Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN SEKTORAL

Disusun Oleh:
Muh Akhmad M A11113312
Rasul Umar A11113325
Abd Malik A11115011
Ayu Latifah Alfisyahrin Yunus A11115021
Hildayana A11115312

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat dan karuniaNya lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“Perencanaan Pembangunan Sektoral” ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
dari itu kami berharap mendapatkan saran dan kritik dari pembaca makalah ini.
Makalah ini dapat kami selesaikan berkat kerjasama dan diskusi kami serta
beberapa sumber dari buku dan internet. Ucapan terima kasih tak lupa penulis
haturkan kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.Amin.

Makassar, 19 April 2018

Kelompok II

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN ................................................................................. 3
2. Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Sekotral ............................. 3
2.2 Model Perencanaan Analisis Location Quotient (LQ) ..................... 6
2.3 Model Perencanaan Analisis Shift Share .......................................... 9
2.4 Keunggulan dan Kelemahan Analisis LQ dan Shift
Share dalam Perencanaan Pembangunan......................................... 12
BAB 3. PENUTUP .......................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) Rata – Rata Kabupaten
Bone 2012-2016 .................................................................................. 7
Tabel 2.2 Perhitungan Shift Share Kabupaten Bone 2015-2016 ..................... 12

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perencanaan Sektoral Komprehensif .................................................4
Gambar 2.2 Koordinasi Perencanaan .....................................................................5

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mekanisme perencanaan pembangunan wilayah nasional berjalan melalui
dua pendekatan utama, yaitu pembangunan sektoral dan regional. Hasil dua
pendekatan diharapkan dapat menciptakan landasan yang kuat bagi bangsa
Indonesia untuk tumbuh dan bekembang atas dasar kekuatan sendiri dan
mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan pancasila. Kenyataannya, upaya
menciptakan keselarasan dan keserasian dua strategi tersebut merupakan hak pelik,
bahkan cenderung kontradiktif dan dikotomis.
Dalam perkembangannya pendekatan pertama (sektoral) nampak lebih
menonjol dan semakin mengua dibanding pendektan kedua (regional), hal ini dapat
dilihat dari orientasi pembangunan yang secara tegas meletakkan aspek
pertumbuhan ekonomi ( econimoc growth) sektoral sebagai cara untuk mencapai
tujuan pembangunan. Disamping telah memberikan hasil yang memuaskan seperti
pertumbuhan ekonomi tinggi, pendapatan perkapita naik, namun orientasi tersebut
ternyata telah menimbulkan beberapa masalah, salah satu diantaranya adalah tidak
meratanya distribusi kegiatan dan hasil pembangunan, sehingga beberapa agenda
permasalahan pembangunan, seperti kemiskinan, kesenjangan sosial-ekonomi,
ketimpangan antar wilayah (kota-desa, pusat-daerah), sering digunakan sebagai
contoh produk model pembangunan (sektoral) yang lebih berorientasi pada
pertumbuhan ekonomi.
Hal tersebut dapat dimengerti karena untuk mengajar pertumbuhan yang
tinggi serta efesiensi, pembangunan diutamakan pada kegiatan-kegitan yang palinh
produktif, terutama kegiatan ekspor produksi primer seperti pertambangan,
kehutanan, dan perkebunan. Sementara itu untuk mengadakan barang-barang
konsumsi dan mengurangi ketergantungan impor, yang dikembangkan di kota-kota
besar. Akibatnya tingkat pembangunan ekonomi yang tinggi hanya terjadi pada
wilayah-wilayah yang memiliki kekayaan sumber alam serta kota-kota besar. Dari
sinilah persoalan ketimpangan wilayah sebagai agenda utama pembangunan
regional berawal dan terus berkembang.
Ketidakmerataan pembangunan antar sektor dan antar wilayah munul serta
nyata dalam beberapa bentuk dualisme, yaitu antar sektor pertanian yang semakin
menurun peran dalam produktivitasnya, namun menampung tenaga kerja yang
cukup banyak dan sektor industri yang enderung intensive dengan daya serap
tenaga kerja rendah namun kontribusinya semakin meningkat. Demikian pula
halnya dengan sektor jasa dan perdangan yang semakin jauh meninggalkan sektor
pertanian. Lebih lanjut ketidakmerataan aspek demografis dan sumberdaya alam
serta kebijakan pemerintah dalam memberikan andil yang cukup besar dalam
ketimpangan wilayah. Dikotomi Jawa(pusat) dan luar Jawa (pinggiran), Kawasan
Timur Indonesia ( KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), antara perdesaan dan

1
perkotaan adalah kasus nyata pembangunan wilayah Indonesia. Fakta-fakta tersebut
merupakat suatu contoh adanya masalah pembangunan dilihat dalam dimensi ruang
(wilayah).
Strategi pembangunan yang hanya mendasarkan pertumbuhan ekonomi
tanpa memperhatikan aspek distribusi (pemerataan), perluasan kesempatan kerja,
penghapusan kemiskinan serta aspek wilayah, walaupun pada tahp awalnya
berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namin akhirnya akan mengalami
berbagai masalah tersebut.
Untuk mengatasi masalah tersebut tentunya diperlukan kebijaksanaan yang
menangani masalah ruang, dalam hal ini adalah kebijaksanaan pengembangan
wilayah. Kebijaksanaan ini berkenaan dengan lokasi dimana pembangunan tidak
terjadi pada tiap bagian wilayah dengan merata. Pemerataan perencanaan wilayah
adalah untuk menghubungkan kegiatan yang terpisah-pisah untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional (Friedmann. 1966 : 5)

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana model perencanaan pembangunan sektoral dan wilayah?
1.2.2 Bagaimana model analisis Location Quotient (LQ) dan analisis shift
share dalam menyusun perencanaan pembangunan?
1.2.3 Apa keunggulan dan kelemahan analisis Location Quotient (LQ) dan
analisis shift share dalam menyusun perencanaan pembangunan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui bagaimana model perencanaan pembangunan sektoral dan
wilayah.
1.3.2 Mengetahui model analisis Location Quotient (LQ) dalam menyusun
perencanaan pembangunan.
1.3.3 Mengetahui keunggulan dan kelemahan analisis Location Quotient (LQ)
dan analisis shift share dalam menyusun perencanaan pembangunan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Sekotral


Perencanaan pembangunan wilayah adalah penyusunan beberapa rencana
kegiatan usaha untuk membangun sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.
Perencanaan pembangunan wilayah seharusnya memadukan model sektoral dan
regional. Model sektoral tidak saja akan mampu melihat adanya kemungkinan
tumpang–tindih dalam penggunaan lahan yang akan terjadi sebagai akibat
dilaksanakannya rencana sektoral tersebut. Pendekatan regional saja juga tidak
cukup karena analisisnya akan bersifat makro wilayah sehingga tidak mampu
membahas sektor per sektor apalagi komoditi per komoditi. Selain itu, alasan
pentingnya memadukan model sektoral dan model regional karena ada beberapa
kondisi yang tidak dapat dijelaskan jika hanya menggunakan model sektoral
seperti;

1. Lokasi berbagai kegiatan ekonomi yang akan berkembang.


2. Perubahan struktur ruang wilayah dan sarana yang harus dibangun.
3. Perencanaan jaringan penghubung yang dapat menghubungkan
berbagai pusat kegiatan atau pemukiman secara efesien.

Model sektoral adalah perencanaan yang dilakukan dengan melakukan


analisis berdasarkan sektor. Yang dimaksud dengan sektor merupakan kumpulan
dari kegiatan-kegiatan yang mempunyai persamaan ciri-ciri dan tujuan. Pembagian
menurut klasifikasi fungsional seperti sektor, bertujuan untuk mempermudah
perhitungan-perhitungan dalam mencapai sasaran makro. Sektor-sektor yang telah
diklasifikasikan mempunyai ciri-ciri dan daya dorong yang berbeda dalam
mengantisipasi investasi yang dilakukan pada masing-masing sektor.

Model regional menitik beratkan pada aspek lokasi di mana kegiatan


dilakukan. Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda dengan
instansi-instansi di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah.
Departemen/lembaga pusat dengan visi atau kepentingan yang bertitik berat
sektoral melihat "lokasi untuk kegiatan", sedangkan pemerintah daerah dengan titik
berat pendekatan pembangunan regional (wilayah/daerah) melihat "kegiatan untuk
lokasi". Kedua pola pikir itu bisa saja menghasilkan hal yang sama, namun sangat
mungkin menghasilkan usulan yang berbeda. Pemerintah daerah dalam
merencanakan pembangunan daerah mengupayakan pendayagunaan ruang di
daerahnya, mengisinya dengan berbagai kegiatan (jadi sektoral) sedemikian rupa
sehingga menghasilkan alternatif pembangunan yang terbaik bagi daerah tersebut.
Pilihan daerah terhadap alternatif yang tersedia dapat menghasilkan pertumbuhan
yang tidak optimal dari sudut pandang sektor yang melihat kepentingan nasional
secara sektoral. Berbagai pendekatan tersebut perlu dipadukan dalam perencanaan

3
pembangunan nasional, yang terdiri dari pembangunan sektor-sektor di berbagai
daerah, dan pembangunan daerah/wilayah yang bertumpu pada sektor-sektor.

2.1.1 Perencanaan Sektoral Komprehensif


Perencanaan sektoral dikatakan komprehensif ketika daerah cakupannya
lebih luas yaitu meliputi provinsi dan kabupaten. Keterkaitan antara sektor yang
hanya ada di provinsi belum bisa dikategorikan sebagai perencanaan yang
komprehensif, begitupun untuk keterkaitan antar sektor yang hanya ada di
kabupaten atau kota. Perencanaan yang komprehensif dikelola oleh pusat dengan
cara memadukan antara sektor-sektor provinsi dan kabupaten agar dapat
memperoleh rencana yang lebih detail dan mencapai tujuan nasional. Salah Satu
contoh analisis Sektoral yaitu perencanaan yang dilakukan dengan mendorong
sektor yang memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB yang dapat dilakukan
dengan menggunakan analisis Locatio Quotent (LQ) dan Shift Share.

Gambar 2.1 Perencanaan Sektoral Komprehensif

2.1.2 Koordinasi Perencanaan


Koordinasi perencanaan pembangunan wilayah antara perencanaan makro
dan mikro diperlukan untuk mencapai kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran
rakyat. Perencanaa mikro dapat menggu akan model sektoral dan sektor regional.
Perencanaan makro yang dikelola oleh kementerian atau lembaga berperan
menetapkan berbagai regulasi dan APBN yang dapat digunakan untuk membiayai
rencana pembangunan agar dapat terealisasikan. Perencanaan makro berupa
regulasi dan anggaran berperan penting untuk mensukseskan perencanaan sektoral.
Perencanaan sektoral dapat digunakan untuk mencapai efektivitas kebijakan,
efektivitas sumber daya, dan kapasitas kelembagaan.

4
Gambar 2.2 Koordinasi Perencanaan

Langkah-langkah penggabungan kedua pendekatan tersebut, misalnya


dalam penyususnan RPJM secara umum dikemukakan sbb;
1. Menetapkan visi dan misi serta tujuan umum strategi untuk mencapai
visi misi tersebut.
2. Melakukan pendekatan sektoral terlebih dahulu.
3. Untuk setiap komoditi setidaknya harus menyangkut luas penanaman,
wilayah penanaman, luas panen.
4. untuk setiap komoditi dihitung parameter tertentu seperti produktivitas
per hektar, produktivitas per pekerja, dsb.
5. Proyeksi kebutuhan atau prospek pemasaran dari masing-masing
komoditi untuk 5 tahun.
6. Atas dasar prospek pemasaran dan berbagai pertimbangan makro
lainnya
7. Memproyeksikan perubahan atas parameter sebagai produktivitas per
hektar, produktivitas per pekerja, dsb.
8. Merekapitulasikan kebutuhan lahan kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan
pupuk dan pestisida, dan kebutuhan modal lainnya.
9. Menggabungkan kebutuhan input setiap komoditi secara keseluruhan
sehingga diperoleh kebutuhan sektor.
10. Menghitung apakah kebutuhan lahan, tenaga kerja, pupuk/pestisida
masih tersedia.

5
2.2 Model Perencaanaan Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi
sektor-sektor ekonomi di suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan
sektor basis atau leading sektor. Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan
relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan
sektor yang sama pada daerah yang menjadi acuan. Satuan yang digunakan sebagai
ukuran untuk menghasilkan koefisien LQ tersebut nantinya dapat berupa jumlah
tenaga kerja per-sektor ekonomi, jumlah produksi atau satuan lain yang dapat
digunakan sebagai criteria.

Location Quotient Analysis (LQ)


Dimana:
Si = Jumlah PDRB sektor kegiatan ekonomi i di daerah yang diselidiki
S = Jumlah PDRB seluruh sektor kegiatan ekonomi di daerah yang diselidiki
Ni = Jumlah PDRB sektor kegiatan ekonomi i di daerah acuan yang lebih luas, di
mana daerah yang di selidiki menjadi bagiannya
N = Jumlah PDRB seluruh kegiatan ekonomi di daerah acuan yang lebih luas
Dari perhitungan Location Quotient (LQ) suatu sektor, kriteria umum yang
dihasilkan adalah :
a. Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih
tinggi dari pada tingkat wilayah acuan
b. Jika LQ < 1, disebut sektor non-basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya
lebih rendah dari pada tingkat wilayah acuan
c. Jika LQ = 1, maka tingkat spesialisasi daerah sama dengan tingkat wilayah
acuan.
Asumsi metoda LQ ini adalah penduduk di wilayah yang bersangkutan
mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan wilayah acuan.
Asumsi lainnya adalah permintaan wilayah akan suatu barang akan dipenuhi
terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah lain.
Hasil perhitungan Location Quetiont (LQ) Kabupaten Bone selama 5 tahun antara
2012 – 2016 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1. Berdasarkan tabel di bawah,
dapat diketahui bahwa pada Kabupaten Bone terdapat lima sektor basis yaitu sektor
pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan nilai LQ rata-rata sebesar 2.17, sektor

6
pengadaan listrik dan gas sebesar 1.37, sektor real estate 3.47, sektor penydiaan
akomodasi dan makanan minuman dengan nilai LQ 1.55, dan sektor administrasi
pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 1.05. Hal ini
menunjukkan kelima sektor ini adalah sektor basis yang menggambarkan bahwa
sektor ini memiliki kekuatan ekonomi yang baik dan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan. Kelima sektor ini, selain bisa
untuk memenuhi kebutuhan di daerahnya, bahkan berpotensi untuk ekspor. Sektor
ini, merupakan sektor potensial dimana sektor ini bisa di tingkatkan menjadi lebih
baik lagi.
Tidak heran jika sektor pertanian menjadi sektor basis di kabupaten Bone
yang tergolong sebagai daerah yang besar dan luas di Sulawesi selatan dengan luas
daerah 4.559 km² dan luas lahan pertanian 88.449 Ha. Sehingga sebagian besar
merupakan lahan yang digunakan untuk usaha pertanian. Oleh karena itu sektor ini
juga merupakan sektor pendukung dalam pembentukan PDRB Kabupaten Bone.

Tabel 2.1 Hasil Perhitungan Location Quetiont (LQ) Rata – Rata Kabupaten
Bone 2012-2016
LQ LQ
Lapangan
Rata-
Usaha 2012 2013 2014 2015 2016
Rata
Pertanian,
Kehutanan 2.136034 2.146594 2.170525 2.211568 2.229408 2.1788
, dan 372 245 654 314 992 2632
Perikanan
Pertamban
gan dan 0.404020 0.428631 0.433097 0.453645 0.488962 0.4416
Penggalia 1 454 966 654 024 7144
n
Industri
0.513434 0.509872 0.496559 0.493706 0.487394 0.5001
Pengolaha
23 232 485 163 04 9323
n
Pengadaan
1.425050 1.352670 1.389260 1.342233 1.352606 1.3723
Listrik,
301 993 446 196 434 6427
Gas
Pengadaan 0.381144 0.383291 0.368786 0.365431 0.357069 0.3711
Air 463 554 605 249 639 447
0.864678 0.870016 0.819382 0.808373 0.797528 0.8319
Konstruksi
577 184 484 273 045 9571
Real 3.498956 3.512641 3.471183 3.398080 3.481395 3.4724
Estate 106 048 527 294 726 5134
Perdagang 0.180182 0.182939 0.182858 0.179504 0.168615 0.1788
an Besar 037 548 787 781 326 201

7
dan
Eceran,
dan
Reparasi
Mobil dan
Sepeda
Motor
Transporta
si dan 0.144385 0.151697 0.157075 0.151431 0.147581 0.1504
Pergudang 544 227 53 778 666 3435
an
Penyediaa
n
Akomodas 1.521161 1.605273 1.506407 1.555949 1.565881 1.5509
i dan 266 571 777 319 538 3469
Makan
Minum
Informasi
dan 0.483011 0.474535 0.465299 0.459571 0.473399 0.4711
Komunika 33 762 653 182 431 6347
si
Jasa 1.037243 1.017678 1.016050 1.005247 0.892850 0.9938
Keuangan 745 769 13 847 099 1412
Jasa
0.158255 0.161165 0.157737 0.157122 0.153677 0.1575
Perusahaa
878 918 369 189 926 9186
n
Administr
asi
Pemerinta
han,
1.061682 1.068935 1.045281 1.049215 1.032526 1.0515
Pertahana
686 403 06 426 741 2826
n dan
Jaminan
Sosial
Wajib
Jasa
0.467627 0.481933 0.475242 0.467077 0.461927 0.4707
Pendidika
867 505 559 1 171 6164
n
Jasa
0.507407 0.560452 0.546568 0.532723 0.520874 0.5336
Kesehatan
675 156 375 748 477 0529
dan

8
Kegiatan
Sosial
Jasa 0.272479 0.274109 0.266779 0.261552 0.255461 0.2660
lainnya 905 615 753 38 024 7654

Sektor nonbasis yang LQ rata-ratanya di bawah 1 salam periode 2012-2016


diantaranya, Pertambangan dan Penggalian, Industri Pengolahan, Pengadaan Air,
Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor,
Transportasi dan Pergudangan, Informasi dan Komunikasi, Jasa Keuangan, Jasa
Perusahaan, Jasa Pendidikan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, dan Jasa
lainnya. Ke-12 sektor ini adalah sektor nonbasis. Yang berarti, sektor ini belum
mampu mencukupi kebutuhannya dan berpotensi untuk impor dari daerah lain.

Meskipun sektor basis merupakan sektor yang paling potensial untuk


dikembangkan dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bone, akan
tetapi kita tidak boleh melupakan sektor non Basis. Karena dengan adanya sektor
basis tersebut maka sektor non basis dapat dibantu untuk dikembangkan menjadi
sektor basis baru.

2.3 Model Perencaanaan Analisis Shift Share


Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui
pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Metode ini dipakai untuk
mengamati struktur perekonomian dan pergeserannya dengan cara menekankan
pertumbuhan sektor di daerah, yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada
tingkat daerah yang lebih tinggi atau nasional. Analisis tersebut dapat digunakan
untuk mengkaji pergeseran struktur perekonomian daerah dalam kaitannya dengan
peningkatan perekonomian daerah yang bertingkat lebih tinggi. Perekonomian
daerah yang didominasi oleh sektor yang lamban pertumbuhannya akan tumbuh di
bawah tingkat pertumbuhan perekonomian daerah di atasnya.

Analisis Shift Share adalah analisis yang bertujuan untuk menentukan


kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya
dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Teknik analisis shift
share ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan (D) suatu variabel wilayah,
seperti tenaga kerja, nilai tambah, pendapatan atau output, selama kurun waktu
tertentu menjadi pengaruh pengaruh : pertumbuhan nasional (N), industri
mix/bauran industri (M), dan keunggulan kompetitif ( C ). Menurut Prasetyo
Soepomo (1993) bentuk umum persamaan dari analisis shift share dan komponen-
komponennya adalah :

D ij = N ij + M ij + C ij

Keterangan :
i = Sektor-sektor ekonomi yang diteliti

9
j = Variabel wilayah yang diteliti Provinsi Jambi
n = Variabel wilayah Indonesia
D ij = Perubahan sektor i di daerah j
N ij = Pertumbuhan nasional sektor i di daerah j
M ij = Bauran industri sektor i di daerah j (Provinsi Jambi)
C ij = Keunggulan kompetitif sektor i di daerah j

Atau secara umum dikenal formulasi berikut :


1. Dampak nyata pertumbuhan ekonomi daerah
Dij = Nij + Mij + Cij atau Dij = Eij*-Eij
2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Nasional.
Nij = Eij X rn
3. Pengaruh bauran Industri
Mij = Eij (rin-rn)
4. Pengaruh Keunggulan Kompetitif.
Cij = Eij (rij-rin)
Dimana :
Eij = kesempatan kerja di daerah i di sektor j
Ein = Kesepatan kerja di sektor i nasional
rij = Laju pertumbuhan sektor i di daerah j
rin = Laju pertumbuhan sektor i nasional.
rn = Laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Tanda asterik (*) adalah menunjukkan data di akhir tahun analisis.

Dalam mengevaluasi kinerja pertumbuhan perekonomian sektoral, dapat


dilakukan dengan menggunakan bantuan 4 kuadran yang terdapat pada garis
bilangan. Sumbu horizontal menggambarkan persentase perubahan komponen
pertumbuhan proporsional (PPij), sedangkan sumbu vertikal merupakan persentase
pertumbuhan pangsa wilayah (PPWij). Dengan demikian pada sumbu PP sebagai
absis, sedangkan pada sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat.

PPij

PPW PPW
ij ij

PPij

Penjelasan :

10
1. Kuadran I merupakan kuadran dimana PP dan PPW sama-sama bernilai positif.
Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan
memilki pertumbuhan yang cepat (dilihat dari PP-nya) dan memiliki daya saing
yang lebih baik apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya (dilihat
dari PPW-nya).
2. Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah yang
bersangkutan pertumbuhannya cepat (PP-nya bernilai positif), tetapi daya saing
wilayah untuk sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya
kurang baik (dilihat dari PPW yang bernilai negatif).
3. Kuadran III merupakan kuadran dimana PP dan PPW bernilai negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan
memilki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang kurang baik jika
dibandingkan dengan wiyaha lain.
4. Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah yang
bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat (dilihat dari PP yang bernilai
negatif), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik, jika
dibandingkan dengan wilayah lainnya (dilihat dari PPW yang bernilai positif).
Pada kuadran terdapat garis yang memotong Kuadran II dan Kuadran IV
yang membentuk sudut 450. Garis tersebut merupakan garis yang menunjukkan
nilai pergeseran bersih. Di sepanjang garis tersebut pergeseran bersih bernilai nol
(Pbij=0). Bagian atas garis tersebut menunjukkan PBij>0 yang mengidentifikasi
bahwa wilayah-wilayah/sektor-sektor tersebut pertumbuhannya progresif (maju).
Sebaliknya, di bawah garis 45’ berarti PBij>0, menunjukkan wilayah-
wilayah/sektor-sektor yang lamban.
Secara matematis nilai pergeseran bersih (PB) sektor i pada wilayah j dapat
dirumuskan sebagai berikut :
PBij = Ppij + PPWij
Dimana :
PBij = Pergeseran bersih sektor i pada wilayah j.
Ppij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah j.
PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah j.
Apabila :
PBij > 0 maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk ke dalam kelompok
progresif (maju).
PBij < 0 maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk lamban.

11
Tabel 2.2 Perhitungan Shift Share Kabupaten Bone 2015-2016
Komponen Perubahan
Lapangan Usaha
PP % PPW %
Pertanian,
Kehutanan, dan
Perikanan -75308.15667 -0.98387 194875 2.545962
Pertambangan dan
Penggalian -37139.80755 -8.09372 43741.92 9.532492
Industri
Pengolahan -10183.64648 -0.90634 2897.713 0.257894
Pengadaan Listrik,
Gas 486.4077188 2.456855 512.5046 2.588671
Pengadaan Air -256.6136604 -3.62234 -58.7613 -0.82947
Konstruksi -35861.05583 -2.31274 2886.497 0.186155
Real Estate -53733.86254 -2.68604 85676.03 4.282757
Perdagangan Besar
dan Eceran, dan
Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 3238.928695 0.807369 -20376.1 -5.07916
Transportasi dan
Pergudangan -1084.712682 -1.22405 -998.541 -1.12681
Penyediaan
Akomodasi dan
Makan Minum -1972.444974 -0.58767 7954.127 2.369865
Informasi dan
Komunikasi -4320.444413 -0.93474 22948.14 4.964898
Jasa Keuangan 25453.75903 4.566646 -62170.3 -11.1539
Jasa Perusahaan -126.1117522 -1.1835 -79.2203 -0.74344
Administrasi
Pemerintahan,
Pertahanan dan
Jaminan Sosial
Wajib -77014.93005 -10.1155 -590.697 -0.07759
Jasa Pendidikan -8792.313546 -2.1983 1782.645 0.445706
Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial -1006.625037 -0.60928 -1293.37 -0.78285
Jasa lainnya 402.3214216 0.749145 -488.344 -0.90933

Dari tabel di atas nilai Shift Share yang berwarna hijau menunjukkan PP
dan PPW bernilai positif (cepat dan kuat), kuning menunjukkan PP positif dan PPW

12
negatif (cepat dan lemah), merah menunjukkan PP dan PPW negatif (lambat dan
lemah), dan biru menunjukan PP negatif dan PPW positif (lambat dan kuat).

Berdasarkan tabel di atas maka didapatkan hanya satu sector yang berwarna
hijau yaitu sector pengadaan listrik dan gas dimana sector tersebut memiliki
pertumbuhan yang cepat dan daya saing yang lebih baik dibandingkan pengadaan
listrik dan gas di daerah lain. Hal ini di tunjukkan dengan kontribusi sector
pengadaan listrik dan gas di kabupaten Bone yaitu sebesar 14,11 persen yang
merupakan kontribusi terbesar bagi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bone.
Dimana sector ini juga merupakan salah satu sector basis di Kabupaten bone yang
artinya sektor ini potensial dalam menunjang perekonomian Kabupaten Bone dan
mempunyai kecenderungan ekspor ke daerah lain.

Adapun sector yang berwarna kuning yang juga termasuk kedalam sector
basis yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan, sector real estate, dan sector
penydiaan akomodasi dan makanan minuman. Hal ini menunjukkan bahwa sector
ini mengalami pertumbuhan yang cepat, tetapi daya saing sector tersebut
dibandingkan wilayah lain lemah dan juga termasuk kedalam sector basis
kabupaten Bone sehingga sector tersebut memiliki kecendrungan untuk di ekspor
ke daerah lain.

Apabila sector berada pada warna kuning dan biru, yang artinya sector
tersebut masih memiliki potensi untuk dikembangkan walaupu ada yang lambat
pertumbuhannya ataupun ada yang lemah dayasaingnya terhadap sector di wilayah
lain. Tetapi apabila sector tersebut berada pada warna merah berarti sector tersebut
termasuk sector terbelakang dikarenakan memiliki pertumbuhan yang lambat dan
lemahnya dayasaing sector tersbut dibandingkan wilayah lain. Akan tetapi
Kabupaten Bone memiliki satu sector yang berada pada warna merah dan sector
tersebut termasuk ke dalam sector basis yaitu sector administrasi pemerintahan,
pertahanan, dan jaminan sosial wajib.

2.4 Keunggulan dan Kelemahan Analisis LQ dan Shift Share dalam


Perencanaan Pembangunan
2.4.1 Keunggulan Analisis LQ:
Location Quotient merupakan suatu alat analisa yang digunakan
dengan mudah dan cepat. LQ dapat digunakan sebagai alat analisis awal untuk
suatu daerah, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan alat analisis lainnya.
Karena demikian sederhananya, LQ dapat dihitung berulang kali untuk setiap
perubahan spesialisasi dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan
periode waktu. Perubahan tingkat spesialisasi dari tiap sektor dapat pula
diketahui dengan membandingkan LQ dari tahun ke tahun.
2.4.2 Kelemahan Analisis LQ:

13
Perlu diketahui bahwa nilai LQ dipengaruhi oleh berbagai faktor. Nilai
hasil perhitungannya bias, karena tingkat disagregasi peubah spesialisasi,
pemilihan peubah acuan, pemilihan entity yang diperbandingkan, pemilihan
tahun dan kualitas data.
Masalah paling mendasar pada model ekonomi basis ini adalah masalah
time lag. Hal ini diakui, bahwa base multiplier atau pengganda tidak
berlangsung secara tepat, karena membutuhkan time lag antara respon dari
sektor basis terhadap permintaan dari luar wilayah dan respon dari sektor non
basis terhadap perubahan sektor basis. Pendekatan yang biasanya dilakukan
terhadap masalah ini adalah mengabaikan masalah time lag ini, namun dalam
jangka panjang masalah ini pasti terjadi.
2.4.3 Keunggulan Analisis Shift Share
Menurut Soepono 1993, keunggulan analisis Shift Share tersebut
adalah:
1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan
kerja pada suatu wilayah hanya pada dua titik waktu tertentu, yang mana
satu
titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, sedangkan satu titik waktu
lainnya dijadikan sebagai akhir analisis.
2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dapat dilihat
melalui 3 komponen pertumbuhan wilayah, yakni komponen pertumbuhan
regional PR, komponen pertumbuhan proposional PP, dan komponen
pertumbuhan pangsa wilayah PPW.
3. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-
sektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah
dapat
mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional
dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih
cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor tersebut.
4. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor
ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya.
5. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya
shift pergeseran hasil pembangunan perekonomian daerah.
2.4.4 Kekurangan Analisis Shift Share
Kemampuan teknik analisis Shift Share untuk memberikan dua
indikator positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di
sektor-sektor
yang berkembang secara nasional, dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian
wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-
sektor tersebut, tidaklah lepas dari kelemahan-kelemahan. Kelemahan-
kelemahan
analisis Shift Share, yaitu:

14
1. Analisis Shift Share tidak lebih daripada suatu teknik pengukuran atau
prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah
menjadi komponen-komponen. Persamaan Shift Share hanyalah identity
equation dan tidak mempunyai implikasi-implikasi keprilakuan. Metode
Shift Share tidak untuk menjelaskan mengapa. Misalnya, pengaruh
kenggulan kompetitif adalah positif dibeberapa wilayah, tetapi negatif di
daerah-daerah
lain. Metode Shift Share merupakan teknik pengukuran yang
mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik.
2. Komponen pertumbuhan regional secara implisit mengemukakan bahwa
laju
pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju regional tanpa
memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.
3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah PP dan PPW berkaitan dengan hal-
hal yang sama seperti perubahan penawaran dan permintaan, perubahan
teknologi dan perubahan lokasi, sehingga dapat berkembang dengan baik.
4. Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua
barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar
suatu wilayah bersifat lokal, maka barang itu tidak dapat bersaing dengan
wilayah-
wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak
mempengaruhi permintaan agregat.

15
BAB III

PENUTUP

2.4 Kesimpulan
Model sektoral adalah perencanaan yang dilakukan dengan melakukan
analisis berdasarkan sektor. Yang dimaksud dengan sektor merupakan kumpulan
dari kegiatan-kegiatan yang mempunyai persamaan ciri-ciri dan tujuan. Pembagian
menurut klasifikasi fungsional seperti sektor, bertujuan untuk mempermudah
perhitungan-perhitungan dalam mencapai sasaran makro. Sektor-sektor yang telah
diklasifikasikan mempunyai ciri-ciri dan daya dorong yang berbeda dalam
mengantisipasi investasi yang dilakukan pada masing-masing sektor. Model
regional menitik beratkan pada aspek lokasi di mana kegiatan dilakukan.
Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda dengan instansi-instansi
di pusat dalam melihat aspek ruang di suatu daerah.
Model Analisis yang diganakan ialah Location Quotient dan Shift Share
yang dimana kedua analisis tersebut merupakan analisis yang menghasilkan
kesimpulan yang saling terkait dalam hal merancang pembangunan dengan melihat
sektor mana yang berpotensi untuk di ekspor dan bagai mana kontribusi sektor
tersebut terhadap PDB.

16
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawardhana, Wijaya. Perencanaan Sektoral: Tinjauan terhadap Pendekatan
ROCIPPI. Kementrian PPN/Bappenas.
Mueeza, Iyan. http://www.tugasonline.net/2017/10/makalah-perencanaan-dan-
pengembangan.html?m=1 (diakeses tanggal 19 April 2018).
Shofwatunnida. 2011. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri
Pengolahan Non Migas Di Provinsi Jawa Barat Periode 2005-2009.
Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Uin Syarif Hidayatullah: Jakarta.
https://perencanaankota.blogspot.co.id/2013/06/location-quotient-dan-shift-
share.html (diakeses tanggal 19 April 2018)
https://text-id.123dok.com/document/8ydjn85jy-keunggulan-analisis-shift-share-
kekurangan-analisis-shift-share.html (diakeses tanggal 19 April 2018)

17

Anda mungkin juga menyukai