BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
petunjukNya, buku Tata Laksana Penyakit Alergi dan Reumatologi pada Anak dapat diterbitkan.
Kejadian penyakit alergi pada anak semakin meningkat akan memberikan dampak pada
kualitas hidup di kemudian hari. Penyakit reumatologi yang berkembang saat ini memerlukan
intervensi dini untuk mencegah disabilitas dan memperbaiki kualitas hidup anak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Bagian Anak RSUP DR. Sardjito
dan Kepala INSKA RSUP DR. Sardjito atas bimbingan dan perhatian dalam tata laksana
penyakit alergi dan reumatologi anak.Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Cahya Dewi
S.,M.Kes,SpA, dr. Siti Aurelia, dr. Yustinah, dr. Suriviana, yang telah membantu dalam
penyusunan buku ini. Kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang
telah membantu, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Penyusunan buku ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang lebih baik dengan menggunakan standar pengobatan yang up to
date.
Penyusun
Sumadiono
1
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
2
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
DAFTAR ISI
Prakata i
FK UGM Yogyakarta ii
Pendahuluan 1
3
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Sistemik 21
4
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
PENDAHULUAN
Beberapa laporan ilmiah dalam negeri dan luar negeri menunjukkan angka
kejadian alergi terus meningkat beberapa tahun terakhir. Robertson 2005, menunjukkan
prevalensi dermatitis dan rinitis alergi pada anak usia 6-7 tahun adalah 10,9% dan 12%.
Sedangkan prevalensi pada anak usia 13-14 tahun untuk dermatitis dan rinitis alergi
sekitar 9,7% dan 19,6%. Di Indonesia, angka kejadian alergi pada anak belum diketahui
secara pasti. Beberapa ahli memperkirakan sekitar 25-50% anak pernah mengalami
alergi makanan.
Risiko atopi pada anak meningkat 20-40% bila didapatkan atopi pada salah satu
orangtua, sedangkan bila saudara kandung menderita atopi, risiko menjadi 25-35%,
dan apabila kedua orangtua menderita atopi maka risiko menjadi 40-60%. Alergi dapat
bermanifestasi dalam berbagai macam antara lain dermatitis atopi (ruam kulit), asma,
rinitis alergi dan lain-lain.
Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan
lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor
genetik, lingkungan. Berbagai sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti
IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperan terhadap
inflamasi.
Penyakit reumatik melibatkan inflamasi pada sendi, otot, tendon. Setiap penyakit
mempunyai gejala klinis beragam, mulai dari ringan sampai berat. Huemer 2001,
menunjukkan bahwa Juvenile Idiophatic Arthritis merupakan penyakit reumatik
terbanyak (49.5%), diikuti spondiloartritis (33.6%), Lupus Eritematosus Sistemik (5.6%).
Respon terapi dan mengurangi efek samping obat masih terus dikembangkan sampai
saat ini, dimana pengobatan penyakit reumatik melibatkan multidisiplin ilmu.
Penulisan buku ini bertujuan untuk optimalisasi pengobatan penyakit alergi dan
reumatologi pada anak, sehingga dapat mengoptimalisasi tumbuh kembang anak.
5
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
PERSIAPAN
PELAKSANAAN
1. Penjelasan dan informed consent kepada orangtua dan anak mengenai prosedur
pelaksanaan uji tusuk kulit serta rasa sakit/tidak nyaman pada saat uji tusuk kulit
2. Bersihkan lokasi uji tusuk kulit dengan kapas alkohol/aseton
3. Berikan penomoran sesuai jumlah alergen yang akan dites, dengan jarak antar
alergen 1,5 cm
4. Teteskan setetes alergen pada lokasi uji tusuk kulit sesuai dengan penomoran
5. Lakukan tusukan/prick dengan sudut 450 terhadap kulit, jika menggunakan lancet
dan jika menggunakan stallerpoint ditekan dan diputar tegak lurus terhadap kulit
6. Tidak boleh sampai berdarah; jika berdarah, bersihkan dengan kapas
alkohol/aseton, ulangi penetesan dan penusukan di tempat yang berbeda
7. Setelah penusukan selesai, keringkan semua alergen (tidak diusap) dengan tisu
6
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
PEMBACAAN HASIL
Pengukuran papul (wheal) menggunakan penggaris
Hasil positif: diameter alergen ≥ 3 mm lebih besar dari kontrol negatif
PENGAWASAN PELAKSANAAN
Pengawasan tanda-tanda anafilaksis; jika pasien mengeluh gatal di wajah, pilek
(runny nose) pikirkan gejala awal anafilaksis dan siapkan epinefrin
Jika rasa gatal di lokasi uji tusuk kulit sangat mengganggu, diberikan anti
histamin per oral
Referensi:
Allsa Position Statement: Allergen Skin-Prick Testing. Morris A., Current Allergy & Clinical Immunology 2006;19(1)
ASS berat
Pemeriksaan klinis : Satu/lebih gejala dibawah ini:
- Temuan klinis
Riwayat keluarga (faktor risiko) Gagal tumbuh karena diare dan atau regurgitasi,
ASS ringan/ sedang -
muntah dan atau anak tidak mau makan
Satu/lebih gejala dibawah ini: Anemia defisiensi besi karena kehilangan darah
di tinja, ensefalopati karena kehilangan protein,
Regurgitasi berulang, muntah, diare, enteropati atau kolitis ulseratif kronik yang
konstipasi (dengan atau tanpa ruam sudah terbukti melalui endoskopi atau histologi
perianal), darah
Lanjutkan pada ASI
pemberian tinja DA berat dengan anemia-hipoalbuminemia atau
Anemia
Diet defisiensi
eliminasi besi ibu: tidak mengkomsumsi
pada gagal tumbuh atau anemia defisiensi besi
Dermatitis
susu sapi atopik
selama(DA),2 angioedema,
minggu (atau selama 4
7
Laringoedema akut atau obstruksi bronkus
urtikariabila uji
Gejala (-)tusuk kulit
minggu
Perkenalkan disertai DA atau
kembali kolitis alergik)
Lanjutkan pemberian ASISpesifik dengan kesulitan bernapas
Ibutidak
dapat IgE
mengkomsumsi
protein
Pilek,susu
batuk
Komsumsi kronik,
suplemen
sapi mengi kalsium
dan
Ibu dapat boleh
dietsusu
normal Syok anafilaksis
mengkomsumsi
Kolik persisten (>telur (untuk
3 jam protein
mencegah
perhari/minggu sapi dan telur
sensitisasi Rujuk dan eliminasi diet pada ibu (tambahkan
Perbaikan
berikutnya) Tidak
Pertimbangkan
ada perbaikan diagnosis alergi lain suplemen kalsium pada ibu)
selama lebih dari 3 minggu)
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Jika gejala alergi menghilang setelah eliminasi diet susu sapi selama 2-4
minggu, maka dilanjutkan dengan memberikan formula dengan bahan dasar susu sapi
(food challenge).
Uji provokasi dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas resusitasi yang lengkap
dan dalam pengawasan dokter Setelah dipastikan tidak ada kelainan, diberikan satu
tetes susu formula pada bibir. Jika tidak timbul gejala setelah 15 menit, maka susu
formula diberikan peroral dengan titrasi dosis yaitu: 0,5; 1,0; 3,0; 10; 30; 50 dan 100 ml.
9
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Dosis dinaikkan tiap 30 menit. Selanjutnya bayi diobsevasi selama 2 jam. Jika tidak
timbul reaksi apapun, bayi boleh mendapatkan paling sedikit 250 ml formula susu sapi
selama satu minggu kedepan, dan orangtua diminta untuk mengobservasi bila timbul
gejala.
Syarat untuk melakukan uji provokasi:
1. Penghindaran makanan yang mengandung susu sapi paling tidak 2 minggu
2. Penghindaran obat antihistamin minimal 3 hari
3. Penghindaran obat bronkodilator, kromolin, nedokromil dan steroid inhalasi 6-12
jam sebelum dilakukan uji provokasi
4. Tersedia obat untuk mengatasi reaksi anafilaksis yang mungkin terjadi
5. Pasien dipuasakan 2-3 jam sebelum uji provokasi
Uji provokasi dinyatakan positif jika gejala alergi susu sapi muncul kembali, dan
alergi susu sapi bisa ditegakkan. Uji provokasi dinyatakan negatif bila tidak timbul gejala
alergi susu sapi pada saat food challenge dan setelah satu minggu kemudian, maka
bayi diperbolehkan minum formula susu sapi. Meskipun demikian, orangtua dianjurkan
untuk tetap mengawasi kemungkinan terjadinya reaksi tipe lambat yang bisa terjadi
beberapa hari setelah uji provokasi.
10
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
11
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
12
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
13
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
14
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
15
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Pemberian dosis awal obat lebih tinggi dibanding dosis untuk desensitisasi
(miligram)
Interval antara dosis bervariasi antara jam, hari sampai minggu
Referensi:
Nilai kembali
YA TIDAK gejala klinis
Kelola sebagai
YA TIDAK
penyakit alergi
Adrenalin (Epinefrin 1mg/ml ) 1:1000. Intramuskular; dosis 0,01 mg/kgBB/X (0,01 ml/kgBB/X), dosis maksimal 0,3 mg (0,3 ml).
Diulang setelah 5-15 menit jika tidak didapatkan perbaikan klinis, maksimal pemberian 3X
Antihistamin H1 (difenhidramin)
Dosis 1 mg/kgBB/X, dosis maksimal 50 mg
intramuskular atau intravena perlahan
EVALUASI
Observasi dan
Steroid (metilprednisolon) 1-2 mg/kgBB/X,IV, maksimal 125 mg, atau
monitor 4-6 jam
Hidrokortison (100mg/ml), intramuskular atau intravena perlahan
Dosis: ≤ 6 bulan : 25 mg
6 bulan – 6 tahun : 50 mg
Alat–alat yang disiapkan: 6 – 12 tahun : 100 mg
≥12 tahun : 200 mg
Oksigen
Beri cairan kristaloid (RL) 20ml/kgBB/X,IV, secara cepat, dapat diulang, maksimal 60
Spuit, abocath, cairan kristaloid
ml/kgBB. Jangan beri koloid, dapat menjadi penyebab anafilaksis
(Ringer laktat), infus set
Keadaan bronkospasme diberikan inhalasi β2 agonis
Obat–obatan: adrenalin,
difenhidramin, metilprednisolon Syok lama, beri resusitasi kardiopulmonal dan pertimbangkan adrenalin 1:10.000,
atau hidrokortison, inhalasi β2 intravena perlahan (titrasi mulai dengan 0,1 µg/kgBB/menit sampai 1µg/kgBB/menit)
agonis atau obat vasopresor lain
Alat–alat resusitasi: ambu bag,
laringoskop, pipa endotrakeal
Referensi:
- Resuscitation Counsil UK. Emergency treatment of anaphylactic reactions, guidelines for healthcare provider. Working
Group of The Resuscitation Council(UK). London, January 2008
- Lane RD, Bolte RG. Pediatric anaphylaxis. Pediatr Emergency Care 2007;23:49-60
- Sampson HA. Anaphylaxis and emergency treatment. Pediatrics 2003;111:1601-8
17
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
18
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
19
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
OLIGOARTIKULER/PAUSIARTIKULER
Obat Dosis Minggu I Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
II III IV V VI VII VIII IX X XI
NSAID
Injeksi Intra
Artikular
EXTENDED/POLIARTIKULER
Obat Dosis Minggu I Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
II III IV V VI VII VIII IX X XI
NSAID
Metotreksat
per oral
20mg/m2
Metotreksat IV
20mg/m2
SISTEMIK
Obat Dosis Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
I II III IV V VI VII VIII IX X XI
NSAID
Metilprednisolon
IV
Metilprednisolon
per oral
Referensi: Modifikasi Yogyakarta,
Medical Treatment of Juvenile Idiopathic Arthritis. Laxer R, Hashkes PJ. JAMA, 2005;294(13):1671-1684 Mengetahui supervisor
(………………………………………)
20
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
21
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
1. Malar eritematosus: Eritema yang terfiksasi, baik yang datar atau menonjol.
Dominasi di daerah muka dan cenderung menyebar ke lipatan nasolabial.
3. Fotosensitivitas: Ruam kulit akibat reaksi terkena sinar matahari, diketahui dari
anamnesis maupun pemeriksaan fisik.
5. Artritis: Artritis non-erosif, melibatkan dua atau lebih sendi perifer, karakteristik:
bengkak, nyeri, atau effusion.
6. Serositis: Pleuritis melalui riwayat nyeri pleuritik, adanya efusi pleura atau
pemeriksaan fisik atau perikarditis melalui ekokardiografi, adanya bukti efusi
perikard, dan pemeriksaan fisik.
7. Gangguan ginjal: Proteinuria persisten, > 500 mg/ hari (0,5 g/hari) atau +3
secara kualitatif atau sel silinder (sel darah merah, hemoglobin, garnular, tubular,
atau campuran sel silinder).
8. Gangguan neurologis: Kejang atau psikosis terjadi saat putus obat atau
gangguan metabolik (uremia, ketoasidosis, gangguan elektrolit).
22
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
IgM dan IgG antibodi antikardiolipin, hasil tes positif untuk antikoagulan lupus
menggunakan metode standar, hasil tes positif palsu untuk pemeriksaan serologi
sifilis yang diketahui positif paling sedikit selama enam bulan dan dikonfirmasi
dengan hasil tes Treponema pallidum negatif melalui pemeriksaan imobilisasi
atau flouresensi treponemal absorpsi antibodi.
Diadaptasi dengan ijin dari Tan EM, Cohen AS, Fries JF, Masi AT, McShane DJ, Rothfield NF, et al., revised from
Criteria for The Classification of Systemic Lupus Erhytematosus 1982, Arthritis Rheum 1982;25:1274, and Hocberg
MC. Updating the American College of Rheumatologi Revised Criteria for The Classification of Systemic Lupus
Erhytematosus (Letter), Arthritis Rheum 1997;40:1725.
23
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
NSAID Monitor:
glukosa
elektrolit
lipid
tekanan darah
Metotreksat Monitor
darah rutin
fungsi hati
Referensi:
Systemic Lupus Erythematosus. Current Therapy in Allergy, Immunology, Rheumatology, edisi 6, Mosby
24
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
FASE AKUT
Obat Dosis Hari I Hari II Hari III Hari IV Hari V Hari VI Hari VII
Metil prednisolon
30 mg/kgBB/hari,
IV
IVIG 0,4 g
/kgBB/hari
(2-5 hari)
Prednison
0,5-2
mg/kgBB/hari, po
Referensi:
Systemic Lupus Erythematosus. Zorab R. WB Saunders Company, 2001
(.................................)
25
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
26
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Nefritis Difus, nefritis Membranosa (PA) (klinis: hematuria rekuren, proteinuria sedang/sindrom nefrotik, hipertensi, kemungkinan
gagal ginjal, infiltrasi netrofil, debris fibrinoid, penurunan laju filtrasi glomerulus )
Obat Dosis Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI
Siklofosfamid 500-1000mg/m2
Prednison 0,5-1mg/kgBB/hari
Prednison 0,5-1mg/kg/hari
27
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Tabir surya
Referensi:
Systemic Lupus Erythematosus. Current Therapy in Allergy, Immunology, Rheumatology, edisi 6, Mosby
28
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Referensi:
Systemic Lupus Erythematosus. Zorab R. WB Saunders Company, 2001
29
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Referensi:
Systemic Lupus Erythematosus. Zorab R. WB Saunders Company, 2001
Diagnosis banding
Acute abdomen
Meningitis meningokokus atau septicemia
Artritis reumatoid
Demam rematik
ITP (Idiopatik Trombositopenia Purpura)
Lupus Eritematosus Sistemik
Reaksi obat
Tata Laksana
Istirahat
Referensi:
Kraft DM, et al, Henoch-Schönlein Purpura: A Review. AAFP 1998;58(2):405
Diagnosis
Diagnosis
Penyakit
Penyakit
Kawasaki
Kawasaki
(PK)(PK)
TATA
1. Perubahan 4 LAKSANA
≥ pada
dariekstremitas: PENYAKIT
5 gejala utama KAWASAKI (PK)
-1.akut:
Perubahan
kemerahan
pada pada
ekstremitas:
telapak tangan, telapak kaki, bengkak pada tangan dan kaki
- kronik: pengelupasan periungual jari tangan, jari kaki (minggu ke 2-3)
- akut: kemerahan pada telapak tangan, telapak kaki, bengkak pada tangan
2. Eksantema polimorfologi
dan kaki
- kronik:
3. Injeksi pengelupasan
konjungtiva bilateral
periungual
tanpajari
eksudat
tangan, jari kaki (minggu ke 2-3)
2. Eksantema polimorfologi
4. Perubahan pada bibir dan cavum oris: kemerahan, bibir pecah-pecah, lidah strawberi31
3. Injeksi konjungtiva bilateral tanpa eksudat
5. Limfadenopati servikal (>1,5 cm diameter), biasanya unilateral
4. Perubahan pada bibir dan cavum oris: kemerahan, bibir pecah-pecah, lidah
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
1. Aspirin 80-100 mg/kgBB/hari, 4X, po, dihentikan setelah 2-3 hari bebas demam,
dilanjutkan 3-5 mg/kgBB/hari, 1X, po, sampai 6-8 minggu setelah onset
3. Metilprednisolon 30mg/kgBB/hari, IV
Referensi:
Diagnosis, Treatment, and Long-Term Management of Kawasaki Disease. Newburger JW, Gewitz, Circulation
2004;110:2747-2771
Alat/bahan:
32
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Verban steril
Pot/tabung untuk menampung cairan sendi dan tabung steril untuk pemeriksaan
laboratorium cairan sendi
Posisi pasien terlentang, lutut sedikit fleksi dengan bantal atau gulungan handuk pada
celah poplitea
Tentukan lokasi injeksi yaitu 1 cm lateral dan 1 cm superior dari patella (kalau perlu
diberi tanda dengan pena)
Jarum no 18,20,22 gauge, panjang 1-1,5 inchi (2,8-4,2 cm) dipasang pada spuit 5-20 cc
tergantung dari jumlah cairan sendi yang akan diaspirasi
Jarum ditusukkan pada lokasi kulit yang direnggangkan dengan sudut 450 kearah distal
33
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Jarum dimasukkan sedalam 2,8-4,2 cm, lakukan aspirasi dan spuit harus terisi cairan
Cairan sendi dimasukkan ke dalam tabung steril untuk diperiksa di laboratorium, sisanya
dimasukan ke dalam pot/tabung dan dihitung jumlahnya berapa cc
Jarum dan spuit diangkat, kulit dibersihkan, pasang verban diatas daerah injeksi
34
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
35
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Referensi:
Work Group Report on the appropriate use of intravenously administered immunoglobulin (IGIV) Generated by the
primary immunodeficiency. Orange JS, et al, Committee of the American Academy of Allergy, Asthma and
Immunology
36