Lapkas DVT Fix
Lapkas DVT Fix
Pembimbing:
dr. M. Aron Pase, M.Ked(PD), Sp.PD
Oleh:
Afrilia Rosada Lubis (150100142)
Alifa Putri Mirza (150100168)
M. Catur Fariandy (110100499)
Nilai :
PIMPINAN SIDANG
CHIEF OF WARDS
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Deep Vein Thrombosis (DVT)”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Insiden DVT pada pasien diabetes mellitus lebih tinggi daripada populasi
umum (12,0 vs 7,51 per 1000 / tahun). Tatalaksana profilaksis DVT dibagi
menjadi dua yaitu dengan cara inaktifasi koagulasi darah (profilaksis
farmakologis) atau pencegahan stasis vena (profilaksis mekanis). Profilaksis
farmakologis (Low Molecular Weight Heparin/ LMWH) secara nyata menurunkan
insiden DVT pada bedah ortopedi sebesar 71%. Diagnosa DVT dapat ditegakkan
baik secara klinis maupun radiologis dengan menggunakan doppler ultrasound
atau venografi. Dengan diberikan terapi LMWH, gejala-gejala DVT sebagian
besar akan berkurang sejak hari ke 4 dan bebas gejala sama sekali pada hari ke 10.
Untuk meminimalkan resiko fatal terjadinya emboli paru diagnosis dan
penatalaksanaan profilaksis yang tepat sangat diperlukan.4,5
2
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis dan
pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami
tentang deep vein thrombosis.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sirkulasi darah terjadi melalui satu lengkungan arteri dan vena yang kontinu
serta terbagi menjadi sirkuit pulmonal dan sistemik (Gambar 2.1.1).
2.1.1 Arteri
posterior. Arteri tibialis bergerak turun di sebelah depan dari kaki bagian bawah
menuju bagian dorsal/punggung telapak kaki dan menjadi arteri dorsalis pedis.
Arteri tibialis posterior bergerak turun menyusuri betis dari kaki bagian bawah
dan bercabang menjadi arteri plantaris di dalam telapak kaki bagian bawah.
2.1.4 Vena
di bawah kulit dan terlindung oleh tulang dan jaringan lunak.Sebaliknya, dua set
vena perifer biasanya ditemukan di leher dan ekstremitas: satu superfisial dan satu
lagi terletak lebih dalam. Vena superficial terletak dekat dengan permukaan kulit,
mudah untuk dilihat, dan membantun untuk mengatur suhu tubuh. Saat suhu
tubuh, menjadi rendah, aliran darah arteri menjadi berkurang, dan vena vena
superfisial dilewati. Sebaliknya, saat tubuh menjadi kelebihan panas, aliran darah
ke kulit meningkat, dan vena superfisialis berdilatasi.
Gambar 2.1.5
Vena-vena mayor dari sirkulasi sistemik meliputi vena kava superior, vena
kava inferior, dan vena jugularis. Vena kava superior menerima darah dari
8
jaringan dan organ di kepala, leher, dada, bahu, dan ekstremitas atas. Vena kava
inferior mengumpulkan darah dari sebagian besar organ yang terletak di bawah
diafragma. Darah vena dari kepala dan wajah dialirkan menuju vena jugularis,
yang terletak di dalam leher.
9
Arkus vena palmaris meluas dari tangan menuju lengan bawah, dimana
vena-vena ini menjadi vena radialis dan vena ulnaris (Gambar 2.1.6). Saat vena
ulnaris dan radialis mencapaifosa kubiti (yaitu lipatan siku), vena-vena ini
bergabung untuk membentuk vena brakhialis. Saat vena brakhialis meluas melalui
lengan atas, vena ini bergabung dengan vena superfisialis lenan untuk membentuk
vena aksilaris, yang berjalan melalui aksila dan menjadi vena subklavia di dalam
rongga toraks. Vena subklavia membawa arau dari lengan dan area toraks/dada
menuju vena kava superior.
2.2 DEFINISI
tersusun dari fibrin dan sel darah merah disertai berbagai komponen trombosit dan
leukosit.1,5,6
2.3 PATOGENESIS
DVT biasanya terbentuk pada daerah dengan aliran darah lambat atau
terganggu di sinus vena besar dan kantung ujung katup di vena dalam tungkai
bawah atau segmen vena yang terpapar oleh trauma langsung. Pembentukkan dan
perkembangan trombus vena menggambarkan keseimbangan antara efek
rangsangan trombogenik dan berbagai mekanisme protektif. Faktor yang
mempengaruhi keseimbangan dan berimplikasi pada patogenesis trombosis vena,
dikenal dengan Trias Virchow’s, yaitu: 1). Cedera Vaskuler (kerusakan
endothelial); 2). Stasis Vena; 3). Aktivasi koagulasi darah (hiperkoagulabilitas).1,6
1.Cedera Vaskular
2. Stasis Vena
Stasis vena sering pada usia tua, tirah baring lebih dari tiga hari dan
operasi yang memakan waktu lama. Stasis vena memberikan predisposisi
trombosis lokal. Stasis menggangu pembersihan faktor koagulasi aktif dan
membatasi aksesibilitas trombin di vena kemudian menempel ke trombomodulin.
Protein ini terdapat dalam densitas terbesar di pembuluh darah kapiler.1,6
3. Hiperkoagulabilitas
2.4 EPIDEMIOLOGI
pada pasien Asia adalah: pada total knee replacement (76,5%), total hip
replacement (64,3%) dan fiksasi fraktur femur proksimal (50%).Insiden DVT
pada pasien diabetes mellitus lebih tinggi daripada populasi umum (12,0 vs 7,51
per 1000 / tahun).1,2,3,5
a. Resiko rendah: Durasi operasi kurang dari 30 menit, umur lebih dari 40 tahun,
perbaikan dari fraktur kecil.
b. Resiko sedang: Umur 40 – 60 tahun, arthroscopy atau perbaikan fraktur
tunkai bagian bawah, penggunaan plaster cast post-operasi.
c. Resiko tinggi: Umur lebih dari 60 tahun, atau umur 40 – 60 tahun dengan
adanya faktor resiko tambahan, immobilisasi lebih dari 4 hari.
d. Resiko sangat tinggi: Operasi arthroplasty lutut dan panggul, operasi fraktur
panggul, operasi open fracture pada tungkai bawah, trauma pada spinal cord,
berbagai resiko tambahan (umur lebih dari 40 tahun, sebelumnya ada riwayat
mengalami DVT, kanker, dan hypercoagulable state).
2.6 DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis DVT mungkin asimtomatis atau pasien mengeluh
nyeri, bengkak, rasa berat, gatal atau varises vena yang timbul mendadak.
Bengkak dan nyeri merupakan gejala utama dan tergantung pada lokasi. Sifat
nyeri biasanya terus menerus dan tiba-tiba. Nyeri dapat bertambah dengan
meningkatnya aktivitas atau jika berdiri dalam jangka waktu lama. Karakteristik
manifestasi DVT dapat berupa tungkai bengkak unilateral, gambaran
eritrosianotik, dilatasi vena superfisial, suhu kulit meningkat atau nyeri tekan pada
paha atau betis. Tanda klinis ini hanya ditemukan pada 23-50% pasien DVT.
15
Tanda klinis yang negatif belum dapat menyingkirkan diagnosis DVT. Tungkai
bawah yang bengkak, lunak disertai dengan cord vena yang dapat dipalpasi
mengarahkan pada DVT popliteal. Perbedaan ukuran lingkaran tungkai yang
bermakna mendukung diagnosis DVT. Namun sebagian besar pasien tidak
menunjukkan bengkak yang jelas. Kepastian diagnosis DVT secara klinis hanya
50%, sehingga tes diagnosik diharuskan bila ada kecurigaan DVT. Kematian dapat
terjadi bila trombus vena pecah dan membentuk emboli pulmoner yang akan
mengobstruksi arteri pada paru.1,3,5
Kecurigaan trombosis vena secara klinis harus dikonfirmasi dengan tes yang
terdiri dari pemeriksaan laboratorium dan radiologis. Tes laboratorium adalah
Simplie-red D-dimer. Konsentrasi plasma D-dimer merupakan hasil pencernaan
fibrin oleh plasmin. Kadarnya meningkat pada pasien trombosis vena atau emboli
pulmoner. Pengukuran dilakukan dengan cara pengambilan darah dari jari tangan
pasien diperiksa secara ELISA atau dengan Simple RED agent. Tes ini hasil
sensitifitas 97%. Tes D-dimer sering menghasilkan positif semu pada pasien pasca
bedah atau trauma. Pemeriksaan radiologis menggunakan Venous compression
duplex ultrasonography, merupakan teknik noninvasif yang memiliki sensitifitas
95% untuk mendiagnosis DVT.3,5
Interpretasi: risiko sangat rendah (0-1), risiko rendah (2), risiko sedang (3-4),
risiko tinggi (≥5).
2.7 KOMPLIKASI
2.8 TATALAKSANA
1. Pencegahan
Bentuk profilaksi mekanis adalah mobilisasi dini, machine continous
passive motion, pressure vascular stocking, dan alat kompresi pneumatik
bergradasi secara elevasi tungkai 15-22 cm. Stasis vena, proses patologi
yang mendasari terjadinya trombosis, dicegah dengan kontraksi atau
kompresi otot betis yang dapat menghindari penumpukan darah vena di
ekstremitas bawah. Stoking elastis dapat digunakan untuk tujuan di atas.
Pemakaian stoking elastis meningkatkan aliran dara vena hingga 1,5 kali
aliran basalnya sehingga memacu sirkulasi darah, mencegah stasis darah
pada aneurisma (pelebaran vena dan dilatasi sakuler) yang sering pada usia
lanjut dan penderita DVT. Tekanan pada mata kaki 18mmHg, 14mmHg
pada betis, 10mmHg pada lutut dan 8mmHg pertengahan paha.
Penggunaannya merupakan pilihan pertama untuk mencegah DVT pada
pasien yang dirawat. Alat kompresi pneumatik merangsang pengosongan
vena ekstremitas bawah dengan cara menurunkan stasis dan menstimuli
sistem fibrinolik.3,9,10,11
2. Terapi Medikamentosa. Tujuan terapi untuk mencegah serta mengurangi
risik pembentukan trombus yang lebih besar serta mencegah emboli paru.
Beberapa obat yang dapat digunakan antara lain golongan antikoagulan
(warfarin atau heparin). Perlu diperhatikan pula bahwa obat golongan
antikoagulan dapat menyebabkan efek samping perdarahan.
a. Terapi antikoagulan
Heparin
Heparin adalah antikoagulan yang diberikan secara parental,
mekanisme kerjanya adalah meningkatkan efek antitrombin III dalam
menetralkan trombin dan protease serum lainnya. Heparin dosis rendah
di berikan subkutan dengan dosis 5000 U. diberikan sebelum operasi
18
dan setelah operasi (setiap 8-12 jam). Cara ini merupakan pilihan bagi
pasien sedang terhadap DVT. Dapat menurunkan resiko DVT 50-70%.
Cara ini tidak memerlukan pemantauan dengan laboratorium,
sederhana, tidak mahal, aman. Cara ini kurang efektif bagi penderita
yang memerlukan bedah orthopedic mayor. Heparin menginduksi
terjadinya trombositopenia karena ikatan antara Heparin dengan faktor
IV trombosit dapat menyebabkan terbentuknya antibodi IgG yang
nantinya menginduksi terjadinya trombositopenia.3,6,7
Warfarin
Warfarin dosis sedang, efektif untuk mencegah DVT pada semua
kategori resiko. Dapat mulai diberikan 5 atau 10 mg malam sebelum
operasi atau malam setelah operasi, efek antikoagulan terukur baru
dapat dicapai pada 3-4 hari pasca operasi, namum bila terapi dimulai
saat operasi atau sesaat setelah operasi maka warfarin masih efektif
bagi penderita resiko tinggi DVT, termasuk pasien fraktur tulang
panggul. Lama profilaksis menurut rekomendasi ACPP adalah
minimal 7-10 hari. Regimen ini kurang menyenangkan karena
memerlukan monitoring laboratorium.3,6
Low-dose Unfractionated Heparin (UFH)
Diberikan secara subkutan 3 kali 3500 U sehari, dimulai sejak dua
hari sebelum operasi. Lebih efektif dari heparin dosis rendah bila
diberikan pada pasien operasi panggul elektif. Bila dibanding LMWH
efektifnya lebih rendah dalam mencegah trombosis vena proksimal
setelah operasi panggul. Membutuhkan monitoring laboratorium yang
teliti.6,7
Low Molecular Weight heparin (LMWH)
LMWH lebih efektif dibanding yang lainnya, sediaan ini juga lebih
efektif mencegah trombosis vena proksimal setelah operasi panggul.
Mekanisme kerjanya adalah meningkatkan aktivitas efek antitrombin
III, anti faktor Xa dan anti faktor IIa. Secara subkutan,
19
b. Terapi trombolitik
- Sistemik: kurang direkomendasikan karena tingginya
kemungkinan komplikasi perdarahan.
- Catheter directed: lebih rendah angka komplikasi perdarahan
dibandingkan trombolitik sistemik dan terbukti lebih efektif.11
20
BAB 3
ANAMNESA PRIBADI
Nama :Japet Ginting
Umur :57 tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Batak
Agama : Kristen Katholik
Alamat :Tiga Panah Kab. Karo
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama :Bengkak dan merah pada paha kanan
Telaah:Os mengeluhkan bengkak pada paha kanan dan berwarna merah. Hal ini
dialami sejak kurang lebih 1 bulan terakhir.Awalnya kaki terasa panas, nyeri,
kemerahan dan bengkak.Kaki terasa berat dan sulit untuk digerakkan.Riwayat
trauma pada kaki tidak dijumpai.Demam dijumpai tidak terlalu tinggi.Sesak nafas
tidak dijumpai.Penurunan nafsu makan dan penurunan BB tidak dijumpai.Mual
dijumpai namun tidak sampai muntah.Nyeri ulu hati dijumpai seperti ditusuk-
tusuk.BAB dijumpai 1 hari yang lalu setelah pemberian pencahar.Riwayat DM
21
ANAMNESIS ORGAN
Jantung
Sesak Nafas :( - ) Edema :(-)
Angina Pectoris :(-) Palpitasi :(-)
Lain-lain : ( -)
SaluranPernapasan
Batuk-batuk : ( -) Asma, bronchitis :(-)
Dahak : ( -) Lain-lain :(-)
SaluranPencernaan
Nafsu Makan :Baik Penurunan BB :(-)
Keluhan Menelan :(-) Keluhan Defekasi :(-)
Keluhan Perut :(+) Lain-lain :(-)
Saluran Urogenital
Nyeri BAK :(-) BAK Tersendat :(-)
Batu :(-) Keadaan Urin :(-)
Haid :(-) Lain-lain :(-)
Sendi dan Tulang :(-)
Sakit Pinggang :(-) Keterbatasan Gerak :(-)
Keluhan Persendian :(-) Lain- lain :(-)
Endokrin
Haus/Polidipsi :(-) Gugup :(-)
Poliuri :(-) Perubahan suara :(-)
Polifagi :(-) Lain-lain :(-)
Saraf Pusat
Sakit Kepala :(-) Hoyong :( - )
22
STATUS PRESENS
Keadaan Umum :Sedang
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah :150/60 mmHg
Nadi :96 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Temperatur : 37,1oC
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 156 cm
IMT : 20,54 kg/m2 (Kesan: Normal)
KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterus
(-/-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
LEHER
Leher :TVJ R-2cm H2O, pembesaran KGB (-),
Trakea : Medial
23
THORAKS
PARU-PARU
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas jantung kiri 2 cm LMCS
Auskultasi :S1 S2= kesan normal,Murmur (-) Gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel, H//L/R tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Normoperistaltik
EKSTREMITAS
SUPERIOR
Akral : Hangat
Edema : (-/-)
INFERIOR
Akral : Hangat
Edema : Dijumpai edema pada regio femoralis dextra
Eritema : Dijumpai eritema pada regio femoralis dextra
24
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal :11/03/2019
Ht: 34 %
Hitung jenis:
Protein: -
Eosinofil: 1,5
Basofil:0,5 Reduksi: -
Neutrofil: 78,1
Bilirubin: -
Limfosit: 13,8
Monosit: 6,1 Urobilinogen: +
Kristal: -
Bakteri: -
25
RESUME
STATUS LOKALISATA
Ekstremitas
LABORATORIUM
Farmakologis:
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/I
- Inj. Ranitidine 1amp/12 jam/IV
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
- Inj. Keterolac 30 mg/8 jam/IV
- Inj. Lovenox 2 x 0,6 cc/12jam
- Klindamisin 4 x 300 mg
- Paracetamol 3 x 500 mg
- KSR 2 x 600 mg
27
BAB 4
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
11Maret Nyeri pada paha Sens: CM - Selulitis dd DVT Tirah baring
2019 – 12 kanan TD: 110-120/70-80 Diet MB kalori>1700
Maret 2019 (VAS = 3) mmHg - DM tipe 2
kkal + ekstra putih
HR: 68-88 x/i - Hipoalbuminemia telur
RR: 24-32 x/i Inj. Ceftriaxone
T : 35,9-38,8oC - Hiponatremia 1gr/24jam IV dlm
Kepala 100 cc NaCl 0,9%
- Hipokalemia
Conj. palp. inf. anemis Inj. Keterolac 30
(-/-), sklera ikterik (-/-) - Dispepsia mg/8 jam/IV
Leher Inj. Ranitidine
fungsional dd
TVJ R-2 cmH2O 1amp/12jam/IV
Pembesaran KGB (-) organik
KSR 2x600mg
Thorax PCT 3x500mg
Simetris fusiformis
Klindamisin
SF kanan: kiri
4x300mg
SP: vesikuler
Abdomen R/
Simetris
Soepel Gula darah puasa/ 2
BU (+) normal jam pp/ HbA1C
Timpani
Lipid profile
Ekstremitas
Inferior dextra: USG Doppler
Edema (+) Foto Thoraks
Rubor (+)Kalor
EKG
(+)Dolor (+) pada regio
femoralis
Hasil Lab (12/03/19):
PT/C 1,4
APTT/C 1,15
Fibrinogen 653
D-dimer 2010
13 Maret Nyeri dan panas Sens: CM - DVT Tirah baring
2019 – 14 pada kaki kanan TD: 110/60 mmHg Diet MB kalori
Maret 2019 dijumpai HR: 76-98 x/i - Selulitis
>1700 + ekstra
berkurang RR: 20-24 x/i putihtelur
29
PR Interval: normal
Durasi QRS: normal
ST segment: normal
USG Doppler:DVT
pada vena femoralis
kanan dan vena poplitea
kanan. Pembesaran
KGB multipel kanan
(+)
15 Maret -Nyeri dan Compos mentis - DVT Tirah baring
2019 panas pada kaki TD: 120/60 mmHg Diet MB kalori
kanan HR: 64 x/i - Selulitis
>1700 kkal + ekstra
berkurang RR: 24x/i - DM Tipe 2 putih telur
T : 36,2oC Inj. Ceftriaxone
Kepala - Hipoalbuminemia 2gr/24jam IV dlm
Conj anemis (-/-), 100 cc NaCl 0,9%
- Hiponatremia
Sklera ikterik (-/-) Inj. Ranitidine
Leher - Hipokalemia 1amp/12jam/IV
TVJ R-2 cmH2O Inj. Lovenox
Pembesaran KGB (-) - Dispepsia
2x0,6cc/12jam
Thorax fungsional dd
NaCl 3% gandeng
Simetris organik
NaCl 0,9%
SF kanan: kiri
KSR 2x600mg
Sonor
PCT 3x500mg
SP: Vesikuler
Klindamisin
Abdomen
4x300mg
Soepel
H/L/R tidak teraba R/
Normoperistaltik
Shifting dullness (-) Substitusi Natrium
Ekstremitas (135-121) 70 x 0,6 =
Edema (-/-)
588 ≈2 fl NaCL 3%
Akral hangat
CRT < 2’ gandeng dengan
NaCl 0,9 %
Hasil lab(15/03/2019):
Terapi 3 bulan
Hb/leu/tromb:
pengobatan / switch
10/9290/265.000
31
BAB 5
DISKUSI
TEORI PASIEN
Definisi
Faktor Risiko
lainnya.6,7
Diagnosis
Dari anamnesis dan
Anamnesis yang mengarah pada faktor
pemeriksaan fisik
risiko dan gejala klinis, serta
menggunakan caprini score,
pemeriksaan fisik ditunjukkan untuk
didapati hasil risiko rendah
menemukan adanya tanda dan gejala
DVT dengan skor 2.
trombosis vena dalam. Secara sederhana
menggunakan Caprini Score (lihat Pemerikasaan laboratorium:
Gambar)
-Fibrinogen: 653,0 mg/dL
Pemeriksaan laboratorium: kadar D-
Dimer ↑ (trombosis yang aktif), dapat - D-dimer: 2010,00 ng/mL
dipengaruhi oleh adanya keganasan atau
Pemeriksaan penunjang lain:
kerusakan jaringan.
Pemeriksaan penunjang lain: -USG Doppler
-Non invasif : USG Doppler, CT
venografi
-Invasif : Flebografi
Tatalaksana
2. Terapi trombolitik
BAB 6
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
4. Chung, W., Lin, C. and Kao, C. Diabetes increases the risk of deep-vein
thrombosis and pulmonary embolism. 2015; pp. 812–818.