Anda di halaman 1dari 147

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekolah merupakan lembaga yang memiliki peran dalam meningkatkan

mutu pendidikan dan berperan langsung dalam mencetak generasi Indonesia yang

berkualitas. Sekolah akan berfungsi dengan maksimal jika didukung oleh sistem

manajemen yang terencana yang didukung sumber daya manusia yang

berkualitas, sarana-prasarana serta dana/biaya pendidikan yang tepat. Penerapan

peraturan dan sistem manajemen yang baku dalam lembaga pendidikan tentunya

sangat dibutuhkan dalam upaya pemaksimalan fungsi sekolah sehingga terciptalah

pendidikan yang bermutu. Sekolah yang bermutu berkorelasi terhadap

peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas. Semakin baik mutu sekolah

akan menghasilkan input, proses dan output yang baik pula.

Suyanto (2006:180) menjelaskan bahwa usaha meningkatkan efektivitas

sekolah dapat dilakukan dengan mengaplikasikan empat teknik, yaitu: 1) School

review, yakni suatu proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama

khususnya dengan orang tua dan tenaga profesional untuk mengevaluasi dan

menilai efektivitas sekolah serta mutu lulusan, 2) Benchmarking, yakni kegiatan

untuk menetapkan target yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu, 3)

Quality assurance, merupakan teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan

telah berlangsung sebagaimana seharusnya. Informasi yang akan dihasilkan

menjadi umpan balik bagi sekolah dan memberikan jaminan bagi orang tua bahwa

sekolah senantiasa memberikan pelayanan terbaik, dan 4) Quality control yaitu

1
suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas output yang

tidak sesuai dengan standar.

Temuan Jabar (2012) di dalam penelitiannya mengungkapkan beberapa cara

yang ditempuh sekolah untuk mencapai keunggulan, yaitu: 1) Menanamkan

karakter; 2) Meningkatkan mutu akademik; 3) Memanfaatkan TIK; 4) Melakukan

penataan sekolah secara komprehensif; 5) Menjaga profesionalisme tenaga; 6)

Menyelenggarakan program internasional; 7) Menyelenggarakan program

ekstrakurikuler; 8) Menyeleksi input secara transparan dan baik; 9)

Kepemimpinan efektif; 10) Melakukan supervisi dan pengawasan; dan 11)

Menciptakan dan melestarikan budaya sekolah. Sehingga, sekolah dapat dikatakan

unggul apabila siswa mampu mencapai prestasi akademik yang tinggi, memiliki

kesadaran masyarakat yang bertanggung jawab, memiliki moral dan etika yang

berkarakter, mampu mengekspresikan nilai-nilai keindahan, dan aspek emosi serta

fisiknya.

Selain itu, sekolah yang unggul juga dapat dilihat dalam perspektif

organisasi, bahwa karena lembaga pendidikan adalah termasuk salah satu unit

organisasi, dan organisasi itu juga terdiri dari berbagai unsur atau sumber, maka

unsur manusia menjadi unsur yang sangat penting. Sumber Daya Manusia seperti

kepala sekolah, guru, siswa, pegawai/karyawan harus saling mendukung dan

bekerjasama mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa sukses atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sangat tergantung atas kemampuan pimpinannya untuk

menumbuhkan iklim kerjasama agar dengan mudah dapat menggerakkan sumber-

2
sumber atau resourcer tersebut sehingga pendayagunaannya berjalan efektif dan

efisien serta secara terus menerus dapat meningkatkan kinerjanya dan

menggunakan sumber daya yang dimilikinya secara optimal untuk menumbuh

kembangkan prestasi siswa secara menyeluruh, baik prestasi akademik, potensi

psikis, fisik, etika, moral, religi, emosi, spirit, adversity dan intelegensi.

Namun, dengan berjalannya waktu justru pada saat masyarakat memberikan

perhatian dan kepercayaan yang besar terhadap sistem pendidikan pada sekolah

unggulan, banyak sekali para pakar dan praktisi pendidikan yang menyatakan

bahwa sistem pendidikan pada sekolah unggulan sangat membebani siswa, terlalu

memaksa, terlalu mengejar target intelegensi, misalnya: (1) sekolah unggulan

mengabaikan kompetensi siswa, sekolah terlalu membelenggu siswa, jika tidak

ditangani secara serius akan menurunkan kepercayaan masyarakat, (2) adanya

stress berat pada anak yang mengenyam pendidikan pada sekolah unggulan. Ada

sekolah yang hanya mengejar target supaya dapat diterima pada jenjang

pendidikan yang lebih tinggi. Jadi memang tidak semua sekolah unggulan

berdampak baik pada peserta didik. Masih ada sekolah unggulan yang hanya

memperhatikan kemampuan intelegensi dan mengejar target agar pelajar dapat

menembus sekolah yang favorit. Sekolah unggulan di Indonesia hanya mengukur

sebagian kemampuan akademis. Dalam konsep yang sesungguhnya, sekolah

unggul adalah sekolah yang secara terus menerus meningkatkan kinerjanya dan

menggunakan sumber daya yang dimilikinya secara optimal untuk menumbuh-

kembangkan prestasi siswa secara menyeluruh. Berarti bukan hanya prestasi

3
akademis saja yang ditumbuh-kembangkan, melainkan potensi psikis, fisik, etik,

moral, religi, emosi, spirit, adversity dan intelegensi.

Berdasarkan hasil observasi awal, bahwa SMA Negeri 1 Praya merupakan

salah satu SMA Negeri unggulan yang ada di Lombok Tengah. Sekolah ini sudah

memperoleh akreditasi A, yang merupakan salah satu bukti bahwa sekolah ini

tergolong sekolah yang berkualitas. Selain itu, sekolah ini juga telah mempu

meraih prestasi yang membanggakan yang memperkuat bahwa sekolah ini benar-

benar mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualias. Diantara

prestasi-prestasi yang pernah diraih yaitu Siswa SMAN 1 Praya mewakili NTB

lomba 4 pilar, mewakili NTB OSN Bidang Komputer, peraih nilai UN terbaik

NTB di tahun 2016.

Prestasi-prestasi yang mampu diraih oleh sekolah ini menjadikannya

mampu bersaing dengan sekolah-sekolah maju lainnya terutama yang ada di Nusa

Tenggara Barat. Keunggulan sekolah ini memiliki sistem dan manajemen sekolah

yang baik, diantaranya: 1) proses pembelajaran dan bimbingan belajar secara

efektif, 2) memotivasi seluruh warga sekolah melalui bermacam pola dan strategi

kompetensi, 3) guru BP/BK yang berperan aktif dalam membantu siswa dalam

mengenal jati dirinya, 4) menumbuhkembangkan suasana yang religius di sekolah,

5) prinsip reward dan funishment diupayakan dengan optimal dan konsisten, 6)

sikap proaktif semua warga sekolah yang didasari oleh semangat demokrasi

dalam upaya menciptakan budaya kerja dan belajar, 7) mengelola sarana

pendukung sekolah yang berbudaya lingkungan. (Dokumen Profil SMA Negeri 1

Praya). Selain itu, tingginya minat orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya

4
di SMAN 1 Praya juga dapat menjadi pertimbangan karena dianggap bahwa

sekolah ini mampu bersaing dengan sekolah lain yang lebih maju di NTB.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dilakukan penelitian dengan judul Manajemen

Pembelajaran Sekolah Unggulan di SMA Negeri 1 Praya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan menfokuskan masalah

penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah manajemen pembelajaran sekolah unggulan di SMA Negeri 1

Praya?

2. Faktor apa saja yang membuat manajemen sekolah mampu mendorong

terciptanya keunggulan pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya?

3. Hambatan dan tantangan apa saja yang dihadapi oleh manajemen sekolah di

dalam mendorong terciptanya keunggulan pembelajaran di SMA Negeri 1

Praya?

4. Upaya apa saja yang dilakukan oleh manajemen sekolah di dalam

menggerakkan sumber daya yang ada agar tercipta keunggulan pembelajaran

di SMA Negeri 1 Praya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk menjelaskan (explanatory)

bagaimana manajemen pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya. Berangkat dari

eksplorasi tersebut diharapkan diperoleh suatu gambaran umum tentang bentuk

manajemen pembelajaran SMA yang baik. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan

5
untuk mengembangkan bangunan teori (theory building) berdasarkan data

lapangan, setidaknya bertingkat teori substantif, yang diharapkan bisa

“menjelaskan” bentuk manajemen pembelajaran yang unggul.

Adapun secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan manajemen pembelajaran sekolah unggulan di SMA Negeri

1 Praya.

2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang membuat manajemen sekolah mampu

mendorong terciptanya keunggulan pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya.

3. Menguraikan hambatan dan tantangan apa saja yang dihadapi oleh manajemen

sekolah didalam mendorong terciptanya keunggulan pembelajaran di SMA

Negeri 1 Praya.

4. Mengungkap upaya-upaya yang dilakukan oleh manajemen sekolah di dalam

menggerakkan sumber daya yang ada agar tercipta keunggulan pembelajaran

di SMA Negeri 1 Praya.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini, diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun praktis.

Secara teoritis, penelitian ini akan berguna sebagai bahan masukan bagi

perumusan konsep tentang manajemen di bidang pendidikan, khususnya tentang

manajemen pembelajaran dalam upaya pemberdayaan (empowerment) dan

peningkatan (improvement).

Adapun secara praktis, hasil penelitian ini menjadi bahan masukan berharga

bagi para praktisi pendidikan, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para

6
pendidik, dalam mengelola pembelajaran yang baik, dan bagi para pemerhati

pendidikan terutama untuk melakukan penelitian lebih mendalam, guna

memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan lembaga pendidikan pada

umumnya.

7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Relevan

Nuraeni (2013), meneliti tentang strategi pengembangan sekolah unggulan

SMA batik 1 Surakarta. Dalam penelitian ditemukan bahwa strategi

pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Sekolah Unggulan di

SMA Batik 1 Surakarta untuk mewujudkan SMA Unggulan dengan menerapkan

beberapa strategi utama. Pertama, pengembangan kemampuan sumber daya

manusia, modernisasi manajemen kelembagaan. Kedua, melakukan konsolidasi

untuk menemukan praktik yang baik dan pelajaran yang dapat dipetik dengan baik

melalui diskusi, fokus secara totalitas maupun diskusi fokus secara luas melalui

lokakarya atau seminar dalam peningkatan mutu pembelajaran. Relevansi dengan

penelitian yang dilakukan saat ini terletak pada pelaksanaan manajemen sekolah

unggulan.

Sumintono (2013), meneliti tentang sekolah unggulan: pendekatan

pengembangan kapasitas sekolah. Dalam penelitian ditemukan bahwa: interpretasi

terhadap kebijakan sekolah unggul dalam konteks SBI mengalami perubahan di

konteks sekolah, yang paling nyata adalah munculnya kelas standar internasional

sebagai implementasi kebijakan tersebut. Hal lain adalah kebijakan ini membuat

pihak sekolah mendapat pengakuan kualitas oleh pemerintah pusat sebagai

sekolah unggul, dan saat yang bersamaan pihak sekolah dapat mengumpulkan

dana tambahan dari orang tua dengan jumlah yang besar. Relevansi dengan

8
penelitian yang dilakukan saat ini terletak pada kebijakan sekolah unggul di

Indonesia yang dapat dilihat sebagai upaya peningkatan kapasitas sekolah.

Moerdiyanto (2007), meneliti tentang manajemen sekolah Indonesia yang

efektif melalui penerapan total quality management. Dalam penelitian di temukan

bahwa: Melalui penerapan TQM akan diperoleh kualitas kerja yang baik,

membuat suasana kerja yang nyaman, berbagi pengetahuan yang saling

menguntungkan, dan memperoleh penghargaan sesuai kinerjanya. Relevansi

dengan penelitian yang dilakukan saat ini terletak pada kualitas manajemen yang

tepat diterapkan.

Hidayati (2004), tentang Manajemen Pendidikan Nilai di Sekolah Umum

(Kasus di SMUN 10 Samarinda). Dalam penelitian ditemukan bahwa: dalam

melakukan revitalisasi pendidikan nilai dalam sektor pendidikan formal SMUN

10 Samarinda mendirikan asrama sekolah dengan cara yang strategik agar dapat

menempatkan lembaganya menjadi sekolah yang berkualitas dengan diunggulkan

oleh masyarakat Kaltim. Keberhasilan Manajemen Pendidikan Nilai di SMU 10

Samarinda dipengaruhi oleh manajemen sekolah dan manajemen asrama yang

keduanya bertujuan untuk mendidik siswa. Peran kedua manajemen tersebut dapat

dilihat dari prestasi yang didapat oleh berbagai siswa dalam berbagai lomba.

Sedangkan pendidikan nilai dilakukan melalui proses internalisasi nilai-nilai

keislaman yang mencakup perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), penggerakan (actuating), pengawasan (controling).

Rahayu (2015), meneliti tentang manajemen pembelajaran dalam rangka

pengembangan kecerdasan majemuk peserta didik. Dalam penelitian ditemukan

9
bahwa: manajemen pembelajaran dalam rangka pengembangan

kecerdasan majemuk (multiple intelligences) peserta didik di TK Kusuma Mulia

Ngadiluwih Kediri dilaksanakan melalui tahapan perencanaan,

pelaksanaan, evaluasi, serta faktor pendukung, dan faktor penghambat. Relevansi

dengan penelitian yang dilakukan saat ini terletak pada manajemen pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian relevan di atas, maka penulis dapat simpulkan

bahwa secara garis besar aspek yang diteliti tidak jauh beda dalam hal cara

manajemen sekolah unggul. Namun terdapat perbedaan penelitian terdahalu

dengan yang sekarang yaitu ada pada aspek spesifik tentang manajemen sekolah

dalam menciptakan keunggulan proses pembelajaran yang disekolah sehingga

membedakan dengan sekolah lain dan tetap bisa bertahan dan unggul dalam hal

kemajuan sekolah.

B. Konsep Sekolah Unggulan

1. Pengertian Sekolah Unggulan

Cahyati (2012) menjelajsakn bahwa sekolah unggulan adalah sekolah yang

mampu membawa setiap siswa mencapai kemampuannya secara terukur dan

mampu ditunjukkan prestasinya, dimana kategori unggulan tersirat harapan-

harapan terhadap apa yang dapat diharapkan dimiliki oleh siswa setelah keluar

yaitu sejauh mana keluaran (output) sekolah itu memiliki kemampuan intelektual,

moral dan keterampilan yang dapat berguna bagi masyarakat. Sekolah unggul

dalam perspektif Departemen Pendidikan Nasional adalah sekolah yang

dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (output)

10
pendidikannya (Mulyasa, 2003). Untuk mencapai keunggulan tersebut maka

masukan (input), proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen,

layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya harus di arahkan untuk menunjang

tercapainya tujuan tersebut.

Sekolah unggul merupakan lembaga pendidikan yang lahir dari sebuah

keinginan untuk memiliki sekolah yang mampu berprestasi di tingkat nasional dan

dunia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditunjang oleh

akhlakul karimah. Sekolah unggul dikembangkan untuk mencapai keistimewaan

dalam keluaran pendidikannya. Untuk mencapai keistimewaan tersebut, maka

masukan, proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan

pendidikan, serta sarana penunjangnya harus diarahkan untuk menunjang

tercapainya tujuan tersebut (Fathurrohman, 2012).

Menurut pandangan penulis, bahwa sekolah unggul (effectife school)

berarti sekolah yang memiliki kelebihan, kebaikan, keutamaan jika dibandingkan

dengan yang lain, maka dalam konteks ini sekolah unggul mengandung makna

sekolah model yang dapat dirujuk sebagai contoh bagi kebanyakan sekolah lain

karena kelebihan, kebaikan dan keutamaan serta kualitas yang dimilikinya baik

secara akademik maupun non akademik.

2. Karakteristik Sekolah Unggulan

Peter Martimore (Fathurrohman, 2012), menyatakan bahwa yang dianggap

sabagai penggagas dan peneliti sekolah efektif menginventarisir 11 karakter kunci

sekolah efektif yang meliputi:

11
a. Profesional Leadership. Kepemimpinan adalah faktor kunci pertama untuk

mencapai sekolah yang efektif.

b. Shared Vision and Goals. Karakteristik ini merujuk kepada rumusan visi dan

tujuan yang jelas yang dijadikan panduan bagi komponen sekolah. Visi

tersebut bukan hanya dirumuskan, tetapi juga disosialisasikan sehingga semua

komponen sekolah mengetahui, memahami dan memberikan dukungan untuk

pencapaiannya.

c. Learning Environment, yaitu lingkungan belajar yang kondusif.

d. Contrentation on Teaching and Learning. Sekolah efektif memiliki fokus

utama terhadap pengajaran dan pembelajaran. Dalam konteks ini waktu

sekolah benar-benar dimaksimalkan untuk belajar dan pencapaian prestasi.

e. Purposeful Teaching. Karakter ini mencakup kejelasan target dan tujuan,

pengorganisasian yang efisien, struktur pembelajaran, dan praktek pengajaran

yang adaptif.

f. High Expectation. Adanya harapan yang tinggi dari masyarakat terhadap

sekolah. Harapan ini seringkali memiliki korelasi dengan prestasi. Semakin

tinggi harapan masyarakat terhadap sebuah sekolah, semakin efektif sekolah

tersebut.

g. Positive Reinforcement. Sekolah efektif ditentukan juga oleh adanya penguatan

dari sekolah terhadap komponen sekolah. Penguatan dimaksud meliputi

keteladanan, disiplin dan timbal balik.

12
h. Monitoring Progress. Sekolah efektif adalah sekolah yang selalu memonitor

perkembangan yang dicapainya. Monitoring ini mencakup performance dan

juga sekolah.

i. Pupil Right dan Responsibilities. Pengakuan terhadap hak-hak siswa dan

melibatkannya dalam tanggung jawab pencapaian tujuan sekolah. Terkait hal

ini sekolah membangkitkan percaya diri siswa, membangun partisipasi siswa

dan memberikan ruang untuk melakukan kontrol terhadap sekolah.

j. Home-School Partnership. Kemitraan yang antara sekolah dengan orang tua

siswa dan masyarakat menjadi faktor kunci berikutnya dari sekolah efektif.

k. Learning Organisation. Sekolah ekftif adalah sebuah organisasi belajar. Faktor

ini menunjuk kepada kesadaran guru dan staf sekolah untuk selalu belajar.

Pandangan Mortimore and MacBeath, 2003 dalam (Wilson, et al., 2004:

161) “There have been many studies of the organizational effectiveness of schools

and in a major survey 719 factors were found to be associated with effectiveness.

These have been reduced to eleven salient factors” Artinya ada banyak studi

tentang efektivitas organisasi sekolah dan dalam survei utama 719 faktor yang

ditemukan terkait dengan efektivitas. Ini telah berkurang ke sebelas faktor penting

(dalam Tabel 2.1):

Tabel 2.1. Kategori Sekolah Favorit (Sekolah Yang Efektif)


No Kategori Sekolah Favorit Keterangan
1 kepemimpinan profesional (professional leadership) Kategori sekolah
2 visi dan tujuan bersama (shared vision and goals) favorit menehuhi
3 lingkungan belajar (a learning environment) skala 1-5 (sangat
4 konsentrasi pada belajar dan mengajar (concentration on baik)
learning and teaching)
5 harapan yang tinggi (high expectations)
6 penguatan positif (positive reinforcement) Skala 6-11
7 memantau kemajuan (monitoring progress) merupakan

13
No Kategori Sekolah Favorit Keterangan
8 hak dan tanggung jawab murid (pupil rights and sebagian ruang
responsibilities) untuk perbaikan
9 mengajar tujuan (purposeful teaching) langkah selanjutnya
10 organisasi pembelajaran (a learning organization)
11 kemitraan rumah-sekolah (home–school partnership)

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa kriteria sekolah-

sekolah unggul di luar Negeri sangat berbeda dengan di Indonesia. Ciri sekolah

unggul lebih menekankan pada situasi yang kondusif, sehingga proses

pembelajaran menjadi nyaman, akan tetapi di Indonesia lebih kepada ketersediaan

sarana dan prasarana untuk mendukung terciptanya pembelajaran yang baik. Hal

ini terjadi, tidak lepas dari filosofi dan kondisi sosial masyarakat.

C. Konsep Manajemen Pembelajaran

1. Hakikat Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru, instruktur

atau pembelajar yang bertujuan untuk membantu siswa (Setyosari; 2003: 6).

Senada dengan hal itu Muhaimin (1996: 99), menyatakan bahwa pembelajaran

adalah upaya membelajarkan siswa/peserta didik untuk belajar. Kegiatan ini akan

mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara lebih efektif dan efisien.

Sedangkan menurut Hamalik, (2003: 57), menyatakan bahwa pembelajaran

merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,

material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam

mencapai tujuan pembelajaran.

14
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

adalah usaha manusia yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu

menfasilitasi belajar orang lain.

b. Tujuan Pembelajaran

Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal

yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek,

yaitu dari siswa dan guru. Dari segi siswa belajar dialami sebagai suatu proses.

Siswa mengalami satu proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Bahan

belajar tersebut berupa keadaan alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, dan

bahan yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran. Dari segi guru proses

belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal (Dimyati,

1999: 17).

Aspek tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata pelajaran, dan

guru itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang hendak

dicapai, dikembangkan dan diapresiasi. Berdasarkan mata pelajaran yang ada

dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang

diinginkan. Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa (Hamalik,

2003: 76)

Dalam hal ini, penulis sependapat dengan pandangan bahwa proses

pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan

masyarakat sehari-hari. Pandangan ini didukung oleh para pakar yang

berorientasi pada kehidupan masyarakat. Sekolah dalam masyarakat adalah suatu

integrasi. Pendidikan adalah di sini dan sekarang ini. Tujuan pembelajaran ialah

15
mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakatnya. Sekolah berfungsi

menyiapkan siswa untuk menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan, mereka

bukan dipersiapkan untuk menghadapi masa depan yang lebih jauh, 10 atau 20

tahun ke depan, melainkan untuk memecahkan masalah-masalah sehari-hari

dalam lingkungannya, di rumah dan di masyarakat. Karena itu, para siswa harus

mengenal keadaan kehidupan yang sesungguhnya dan belajar memecahkannya.

c. Ciri-ciri Pembelajaran

Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran ialah:

1) Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan

unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.

2) Saling tergantung (interdependence), antara aspek-aspek sistem pembelajaran

yang serasi dalam suatu keseluruhan. Setiap aspek bersifat esensial, dan

masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.

3) Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan

sistem yang alami (natural). Sistem yang dibuat oleh manusia, seperti sistem

transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki

tujuan tertentu. Tujuan sistem menuntun proses merancang sistem. Tujuan

utama sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar. Tugas seorang perancang

sistem ialah mengorganisasi tenaga, material, dan prosedur agar siswa belajar

secara efisien dan efektif. Dengan proses mendesain sistem pembelajaran si

perancang membuat rancangan untuk memberikan kemudahan dalam upaya

mencapai tujuan sistem pembelajaran tersebut (Hamalik, 2003: 64-66).

16
d. Pembelajaran Unggul

Pembelajaran Unggul (The Exellence Teaching) adalah proses belajar

mengajar yang dikembangkan dalam rangka membelajarkan semua siswa

berdasarkan tingkat keunggulannya (individual differences) untuk menjadikannya

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasi ilmu

pengetahuan dan teknologi secara mandiri namun dalam kebersamaan, mampu

menghasilkan karya yang terbaik dalam menghadapi persaingan pasar bebas

(Bafadhal, 2003: 30).

Merujuk pada konsepsi di atas, perlu ditegaskan bahwa pembelajaran

unggulan bukanah pembelajaran yang secara khusus dirancang dan

dikembangkan hanya untuk siswa yang unggul, melainkan lebih merupakan

pembelajaran yang secara metodologis maupun psikologis dapat membuat semua

siswa mengalami belajar secara maksimal dengan memperhatikan kapasitasnya

masing-masing. Menurut Bafadhal (2003), ada tiga indikator pembelajaran

unggulan diantaranya: Pertama, pembelajaran unggulan apabila dapat melayani

semua siswa (bukan hanya pada sebagian siswa). Kedua, dalam pembelajaran

unggulan semua anak mendapatkankan pengalaman belajar semaksimal mungkin.

Ketiga, walaupun semua siswa mendapatkan pengalaman belajar maksimal,

prosesnya sangat bervariasi bergantung pada tingkat kemampuan anak yang

bersangkutan.

Konteks penelitian ini adalah pembelajaran, sekolah harus mampu

melaksanakan tiga tugas dalam pembelajaran unggulan, yaitu: Pertama, sekolah

harus mampu melayani siswa baik secara individu maupun kelompok. Kedua,

17
sekolah dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik secara

maksimal. Ketiga, sekolah dapat memberikan variasi pembelajaran kepada siswa

sesuai dengan tingkat kemampuan mereka masing-masing.

2. Pendekatan Sistem dalam Pembelajaran

a. Pembelajaran sebagai Sistem

Sistem adalah kesatuan yang terdiri dari komponen-komponen yang terpadu

dan berproses untuk mencapai tujuan (Gordon, 1990; Puxty, 1990). Bagian suatu

sistem yang melaksanakan suatu fungsi untuk menunjang usaha pencapaian tujuan

disebut komponen. Dengan demikian sistem terdiri dari komponen-komponen

yang masing-masing komponen mempunyai fungsi khusus (Sadiman, et al., 1988:

13).

Pendekatan sistem pada mulanya digunakan di bidang teknik mesin

(engineering) untuk merancang sistem-sistem elektronik, mekanik dan militer.

Kemudian pendekatan sistem melibatkan sistem manusia mesin, dan selanjutnya

dilaksanakan dalam bidang keorganisasian dan manajemen (Hamalik, 2002: 4).

Pola pendekatan sistem pembelajaran, menurut Hamalik (2002: 9), melalui

langkah-langkah sebagai berikut: (1) identifikasi kebutuhan pendidikan

(merumuskan masalah); (2) analisis kebutuhan untuk mentransfomasikan menjadi

tujuan pembelajaran (analisis masalah); (3) merancang metode dan materi

pembelajaran (pengembangan suatu pemecahan); (4) pelaksanaan pembelajaran

(eksperimental); dan (5) menilai dan merevisi.

Dari uraian di atas, dapat penulis rumuskan bahwa untuk mencapai

pembelajaran efektif dan efisien dibutuhkan pengelolaan komponen pembelajaran

18
secara baik. Dalam pendekatan sistem bahwasanya untuk mencapai tujuan

pembelajaran secara maksimal harus didukung dengan komponen pembelajaran

yang baik, yang meliputi tujuan, siswa, guru, metode, media, sarana, lingkungan

pembelajaran dan evaluasi. Masing-masing komponen memberikan pengaruh

terhadap keberhasilan pembelajaran. Akan tetapi dari beberapa komponen-

komponen tersebut guru merupakan komponen terpenting dalam pembelajaran,

karena guru bersifat dinamis, sehingga dapat mengelola dan menggerakkan

komponen-komponen yang lain.

b. Kedudukan Manajemen dalam Pembelajaran

Satuan pendidikan di sekolah secara umum memiliki fungsi sebagai wadah

untuk melaksanakan proses edukasi, sosialisasi dalam transformasi bagi

siswa/peserta didik. Bermutu tidaknya penyelenggaraan sekolah dapat diukur

berdasarkan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Untuk dapat memahami

kedudukan manajemen dalam pembelajaran dapat dilihat kerangka di bawah ini.

Manajemen
Sarana Belajar

Sekolah Hasil yang


Pembelajaran
Berkualitas diharapkan

Fisik dan
Penampilan
Sekolah Partisipasi Masyarakat

Gambar 2.1. Kedudukan Manajemen dalam Pembelajaran (Sumber


Burhanudin, 2002: 6)
Gambar di atas menunjukkan bahwa manajemen memiliki kedudukan

strategis dalam memberikan dukungan penyelenggaraan pendidikan dan

pembelajaran di sekolah. Untuk dapat mencapai proses pembelajaran yang

berkualitas secara efektif dan efisien, maka diperlukan manajemen. Artinya bahwa

19
tanpa adanya manajemen yang baik bisa dipastikan tujuan pembelajaran tidak

akan tercapai secara maksimal. Karena di dalam manajemen tercakup aspek

planning, organizing, leading dan controling yang semuanya mengarah kepada

pencapain tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

c. Komponen-komponen Pembelajaran

Dalam pendekatan sistem, pembelajaran merupakan suatu kesatuan dari

komponen-komponen pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan antara satu

dengan yang lain, karena satu sama lain saling mendukung. Komponen-komponen

tersebut dapat menunjang kualitas pembelajaran. Menurut Hamalik (2001: 77)

pembelajaran sebagai suatu sistem artinya suatu keseluruhan dari komponen-

komponen yang berinteraksi dan berinterelasi antara satu sama lain dan dengan

keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Pembelajaran sebagai suatu sistem yang komponen-komponennya terdiri

dari: (1) Siswa, (2) Guru, (3) Tujuan, (4) Materi, (5) Metode, (6) Sarana/Alat, (7)

Evaluasi, dan (8) Lingkungan/konteks. Masing-masing komponen itu sebagai

bagian yang berdiri sendiri, namun dalam berproses di kesatuan sistem mereka

saling bergantung dan bersama-sama untuk mencapai tujuan (Soetopo, 2005:

143).

Kedelapan komponen tersebut rupanya tidak ada satupun komponen yang

dapat dipisahkan satu sama lain karena dapat mengakibatkan tersendatnya proses

belajar-mengajar. Misalnya pengajaran tidak dapat dilakukan di ruang yang tidak

20
jelas, tanpa siswa, tanpa tujuan, tanpa bahan ajar. Masing-masing komponen

dalam pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Siswa

Teori didaktik metodik telah bergeser dalam menempatkan siswa sebagai

komponen proses belajar mengajar (PBM). Siswa yang semula dipandang sebagai

objek pendidikan bergeser sebagai subjek pendidikan. Sebagai subjek, siswa

adalah kunci dari semua pelaksanaan pendidikan. tiada pendidikan tanpa anak

didik. Untuk itu siswa harus dipahami dan dilayani sesuai dengan hak dan

tanggung jawabnya sebagai siswa.

Siswa adalah individu yang unik, mereka merupakan kesatuan psiko-fisis

yang secara sosiologis berinteraksi dengan teman sebaya, guru, pengelola sekolah,

pegawai administrasi, dan masyarakat pada umumnya. Mereka datang ke sekolah

telah membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan sosial. Masing-

masing memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Potensi dan kemampuan

inilah yang harus dikembangkan oleh guru (Sardiman, 2001: 109).

2) Guru

Guru adalah sebuah profesi. Oleh karena itu, pelaksanaan tugas guru harus

profesional. Walaupun guru sebagai seorang individu yang memiliki kebutuhan

pribadi dan memiliki keunikan tersendiri sebagai pribadi, namun guru

mengemban tugas mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan. Untuk itu guru

harus menguasai seperangkat kemampuan yang disebut dengan kompetensi guru.

Oleh karena itu, tidak semua orang bisa menjadi guru yang profesional.

Kompetensi guru itu mencakup kemampuan menguasai siswa, menguasai tujuan,

21
menguasai metode pembelajaran, menguasi materi, menguasai cara mengevaluasi,

menguasai alat pembelajaran, dan menguasai lingkungan belajar. (Soetopo, 2005:

144).

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar mangajar.

Menurut Usman (1993: 7) ada empat peran guru dalam pembelajaran, yaitu: (1)

sebagai demonstrator, lecturer (pengajar), (2) sebagai pengelola kelas, (3) sebagai

mediator dan fasilitator, dan (4) sebagai motivator.

3) Tujuan

Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai

dari tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan

umum pembelajaran sampai tujuan khusus pembelajaran. Proses pembelajaran

tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan dan

pembelajaran secara keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan disusun

berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai.

Tujuan belajar adalah sejumah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa

telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,

keterampilan dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan tercapai oleh siswa

(Hamalik, 2003: 73) bahwasannya komponen tujuan pembelajaran, meliputi: (1)

tingkah laku, (2) kondisi-kondisi tes, (3) standar (ukuran) perilaku.

4) Materi

Materi pembelajaran dalam arti yang luas tidak hanya yang tertuang dalam

buku paket yang diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi

22
pembelajaran. Setiap aktivitas belajar-mengajar harus ada materinya. Anak yang

sedang field-trip di kebun menggunakan materi jenis tumbuhan dan

klasifikasinya. Anak yang praktikum di laboratorium menggunakan materi

simbiose katak. Semua materi pembelajaran harus diorganisasikan secara

sistematis agar mudah dipahami oleh anak. Materi disusun berdasarkan tujuan dan

karakteristik siswa.

5) Metode

Metode mengajar merupakan cara atau teknik penyampaian materi

pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar ditetapkan

berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran, serta karakteristik anak.

6) Sarana/Alat/Media

Agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam

proses belajar-mengajar digunakan alat pembelajaran. Alat yang tepat berup

benda yang sesungguhnya, imitasi, gambar, bagan, grafik, tabulasi dan sebagainya

yang dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa alat elektronik, alat cetak,

dan tiruan. Menggunakan sarana atau alat pembelajaran harus disesuaikan dengan

tujuan, anak, materi, dan metode pembelajaran.

Oleh karena itu diperlukan tenaga pengajar yang memiliki kemampuan dan

kecakapan yang memadai (Asnawir, 2002: 17) diperlukan tenaga pengajar yang

handal dan mempunyai kemampuan (capability) yang tinggi.

7) Evaluasi

Evaluasi dapat digunakan untuk menyusun graduasi kemampuan anak didik,

sehingga ada penanda simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi

23
dilaksanakan secara komprehensif, obyektif, kooperatif, dan efektif. Dan evaluasi

dilaksanakan berpedoman pada tujuan dan materi pembelajaran.

Guru harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan standar

keberhasilan. Sebagai contoh, jika semua siswa sudah menguasai kompetensi

dasar, maka pelajaran dapat dilanjutkan dengan catatan guru memberikan

perbaikan (remidial) kepada siswa yang belum mencapai ketuntasan. Dengan

adanya evaluasi, maka dapat diketahui kompetensi dasar, materi, atau individu

yang belum mencapai ketuntasan (Madjid, 2005: 224).

8) Lingkungan

Lingkungan pembelajaran merupakan komponen PBM yang sangat penting

demi suksesnya belajar siswa. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik,

lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan psikologis pada waktu PBM

berlangsung. Semua komponen pembelajaran harus dikelola sedemikian rupa,

sehingga belajar anak dapat maksimal untuk mencapai hasil yang maksimal pula.

Adapun menurut Hamalik (2001: 77), komponen-komponen pembelajaran

meliputi tujuh aspek yaitu: (1) tujuan pendidikan dan pengajaran, (2) peserta didik

atau siswa, (3) tenaga kependidikan khususnya guru, (4) perencanaan pengajaran

sebagai suatu segmen kurikulum, (5) strategi pembelajaran, (6) media

pembelajaran, dan (7) evaluasi pembelajaran.

Proses pembelajaran ditandai dengan adanya interaksi antara komponen.

Misalnya komponen peserta didik berinteraksi dengan komponen guru,

metode/media, perlengkapan/peralatan, dan lingkungan kelas yang mengarah

kepada pencapaian tujuan pembelajaran.

24
Menurut Arikunto (1990: 216), unsur-unsur atau komponen-komponen yang

dapat mendukung kualitas pembelajaran terdiri atas 6 komponen, yaitu: guru,

siswa, kurikulum, konteks, metode, dan sarana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

gambar di bawah ini:

Kurikulum

Guru Konteks

Pembelajaran

Siswa Metode

Sarana

Gambar 2.2. Unsur-unsur Pembelajaran


(Adaptasi dari Arikunto, 1990: 216)

Dari gambar di atas, nampaknya setiap unsur dapat dikatakan penting dan

menentukan. Namun apabila dicermati lebih mendalam satu persatu unsur-unsur

selain guru, yakni konteks, siswa, kurikulum, metode, dan sarana, tidak dapat

menunjukkan peran yang berbeda tanpa mengubah posisinya, namun disisi lain

guru yang profesional mampu mengubah, mengupayakan atau memanipulasi ke-5

(lima) variabel tersebut untuk kepentingan pembelajaran yang ia kehendaki.

(1) Guru, konteks, siswa, kurikulum, metode, media, sarana adalah unsur yang

dapat berpengaruh kepada kualitas belajar dan pembelajaran.

(2) Guru merupakan satu-satunya unsur yang mampu mengubah unsur-unsur

lain menjadi bervariasi. Sebaliknya unsur-unsur yang lain tidak dapat

mengubah guru menjadi bervariasi.

(3) Guru merupakan unsur yang mempunyai peran amat penting bagi

terwujudnya pembelajaran, menurut kualitas yang dikehendaki.

25
3. Manajemen Pembelajaran

a. Pengertian Manajemen Pembelajaran

Manajemen pembelajaran adalah segala usaha pengaturan proses belajar

mengajar dalam rangka tercapainya proses belajar mengajar yang efektif dan

efisien. Manajemen program pembelajaran sering disebut dengan manajemen

kurikulum dan pembelajaran (Bafadhal, 2004: 11). Pada dasarnya manajemen

pembelajaran merupakan pengaturan semua kegiatan pembelajaran, baik

dikategorikan berdasarkan kurikulum inti maupun penunjang berdasarkan

kurikulum yang telah ditetapkan sebelumnya, oleh Kemendikbud.

b. Manajemen Modern

Manajemen modern merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan melalui

orang lain dengan menggunakan prinsip-prinsip modern. Dalam melaksanakan

manajemen modern, suatu organisasi harus menganut filosofi membuat segela

sesuatu dengan baik sejak dari awal hingga proses akhir atau produksi atau

penyerahan jasa. (Ariani, 2003: 17).

Dalam manajemen modern peran yang dimainkan menurut Robbins (1996),

peran manajemen tersebut meliputi: (1) Peran interpersonal, yang meliputi peran

kepemimpinan, peran kepemimpinan yang menggunakan nama pemimpin sebagai

simbol, dan peran penghubung sebagai pihak eksternal organisasi; (2) Peran

informatif, yang meliputi peran untuk memonitor kegiatan dalam organisasi, dan

peran sebagai juru bicara dipihak ekternal organisasi, (3) Peran pengambilan

keputusan, yang meliputi peran kewirausahaan, peran penanganan penggunaan,

26
baik dari dalam maupun dari luar organisasi, peran pengalokasian sumberdaya,

dan peran sebagai negosiator dengan pihak eksternal.

Berikut ini adalah karakteristik antara manajemen tradisional dan

manajemen modern. Tabel berikut ini menunjukkan perbedaan tersebut:

Tabel 2.2. Perbedaan Manajemen Tradisional dan Modern


Manajemen Tradisional Manajemen Modern
1. Mencari pemecahan secara “cepat- 1. Mengadopsi filosofi manajemen
tepat”. modern.
2. Menggunakan metode “pemadam 2. Menggunakan metode terstruktur dan
kebakaran”. pengoprasian yang disiplin.
3. Mengadopsi upaya peningkatan 3. Memberi contoh melalui
secara acak. kepemimpinan.
4. Mengoperasikan dengan cara lama. 4. Menggunakan “terobosan berfikir”
dengan inovasi yang baru.
5. Menfokuskan pada jangka pendek. 5. Menekankan pada peningkatan
berkelanjutan jangka panjang.
6. Memeriksa kesalahan. 6. Mencegah kesalahan dan menekankan
kualitas desain.
7. Menentukan penggunaan opini. 7. Menentukan penggunaan fakta.
8. Menempatkan sumberdaya pada 8. Menggunakan manusia sebagai faktor
tugas. utama menambah nilai.
9. Termotivasi oleh keuntungan. 9. Memfokuskan pada kepuasan
pelanggan.
10. Menggantungkan pada kelancaran 10. Membangun cara hidup baru.
program.
(Sumber: Mantja, 2002: 30-31).

Secara singkat kesepuluh perbedaan tersebut dapat diringkas sebagai

berikut: (1) cara mencari pendekatan pemecahan masalah, (2) metode yang

digunakan, (3) penggunaan inovasi, (4) upaya peningkatan, (5) jangka waktu yang

difokuskan, (6) cara memperlakukan kesalahan, (7) menggunakan opini vs fakta,

(8) penekanan sumberdaya, (9) motivasi peningkatan kualitas, dan (10) arah

pengembangan.

Berdasarkan perbedaan di atas, A Sonhadji (Dalam Matja, 2002: 32)

selanjutnya mengklarifikasinya dengan mengemukakan bahwa manajemen

27
tradisional berusaha memecahkan masalan secara “cepat-tepat” dalam arti

mementingkan pemecahan sesegera mungkin, sedangkan manajemen modern

menggunakan dasar filosofi manajemen modern yang lebih mendalam. Ditinjau

dari metodenya manajemen tradisional, menggunakan metode pemadam

kebakaran, yaitu metode yang mengandalkan ketangkasan pelaksanaan dan sangat

tergantung pada kondisi lapangan. Sebaliknya manajemen modern menggunakan

metode testruktur dengan operasi berdisiplin secara cermat. Dalam manajemen

modern digunakan berbagai teknik untuk mengukur kualitas, seperti diagram alir

(flow chart), analisis kapasitas (capacity analyses), diagram kegiatan (run charts)

dan matriks.

Adapun perkembangan teori manajemen tradisional yang menganut teori X

hingga modern dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3. Tranformasi Manajemen Teori X ke Modern

Deskripsi Teori X MBO Klasik Manajemen Modern


Tim otonom Kerjasama
Struktur organisasi Hierarki ketat Hierarki
(team work)
Ketetapan
Usaha perbaikan Tidak boleh ada Memperbaiki proses
manajemen
perubahan
Kewenangan Manajemen Manajemen Manajemen paling
membuat keputusan puncak puncak bawah bawah
Tradisi fokus
Diktatorial Supervisi Kepemimpinan
manajemen
Humanistik dan lintas
0Motivasi Ketakutan Persuasif
budaya (cross-cultural)
Orientasi
Locus Diri sendiri Sistem total
departemen
(Sumber: Gaspersz: 2001: 42)

Pengelolaan karyawan tradisional menggunakan stuktur organisasi yang

ketat, bersifat top down, karyawan merasa takut pada pemimpin mereka,

berorientasi pada diri sendiri, dan tidak mendukung adanya perubahan. Sementara

28
itu, manajemen modern menggunakan team work yang mandiri, dengan

wewenang pengambilan keputusan ada pada manajemen yang terbawah, bersifat

kepemimpinan, dengan cross cultural, dan fokus menyeluruh termasuk pemasok.

c. Perencanaan Pembelajaran

Menurut Bafadhal (2003: 42), rencana merupakan acuan dalam upaya untuk

mengendalikan kegiatan lembaga, sehingga tidak menyimpang dari tujuan yang

telah ditetapkan. Oleh karena begitu pentingnya perencanaan tersebut maka

seorang manajer harus memiliki kemampuan merencanakan program. Sudjana

(2000: 61) mengatakan bahwa perencanaan merupakan proses yang sistematis

dalam pengambilan keputusan terhadap tindakan yang akan dilakukan pada waktu

yang akan datang.

Berdasarkan uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat

dari berbagai sudut pandang, yaitu:

1) Perencanaan pembelajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan yang

mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah

laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem

pembelajaran.

2) Perencanaan pembelajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan dari

sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran.

Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang sistemik selanjutnya

diimplementasikan dengan mengacu pada sistem perencanaan itu.

29
3) Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah disiplin adalah cabang dari

pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori

tentang strategi pengajaran dan implementasi terhadap strategi tersebut.

4) Perencanaan pembelajaran sebagai sains (sciences) adalah mengkreasi secara

detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi, dan

pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit

yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala

tingkatan kompleksitasnya.

5) Perencanaan pembelajaran sebagai sebuah proses adalah pengembangan

pembelajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus atas dasar

teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin kualitas.

6) Perencanaan pengajaran sebagai sebuah realitas adalah ide pengajaran

dikembangkan dengan memberikan hubungan dari waktu ke waktu dalam

suatu proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek secara cermat

bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan

secara sistematik. (Madjid, 2005: 17-18).

Dalam hal ini penulis mengambil pendapat bahwa perencanaan merupakan

sebuah proses. Menurut Bafadhal (2003: 43) sebagai sebuah proses, ada beberapa

langkah yang harus ditempuh dalam membuat perencanaan, yaitu: (1)

memperkirakan masa depan, (2) menganalisis kondisi lembaga, (3) merumuskan

tujuan secara operasional, (4) mengumpulkan data atau informasi, (5)

merumuskan dan menetapkan alternatif program, (6) menetapkan perkiraan

pelaksanaan program, (7) menyusun jadwal pelaksanaan program.

30
Dari uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa: (1) keberhasilan

pelaksanaan suatu kegiatan sangat ditentukan baik buruknya perencanaan; (2)

perencanaan harus mampu memprediksi kegiatan di masa yang akan datang

secara objektif; (3) perencanaan harus diarahkan pada pencapain tujuan, sehingga

apabila terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kemungkinan besar adalah kurang

sempurnanya suatu perencanaan; dan (4) perencanaan harus mempertimbangkan

aspek kebijakan, anggaran, prosedur, aturan, metode, kriteria-kriteria untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

d. Pengelolaan Pembelajaran

Seperti telah di kemukakan sebelumnya bahwa pengelolaan pembelajaran

dimulai dari perencanaan pembelajaran itu sendiri. Langkah pertama yang harus

dilakukan dalam proses pembelajaran adalah menyusun perencanaan

pembelajaran. Kemudian melaksanakan pembelajaran yang melibatkan tenaga

kependidikan/guru dengan siswa. Adapun langkah-langkah penyusunan

perencanaan pembelajaran Sanjaya (2008: 26), yaitu sebagai berikut:

1) Merumuskan tujuan khusus. Rumusan tujuan pembelajaran harus mencakup

tiga aspek penting yang di istilahkan oleh Bloom (1956) merupakan domain

kognitif, afektif dan domain psikomotorik.

2) Pengalaman belajar. Langkah kedua dlam merencankan pembelajaran adalah

memilih pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa sesuai dengan tujuan

pembelajaran. Belajar bukan hanya sekedar mencatat dan menghafal, akan

tetapi proses berpengalaman.

31
3) Kegiatan belajar mengajar. Menentukan kegiatan belajar mengajar yang sesuai,

pada dasarnya kita dapat merancang melalui pendekatan kelompok atau

pendekatan individu.

4) Orang-orang yang terlibat. Peran guru dalam proses embelajaran adalah

sebagai pengelola pembelajaran. Dalam pelaksanaan peran tersebut diantaranya

guru berfungsi sebagai penyampai informasi. Agar guru dapat melaksanakan

fungsi dan tugasnya dengan baik, maka guru harus memiliki kemampuan untuk

berbicara serta berkomunikasi, menggunakan berbagai media seperti, OHP,

LCD, papan tulis dan lain sebagainya.

5) Bahan dan alat. Pemilihan bahan dan alat juga merupakan bagian dari system

perencanaan pembelajaran.

6) Fasilitas fisik. Fasilitas fisik merupakan faktor yang akan berpengaruh terhadap

keberhasilan proses pembelajaran.

7) Perencanaan evaluasi dan pengembangan. Prosedur evaluasi merupakan faktor

penting dalam sebuah sistem perencanan pembelajaran. Melalui evaluasi kita

dapat melihat keberhasilan pengelolaan pembelajaran.

e. Pengelolaan Materi, Pengembangan Sumber belajar serta Bahan Ajar.

Menurut Madjid (2005: 173) bahwasannya bahan pembelajaran tidak hanya

bersumber dari buku ajar atau materi pelajaran yang disediakan oleh sekolah

berdasarkan kurikulum yang berlaku. Materi pembelajaran merupakan segala

bentuk yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan

belajar mengajar Bahan yang dimaksudkan bias berupa bahan tertulis maupun

bahan tidak tertulis.

32
Agar menghasilkan lulusan yang berkualitas dengan kemampuan yang utuh

diperlukan pengembangan pembelajaran untuk kompetensi secara sistematis dan

terpadu, agar siswa dapat menguasai setiap kompetensi secara tuntas.

a) Sumber Belajar

Sering kita dengar istilah sumber belajar (learning resources), orang juga

banyak yang telah memanfaatkan sumber belajar, namun umumnya yang

diketahui hanya perpustakaan dan buku sebagai sumber belajar. Padahal secara

tidak terasa apa yang mereka gunakan, orang, dan benada tertentu adalah

termasuk sumber belajar.

Sumber belajar ditetapkan sebagai informasi yang disajikan dan disimpan

dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai

perwujudan dari kuikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk

cetakan, video, format perangkat lunak (soft ware) atau kombinasi dari berbagai

format yang dapat digunakan oleh siswa atau guru.

b) Bahan Ajar

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu

guru/instuktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang

dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Dengan bahan

ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi

dasar secara runtut dan sistematis, sehingga secara akumulatif mampu menguasai

semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Bahan ajar merupakan informasi, alat

dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan

implementasi pembelajaran.

33
Dari berbagai pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa bahan

ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta

lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa belajar dengan baik.

c) Pengelolaan Media

Adapun Arsyad (2006: 105) jenis media pembelajaran dapat

dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi,

seperti di bawah ini:

(1) Media berbasis visual. Visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang ingin di

sampaikan kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti

foto, gambar/ilustrasi, sketsa, grafik, bagan, achart, dan gabungan dari dua

bentuk atau lebih.

(2) Media berbasis audio-visual. Media audio-visual merupakan bentuk media

pembelajaran yang murah dan terjangkau. Parelatan audio-visual seperti tape-

recorder, OHP, LCD, slide, dsb.

(3) Media berbasis computer. Penggunaan computer sebagai media pembelajaran

dikenal dengan nama Computer assited Intruction (CAI) atau Computer

assited Learning (CAL). Computer di gnakan untuk tujuan menyajikan isi

pembelajaran. CAI bisa berbentuk tutorial, drills and practice, simulasi dan

permainan.

(4) Multimedia berbasis computer dan inter-active video. Pembelajaran dengan

menggunakan lebih dari satu media, bisa berupa kombinasi antara teks grafik,

animasi suara, dan video

34
Dalam pembelajaran seringkali terjadi penyimpangan-penyimpangan

sehingga komunikasi tersebut tidak efektif dan efisien. Salah satu usaha untuk

mengatasi hal demikian adalah penggunaan media secara terintegrasi dalam

proses belajar-mengajar, karena di samping fungsi media sebagai penyaji stimulus

informasi, sikap dan lain-lain. Juga untuk meningkatkan kesarian dalam

penerimaan informasi (Asnawir, 2002: 13).

d) Pengelolaan Lingkungan

Iklim belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor

pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses pembalajaran,

sebaliknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan

kejenuhan dan rasa bosan. Di samping itu, iklim belajar yang kondusif harus

ditunjang oleh berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan, seperti: sarana,

laboratorium, pengaturan lingkungan, penampilan dan sikap guru, hubungan yang

harmonis antara peserta didik dan guru dan diantara peserta didik itu sendiri, serta

penataan organisasi dan bahan pembelajaran secara tepat, sesuai dengan

kemampuan dan perkembangan peserta didik. iklim belajar yang menyenangkan

akan membangkitkan semangat dan menumbuhkan aktivitas serta kreativitas

peserta didik (Mulyasa, 2004: 15).

Lingkungan kondusif menurut Mulyasa (2004: 16) dapat dikembangkan

melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai berikut.

(1) Memberikan pilihan bagi peserta didik yang lambat maupun yang cepat dalam

melakukan tugas pembelajaran. Pilihan dan pelayanan individual bagi peserta

35
didik, terutama bagi mereka yang lambat belajar akan membangkitkan nafsu

dan semangat belajar, sehingga membuat mereka betah belajar di sekolah.

(2) Memberikan pembelajaran remedial bagi peserta didik yang kurang

berprestasi, atau berprestasi rendah. Dalam sistem pembelajaran klasikal,

sebagian peserta didik akan sulit untuk mengikuti pembelajaran secara

optimal, dan menuntut peran ekstra guru untuk memberikan pembelajaran

remedial.

(3) Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman, dan aman

bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal. Termasuk

dalam hal ini adalah penyediaan bahan pembelajaran yang menarik dan

menantang bagi peserta didik, serta pengelolaan kelas yang tepat, efektif, dan

efisien.

(4) Menciptakan suasana kerjasama saling menghargai, baik antar peserta didik

maupun antara peserta didik dengan guru dan pengelolaan pembelajaran lain.

Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap peserta didik memiliki

kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengemukakan pandangannya tanpa

ada rasa takut mendapatkan sangsi atau dipermalukan.

(5) Melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan belajar dan pembelajaran.

Dalam hal ini guru harus mampu memposisikan diri sebagai pembimbing.

Sekali-kali cobalah untuk melibatkan peserta didik dalam proses perencanaan

pembelajaran, agar mereka merasa bertanggung jawab terhadap pembelajaran

yang dilaksanakan.

36
(6) Mengembangkan proses pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama antara

peserta didik dan guru, sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai

fasilitator dan sebagai sumber belajar.

(7) Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajaran yang menekankan

pada evaluasi diri (self assessment). Dalam hal ini, guru sebagai fasilitator

harus mampu membantu peserta didik untuk menilai bagaimana mereka

memperoleh kemajuan dalam proses belajar yang dilaluinya (Madjid, 2005:

164-165).

e) Evaluasi Pembelajaran

Dalam evaluasi pembelajaran yang sering dijadikan objek adalah siswa,

padahal sebenarnya guru juga merupakan komponen pembelajaran yang secara

langsung terlibat dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, perlu adanya

supervisi klinis bagi para guru.

Menurut Krajeweski (1982) (dalam bafadhal, 2004: 65), ada dua asumsi

yang mendasari supervisi klinik. Pertama, pembelajaran merupakan aktivitas yang

sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara hati-hati.

Melalui pengamatan dan analisis ini, seorang supervisor pendidikan akan mudah

mengembangkan kemampuan guru dalm mengelola proses pembelajaran. Kedua,

guru-guru yang profesionalismenya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara

kesejawatan dari pada yang otoriter.

Ada beberapa teknik dalam supervisi menurut Bafadhal (2004: 80), yaitu

teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Teknik supervisi

individual meliputi: kunjungan kelas, observasi, percakapan pribadi, saling

37
mengunjungi dan penilaian diri sendiri (self assessment). Sementara teknik

supervisi kelompok meliputi kepanitiaan, semina, perpustakaan profesional,

laboratorium kurikulum, mengikuti kursus, kuliah, bacaan terpimpin, demonstrasi,

pengajaran, perjalanan staf, diskusi panel, pertemuan guru dan lokakarya.

D. Kerangka Berpikir

Agar perencanan yang di susun itu dapat berfungsi sebagai pedoman

pelaksanaan pembelajaran, maka dalam penyusunan perencanaan harus

memperhatikan kriteria sebagai berikut: a) Signifikansi (kebermaknaan) artinya,

perencanaan pembelajaran hendaknya bermakna/bermanfaat agar proses

pembelajaran berjalan efektif dan efisien, b) Relevan (sesuai) nilai relevansi

dalam perencanaan adalah bahwa perencanaan yang kita susun memiliki nilai

kesesuaian baik internal maupun eksternal. Kesesuaian itu harus sesuai dengan

kurikulum yang berlaku, c) Kepastian. Untuk mencapai tujuan pembelajaran,

mungkin guru merasa banyak alternatif yang di gunakan. Namun, hendaknya guru

menentukan alternatif mana yang sesuai dan dapat di implementasikan, d)

Adaptabilitas. Perencanaan pembelajaran yang di susun hendaknya bersifat lentur

dan tidak kaku, e) Kesederhanan. Perencanaan pembelajaran yang di susun harus

bersifat sederhana artinya mudah di terjemahkan dan mudah di implementasikan,

f) Prediktif. Perencanaan pembelajaran yang baik harus memiliki daya ramal yang

kuat, artinya perencanaan dapat menggambarkan “apa yang terjadi, seandainya”

daya ramal ini penting untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan

terjadi, dengan demikian akan mudah untuk mengantisipasinya.

38
Seperti yang telah di kemukakan sebelumnya bahwa pengelolaan

pembelajaran dimulai dari perencanaan pembelajaran itu sendiri. Langkah

pertama yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran adalah menyusun

perencanaan pembelajaran. Kemudian melaksanakan pembelajaran yang

melibatkan tenaga kependidikan/guru dengan siswa.

Adapun langkah-langkah penyusunan perencanaan pembelajaran, yaitu

sebagai berikut: a) Merumuskan tujuan khusus domain kognitif, afektif dan

domain psikomotorik, b) Pengalaman belajar. Langkah kedua dalam merencankan

pembelajaran adalah memilih pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa

sesuai dengan tujuan pembelajaran. Belajar bukan hanya sekedar mencatat dan

menghafal, akan tetapi proses berpengalaman, c) Kegiatan belajar mengajar.

Menentukan kegiatan belajar mengajar yang sesuai, pada dasarnya kita dapat

merancang melalui pendekatan kelompok atau pendekatan individu, d) Orang-

orang yang terlibat. Peran guru dalam proses embelajaran adalah sebagai

pengelola pembelajaran. Dalam pelaksanaan peran tersebut diantaranya guru

berfungsi sebagai penyampai informasi. Agar guru dapat melaksanakan fungsi

dan tugasnya dengan baik, maka guru harus memiliki kemampuan untuk berbicara

serta berkomunikasi, menggunakan berbagai media seperti, LCD proyektor, papan

tulis dan lain sebagainya, e) Bahan dan alat. Pemilihan bahan dan alat juga

merupakan bagian dari system perencanaan pembelajaran, f) Fasilitas fisik.

Fasilitas fisik merupakan faktor yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan

proses pembelajaran, g) Perencanaan evaluasi dan pengembangan. Prosedur

39
evaluasi merupakan faktor penting dalam sebuah sistem perencanan pembelajaran.

Melalui evaluasi kita dapat melihat keberhasilan pengelolaan pembelajaran.

Sebagai proses pemecahan masalah perlu sebuah desain adalah untuk

mencari solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfatkan

sejumlah informasi yang tersedia. Dalam konteks pembelajaran, desain

intruksional dapat diartikan sebagai proses yang sistematis untuk memcahkan

persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran

beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran

yang dapat di gunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat saling

keterkaitan antara indikator-indikator variabel satu dengan lainnya dalam

manajemen pemebelajaran saling terkait dengan saling keterhubungan pada

variabel manajemen dan pembelajaran. Adapun indikator yang dijadikan target

studi kasusnya adalah 1) Bentuk manajemen pembelajaran, 2) Pengelolaan

pembelajaran, 3) Upaya mendukung kegiatan pembelajaran. Adapun Gambar

diagram alur kerangka berpikir dalam penelitian ini seperti yang tertera dalam

gambar berikut:

Bentuk manajemen
pembelajaran

Pengelolaan Upaya
SMAN 1
pembelajaran Praya mendukung
kegiatan
pembelajaran
Manajemen Pembelajaran SMAN 1
Praya
Gambar. 2.3
Diagram Alur Kerangka Berpikir

40
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan

metode studi kasus, lebih menekankan pada pengungkapan secara rinci dan

mendalam terhadap suatu subyek, pristiwa atau kejadian tertentu guna

memperoleh pengetahuan mengenai subyek, peristiwa atau kejadian tertentu.

Pendekatan kualitatif dipilih karena objek penelitian ini berupa proses, kegiatan

atau tindakan seseorang yaitu tentang manajemen pembelajaran di sekolah

unggulan. Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif memiliki ciri-ciri

atau karakteristik yang harus diperhatikan.

Ciri-ciri atau karakteristik tersebut menurut Sugiyono (2010:15)

menyatakan bahwa metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

porpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,

dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data

dilakukan secara purposive (informan yang dianggap memiliki pengetahuan yang

lebih daripada yang lain sebanyak 8 orang karena orang tersebut yang banyak

mengetahui tentang seluk beluk sekolah)dan snowball, teknik pengumpulaan data

dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif

lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi

kasus ini dimaksudkan agar dapat menggambarkan apa yang diamati untuk

41
dianalisis dan diinterpretasikan sesuai dengan kenyataan yang ada atau sebenarnya

yang berkaitan dengan manajemen pendidikan di sekolah unggulan.

B. Latar Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Praya Kabupaten Lombok Tengah

pada bulan Juli- Desember 2019. Peneliti memilih SMA Negeri 1 Praya karena

sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah favorit di Kabupaten Lombok

Tengah, dengan berbagai macam prestasi yang sudah diperoleh.

Penelitian kualitatif mengharuskan peneliti sebagai instrumen kunci,

konsekuensi psikologis bagi peneliti untuk memasuki objek yang memiliki

organisasi dan manajemen yang harus dipelajari dan dipahami oleh peneliti.

Interaksi antara peneliti dengan subjek penelitian, memiliki peluang timbulnya

interest dan konflik minat yang tidak diharapkan sebelumnya. Untuk menghindari

hal-hal yang tidak diharapkan tersebut, maka peneliti memperhatikan etika

penelitian (Spradley, 1997).

Pada penelitian kualitatif (Sugiyono, 2010: 297) peneliti memasuki situasi

sosial tertentu yang dapat berupa lembaga pendidikan tertentu, melakukan

observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi

sosial tersebut. Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan

secara Snowball-samplingadalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang

pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan

karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu tersebut belum mampu

42
memberikan data yang lengkap maka mencari orang lain lagi yang dapat

digunakan sebagai sumber data.

Damaianti dan Syamsuddin (2009: 90) penelitian kualitatif tidak memiliki

istilah populasi, begitupun sampel berbeda penafsirannya dengan metode

penelitian yang lain, sebab dalam penelitian kualitatif, sampling merupakan

pilihan peneliti (tentang aspek apa, peristiwa apa, dan siapa yang dijadikan fokus

pada saat dan situasi tertentu), jadi sampling bersifat holistik kontekstual dan

representative terhadap informasi yag holistik.

Objek kajian penelitian kualitatif sering bersifat kasuistik. Peneliti tidak

mementingkan generalisasi. Oleh karena itu (Patilima, 2010) menyatakan bahwa

sampel ditentukan secara purposive (sengaja/dengan pertimbangan) sehingga

sampel penelitian tidak perlu mewakili populasi. Adapun pertimbangan penelitian

sampel bukan berdasarkan pada aspek keterwakilan populasi di dalam sampel.

Pertimbangannya lebih pada kemampuan sampel (informan) untuk memasok

informasi selengkap mungkin kepada peneliti. Berdasarkan pandangan tersebut,

maka yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah adalah Kepala Sekolah,

Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan, Waka Humas, Waka Sarpras, Kepala TU,

Guru, Siswa, dan Orang tua.

C. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif peneliti wajib hadir di lapangan, karena peneliti

merupakan instrumen penelitian utama yang memang harus hadir sendiri secara

langsung di lapangan untuk mengumpulkan data. Dalam memasuki lapangan

43
peneliti harus bersikap hati-hati, terutama terhadap informasi kunci agar tercipta

suasana yang mendukung keberhasilan dalam pengumpulan data.

Peneliti kualitatif harus menyadari benar bahwa dirinya merupakan

perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisa data, dan sekaligus menjadi

pelapor dari hasil penelitian. Karena itu peneliti harus bisa menyesuaikan diri

dengan situasi dan kondisi lapangan. Hubungan baik antara peneliti dan subjek

penelitian sebelum, selama maupun sesudah memasuki lapangan merupakan kunci

utama dalam keberhasilan pengumpulan data. Hubungan yang baik dapat

menjamin kepercayaan dan saling pengertian. Tingkat kepercayaan yang tinggi

akan membantu kelancaran proses penelitian, sehingga data yang diinginkan dapat

diperoleh denga mudah dan lengkap. Peneliti harus menghindari kesan-kesan

yang merugikan informan. Kehadiran dan keterlibatan peneliti dilapangan harus

diketahui/secara terbuka oleh subjek penelitian.

Sehubungan dengan itu peneliti menempuh langkah-langkah sebagai

berikut: (a) sebelum memasuki lapangan, peneliti terlebih dahulu meminta izin

kepada pihak sekolah/SMA Negeri 1 Praya, secara formal dan menyiapkan segala

peralatan yang diperlukan, seperti recorder, handycam, camera, dan lain-lain; (b)

peneliti menghadap/bertemu Kepala SMA Negeri 1 Praya kemudian menyerahkan

surat izin, memperkenalkan diri pada komponen yang ada di lembaga serta

menyampaikan maksud dan tujuan; (c) secara formal memperkenalkan diri kepada

komponen di sekolah melalui pertemuan yang diselenggarakan oleh sekolah baik

yang besifat formal maupun semi formal; (d) mengadakan observasi di lapangan

untuk memahami latar penelitian yang sebenarnya; (e) membuat jadwal kegiatan

44
berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan subjek penelitian; dan (f)

melaksanakan kunjungan untuk mengumpulkan data sesuai jadwal yang telah

disepakati.

Penelitian kualitatif mengharuskan peneliti sebagai instrumen kunci,

konsekuensi psikologis bagi peneliti untuk memasuki objek yang memiliki

organisasi dan manajemen yang harus dipelajari dan dipahami oleh peneliti.

Interaksi antara peneliti dengan subjek penelitian, memiliki peluang timbulnya

interest dan konflik minat yang tidak diharapkan sebelumnya. Untuk menghindari

hal-hal yang tidak diharapkan tersebut, maka peneliti memperhatikan etika

penelitian (Spradley, 1997).

D. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas:

a. Data Primer

Data primer menurut Umi Narimawati (2008;98) dalam bukunya

“Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif: Teori dan Aplikasi” bahwa:

“Data primer ialah data yang berasal dari sumber asli atau pertama. Data ini

tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-file. Data

ini harus dicari melalui narasumber atau dalam istilah teknisnya responden,

yaitu orang yang kita jadikan objek penelitian atau orang yang kita jadikan

sebagai sarana mendapatkan informasi ataupun data.

Data primer yang dikaji dalam penelitian ini diperoleh dari

wawancaramenggunakan “teknik bola salju (snow-ball sampling)” yang

45
didasarkan atas informan dan rekomendasi dari informan kunci yang ada di

SMA Negeri 1 Praya

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang mengacu pada informasi

yang dikumpulkan dari sumber yang telah ada. Sumber data sekunder adalah

catatan atau dokumentasi perusahaan, publikasi pemerintah, analisis industri

oleh media, situs Web, internet dan seterusnya (Uma Sekaran, 2011). Untuk

mendapatkan informasi yang lengkap dalam penelitian ini, peneliti akan

mengumpulkan informasi pendukung melalui observasi dan dokumentasi serta

publikasi atas data-data yang dibutuhkan.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dipilih sesuai kebutuhan sampai informasi

yang diperoleh sudah mencapai data yang lengkap. Subyek yang menjadi

informan dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, Waka

Kesiswaan, Waka Humas, Waka Sarpras, Kepala TU, Guru, Siswa, dan

Perwakilan orang tua siswa/ komite sekolah. Pemilihan informan yang benar-

benar menguasai informasi dan permasalahan secara mendalam serta dapat

dipercaya untuk menjadi sumber data.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: (1) wawancara tidak

berstrukur (Unstructured Interview), (2) observasi partisipatif berperan serta, (3)

studi dokumen. Menurut Mulyana (2010: 162), ketiga teknik tersebut yang selalu

digunakan dalam penelitian Kualitatif.

46
1. Wawancara tidak berstrukur (Unstructured Interview)

Wawancara merupakan merupakan salah satu teknik pengumpulan data

yang sering digunakan dalam berbagai penelitian. Teknik ini dilakukan

terutama dalam hal mengungkap tentang persepsi, perasaan, pengetahuan, dan

pengalaman seseorang, serta penginderaanya. Wawancara mendalam

merupakan percakapan antara peneliti dan informan yang bertujuan untuk

memperoleh konstruksi yang terjadi tentang organisasi, kejadian, aktivitas

organisasi, perasaan, motivasi dan pengetahuan seseorang tentang

pengalamanya.

Teknik wawancara mendalam adalah pengumpulan data untuk

mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam dengan jumlah yang

sedikit (kecil) dan setidak-tidaknya pada pengetahuan serta keyakinan pribadi

informan (Sugiyono, 2006: 175). Melalui wawancara peneliti berupaya secara

langsung melalui tatap muka maupun lewat telepon dengan informan yang

bertujuan untuk memperoleh konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang,

kejadian, aktifitas organisasi, perasaan, motivasi pengakuan dan keseriusan,

baik secara terstruktur maupun tidak terstruktur.

Untuk memperoleh data yang maksimal, maka dalam penelitian ini

menggunakan wawancara mendalam dengan teknik wawancara tidak

terstruktur. Mulyana (2010: 180) menyatakan bahwa wawancara tidak

terstruktur disebut juga wawancara mendalam, wawancara kualitatif,

wawancara terbuka, wawancara etnografis. Metode ini bertujuan memperoleh

bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua responden, dengan

47
mempertimbangkan susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri

setiap responden.

2. Observasi berperan serta

Observasi berperan serta digunakan dengan cara peneliti memasuki

mengamati dan sekaligus berpartisipasi di dalam latar atau suasana tertentu.

Suasana yang diamati selama proses peneliti meliputi, lokasi penelitian, situasi

dan kondisi lingkungan lokasi penelitian. Observasi tersebut dilakukan agar

peneliti memperoleh gambaran tentang Manajemen Pembelajaran di SMA

Negeri 1 Praya.

Mulyasa (2010: 175), menyatakan bahwa pengamatan berperan serta

dianggap sebuah seni dan kreativitas, praktiknya peneliti harus memiliki

keahlian melakukan penilaian, peka terhadap lingkungan yang diteliti, dan

mampu menghadapi hambatan (kurang mampu beradaptasi, komunikasi

terhadap komunitas), serta punya imajinasi yang kuat untuk merumuskan hasil

penelitian. Data yang diperoleh melalui pengamatan peran serta dicatat dan

selanjutnya dipindah dilembar catatan pengamatan lapangan. Selain itu

dilengkapi dengan gambar-gambar yang diperoleh melalui foto sebagai upaya

untuk mengabadikan perilaku-perilaku atau peristiwa yang terjadi selama

pengamatan langsung.

Hal-hal yang diamati dalam penelitian ini dapat disajikan pada tabel 3.1

berikut ini:

48
Tabel 3.1 Setting dan peristiwa yang diamati
No Ragam Situasi yang Diamati Keterangan
1 Keadaan fisik: Setting yang penting dan
a. Situasi lingkungan sekolah menarik akan
b. Ruang kepala, guru dan karyawan didokumentasikan
c. Ruang kelas dan pembelajaran lainnya (foto/shooting).
d. Sarana dan prasarana yang menunjang
pembelajaran.
e. Hiasan/tulisan/gambar yang dipajang
2 Kegiatan Pembelajaran: Dapat diperdalam melalui
a. Kegiatan siswa saat datang ke sekolah wawancara.
b. Persiapan sebelum siswa masuk ke kelas
c. Kegiatan proses pembelajaran baik di
dalam kelas maupun di luar kelas.
d. Kegiatan praktek
e. Kegiatan setelah KBM dilaksanakan
f. Kegiatan siswa saat pulang dari sekolah
3 Kegiatan lainnya:
a. Rapat atau pertemuan-pertemuan
b. Lomba sekolah sebagai penyeleng gara
c. Lomba di luar sekolah
d. Dan sebagainya yang ada kaitannya
dengan fokus penelitian.

3. Dokumentasi

Untuk melengkapi data yang diperoleh melalui teknik wawancara dan

pengamatan partisipatif berperan serta, dilakukan studi dokumentasi.

Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data

berupa autobigrafi, memoir, catatan harian, surat-surat pribadi, catatan

pengadilan, berita koran, artikel majalah, brosur, bulletin, dan foto-foto

(Mulyasa, 2010: 195).

Data yang diperoleh melalui studi dokumentasi terdiri atas berbagai

tulisan dan rekaman, seperti halnya daftar nama tenaga pengajar, pembagian

jam tugas mengajar, keadaan siswa, berkas surat permohonan pelamar tenaga

pengajar dan struktur organisasi. Damaianti dan Syamsuddin (2009: 109),

49
antara lain: (1) merupakan sumber yang selalu tersedia, (2) informasinnya

stabil dan akurat, (3) sumber informasi yang kaya serta secara kontekstual

eleven, dan (4) sering dikatakan pernyataan yang legal memenuhi

akuntabilitas. Dokumen-dokumen yang di analisis untuk memahami

menajemen pembelajaran, dapat disajikan dalam tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2 Dokumen yang Diperlukan

No Jenis Dokumen: Keterangan


1 Data kesiswaan:
a. Jumlah kelas dan siswa
b. Latar belakang orang tua siswa (agama, pendidikan,
sosial ekonomi, pekerjaan dan lain-lain yang
dibutuhkan.
c. Jumlah pendaftar dan yang diterima 5 tahun terakhir.
2 Data Ketenagaan:
a. Kepala sekolah beserta biodatanya
b. Guru (tingkat pendidikan, tugas dan lainnya)
c. Karyawan (tingkat pendidikan, tugas dsb)
3 Saran dan Prasarana:
a. Denah lokasi dan bangunan sekolah
b. Gedung dan ruangan yang ada
c. Fasilitas seperti perpustakaan, laboratorium, UKS dan
sebagainya.
d. Sarana pembelajaran lainnya.
4 Manajemen:
a. Rumusan visi dan misi
b. Motto dan slogan Sekolah
c. Kebijakan Sekolah tentang Sistem Pembelajaran yang
dipakai.
5 Pembelajaran:
a. Jadwal Pelajaran
b. Jadwal kegiatan Kurikuler dan Ekstrakurikuler
c. Kurikulum dan pengembangannya
d. Administrasi guru
e. Lembar kerja/buku untuk siswa
f. Lembaran/buku panduan untuk guru dan siswa.
g. Prestasi yang pernah diraih baik akademik maupun
non-akademik.
6 Sejarah Sekolah:
a. Catatatan perkembangan sekolah dan lain sebagainya.
b. Penelitian yang telah dilakukan oleh pihak luar
c. Penghargaan/akreditasi sekolah.
d. Dan lain-lain

50
F. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2010: 338), analisis data terdiri dari tiga jalur kegiatan

yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi. Seperti pada gambar dibawah ini:

Pengumpulan
Data
Penyajian
Data

Reduksi
Data
Kesimpulan:
Penarikan/verifikasi

Gambar 3.1. Komponen dalam analisis data


(interaktive model)

Proses analisis data dalam penelitian ini dimulai sejak peneliti memasuki

latar penelitian dengan cara menelaah setiap data yang dikumpulkan baik data

yang diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam yang ditranskrip kedalam

bentuk tulisan atau dokumen-dokumen. Semua data yang dikumpulkan dibaca dan

dianalisis secara mendalam dengan menggunakan sudut pandang obyek yang

diteliti.

Selanjutnya, semua data yang sudah ditelaah, direduksi kemudian ditulis

dalam kertas yang terpisah, setelah itu dibuat dalam bentuk rangkuman yang

berupa abstraksi agar tidak menyimpang dari pokok pembahasan. Setelah itu

memisahkan data-data yang dianggap penting dan yang kurang penting agar tidak

tercampur dan memudahkan peneliti dalam mengecek kebenarannya.

51
1. Reduksi Data

Reduksi data adalah bentuk analisis data yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga diperoleh kesimpulan

sementara. Reduksi data juga diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakkan dan transformasi data kasar

yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

Pada tahap reduksi data, peneliti akan melakukan pemilahan, kemudian

menggolongkan, dan mengarahkan serta membuang data yang tidak perlu,

dengan cara memberi tanda dengan spidol berwarna pada poin-poin yang

ditemukan dalam catatan lapangan. Tanda yang berupa warna itu disesuaikan

dengan fokus penelitian, biru untuk fokus pertama, merah untuk fokus kedua,

dan hijau untuk fokus ketiga. Setelah itu mengorganisasi data dengan cara

meringkas, menonjolkan pokok-pokoknya dan disusun lebih sitematis, yaitu

mengumpulkan semua temuan dalam tanda yang sama. Misalnya poin yang

sudah diberi warna biru dikumpulkan dengan semua temuan dengan warna

yang sama biru dan seterusnya sehingga lebih mudah dibaca. Dengan demikian

dapat memberi warna gambaran yang lebih jelas tentang hasil pengamatan.

Setelah memberikan warna pada hasil temuan, akan memberikan

gambaran yang jelas mengenai bagian yang termasuk pada bagian fokus

penelitian, langkah-langkah selanjutnya yang dilakukan dalam mereduksi data.

Pertama-tama membuat ringkasan mengenai data yang sudah diberi warna

sesuai dengan sub fokus. Pada tahap ini, peneliti membaca dan memahami

52
semua catatan yang telah terkumpul setiap kali kegiatan pengumpulan data

berakhir. Selanjutnya, peneliti membuat rangkuman kontak berupa uraian

singkat tentang hasil telaah catatan lapangan yang merupakan jawaban

terhadap fokus penelitian.

Kedua, mengembangkan kategori pengkodean. Di sini, peneliti

meberikan kode pada setiap data yang diperoleh baik melalui wawancara,

obsevasi maupun dokumantasi. Kode yang diberikan berkaitan sumber data,

wawancara keberapa, kapan dilaksanakan. Demikian juga halnya dengan

catatan lapangan dan observasi serta dokumantasi.

Ketiga, menyortir data. Dalam kegiatan reduksi data, penyortiran data

merupakan langkah terakhir. Di sini, peneliti memeriksa kembali semua

catatan lapangan, mencari data yang sesuai dengan kebutuhan peneliti dan

mengumpulkannya. Sedangkan data yang tidak sesuai dan tidak diperlukan

disimpan sebagai arsip pribadi.

2. Penyajian Data

Dalam penelitian kualitatif, data yang diperoleh terdiri dari kata, kalimat,

atau paragraf, maka penyajian data yang paling sering digunakan adalah dalam

bentuk uraian (teks) naratif yang panjang. Namun bisa terjadi bahwa uraian

tersebut berpencar-pencar bagian demi bagian, tersusun kurang baik, dan

berlebihan. Maka dalam hal ini perlu adanya penyusunan dalam bentuk yang

sederhana dan selektif untuk memudahkan pemakaian.

Penyajian data adalah menemukan pola-pola yang bermakna serta

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

53
tindakan (Miles dan Huberman, 1992). Penyajian data dalam penelitian ini

disamping menggunakan uraian naratif, juga menggunakan matriks sebagai

pengumpulan fokus dan paparan data dari hasil penelitian, dan bagian konteks

yang merupakan alur temuan penelitian.

3. Verifikasi atau Penarikan Kesimpulan

Analisis data akan dilakukan secara terus menerus baik selama maupun

sesudah pengumpulan data guna penarikan kesimpulan yang dapat

menggambarkan suatu pola tentang peristiwa yang terjadi. Analisis data yang

terus menerus mempunyai implikasi terhadap pengurangan dan atau

penambahan data yang dibutuhkan.

Dalam melakukan pengumpulan data diawali dengan mencari peristiwa

yang terfokus, mencatat keteraturan pola-pola, dan alur sebab akibat yang

terjadi baru kemudian dibuat kesimpulan yang bersifat longgar dan terbuka,

yang pada mulanya belum jelas, lalu meningkat menjadi rinci dan mengakar

dengan kokoh. Kesimpulan akhir dapat diambil setelah pengumpulan data,

tergantung pada kesimpulan-kesimpulan catatan lapangan, pengkodean,

penyimpanan, dan metode penarikan ulang yang digunakan (Miles dan

Huberman, 1992). Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dilakukan

berdasarkan matriks yang telah dibuat menemukan pola, topik atau temasesuai

dengan fokus penelitian dan bagan alur temuan penelitian.

G. Pengecekan Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan hal yang amat penting dalam penelitian, karena

akan menjamin keterpercayaan data tersebut dalam pemecahan masalah yang

54
diteliti. Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrument utamanya.

Oleh karena itu temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada

perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi

pada objek yang diteliti (Sugiyono, 2010: 365). Menurut Damaianti dan

Syamsuddin (2009: 91-92), pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian

kualitatif meliputi empat teknik yaitu kredibilitas (credibility),transferabilitas

(transferability), dependabilitas (dependability), dan konfirmabilitas

(confirmability). Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Kredibilitas

Pengecekan kredibilitas atau derajat kepercayaan data perlu dilakukan

untuk membuktikan apakah yang diamati oleh peneliti benar-benar sesuai

dengan apa yang sesungguhnya terjadi secara wajar dilapangan. Lincoln dan

Guba (1985:123), mengatakan bahwa untuk memperoleh data valid dapat

ditempuh teknik pengecekan data melalui: (1) observasi yang dilakukan secara

terus menerus-menerus (persistent observation); (2) triangulasi (triangulation)

sumber data, metode dan peneliti lain; (3) pengecekan anggota (member

check), diskusiteman sejawat (peer rieviewing); dan (4) pengecekan mengenai

kecukupan referensi (referential adequacy checks).

Pengujian terhadap kredibilitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan

triangulasi sumber data dan triangulasi metode, serta membercheck.

Triangulasi dilakukan dengan membandingkan dan mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari informan yang satu dengan

55
informan lainnya. Misalnya dari Kepala Sekolah ke Waka Kurikulum ke Waka

Kesiswaan ke Waka Humas ke Waka Sarpras ke Kepala TU.

Triangulasi sumber data dilakukan dengan cara membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari

informan yang satu dengan informan lainnya. Misalnya dari guru yang satu ke

guru lainnya, dari kepala ke wakil kepala sekolah dan juga sampai ke guru, dan

sebagainya.

Triangulasi metode akan dilaksanakan dengan cara memanfaatkan

penggunaan beberapa metode yang berbeda untuk mengecek balik derajat

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh. Misalnya hasil observasi

dibandingkan atau dicek dengan interview, kemudian dicek lagi melalui

dokumen yang relevan.Pengecekan data dengan membercheck juga dilakukan

pada subjek wawancara melalui dua cara. Cara pertama langsung pada saat

wawancara dalam bentuk penyampaian ide yang tertangkap peneliti pada saat

wawancara. Cara kedua tidak langsung dalam bentuk penyampaian rangkuman

hasil wawancara yang sudah dibuat oleh peneliti. Didalam hal ini tidak setiap

fokus penelitian mendapat member chek, namun pengakuan kebenaran data

oleh pihak-pihak tertentu yang dianggap sumber informasi dan yang sudah

diwawancarai dinyatakan memadai mewakili sumber informasi sasaran

wawancara kegiatan pengecekan data.

2. Transferabilitas

Transferabilitas atauketerlibatan dalam penelitian kualitatif dapat dicapai

dengan cara “uraian rinci”. Data yang ditemukan dapat ditransfer dalam kasus

56
yang sama dalam penelitian di lain tempat. Untuk kepentingan ini peneliti

berusaha melaporkan hasil penelitiannya secara rinci tentang Sumber Daya

Manusia yang efektif. Uraian laporan diusahakan dapat mengungkap secara

khusus segala sesuatu yang diperlukan oleh pembaca, agar para pembaca dapat

memahami temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian. Temuan itu

sendiri bukan bagian dari uraian rinci melainkan penafsirannya yang diuraikan

secara rinci dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kejadian-kejadian

nyata. Dengan demikian, peneliti berusaha mendeskripsikan secara rinci hasil-

hasil penelitian yang ingin dicapai.

3. Dependabilitas

Dependabilitas atau ketergantungan akan dilakukan untuk menanggulangi

kesalahan-kesalahan dalam konseptualisasi dari hasil penelitian, pengumpulan

data, interpretasi temuan, dan pelaporan hasil penelitian. Untuk itu

diperlukanadvisor yang akan menguji proses berlangsungnya penelitian

misalnya tentang metode, konsep dan pemahaman penelitian dan menguji

temuan penelitian. Advisor dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing

tesis.

4. Konfirmabilitas

Konfirmabilitas atau kepastian diperlukan untuk mengetahui apakah data

yang diperoleh objektif atau tidak. Hal ini bergantung pada persetujuan

beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan temuan seseorang. Jika

telah disepakati oleh beberapa atau banyak orang dapat dikatakan objektif,

namun penekanannya tetap pada datanya. Untuk menentukan kepastian data

57
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengkonfirmasikan data dengan

para informan atau para ahli. Kegiatan ini dilakukan bersama-sama dengan

pengauditan dependabilitas. Perbedaannya jika pengauditan dependabilitas

ditujukan pada penilaian proses yang dilalui selama penelitian, sedangkan

pengauditan konfirmabilitas adalah untuk menjamin keterkaitan antara data,

informasi, dan interpretasi yang dituangkan dalam laporan serta didukung oleh

bahan-bahan yang tersedia. Hasil temuan penelitian ini selalu

dimusyawarahkan dengan informan, baik Kepala Sekolah, Waka Kurikulum,

Waka Kesiswaan, Waka Humas, Waka Sarpras, dan Kepala TU yang terlibat di

tempat penelitian.

58
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Latar Penelitian

1. Gambaran Umum SMA Negeri 1 Praya

SMA Negeri 1 Praya merupakan salah satu SMA Negeri yang berada Kota

Praya yang merupakan ibukota kabupaten Lombok Tengah propinsi Nusa

Tenggara Barat. SMA Negeri 1 Praya yang merupakan sekolah menengah atas

tertua di kabupaten Lombok Tengah beralamat di Jalan Ki Hajar Dewantara No. 1

Praya (Kelurahan Praya, Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah).

Lingkungan sekolah sangat beragam yang terdiri dari instansi pemerintah, pusat

bisnis, lapangan umum, pusat olahraga, pondok pesanten, dan pemukiman

penduduk.

Kecamatan Praya memiliki luas wilayah 1208,39 kilometer persegi dengan

jumlah penduduk 96.128 jiwa (Oktober 2006). Kabupaten Lombok Tengah terdiri

dari 12 Kecamatan, 112 Desa dan 12 Kelurahan memiliki luas wilayah 6.125

kilometer persegi dengan jumlah penduduk 821.989 jiwa (Oktober 2006). Mata

pencaharian penduduk sangat beragam seperti PNS, TNI, Polri, Petani, Pedagang,

Nelayan, Wiraswasta, Buruh dan lain-lain.

Keberadaan bandara internasional di Kabupaten Lombok Tengah yang

beroperasi tahun 2011 sangat berpengaruh terhadap seluruh lapisan masyarakat.

Demikian pula dengan masyarakat di kecamatan Praya yang merupakan pusat

pemerintahan, ekonomi, bisnis dan adat budaya akan menerima dampak baik

positif maupun negatif.

59
Dengan kondisi seperti di atas SMA Negeri 1 Praya mulai tahun pelajaran

2006/2007 telah memulai Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) yang

dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

sekaligus dapat membentengi siswa dalam memelihara adat budaya dan

mengembangkan akhlak yang mulia sesuai nilai-nilai yang dimiliki oleh

masyarakat.

Dilihat dari kecenderungan atau gejala sosial baru yang terjadi di

masyarakat akhir-akhir ini akan berimplikasi pada tuntutan dan harapan tentang

model pendidikan yang mereka harapkan, dan dalam kaitan ini sekolah memiliki

peluang besar untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut.

Abad XXI membentuk masyarakat yang memiliki karakteristik super

kompetitif. Kompetisi merupakan prinsip baru kehidupan mereka, karena dunia

telah terbuka dan bersaing untuk melakukan sesuatu yang terbaik secara kontinyu.

Dengan semboyan “Hari Esok Harus Lebih Baik dari Hari Ini”, maka SMA

Negeri 1 Praya terus berubah dan berbenah diri, tahan uji, dan mempunyai jiwa

progresif, karena merasa tidak puas dengan yang telah dicapai.

Keadaan tersebut memaksa SMA Negeri 1 Praya untuk berkompetisi

dengan sekolah-sekolah lain. Selain dengan sekolah-sekolah asing kompetisi itu

juga terjadi antar sekolah/sekolah di dalam negeri, baik sekolah-sekolah/sekolah-

sekolah yang dikelola pemerintah (negeri) maupun sekolah-sekolah/sekolah-

sekolah yang dikelola yayasan (swasta). Hal ini menyebabkan semakin tidak

diminatinya sekolah-sekolah yang tidak berkualitas oleh masyarakat. Sebaliknya

60
sekolah-sekolah yang berkualitas sangat diminati masyarakat dan akhirnya hanya

sekolah-sekolah yang berkualitas saja yang bisa survive (bertahan).

Kondisi kompetitif tersebut akhirnya harus memaksa SMA Negeri 1 Praya

untuk segera mencari alternatif terobosan pembaharuan di dunia pendidikan, agar

bisa survive dan tetapi diminati oleh masyarakat. Oleh karena itu, manajemen

sekolah harus mengacu kepada customer satisfaction (kepuasan pelanggan) dan

continous improvement (perbaikan secara terus-menerus). Dengan kata lain,

bahwa apa yang telah dilakukan oleh SMA Negeri 1 Praya merupakan upaya

pemenuhan kebutuhan, harapan dan tuntutan masyarakat terhadap pendidikan

yang berkualitas. Hal tersebut juga merupakan jawab terhadap kekhawatiran

masyarakat terhadap era globalisasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka diperlukan arah dan tujuan

yang jelas. Tujuan tersebut merupakan impian atau cita-cita yang ingin dicapai

oleh seluruh personel organisasi. Cita-cita di masa datang yang disepakati oleh

seluruh komponen organisasi/lembaga disebut dengan visi.

2. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran SMA Negeri 1Praya

a. Visi SMA Negeri 1 Praya

SMA Negeri 1 Praya ini memiliki visi. Adapun yang menjadi visi pada

SMA Negeri 1 Praya adalah: BERILMU, BERIMAN, TERDIDIK,

BERWAWASAN GLOBAL, BERBUDAYA LINGKUNGAN.

61
Visi tersebut di atas mencerminkan cita-cita sekolah yang berorientasi

ke depan dengan memperhatikan potensi kekikinian, sesuai dengan norma dan

harapan masayarakat. Indikator Visi SMA Negeri 1 Praya adalah:

BERILMU: Lulusan SMA Negeri 1 Praya menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) dan mampu berkompetisi di tingkat nasional maupun

global.

BERIMAN: Lulusan SMA Negeri 1 Praya mempunyai landasan iman yang

kokoh dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama (sesuai dengan ajaran agama

yang dianut) sehingga mampu membentengi dirinya dari pengaruh budaya

asing yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

TERDIDIK: Lulusan SMA Negeri 1 Praya menjunjung tinggi nilai-nilai

moral/etika yang sesuai dengan kepribadian bangsa.

BERWAWASAN GLOBAL: Lulusan SMA Negeri 1 Praya dapat

memperluas wawasan, bersosialisasi, dan bersaing di kancah nasional maupun

global.

BERBUDAYA LINGKUNGAN: Lulusan SMA Negeri 1 Praya dapat

menjaga dan melestarikan lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.

SMA Negeri 1 Praya sebagai sekolah “Adiwiyata Mandiri” diharapkan mampu

menjaga lingkungan sekolah yang kondusif (nyaman, bersih, rindang) untuk

menunjang proses belajar mengajar siswa.

b. Misi SMA Negeri 1 Praya

Untuk mewujudkannya, sekolah menentukan langkah-langkah strategis

yang dinyatakan dalam Misi berikut:

62
1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan belajar secara efektif sehingga

potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara optimal.

2. Memotivasi seluruh warga sekolah melalui bermacam pola dan strategi

agar semangat keunggulan dan berkompetisi dapat tumbuh secara intensif.

3. Meningkatkan peran guru bimbingan karier dalam membantu siswa

mengenal jati dirinya.

4. Menumbuhkembangkan suasana kehidupan yang religius di sekolah

sehingga tingkat berfikir dan bertindak dapat dilaksanakan secara arif dan

bijaksana.

5. Prinsip Reward dan Funishment diupayakan secara optimal dan konsisten

serta dijunjung tinggi oleh seluruh komponen sekolah.

6. Menumbuhkembangkan sikap proaktif semua warga sekolah yang didasari

oleh semangat demokrasi dalam upaya menciptakan budaya kerja dan

budaya belajar yang produktif.

7. Mengembangkan dan mengelola sarana pendukung sekolah yang

berbudaya lingkungan.

8. Membangun kemitraan dengan masyarakat untuk mewujudkan lingkungan

yang ramah.

c. Tujuan SMA Negeri 1 Praya

Tujuan SMA Negeri 1 Praya adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan prestasi akademik siswa dengan jalan menyeleksi

penerimaan siswa baru dan melakukan pembinaan pada calon siswa.

63
2. Terciptanya kehidupan religius di lingkungan sekolah yang tercermin dan

perilaku ihlas, mandiri, sederhana, ukhuwah, dan berkepribadian.

3. Terciptanya suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan

menyenangkan.

4. Terciptanya lingkungan sekolah yang sehat.

5. Terciptanya penerapan iptek bagi guru dan siswa pada seluruh mata

pelajaran.

6. Terwujudnya jumlah dan mutu guru yang mengajar sesuai dengan

keahliannya untuk mencapai proses pembelajaran yang berkualitas.

7. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung penyelenggaraan

kegiatan belajar mengajar yang berkualitas.

8. Mengoptimalkan penggunaan bahasa inggris di lingkungan sekolah.

9. Meningkatkan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan

potensi dan minat siswa.

10. Terciptanya lingkungan sekolah yang indah, sejuk, rindang, dan nyaman.

11. Tercapainya sekolah Adiwiyata Mandiri.

d. Sasaran

Kepala Sekolah dan Guru dengan persetujuan Komite Sekolah menetapkan

sasaran program, baik untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka

panjang. Sasaran program dimaksudkan untuk mewujudkan visi dan misi sekolah

seperti yang terrdapat pada tabel berikut:

64
Tabel 4.1: Sasaran Program Sekolah
SASARAN PROGRAM 4 SASARAN PROGRAM 4 SASARAN PROGRAM 4
TAHUN TAHUN KE 2 TAHUN KE 3
( 2007 / 2011 ) ( 2012 / 2016 ) ( 2017 / 2020 )
(Program Jangka Pendek) (Program Jangka Menengah) (Program Jangka Panjang)
1. Kehadiran Peserta didik, Guru 1. Kehadiran Peserta didik, 1. Kehadiran Peserta didik,
dan Karyawan lebih dari 95%. Guru dan Karyawan lebih Guru dan Karyawan lebih
dari 97%. dari 99 %.
2. Target pencapaian rata-rata 2. Target pencapaian rata-rata 2. Target pencapaian rata-
Nilai Ujian Akhir 6,01. NUAN lulusan 7,01. rata NUAN lulusan 8,00.
3. 75 % lulusan dapat diterima di 3. 80 % lulusan dapat diterima 3. 85 % lulusan dapat
PT, baik melalui jalur PMJK di PT baik melalui jalur diterima di PT baik
UMPTN maupun jalur lain. PMJK, UMPTN maupun melalui jalur
jalur lain. PMDK,UMPTN maupun
jalur lain.
4. Kegiatan intrakurikuler dan 4. Kegiatan intrakurikuler dan 4. Kegiatan intrakurikuler
ekstrakurikuler dapat menjadi ekstrakurikuler dapat dan ekstrakurikuler dapat
finalis dan juara di tingkat menjadi finalis di tingkat menjadi juara I di tingkat
propinsi nasional nasional
5. 35 % peserta didik dapat aktif 5. 75 % peserta didik dapat 5. 100 % peserta didik dapat
berbahasa Inggris secara aktif. aktif berbahasa Inggris aktif berbahasa Inggris
secara aktif. secara aktif.
6. 100 % peserta didik dapat 6. 100 % peserta didik dapat 6. 100 % peserta didik dapat
mengoperasikan mengoperasikan program mengoperasikan program
mengoperasikan program Ms komputer (Microsoft Word , komputer (Microsoft
Word dan Ms Excel Excel, Power point, Internet Word , Excel, Power
dan Photoshop). point, Internet, Photoshop
dan Bahasa Pemrograman
Pascal).
8. Memiliki ruang Lab. Komputer 8. Memiliki stadion mini dan 7. Penambahan 1 unit Lab.
dan Lab. IPS. Bengkel Matematika Komputer
9. Menjadi finalis lomba sekolah 9. Pencapaian sekolah 8. Pencapaian sekolah
adiwiyata tingkat provinsi. Adiwiyata Adiwiyta tahap Mandiri
tahap Pemberdayaan.

3. Keadaan Sekolah

1) Tanah dan Bangunan


Tanah sekolah sepenuhnya milik negara. Luas areal tanah seluruhnya 15.642

m2, luas bangunan 2.368 m2, dan di sekitar sekolah dikelilingi oleh pagar

sepanjang 606m. Untuk lebih jelas perhatikan tabel berikut:

65
Tabel 4.2: Keadaan Tanah dan Bangunan
No. JENIS LUAS/PANJANG SATUS
1 Tanah 15.642 m2 MILIK NEGARA
2 Bangunan 2.368 m2 MILIK NEGARA
3 Pagar 606 m MILIK NEGARA

2) Gedung Sekolah

Bangunan sekolah pada umumnya dalam kondisi baik. Jumlah ruang

kelas untuk menunjang kegiatan belajar memadai. Keadaan Gedung Sekolah

SMA Negeri 1 Praya seperti yang terdapat pada table berikut:

Tabel 4.3: Keadaan Gedung Sekolah SMA Negeri 1 Praya


NO NAMA RUANG JML RUANG LUAS KONDISI
1 Ruang Kepala Sekolah 1 72 m2 Baik
2 Ruang Kelas 34 1.656 m2 Baik
3 Ruang Laboratorium Bahasa 1 96 m2 Baik
4 Ruang Perpustakaan 1 92 m2 Baik
5 Ruang Guru 1 232 m2 Baik
6 Ruang Tata Usaha 1 72 m2 Baik
7 Ruang Bimbingan Konseling 1 60 m2 Baik
8 Ruang Komite Sekolah 1 12 m2 Baik
9 Ruang Lab. Komputer 3 80 m2 Baik
10 Ruang Lab. Multimedia 1 216 m2 Baik
11 Ruang Lab. Biologi 1 96 m2 Baik
12 Ruang Lab. Kimia 1 96 m2 Baik
13 Ruang Laboratorium Fisika 1 72 m2 Baik
14 Ruang Pertemuan 1 72 m2 Baik
15 Ruang Ekstrakurikuler 1 90 m2 Baik
16 Ruang Koperasi Siswa 1 27 m2 Baik
17 Musholla 1 600 m2 Baik
18 Kamar Kecil / WC 27 108 m2 Baik
19 Waserda 1 200 m2 Baik
20 Dapur 1 25 m2 Baik
21 Tempat Parkir - - -

3) Personil Sekolah

SMA Negeri 1 Praya didirikan pada tahun 1967 sesuai dengan surat

keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 109/SMA/B/III/67.

66
Pimpinan sekolah yang pernah bertugas di SMA Negeri 1 Praya sejak awal

berdirinya (1967) sampai saat ini adalah seperti yang terdapat pada tabel berikut:

Tabel 4.5: Urutan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Praya


NO. NAMA PERIODE TUGAS
1. Drs. H. M. Achwan Tahun 1967 s/d 1972
2. Adnan Muchsin, B.A. Tahun 1972 s/d 1980
3. Lalu Maliki, B.A. Tahun 1980 s/d 1984
4. Syafrudin Efendi, B.A. Tahun 1984 s/d 1989
5. Drs. H. Kasim Tahun 1989 s/d 1994
6. Drs. Achmad Tahun 1994 s/d 1999
7. H. Abdul Kadir, S.Pd Tahun 1999 s/d 2002
8. Drs. H. M. Amir Muzain, S.Pd, M.Pd Tahun 2002 s/d 2012
9. Drs. H. Lalu Juanda, S.Pd Tahun 2012 s.d. 2018
10. Drs. H. A. Jus’an, M.Pd Plt Tahun 2018 s.d. sekarang

Jumlah seluruh personil sekolah ada sebanyak 84 orang, terdiri atas guru 72

orang (51 orang Guru Tetap, 21 orang Guru Tidak Tetap), karyawan tata usaha

13 orang (11 orang Karyawan Tetap, 2 orang Karyawan Tidak Tetap), dan

pesuruh/petugas kebersihan/penjaga malam sebanyak 10 orang. Data

Selengkapnya terdapat pada Lampiran. Dari sejumlah guru, 80,25% yang

berstatus guru PNS dan guru Guru Tidak Tetap (GTT) sebanyak 19,75%.

1) Keadaan Peserta Didik

Jumlah peserta didik tahun pelajaran 2000/2001 s.d. 2017/2018 Jumlah

peserta didik SMA Negeri 1 Praya dari tahun pelajaran 2000/2001 sampai dengan

tahun pelajaran 2018/2019 terlihat dalam tabel berikut :

67
Tabel 4.6: Data Keadaan Peserta Didik SMA Negeri 1 Praya Tahun
Pelajaran 2014/2015 s.d. 2018/2019.
Tahun Jumlah
Kelas Jumlah
Pelajaran Keseluruhan
X 330
2014/2015 XI 316 920
XII 274
X 355
2015/2016 XI 331 1004
XII 318
X 356
2016/2017 XI 362 1050
XII 332
X 318
2017/2018 XI 367 1048
XII 363
X 337
2018/2019 XI 319 1021
XII 365

4) Keadaan peserta didik tahun pelajaran 2018/2019.

Jumlah peserta didik pada tahun pelajaran 2018/2019 seluruhnya berjumlah

1021 orang. Persebaran jumlah peserta didik antar kelas merata. Peserta didik di

kelas X ada sebanyak 11 rombongan belajar yang terdiri dari peminatan MIPA 8

rombongan belajar, peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2 rombongan

belajar dan peminatan Bahasa dan Budaya (BB) 1 rombongan belajar. Peserta

didik di kelas XI ada sebanyak 11 rombongan belajar yang terdiri dari peminatan

MIPA 8 rombongan belajar, peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 2

rombongan belajar dan peminatan Bahasa dan Budaya (BB) 1 rombongan belajar.

Sedangkan peserta didik di kelas XII ada sebanyak 11 rombongan belajar yang

terdiri dari peminatan MIPA 8 rombongan belajar, peminatan Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS) 2 rombongan belajar dan peminata Bahasa dan Budaya 1 rombongan

belajar.

68
Sebanyak 80 % peserta didik berasal dari Kecamatan Praya, sementara

sisanya yang 20% berasal dari luar Kecamatan Praya. Siswa yang berasal dari luar

Kecamatan Praya menggunakan sarana transportasi sepeda motor, mobil

angkutan, atau mereka kost di pemukiman penduduk yang berada di sekitar

lingkungan SMA Negeri 1 Praya.

Tabel 4.7. Keadaan Peserta Didik Tahun Pelajaran 2018/2019

Jumlah
Kelas Jumlah
Laki-laki Wanita
X Bahasa & Budaya 3 18 21
X MIPA 94 165 259
X IPS 29 28 57
XI Bahasa & Budaya 11 13 24
XI MIPA 90 150 240
XI IPS 24 31 55
XII Bahasa & Budaya 10 18 28
XII MIPA 108 163 271
XII IPS 28 38 66
JUMLAH 397 624 1021

5) Peserta Didik Tidak Naik Kelas dan Putus Sekolah/Droup Out

Peserta didik yang tidak naik kelas dan yang putus sekolah (Droup-Out) dari

tahun pelajaran 2014/2015 s.d. 2018/2019 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8: Data Peserta Didik Yang Tidak Naik Kelas dan Putus Sekolah.
Tahun Jumlah
Tidak Putus
Kelas Jumlah Keseluruh
Pelajaran Naik Sekolah/DO
an
X 330 - -
2014 / 2015 XI 316 920 - -
XII 274 - -
X 355 - -
2015 / 2016 XI 331 1004 - -
XII 318 - -
X 356 - -
2016 / 2017
XI 362 1050 - -

69
Tahun Jumlah
Tidak Putus
Kelas Jumlah Keseluruh
Pelajaran Naik Sekolah/DO
an
XII 332 - -
X 318 - -
XI 367 1048 - -
2017 / 2018
XII 363 - -

X 337 - -
2018 / 2019 XI 319 1021 - -
XII 365 - -

Keadaan peserta didik yang tidak naik kelas dan putus sekolah pada tahun-

tahun sebelum 2014-2015 disebabkan karena masih rendahnya kesadaran orang

tua dan peserta didik tentang arti pentingnya pendidikan, selain juga karena faktor

kesulitan ekonomi.

Untuk mengatasi kendala ekonomi, sekolah telah mengupayakan berbagai

bantuan dari berbagai pihak. Pada tahun pelajaran 2018/2019 peserta didik yang

mendapatkan bantuan biaya yang berupa beasiswa adalah Beasiswa Keluarga

Miskin (BKM) sebanyak 116 orang siswa, Beasiswa Siswa Berprestasi sebanyak

86 orang, Beasiswa Sampurna Foundation dan RSBI:

6) Perkembangan Nilai Rata-Rata UAN

Perkembangan nilai rata-rata UAN dari tahun pelajaran 2006/2007 sampai

dengan tahun pelajaran 2017/2018 adalah sebagai berikut

a. Peminatan Bahasa Budaya

Tabel 4.9. Perkembangan Nilai Ujian Nakhir Nasional pada Bidang Minat Bahasa
Budaya Tahun Pelajaran 2013/2014 sd 2017/2018
NO MATA PELAJARAN 13/14 14/15 15/16 16/17 17/18

1 BAHASA IND. 8,14 7,97 7,31 7,53 7,61


2 BAHASA INGGRIS 6,28 6,94 4,86 7,05 6,38
3 MATEMATIKA 7,03 6,54 6,08 4,96 4,88

70
NO MATA PELAJARAN 13/14 14/15 15/16 16/17 17/18

4 SASTRA IND. 8,46 7,59 7,26 7,19 7,85


5 ANTROPOLOGI 7,11 6,57 7,11 6,75 6,56
6 BAHASA ASING 6,69 7,3 7,69 7,07 7,80

b. Peminatan MIPA

Tabel 4.10. Perkembangan Nilai Ujian Nakhir Nasional pada Bidang Minat MIPA
Tahun Pelajaran 2013/2014 sd 2017/2018
NO MATA PELAJARAN 13/14 14/15 15/16 16/17 17/18

1 BAHASA INDONESIA 8,16 8,1 7,32 7,76 7,78


2 BAHASA INGGRIS 7,88 6,74 5,58 6,15 6,66
3 MATEMATIKA 6,28 6,95 5,2 4,22 4,48
4 FISIKA 6,62 7,2 5,2 4,69 5,1
5 KIMIA 6,75 6,59 5,47 5,31 5,22
6 BIOLOGI 6,58 6,48 6,3 5,39 6,06

c. Peminatan IPS

Tabel 4.11. Perkembangan Nilai Ujian Nakhir Nasional pada Bidang Minat IPS
Tahun Pelajaran 2013/2014 sd 2017/2018
NO MATA PELAJARAN 13/14 14/15 15/16 16/17 17/18

1 BAHASA INDONESIA 8,25 7,99 7,15 7,38 7,46


2 BAHASA INGGRIS 7,47 6,32 4,77 5,61 6,03
3 MATEMATIKA 7,06 6,93 4,35 3,86 3,93
4 EKONOMI 6,88 6,41 6,3 6,00 6,00
5 SOSIOLOGI 7,17 6,67 5,56 6,58 6,27
6 GEOGRAFI 5,91 6,19 6,64 5,83 7,88

4. Pekerjaan Orang Tua Peserta Didik

Wilayah kabupaten Lombok Tengah terdiri dari 12 Kecamatan, 112 Desa,

dan 12 Kelurahan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah petani.

Sementara itu mata pencaharian otang tua/wali murid siswa SMA Negeri 1 Praya

71
adalah sebagai berikut: PNS sebanyak 545 orang atau sama dengan 53,38%,

TNI/Polri sebanyak 40 Orang sama dengan 3,92 %, Pegawai Swasta sebanyak 37

Orang sama dengan 3,62 %, Petani sebanyak 210 Orang atau sama dengan

20,57%, Pedagang sebanyak 79 sama dengan 7,74% dan pekerjaan lain-lain

sebanyak 110 orang sama dengan 10,77 %.

5. Kerjasama Sekolah

a) Kerja Sama Dengan Komite Sekolah

Sesuai dengan Surat Keputusan Kepala SMA Negeri 1 Praya Nomor:

307/I20.1/SMU.01/LL/2002 tanggal 9 Agustus 2002 tentang Pembentukan

Komite Sekolah SMA Negeri 1 Praya. Adapun peran dan fungsi Komite

Sekolah adalah:

Peran:

1. Pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan

pendidikan di satuan pendidikan.

2. Pendukung baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga

dalam penyelenggraan pendidikan di satuan pendidikan.

3. Pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan

dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan

pendidikan.

Fungsi:

1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap

penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

72
2. Melakukan kerja sama dengan masyarakat dan pemerintah berkenaan

dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan dan berbagai

kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.

4. Memberi masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan

pendidikan mengenai:

 Kebijakan dan program pendidikan

 Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS)

 Kriteria kinerja satuan pendidikan

 Kriteria tenaga kependidikan

 Kriteria fasilitas pendidikan, dan

 Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan

5. Mendorong otang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan

guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan

pendidikan di satuan pendidikan.

7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program

penyelenggaan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

b) Kerja sama dengan Alumni.

Kerja sama antara sekolah dengan alumni belum dapat digali secara

maksimal mengingat keberadaan alumni yang telah menyebar ke berbagai daerah

di Indonesia, sementara komunikasi belum berjalan dengan lancar.

73
B. Deskripsi Data dan Hasil Penelitian

1. Manajemen Pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya

a. Pemimpin yang Transformatif Visioner

Sosok pemimpin yang ada di SMA Negeri 1 Praya merupakan tipe

pemimpin yang sesuai untuk mengelola sebuah lembaga yang menerapkan

prinsip manajemen modern. Hal dapat terlihat melalui beberapa ciri dan upaya

pemimpin atau kepala sekolah dalam mengelola lembaga pendidikannya.

Diantaranya indikatornya dapat dilihat sebagai berikut:

(1) Kepala sekolah menunjuk kepada proses membangun komitmen terhadap

sasaran organisasi dalam memberi kepercayaan kepada para pegawai

untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.

(2) Kepala sekolah mencoba menimbulkan kesadaran kepada para pegawai

dengan menyampaikan cita-cita dan gagasan yang lebih tinggi, mencoba

menimbulkan kesadaran, keadilan dan kemanusiaan. Bukan didasarkan

atas kebencian dan keserakahan.

(3) Kepala sekolah selalu menyampaikan gagasan an ide-ide barunya dalam

setiap rapat atau kegiatan lainnya dan mengobarkan visi dan misi yang

sangat kuat.

(4) Para pegawai merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan

hormat kapada pemimpin dan mereka termotivasi untuk melakukan

sesuatu dengan lebih baik.

74
b. Prioritas Usaha Pada Jangka Panjang

Sebuah visi organisasi atau lembaga merupakan suatu cita-cita jangka

panjang yang harus ditempuh dengan misi yang kuat. Sebagai salah satu

lembaga pendidikan modern di SMA Negeri 1 Praya menerapkan manajemen

strategi untuk menformulasikan strateginya.

Perencanaan strategik tersebut memiliki peran stimulasi dan stimulasi.

Perencanaan strategic memuat stimulasi masa depan yang diinginkan dan

sekaligus pula merupakan stimulasi pagi ekskutif untuk bertanggung jawab

melaksanakan rencana yang telah disusun. Hal ini sesuai dengan apa yang

diungkapkan oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Praya Drs. H. A. Jus'an,

M.Pd:

"SMA Negeri 1 Praya tidak berakhir sampai di sini walaupun kita


punya tenaga pendidik yang cukup profesional dan fasilitas sekolah
yang cukup baik, karena kita punya rencana ke depan untuk
sekolah ini. Bahwa sekolah ini harus mampu menjadi sekolah
percontohan tidak hanya pada scope wilayah Lombok Tengah
tetapi seluruh Indonesia. Oleh karena itu, tugas kita masih sangat
besar untuk mencapai cita-cita tersebut. Kita harus memperbaiki
mutu baik input maupun out put, selain itu juga mutu proses harus
kita jaga betul dan masih banyak lagi PR yang akan kita kerjakan
selanjutnya. (W/Kepsek/11.2d/24-5-2019).

c. Menumbuhkan Motivasi Para Pegawai

Dalam manajamen modern yang terpenting untuk mengembangkan suatu

organisasi atau lembaga bukan aspek materiil tetapi aspek sumber daya

manusia (SDM) menjadi prioritas utama. Melihat pentingnya aspek sumber

daya manusia, maka SMA Negeri 1 Praya berupaya untuk menumbuhkan

75
motivasi para pegawai, baik dari aspek pemenuhan kesejahteraan para

pegawai, komitmen serta penghargaan terhadap mereka.

Hal ini dapat dilihat melalui hasil wawancara penulis dengan Kepala

Sekolah Drs. H. A. Jus'an, M.Pd:

"Pertama, guru-gurunya jelas jenjang karirnya, itu merupakan


motivasi secara tidak langsung, mereka merasa diperhatikan.
Seperti pegawai TU dan guru honorer sistem gaji yang kita
gunakan mirip seperti penghasilan pegawai negeri, tetapi rupiahnya
tidak sama, tapi kita yakinkan mereka dengan “open management”
semua tahu. Kemudian pelibatan semua komponen dalam
penyusunan program.” (W/Kepsek/No.11.2a/24-5-2019).

d. Meningkatkan Kemampuan dan Kreativitas

Pada organisasi modern peningkatan kompetensi dan kreativitas pegawai

merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam rangka mencapai tujuan. Melihat

pentingnya sebuah kompetensi (kemampuan) serta kreativitas para guru dan

pegawai, maka SMA Negeri 1 Praya melakukan berbagai macam bentuk

pendidikan dan pelatihan kepada para guru dan pegawai. Hal ini dapat dilihat

melalui wawancara peneliti dengan Hj. Rini Limaya W, S.Psi, mengatakan

bahwa:

“Mengenai pengelolaan guru, biasanya melalui pelatihan, misalnya


ESQ, secara bergantian kita mengirimkan guru-guru, kemudian
juga dikirim ke LPMP Provinsi NTB atau bahkan ke Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Sekolah kita sangat
diperhatikan oleh Dikbud Provinsi. Kita secara bergantian tidak
guru-guru itu saja, untuk menjadi lebih baik semuanya harus bisa,
kalo sudah dikirim untuk melaksanakan pelatihan guru nantinya
harus menfloorkan kepada guru-guru yang lain.”
(W/Waksis/No.7/30 Mei 2019).

Di samping berbagai macam kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi para

guru dan karyawan. SMA Negeri 1 Praya juga mewajibkan bagi setiap guru

76
kreatif dalam membuat berbagai materi maupun media belajar bagi siswa. Hal

ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Sekolah Drs. H. A. Jus'an,

M.Pd dalam paparan wawancara berikut ini:

“Untuk tahun depan target kita baik sekolah dan terutama bagi
guru-guru adalah membuat media pembelajaran sebanyak-
banyaknya.” (W/Kepsek/No.11.2d/14 Juni 2019).

e. Memberi Penghargaan Baik secara Materiil Maupun Non Materiil

Filosofi modern menghendaki bahwasannya sebuah penghargaan tidak

hanya berupa sesuatu hal yang bersifat materiil saja akan tetapi hal yang

bersifat non-materiil penting untuk diberikan kepada para pegawai yang

memiliki prestasi atau unjuk kerja yang baik. Sebagai sebuah lembaga modern

SMA Negeri 1 Praya memberikan penghargaan baik berupa tunjangan maupun

kegiatan pendidikan dan pelatihan. Hal ini seperti yang diungkapkan kepala

sekolah SMA Negeri 1 Praya Drs. H. A. Jus'an, M.Pd sebagai berikut:

"Kita berupa untuk memberikan perhatian yang baik terhadap


semua pegawai, baik dari aspek kesejateraan (gaji) maupun reward
terhadap mereka. Selain itu pada setiap bulannya kita juga
memberikan kesempatan kepada para guru untuk ikut serta atau
kita delegasikan mereka dalam kegiatan pelatihan agar semua guru
di sini memiliki kekampuan yang rata-rata, sehingga kondisi
sekolah tetap stabil walaupun ada beberapa guru yang diangkat
sebagai PNS pada setiap rahunnya. (W/Kepsek/No.11.b/24-5-
2019).

Di samping penghargaani kepada para pegawai. Di SMA Negeri 1 Praya

juga diberikan penghargaan kepada para siswa. Untuk menumbuhkan semangat

anak dalam pembelajaran SMA Negeri 1 Praya menggunakan sistem point

prestasi atau bintang untuk memacu siswa dalam belajar. Berdasarkan

pengamatan peneliti dilapangan anak sangat senang dan bangga sekali ketika

77
mereka mendapatkan point prestasi, sehingga mereka berkompetisi untuk

mendapatkan point tersebut. Hal ini juga dalam dilihat melalui wawancara

peneliti dengan Drs. H. Ahmad Damyati, M.Pd. Sebagaimana paparan berikut:

“Untuk memotivasi anak dalam belajar, kita ada sistem reward and
punishment. Ada point prestasi dan bintang prestasi, misalnya kalo
ada dapat nilai bagus dapal PR (pekerjaan rumahnya), maka
tergantung gurunya mau diberi point berapa, bisa 3 atau 4 point.
Kalau dimatematika ada bintang prestasi, bedanya kalo poin
prestasi, bentuknya gambar-gambarl, kalo bintang prestasi
bentuknya tropi, kemudian di akhir semester akan diambil tiga
siswa terbaik untuk tiap bidang studinya, yaitu terutama yang
nilainya terbanyak agama dan tebanyak umum. Dari dua kategori
itu kita ambil tiga anak, jadi ada enam orang. Biasanya hadiahnya
berupa bingkisan, tetapi untuk yang bintang kelas kita beri tropi
pada saat wisuda, itu diberikan untuk setiap kelas.”
(W/Wakur/No.2d/30 Mei 2019).

2. Faktor Pendukung Manajemen Pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya

a) Perencanaan Pembelajaran

Agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik diperlukan sebuah

perencanaan yang baik dan matang, serta komitmen yang tinggi terhadap

program yang sudah ditetapkan. Membuat perencanaan adalah syarat mutlak

bagi organisasi yang menerapkan prinsip-prinsip manajemen modern, karena

tanpa perencanaan yang baik dan matang, maka sudah dapat diprediksi tujuan

yang ditetapkan sebelumnya tidak dapat tercapai atau bahkan dapat berakhir

dengan kegagalan. Ini bisa saja terjadi karena tanpa perencanaan, program

yang dilaksanakan tidak akan dapat terarah dalam rangka mencapai tujuan

pembelajaran di sekolah.

Dalam rangka dengan perencanaan program pembelajaran, maka kepala

sekolah setiap semester mengadakan kegiatan “Raker” untuk merumuskan

78
program-program serta langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. hal

ini dapat diungkap melalui wawancara penulis dengan Wakil Kepala Sekolah

sebagai berikut:

“Perencanaan pembelajaran biasanya kita tuangkan semua bentuk


program pada raker, jadi nanti di Raker itu akan ada sesuatu yang
kita tuangkan, karena Raker itu adalah evaluasi dan lain-lain.
Karena di sana kelebihan dan kekurangan akan disampaikan
tentang hal-hal yang belum dilaksanakan dan hal-hal yang baik
tetap dilakukan untuk tahun pelajaran berikutnya. Program di
Raker itu sudah disiapkan, tidak mentah. Untuk tahun depan apa
target yang ingin di capai, pembelajaran apa dalam kurikulum,
bagaimana dalam kesiswaan dan program itu direncanakan dalam
satu tahun. Dan kemudian setiap tahun jelas ada perbedaan,
tergantung apa yang ingin kita sampaikan dan apa yang ingin kita
targetkan tahun depan. (W/Wakur/No.1.1a/30 Mei 2019).

Dengan adanya program perencanaan yang jelas, maka diharapkan

program pembelajaran yang ada di sekolah dapat dicapai dengan maksimal.

Perencanaan program sekolah di SMA Negeri 1 Praya diadakan setiap satu

tahun sekali pada waktu liburan. Masing-masing Wakil Kepala Sekolah serta

koordinator Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) membawa usulan

program yang akan dibahas dalam raker. Hal ini bertujuan menentukan

program-program sekolah ke depan, sehingga dalam pelakanaannya nanti ada

acuan dan target yang jelas. Hal ini sebagaimana data di bawah ini;

“Segala sesuatu bentuk perencanaan apapun di SMA Negeri 1


Praya biasanya di awali pada musim liburan, ada Waka,
Kurikulum, Waka Keuangan dan Kesiswaan, semua membuat
program, kemudian ditawarkan pada forum, kemudian naik lagi
pada sidang pleno apakah program itu dijalankan atau tidak, jadi
semua rencana sudah ada baik yang tertulis maupun waktu
pelaksanaannya.” (W/Wakur/No.22.1a/15 Juni 2019).

Hal tersebut diperkuat melalui data berikut ini:

79
Waka Kurikulum, Waka Keuangan dan Waka Kesiswaan masing-
masing menuangkan program kerjanya untuk periode pembelajaran
2018/2019 dalam raker yang dibahas pada kamis 13 Juni 2018 di
SMA Negeri 1 Praya. Hal ini merupakan kegiatan rutin setiap awal
tahun pelajaran pada hari libur. Hal ini dimaksudkan untuk
menyusun kembali program-program pembelajaran berdasarkan
hasil evaluasi pembelajaran sebelumnya. (D/PKM/13 Juni 2019).

Di dalam proses perencanaan, SMA Negeri 1 Praya memiliki satu prinsip

dan pandangan filosofis sebelum merencanakan suatu program. Bahwasannya

dasar utama yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan yaitu sikap

amanah dan keinginan untuk melayani siswa. Jadi apapun bentuk program

yang akan direncanakan harus berorientasi pada tujuan yaitu untuk melayani

siswa. Hal ini sebagaimana wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah

sebagai berikut:

“Perencanaan pembelajaran kita, didasarkan pada keinginan untuk


melayani, karena kita diberi amanah.” (W/Kepsek/No.10.1a/14 Juni
2019).

Setelah proses perencanaan sekolah secara umum ditetapkan dalam raker,

maka proses perencanaan selanjutnya adalah perencanaan program

pembelajaran selama satu semester atau satu tahun. Perencanaan ini

merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh guru-guru dalam proses

pembelajaran atau lebih lazimnya disebut dengan perencanaan administrasi

pembelajaran. Seperti membuat Prota, Promes dan Jurnal. Sebagaimana hasil

wawancara peneliti dengan Ir.H.Suhaeni, S.Pd, mengatakan;

“Perencanaannya mulai dari perencanaan pertingkatan kelas, kelas


X sampai kelas XII dan perencanaan ini biasanya di awal tahun
sudah direncanakan, kalau perencaanaan tentang strategi
pembelajaran di awal semester. Kemudian pada waktu liburan
dipersiapkan perencanaan pembelajaran mulai dari administrasinya
dan apa yang akan diajarkan.” (W/Guru/No.13.1b/14 Juni 2019).

80
Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Dra. Hj. Sri Hartatiningsih, sebagai

berikut:

“Proses perencanaan kita di awali dengan kita membuat rencana


pembelajaran, kemudian Prota, trus dibagi-bagi ke Promes dan
program mata pelajaran, setiap dalam periode tertentu kita
membentuk perencanaan yang berupa evaluasi per semester.”
(W/Hj.Sri N/No.19.1a/15 Juni 2019).

Kelengkapan administrasi pembelajaran harus diserahkan di awal tahun,

sehingga guru tinggal menjabarkannya dalam jurnal. Hal tersebut sebagaimana

wawancara berikut:

“Untuk perencanaan pembelajarannya, kita sudah ada panduannya


dari sekolah tinggal menjabarkan, untuk satpelnya dipakai selama
satu tahun, kemudian setiap tatap muka ada jurnal yang harus diisi
oleh guru dan drafnya sudah disediakan oleh sekolah”.
(W/Guru/No.16.1a/14 Juni 2019).

b) Pengelolaan Siswa

1) Seleksi siswa

Dalam rangka memiliki input siswa yang berkualitas, sangat bergantung

pada kualitas rekrutmen (seleksinya). Semakin baik prosesnya, semakin besar

pula kemungkinan untuk mendapatkan individu-individu calon siswa.

Memahami pentingnya hal tersebut, maka upaya yang dilakukan SMA Negeri

1 Praya adalah mengadakan seleksi masuk siswa secara ketat. Seleksi ini

terdiri dari dua macam yaitu: pertama, tes umum dari sekolah, dan kedua, tes

psikologi dan IQ oleh tim dari mitra yang bekerjasama dengan sekolah. Hal ini

dapat dilihat melalui wawancara dengan Bapak Hamdan, M.Ag berikut ini:

“Untuk proses seleksi siswa baru kita memberlakukan dua model,


pertama adalah tes psikologi dan IQ dari tim mitra yang
bekerjasama dengan sekolah untuk menentukan penjurusn dan

81
minat serta bakat siswa, yang kedua adalah tes umum dari sekolah
yang mencakup aspek pengetahuan dan agama”.
(W/Wakur/No.23.2b/15 Juli 2019).

2) Pengelompokan siswa

Untuk menciptakan pembelajaran yang kondusif, sekolah berupaya untuk

mengelola siswa secara baik mulai dari proses penempatan, pengelompokan

dan upaya peningkatan prestasi siswa. Di SMA Negeri 1 Praya penempatan

dan pengelompokan siswa dilakukan secara heterogen, hal ini di dasarkan

pada panduan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi, sebagaimana dapat

diilihat melalui data sebagai berikut:

“Untuk pengeloaan kelas yang berdasarkan KBK, kita tidak


memakai kelompok secara homogen, akan tetapi secara heterogen,
jadi tidak ada perbedaan antara anak yang prestasinya rata-rata
dengan yang prestasinya di bawah rata-rata atau di atas rata, karena
mereka sudah dicampur. Kecenderungan untuk sekarang, baik
untuk di SMA Negeri 1 Praya atau di MIN karena mengacu kepada
kurikulum, maka kita harus memenuhi itu dulu, bukan
memaksakan keinginan dari sekolah. (W/Wakur/No.2a//30 Mei
2019).

Walaupun sekolah menggunakan sistem pengelompokan secara

heterogen, sekolah juga memperhatikan siswa-siswa yang mempunyai prestasi

di atas rata-rata dan dibawah rata, hal ini sebagai bagian dari proses pelayanan

pendidikan yang profesional kepada siswa, sebagai mana data berikut ini:

“Dalam proses pembelajaran perlakuan kita terhadap anak-anak


yang rata-rata dan di bawah rata-rata adalah sama, akan tetapi pada
saat tertentu kita perlakukan khusus. Caranya kita lakukan
pembelajaran bersama kemudian kita evaluasi, setelah evaluasi
pertama akan kelihatan mana yang masuk rata-rata dan mana yang
masuk di bawah rata-rata, kemudian nanti akan dilakukan evaluasi
tingkat kedua, yang di atar rata-rata akan dilakukan pengayaan,
yang di atas rata-rata diambil suatu kebijakan boleh ikut boleh
tidak, sedangkan untuk yang di bawah rata-rata dia harus remidi

82
atau tingkat evaluasinya diturunkan sesuai dengan kompetensi
dasar yang telah ditentukan.” (W/Wakur/No.2a/30 Mei 2019).

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Drs. H. Muchin Amin salah satu guru

BP/BK di SMA Negeri 1 Praya:

“Untuk siswa, kadang-kadang dilakukan pengelompokan


berdasarkan kemampuan agar anak yang tidak bisa menjadi
mandiri, kemudian kadang-kadang kita juga mencampur anak yang
kurang dan pintar biar mereka saling mengisi dan saling memberi
masukan.” (W/Guru/No.17.2a/14 Juni 2019).

Selain pengelompokan kelas secara heterogen, guru-guru di SMA Negeri

1 Praya diberikan kebebasan untuk mengatur dan mengelompokkan siswa,

baik berdasarkan prestasi, aspek psikologis, cara berperilaku dan lain

sebagainya. Misalnya anak yang mimiliki sifat kinestetik (suka bergerak)

mereka dikumpulkan dengan anak yang memiliki sifat yang sama, cara ini

digunakan oleh para guru untuk memudahkan dalam monitoring kegiatan

belajar pada anak. Hal tersebut dimaksudkan agar guru lebih mudah dalam

mengelola pembelajaran di dalam kelas, di samping itu tempat duduk anak-

anak bisa berubah-ubah sesuai dengan kebijakan guru yang mengajar, hal

tersebut dimaksudkan agar siswa dapat mengenal semua teman yang ada di

kelasnya dan bisa bersosialisasi dengan baik. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada data berikut:

“Dalam penyusunan atau pengelolaan siswa di kelas, guru


diizinkan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan
kemampuannya. Di baris pertama misalnya, ditaruh anak-anak
yang di bawah rata-rata, di baris belakang di taruh anak-anak yang
di atas rata-rata, atau sebaliknya. Nah! Hal ini akan memudahkan
guru dalam memantau siswa-siswi, bisa saja nanti yang di atas rata-
rata masuk ke kelompok yang di bawah rata-rata. Intinya
sebenarnya adalah untuk memudahkan dalam memonitoring anak,
dan untuk pembelajaran individu atau kelompok mereka sama.

83
Akan tetapi untuk memudahkan monitoring mereka perlu
dikelopokkan, misalnya dari aspek kinestetik, yang suka bergerak
kita kelompokkan mereka, kita suruh untuk maju mengerjakan
soal-soal, yang suka gambar kita ajak ke audio visual.”
W/Wakur/No.2a/30 Mei 2019).

Data di atas diperkuat oleh data berikut ini:

“Salah satunya sudah disetting oleh wali kelas dan juga oleh guru-
guru yang mengajar. Kalo saya sering memberi pengertian kepada
anak-anak, misalnya memberi informasi kepada anak-anak. Kalo
sebelum masuk kelas siswa disiapkan oleh yang piket atau ketua
kelas, kemudian masuk dan dilakukan kegiatan literasi dengan
berdo’a sampai jam 7 kemudian baru pelajaran. Kemudian untuk
pengelompokan siswa di dalam kelas sangat bervariasi tergantung
guru, satu bulan sekali pasti posisi mereka dirubah dan posisi
bangkunya juga berubah, jadi siswa tidak hanya main dengan satu
teman, tapi mereka bisa bersosialisasi. Dengan semua teman-teman
di dalam kelas, minimal bisa mengenali masing-masing karakter
dari siswa yang lain. Kemudian untuk pengelompokan kelas disini
heterogen tidak homogen. (W/Waksis/No.6.2a/30 Mei 2019)

3) Pengelolaan Guru

Guru adalah salah satu komponen terpenting dalam proses belajar-mengajar,

yang berperan dalam pembentukan sumber daya manusia yang potensial, oleh

karena itu guru yang merupakan salah satu unsur di bidang pendidikan harus

berperan aktif sebagai tenaga yang profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat

yang semakin berkembang. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap

diri guru itu terletak tanggung jawab untuk membawa para siswanya pada suatu

kedewasaan atau taraf kematangan tertentu.

SMA Negeri 1 Praya memberikan kesempatan bagi para guru untuk ikut

serta dalam pelatihan-pelatihan dalam rangka meningkatkan kompetensi mereka

dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilihat melalui data wawancara sebagai berikut:

84
“Sekolah punya program latihan setiap tahunnya bagi guru baik
untuk keterampilan belajar, mengajar atau keterampilan baru
tentang pembelajaran yang ditemukan oleh tokoh-tokoh baru,
lembaga atau konsorsium. Maka akan kita ambil tanpa menunggu-
nunggu lagi. Kita”.(W/Wakur/No.3/30 Mei 2019).

Untuk semakin meningkatkan kualitas guru, sekolah mengadakan hubungan

dengan pihak-pihak yang luar terkait dengan pendidikan. misalnya MGMP

(Musyawarah Guru Mata Pelajaran), di samping itu juga ada KKKS (Kelompok

Kerja Kepala Sekolah). Hal ini sebagaimana ungkapan Lalu Ruspandi salah satu

guru SMA Negeri 1 Praya, sebagai berikut:

“Mulai dari usaha pemenuhan media-media pembelajaran, training


atau pelatihan untuk guru-guru, kemudian kegiatan relasi MGMP
(Musyawarah Guru Mata Pelajaran), di samping itu juga ada
KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah).” (W/Guru/No.14.2a/14
Juni 2019).

Data ini diperkuat oleh informasi yang diberikan oleh Nurmiana, M.Pd

salah satu guru di SMA Negeri 1 Praya:

“Salah satunya adalah mengikuti MGMP (Musyawarah Guru Mata


Pelajaran) kemudian sekolah berusaha untuk mendatangkan trainer
dari luar untuk pelatihan baik bidang studi umum atau agama,
selain itu juga mengadakan atau mengirim guru-guru untuk
seminar, kemudian juga studi banding.” (W/Guru/No.20.2/15 Juni
2019).

4) Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar

Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka

diperlukan suatu pengelolaan terhadap proses tersebut. Adapun secara teknik

pengelolaan proses pembelajaran diserahkan kepada Waka Kurikulum, akan tetapi

dalam prakteknya pengelolaan pembelajaran itu dilakukan oleh semua komponen

85
di dalam sekolah termasuk guru. Sebagaimana hasil wawancara dengan kepala

SMA Negeri 1 Praya, sebagai berikut:

“Secara teknis ditangani oleh Waka Kurikulum, tapi semua


komponen di sekolah harus tahu, agar tujuan kita bisa tercapai,
yang pertama kedisiplinan guru, persiapan pembelajaran, fokus
pada pembelajaran. (W/Kepsek/No.10.1d/14 Juni 2019).

Pengelolaan proses pembelajaran merupakan hal penting dalam

pembelajaran, karena suatu hasil akhir yang baik dalam pembelajaran sangat

ditentukan oleh proses pembelajaran yang baik pula. Sebagaimana yang

dituturkan oleh Nurmiana, M.Pd salah satu guru SMA Negeri 1 Praya:

“Kalo saya yang terpenting bukankan nilai yang meraka dapatkan,


tetapi prosesnya karena itu yang menjadi dasar bagi mereka.”
(W/Guru/No.13.1d/14 Mei 2019).

Selain itu, dalam pengelolaan proses pembelajaran guru dituntut untuk

kreatif dan inovatif, sehingga pembelajaran di kelas dapat menarik, sehingga

siswa dapat termotivasi dalam belajar. Penggunaan beberapa metode Quantum

digunakan di SMA Negeri 1 Praya agar proses belajar lebih baik. Hal ini

sebagaimana wawancara dengan Nurmiana, M.Pd, salah seorang guru di SMA

Negeri 1 Praya:

“Untuk mengelola proses pembelajaran kita menggunakan


beberapa metode yaitu Quantum Teaching dan Learning, kadang-
kadang juga menggunakan metode SMS dan BrainGym agar anak
bisa fresh lagi, karena menurut penelitian BrainGym dapat
menyeimbangkan otak kanan dan kiri, kalau Quantum Teaching
juga merupakan pembelajaran dengan istilah TANDUR, yaitu
Tanamkan, kemudian anak harus MengAlami, kemudian meNamai,
Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan. (W/Guru/No.19.1d/15 Mei
2019).

Berdasarkan observasi peneliti dan wawancara dengan informan di

lapangan, sebelum siswa masuk kelas terlebih dahulu semua siswa di sambut oleh

86
guru-guru yang berada di pintu gerbang dengan mengucapkan salam. Hal ini

dimaksudkan agar guru lebih dekat dengan anak dan lebih mengenal pribadi anak.

Penjelasan tersebut dapat dilihat melalui data berikut ini:

“Tepatnya pukul 6.30 siswa-siswi sudah mulai berdatangan di


sekolah, mereka disambut hangat dan mesra oleh guru dengan
ucapan “Assalamualaikum dan mereka menjawab wa’alikum
salam”, sambil mencium tangan bapak/ibu guru yang sudah
menyambut mereka. Guru-guru SMA Negeri 1 Praya berada
dipintu gerbang untuk menyabut kedatangan para siswa,
kebanyakan dari siswa sudah hadir sebelum pukul 6.15 WIB,
mereka diantar oleh orang tua/wali, ada juga yang menggunakan
jasa antar jemput. Ada sekitar empat sampai lima guru yang
menyambut kedatangan pada siswa, hal ini disesuaikan dengan
jadwal piket yang sudah ditetapkan. Orang tua/wali siswa hanya
mengantar mereka sampai dipintu gerbang. Kemudian siswa
menuju kelas masing-masing. (003: 6.30 – 13.00/O).

Hal ini juga diperkuat oleh hasil wawancara dengan Drs. H. Lalu Juanda

seperti paparan berikut ini:

“Guru dibiasakan untuk piket dipintu gerbang biar mereka lebih


dekat dengan anak-anak, kemudian pembiasaan yang lain yaitu
masing-masing guru memberikan reward pada anak yang lebih dari
yang lain, dengan beberapa cara diantaranya dengan bentuk
permainan, yaitu belajar sambil bermain.” (W/Waksis/No.6.2b/30
Mei 2019).

5) Pengelolaan Metode

Penggunaan metode yang tepat akan sangat mendukung keberhasilan proses

pembelajaran di sekolah. Ada berbagai macam metode yang bisa digunakan dalam

pembelajaran. Di SMA Negeri 1 Praya semua metode dapat digunakan, akan

tetapi harus berpusat kepada siswa dan siswa harus terlibat. Sekolah menggunakan

metode Quantum dalam pembelajaran, hal ini sebagaimana wawancara dengan

Drs. H. A. Jus'an, M.Pd sebagai berikut:

87
“Yang terpenting adalah terjadinya pelibatan anak dalam
pembelajaran, yang paling pokok adalah metodologi, metodologi
yang kita gunakan kita sarikan dari metodologi yang sudah ada
yaitu Quantum teaching, Quantum Learning atau pembelajaran
PAKEM, yaitu pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan.
(W/Kepsek/No.10.1c/14 Juni 2019).

Data ini diperkuat oleh ungkapan Lalu Ruspandi, S.Pd, mengatakan:

“Untuk metode secara garis besar bisa kita katakan menggunakan


Quantum Teaching dan Quantum Learning, dalam QTL ada
program-program di dalamnya, yaitu: Mind Mapping, Brain Gym,
PAKEM dan lain sebagainya. Kalau saya sendiri melihat struktur
dari pokok cabang-cabang di bawahnya, kemudian ditambah
dengan simbol-simbol. Kalo BrainGym itu adalah senam otak,
biasanya diselingi pada saat anak jenuh, maka diisi dengan senam
otak. Contohnya dengan tembakan-tembakan seperti ini atau kita
pukul meja denga ketukan tertentu, atau dengan kode-kode tertentu.
Misal kalo spidol biru bilang Allahu Akbar, kalo misalnya ada
yang keliru, spontanitas kan ada yang tertawa, selain itu untuk
gerakan-gerakan kaki itu ada kalo kita lagi melakukan
pembelajaran di luar kelas. Kemudian PAKEM merupakan
pembelajaran Aktif, Kreatif, Inovatif, dan Menyenangkan intinya
adalah anak diajak untuk belajar kreatif dan sebagainya, intinya
tidak jauh dari Quantum Teaching yang menekankan pada
pembelajaran yang menyenangkan bagi anak-anak.
(W/Wakur/No.1b/30 Mei 2019).

Dalam penerapannya SMA Negeri 1 Praya tidak hanya menggunakan

Quantum Teaching dan Learning, akan tetapi memadukan dari berbagai macam

metode yang ada dan sudah teruji dalam pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar

siswa tidak bosan dalam proses pembelajaran, karena guru bisa menggunakan

berbagai metode. Akan tetapi sekolah melarang guru terlalu sering menggunakan

metode ceramah, hal ini dikarenakan tidak sesuai dengan Kurikulum 2013 dan

prinsip pembelajaran Quantum. Sebagaimana data berikut ini:

“Kemudian ada lagi Super Learning, Contextual Learning, tapi kita


ambil substansinya, jadi tidak kita ambil Quantum Teaching dari A
sampai Z, sehingga bisa kita sebut sebagai Gado-gado. Kita ambil
substansinya ternyata sama bahwa pembelajaran harus 70 persen

88
pelibatan anak dalam pembelajaran tidak boleh tergesa-gesa guru
menyampaikan pembelajaran.” (W/Kepsek/10.1c/14 Juni 2019).

Hal ini diperkuat oleh informasi Bujairimi, S.Pd, sebagai berikut:

“Semua guru bebas untuk mengelola metode, yang terpenting


adalah anak senang, kalo saya metode yang dipakai tidak sama
dengan yang kemarin, yang jarang sekali saya gunakan adalah
metode ceramah, untuk ceramah hanya 20 persen saja.”
(W/Guru/No.14.2b/14 Juni 2019).

Data di atas, juga diperkuat oleh ungkapan Nurmiana, M.Pd salah seorang

guru kelas di SMA Negeri 1 Praya:

“Pada inti semua metode dipakai, tergantung kondisi anak,


misalnya persiapan kita ini, tapi dilapangan ternyata kondisi
berbeda, kalo saya sering menggunakan metode bermain, kalo
misalkan bahasa inggris, saya mendisain pembelajaran agar
menarik bagi anak-anak.” (W/Guru/No.17.2b/14 Juni 2019).

Juga semakin diperkuat lagi dengan informasi yang diungkapkan oleh

Bujairimi, S.Pd Mengatakan bahwa:

“Metode yang kita gunakan sangat bervariasi, karena gurunya juga


tambal sulam, yaitu ada yang diangkat sebagai PNS, jadi untuk
pengelolaan metode kerja yang paling sering digunakan adalah
metode kerja kelompok, ceramah seperlunya saja, tugas mandiri
yang paling banyak ke anak.” (W/Guru/No.20.2b/15 Juni 2019).

6) Pengelolaan Media/Sarana

Adanya media dan kemampuan guru dalam memilih media yang sesuai

dengan tujuan yang ingin dicapai merupakan pertimbangan penting dalam proses

pembelajaran. Pemilihan media yang kurang tepat bahkan sama sekali tidak

relevan dapat mengurangi daya tangkap siswa terhadap bahan ajar yang dipelajari.

Sebab pemilihan media yang kurang tepat bukan menambah kejelasan informasi

89
yang diberikan justru akan menambah kekaburan informasi yang diperoleh. Oleh

karena itu, pemilihan media harus dilakukan secara lebih cermat dan tepat sasaran.

Dalam pengelolaan media di SMA Negeri 1 Praya diatur oleh sekolah, akan

tetapi jika guru bisa membuat media sendiri dalam pembelajaran sekolah akan

memberikan point tersendiri bagi mereka. Hal ini sebagai mana yang diungkapkan

oleh Drs. H. A. Jus'an, M.Pd dalam wawancara berikut ini:

“Media pembelajaran disediakan oleh sekolah, kalo guru membuat


media, maka guru akan mendapatkan point, media yang digunakan
berupa kertas, multimedia, tergantung bidang studinya, kemudian
ada “mesin teaching” (komputer, LCD, alat peraga dan lain-lain”.
(W/Kepsek/No.11.2b/14 Juni 2019).

Untuk mendukung pembelajaran agar lebih efektif, SMA Negeri 1 Praya

menggunakan berbagai media, di samping alat peraga, portofolio, komputer, flash,

sekolah juga menggunakan media internet dalam pembelajaran, agar para siswa

dapat mengenal cara browsing dan lain sebagainya. Sebagaimana wawancara

dengan Nurmiana, M.Pd berikut ini:

“Kemudian untuk masalah media Alhamdulillah memadai, tetapi


tidak berhenti untuk selalu mencari yang baru, belum tentu yang
baru itu lebih baik dari yang lama, media yang digunakan misalnya
portofolio, untuk IPA praktikum, kemudian media flash,
penerapannya secara langsung. Misalnya internet, bagaimana cara
browsing.” (W/Waksis/No.5.1b/30 Mei 2019).

Untuk meningkatkan kemampuan guru dalam membuat media, SMA Negeri

1 Praya mulai tahun depan menfokuskan pada pembuatan media. Diharapkan

setiap guru membuat dapat membuat satu media pembelajaran. Sebagaimana yang

diungkapkan Drs. H. A. Jus'an, M.Pd dalam paparan wawancara berikut ini:

“Untuk tahun depan target kita adalah membuat media


pembelajaran sebanyak-banyaknya. Dengan suatu asumsi bahwa
anak-anak usia 5-12 tahun taraf berfikirnya adalah semi konkrit

90
atau operasional konkrit yaitu bahwa dia akan bisa menerima
materi yang abstrak, apabila dibantu dengan media pembelajaran,
seperti kubus, maka anak harus diperlihatkan kubus betulan, jadi
harus konkrit kemudian semi konkrit, kubus itu jika digambarkan
seperti ini, kemudian abstraknya dengan kata-kata bukan
sebaliknya.” (W/Kepsek/No.11.2d/14 Juni 2019).

Di samping sekolah sudah memiliki beberapa media, akan tetapi tuntutan

zaman dan derasnya arus teknologi dan informasi membuat sekolah harus selalu

siap dan tanggap dalam melihat perkembangan tersebut. Sekolah akan

menyediakan media-media jika memang terasa kurang memadai dan kurang

layan. Seperti yang diungkapkan Drs. H. Ahmad Dimyati, M.Pd berikut ini:

“Dari sarana prasara atau media kita penuhi, atau kita adakan kalau
diperlukan, misalnya buku atau komputer dan media pembelajaran
lainnya.” (W/Wakur/No.23.2e/15 Juni 2019).

Agar media pembelajaran dapat digunakan sebagaimana mestinya dan dapat

dirawat dengan baik, sekolah juga mengelola media tersebut mulai dari

penganggarannya sampai pada pendistribusiannya. Sebagaimana data wawancara

dengan Nurmiana, M.Pd berikut ini:

“Untuk sarana atau media pembelajaran, disini ada petugasnya


sendiri untuk mengelolanya, mulai dari perencanaan alatnya sampai
pendistribusian.” (W/Guru/15 Juni 2019).
Namun demikian, walaupun sekolah sudah memiliki media yang memadai

akan tetapi guru jarang sekali yang menggunakan media elektronik seperti LCD,

Flash dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan sekolah masih belum memliki

media center untuk pembelajaran yang membutuhkan media elektronik

sebagaimana yang penulis sebutkan di atas. Hal ini sebagaimana informasi yang

diberikan Baiq Suspartini W. L., S.Pd sebagai berikut:

91
“Secara umum, sekolah ini punya sarana yang cukup, akan tetapi
kurang bisa merawat, kalo di IPA ada media untuk membuktikan
adanya udara, kadang-kadang penggunaannya kurang maksimal,
karena belum punya tempat khusus untuk media center.”
(W/Guru/No.14.2d/14 Juni 2019).

3. Hambatan dan Tantangan Dalam Menciptakan Keunggulan


Pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya.

a. Supervisi pembelajaran
Evaluasi manajemen sekolah terhadap pembelajaran memegang peranan
yang penting baik dalam penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya,
maupun pengambilan keputusan dalam kurikulum dan pembelajaran.
Hasil evaluasi pembelajaran dapat digunakan oleh sekolah atau
pemegang kebijakan, dalam memilih dan mengembangkan model atau sistem
pembelajaran akan digunakan selanjutnya. Hasil-hasil evaluasi ini juga dapat
digunakan oleh guru-guru atau kepala sekolah dan pelaksanan pendidikan
lainnya dalam membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran,
memilih media dan alat bantu pembelajaran, cara penilaian dan sarana atau
fasilitas pendukung lainnya.
Bentuk evaluasi manajemen sekolah terhadap pembelajaran belum dapat
dilakukan setiap hari, karena di sekolah ini masih banyak guru-guru senior
dengan masa kerja yang berfariasi. Pembahasan persoalan pembelajaran,
kendala baik guru dan siswa dalam proses pembelajaran serta persoalan
sekolah secara umum blm dapat dilakukan secara menyeluruh. SMA Negeri 1
Praya belum optimal dalam menerapkan teknik supervisi dalam pembelajaran
di sekolah, sebagaimana wawancara dengan Drs. H. A. Jus'an, M.Pd sebagai
berikut:
“Yang sering kita gunakan adalah supervisi kolektif, setiap hari
Jum’at rapat evaluasi atau mungkin ada informasi-informasi dari
luar yang dikorelasi misalnya MGBS (Musyawarah Guru Bidang
Studi) yaitu mereka kumpul-kumpul untuk membahas bagaimana
pembelajaran yang baik, kemudian bagaimana targetnya,
bagaimana membuat medianya.” (W/Kepsek/No.11.2d/14 Juni
2019).

92
Hal ini juga diperkuat oleh informasi yang diberikan salah seorang guru
di SMA Negeri 1 Praya, bahwasanya salah satu bentuk evaluasi pembelajaran
dilakukan dengan supervisi. Berikut ini paparan wawancara peneliti dengan
Didik Ery Risdiyanto, M.Pd:
“Salah satunya adalah dalam bentuk supervisi, dan yang dipakai
menggunakan teori Glickmen, diantar item-item supervisinya
adalah tingkat ketercapaian minimal tiap kelas, kemudian evaluasi
ini dilakukan setiap hari, isinya tentang persoalan sekolah secara
umum atau informasi sekolah, kemudian permasalah tentang kelas
jam 13.00 sampai 14.00, dan diikuti oleh semua guru dan
karyawan, dipimpin langsung oleh kepala sekolah, kemudian
tentang kekurangan guru evaluasinya secara personal.”
(W/Guru/No.14.2f/14 Juni 2019).

Secara stuktural pengawasan dan evaluasi pembelajaran secara khusus


menjadi tanggung Waka Kurikulum. Setiap dua minggu sekali, pada minggu
pertama dan ketiga setiap hari Jum’at guru harus menyerahkan laporan tentang
pembelajaran yang sudah dilakukan. Baik tentang silabus, skenario
pembelajaran dan jurnal. Sebagaimana wawancara dengan Drs.H.Ahmad
Damyati, M.Pd sebagai berikut:
“Kalau kontrol disini diserahkan pada masing Waka dan Unit,
untuk kurikulum dan pembelajaran ada Kabid-kabid. Untuk
evaluasi program pembelajaran secara umum merupakan tanggung
jawab saya, kalo misalnya untuk gurunya sendiri setiap bulan
dituntut menyerahkan laporan tentang proses pembelajaran dan
skenario pembelajaran, karena setiap bulan ada gaji, untuk
mendapatkan gaji guru harus menunjukkan tugasnya, misalnya
piket pintu gerbang, piket mendampingi sholat kita monitoring,
masalah perangkat administrasi pembelajaran mereka, silabus,
skenario pembelajaran, jurnal, guru harus mengumpulkan setiap
hari Jum’at setiap dua minggu sekali, yaitu pada minggu pertama
dan minggu ke tiga, kemudian saya lihat apakah materi-materi
tersebut sudah tersampaikan dengan baik apa belum, kemudian kita
cek.” (W/Wakur/No.4a/30 Mei 2019).

Senada dengan pernyataan Didik Ery Risdiyanto, M.Pd, Drs. H.


Hapazah, M.Pd juga menyatakan:
“Setiap jum’at ada rapat evaluasi, kalau ada keluhan kita
sampaikan diforum itu, kemudian juga ada supervisi, jadi pada
waktu kita mengajar ada yang mengawasi. Item yang disupervisi

93
menyangkut persiapan mengajar, kemudian bagaimana dia
membawakan materi pembelajaran, kemudian bentuk evaluasinya,
misalnya untuk materi ini evaluasinya dengan tulis, cocok atau
tidak, itu juga disupervisi, selain itu evaluasi formatif dan sumatif.”
(W/Guru/No.17.2e/14 Juni 2019).

Hal ini semakin diperkuat dengan pernyataan berikut ini:


“Kemudian bentuk evaluasi proses pembelajaran ada supervisi dan
rapat setiap hari.” (W/Guru/No.20.2f/14 Juni 2019).

Sekolah membagi dua macam model supervisi proses pembelajaran.


Pertama, bagi guru-guru jika dilihat dari angkanya masih rata-rata, maka
dilakukan supervisi proses pembelajaran. Kedua, jika guru secara kuantitatif
angka di atas rata-rata, maka dilakukan supervisi secara tidak langsung, yaitu
dengan cara memperhatikan sepintas lalu. Cara ini terlebih dahulu dilakukan
dengan “self assesment” oleh masing-masing guru. Sebagaimana wawancara
dengan kepala sekolah SMA Negeri 1 Praya, sebagai berikut:
“Guru kita suruh untuk self assesment, diantara mereka kalau kita
lihat dari angkanya maka dia termasuk guru profesional, menurut
teori supervisi tidak kita supervisi secara langsung, mungkin kita
sambil lewat untuk menciptakan suatu pembelajaran yang kondusif,
kemudian guru harus punya peran yang jelas disini, sehingga anak-
anak punya kesan; guru saya menyenangkan, tidak jahat, itu yang
harus selalu diperhatikan. Jangan sampai anak mau ke sekolah
perutnya sakit, itu “stress” karena ketemu guru A atau B misalnya,
ternyata ketika kita bawa ke dokter mereka tidak apa-apa.”
(W/Kepsek/No.10.1e/14 Juni 2019).

Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Astar, S.Pd salah satu guru di
SMA Negeri 1 Praya, dia mengatakan:
“Kita menggunakan instrument tesendiri, misalnya apa yang mau
kita nilai, misalkan menilai sikap, berapa aspek misalkan dan
berapa nilai tertinggi untuk masing-masing aspek. Kemudian
bentuk evaluasi proses pembelajaran ada supervisi, kemudian
diskusi antara guru, misalkan saya dengan team teaching.”
(W/Guru/No.19.1e/15 Juni 2019).

Supervisi dilakukan oleh pihak sekolah dalam hal ini oleh kepala sekolah
dan teman sejawat. Hal ini dimaksudkan agar guru saling mengasah
kemampuan dalam bidang mengajar mereka, memberikan masukan dan kritik

94
yang konstruktif. Sebagaimana wawancara dengan Drs.H.Ahmad Damyati,
M.Pd sebagai berikut:
“Untuk supervisi guru dalam proses pembelajaran, di SMA Negeri
1 Praya ini dilakukan oleh kepala sekolah dan rekan sejawat. Ini
dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan kinerja atau unjuk kerja
guru dalam proses pembelajaran. Mereka dapat saling memberikan
masukan dan kritikan yang bersifat konstruktif agar kinerja mereka
semakin maksimal.” (W/Wakur/No.23.2g/15 Juni 2019).

b. Evaluasi hasil belajar


Selain supervisi yang digunakan manajemen sekolah untuk mengevaluasi
pembelajaran. SMA Negeri 1 Praya juga menggunakan evaluasi dalam bentuk
ujian yaitu formatif dan sumatif. Sebagaimana yang diungkapan Drs.H.Ahmad
Damyati, M.Pd berikut ini:
“Bentuk evaluasi manajemen sekolah adalah mengadakan ujian
baik formatif maupun sumatif.” (W/Wakur/No.23.2g/15 Juni
2019).

Di samping evaluasi proses pembelajaran kepada guru-guru, di SMA


Negeri 1 Praya juga diterapkan evaluasi kepada siswa. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam proses pembelajaran.
Sebagaimana ungkapan dari Didik Ery Risdiyanto, M.Pd salah seorang guru di
SMA Negeri 1 Praya, sebagai berikut:
“Mulai dari quiz, kemudian model lisan, misalkan anak-anak diberi
satu pertanyaan singkat kemudian mereka berebut yang bisa
mereka dapat reward. Kalo disini kita ada point prestasi. Di
samping itu, evaluasinya berbentuk proyek, yaitu anak disuruh
membuat model, misalnya membuat roket dan guru juga harus
membuatnya.” (W/Guru/No.13.1e/14 Juni 2019).

Juga diperkuat oleh informasi yang diberikan Drs. H. Lalu Masri, M.Pd
berikut ini:
“Kegiatan terakhir dalam proses pembelajaran kita adalah evaluasi
yaitu tanya jawab baik secara tertulis maupun lisan dan praktik, dan
setiap guru harus melakukannya, ini dilakukan setiap hari setiap
akhir pelajaran, yaitu secara lisan, tulis dan praktik.”
(W/Waksis/No. 09/30 Mei 2019).

95
4. Upaya Manajemen Sekolah dalam Menggerakkan Sumber Daya untuk
mencapai Pembelajaran Unggulan di SMA Negeri 1 Praya.

a. Persiapan guru
Persiapan mengajar pada hakikatnya memproyeksikan apa yang akan
dilakukan. Dengan demikian, persiapan mengajar adalah memperkirakan
tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Perencanaan
pembelajaran perlu dilakukan untuk mengkoordinasikan komponen-
komponen pembelajaran, yakni kompetensi dasar, materi standar, indikator
hasil pembelajaran, skenario pembelajaran dan penilaian berbasis kelas
(PBK).
Membuat persiapan pembelajaran merupakan tugas guru yang paling
utama. Rencana pembelajaran merupakan realisasi dari pengalaman belajar
siswa. Guru dapat mengembankan rencana pembelajaran dalam berbagai
bantuk (Lembar Kerja Siswa, Lembar Tugas Siswa dan lain-lain.
Persiapan yang dilakukan oleh guru-guru di SMA Negeri 1 Praya
menurut pengamatan peneliti adalah mempersiapkan materi yang akan
diajarkan dan pemilihan media yang tepat dalam pembelajaran. Selain itu
guru-guru menyiapkan bahan-bahan yang bisa dijadikan sebagai sumber
belajar. Hal ini lebih lanjut dapat dilihat melalui wawancara dengan Astar,
S.Pd berikut ini:
“Guru harus mencari alat untuk mengajar, misalkan saya mengajar
tentang berat, maka saya mencari timbangan, bawa beras atau gula
dari rumah. Kalau tentang rasa anak-anak saya suruh untuk
membawa gula atau garam. Di samping itu guru-guru harus
membuat jurnal, karena persiapan mengajarnya sudah dibuat.”
(W/Guru/No.18.3a/14 Juni 2019).

Pernyataan di atas juga diperkuat dengan informasi yang diberikan


Fitriati Nur, SE sebagaimana paparan wawancara berikut ini:
“Setiap guru membuat persiapan dalam mengajar yaitu membuat
jurnal pembelajaran.” (W/Guru/No.15.3a/14 Juni 2019).

Persiapan guru dalam pembelajaran akan berdampak terhadap proses


pembelajaran. Semakin baik persiapan yang dilakukan, maka akan semakin

96
baik pula hasil yang akan dicapai. Oleh karena itu, di awal tahun guru harus
menyerahkan administrasi pembelajaran. Hal ini sebagaimana yang
diungkapkan oleh Drs.H.Ahmad Damyati, M.Pd berikut ini;
“Dari awal guru-guru sudah mengetahui tugas-tugasnya, yaitu
administrasi guru sudah harus diserahkan di awal.”
(W/Wakur/No.24.3a/15 Juni 2019).

Juga didukung oleh pernyataan Fitriati Nur, SE sebagai berikut:


“Guru selalu membuat persiapan pembelajaran sebelum kegiatan
belajar-mengajar berlangsung.” (W/Guru/No.21.3a/15 Juni 2019).

b. Hubungan harmonis antara guru dan siswa


Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal banyak dipengaruhi oleh
komponen belajar-mengajar. Sebagai contoh bagaimana cara
mengorganisasikan materi, metode yang diterapkan, media yang dipergunakan
dan lain-lain. Di samping komponen-komponen pokok yang ada dalam
kegiatan belajar-mengajar, ada faktor lain yang mempengaruhi belajar siswa,
yaitu hubungan guru dan siswa.
Hubungan antara guru dan siswa/anak di dalam proses belajar-mengajar
merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan
pelajaran yang diberikan, bagaimana baiknya metode yang digunakan, namun
jika hubungan guru dan siswa tidak harmonis, maka dapat menciptakan hasil
pembelajaran yang tidak maksimal.
Di samping itu, peran guru yang lebih penting adalah sebagai uswatun
hasanah (contoh yang baik/teladan) bagi para siswa-siswi, oleh karena itu
setiap guru di SMA Negeri 1 Praya diberikan jadwal untuk menyambut anak-
anak dipintu gerbang agar lebih dekat dengan mereka. Hal tersebut dapat
diihat melalui data berikut:
“Untuk para guru setiap hari dibiasakan untuk piket dipintu
gerbang biar mereka lebih dekat dengan anak-anak. Di samping itu,
guru harus selalu belajar, karena guru punya tanggung jawab yang
lebih kepada siswa, guru harus memahami dunia anak dulul, baru
mereka bisa mengajak kedunianya.” (W/Waksis/No.6.2b/30 Mei
2019).

97
Sebagai subjek pendidikan, guru dituntut memiliki pribadi yang baik dan
menyenangkan. Di SMA Negeri 1 Praya guru-guru dalam berhubungan
dengan siswa dituntut untuk sabar, bisa menjadi teladan dan disenangi anak-
anak. Karena hal ini akan memberikan dampak psikologis terhadap siswa
dalam pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan Drs.H.Ahmad Damyati,
M.Pd, mengatakan:
“Guru harus menciptakan suasana yang menyenangkan dari diri
sendiri. Bahwasannya dia harus menjadi guru yang sabar, yang bisa
diteladani, disenangi anak-anak. Mulainya dari sikap. Keberhasilan
guru dalam mengelola kelas tergantung pada guru masing-masing,
melalui penampilan dan lain-lain.” (W/Wakur/No.24.3b/15 Juni
2019).

c. Motivasi belajar pada anak


Dalam pembelajaran motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu
perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan berefek terhadap
kejiwaan, perasaan juga emosi, kemudian bertindak atau melakukan sesuatu,
semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan.
Dalam hal kegiatan belajar mengajar, apabila ada seorang siswa,
misalnya tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan, maka perlu
diselidiki sebab-sebabnya, sebab-sebab itu mungkin bermacam-macam,
mungkin ia tidak senang, mungkin sakit, mungkin lapar, atau ada problem
pribadi lain-lain. Hal ini berarti pada diri anak tidak terjadi perubahan energi,
tidak terangsang afeksinya untuk melakuan sesuatu karena tidak memiliki
tujuan atau kebutuhan belajar. Keadaan seperti ini perlu diadakan daya upaya
yang dapat menemukan penyebabnya dan kemudian memotivasi siswa untuk
mau melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan.
Diantara bentuk motivasi yang diterapkan guru di SMA Negeri 1 Praya,
diantaranya:
1) Komunikasi antara guru dengan orang tua siswa.

Memotivasi siswa agar mau belajar, merupakan salah satu upaya yang

harus dilakukan baik oleh guru maupun sekolah. Secara psikologis anak usia

98
sekolah dasar masih suka bermain, oleh karena itu diperlukan keterlibatan

orang tua dalam mendukung anak agar mereka mau belajar. SMA Negeri 1

Praya melakukan komunikasi dengan orang tua sebagai salah satu cara agar

orang tua lebih perhatian kepada anak, sekaligus program-program yang

direncanakan oleh sekolah dapat dicapai dengan maksimal. Berikut ungkapan

Drs.H.Ahmad Damyati, M.Pd dalam wawancara sebagaimana paparan di

bawah ini:

“Untuk pemberian motivasi kepada siswa kita berikan di awal


tahun, yang diutamakan adalah kelas X yang baru masuk. Biasanya
kita melakukan komunikasi intens selama satu tahun, sehingga
mereka punya gambaran. Kalo untuk kelas XII kita undang mereka
dan orang tuanya, misalnya kita bahas bagaimana target
kelulusannya, seperti apa?. Kalo untuk kelas XI dan XII wali siswa
kita kumpulkan, kalo orang tua sudah bisa mengerti secara
terprogram, maka otomatis siswa akan termotivasi dalam belajar.
Untuk pemberian motivasi secara umum, dalam prakteknya kita
lakukan pada ucapara bendera, akan tetapi secara khusus tidak ada.
Kegiatan ini sebenarnya dilakukan oleh guru kita di awal proses
belajar-mengajar. Misalnya pada jam 6.50 siswa masuk kelas
kemudian berdo’a dan diberi pengarahan serta motivasi oleh guru,
tidak hanya itu mereka juga bisa bercerita dan sebagainya.”
(W/Wakur/No.2c/30 Mei 2019).

2) Pemberian Reward and Punishment.

Untuk menumbuhkan semangat anak dalam pembelajaran SMA Negeri

1 Praya menggunakan sistem point prestasi atau bintang untuk memacu siswa

dalam belajar. Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan anak sangat

senang dan bangga sekali ketika mereka mendapatkan point prestasi,

sehingga mereka berkompetisi untuk mendapatkan point tersebut. hal ini juga

dalam dilihat melalui wawancara peneliti dengan Ramdoni Ansori, S.PdI

sebagai berikut:

99
“Biasanya secara langsung atau tidak langsung memberikan
reward, misalnya memberikan point prestasi, setiap mengerjakan
PS atau PR dapat nilai 100 tiga kali berturut-turut maka dapat
point dan anak-anak semangat sekali untuk berpacu dengan
temannya yang lain.” (W/Guru/No.21.3b/15 Juni 2019).

Juga semakin diperkuat oleh apa yang diungkapkan kepala sekolah

sebagai berikut:

“Ada point untuk memotivasi anak, anak terlibat langsung dalam


pembelajaran juga merupakan motivasi, disamping itu juga ada
tropi dan hadiah yang diberikan oleh guru”.
(W/Kepsek/No.12.3b/14 Juni 2019).

Lebih lanjut hal ini diperkuat oleh pernyataan Hj. Hardiyani Setyati,

S.Pd, sebagi berikut:

“Kita pakai lembar prestasi, jadi yang nilainya bagus dapat gambar,
kemudian diakhir tahun yang paling banyak point prestasinya
ditukar dengan “door prize”, dari wali kelas atau sekolah, selain itu
jug dorongan secara moral.” (W/Guru/No.18.3b/14 Juni 2019).

3) Pendekatan Emosional.

Cara yang sering pula dilakukan oleh memotivasi belajar anak baik di

kelas maupun di rumah adalah dengan melakukan pendekatan secara

emosional kepada. Tujuannya adalah agar dapat mengetahui problem yang

dihadapi anak, sehingga guru bisa memotivasi belajarnya. Hal ini

sebagaimana yang dikemukakan oleh Susi Oktapiani, S.Si berikut ini:

“Kalo saya lain-lain kadang ada yang lembut, kadang juga


sebaliknya karena kelasnya heterogen, kemudian juga
menghubungi orang tuanya untuk melaporkan “progress
report”nya, selain itu juga ada point prestasi bagi anak-anak yang
nilainya bagus.” (W/Guru/No.15.3b/14 Juni 2019).

100
d. Peningkatan prestasi belajar siswa

1) Bimbinaan belajar siswa.

Agar siswa-siswi dalam pembelajaran dapat mencapai prestasi yang


tinggi, maka diperlukan suatu pembinaan yang intensif. Pembinaan yang
dilakukan dapat berupa pelatihan atau pengayaan terhadap mata pelajaran
yang mereka pelajari. Secara umum di SMA Negeri 1 Praya ada dua bentuk
pembinaan, yaitu pertama bagi anak yang berprestasi atau di atas rata-rata,
mereka diberi pengayaan oleh para guru, sedangkan bagi siswa yang berada di
bawah rata-rata mereka diberi remidi agar dapat mencapai kompetensi dasar
yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat melalui data di bawah ini:
“Untuk pembinaan yang bersifat akademik siswa sebenarnya pada
proses pembelajaran sudah include, tapi kita juga punya pembinaan
khusus, yaitu kita cari anak-anak yang berprestasi kemudian
dibekali dengan keterampilan-keterampilan yang lain, misalnya
jurnalistik, agama, multimedia dan lain-lain. Kemudian untuk
mengatasi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar kita punya
Learning Support Program (LSP) ditujukan untuk anak-anak yang
di bawah rata-rata, kemudian yang di atas rata-rata. Kalo anak-anak
yang di bawah rata-rata disebut dengan remidial, targetnya adalah
pencapaian kompetensi dasar saja. Kalo untuk anak-anak yang
prestasinya di atas rata-rata kita namakan dengan bina prestasi
siswa.” (W/Wakur/No.2b/30 Mei 2019).

Hal senada juga diungkapkan oleh Drs.H.Ahmad Damyati, M.Pd.


berkaitan dengan pembinaan kepada para siswa berikut paparannya:
“Kita mengukur melalui evaluasi berkala, di samping itu diakhir
semester kita melatih anak-anak dengan bank soal, disamping itu
kita mencari soal-soal di luar yang berbobot untuk melatih anak.
Untuk yang Low kita berikan program remidi dan program
pengayaan bagi siswa yg sudah memenuhi KKM.”
(W/Wakur/21.3c/15 Juni 2019).

Dalam rangka membantuk siswa yang lambat dalam menerima pelajaran.


Para guru di SMA Negeri 1 Praya khsususnya untuk kelas X dan XI
melakukan pembinaan khusus kepada siswa yang kurang mampu. Sesuai
dengan apa yang diungkapkan Drs.H.Ahmad Damyati, M.Pd. sebagai berikut:

101
“Perlakuan kita terhadap anak-anak yang rata-rata dan di bawah
rata-rata adalah sama, akan tetapi pada saat tertentu kita perlakukan
khusus. Caranya kita lakukan pembelajaran bersama kemudian kita
evaluasi, setelah evaluasi pertama akan kelihatan mana yang masuk
rata-rata dan mana yang masuk di bawah rata-rata, kemudian nanti
akan dilakukan evaluasi tingkat kedua, yang di atar rata-rata akan
dilakukan pengayaan, yang di atas rata-rata diambil suatu kebijakan
boleh ikut boleh tidak, sedangkan untuk yang di bawah rata-rata dia
harus remidi atau tingkat evaluasinya diturunkan sesuai dengan
kompetensi dasar yang telah ditentukan’. (W/Wakur/No.2a/30 Mei
2019).

Data tersebut juga diperkuat dengan hasil pengamatan peneliti di SMA


Negeri 1 Praya sebagaimana gambaran berikut ini:
“Tepatnya di ruang kelas XI IPA terdapat dua guru (team
teaching), semua siswa memperhatikan dan mengerjakan soal yang
diberikan oleh bapak guru, akan tetapi terlihat satu siswa yang
sedang belajar sambil bermain dengan Ibu guru di ruang kelas
tersebut. Ternyata Ibu guru tersebut sedang memberikan bimbingan
khusus kepada siswa yang kurang mampu dalam belajar. Mereka
terlihat belajar dengan gayanya sendiri sambil sesekali
memperhatikan bapak guru yang berada di depan kelas. (O/Foto/20
Juli 2019).

Selain pembinaan yang berbentuk program yang sudah dijadwalkan


setiap tahunnya, SMA Negeri 1 Praya menerapkan bentuk pembinaan yang
langsung kepada anak-anak. Hal ini dimaksudkan agar anak-anak lebih
menghayati nilai-nilai ajaran agama telah diajarkan kepada mereka. Hal ini
berupa pembiasaan mulai hal-hal yang kecil, misalnya ketika bertemu
mengucapkan salam, kemudian pembiasaan sholat sunnah berjamaah Dhuha,
kemudian wudlu’ dengan tertib.
Di samping pembiasaan pada hal-hal yang bersifat rohani juga diperlukan
pembiasaan sikap dan mental siswa, diantaranya pembiasaan untuk tidak
membuat masalah dengan teman dan selalu menjaga perilaku agar di sukai
oleh guru dan teman. Hal ini dapat dilihat melalui data berikut:
“Saya minimalis anak untuk tidak berlari, karena terlalu banyak
berakibat negatif, misalnya jatuh. Kemudian juga perilaku “iseng”,
kita berusaha untuk memberikan pengertian kepada mereka, bahwa
“iseng” dapat menyebabkan mereka bertengkar.”
(W/Waksis/No.6.2b/30 Mei 2019).

102
2) Penggunaan metode problem solving

Kebiasaan anak dalam memecahkan masalah, baik berupa soal atau


pertanyaan-pertanyaan tertentu akan membuat anak meningkatkan daya fikir
dan kritis anak terhadap sesuatu sehingga akan memacu prestasi mereka agar
supaya lebih baik. Hal ini sebagaimana yang diungkapan dalam wawancara
dengan Dinamis, M.Pd salah satu guru Biologi di SMA Negeri 1 Praya berikut
ini:
“Saya sering menggunakan metode “problem solving” yaitu sering
memecahkan soal-soal, kemduian pembuatan media pembelajaran
yang dilakukan oleh guru, kalo saya kemarin membuat periscope
dan anak-anak saya ajari.” (W/Guru/No.15.3c/14 Juni 2019).

3) Home visit (kunjungan rumah)

Di sadari atau tidak keterlibatan orang tua kepada anak mampu


meningkatkan prestasi anak. Perhatian orang tua kepada anak membawa efek
posisif bagi peningkatan prestasi mereka, bahkan semakin orang tua peduli
kepada pembelajaran anak maka dapat dipastikan prestasi anak akan lebih
baik. Para guru di SMA Negeri 1 Praya melakukan “home visit” sebagai salah
satu alternatif dalam miningkatkan prestasi anak. Hal ini dapat disimak
melalui penuturan Baiq Eli Sopiana, S.Pd:
“Bagi anak yang kurang, kita lakukan “home visit”, kita minta
bantuan orang tua agar lebih perhatian kepada anak-anaknya,
kemudian ada program remidi.” (W/Guru/No.18.3c/14 Juni 2019).

4) Evaluasi terhadap hasil belajar siswa

Sebagai proses akhir dalam pembelajaran adalah evaluasi untuk


mengetahui sejauhmana pemahaman siswa terhadap materi yang sudah
diajarkan. Guru-guru di SMA Negeri 1 Praya menggunakan metode
pengamatan sebagai salah satu bentuk evaluasinya terhadap pembelajaran
yang telah dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan
dan kecermatan siswa dalam memahami dan menangkan pelajaran yang
diberikan oleh guru. Hal ini sebagaimana yang dituturkan oleh Baiq Suspartini
W. L., S.Pd sebagai berikut:

103
“Kita lakukan melalui pengamatan, misalkan kita beri soal, anak-
anak yang selesai satu jam pelajaran dengan satu jam lebih, kita
beri nilai yang berbeda, kemudian selain itu anak-anak bisa kita
beri PS (pekerjaan sekolah), PR dan lain-lain.
(W/Guru/No.18.3d/14 Juni 2016).

Bentuk lain untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dan juga untuk
melatih agar para siswa terampil. Guru di SMA Negeri 1 Praya menggunakan
metode proyek sebagai salah satu model evaluasinya. Hal ini akan mendorong
siswa agar lebih kreatif, di samping itu, siswa akan berusaha dan berupa untuk
mencari informasi atau cara untuk menyelesaikan proyek yang diberikan oleh
bapak dan ibu guru. Sebagaimana penuturan I Komang Restu S., S.Pd berikut
ini:
“Saya banyak menggunakan metode proyek dan juga bentuk yang
lain yaitu anak disuruh membuat model, misalnya membuat roket
dan guru juga harus membuatnya.” (W/Guru/No.15.3d/14 Juni
2019).

Kegiatan lain yang dilakukan oleh guru untuk mengevaluasi


pembelajaran adalah berupa tanya jawab, soal-soal, dan praktik atau
demonstrasi sesuai dengan materi yang telah diajarkan oleh guru. Bentuk
evaluasi ini merupakan cara lama akan tetapi cara ini masih sangat diperlukan
untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kemampuan siswa terhadap apa
yang telah ditransferkan kepada mereka.
Cara ini dilakukan oleh para guru di SMA Negeri 1 Praya setiap selesai
melakukan proses pembelajaran atau belajar- mengajar. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat melalui penuturan Sovia Dinariyati Nuari, S.Pd berikut ini:
“Kegiatan terakhir dalam proses pembelajaran kita adalah evaluasi
yaitu tanya jawab baik secara tertulis maupun lisan dan praktik, dan
setiap guru harus melakukannya, ini dilakukan setiap hari setiap
akhir pelajaran, yaitu secara lisan, tulis dan praktik.”
(W/Waksis/No.09/30 Mei 2019).

Hal tersebut juga dikuatkan oleh penuturan Drs. Ahmad Rifa'i salah
seorang guru sekaligus pembina kegiatan ekstrakurikuler:

104
“Kita gunakan lembar kerja atau tugas, baik tulis, lisan dan
tindakan, misalkan untuk sholat anak-anak langsung ke mushola.”
(W/Guru/No.21.3d/15 Juni 2019).

Bentuk lain dalam mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru-


guru di SMA Negeri 1 Praya adalah model tes spontanitas atau “mencongak”.
Hal ini untuk mengetahui kecepatan data tangkap siswa tehadap pelajaran
yang telah diajarkan di sekolah.
“Setiap pembelajaran pasti ada evaluasinya, mulai dari appersepsi,
isi, dan penutup. Penutup selalu berisi pengulangan, itu disebut
dengan evaluasi jangka pendek, disamping itu ada PR, PS,
Portofolio. Kemudian dengan “MENCONGAK”, yaitu praktek
secara langsung, seperti tes spontanitas.” (W/Wakur/No.24.3e/15
Juni 2019).

Dari uraian dan paparan data di atas, dapat penulis kemukakan bahwa
bentuk upaya yang dilakukan oleh guru dalam mendukung kegiatan
pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya sesuai dengan prinsip-prinsip
pembelajaran modern, baik dari aspek perencanann, pengelolaan, dan evaluasi
hasil belajar. Diantaranya:
a) Persiapan guru dalam mengajar, meliputi: (1) perencanaan pembelajaran

yang mencakup kompetensi dasar, materi standar, media, metode,

indikator hasil belajar, skenario pembelajaran dan penilaian berbasis kelas;

dan (2) membuat jurnal pembelajaran.

b) Hubungan harmonis antara guru dan siswa. Hal ini dapat dilihat melalui:

(1) proses penyambutan guru pada siswa saat datang ke sekolah, (2) sikap

guru yang menyenangkan dan melibatkan siswa sebagai patner (teman)

dalam belajar dan bermain.

c) Motivasi belajar pada anak. Upaya yang dilakukan oleh para guru untuk

memotivasi belajar anak yaitu: (a) komunikasi antara guru dan orang tua

105
siswa, (b) bernyanyi, bermain, bertepuk dan yel-yel, (c) pemberian reward

and punishment. (d) pendekatan emosional.

d) Peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini dilakukan dengan berbagai

cara, di antaranya: (a) pembinaan belajar siswa secara intensif, (b)

pembelajaran siswa secara individual, (c) penggunaan metode problem

solving (pemecahan masalah); (d) home visit, (e) pembinaan siswa dalam

beribadah dan berakhlak karimah.

e) Evaluasi terhadap hasil belajar siswa. Bentuk upaya yang dilakukan oleh

guru di SMA Negeri 1 Praya meliputi: (1) pengamatan, misalnya anak-

anak mana yang menyelesaikan pekerjaan secara cepat dan tepat, dan

mana anak-anak yang paling lambat dalam mengerjakan tugas, maka

mereka diberi bimbingan, (2) berbentuk proyek, (3) tes, tulis, dan praktik,

(4) tes spontanitas (mencongak).

C. Pembahasan

Pemimpin transformatif visioner merupakan suatu bentuk kepemimpinan

yang diformulasikan oleh Burn (1978). Dalam mengelola lembaga kepala SMA

Negeri 1 Praya menerapkan model kepemimpinan yang transformatif di mana

para pemimpin dan para pengikut (pegawai) saling menaikkan diri ketingkat

moralitas dan motivasi yang lebih tinggi.

Pemimpin dalam melaksanakan proses kepemimpinannya mentransformasi

dan memotivasi para pegawai dengan: (1) memberikan pengertian dan kesadaran

kepada pegawai tentang pentingnya hasil suatu pekerjaan, (2) mendorong mereka

106
untuk lebih memperhatikan tim atau organisasi dari pada kepentingan diri sendiri,

(3) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan mereka pada yang lebih tinggi (Yulk,

1994: 297). Pemimpin merupakan sumber ide dan inspirasi, seorang pemimpin

harus memiliki visi yang kuat dan jauh ke depan (Stone dan Eddy, 1996: 41). Hal

tampak pada kepemimpinan di SMA Negeri 1 Praya, yaitu kepala sekolah selalu

memberikan gagasan-gagasan baru setiap dua minggu sekali pada rapat rutin pada

minggu pertama dan minggu ketiga.

Selain itu, para pegawai SMA Negeri 1 Praya baik guru maupun karyawan

menunjukkan beberapa sikap seperti yang dijabarkan oleh Yulk (1994:297)

sebagai berikut: (1) para pegawai merasa percaya dengan pimpinan, (2) para

pegawai menunjukkan kekaguman terhadap pemimpin, (3) para pegawai

menunjukkan rasa kesetiaan yang besar kepada pemimpin, (4) para pegawai

menunjukkan rasa hormat kepada pemimpin, dan (5) para pegawai termotivasi

dengan apa yang dicita-citakan oleh pemimpin.

Sebagai lembaga yang menerapkan prinsip-prinsip manajemen modern,

SMA Negeri 1 Praya memprioritaskan usaha jangka panjang yang direncanakan

secara berkala sesuai dengan visi, target dan tujuan yang akan dicapai. Untuk

mewujudkan pencapaian tujuan jangka panjang diperlukan upaya manajemen

strategik secara terus menerus dan berkelanjutan. Dapat dimengerti apabila

manajemen modern menggunakan model perencanaan strategik dalam

memformulasikan strateginya, karena manajemen modern berorientasi pada

strategi jangka panjang, hal ini juga merupakan stimulasi bagi ekskutif untuk

bertanggung jawab melaksanakan rencana yang telah disusun secara efektif

107
(Mantja, 2002: 30-31). Dengan adanya manajemen strategi, maka prioritas jangka

panjang menjadi sasaran bagi lembaga yang menerapkan prinsip manajemen

modern. Jadi jelas sekali bahwa sebuah lembaga jika tidak memiliki visi, dan misi

yang kuat, maka lembaga tersebut akan mengalami kebuntuan dalam artian apa

yang dicita-citakan tidak akan tercapai (Wahyudi, 1996: 38).

Model kepemimpinan dalam manajemen modern cenderung menggunakan

teori dimana pemimpin menganggap pegawai sebagai orang yang memiliki

kemampuan, dapat dipercaya, tidak malas dan lain sebagainya. Oleh karena itu,

peran pemimpin di dalam manajeman modern cenderung sebagai motivator

(pendorong) agar para pegawai bekerja secara maksimal.

Motivasi dalam konteks pendidikan dapat diarahkan kepada pegawai

maupun siswa. Motivasi dapat diartikan sebagai serangkaian usaha untuk

menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin

melakuka sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan,

atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi dapat dirangsang oleh

faktor dari luar, tetapi motivasi itu muncul dari dalam diri seseorang. Dalam

kegiatan pendidikan maka motivasi adalah keseluruhan daya penggerak pada diri

guru dan siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar secara efektif dan

efisien.

Pemberian reward atau hadiah merupakan salah satu cara untuk memotivasi

belajar anak. Banyak sekali bentuk dan macamnya reward (hadiah). Menurut

Emmer dalam Arikunto (1980: 160) ada bermacam-macam hadiah mulai dari

yang berbentuk simbol, pengakuan, kegiatan, sampai yang berupa benda. Bentuk

108
hadiah yang berupa symbol yang sering digunakan adalah berupa peringkat huruf

atau angka, bintang atau point. Pemberian hadiah simbol dengan cara yang tepat

merupakan hadiah yang sangat tepat jika dikaitkan dengan usaha siswa, prestasi

atau kemampuan. Oleh karena itu, penggunaan simbol dapat dilakukan sebanyak-

banyaknya dengan berbagai segi keberhasilan siswa. Hal penting yang harus

diketahui oleh guru bahwa di dalam memberikan nilai sebagai hadiah harus

disesuaikan dengan jerih payah siswa terhadap apa yang telah mereka lakukan.

Hadiah berupa pengakuan bisa berupa hal yang mempunyai arti adanya

"perhatian" kepada siswa. Misalnya saja siswa berhasil membuat pekerjaan tangan

atau membuat karya sendiri. Karena hasil tersebut sangat baik dibanding dengan

hasil karya siswa yang lain, maka hasil tersebut dipamerkan di dapan kelas atau

dipertontonkan kepada siswa yang lain atau mungkin kepada masyarakat pada

saat ada kesempatan pameran di sekolah. Kata pujian dapat dikategorikan sebagai

pemberian perhatian dan pengakuan atas keberhasilan siswa.

Adakalanya suatu pekerjaan, atau tugas ataupun kegiatan-kegiatan lain akan

merupakan dambaan bagi siswa untuk memperoleh kesempatan untuk

melakukannya. Contoh bentuk hadian kegiatan di SMA Negeri 1 Praya adalah

pada waktu guru kelas IB memberikan soal IPA untuk dikerjakan, kemudian

diumumkan dalam bentuk tulisan sebagai berikut:

“Barang siapa yang dapat menyelesaikan tugas ini sebelum hitungan


waktu, mulai dari yang pertama sampai yang kesepuluh diperbolehkan
membuka buku IPA (SAINS), kemudian kesepuluh siswa tersebut
diberi kesempatan maju ke depan dan menyanyikan “yel-yel” kelas
tersebut.

109
Banyak pemberian hadiah yang sudah dilakukan oleh guru-guru SMA

Negeri 1 Praya yakni memberikan hadiah berupa barang-barang yang

diperkirakan mengandung nilai bagi siswa. Hadiah tersebut berupa alat tulis, alat

permainan, buku atau tropi. Namun, dalam memberikan hadiah ini guru dituntut

lebih cermat dalam mempertimbangkannya dibanding dengan hadiah-hadiah yang

lain. Oleh karena terbatasnya sumber dana, maka guru harus betul-betul memilih

dan menentukan anak-anak yang benar-benar layak mendapatkannya. Jika hadiah

dapat menguatkan motivasi siswa dalam belajar dan juga timbulnya perilaku

positif, maka hukuman dapat "melemahkan atau menghentikan" tingkahlaku yang

negatif.

Fungsi hukuman adalah untuk menghentikan tingkahlaku yang tidak sesuai

dengan tata tertib. Hukuman juga diperlukan untuk menghindari adanya

pelanggaran terhadap peraturan dan tata tertib. Namun perlu dicatat bahwa tidak

semua hukuman diperlukan atau diminati orang sebagai alat bagi semua peraturan

dan tata tertib. Banyak jenis pelanggaran yang dapat diselesaikan dengan cara

yang sederhana saja oleh guru tanpa menggunakan hukuman sama sekali.

Peningkatan kemampuan dan kreativitas tidak hanya diberlakukan kepada

para siswa akan tetapi juga bagi para guru. Guru dituntut untuk memiliki

kemampuan yang baik, hal ini dibuktikan dengan seringnya SMA Negeri 1 Praya

mendelegasikan guru-guru dalam pelatihan-pelatihan baik yang dilaksanakan di

sekolah maupun di luar sekolah. Hal tersebut diupayakan untuk memberikan

pengalaman kepada para guru, khususnya pada guru baru agar mereka memiliki

kemampuan rata-rata. Di samping upaya penigkatan kompetensi atau kemampuan

110
guru, mareka juga harus mampu menunjukkan kreativitas mereka baik dalam

pembuatan media maupun kegiatan pembelajaran lainnya.

Kreativas guru dapat dilihat melalui karya-karya yang telah meraka buat,

baik dalam mengelola lingkungan pembelajaran di sekolah, mencipatakan suasana

lingkungan pembelajaran yang menarik atau bahkan media pembelajaran baru

yang merupakan hasil karya dari masing-masing guru.

Dalam melakukan proses perencanaan prinsip utama yang digunakan SMA

Negeri 1 Praya adalah berdasarkan pada sikap amanah yang telah diberikan orang

tua siswa. Hal ini sesuai dengan pandangan Bafadhal (2003: 43) bahwa dalam

membuat perencanaan harus di dasarkan atas kebutuhan bersama dan

memperkirakan masa depan atau masa yang akan datang. Berdasarkan hasil

pengamatan selama ini penulis menemukan bahwasanya SMA Negeri 1 Praya

dalam hal ini kepala sekolah berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik

kepada orang tua siswa. Melalui sikap amanah ini akan dicapai tujuan yang telah

ditentukan. Prinsip ini memiliki kesamaan dengan pendapat Bafadhal (2003: 43),

yaitu: perencanaan harus mempertimbangkan aspek kebijakan, anggaran,

prosedur, aturan, metode, kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Pertimbangan kedua dalam proses perencanaan SMA Negeri 1 Praya

mendasarkan pada hasil evaluasi pembelajaran sebelumnya. Jika lebih diperjelas

lagi, untuk membuat perencanaan SMA Negeri 1 Praya bertolak dari hasil

evaluasi pembelajaran sebelumnya (Bafadhal, 2003: 43). Cara ini digunakan oleh

SMA Negeri 1 Praya dalam proses perencanaan agar supaya target pembelajaran

111
yang belum dicapai dapat diraih pada tahun berikutnya perencanaan harus

memperhatikan masa kenyataan masa kini agar supaya dapat mencapai tujuan

sebagaimana yang telah ditetapkan, sehingga tidak menyimpang dari tujuan yang

telah ditetapkan (Bafadhal, 2003: 42).

Proses perencanaan pembelajaran di samping didasarkan pada dua

pertimbangan di atas, yaitu prinsip amanah dan hasil evaluasi sebelumnya, SMA

Negeri 1 Praya juga melakukan penetapan target dan program yang akan dicapai.

(Terry, 1993: 17), menyatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan pekerjaan

yang harus dilakukan oleh kelompok untuk mendapai tujuan yang ditetapkan.

Secara berurutan penetapan target dan pogram yang dicapai dilakukan melalui

tahapan-tahapan. Pertama, adalah melihat hasil evaluasi sebelumnya dengan

memperhatikan pencapaian kompetensi dasar minimal para siswa. Kedua,

memperhatikan sumberdaya baik manusia maupun non-manusia dalam upaya

mendukung proses pembelajaran, ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan

sekolah. Ketiga, menentukan target dan strategi pada pembelajaran selanjutnya,

baik target pencapaian kompetensi dasar siswa maupun target-target pembelajaran

yang lain. Setelah dikaji secara mendalam, secara garis besar temuan penelitian ini

memiliki kesamaan dengan apa yang diungkapkan Sudjana (2000: 61) bahwa

perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan

terhadap tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang, sehingga

target dan tujuan tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan.

Siswa merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran, di samping

faktor guru, tujuan, dan metode pembelajaran. Sebagai salah satu komponen

112
pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa siswa merupakan komponen

terpenting diantara komponen lainnya. Pada dasarnya ia adalah unsur penentu

dalam proses belajar mengajar. Bentuk pengelolaan siswa di SMA Negeri 1 Praya

meliputi: (1) seleksi siswa, (2) pengelompokan, dan (3) pembinaan siswa. Ini

sesuai dengan pandangan Soekarto dan Soetopo (1989: 99) menjelaskan bahwa

tugas kepala sekolah yang dibantu oleh waka kesiswaan meliputi: a) penerimaan

siswa baru, b) pembinaan siswa di sekolah, dan c) pemantapan program

kesiswaan. Untuk mendapatkan siswa yang memiliki potensi SMA Negeri 1 Praya

melaksanakan proses seleksi terhadap calon siswa baru, dengan dua model,

pertama: tes psikologi, kedua: tes numerik dan wawasan siswa. Hal ini dilakukan

untuk mendapatkan individu-individu yang memiliki potensi lebih. Seperti apa

yang diungkapkan Bafadhal (2004. 21) bahwasannya tujuan diadakannya seleksi

adalah didapatkannya siswa yang betul-betul potensial.

Dalam konteks kesiswaan, tujuan diadakannya proses seleksi tersebut

adalah untuk mendapatkan seorang calon siswa yang memiliki kemampuan

standar atau paling tidak memiliki potensi yang lebih, sehingga bisa

dikembangkan secara maksimal. Hal ini sesuai dengan pandangan Thordike dan

Hagen (dalam Kartawidjaja, 1987: 8) bahwa seleksi bertujuan memilih orang-

orang yang diharapkan mempunyai kualifikasi pengetahuan dan keterampilan

tertentu. Secara praktis, seleksi berhubungan dengan jumlah peminat, dan secara

ideal seleksi berhubungan dengan mutu lulusan yang diharapkan. Oleh karena itu

diperlukan suatu proses seleksi yang betul-betul bisa merekrut individu-invidu

secara tepat. Seleksi yang dilakukan oleh SMA Negeri 1 Praya merupakan satu

113
bentuk seleksi yang baik karena penilaiannya mencakup kognitif, afektif dan

psikomorik siswa.

Pengelompokan siswa secara heterogen merupakan pilihan SMA Negeri 1

Praya dalam mengelola pembelajaran para siswa-siswinya. Selain itu, cara ini juga

merupakan cara yang paling efisien, karena tidak terlalu membutuhkan tenaga dan

dana. Hal ini sesuai dengan pandangan Dimyati dan Mudjiono (1999: 169) bahwa

pembelajaran secara klasikal merupakan kegiatan pembelajaran yang tergolong

efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. Oleh karena itu ada

jumlah minimum siswa dalam kelas, jumlah siswa tiap kelas pada umumnya

berkisar antara 10-45 orang. Pengelompokan SMA Negeri 1 Praya tersebut di

dasarkan pada asumsi bahwa siswa dalam suatu kelas biasanya memiliki

kemampuan yang beragam, yaitu: pandai, sedang dan kurang. Karenanya guru

perlu mengatur kapan siswa bekerja perorangan, berpasangan, berkelompok atau

klasikal Madjid (2005: 112) Jika berkelompok, kapan siswa dikelompokkan

berdasarkan kemampuan sehingga ia dapat berkosentrasi membantu yang kurang,

dan kapan siswa dikelompokkan secara campuran sebagai sebagai kemampuan

sehingga terjadi tutor sebaya.

Walaupun demikian seorang guru masih dapat membelajarkan siswa dengan

baik. Pembelajaran klasikal berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu:

(1) pengelolaan kelas, dan (2) pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan kelas

adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar

dengan baik. Dalam pengelolaan kelas dapat terjadi masalah yang bersumber dari:

(a) kondisi tempat belajar, dan (b) siswa yang terlibat dalam belajar. Kondisi

114
tempat belajar yang berupa ruang yang kotor, papan tulis yang rusah, meja kursi

rusak misalnya, dapat mengganggu proses belajar-mengajar. Sedangkan masalah

siswa dapat berupa masalah individu atau kelompok. Gangguan belajar di dalam

kelas dapat berasal dari seorang siswa atau sekelompok siswa. Sudah tentu,

dengan sistem klasikal ini guru dituntut memiliki keterampilan untuk mengelola

dan mengatasi gangguan belajar siswa.

Dalam kegiatan pembelajaran dikelas ada kalanya guru membentuk

kelompok kecil. Di SMA Negeri 1 Praya agar siswa dapat bersosialisasi dengan

teman yang lain, maka para guru seringkali mengelompokkan siswa berdasarkan

tingkat kemampuan siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa yang mampu dapat

membantu siswa yang tidak mampu, dan sebaliknya agar siswa yang tidak mampu

tidak malu bertanya kepada temannya. Di samping itu, para guru juga melakukan

pengelompokan siswa berdasarkan aspek psikologis. Misalnya siswa yang

memiliki sifat kinestetik atau gerakan (Dryden, 2001: 371), mereka dikumpulkan

menjadi satu kelompok. Hal ini agar supaya guru lebih mudah untuk mengawasi

dan memberikan bimbingan kepada anak-anak dalam belajar dan lebih mudah

untuk mengkondisikan kelasnya. Cara ini sesuai dengan konsep yang

dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (1999: 165), bahwasannya dalam

pembelajaran melalui kelompok kecil, guru dapat memberikan bantuan kepada

siswa atau bimbingan kepada tiap anggota kelompok lebih intensif. Hal ini dapat

terjadi, karena: (1) hubungan antara guru dan siswa menjadi sehat dan akrab, (2)

siswa memperolah bantuan, kesempatan, sesuai dengan kebutuhan, kemampuan,

dan minat, (3) siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan belajar, cara belajar,

115
kriteria keberhasilan. Cara ini sesuai dengan pendapat (Andree, dalam Madjid,

2005: 113), bahwasanya pengelompokan siswa dapat dilakukan dengan beberapa

cara, yaitu: (1) Task planning groups, (2) Teaching groups,(3) Seating groups, (4)

Join learning groups,dan (5) Collaborative-group.

Adapun tujuan pembelajaran pada kelompok kecil ini (Dimyati, 1999: 165),

yaitu: (1) memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan

kemampuan memecahkan masalah secara rasional, (2) mengembangkan sikap

sosial dan semangat bergotong royong dalam kehidupan, (3) mendinamiskan

kegiatan kelompok dalam belajar, sehingga tiap anggota merasa dirinya sebagai

bagian dari kelompok yang bertanggung jawab, dan (4) mengembangkan

kemampuan kepemimpinan dan keterpimpinan pada tiap anggota kelompok dalam

pemecahan masalah kelompok.

Dari uraian di atas, menurut pandangan penulis cara yang dilakukan SMA

Negeri 1 Praya dalam mengelompokkan siswa berdasarkan tingkat kemampuan

dan aspek psikologis mereka menjadi kelompok-kelompok kecil sudah tepat

sekali, karena cara ini dapat memberikan efek positif bagi siswa dalam rangka

pencapain tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang telah

ditetapkan. Di samping siswa dapat saling memberi masukan (karena terdapat

tutor sebaya), juga dapat mengakrabkan antara siswa yang satu dan yang lain.

Untuk mendapatkan guru yang berkualitas SMA Negeri 1 Praya melakukan

penyeleksian yang ketat terhadap calon guru yang akan diterima di sekolah. Di

samping itu, guru-guru yang rekrut juga harus sesuai dengan kriteria yang

diharapkan oleh sekolah. Hal ini sesuai dengan apa yang ditawarkan Gorton

116
(1991: 189) mengenai rekrutmen yaitu "the active pursuit of potential candidates

for the purpose of influencing them to apply for position in the scholl district".

Yaitu bahwasannya rekrutmen merupakan proses aktif untuk mendapatkan calon

pegawai yang sangat potensial dalam posisi tertentu di sekolah.

Dalam hal ini, rekrutmen guru merupakan upaya untuk mendapatkan guru

atau pegawai yang benar-benar potensial dan memiliki kemampuan sesuai dengan

bidangnya, sehingga mampu menduduki suatu posisi atau jabatan tertentu. Di

samping itu, SMA Negeri 1 Praya menetapkan kriteria tertentu untuk menseleksi

calon pegawai, yaitu mereka yang memiliki nilai "plus". Di samping berkompeten

dalam bidang yang ditekuni, mereka memiliki kelebihan dan keterampilan yang

dibutuhkan oleh lembaga saat ini. Bentuk ini memakai konsep Gorton (dalam

Bafadhal, 2003: 21) yaitu bahwa tujuan dari rekrumten itu adalah menyediakan

calon pegawai yang memiliki nilai lebih (surplus) dan paling memenuhi

kualifikasi (most qualified and outstanding individuals) untuk menempati sebuah

jabatan. Oleh karena itu, jika kita khususkan pada masalah guru, maka orang yang

memenuhi kriteria sebagai guru di SMA Negeri 1 Praya adalah mereka yang

memiliki kompetensi sesuai dengan profesionalismenya masing-masing, juga

memiliki kemampuan lebih dibanding yang lain. Sehingga dapat menjalankan

fungsi dan tugasnya sebagai guru dengan lebih profesional. Untuk menseleksi

guru SMA Negeri 1 Praya menggunakan prinsip-prinsip yang dikemukakan

(Bafadhal, 2003: 22-23), sebagai berikut: (a) rekrutmen guru harus dirancang agar

memenuhi kebutuhan sesuai dengan yang diharapkan, (b) rekrutmen guru harus

dilakukan secara objektif, artinya secara objektif panitia penyeleksi menetapkan

117
pelamar yang lulus dan pelamar yang tidak lulus, (c) agar dapatkan calon yang

benar-benar profesional, maka materi seleksi harus mencakup semua aspek

persyaratan yang harus dimiliki oleh calon guru.

Persyaratan dan materi seleksi SMA Negeri 1 Praya yang diberikan

diantaranya dalam hal pendidikan harus lulus S-1, tes psikologi, tes akademik, tes

agama, tes keahlian dan keguruan dan wawancara. Adapun urutan seleksi adalah

sebagai berikut:

a) Seleksi administrasi dan akademik; calon guru di SMA Negeri 1 Praya

minimal harus S-1, mengisi biodata dan menyerahkan surat lamaran.

b) Seleksi "Micro Teaching dan Macro Teaching". Hal ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimana calon guru membuat desain dan skenario

pembelajaran, mengetahui seberapa besar kompetensinya. Bagaimana

kemampuan guru dalam mendesain media pembelajaran, memilih metode dan

mengelola kelas. Di samping itu, melalui tes micro teaching ini akan dapat

diketahui bagaimana performance (penampilan) guru tersebut, apakah

termasuk orang yang enerjik atau tidak. Kemudian juga bagaimana kreativitas

guru dalam membuat media pembelajaran yang dapat mengembangkan

kemampuan dan kreativitas siswa, sehingga mereka dapat belajar secara

efektif dan efisien.

c) Interview (wawancara) dengan pihak sekolah dan pihak pimpinan sekolah.

Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar komitmen guru terhadap

pendidikan. Di samping itu juga untuk mengetahui sejauh mana pemahaman

dan wawasan guru terhadap pendidikan. Lebih lanjut untuk mengetahui

118
bentuk "problem solving" ketika menemui persoalan dalam bidang

pendidikan, serta untuk mengetahui motif atau alasan-alasan masuk ke SMA

Negeri 1 Praya.

Bentuk pelatihan bagi guru yang dilakukan oleh SMA Negeri 1 Praya

berupa kegiatan: seminar, lokakarya, penataran, sarasehan dan lain sebagainya.

Kegiatan tersebut dilakukan oleh sekolah pada masa libur sekolah. Hal ini di

samping agar kegiatan tersebut tidak menganggu proses belajar siswa, juga agar

para guru dan karyawan lebih fokus dalam kegiatan pelatihan tersebut. Ini sesuai

dengan visi dan misi serta target SMA Negeri 1 Praya sebagai sekolah yang

unggul. Hal ini seperti diungkapkan Laeham dan Wexley (1992: 2), bahwa:

"performance appraisals are crucial to the efectivity management of an

organization's human resources, and the proper management of human resources

is a critical variable afecting an organization's productivity. Yaitu bahwasanya

produktivitas individu dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh individu

tersebut dalam kerjanya, yakni bagaimana ia menunjukkan pekerjaan atau unjuk

kerjanya. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru di

SMA Negeri 1 Praya, Madjid (2005: 128) baik dalam bentuk pengembangan

profesi maupun kompetensi penguasaan akademik yang meliputi (a) pemahaman

wawasan pendidikan, dan (b) penguasaan bahan kajian.

Dengan adanya palatihan-pelatihan, lokakarya, seminar, sarasehan dan lain

sebagainya, agar guru-guru memiliki pengalaman kerja yang dapat meningkatkan

performansi dan produktivas mereka selanjutnya. SMA Negeri 1 Praya

bekerjasama dengan Depdikbud, lembaga-lembaga pendidikan lainya seperti

119
Unram, UIN Mataram dan lain sebagainya. Keberhasilan suatu lembaga atau

organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang datang dari dalam

maupun dari luar. Dari beberapa faktor tersebut motivasi merupakan faktor yang

cukup dominan dapat menggerakkan faktor-faktor lain ke arah efektivitas kerja.

Menyadari akan hal tersebut SMA Negeri 1 Praya berupaya untuk

memberikan status dan jenjang karir yang jelas terhadap para guru dan

pegawainya. Secara tidak langsung dengan adanya kejelasan status dan jenjang

karir yang diberikan sekolah akan memotivasi kinerja para guru dan pengawai.

Sebagaimana di kemukakan (Challen dan Clark dalam Mulyasa, 2004: 143)

bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya

tingkah laku kearah tujuan tertentu. Mengacu kepada pendapat tersebut, dapat

dikemukakan bahwa motivasi merupakan suatu bagian yang sangat penting

dalam lembaga. Para tenaga pendidikan akan bekerja dengan sungguh-sungguh

apabila memiliki kejelasan status dan jenjang karir, mereka akan memperlihatkan

kinerjanya, mempunyai perhatian dan ingin ikut serta dalam tugas maupun

kegiatan. Dengan kata lain, seorang tenaga kependidikan akan melakukan semua

pekerjaannya dengan baik apabila ada faktor pendorongnya. Seseorang bekerja

menurut Bafadhal (2003: 93-94) adalah untuk kebutuhan-kebutuhan yang

menimbulkan suatu tindakan atau perbuatan (behaviour) yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan (goals).

Bentuk lain yang diupayakan sekolah untuk mengelola guru adalah

melakukan pembinaan dan peningkatan kegiatan kelompok kerja guru (KKG).

Dengan adanya kegiatan ini, maka SMA Negeri 1 Praya mendatangkan Trainer

120
dari luar untuk melatih para guru. Untuk membina dan meningkatkan kegiatan

guru, SMA Negeri 1 Praya menggunakan pandangan (Challan and Clark, 1998:

161), bahwa untuk menumbuhkan profesionalisme guru kepala sekolah harus

melakukan hal-hal sebagai berikut: (a) membantu tenaga kependidikan

mengembangkan pola perilakunya, (b) membantu tenaga kependidikan

meningkatkan standar perilakunya, (c) menggunakan pelaksanaan aturan sebagai

alat.

Selain kegiatan kelompok kerja guru, untuk membina dan meningkatkan

kegiatan guru, SMA Negeri 1 Praya juga melakukan studi banding dengan

lembaga-lembaga yang lain untuk belajar lebih jauh mengenai manajemen

sekolah-sekolah unggul dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru

diperlukan berbagai pembinaan dan pelatihan agar kinerja serta unjuk kerja guru

yang lebih berkualitas, seperti diungkapkan Laeham dan Wexley (1992: 2),

bahwa: "performance appraisals are crucial to the efectivity management of an

organization's human resources, and the proper management of human resources

is a critical variable afecting an organization's productivity. Yaitu bahwasanya

produktivitas individu dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh individu

tersebut dalam kerjanya, yakni bagaimana ia menunjukkan pekerjaan atau unjuk

kerjanya.

SMA Negeri 1 Praya menjadikan kegiatan penyambutan kepada siswa

sebagai satu wahana untuk mempertemukan kesenjangan antara guru dengan

siswa agar siswa tidak takut dan stress. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan

Gordon Stokes (dalam Dryden, 2001: 371) bahwasanya 80 persen kesulitan

121
belajar berhubungan dengan stress, oleh karena itu singkirkan stress, maka anda

akan menyingkirkan kesulitan.

Adanya perhatian guru kepada siswa akan dapat membuat siswa merasa

lebih dekat dengan guru. Mengajar siswa yang memiliki persepsi dan hubungan

baik dengan guru lebih mudah dari pada mengajar siswa yang jauh bahkan tidak

menyukai seorang guru. Di samping hal tersebut dapat mendekatkan aspek

emosional siswa dengan guru, siswa juga akan merasa lebih nyaman dan tidak

mengalami ketakutan yang dapat membuat anak stress. Cara ini sesuai dengan

apa yang diungkapkan Madjid (2005: 131-132). Bahwasannya Berbaur dengan

anak-anak, masyarakat dan sebagainya. Tidak eksklusif, seperti makan bersama

mereka, bermusyawarah bersama mereka, dan berjuang bersama mereka

merupakan bentuk pengelolaan pembelajaran siswa.

Sebelum siswa masuk dalam proses pembelajaran di dalam kelas. SMA

Negeri 1 Praya menerapkan pra-pembelajaran untuk mengkondisikan anak dan

menyiapkan diri anak agar mereka dapat melaksanakan proses pembelajaran

dengan maksimal. Kegiatan tersebut sesuai dengan prinsip pembelajaran yang

dikemukakan Madjid (2005: 131-132) bahwasannya membangun aspek

emosional siswa sebelum proses pembelajaran dilakukan merupakan hal sangat

urgent. Siswa akan merasa siap melakukan proses pembelajaran ketika aspek

psikologis mereka disiapkan, memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan

anak (aspek psikologis/ilmu jiwa).

Proses pembelajaran merupakan proses inti dalam kegiatan pendidikan di

sekolah. Kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya dilakukan di ruang kelas,

122
laboratorium, maupun tempat lain yang dapat digunakan untuk proses belajar

mengajar. Karena dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara guru dengan

murid. Kegiatan pembelajaran dapat berupa penyampaian materi pelajaran,

pelatihan, dan pemberian pengalaman yang dilakukan oleh guru.

Dalam kegiatan proses pembelajaran SMA Negeri 1 Praya memakai konsep

Hilda Karli (2004: 27), yaitu: (1) selalu membuat perencanaan konkrit dan detail

yang siap untuk dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar; (2) bergeser pada

pola baru, yaitu guru sebagai “mitra” atau “fasilitator” pada semua individu; (3)

bersikap kritis, kreatif dan produktif; (4) merubah pola tindakan peran siswa

sebagai konsumen (mendengar, menghafal, mencatat) ke arah pola baru peran

siswa sebagai produsen (bertanya, meneliti, mengarang, menulis dan lain

sebagainya); (5) kreatif untuk menghasilkan karya pendidikan seperti: pembuatan

alat bantu belajar, analisis bahan ajar, penyusunan alat penilaian yang beragam

dan lain sebagainya.

Kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya dilakukan di ruang

kelas/sekolah, laboratorium dan perpustakaan dan tempat lain yang dapat

dijadikan kegiatan belajar. Karena disana siswa dapat memperoleh berbagai

pengalaman dan pelatihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hilgard dan

Cronbrach (dalam Arikunto, 1990: 21) bahwa latihan yang membentuk proses

belajar dapat terjadi di laboratorium atau melalui pengalaman. Memang belajar,

bukan hanya terjadi di sekolah, tetapi dapat terjadi di mana-mana. Belajar

merupakan sesuatu yang dilakukan manusia untuk memenuhi instingnya

mengembangkan diri. Belajar terjadi karena manusia itu sendiri secara mandiri

123
melakukan latihan-latihan dengan sengaja agar dirinya memiliki pengetahuan,

keterampilan atau sikap tertentu. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan atas teori-

teori yang telah dikuasai terlebih dahulu maupun karena coba-coba atau yang

sering dikenal dengan belajar “trial and error” dapat saja terjadi tetapi seringkali

tidak efektif.

SMA Negeri 1 Praya sangat memperhatikan pengelolaan metodologi

pembelajaran, mulai dari metode pembelajaran konvensional sampai pada metode

pembelajaran modern. Ini sesuai dengan ungkapakan Mahmud Yunus (1965: 65)

"Athoriqah ahamm min al maddah" bahwasannya “metode yang lebih penting

dari materi.” Bentuk pengelolan metodologi pembelajaran SMA Negeri 1 Praya

berprinsip pada proses pembelajaran yang melibatkan siswa, sehingga dapat

mengakifkan siswa, membuat siswa kreatif dan dapat siswa merasa senang. Hal

ini sesuai dengan prinsip yang terdapat dalam Quantum Teaching Deporter

(2000: 3), yaitu: pengubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya,

menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan

momen belajar dan berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas-

interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar.

Pemilihan SMA Negeri 1 Praya terhadap metode Quatum sangatlah

beralasan, karena dalam proses pembelajaran yang terpenting adalah adanya

pelibatan siswa di dalamnya, di samping itu pembelajaran terasa menyenangkan

bagi siswa. Hal ini dikarenakan pada faktor psikologis dan fisiologis. Di mana

pembelajaran yang dapat diterima dengan cepat oleh anak usia 16-18 tahun

adalah semi konkrit atau konseptual kongkrit. Sehingga di SMA Negeri 1 Praya

124
guru-guru dalam proses pembelajaran sebelum memberikan materi mereka harus

mempersiapkan alat-alat yang berkaiatan dengan materi yang akan diberikan,

sehingga siswa akan dapat lebih maksimal dan menyerap materi yang

disampaikan, karena mereka memahami tidak dari satu indra saja melainkan dari

berbagai indra yang mereka miliki.

Secara umum SMA Negeri 1 Praya menggunakan prinsip-prinsip metode

QTL (Quantum teaching and learning), namun demikian dengan semakin

banyaknya metodologi pembelajaran yang ditemukan baik oleh pakar pendidikan

dalam luar negeri, maka hal ini menjadi pertimbangan bagi SMA Negeri 1 Praya

untuk selalu siap dengan adanya informasi dan metodologi baru walaupun tidak

semua metode baru efektif dalam pembelajaran.

Kolaborasi berbagai metode yang digunakan di SMA Negeri 1 Praya

meliputi: Super Memory System, Mind Mapping, BrainGym, Super Learning dan

Contextual Learning. Ini sesuai konsep Dryden (2002: 101) Quantum Learning,

Accelerated Learning, Super Learning (belajar super), Suggestopedia, Whole-

Brain Learning (belajar dengan seluruh otak), dan Integratif Learning (belajar

terpadu). Sayangnya istilah tersebut seringkali menimbulkan kerumitan. Semua

metode tersebut nampak menyenangkan, pada umumnya sistem tersebut memiliki

karakter yang sama, mendorong kita untuk menggunakan segala kecerdasan dan

indra untuk belajar lebih baik. Hal tersebut dapat dilakukan melalui musik, irama,

rima, gambar, perasaan, emosi dan tindakan.

Dalam proses pengembangan sekolah menuju sekolah yang unggul atau

berkualitas, maka SMA Negeri 1 Praya melakukan pengembangan materi dan

125
sumber belajar. Hal ini sesuai dengan pandangan Madjid (2005: 170-171)

bahwasannya materi pembelajaran dapat berupa: tempat, orang, benda, buku,

peristiwa dan fakta. Agar materi pelajaran dapat dihayati dan dipraktekkan maka

pelajaran harus disertai bagaimana aplikasinya. Jadi semua ranah harus diberikan,

ranah kogitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Sesuai dengan apa yang

diungkapkan Madjid (2005: 131-132), bahwa prinsip yang harus diperhatikan

dalam pembelajaran adalah keragaman anak, tujuan moral (kognitif, emosional

dan kinetik) dan aspek psikologis lainnya. Untuk pemantapkan pelajaran, seperti

disebutkan di muka, SMA Negeri 1 Praya melakukan pengembangan dengan

tambahan atau pengayaan di sekolah, praktek di laboratorium ilmu Pengetahuan

Alam (IPA), belajar peta buta memakai komputer, dan merangkum pelajaran di

perpustakaan, pada saat menjelang ujian.

Dalam rangka mengembangkan sumber belajar tersebut SMA Negeri 1

Praya menjadikan objek tertentu sebagai materi pembelajaran. Baik berupa

tempat wisata, media massa, media elektronik dan tempat-tempat lain yang dapat

dijadikan sebagai sumber belajar seperti museum dan lain sebagainya.Hal ini

sesuai dengan pendapat Madjid (2005:170) bahwasannya sumber belajar dapat

berupa: (a) tempat atau lingkungan alam sekitar, (b) benda, (c) orang (manusia),

(d) Buku, (e) peristiwa dan fakta yang sedang terjadi. Objek yang sering

dijadikan SMA Negeri 1 Praya sebagai sumber belajar berupa: Museum, tempat

wisata, alam, cagar budaya, media cetak dan elektronik.

SMA Negeri 1 Praya menyedikan mesin teaching seperti komputer, LCD,

OHP, dan Internet sebagai media pembelajaran. Untuk itu sumber daya

126
manusianya harus memiliki kemampuan yang baik. Oleh karena itu, para guru di

SMA Negeri 1 Praya dibekali dengan berbagai macam keterampilan seperti

penguasaan komputer dan internet, LCD, flash dan berbagai macam mesin

teaching yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.

Guru dapat menggunakan media yang efektif dan efisien dan mampu

dimiliki oleh sekolah serta tidak menolak digunakannya teknologi modern yang

relevan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman. SMA Negeri 1

Praya membekali guru-guru dengan berbagai bentuk pelatihan dalam upaya

meningkatkan profesionalisme dalam mengajar maupun penguasaan teknologi

terbaru dalam pembelajaran. Hal ini seperti yang diungkapkan Hamalik (1985:

16), Agar seorang guru dapat menggunakan media pembelajaran secara efektif,

setiap guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang media

pembelajaran

Permasalahan pokok yang cukup mendasar adalah sejauhmanakah kesiapan

guru-guru dalam menguasai dan menggunakan media pembelajaran di sekolah

untuk membelajarkan siswa secara optimal dalam rangka mencapai tujuan

pembelajaran. Semakin maju perkembangan masyarakat dan teknologi modern,

maka semakin besar dan berat tantangan yang dihadapi guru sebagai pendidik

dan pengajar di sekolah. SMA Negeri 1 Praya menekankan kepada setiap guru

agar mampu membuat media pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan guru yang

memiliki kemampuan dan kecakapan atau kretivitas yang memadai.

Di SMA Negeri 1 Praya bagi guru yang bisa membuat media pembelajaran

sendiri mereka mendapatkan point atau reward (penghargaan) tersediri dari

127
sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Siagian (1987: 90) bahwasannya

penghargaan yang layak bagi seorang guru merupakan salah satu bentuk

peningkatan harkat dan martabatnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pelatihan

secara kontinyu dan sistematis agar tujuan pembelajaran dapat dicapai sesuai

yang diharapan oleh sekolah.

Dalam rangka meningkat mutu pendidikan dan pembelajaran, SMA Negeri

1 Praya melakukan teknik supervisi dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan

dengan dua cara yaitu: supervisi secara langsung dan supervisi secara tidak

langsung (guru yang profesional) dengan cara self assessment. Hal ini sesuai

dengan apa yang dikemukakan Bafadhal (2004: 80), bahwasannya ada dua

macam teknik supervisi, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi

kelompok. Teknik supervisi individual meliputi: kunjungan kelas, observasi,

percakapan pribadi, saling mengunjungi dan penilaian diri sendiri (self

assessment). Sementara teknik supervisi kelompok meliputi kepanitiaan, semina,

perpustakaan profesional, laboratorium kurikulum, mengikuti kursus, kuliah,

bacaan terpimpin, demonstrasi, pengajaran, perjalanan staf, diskusi panel,

pertemuan guru dan lokakarya.

SMA Negeri 1 Praya melakukan upaya evaluatif dalam mengukur

keberhasilkan proses belajar mengajar melalui beberapa hal diantaranya: (1)

adanya supervisi baik secara langsung atau tidak langsung, (2) evaluasi formatif

dan sumatif, (3) rapat mingguan sekolah. Hal ini bertujuan untuk suatu proses

pengambilan keputusan-keputusan pendidikan selanjutnya, Thordike dan Hagen

dalam Kartawidjaja (1987: 8) bahwasannya salah satu bentuk evaluasi adalah

128
evaluasi hasil belajar. Pegukuran dan evaluasi tidak hanya berguna untuk

mengetahui tingkat pemahaman dan penguasaan tetapi juga memberikan

gambaran pencapain program pembelajaran secara menyeluruh.

Agar dapat melaksanakan kegiatan belajar-mengajar secara efektif dan

efisien, para guru di SMA Negeri 1 Praya melakukan persiapan yang berkaitan

dengan materi pembelajaran yang akan di sampaikan kepada para siswa. Baik

yang menyangkut kebutuhan peserta didik, memilih materi, identifikasi teknik-

teknik pembelajaran, merencanakan aktivitas pembelajaran, memberikan

motivasi, dan persiapan aktivias terakhir yaitu evaluasi pembelajaran. Jika kita

pahami lebih jauh, hal ini sesuai dengan prinsip Hunt (1999: 24), bahwasanya

untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang baik, guru-guru harus

mempersiapkan dirinya dengan membuat perencanaan yang baik dan dapat

menyelenggarakan proses pembelajaran yang ideal. Sedangkan unsur-unsur

pembelajaran yang baik antara lain: mengidentifikasi kebutuhan siswa, tujuan

yang hendak dicapai, berbagai strategi dan skenario yang relevan digunakan

untuk mencapai tujuan, dan kriteria evaluasi.

Bentuk persiapan guru SMA Negeri 1 Praya yaitu: membuat perencaaan dan

jurnal pembelajaran yang bersifat tertulis yang harus dilaporkan setiap

minggunya, diantaranya isinya meliputi beberapa hal yaitu: kompetensi dasar,

materi standar, media, metode, indokator hasil belajar, skenario pembelajaran

dan penilaian berbasis kelas. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan

Madjid (2005: 89) Persiapan mengajar pada hakikatnya memproyeksikan tentang

apa saja yang akan dilakukan. Dengan demikian, persiapan mengajar adalah

129
memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran perlu dilakukan untuk menkoordinasikan komponen

pembelajaran berbasis kompetensi, yakni: kompetensi dasar, materi standar,

indikator hasil belajar, skenario pembelajaran, dan penilaian berbasis kelas

Guru-guru di SMA Negeri 1 Praya menerapkan hubungan yang harmonis

dengan siswa-siswinya, hal ini dapat dilihat melalui beberapa, misalnya dari

bentuk penyambutan para guru dipintu gerbang saat siswa datang ke sekolah. Ini

sesuai dengan konsep Gordon (1976) menyebutkan bahwa titik terpenting yang

perlu diperhatikan dalam hubungan antara guru dan siswa adalah dimilikinya

keterampilan istimewa untuk berkomunikasi oleh guru tersebut. Di dalam

kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh guru terdapat salah satu

kompetensi yang disebut: “kompetensi untuk melaksanakan interaksi belajar

mengajar”. Di dalamnya terdapat suatu unsur yang disebut kemampuan berbicara

dalam arti menyampaikan pengajaran kepada siswa.

Di samping itu, kepala sekolah SMA Negeri 1 Praya senantiasa menekankan

kepada para guru untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dirinya, dia

harus menjadi guru yang sabar, yang bisa diteladani dan disenangi oleh anak-

anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Madjid (Setopo, 2005: 219) bahwasannya

tugas guru adalah membangun hubungan baik mencakup: (a) hubungan guru dan

murid, (b) hubungan antara guru dan sesama guru, (c) hubungan guru dengan

atasannya, (d) hubungan guru dengan pegawai tata usaha, (e) hubungan guru

dengan orang tua, dan (e) hubungan guru dengan masyarakat.

130
Ada beberapa upaya yang dilakukan guru untuk memotivasi belajar siswa,

diantaranya melalui: a) komunikasi antara guru dengan orang tua, (b) bernyanyi,

bemain dan yel-yel, (c) pemberian reward dan punishment, (d) pendekatan

emosial siswa.

SMA Negeri 1 Praya mengajak orang tua untuk lebih memperhatikan anak,

hal ini dilakukan oleh sekolah melalui pertemuan antara pihak sekolah dengan

orang di awal tahun. Sekolah menjelaskan program-program yang akan

dilaksanakan di sekolah, sehingga orang tua mengerti dan memahami bagaimana

seharusnya mereka mendidik dan mengawasai anaknya agar program-program

yang sudah diagendekan oleh sekolah dapat diikuti oleh anak-anak dengan baik.

Dalam upaya memotivas belajar siswa melalui komunikasi, para guru SMA

Negeri 1 Praya menggunakan pendapat Indrafachrudi (994: 59) yaitu

bahwasannya hubungan antara sekolah dan orang tua/wali murid berbentuk

kerjasama dalam menciptakan lingkungan sekolah dan keluarga yang baik.

Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan baik kondusif untuk

pembelajaran, sedangkan lingkungan keluarga yang baik adalah lingkungan

keluarga yang harmonis, sehat, edukatif yang mendorong pertumbuhan dan

perkembangan anak

Guru-guru di SMA Negeri 1 Praya juga menggunakan teknik bernyanyi,

bermain, dan yel-yel utnuk memotivasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat

Bobbi DePorter (2000: 73), bahwasannya musik dapat merangsang,

meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar. Di

samping itu, kebanyakan siswa menyukai musik. Lebih lanjut irama, ketukan dan

131
keharmonisan musik dapat mempengaruhi fisiologi manusia terutama gelombang

otak dan detak jantung, selain itu juga membangkitkan perasaan dan ingatan

(Lazanov, 1997). Musik dapat membantuk siswa masuk ke keadaan belajar

optimal.

Upaya ketiga yang dilakukukan para guru di SMA Negeri 1 Praya

memberikan hadiah kepada siswa yang berprestasi. Bentuk hadiah berupa: (1)

point prestasi, (2) bintang prestasi, (3) tropi, (4) benda tertentu yang diberikan

oleh guru atau wali kelas. Bentuk reward (hadiah) para guru di SMA Negeri 1

Praya sesuai dengan pendapat Emmer (dalam Suharsini Arikunto, 1980: 160) ada

bermacam-macam hadiah mulai dari yang berbentuk simbol, pengakuan,

kegiatan, sampai yang berupa benda.

Jika hadiah dapat menguatkan motivasi siswa dalam belajar dan juga

timbulnya perilaku positif, maka hukuman dapat "melemahkan atau

menghentikan" tingkahlaku yang negatif.

Dalam menggunakan hukuman guru-guru di SMA Negeri 1 Praya sangatlah

bervariasi mulai dari membersihkan ruang, melalui PR, LKS dan lain sebagainya.

Namun ada satu hal yang menarik, ketika anak-anak tidak bisa tertib di dalam

sholat berjamaah hukuman yang diberikan tidak sebagaimana biasannya yaitu

siswa didekati oleh seorang guru kemudian ditanya tentang alasan ketidak

tertibannya, baru kemudian diberi sangsi "membaca istighfar" sesuai dengan

tingkat kesalahan yang telah dilakukan. Minimal 20 kali, akan tetapi berdasarkan

observasi dan hasil wawancara peneliti dengan waka kesiswaan hal ini efektif

sekali untuk mengurangi tingkat ketidak disiplinan anak. Terbukti anak yang

132
melanggar tata tertib, setelah membaca diberi nasehat dan pendekatan emosional

kemudian membaca istighfar mereka tidak melakukan kesalahan yang kedua kali.

Memperhatikan emosi siswa dapat membantu para guru untuk mempercepat

pembelajaran. Memahami emosi mereka juga dapat membuat pembelajaran lebih

berarti. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka guru-guru SMA Negeri 1

Praya melakukan upaya pendekatan emosional untuk membantu dan memotivasi

(mendorong) pembelajaran para siswa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

yang menunjukkan adanya hubungan antara keterlibatan emosi, memori jangka

panjang, dan belajar. Peneliti dan psikolog kognitif Goleman (dalam DePorter,

2000: 22) menyatakan:

Dalam tarian perasaan dan pikiran, kekuatan emosi menuntun keputusan kita
saat demi saat, bekerja bahu membahu dengan pikiran rasional, mengaktifkan
atau menonaktifkan pikiran itu sendiri. Boleh dibilang kita mempunyai dua
otak, dua pikiran- dan dua jenis kecerdasan: rasional dan emosional.
Bagaimana kita berkiprah dalam hidup (dan belajar) ditentukan oleh
keduanya- bukan hanya IQ melainkan kecerdasarn emosional juga berperan.
Tentu saja, intelek tidak dapat bekerja pada puncaknya tanpa kecerdasan
emosional (Goleman, 1995: 28)

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tanpa adanya

keterlibatan emosi. Hal ini juga didukung oleh pendapat Howard, (1995: 94)

bahwasanya kunci untuk mengembangkan kompetensi anak adalah membangun

ikatan emosionalnya, dengan cara menciptakan kesenangan dalam belajar,

menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar.

Ada dua model bimbingan belajar yang dilakukan para guru di SMA Negeri

1 Praya, yaitu: pertama, bimbingan siswa berpretasi, dan kedua, bimbingan bagi

anak-anak yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata. Bagi siswa yang

memiliki kemampuan di atas rata-rata mereka diberi program pengayaan,

133
sedangkan bagi mereka yang memiliki kemampuan mereka diberi program

remidial. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Surya (1975: 64)

bahwasannya bimbingan belajar merupakan salah satu teknik memberikan

bantuan secara individual. Dalam melakukan bimbingan belajar, para guru SMA

Negeri 1 Praya melakukan dengan komunikasi secara langsung dengan siswa.

cara ini sesuai dengan pendapat Surya (1975: 64) teknik pemberian bantuan atau

bimbingan belajar dapat dilakukan dengan face to face relationship.

Dalam upaya membantu siswa yang kurang mampu dalam belajar, maka ada

“team teaching” yang terdiri dari dua guru yang mengajar di dalam kelas yang

dikelompokkan secara heterogen-klasikal. Salah satu dari mereka sebagai

pengajar dan yang lain membantu untuk mengelola lingkungan kelas dan

memberi bantuan belajar kepada siswa yang kurang mampu. Hal ini dilakukan

untuk membantu melayani mereka yang memiliki kompetensi di bawah rata-rata

agar mereka dapat mencapai standar minimal dari kompetensi yang telah

dilakukan. Sebagaimana pendapat Sukmadinata dan Nana (2004: 81-82) bahwa

bimbingan belajar individual diperluas kepada kelompok walaupun metode ini

juga digunakan untuk membantu individu-individu yang mempunyai masalah

gangguan emosial yang serius.

Model pembelajaran secara individual yang dilakukan para guru di SMA

Negeri 1 Praya selaras dengan penapat Dimyati (1999: 161) bahwasannya

kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan

belajar kepada masing-masing individu dapat ditemukan pada pembelajaran

individual klasikal, tetapi prinsipnya berbeda. Pada pembelajaran individual, guru

134
memberi bantuan pada masing-masing pribadi. Sedangkan pada pembelajaran

klasikal, guru memberi bantuan secara umum.

Upaya selanjutnya yang dilakukan para guru SMA Negeri 1 Praya untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa yaitu dengan menggunakana metode

problem solving untuk membantu anak-anak dalam menyelesaikan masalah dan

memecahkannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Madjid (2005: 138)

bahwasannya metode problem solving merupakan cara memberikan pengertian

dengan menstimulasi anak didik untuk memperhatikan, menelaah dan berfikir

tentang suatu masalah untuk selanjutnya menganilisis masalah tersebut sebagai

upaya memecahkan masalah.

Pemecahan masalah bukan hal yang sederhana, akan tetapi lebih kompleks

dari pada yang diduga. Pemecahan masalah memerlukan keterampilan berfikir

yang banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsikan,

menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, meramalkan, menarik

kesimpulan dan membuat generalisasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan

dan diolah. Itulah sekedar beberapa kerampilan yang seharusnya diajarkan di

sekolah.

Sayang sekali banyak sekali guru yang tidak menyadari kompleksitas

pemecahan masalah dan menyediakan waktu yang cukup untuk mengajarkan

keterampilan dasar bagi pemecahan masalah. Kebanyakan guru mengharapkan

siswa dengan sendirinya akan sanggup menguraikan kemampuan memecahkan

masalah dan menggunakannya dalam semua pelajaran.

135
Keterampilan memecahkan masalah dapat diajarkan. Pemecahan masalah

dapat dipandang sebagai manipulasi informasi secara sistematis, langkah demi

langkah, dengan mengolah informasi yang diperoleh melalui pengamatan untuk

mencapai suatu hasil pemikiran sebagai respons terhadap problematika yang

dihadapi. Untuk memecahkan masalah kita hatus melokasi informasi,

menampilkannya dari ingatan lalu memprosesnya dengan maksud untuk mencari

hubungan, pola atau pilihan baru, memecahkan masalah adalah mengambil

keputusan secara rasional.

Penggunaan home visit sebagai salah satu bentuk peningkatan prestasi

belajar siswa di SMA Negeri 1 Praya. Cara ini dimaksudkan untuk lebih

mengakrabkan antara guru dengan siswa dan orang tua. Teknik ini sesuai dengan

pendapat Indrafachrudi (1994: 68) bahwasanya teknik “home visit” dapat

dilakukan melalui kunjungan rumah agar guru dapat mengetahui masalah anak di

rumahnya. Di samping itu, agar orang tua dapat memberikan perhatian dan

motivasi yang lebih terhadap belajar anak. Apabila setiap anak diketahui

problemnya secara totalitas (semua aspek kepribadiannya), maka program

pendidikan dan pembelajaran akn lebih mudah direncakan untuk disesuaikan

dengan minatnya.

Para guru di SMA Negeri 1 Praya menggunakan teknik “home visit”

sebagai salah satu cara untuk meningkatkan prestasi siswa. Hal ini dimaksudkan

untuk mengkomunikasikan dan mencari jalan keluar atas persoalan yang dihadapi

siswa dalam belajar agar memperlancar mencapai tujuan program pendidikan di

sekolah tersebut. Hal sesuai dengan hasil rumusan Etika Jabatan Guru FIP IKIP

136
Malang (dalam Madjid, 2005: 219) yang telah menyusun tata cara akhlak, yang

wajib diamalkan oleh setiap guru dalam jabatannya, diantaranya adalah

membangun hubungan baik antara guru dengan orang tua.

Para guru SMA Negeri 1 Praya menerapkan berbagai upaya untuk

meningkatkan prestasi siswa salah satunya dalam bentuk kegiatan yang mengarah

kepada pembentukan sikap dan perilaku anak yang baik. Hal ini dapat melalui

beberapa kegiatan rutin yang dilakuan oleh anak-anak, misalnya mereka

dibiasakan untuk membiasakan diri mereka untuk mengucapkan salam ketika

bertemu dengan bapak/ibu, pembiasaan mentertibkan diri dan temannya sebelum

masuk kelas, pembiasaan membuang sampah pada tempatnya, pembiasaan

berdo’a sebelum proses pembelajaran dimulai.

Kegiatan tersebut berorientasi pada pembentukan sikap dan perilaku pada

anak. Ini sesuai dengan teori behavioristik, bahwasanya untuk membentuk

perilaku yang sama harus dilakukan stimulus secara terus menerus agar

menghasilkan respon yang positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Galloway

(1976), Proses belajar berarti pengetahuan stimulus yang diterima dalam

menyesuaikan dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran

seseorang berdasarkan pengalaman sebelumnya (Muhaimin, 2002: 199).

Upaya guru-guru SMA Negeri 1 Praya dalam mengevaluasi hasil belajar,

yaitu menggunakan berbagai model evaluasi pembelajaran. Diantaranya dapat

dilakukan melalui pengamatan, bentuk proyek, bentuk tulis, lisan dan praktik, tes

lisan (mencongak). Bentuk evaluasi tersebut sesuai dengan pendapat Madjid

137
(2005: 195) tentang berbagai macam bentuk evaluasi yang dapat digunakan untuk

menilai hasil belajar siswa.

Berdasarkan penelusuran penulis, bentuk evaluasi melalui pengamatan

memiliki kesamaan dengan pendapat Madjid (2005: 195). Menurutnya penilaian

dapat dilakukan dengan memperhatikan sikap manusia. Karena manusia

mempunyai sifat bawaan misalnya: kecerdasan, temperamen, dan sebagainya.

Dari paparan data di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa

manajemen pembelajaran yang diterapkan oleh SMA Negeri 1 Praya dalam

upaya meningkatkan kualitas pembelajaran menggunakan teori manajemen

modern, yang mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran.

D. Refleksi Penelitian

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini belum mampu

menjawab secara tuntas berbagai hal yang berhubungan dengan fokus dan

subfokus penelitian. Berikut pengalaman empiris peneliti dalam melakukan

penelitian, hambatan-hambatan metodologis yang dihadapi, keterbatasan

penelitian, khususnya kelemahan berkaitan dengan metode penelitian,

teknik pengumpulan data, subjek/informan yang terlibat:

1. Meneliti pada tempat yang memiliki rutinitas tinggi jelas membutuhkan waktu,

strategi, dan fokus. Pada pengumpulan data contohnya a) meminta waktu

kepala sekolah atau guru jelas sangatlah sulit, b) pelayanan bagi peneliti untuk

menyediakan dokumentasi, waktu menjelaskan, dan kesempatan sangat sulit, c)

138
secara psikologis rasa gugup (nervouse) dalam wawancara sehingga kurang

efektif, d) Jumlah informan yang diwawancarai yaitu terlampir pada pedoman

wawancara, adapun selebihnya adalah guru dan siswa untuk melakukan cross

chek data dan e) menolak merekam wawancara serta menolak menyebut nama.

2. Penelitian ini harus mempertimbangkan seni berwawancara tanpa

menggunakan teks pertanyaan untuk menunjukan kualitas peneliti dalam

mewawancara. Hal ini dilakukan peneliti untuk mambangun midset

kepercayaan subyek dan seni yang baik dalam wawancara.

3. Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, bagi peneliti lain yang akan

melakukan penelitian serupa dapat mengkaji lebih lanjut, baik pada latar yang

sama maupun pada latar penelitian yang lain dengan melihat dari beberapa

aspek implementasi manajemen sekolah unggulan.

139
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan fokus penelitian, paparan data, hasil pembahasan dan temuan

penelitian, dapat penulis simpulkan bahwa:

1) Bentuk manajemen pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya adalah manajemen

modern dengan indikator sebagai berikut: (1) kepemimpinan yang

transformatif visioner, (2) memprioritaskan usaha pada jangka panjang, (3)

menumbuhkan motivasi para pegawai, (4) meningkatkan kemampuan dan

kreativitas, dan (5) memberi penghargaan baik secara materiil maupun non-

materiil.

2) Pelaksanaan manajemen pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya dilakukan

dengan: (1) perencanaan yang dibahas dalam rapat kerja (raker) sekolah yang

melibatkan semua komponen baik kepala sekolah, waka, guru dan karyawan..

(2) Pengelolaan pembelajaran terhadap semua komponen-komponen

pembelajaran. (3) Pengelolaan guru, yaitu: seleksi guru secara ketat, pengikut

sertaan dalam pelatihan, dan pemberian status dan jenjang karir yang jelas. (4)

Pengelolaan KBM. (5) Pengelolaan Bahan Ajar/Materi. (6) Pengelolaan

Media. (7) Pengelolaan Lingkungan. (8) Evaluasi Pembelajaran

3) Bentuk upaya yang dilakukan oleh guru dalam mendukung kegiatan

pembelajaran di SMA Negeri 1 Praya sesuai dengan prinsip-prinsip

pembelajaran modern, baik dari aspek perencanann, pengelolaan, dan evaluasi

hasil belajar diantaranya: 1) Persiapan guru dalam mengajar, 2) Hubungan

140
harmonis antara guru dan siswa. 3) Motivasi belajar pada anak. 4) Peningkatan

prestasi belajar siswa.

B. Saran-saran

Dari hasil penelitian tentang manajemen pembelajaran sekolah unggulan di

SMA Negeri 1 Praya, maka peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai

berikut:

1. Bagi para pengelola pendidikan.

Kepala sekolah merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam

keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah, sedangkan para

wakil kepala dan para guru merupakan unsur pendukung yang berfungsi

membantu kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, dalam

rangka manajemen pembelajaran yang unggul dan berkualitas, maka diperlukan

upaya bersama yang dimotori oleh kepala sekolah dalam rangka meningkatkan

mutu pendidikan dan pembelajaran di sekolah secara kontinyu dan

berkesinambungan.

2. Bagi para guru

Guru merupakan salah satu komponen terpenting dalam pembelajaran. Oleh

karena itu, penting sekali adanya kompetensi dan profesionalisme guru dalam

mengajar. Guru harus memiliki empat kompetensi sebagaimana yang diamanatkan

dalam undang-undang sistem pendidikan nasional bab VI pasal 28 ayat 3 tahun

2005 tentang kompetensi guru meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b)

kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial.

141
Oleh karena itu, guru dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam rangka

peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.

3. Bagi para praktisi pendidikan

Fenomena sekolah unggulan, khususnya pada lembaga pendidikan umum

yang bercirikan Islam merupakan sesuatu yang harus lebih diperhatikan lagi.

Karena, keberadaan mereka akan menjadi pilot project bagi pendidikan dasar

umum yang bercirikan Islam pada khususnya dan bagi pendidikan dasar yang ada

di Indonesia pada umumnya.

142
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Dorothea Wahyu. 2003. Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif.


Ghalia Indonesia: Jakarta.

Arikunto, Suharsini. 1990. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta:


Rineka Cipta.

Arsyad. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Garfindo Persada.

Asnawir. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press.

Bafadhal, Ibrahim, 2004. Dasar-dasar Manajemen Supervisi Taman Kanak-


kanak. Jakarta: Bumi Aksara.

Bafadhal, Ibrahim. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar; dari


Sentralisai Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Bloom, Benjamin S. 1956. Taxonomy of Educational Objectives: The


Classification of Educational Goals, Handbook I Cognitive Domain.
New York: Longmans, Green and Co.

Burhanudin, dkk. 2002. Manajemen Pendidikan. Malang, UM Press.

Burns, Richard W. and Gary D. Brooks, 1969. The Process Approach to Software
Development. New York: Educational Technology.

Cahyati, W. H. & Rustiana, E. R. 2012. Hubungan Antara Stress Kerja dengan


Pemilihan Strategi Coping pada Dosen. Jurnal kesehatan Masyarakat.
ISSN1858-1196

Callahan, Joseph F. Leonard H. Clark. 1983. Foundationof Education. New York:


Macmillan Publishing CompanyInc.

Damaianti dan Syamsuddin. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.


Bandung: Remaja Rosdakarya.

DePorter, Bobbi dkk. 2000. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum


Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Mizan.

Dimyati dkk, 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dryden, Gordon. 2001. Revolusi Cara Belajar: The Learning Revolution: Bagian
I. Bandung: Mizan.

143
Fathurrohman. 2012. Hakekat dan Karakteristik Sekolah Unggul. (Online).
Diakses 11/10/16.http://www.ibnushobah.web.id/2012/08/hakikat-dan-
karakteristik-sekolah-unggul.html

Gaspersz, Vincent. 2001, Total Quality Management, PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Ginanjar, Agustian, Ary. 2003. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power:


Sebuah Inner Journey Melalui Ihsan. Jakarta: ARGA.

Gordon, Thomas, 2004. Dasar-dasar Manajemen Supervisi Taman Kanak-kanak.


Jakarta: Bumi Aksara.

Gordon, Thomas. 1990. Guru yang Efektif: Cara Mengatasi Kesulitan di dalam
Kelas. Jakarta: Rajawali Press.

Gorton, Richard, A. 1976. School administration. American: WM.C. Brown


Company Publisher.

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan


Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Hidayati, Lina. 2004. Manajemen Pendidikan Di Sekolah Umum. Tesis UIN


Malang.

Indrafachrudi, Soekarto. 1994. Bagaimana Mengakrabkan Sekolah dengan Orang


Tua Murid dan Masyarakat. Malang: IKIP Malang.

Jabar. 2012. Pencapaian Keunggulan Pada Sma Negeri Dan Swasta Berkategori
Unggul Di Kota Bandung (Studi Pencapaian Keunggulan Pendidikan
pada SMA Negeri 3 Bandung, SMAK 1 BPK PENABUR, dan SMAT
Krida Nusantara). Program Doktor Program Studi Adm. Pendidikan.
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Karli, Hilda. 2004. 3 H dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Bina


Media Informasi.

Kartawidjaja, Eddy Soewardi. 1987. Pengukuran dan Hasil Evaluasi Belajar.


Bandung: Sinar Baru.

Kartawidjaja, Eddy Soewardi. 1987. Pengukuran dan Hasil Evaluasi


Belajar.Bandung: Sinar Baru.

144
Laeham dan Wexley. 1982. Increasing Productiviy Through Performance
Appraisal. USA: Addison-Wesley Publishing Company Inc.

Lincoln, Yvonna S & Egon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. California: Sage.

Macbeath & Mortimer. 2001. Improving School Effectiveness. Buckingham: Open


University Press

Madjid, Abdul. 2005. Perencanaan Pembelajaran. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Mantja, 2002. Kumpulan Karya Tulis Terpublikasi: Manajemen Pendidikan dan


Supervisi Pengajaran. Malang: Wineka Medi

Miles, M. B dan Huberman A M. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber


Tentang Metode-metode baru. Diterjemahkan Oleh Tjepjep Rohendi
Rohidi. Universitas Indonesia

Moerdiyanto. 2007. Manajemen Sekolah Indonesia Yang Efektif Melalui


Penerapan Total Quality Management. IMEC 2007 Proceedings 22-24
June 2007, Bayview Beach Resort, Penang, Malaysia.

Muhaimin, dkk, 1996. Strategi Belajar Mengajar (Penerapannya dalam


Pembelajaran Pendidikan Agama). Surabaya: Citra Media.

Mulyana, Deddy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu


Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya


Offset

Mulyasa. E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Narimawati, Umi. (2010) Metodologi Penelitian: Dasar Penyusun Penelitian


Ekonomi. Jakarta: Genesis.

Nuraeni. 2013. Strategi Pengembangan Sekolah Unggulan SMA Batik 1


Surakarta. Program Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Artikel Publikasi.

Patilima, Hamid. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press

Puxty. 1990. Majalah Pendidikan. (http://www.majalahpendidikan.com


/2011/04/pendekatan-sistem-dalam-pembelajaran.html diakses tgl 30-
8-2019

145
Rahayu. 2015. Manajemen Pembelajaran Dalam Rangka Pengembangan
Kecerdasan Majemuk Peserta Didik. MP Manajemen Pendidikan
ISSN 0852-1921 Volume 24 Nomor 5 Maret 2015. UM: Malang.

Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi Edisi ke 7 (Jilid II). Jakarta:


Prehallindo

Sadiman, Arif Sukandi. 1988. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar.


Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Sanjaya. 2008. Perencanaan Dan Desai System Pemebelajaran. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group

Sardiman, 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Sekaran, Uma. (2011). Research Methods For Business Edisi I and 2. Jakarta:
Salemba Empat.

Setyosari dan Sulton, 2003. Rancangan Sistem Pembelajaran. Malang; Elang


Mas.

Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional: Teori dan Praktek. Universitas Indonesia


Press. Jakarta

Soetopo, Hidayat dan Soemanti, Wasti. 2005. Pengantar Operasional


Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Spradley, J.P. 1997. Metode Etnografi. Terjemahan oleh Misbah Yulfa Elisabeth
Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

Sudjana, Nana. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Sinar
Baru Algensindo:

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Sukmadinata & Nana, S. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Sumintono. 2013. Sekolah Unggulan: Pendekatan Pengembangan Kapasitas


Sekolah. Fakulti Pendidikan Universiti Teknologi Malaysia, Skudai
81310-Johor Bahru Malaysia. JMP, Volume 2 Nomor 1, April 2013.

Surya, M. & Djumhur. 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah: Bandung.


CV. Ilmu.

146
Suyanto. 2006. Membangun Sekolah Yang Efektif Di Era Otonomi Daerah.
Online. http//www.search-sekolahefektif.com.Htlm.

Usman, Uzer, 1993. Upaya Optimalisasi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Remaja


Rosdkarya.

Wahyudi, Agustinus Sri. 1996, Manajemen Strategik, Jakarta, Penerbit Binarupa


Aksara.

Wilson, I., K.B. Everard., & Geoffrey, M. 2004. Effective School Management
Fourth Edition. California: Paul Chapman Publishing.

Yukl, Gary 1994. Leadership in Organisations. Terjemahan Jusuf Udayana.


Kepemimpinan dalam Organisasi. Edisi 3. Penerbit Prenhallindo,
Jakarta.

147

Anda mungkin juga menyukai