilih dilakukan pendataan

C. Pelaksanaan Perkawinan
 Pelaksanaan kawin alam (KA)
Mengawinkan pejantan terpilih pada Induk terpilih
3

1. Sebelum dilakukan perkawinan telah dilakukan pendataan terhadap betina yang akan
dipilih sebagai induk.
2. Tanggal perkawinan, pejantan yang digunakan, dan akseptor harus dicatat dalam kartu
catatan
 Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB).
Melakukan IB terhadap induk terpilih dengan semen dari pejantan terpilih dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Kualitas semen beku yang akan digunakan sesuai dengan SNI 01-4869,1- 2005.
b. Pelaksanaan penanganan IB dilakukan oleh inseminator yang ditunjuk oleh masing –
masing dinas yang terkait.

 Pemeriksaan Kebuntingan (PKB)


1. Setelah 60 – 90 hari pelaksanaan IB terakhir dilakukan pemeriksaan kebuntingan yang
dilakukan oleh petugas yang ditunjuk.
2. Bila induk tidak menunjukkan kebuntingan hendaknya dilaporkan ke petugas ATR atau
dokter hewan terkait

D. Pencatatan dan Seleksi Calon Pejantan dan Calon Induk


Untuk melakukan seleksi calon pejantan dan calon induk dilakukan pencatatan yang meliputi
: berat badan, tinggi gumba/pundak, lingkar dada, panjang badan sejak pedet dilahirkan, umur
sapih dan sampai umur 1 tahun sebelum dikirim ke Stasiun Uji Performan (SUP), dengan
tahapan sebagai berikut :
 Pada saat kelahiran
Materi yang dicatat meliputi :
1. Identifikasi.
Setiap pedet yang lahir diberi nomor dengan eartag atau microchip dan
dicatat, yang meliputi :
 Tanggal lahir
 Jenis kelamin
 Identitas bapak (kode semen)
 Identitas induk.
2. Berat Lahir.
Penimbangan berat lahir pedet dilakukan pada saat kelahiran atau selambatlambatnya
 Umur sapih
 Berat sapih

Seleksi Calon Pejantan


 Seleksi dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk memperoleh pejantan yang
baik mutu genetiknya,
4

 Dari seluruh calon pejantan yang dicatat pada umur sapih dipilih 50% terbaik
berdasarkan berat sapih 205 hari. Pencatatan dilakukan sesuai dengan form 5a;
 Pedet jantan yang terpilih tetap dipelihara dan akan diberi identitas untuk
dilakukan pengamatan dan pencatatan sampai umur 1 (satu) tahun, Diharapkan pedet
jantan terpilih tidak dijual atau dimutasikan;
 Pedet jantan yang tidak terpilih sebagai bakal calon pejantan akan dikeluarkan
dari program uji performan
 Seleksi dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh Dinas yang terkait; Pejantan-
pejantan yang terpilih dicatat pada Kartu Catatan Calon Pejantan
Seleksi Calon Induk
 Seleksi dilakukan setiap 3 bulan untuk mencari pedet betina yang mempunyai
berat 205 hari yang melebihi rata-rata pedet betina dikelompoknya sebanyak 90%.
 Seleksi dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh Dinas yang terkait;
 Seleksi ini digunakan untuk menilai induknya dan sebagai usaha untuk
mendapatkan induk unggul;
Pedet betina yang tidak terpilih tidak dilakukan afkir melainkan tetap dipelihara untuk
mempertahankan dan mengembangkan populasi di daerah yang bersangkutan;

3. Umur 1 (satu) tahun.


Materi yang dicatat pada sapi berumur 1 (satu) tahun atau 365 hari sebagai berikut :
 Berat umur 1 (satu) tahun
 Penimbangan dilakukan pada saat sapi umur 11 sampai 13 bulan dan
distandarisasi pada umur 365 hari yang dilakukan sesuai dengan petunjuk
 Ukuran ternak
 Pengukuran yang dicatat meliputi tinggi gumba/pundak, lingkar dada, panjang
badan

E. Pengujian
Pengujian dilakukan terhadap sapi-sapi yang telah lulus seleksi dan dijaring dengan
tujuan untuk memperoleh calon pejantan atau calon induk yang terbaik. Ketentuan yang harus
diikuti untuk melakukan pengujian di SUP sebagai berikut:
1. Sapi yang diuji adalah sapi yang berumur 1 tahun yang lulus seleksi yang dijaring dari daerah
sumber bibit dan dilakukan pemeriksaan terhadap penyakit yang ditularkan melalui saluran
reproduksi dan diperkirakan memiliki sejarah spesifik penyakit di lokasi tersebut.
2. Sapi-sapi tersebut dikarantina untuk observasi kesehatan, vaksinasi dan pengobatan cacing
dan diberi waktu untuk beradaptasi kurang lebih 20 hari dengan lingkungan SUP.
3. Sapi-sapi yang akan mengikuti uji performan dipelihara dengan diberi perlakuan dan kondisi
yang sama sehingga perbedaan yang tampak dapat mencerminkan mutu genetiknya.
5

4. Diberi pakan hijauan atau konsentrat yang memenuhi persyaratan standar kebutuhan kualitas
dan kuantitas berdasarkan umur dan berat badan.
 Ketentuan-ketentuan untuk sapi calon pejantan :
1. Pada saat masuk SUP, sapi harus ditimbang.
2. Penimbangan selanjutnya dilakukan pada umur 18 bulan dengan jarak waktu
penimbangan minimal 140 hari. Berat umur 18 bulan (1,5 tahun) adalah berat pada
umur 17 – 19 bulan dan distandarisasi pada umur 550 hari. Hasil pengukuran dicatat
3. Pada saat saat sapi berumur 12 bulan dilakukan pengamatan terhadap.
a. Libido dan kualitas sperma (persyaratan kualitas sperma yang harus dipenuhi)
b. Ukuran scrotum
4. Data hasil pencatatan maupun pengamatan, selanjutnya diolah dan
dianalisa serta disusun berdasarkan jenjang prestasinya.
5. 10% calon pejantan pada jenjang atas dipilih dan akan
dilakukan Uji Zuriat secara terbatas di SUP.
6. 10% pada jenjang dibawahnya dikirim kembali ke unit
populasi dasar untuk dipakai sebagai pejantan.
7. 80% dikirim ke wilayah pengembangan produksi
8. Analisa data untuk memilih 5 % calon pejantan terbaik
9. Lama penggunaan pejantan di setiap unit 2 sampai 3 tahun untuk menghindari
terjadinya perkawinan silang dalam.

 Ketentuan-ketentuan untuk sapi betina

1. Sapi betina yang masuk SUP dilakukan pencatatan dan pengukuran pada saat sapi
berumur 18 bulan.
2. Data hasil pencatatan maupun pengamatan, selanjutnya diolah dan dianalisa serta
disusun berdasarkan jenjang prestasinya.
3. Seleksi sapi betina untuk BET dapat diperoleh dari sapi-sapi induk jenjang teratas di SUP
(BPTU-HPT).
4. Untuk seleksi sapi betina di Unit Pelaksana Teknis yang menangani fungsi perbibitan di
Pusat dan Daerah : Induk yang dikeluarkan sebanyak 20% per tahun dan akan digantikan
dari anak betina terbaik. Sisanya disebarkan sebagai bibit untuk pengembangan di
tempat lain.
5. Analisa data untuk memilih induk terbaik didasarkan atas analisa daya produksi
induk Most Probably Producing Ability (MPPA)
6

Setiap calon bibit ternak yang telah memenuhi persyaratan mutu, harus dilakukan
pemeriksaan kesehatan hewan sesuai dengan Petunjuk Teknis Biosecuriti dan Kesehatan Hewan
pada Ternak Bibit.

III. BIBIT UNGGUL DAN PRINSIP PERKAWINAN TERNAK POTONG

ARTI PEMBIBITAN :

Suatu tindakan manusia untuk menghasilkan ternak bibit dan memenuhi persyaratan dan karakter
tertentu untuk dikembangbiakan dengan tujuan standar produksi yang ditentukan.

BIBIT UNGGUL :

Bibit yang memiliki sifat tahan terhadap serangan penyakit, laju pertumbuhan cepat dan produksi
karkas/daging tinggi, dan dapat digunakan secara meluas (ternak pejantan yang unggul) baik dengan
sistem kawin alam maupun IB

1. Klasifikasi

• Bibit sapi potong diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:

a. bibit dasar (elite/foundation stock), diperoleh dari proses seleksi rumpun atau galur
yang mempunyai nilai pemuliaan di atas nilai rata-rata;
b. bibit induk (breeding stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar;
c. bibit sebar (commercial stock), diperoleh dari proses pengembangan bibit induk.

BIBIT UNGGUL SAPI POTONG

 Ukuran tubuh besar


 Penghasil daging
 Toleransi hidup tinggi
 Efisiensi dalam penggunaan pakan
 Budidaya mudah
 Skala budidaya fleksibel
 Resiko kegagalan rendah

• Usaha briding ( pembibitan ) :

Dalam usaha breeding (pembibitan), kualitas induk dan pejantan yang digunakan sangat
berpengaruh terhadap keturunan yang dihasilkan. Untuk itu maka perlu dilakukan :
a. Pemilihan breed / bangsa pejantan dan betina yang akan digunakan dalam breeding. Bangsa
yang digunakan harus sesuai dengan tujuan usaha, karena secara genetik, kemampuan ternak
bervariasi
7

b. Melihat catatan silsilah / pedigree. Catatan mengenai prestasi tetuanya : berat lahir, berat
sapih, Average Daliy Gain (ADG), berat umur 1 tahun,dll.
c. Penilaian bentuk luar (dengan judging). Dalam judging, ada bagian-bagian tubuh ternak yang
mendapat penilaian lebih tinggi sesuai dengan tujuan.

• Pemilihan induk berdasarkan penampilannya :


a. Berpostur tubuh baik
b. Ambing baik
c. Bulu halus, mata bersinar
d. Nafsu makan baik
e. Tanda-tanda berahi teratur
f. Sehat dan tidak cacat
g. Umur siap kawin (+ 2 tahun, untuk ternak sapi)

• Pemilihan pejantan berdasarkan penampilannya :


a. Postur tubuh besar, dada lebar dan dalam
b. Kaki kuat, mata bersinar,
c. Bulu halus
d. Testis simetris dan normal
e. Sex libidonya tinggi (agresif)
f. Responsif terhadap induk berahi
g. Sehat dan tidak cacat
h. Umur dewasa ( >2 tahun,untuk ternak sapi)

• Usaha fattening (penggemukan)

Dalam usaha penggemukan, bakalan yang akan digemukkan harus cocok untuk iklim
tropis. Syarat-syarat bakalan yang baik antara lain adalah :
a. Umur : 1.5 – 2.5 tahun (laju pertumbuhan tinggi, efisien dalam

penggunaan pakan)
b. Jenis kelamin : jantan lebih cepat pertumbuhannya daripada
betina
c. Kesehatan : (sehat, kulit lentur dan bersih, mata bersinar, nafsu
makan baik)
d. Kondisi fisik : (badan persegi panjang, dada lebar dan dalam,
temperamen tenang, kondisi sapi boleh kurus tetapi sehat,
pertumbuhan kompensasi)
e. Bangsa : mudah beradaptasi dan genetiknya baik.

MANAJEMEN PERKAWINAN
8

1. Kawin alam (hand mating), jantan & betina kawin alam di padang pengembalaan
pasture mating).
2. Kawin secara buatan atau Inseminasi Buatan (IB). Dalam upaya memperoleh bibit
yang berkualitas melalui teknik perkawinan dapat dilakukan dengan cara kawin alam
dan Inseminasi Buatan (IB).

1. Kawin alam (hand mating), jantan & betina kawin alam


di padang pengembalaan pasture mating).
Intensifikasi kawin alam (IKA)
Upaya peningkatan populasi ternak sapi dapat dilakukan dengan intensifikasi kawin alam
melalui distribusi pejantan unggul terseleksi dari bangsa sapi lokal atau impor dengan
empat manajemen perkawinan, yakni:
(1) perkawinan model kandang individu,
(2) perkawinan model kandang kelompok/umbaran,
(3) perkawinan model rench (paddock) dan
(4) perkawinan model padang pengembalaan.

2. Kawin secara buatan atau Inseminasi Buatan (IB). Dalam upaya memperoleh bibit
yang berkualitas melalui teknik perkawinan dapat dilakukan dengan cara kawin alam
dan Inseminasi Buatan (IB).
Keuntungan IB
Teknologi IB, memungkinkan seekor pejantan untuk mengawini lebih banyak betina
daripada perkawinan alami yang dapat dilakukannya. Selain itu, melalui teknologi IB
potensi genetik seekor pejantan unggul dapat tersebar luas, tidak hanya pada daerah
tempat pejantan itu berada tetapi juga pada daerah lainnya yang terpisah oleh jarak dan
waktu
Sapi yang layak untuk di IB memenuhi syarat antara lain :
1. Sapi betina yang telah memenuhi umur pubertas.
2. Telah menunjukkan tanda-tanda birahi.
3. Sebaiknya induk memiliki tulang pelvis (pinggul ) yg lebar.
4. Jika kondisi induk sangat kecil gunakan semen sapi bali.
Persilangan
Persilangan yaitu salah satu cara perkawinan, perkembangbiakan ternaknya
dilakukan dengan cara perkawinan antara hewan-hewan dari satu spesies yang
berlainan rumpun. Untuk mencegah penurunan produktivitas akibat persilangan,
harus dilakukan menurut ketentuan sebagai berikut:
1. Sapi induk rumpun kecil (sapi Pesisir, Madura dan Bali) yang akan disilangkan
harus berukuran di atas standar atau setelah beranak pertama;
9

2. Komposisi darah sapi persilangan sebaiknya dijaga komposisi darah sapi


temperatenya tidak lebih dari 50%;
3. Prinsip-prinsip seleksi dan culling sama dengan pada rumpun murni.

IV. MANAJEMEN PENGEMBANGBIAKAN PADA TERNAK POTONG


10

Menghasilkan keturunan merup kesinambungan generasi untuk tetap mempertahankan


sumber plasma nutfah suatu bangsa atau spesies ternak. Dalam suatu populasi ternak diharapkan
menghasilkan keturunan lebih baik dari kedua orang tuanya atau minimal sama.

ASPEK REPRODUKSI INDUK

1. Penentuan berahi
2. Perkawinan
3. Kebuntingan
4. Gangguan reproduksi
5. Kelahiran
6. Penilaian kelahiran
7. Merawat anak baru lahir
8. Umur sapih

PENENTUAN BIRAHI/ESTRUS

Dimulai pada saat ternak mencapai dewasa pubertas atau dewasa kelamin
 Betina dtandai munculnya tanda-tanda estrus (mulai menghasilkan sel
telur/ovum)
 Mulai berkopulasi (mengawini betina) sebab sudah menghasilkan
spermatozoa
TANDA-TANDA BERAHI

1. Tidak tenang (gelisah)


2. Nafsu makan kurang
3. Menaiki ternak lain/diam bila dinaiki
4. Vulva merah, bengkak, hangat dan keluar lendir
5. Pengeluaran urine meningkat
Umur pertama pubertas

 sapi-sapi potong yang ada di Indonesia, pubertas


terjadi pada umur antara 18 – 24 bulan.
 Sapi-sapi Zebu biasanya terjadi pd umur 18–24 bln
 Sapi-sapi Eropa dicapai pada umur 12 – 18 bulan.
Lama berahi dan siklus berahi
Lama berahi dan siklus berahi pada berbagai jenis ternak berbeda-beda.
 sapi : siklus berahi : 18-24 hari, rata-rata 21 hari,
 lama berahi berkisar 6-30 jam, rata-rata 17 jam
 ovulasi terjadi 9-11 jam setelah selesainya estrus.
11

Ada tiga macam perkawinan yang dapat terjadi pada ternak, yaitu:
a. In breeding, adalah perkawinan yang dilakukan antar saudara yang mempunyai hubungan
keturunan dekat
b. Grading up, adalah perkawinan antara pejantan unggul dengan sapi lokal yang diarahkan pada
keturunan pejantan
c. Cross breeding, adalah perkawinan antara dua bangsa yang telah diketahui dengan seksama
masing-masing kemampuan produksinya.

Salah satu faktor penyebab rendahnya perkembangan populasi sapi adalah manajemen
perkawinan yang tidak tepat, diantaranya:
 Pola perkawinan yang kurang benar
 Pengamatan berahi dan waktu kawin tidak tepat
 Rendahnya kualitas atau kurang tepatnya pemanfaatan pejantan dalam kawin alam
 Rendahnya pengetahuan peternak tentang kawin suntik/IB

KELAHIRAN
Tanda-tanda kelahiran
 Perkembangan ambing (6 minggu sebelum kelahiran)
 Vulva membengkak dan memerah
 Dari vulva keluar lendir
 Relaksasi pelvis
 Puting bengkak (1 atau 2 minggu sebelum kelahiran)
 Putting meneteskan air susu

Anda mungkin juga menyukai