Anda di halaman 1dari 36

SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan
petunjukNya, buku Tata Laksana Penyakit Alergi dan Reumatologi pada Anak dapat diterbitkan.

Kejadian penyakit alergi pada anak semakin meningkat akan memberikan dampak pada
kualitas hidup di kemudian hari. Penyakit reumatologi yang berkembang saat ini memerlukan
intervensi dini untuk mencegah disabilitas dan memperbaiki kualitas hidup anak.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Bagian Anak RSUP DR. Sardjito
dan Kepala INSKA RSUP DR. Sardjito atas bimbingan dan perhatian dalam tata laksana
penyakit alergi dan reumatologi anak.Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Cahya Dewi
S.,M.Kes,SpA, dr. Siti Aurelia, dr. Yustinah, dr. Suriviana, yang telah membantu dalam
penyusunan buku ini. Kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang
telah membantu, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Penyusunan buku ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang lebih baik dengan menggunakan standar pengobatan yang up to
date.

Penyusun

Sumadiono

1
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

SAMBUTAN KEPALA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR. SARDJITO/FK UGM YOGYAKARTA

2
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

DAFTAR ISI

Prakata i

Sambutan Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP DR. Sardjito/

FK UGM Yogyakarta ii

Daftar Isi iii

Pendahuluan 1

I. Tata Laksana Penyakit Alergi pada Anak

I.1. Prosedur Uji Tusuk Kulit 2

I.2. Alergi Susu Sapi

I.2.a. Tata laksana alergi susu Sapi

pada bayi dengan ASI eksklusif (6 bulan) 4

I.2.b. Tata laksana alergi susu Sapi

pada bayi dengan susu formula 5

I.2.c. Uji provokasi susu sapi 6

I.3. Dermatitis Atopi 7

I.4. Urtikaria dan Angioedema 9

I.5. Rinitis Alergi 10

I.6. Alergi Obat 11

I.7. Syok Anafilaksis 13

3
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

II. Tata Laksana Penyakit Reumatologi pada Anak

II.1. Juvenile Idiophatik Arthritis 14

II.1.a. Protokol tata laksana Juvenile Idiophatic Arthritis 16

II.2. Lupus Eritematosus Sistemik

II.2.a.Tata laksana Lupus Eritematosus Sistemik 17

II.2.b.Jenis obat pada Lupus Artritis 20

II.2.c.Protokol tata laksana AIHA pada Lupus Eritematosus

Sistemik 21

II.2.d.Tata laksana Lupus Nefritis 22

II.2.e.Protokol tata laksana Lupus Nefritis 23

II.2.f.Jenis obat pada Lupus Kutan 24

II.2.g.Kortikosteroid pada Lupus Eritematosus Sistemik 25

II.2.h.Imunosupresif pada Lupus Eritematosus Sistemik 26

II.3. Purpura Henoch Schonlein 27

II.4. Penyakit Kawasaki 28

II.5. Prosedur Injeksi Intra Artikuler 29

II.6. Evidence Based Medicine Pemberian Imunoglobulin Intravena 31

4
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

PENDAHULUAN

Beberapa laporan ilmiah dalam negeri dan luar negeri menunjukkan angka
kejadian alergi terus meningkat beberapa tahun terakhir. Robertson 2005, menunjukkan
prevalensi dermatitis dan rinitis alergi pada anak usia 6-7 tahun adalah 10,9% dan 12%.
Sedangkan prevalensi pada anak usia 13-14 tahun untuk dermatitis dan rinitis alergi
sekitar 9,7% dan 19,6%. Di Indonesia, angka kejadian alergi pada anak belum diketahui
secara pasti. Beberapa ahli memperkirakan sekitar 25-50% anak pernah mengalami
alergi makanan.
Risiko atopi pada anak meningkat 20-40% bila didapatkan atopi pada salah satu
orangtua, sedangkan bila saudara kandung menderita atopi, risiko menjadi 25-35%,
dan apabila kedua orangtua menderita atopi maka risiko menjadi 40-60%. Alergi dapat
bermanifestasi dalam berbagai macam antara lain dermatitis atopi (ruam kulit), asma,
rinitis alergi dan lain-lain.
Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan
lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor
genetik, lingkungan. Berbagai sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti
IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperan terhadap
inflamasi.
Penyakit reumatik melibatkan inflamasi pada sendi, otot, tendon. Setiap penyakit
mempunyai gejala klinis beragam, mulai dari ringan sampai berat. Huemer 2001,
menunjukkan bahwa Juvenile Idiophatic Arthritis merupakan penyakit reumatik
terbanyak (49.5%), diikuti spondiloartritis (33.6%), Lupus Eritematosus Sistemik (5.6%).
Respon terapi dan mengurangi efek samping obat masih terus dikembangkan sampai
saat ini, dimana pengobatan penyakit reumatik melibatkan multidisiplin ilmu.
Penulisan buku ini bertujuan untuk optimalisasi pengobatan penyakit alergi dan
reumatologi pada anak, sehingga dapat mengoptimalisasi tumbuh kembang anak.

5
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

PROSEDUR UJI TUSUK KULIT

ALAT DAN BAHAN

1. Alergen yang akan diuji


2. Lanset/stallerpoint, kapas alkohol/aseton, tisu, alat penggaris
3. Peralatan kegawatdaruratan: spuit, epinefrin injeksi, metilprednisolon atau
hidrokortison injeksi, infus set, Ringer laktat, oksigen dan ambu bag

PERSIAPAN

 Persyaratan: tidak mengkomsumsi obat-obatan golongan anti histamin


1 minggu sebelumnya
 Batasan usia terendah 4 bulan
 Lokasi: bagian volar lengan bawah (5 cm diatas pergelangan tangan dan 3 cm
dibawah pergelangan siku). Jika didapatkan dermatitis yang luas atau lengan
bawah terlalu kecil, uji tusuk kulit dilakukan dipunggung
 Kontra indikasi: dermatitis yang luas di lokasi uji tusuk kulit, riwayat anafilaksis
terhadap alergen yang akan diujikan
 Efek samping: gatal di lokasi uji tusuk kulit sampai reaksi anafilaksis

PELAKSANAAN
1. Penjelasan dan informed consent kepada orangtua dan anak mengenai prosedur
pelaksanaan uji tusuk kulit serta rasa sakit/tidak nyaman pada saat uji tusuk kulit
2. Bersihkan lokasi uji tusuk kulit dengan kapas alkohol/aseton
3. Berikan penomoran sesuai jumlah alergen yang akan dites, dengan jarak antar
alergen 1,5 cm
4. Teteskan setetes alergen pada lokasi uji tusuk kulit sesuai dengan penomoran

5. Lakukan tusukan/prick dengan sudut 450 terhadap kulit, jika menggunakan lancet
dan jika menggunakan stallerpoint ditekan dan diputar tegak lurus terhadap kulit
6. Tidak boleh sampai berdarah; jika berdarah, bersihkan dengan kapas
alkohol/aseton, ulangi penetesan dan penusukan di tempat yang berbeda
7. Setelah penusukan selesai, keringkan semua alergen (tidak diusap) dengan tisu

6
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

8. Interpretasi setelah 15–20 menit

PEMBACAAN HASIL
 Pengukuran papul (wheal) menggunakan penggaris
 Hasil positif: diameter alergen ≥ 3 mm lebih besar dari kontrol negatif

PENGAWASAN PELAKSANAAN
 Pengawasan tanda-tanda anafilaksis; jika pasien mengeluh gatal di wajah, pilek
(runny nose) pikirkan gejala awal anafilaksis dan siapkan epinefrin
 Jika rasa gatal di lokasi uji tusuk kulit sangat mengganggu, diberikan anti
histamin per oral

Referensi:
Allsa Position Statement: Allergen Skin-Prick Testing. Morris A., Current Allergy & Clinical Immunology 2006;19(1)

TATA LAKSANA ALERGI SUSU SAPI PADA BAYI DENGAN


ASI EKSKLUSIF (6 BULAN)

Curiga alergi susu sapi (ASS)

ASS berat
Pemeriksaan klinis : Satu/lebih gejala dibawah ini:
- Temuan klinis
Riwayat keluarga (faktor risiko)  Gagal tumbuh karena diare dan atau regurgitasi,
ASS ringan/ sedang -
muntah dan atau anak tidak mau makan
Satu/lebih gejala dibawah ini:  Anemia defisiensi besi karena kehilangan darah
di tinja, ensefalopati karena kehilangan protein,
 Regurgitasi berulang, muntah, diare, enteropati atau kolitis ulseratif kronik yang
konstipasi (dengan atau tanpa ruam sudah terbukti melalui endoskopi atau histologi
 perianal), darah
Lanjutkan pada ASI
pemberian tinja  DA berat dengan anemia-hipoalbuminemia atau
 Anemia
Diet defisiensi
eliminasi besi ibu: tidak mengkomsumsi
pada gagal tumbuh atau anemia defisiensi besi
 Dermatitis
susu sapi atopik
selama(DA),2 angioedema,
minggu (atau selama 4 
7
Laringoedema akut atau obstruksi bronkus
urtikariabila uji
Gejala (-)tusuk kulit
minggu
Perkenalkan disertai DA atau
kembali  kolitis alergik)
Lanjutkan pemberian ASISpesifik dengan kesulitan bernapas
Ibutidak
dapat IgE
mengkomsumsi
 protein
Pilek,susu
batuk
Komsumsi kronik,
suplemen
sapi mengi kalsium
 dan
Ibu dapat boleh
dietsusu
normal  Syok anafilaksis
 mengkomsumsi
Kolik persisten (>telur (untuk
3 jam protein
mencegah
perhari/minggu sapi dan telur
sensitisasi Rujuk dan eliminasi diet pada ibu (tambahkan
Perbaikan
berikutnya)  Tidak
Pertimbangkan
ada perbaikan diagnosis alergi lain suplemen kalsium pada ibu)
selama lebih dari 3 minggu)
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

*Bila ada masalah dana, rasa, dan


Gejala (+) ketersediaan dapat dikenalkan
Ibu diet eliminasi formula susu kedelai dan monitor
(tambahkan suplemen reaksi alergi (Kemp, 2008;
kalsium dalam diet ibu) Vanderplas, 2008)

Setelah ASI eksklusif 6 bulan


Referensi:
Guidelines for diagnosis and management of cow milk
 Berikan formula susu terhidrolisa sempurna* protein allergy in infants. Vandenplas Y, Brueton M,

(sampai 9-12TATA LAKSANA ALERGI SUSU SAPI PADA BAYI DENGAN
Makanan padat bebas susu sapi Dupont C, et al., Arch. Dis. Child. 2007:92;902-908
bulan dan paling tidak selama 6 bulan)
SUSU FORMULA
Curiga alergi susu sapi (ASS)

Pemeriksaan klinis : ASS berat


- Temuan klinis Satu/lebih gejala dibawah ini:
- Riwayat keluarga (faktor risiko)
 Gagal tumbuh karena diare dan atau regurgitasi,
ASS ringan/ sedang muntah dan atau anak tidak mau makan
Satu/lebih gejala dibawah ini:  Anemia defisiensi besi karena kehilangan darah
di tinja, ensefalopati karena kehilangan protein,
 Regurgitasi berulang, muntah, diare, enteropati atau kolitis ulseratif kronik yang
Gejalakonstipasi
(-) (dengan atau tanpa
Gejala (+) ruam sudah terbukti melalui endoskopi atau histologi
perianal), darah pada tinja  DA berat dengan anemia-hipoalbuminemia atau
 Anemia
Diberikan defisiensi besi
Eliminasi protein uji tusuk kulit gagal tumbuh atau anemia defisiensi besi
 Dermatitis atopiksusu
(DA), angioedema, IgE Spesifik  Laringoedema akut atau obstruksi bronkus
8
protein susu sapi dari
sapi danurtikaria
di makanan selama dengan kesulitan bernapas
 Uji provokasi
Diet Pilek,terbuka
batuk kronik, mengi Uji  Rujuk danEvaluasi
diet eliminasi formula susu asam
monitoreliminasi dengan 9-12 bulan
formula susudan Rujuk danEvaluasi
terhidrolisa diet eliminasi dengan formula Syok anafilaksis
 Berikan
 susuKolikformula
persistensusu
(> 3sapi
jam perhari/minggu
minimal selama 6 Tidak ada Provokasi Tidak ada Uji provokasi
dibawah
Perbaikan sempurna
pengawasan
selama
Ulangi uji
minimal
lebih dari 3 2-4provokasi
minggu) *
minggususu asamdiagnosis
amino
Tidak ada
perbaikan minimal
Perbaikan
2-4 minggu*
perbaikan amino minimal
diagnosis
perbaikan
2-4 minggu *
Perbaikan
bulan
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

*Bila ada masalah dana, rasa, dan


ketersediaan dapat dikenalkan
formula susu kedelai dan monitor
reaksi alergi (Kemp, 2008;
Vanderplas, 2008)
Referensi:
Guidelines for diagnosis and management of cow milk protein allergy in infants. Vandenplas Y, Brueton M, Dupont C, et al., Arch. Dis.
Child. 2007:92;902-908

UJI PROVOKASI SUSU SAPI

Jika gejala alergi menghilang setelah eliminasi diet susu sapi selama 2-4
minggu, maka dilanjutkan dengan memberikan formula dengan bahan dasar susu sapi
(food challenge).
Uji provokasi dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas resusitasi yang lengkap
dan dalam pengawasan dokter Setelah dipastikan tidak ada kelainan, diberikan satu
tetes susu formula pada bibir. Jika tidak timbul gejala setelah 15 menit, maka susu
formula diberikan peroral dengan titrasi dosis yaitu: 0,5; 1,0; 3,0; 10; 30; 50 dan 100 ml.

9
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Dosis dinaikkan tiap 30 menit. Selanjutnya bayi diobsevasi selama 2 jam. Jika tidak
timbul reaksi apapun, bayi boleh mendapatkan paling sedikit 250 ml formula susu sapi
selama satu minggu kedepan, dan orangtua diminta untuk mengobservasi bila timbul
gejala.
Syarat untuk melakukan uji provokasi:
1. Penghindaran makanan yang mengandung susu sapi paling tidak 2 minggu
2. Penghindaran obat antihistamin minimal 3 hari
3. Penghindaran obat bronkodilator, kromolin, nedokromil dan steroid inhalasi 6-12
jam sebelum dilakukan uji provokasi
4. Tersedia obat untuk mengatasi reaksi anafilaksis yang mungkin terjadi
5. Pasien dipuasakan 2-3 jam sebelum uji provokasi
Uji provokasi dinyatakan positif jika gejala alergi susu sapi muncul kembali, dan
alergi susu sapi bisa ditegakkan. Uji provokasi dinyatakan negatif bila tidak timbul gejala
alergi susu sapi pada saat food challenge dan setelah satu minggu kemudian, maka
bayi diperbolehkan minum formula susu sapi. Meskipun demikian, orangtua dianjurkan
untuk tetap mengawasi kemungkinan terjadinya reaksi tipe lambat yang bisa terjadi
beberapa hari setelah uji provokasi.

10
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

11
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

TABEL EFIKASI KORTIKOSTEROID TOPIKAL

EFIKASI PALING LEMAH EFIKASI SEDANG


Hidrokortison 0.25 – 2.5 % Flutikason propionat (Cutivate) 0.05%
Metil prednisolon asetat(medrol) 0.25% Desonide (Desowen) 0.05%
Deksametason *(Decaderm) 0.1% Halcinonid* (Halog) 0.025%
Metil prednisolon asetat(medrol) 1.0 % Desosimetason* (Topicort LP)0.05%
Prednisolon (Metiderm) 0.5% Flurandrenolid* (Codran) 0.05%
Betametason* (Celeston) 0.2% Triamsinolon asetonid* 0.1%
EFIKASI LEMAH Flisinolon asetonid* 0.025%
Fluisinolon asetonid (Fluonid; Synalar) 0.01% EFIKASI KUAT
Betametason valerat (valosone) 0.01% Flusinonid (Linex) 0.05%
Fluorometolon* (Oxylone) 0.025% Betametason dipropionat* (Diproson;Mavivate)
0.05%
Aclometason dipropionat (Aclovate) 0.05% Amcinonid* (Cyclocort) 0.1%
Triamsolon asetonid (kenalog; Triacet; Desosimetason* (Topicort) 0,25%
Aristocort) 0.025%
Clocortolon pivalat* (Cloderm) 0.1% Triamsolon asetonid* 0.5%
Flumetason pivalat* (Locorten) 0.03% Flusinolon asetonid* (Synalar HP) 0.2%
EFIKASI SEDANG Diflorason diasetat* (Floron; Maxiflor) 0.05%
Hidrokortison valerat (Wescort) 0.2% Halcinonid* (Halog) 0.1%
Mometason furoat (Elocon) 0.1% EFIKASI PALING KUAT
Hidrokortison butirat (Locoid) 0.1% Betametason dipropionat* (Diprolene) 0.05%
Hidrokortison probubat (Pandel) 0.1% Diflorason diasetat* (Psorcon) 0.05%
Betametason benzoat* (Uticort) 0.025% Halobetasol propionat (Ultravate) 0.05%
Flurandrenolid* (Cordran) 0.025% Klobetosal propionat (Temovate) 0.05%
Betametason valerat* (Valesone) 0.1%
Prenikarbat (Dermatop) 0.1%
*Flourinated streroid

12
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

13
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

14
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

15
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

PROSEDUR DESENSITISASI OBAT DAN


PROVOKASI BERTAHAP PADA REAKSI OBAT

Prosedur Desentisasi Obat pada IgE mediated

 Pemberian obat dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap sampai dosis


terapeutik tercapai
 Pemberian dosis awal obat dalam mikrogram
 Cara pemberian per oral atau IV
 Dosis ditingkatkan 2X, setiap 15-30 menit, sampai dosis terapeutik tercapai
(4-5 jam)
 Observasi pasien secara ketat dan monitor tanda anafilaksis

Prosedur Provokasi Obat pada Non IgE mediated

 Pemberian dosis awal obat lebih tinggi dibanding dosis untuk desensitisasi
(miligram)
 Interval antara dosis bervariasi antara jam, hari sampai minggu

Referensi:

Gruchalla RS, et al. Antibiotic Allergy. N Engl J Med 2006;354:601-9

TATA LAKSANA SYOK ANAFILAKSIS


Gejala klinis reaksi alergi
16
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Nilai kembali
YA TIDAK gejala klinis

Evaluasi kegawat daruratan

 Airway : Serak, edema, stridor


 Breathing : Sesak, mengi, sianosis, SpO2 ≤ 92%
 Circulation : Pucat, akral dingin, hipotensi, gangguan kesadaran

Kelola sebagai
YA TIDAK
penyakit alergi

Adrenalin (Epinefrin 1mg/ml ) 1:1000. Intramuskular; dosis 0,01 mg/kgBB/X (0,01 ml/kgBB/X), dosis maksimal 0,3 mg (0,3 ml).
Diulang setelah 5-15 menit jika tidak didapatkan perbaikan klinis, maksimal pemberian 3X

 Re-evaluasi airway, breathing, circulation


 Oksigenasi
 Pasang akses vena, beri cairan kristaloid (RL) 20 ml/kgBB/X

Antihistamin H1 (difenhidramin)
Dosis 1 mg/kgBB/X, dosis maksimal 50 mg
intramuskular atau intravena perlahan

EVALUASI

Perbaikan klinis (+) Reaksi berulang atau tidak berespons

Observasi dan
 Steroid (metilprednisolon) 1-2 mg/kgBB/X,IV, maksimal 125 mg, atau
monitor 4-6 jam
Hidrokortison (100mg/ml), intramuskular atau intravena perlahan
Dosis: ≤ 6 bulan : 25 mg
6 bulan – 6 tahun : 50 mg
Alat–alat yang disiapkan: 6 – 12 tahun : 100 mg
≥12 tahun : 200 mg
 Oksigen
 Beri cairan kristaloid (RL) 20ml/kgBB/X,IV, secara cepat, dapat diulang, maksimal 60
 Spuit, abocath, cairan kristaloid
ml/kgBB. Jangan beri koloid, dapat menjadi penyebab anafilaksis
(Ringer laktat), infus set
 Keadaan bronkospasme diberikan inhalasi β2 agonis
 Obat–obatan: adrenalin,
difenhidramin, metilprednisolon  Syok lama, beri resusitasi kardiopulmonal dan pertimbangkan adrenalin 1:10.000,
atau hidrokortison, inhalasi β2 intravena perlahan (titrasi mulai dengan 0,1 µg/kgBB/menit sampai 1µg/kgBB/menit)
agonis atau obat vasopresor lain
 Alat–alat resusitasi: ambu bag,
laringoskop, pipa endotrakeal
Referensi:
- Resuscitation Counsil UK. Emergency treatment of anaphylactic reactions, guidelines for healthcare provider. Working
Group of The Resuscitation Council(UK). London, January 2008
- Lane RD, Bolte RG. Pediatric anaphylaxis. Pediatr Emergency Care 2007;23:49-60
- Sampson HA. Anaphylaxis and emergency treatment. Pediatrics 2003;111:1601-8

17
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

18
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

MEDIKAMENTOSA PADA JUVENILE IDIOPHATIC ARTHRITIS

19
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

PROTOKOL ARTRITIS JUVENILE IDIOPATIK

No. CM : Nama Pasien : Umur :


Tempat & Tgl Lahir : Alamat : Berat Badan :
Tinggi Badan : Diagnosis : Tanggal mulai pengobatan :

OLIGOARTIKULER/PAUSIARTIKULER
Obat Dosis Minggu I Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
II III IV V VI VII VIII IX X XI
NSAID

Injeksi Intra
Artikular

EXTENDED/POLIARTIKULER
Obat Dosis Minggu I Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
II III IV V VI VII VIII IX X XI
NSAID

Metotreksat
per oral
20mg/m2
Metotreksat IV
20mg/m2
SISTEMIK
Obat Dosis Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
I II III IV V VI VII VIII IX X XI
NSAID

Metilprednisolon
IV
Metilprednisolon
per oral
Referensi: Modifikasi Yogyakarta,
Medical Treatment of Juvenile Idiopathic Arthritis. Laxer R, Hashkes PJ. JAMA, 2005;294(13):1671-1684 Mengetahui supervisor

(………………………………………)

20
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

21
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

American College of Rheumatology Classification Criteria for Systemic Lupus


Erythematosus

Penegakkan diagnosis Lupus Eritematosus sistemik membutuhkan adanya empat atau


lebih dari sebelas kriteria yang ada, baik melalui observasi secara serial atau simultan.

1. Malar eritematosus: Eritema yang terfiksasi, baik yang datar atau menonjol.
Dominasi di daerah muka dan cenderung menyebar ke lipatan nasolabial.

2. Ruam diskoid: Bercak eritematosus yang menonjol dikelilingi bercak keratotik


dan folikularis; pada lesi kronik dapat dijumpai gambaran skar atropik.

3. Fotosensitivitas: Ruam kulit akibat reaksi terkena sinar matahari, diketahui dari
anamnesis maupun pemeriksaan fisik.

4. Ulserasi mukokutaneus oral: Ulserasi oral atau nasofaringeal, biasanya tidak


sakit, diketahui melalui pemeriksaan fisik.

5. Artritis: Artritis non-erosif, melibatkan dua atau lebih sendi perifer, karakteristik:
bengkak, nyeri, atau effusion.

6. Serositis: Pleuritis melalui riwayat nyeri pleuritik, adanya efusi pleura atau
pemeriksaan fisik atau perikarditis melalui ekokardiografi, adanya bukti efusi
perikard, dan pemeriksaan fisik.

7. Gangguan ginjal: Proteinuria persisten, > 500 mg/ hari (0,5 g/hari) atau +3
secara kualitatif atau sel silinder (sel darah merah, hemoglobin, garnular, tubular,
atau campuran sel silinder).

8. Gangguan neurologis: Kejang atau psikosis terjadi saat putus obat atau
gangguan metabolik (uremia, ketoasidosis, gangguan elektrolit).

9. Gangguan hematologi: Anemia hemolitik dengan retikulosis; atau lekopenia <


4.000/mm3 pada dua atau lebih pemeriksaan; atau limfopenia < 1.500/mm 3 pada
dua atau lebih pemeriksaan; atau trombositopenia (< 100.000/mm 3) pada saat
tidak dalam pengobatan.

10. Gangguan imunologik: Abnormalitas titer antibody to double-stranded DNA


antigen ( anti-dsDNA), atau adanya antibody terhadap sm nuclear antigen (Anti-
sm) atau ditemukannya antibodi antifosfolipid berdasar abnormalitas kadar titer

22
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

IgM dan IgG antibodi antikardiolipin, hasil tes positif untuk antikoagulan lupus
menggunakan metode standar, hasil tes positif palsu untuk pemeriksaan serologi
sifilis yang diketahui positif paling sedikit selama enam bulan dan dikonfirmasi
dengan hasil tes Treponema pallidum negatif melalui pemeriksaan imobilisasi
atau flouresensi treponemal absorpsi antibodi.

11. Antinuklear antibodi: Abnormal titer antibodi antinuklear melalui pemeriksaan


imunoflorensensi atau pemeriksaan yang sejenisnya dan pada saat putus obat
dan diketahui adanya lupus yang diinduksi obat.

Diadaptasi dengan ijin dari Tan EM, Cohen AS, Fries JF, Masi AT, McShane DJ, Rothfield NF, et al., revised from
Criteria for The Classification of Systemic Lupus Erhytematosus 1982, Arthritis Rheum 1982;25:1274, and Hocberg
MC. Updating the American College of Rheumatologi Revised Criteria for The Classification of Systemic Lupus
Erhytematosus (Letter), Arthritis Rheum 1997;40:1725.

23
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

JENIS OBAT PADA LUPUS ARTRITIS

Jenis Obat Keterangan

NSAID Monitor:

 1X/hari: piroksikam, nabumeton,  fungsi ginjal


oxaprozin  fungsi hati
 2X/hari: naproxen, sulindak,  hematokrit
diklofenak  gejala gastrointestinal
 3X/hari: tolmetin, indometasin,
ketoprofen
 Obat over the counter:
ibuprofen, naproxen
Obat anti malaria  Cek status G6PD
(hidroksiklorokuin)  Monitor: toksisitas pada retina
(jarang) dengan pemeriksaan
mata rutin, evaluasi selama 6
bulan
Kortikosteroid Monitor:

 glukosa
 elektrolit
 lipid
 tekanan darah
Metotreksat Monitor

 darah rutin
 fungsi hati

Referensi:
Systemic Lupus Erythematosus. Current Therapy in Allergy, Immunology, Rheumatology, edisi 6, Mosby

24
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

PROTOKOL AIHA PADA LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK ANAK

No. CM : Berat Badan :


Nama Pasien : Tinggi Badan :
Umur : LPB :
Tempat & Tgl Lahir : Diagnosis :
Alamat : Tanggal mulai pengobatan :

FASE AKUT
Obat Dosis Hari I Hari II Hari III Hari IV Hari V Hari VI Hari VII
Metil prednisolon
30 mg/kgBB/hari,
IV
IVIG 0,4 g
/kgBB/hari
(2-5 hari)
Prednison
0,5-2
mg/kgBB/hari, po

Bila tidak ada perbaikan: Cek coomb test


FASE RUMATAN  Azatioprin 1-2 mg/kgBB/hari, po atau
Dosis prednison Tapering  Siklofosfamid 1-2 mg/kgBB/hari, po,
atau
20–60 mg/hari 2,5–5 mg/minggu  Siklofosfamid 500-1000 mg/m2/hari
10–20 mg/hari 1-2,5 mg/minggu IV
< 10 mg/hari 0,5–1 mg/2–4 minggu
Ditambah IVIG 0,4 g/kgBB/kali setiap bulan sampai Mengetahui.
perbaikan klinis dan laboratorium (Hb dan Coomb test) Supervisor Sub bagian Alergi dan Imunologi

Referensi:
Systemic Lupus Erythematosus. Zorab R. WB Saunders Company, 2001

(.................................)

TATA LAKSANA LUPUS NEFRITIS

25
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Nefritis Mesengial Prednison 0,5-1 mg/kgBB/hari, po

Nefritis Fokal Prednison 0,5 mg/kgBB/hari, po, selama 2-4 bulan,


kemudian tapering

Nefritis Difus  Prednison 1 mg/kgBB/hari, po, selama 3-6


bulan, kemudian tapering atau
 Siklofosfamid 1-2 mg/kgBB/hari, po atau IV
pulse setiap bulan, selama 6 bulan
Nefritis Membranosa  Prednison 0,5 -1 mg/kgBB/hari, po, atau
 Siklofosfamid atau
 Azatioprin
Pada semua pasien dievaluasi terjadinya hipertensi dan sindrom nefritik
Referensi:

Systemic Lupus Erythematosus. Zorab R. WB Saunders Company, 2001

26
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

PROTOKOL NEFRITIS LUPUS ANAK

No. CM : Berat Badan : Tanggal mulai pengobatan :


Nama Pasien : Tinggi Badan : Hasil Biopsi ginjal :
Umur : LPB : Diagnosis :
Tempat & Tgl Lahir : Alamat :

Nefritis Mesengial (PA) (klinis: hematuria ringan, proteinuria ringan)


Obat Dosis Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI
Prednison
0,5-1mg/kgBB/hari
+ manajemen hipertensi dan sindrom nefritik (bila ada)
Lanjut ke fase rumatan

Nefritis Difus, nefritis Membranosa (PA) (klinis: hematuria rekuren, proteinuria sedang/sindrom nefrotik, hipertensi, kemungkinan
gagal ginjal, infiltrasi netrofil, debris fibrinoid, penurunan laju filtrasi glomerulus )
Obat Dosis Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI
Siklofosfamid 500-1000mg/m2

Prednison 0,5-1mg/kgBB/hari

+ manajemen hipertensi dan sindrom nefritik (bila ada)


Cek fungsi ginjal
USG
dsDNA, komplemen
Fase Rumatan
Obat Bln ke 3 Bln ke 6 Bln ke 9 Bln ke 12 Bln ke 15 Bln ke 18 Bln ke 21 Bln ke 24
Siklofosfamid 500-1000 mg/m2

Prednison 0,5-1mg/kg/hari

+ manajemen hipertensi dan sindrom nefritik (bila ada)


Mengetahui,
Catatan: Monitor evaluasi terapi (cek urinalisis, fungsi ginjal, USG) dan efek samping terapi Supervisor Sub Bagian Alergi & Imunologi
Antimalaria (kloroquin 6-7 mg/kgBB/hari,1-2X, po, selama 2 bulan kemudian diturunkan
5 mg/kgBB/hari, untuk mengurangi efek samping kortikosteroid.
Bila tidak ada perbaikan, terapi imunosupresi diganti dengan Azatioprin 1-2 mg/kgBB/hari, po
Referensi: (………………….)
Systemic Lupus Erythematosus. Zorab R. WB Saunders Company, 2001

27
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

JENIS OBAT PADA LUPUS KUTAN

Jenis Obat Keterangan

Tabir surya

Obat anti malaria  Cek status G6PD


(hidroksiklorokuin)  Monitor: toksisitas pada retina
(jarang) dengan pemeriksaan
mata rutin, evaluasi selama 6
bulan
Dapson  Cek status G6PD
 Monitor: hematokrit, fungsi hati,
neuropati perifer
Etretinat atau isotretinoin

Retinoid Monitor: serum lipid

Metotreksat Monitor: darah rutin, fungsi hati

Kortikosteroid (topikal atau oral) Monitor: glukosa, elektrolit, lipid,


tekanan darah

Referensi:

Systemic Lupus Erythematosus. Current Therapy in Allergy, Immunology, Rheumatology, edisi 6, Mosby

OBAT KORTIKOSTEROID PADA


LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

28
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Terapi inisiasi (selama 4-6 minggu)

Prednison (po) 15-60 mg/hari (0,5-2 mg/kgBB/hari), minimal 2X/hari,


tergantung pada keparahan dan organ yang terlibat

Metilprednisolon (IV) Indikasi:

 nefritis lupus aktif


 krisis hematologik
 keterlibatan SSP
dosis 30 mg/kgBB/hari, selama 5 hari

Tapering dosis prednison

 Jika dosis 20-60 mg/hari  Diturunkan 2,5-5 mg/minggu


 Jika dosis 10-20 mg/hari  Diturunkan 1-2,5 mg/minggu
 Jika dosis < 10 mg/hari  Diturunkan 0,5-1 mg, setiap 2-4 minggu

Referensi:
Systemic Lupus Erythematosus. Zorab R. WB Saunders Company, 2001

JENIS OBAT IMUNOSUPRESIF PADA LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

Jenis Obat, Dosis Indikasi

Azatioprin  Tidak responsif pada glukokortikoid,

29
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

1-2 mg/kgBB/hari, po hidroksiklorokuin


 Mengalami toksisitas pada obat-obat tersebut
Siklofosfamid

 1-2 mg/kgBB/hari, po  Pasien dengan glomerulonefritis proliferatif


difus
 Keterlibatan SSP

 500-1000 mg/m2/bulan, IV  Manifestasi yang mengancam nyawa


 Resistensi pada SSP atau ginjal

Referensi:
Systemic Lupus Erythematosus. Zorab R. WB Saunders Company, 2001

TATA LAKSANA PURPURA HENOCH-SCHÖNLEIN

Diagnosis Purpura Henoch-Schönlein berdasarkan klinis


 Rash (95.3%): palpable purpura di tungkai bagian belakang, pantat

 Gastrointestinal (72.0%): BAB darah, melena, kolik abdomen

 Sendi (46.7%): artritis dan atau artralgia

 Ginjal (28.0%): nefritis

 Laboratorium darah tepi: normal


30
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Diagnosis banding

 Acute abdomen
 Meningitis meningokokus atau septicemia
 Artritis reumatoid
 Demam rematik
 ITP (Idiopatik Trombositopenia Purpura)
 Lupus Eritematosus Sistemik
 Reaksi obat

Tata Laksana
 Istirahat

 Nefritis, kolik abdomen:

metilprednisolon 1mg/kgBB/hari, selama 2 minggu, tapering 2 minggu

 Artritis dan atau artralgia: NSAID

Komplikasi: gagal ginjal (5%)


Edukasi: kontrol teratur, kekambuhan (10-12%)
Prognosis: baik

Referensi:
Kraft DM, et al, Henoch-Schönlein Purpura: A Review. AAFP 1998;58(2):405

Diagnosis
Diagnosis
Penyakit
Penyakit
Kawasaki
Kawasaki
(PK)(PK)

Ditemukan: demam ≥ 5 hari, da


dan ≥ 4 dari 5 gejala utama

TATA
1. Perubahan 4 LAKSANA
≥ pada
dariekstremitas: PENYAKIT
5 gejala utama KAWASAKI (PK)

-1.akut:
Perubahan
kemerahan
pada pada
ekstremitas:
telapak tangan, telapak kaki, bengkak pada tangan dan kaki
- kronik: pengelupasan periungual jari tangan, jari kaki (minggu ke 2-3)
- akut: kemerahan pada telapak tangan, telapak kaki, bengkak pada tangan
2. Eksantema polimorfologi
dan kaki
- kronik:
3. Injeksi pengelupasan
konjungtiva bilateral
periungual
tanpajari
eksudat
tangan, jari kaki (minggu ke 2-3)
2. Eksantema polimorfologi
4. Perubahan pada bibir dan cavum oris: kemerahan, bibir pecah-pecah, lidah strawberi31
3. Injeksi konjungtiva bilateral tanpa eksudat
5. Limfadenopati servikal (>1,5 cm diameter), biasanya unilateral
4. Perubahan pada bibir dan cavum oris: kemerahan, bibir pecah-pecah, lidah
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

1. Aspirin 80-100 mg/kgBB/hari, 4X, po, dihentikan setelah 2-3 hari bebas demam,
dilanjutkan 3-5 mg/kgBB/hari, 1X, po, sampai 6-8 minggu setelah onset

2. IVIG 2g/kgBB/hari, 1X, IV, selama 10 hari

3. Metilprednisolon 30mg/kgBB/hari, IV

Referensi:
Diagnosis, Treatment, and Long-Term Management of Kawasaki Disease. Newburger JW, Gewitz, Circulation
2004;110:2747-2771

PROSEDUR INJEKSI INTRA ARTIKULER

Indikasi: Juvenile Idiopatik Artritis

Kontra Indikasi: bakteremia, joint-prothesis, kelainan koagulasi berat

Alat/bahan:

32
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

 Spuit 3cc, untuk anestesi lokal dan injeksi steroid

 Spuit 5cc,10cc, 20 cc untuk aspirasi cairan

 Jarum no 18,20,22 gauge, panjang 1-1,5 inchi (2,8-4,2 cm)

 Sarung tangan steril

 Perangkat desinfeksi (povidone iodine, alkohol, kasa steril, duk steril)

 Verban steril

 Pot/tabung untuk menampung cairan sendi dan tabung steril untuk pemeriksaan
laboratorium cairan sendi

 Obat: 2-3 cc metilprednisolon (depomedrol®) 40mg/ml, atau 2-3 cc betametasone


sodiumfospat atau triamsinolon heksaatomid serta 5-7 cc lidokain 1%

 Bantal kecil atau handuk

Tehnik Aspirasi (sendi lutut):

 Posisi pasien terlentang, lutut sedikit fleksi dengan bantal atau gulungan handuk pada
celah poplitea

 Tentukan lokasi injeksi yaitu 1 cm lateral dan 1 cm superior dari patella (kalau perlu
diberi tanda dengan pena)

 Pakai sarung tangan steril

 Lakukan desinfeksi pada daerah yang akan diinjeksi dan sekitarnya

 Lakukan anestesi lokal dengan lidokain

 Jarum no 18,20,22 gauge, panjang 1-1,5 inchi (2,8-4,2 cm) dipasang pada spuit 5-20 cc
tergantung dari jumlah cairan sendi yang akan diaspirasi

 Jarum ditusukkan pada lokasi kulit yang direnggangkan dengan sudut 450 kearah distal

33
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

 Jarum dimasukkan sedalam 2,8-4,2 cm, lakukan aspirasi dan spuit harus terisi cairan

 Cairan sendi dimasukkan ke dalam tabung steril untuk diperiksa di laboratorium, sisanya
dimasukan ke dalam pot/tabung dan dihitung jumlahnya berapa cc

 Untuk injeksi steroid, digunakan 1 cc metilprednisolon dicampur 3-5 cc lidokain 1%,


menggunakan spuit 3cc

 Jarum dan spuit diangkat, kulit dibersihkan, pasang verban diatas daerah injeksi

 Aktifitas pasien setelah aspirasi dikurangi

EVIDENCE BASED MEDICINE


PEMBERIAN IMUNOGLOBULIN INTRAVENA

Keuntungan Jenis Penyakit Kategori Evidence


Based Medicine

34
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Sangat  Penyakit imunodefisiensi primer IIb


menguntungkan
 ITP (Idiopatik Trombositopenia Ia
Purpura)
Ib
 Graves ophthalmopathy
Ia
 Polineuropati demelienisasi
Ia
 Penyakit Kawasaki

Mungkin  Kronik Limfositik Leukemia dengan III


menguntungkan pengurangan IgE dan riwayat infeksi

 Pencegahan infeksi bakterial pada


anak yang terinfeksi HIV Ib

 Dermatomiostisis dan polimiositis IIa


 Miastenia Gravis dan Eaton- Ib
Lambert myasthenia
Ia
 Bakterial sepsis

 Toxic epidermal necrolysis and


Stevens-Johnson Syndrome IIa

Bisa  Pencegahan sepsis pada neonatus Ia


menguntungkan
 Lupus Eritematosus Sistemik III
 Artritis reumatoid yang berat IIb
 Sindrom antifosfolipid pada III
kehamilan

 Asma persisten dengan steroid


Ib
dosis tinggi

 Multipel sklerosis (relapsing- Ia


remitting)
Ia
 Epilepsy Intractable pada anak

 Pencegahan infeksi dan reaksi akut

35
SUB BAGIAN ALERGI DAN IMUNOLOGI
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UGM/ RSUP. DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

graft versus host disease setelah Ib


transplantasi sumsum tulang

 Pencegahan penolakan akut


humoral pada transplantasi ginjal III

 Dermatitis atopi IIa


 Urtikaria kronik non-pressure IIb

Referensi:
Work Group Report on the appropriate use of intravenously administered immunoglobulin (IGIV) Generated by the
primary immunodeficiency. Orange JS, et al, Committee of the American Academy of Allergy, Asthma and
Immunology

36

Anda mungkin juga menyukai