Anda di halaman 1dari 15

MOLLUSCUM CONTAGIOSUM

A. DEFENISI
Moluskum kontagiosum adalah penyakit yang ringan namun dapat
berkembang menjadi penyakit infeksi virus yang menjadi masalah pada anak-
anak. Karakteristik penyakit ini yaitu permukaan halus, papul berbentuk
kubah yang biasanya disertai eritem (dermatitis moluskum). Pasien dan
keluarganya merasa terganggu oleh lamanya perjalanan penyakit ini sebab
penyakit ini bisa bertahan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Moluskum kontagiosum perlu diperhatikan pada individu dengan
immunokompromais dan dermatitis atopik dimana masa infeksi menjadi lebih
ekstrim. Penyakit ini menular melalui hubungan sex pada orang dewasa.[1]
Infeksi melalui seksual bagi anak-anak bisa saja terjadi pada kasus-kasus
pelecehan seksual. Meskipun penyebarannya luas.Moluskum kontangiosum
biasanya terlihat didaerah genital, perianal, dan generalisata dan pada kasu-
kasus pelecehan biasanya tidak nampak kecuali ditemukan lesi yang
mencurigakan.[2]
Infeksi MC dapat meliputi seluruh tubuh atau hanya pada beberapa bagian
tubuh tertentu seperti extremitas, wajah, dan badan sedangkan pada orang
dewasa yang penularannya melalui hubungan seksual distribusi lesi biasanya
hanya pada daerah genital. [10]

B. EPIDEMIOLOGI
Tiga kelompok utama yang terkena adalah: anak-anak, dewasa yang aktif
secara seksual, dan orang-orang dengan imunosupresi, terutama mereka yang
terinfeksi HIV.[1,14,15] Prevalensi infeksi MK telah meningkat secara signifikan
dalam beberapa dekade ini, tercatat peningkatan 11 kali lipat pasien datang
dengan infeksi ini dalam 2 dekade. Peningkatan ini terjadi pada seluruh
jumlah penyakit melalui hubungan seksual.Rata-rata variasi berdasarkan
lokasi dan diperkirakan infeksi sub-klinis lebih umum terjadi daripada
klinis.[1]

1
Pasien yang terinfeksi human immunodeficiency virus memiliki resiko
tinggi terkena infeksi yang lama, dan pasien yang memiliki riwayat atopi
dapat memiliki lesi yang lebih banyak dan masa infeksi yang lama.[1]
Transmisi dapat terjadi melalui kontak kulit atau kontak membrana
mukosa, atau via hubungan seksual. Handuk mandi, kolam renang dan bak
mandi turki telah dilaporkan sebagai sumber infeksi, dan individu-individu
yang terlibat olahraga yang mengharuskan kontak jarak dekat. (contoh: gulat)
juga bisa menjadi resiko tinggi. Autoinkulasi dan koebnerisasi juga
memainkan peranan penting pada penyebaran lesi.[1][13]
Prevalensi dari moluskum kontagiosum sering dianggap sebelah mata
karena manifestasi klinisnya ringan dan komplikasi yang jarang.
Pengembangan dari uji kadar logam yang mana dapat membantu dalam
pembelajaran seroprevalensi telah dihambat oleh percobaan yang gagal untuk
mengkultur MCV secara efisien in vitro. Virus genome ini telah diurutkan
pada tahun 1996.(17)

C. ETIOLOGI
Moluskum kontagiosum disebabkan oleh lebih dari empat tipe poxvirus
yang berhubungan, dengan Molluscum Contagiosum Virus (MCV), yaitu
MCV-1 sampai -4, dan varian-variannya. Meskipun proporsi dari infeksi
disebabkan oleh beragamnya letak geografis, di seluruh dunia infeksi MCV-1
merupakan yang paling sering. Pada anak-anak sebetulnya semua infeksi
disebabkan oleh MCV-1. MCV merupakan poxvirus yag besar, dan berbentuk
seperti bata yang bereplikasi dalam sitoplasma dalam sel. Terdapat beberapa
kesamaan genomik dengan poxvirus yang lainnya. Dan biasanya 2-3 gen sama
dengan vaccinia dan variola virus. Terdapat empat sub-tipe dari MCV tapi
semuanya identik secara klinis. 98% dari penyakit di Amerika Serikat
disebabkan oleh MCV tipe 1.[1,11,14,15]
Masa inkubasi MCV adalah sekitar 2-12 minggu.Infeksi oleh MCV dapat
terjadi diseluruh dunia.Terdapat 3 kelompok primer yang biasa terinfeksi

2
MCV, yaitu anak-anak, orang dewasa yang aktif secara seksual, dan orang
dengan imunokompromais, khususnya pada orang dengan HIV. Transmisi
MCV paling sering terjadi secara kontak langsung, khususnya jika kulit basah,
misalnya infeksi melalui kolam renang.[11,13,14,15]

D. PATOGENESIS
Kulit adalah lapisan yang melindungi terhadap rangsangan fisik
maupun kimiawi dan juga terhadap invasi yang bersifat patogen lainnya. Kulit
terdiri atas lapisan terluar dan lapisan terdalam (epidermis dan dermis) yang
ditempati dan diawasi oleh sel-sel dan sistem imun.[9]
Virus bereplikasi dalam sitoplasma di sel epitel, dan sel yang telah
terinfeksi bereplikasi sebanyak dua kali dari rata-rata. Ada banyak gen MCV
yang dapat merusak sistem imun, termasuk (1) homolog dari kebanyakan
histokompatibilitas tingkat 1 rantai berat, dimana dapat berinterfensi dengan
presentasi antigen (2) homolog kemokin yang menghambat inflamasi dan (3)
homolog glutathione peroxide yang dapat melindungi virus dari bahaya
oksidatif dari peroxida.[1]
Dalam keadaan normal, makrofag, sel mast, sel Langerhans, sel dermal
dendrit (DCs) dan Sel T (pada tikus) merupakan sel imun yang umum pada
kulit. Walaupun demikian, setelah luka atau terkena infeksi, monosit, sel
dendritik plasmositoid(p DC), αβ sel T, dan sel B diambil untuk berperan pada
proses respon adaptif. MCV adalah poxvirus DNA yang menyebabkan lesi
kutaneus yang tampak seperti tumor ganas. Pada individu yang sehat, lesi ini
sering secara spontan menghilang, tetapi hanya sedikit yang diketahui tentang
aktivitas sel yang berujung kepada resolusi penyakit ini. Ada dua tipe lesi kulit
pada pasien dengan MCV dan diidentifikasi dalam populasi dari DC, IFN-
DCs, bahwa lesi infiltrat MCV diperuntukkan untuk melalui regresi spontan.[9]

3
Gambar 1.Peran dari p DCs dan IFN-DCs pada respon anti-MCV efektif.[9]

Noniflamated MCV-induced skin lesion (NI-MCs) jarang hidup bersama


makrofag dan sel dendritik. Pada inflamed MCV-induced skin lesions (I-MCs),
(1) pDCs diambil pada jenis chemerin-dependen. (2) pDCs diaktivasi melalui
reseptor seperti Toll-7/9 PADA i-MCs oleh MCV secara langsung, melalui
kontak dengan keratinosit MCV-terinfeksi, atau oleh modifikasi sendiri asam
nucleus oleh LL-37. pDCs yang aktif menghasilkan IFN-I dan
sitokin/kemokin lainnya seperti IL-6, IL-12, CCL3 dan CCL4. (4) IFN-I
merangsang diferensiasi dari monosit menjadi IFN-DCs, yang mana dapat
mensekresikan IFN-I, membunuh sel yang terjangkiti virus via granzyme B
(GrB) dan/atau TNF-related apoptosis-inducing ligand (TRAIL), dan
menghasilkan antigen viral untuk sel T. CTL, cytotoxic T lymphocyte; DC,
dendritic cell; IFN-DC, IFN-induced dendritic cell; MCV, Molluscum
Contagiosum virus; MO, monocyte; NK, natural killer cell; Mɸ, macrophage;
p DC, plasmacytoid dendritic cell.[9]

4
Sumber lain menyebutkan bahwa mekanisme MCV dalam menginfeksi
host adalah dengan memproduksi chemokines yang dapat menghambat fungsi
monosit dan migrasi leukosit ke daerah infeksi. Penurunan jumlah dari sel
Langerhan, antigen presenting cell (APC) utama pada lapisan epidermis dapat
terjadi pada pasien yang imunokompeten. MCV mengkode major
histocompatibility complex (MHC) 1rantai homolog sehingga mengagalkan
bagian penting dalam proses pengikatan peptide MCV sehingga presentasi
antigen MCV ke permukaan sel yang terinfeksi terganggu. MCV juga
memproduksi inhibitor kaspase 8 sehingga terjadi penurunan proses apoptosis
dan memperpanjang hidup MCV.[12]

E. GAMBARAN KLINIS

Lesi kutaneus.Moluskum Kontagiosum sering memperlihatkan papul


kecil merah muda yang dapat membesar, biasanya membesar hingga 3 cm
(“giant molluscum”).Seiring pembesarannya, permukaannya berbentuk kubah
dan morfologi seperti matakucing dapat dilihatsemakinjelas.Lesi dapat
memiliki umbilikasi, terdapat substansi seperti putih dadih yang dapat dilihat
dengan menekanlesi. Pada kebanyakan pasien berkembang beberapa papul,
sering pada tempat yang intertriginosa, seperti aksilla, fossa poplitea, dan
panggul. Biasanya muncul asimetris pada daerah yang sebelumnya adalah
luka. Lesi pada genital dan perianal dapat berkembang pada anak-anak dan
jarang yang memiliki kaitan dengan hubungan seksual.[1,14,15]

Lesi ini berkelompok dalam cluster atau dalam bentuk linear. Biasanya
merupakan hasil dari koebnerisasi atau perkembangan lesi pada trauma.
Eritema dan eksema dapat muncul di sekitar lesi. hal ini disebut Moluskum
dermatitis. Papul dapat menjadi eritematosa, hal ini dipercaya merupakan
respon imun dari infeksi. Pasien dengan sindrom immunodefisiensi dapat
memperlihatkan lesi yang besar dan ekstensif baik di daerah genital maupun
ekstra genital.[1,14,15]

5
Gambaran klinik pada anak, lesi biasanya tersebar merata pada seluruh
tubuh dan jumlahnya bisa lebih dari 100.Dermatitis dapat terjadi mengitari
lesi.Lesi tersebar pada wajah, tubuk, dan ekstremitas. Lesi pada daerah genital
juga dapat terjadi namun hanya sekitar 10%.[11,14,15]

Pada orang dewasa, lesi biasanya kurang dari 20% dan distribusinya
meliputi daerah genital dan bagian bawah abdomen. Sedangkan pada daerah
mukosa sangat jarang ditemukan.[11,14,15]

Pada pasien dengan imunosupresi, seperi imunosupresi pada T-cell


HIV, sarcoidosis, keganasan), imunitas kutaneus abnormal (dermatitis atopic,
penggunaan steroid topical) adalah faktor predisposisi terjadinya infeksi
MCV. Infeksi sekunder dapat terjadi dan 10% diantaranya disebabkan oleh
MCV. Lesi kutaneus bisa saja berbentuk seperti tanduk (molluscum
contagiosum cornuatum) atau eritema annulare sentrifugum, namun hal itu
jarang terjadi. [11,14,15]

Seluruh pasien yang terinfeksi HIV disertai dengan moluskum


kontagiosum telah terlebih dahulu didiagnosis AIDS dengan jumlah T-cell
kurang dari 100. Jika HIV tidak diobati, lesi dapat tersebar pada wajah,
khususnya daerah pipi, leher, dan kelopak mata, serta daerah genitalia.Lesi
dapat sedikit atau banyak dan dapat menyatu berbentuk plak.Giant lesions
sangat jarang dan dapat saja dikira sebagai karsinoma sel basal. Jika lesi sudah
menyebar sampai daerah mukosa mulut, hal itu biasanya menjadi indikasi
jumlah T-cell kurang dari 50.[11,14,15]

6
Gambar 2.Papul diameter 1-2 mm dengan central umbilikasi.[1]

Gambar 3.Multiple papul yang menyebar disertai peradangan.[1]

Karakteristik dari moluskum kontagiosum pada kulit meliputi papul


berbentuk kubah dengan umbilical sentral. Moluskum kontagiosum pada
dasarnya dapat sembuh sendiri dan sering diobati secara suportif. Walaupun
diagnosis daripada moluskum kontagiosum sering berdasarkan dari
penampakan lesi kulit, infeksi oportunistik sering menyamai moluskum
kontagiosum dan dapat memberikan dampak yang cukup serius jika tidak

7
diobati segera. Jadi, biopsy kulit sangat berguna untuk membedakan
moluskum kontagiosum dari infeksi-infeksi lainnya, cryptococcosis.(14,1516)

F. DIAGNOSIS
Diagnosis moluskum kontagiosum jelas nyata ketika didapatkan lesi
multipel pada tahap yang berbeda dan adanya papul umbilikasi yang terlihat
jelas.Papul umbilikasi terlihat lebih mudah dengan dermatoskopi. Diagnosis
dapat dikonfirmasi dengan menggunakan mikroskop electron, analisis
molecular, maupun histopatologi.[2,14,15]

1. Pemeriksaan histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi menggunakan pewarnaan HE
menunjukkan hipertrofi dan hiperplastik epidermis.Diatas sel basal terlihat
pelebaran sel yang terdiri atas pembesaranbadan inklusi intrasitoplasmik
(Henderson Peterson Bodies).[3]
2. Pemeriksaan mikroskopi
Pewarnaan lain yang dapat dilakukan adalah pewarnaan giemsa,
papanicolau, dan pewrnaan wright. Setelah dilakukan pewarnaan, dengan
menggunakan mikroskop electron dapat dilihat adanya molluscum body.[6]
3. Deteksi DNA MCV
Sampai saat ini dilaporkan bahwa moluscum contagiosum virus (MCV)
tidak dapat dikultur. Cara lain untuk mendiagnosis seseorang terinfeksi
dengan MCV adalah dengan mendeteksi DNA MCV dalam darah pasien
yang dicurigai terinfeksi MCV. MCV biasanya hanya bisa dideteksi pada
kulit, namun MCV yang telah menyebar melalui aliran darah dapat
dideteksi.Pada pasien dengan system imun yang rendah, seperti pasien
HIV, MCV DNA lebih dapat dideteksi.[5]

8
Gambar 4.Area sentral umbilikasi dengan pemeriksaan mikroskop
menggunakan pewarnaan giemsa.[1]

Gambar 5. Terlihat molluscum inclution bodies intrasitoplasma.[1]

9
Gambar 6.Henderson Peterson bodies.[3]

Gambar 7.Specimen biopsy kulit pada pemeriksaan histopatologi


menunjukkan sel epidermisyang terinfeksi (eosinophilic cytoplasmic inclusion
bodies).[1]

G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada moluskum kontagiosum yang termasuk
didalamnya adalah verrucae, granuloma pyogenic, amelanotic melanoma,

10
basal cell carcinoma, dan tumor appendageal. Infeksi jamur seperti
cryptococcosis, histoplasmosis, dan penicilliosis harus dipertimbangkan pada
pasien dengan immunocompromise.[1]
Sumber lain mengatakan bahwa diagnosis banding MK adalah tumor
adnexal benign, condiloma accuminatum, hyperplasia glandular,
keratocanthoma, leiomyoma, paget’s disease, papilloma, popular granuloma
annular, syringoma, dan verruca vulgaris.[6]

H. PENATALAKSANAAN
Sangat penting untuk mendiskusikan resiko dan keuntungan dari terapi
individu pada keluarga sebelum treatment diberikan pada kondisi ringan, yang
bertujuan untuk menyembuhkan pasien tanpa komplikasi.[1]
Lesi biasanya sembuh spontan dalam 6-9 bulan.Lesi biasanya sembuh
tanpa bekas luka tetapi terkadang terdapat luka atrofi kulit. Pada infeksi yang
bersifat parah namun sudah ada proses penyembuhan dapat terjadi inflamasi,
supurasi, dan krustasi.[3]
1. Terapi topical
Penggunaan kataridin 0,7% atau 0,9% dalam bentuk cairan untuk
mengobati MC. Cantharis vesicatoria dapat menginduksi vesikulasi
dermoepidermal junction yang digunakan secara topical. Penggunaan pada
area wajah dan genital tidak disarankan dan keluarga harus dikonseling
dikarenakan terdapat resiko kecil berupa reaksi ekstrim atau luka
(scarring).[1,14]
Pada kasus MK yang sulit disembuhkan, terapi topical berupa krim
imiquimod 5% efektif digunakan pada pasien anak dan dewasa.Cidofovir
topical, analog nukleotida yang dapat membunuh virus DNA dilaporkan
efektif.Penggunaan pasta silver nitrat 40% atau asam salisilat 15-20% satu
atau dua kali seminggu dapat mempercepat penyembuhan. Phenol dan
kantaridin 0,9% efektif digunakan pada lesi jaringan yang telah rusak.[3,14]

11
Penelitian lain menunjukkan keefektivan pengobatan pada anak
dengan moluskum kontagiosum menggunakan kombinasi minyak esensial dari
Melaleuca alternifolia dan iodin. Sedangkan interaksi kerja antar kombinasi
Melaleuca alternifolia dan iodin belum dapat dimengerti sepenuhnya dan efek
antiviral terhadap MCV juga belum diketahui sepenuhnya.Dalam penelitian
tersebut didapatkan bahwa terjadi penurunan infektivitas virus setelah
diinkubasi dengan minyak esensial kombinasi Melaleuca alternifolia dan
iodin.[7,14]
Penelitian lain menunjukkan penggunaan potassium hydroxide (KOH)
10% dan 15% topical dapat dijadikan terapi alternative, dimana
keuntungannya berupa mudah untuk digunakan, efek samping kecil, dan tidak
mahal.[8,14]

2. Terapi sistemik
penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 50% DNA MCV terdeteksi
pada plasma darah pasien yang tidak diobati dengan CMX-001, sedangkan
sebanyak 20% terdeteksi pada plasma darah pasien yang diobati dengan
CMX-001. Hal ini menunjukkan CMX-001 dapat digunakan untuk
melawan MCV. CMX-001 adalah cidofovir konjugasi lipid, antivirus yang
dapat melawan virus DNA double stranded, seperti variola, cowpox, dan
vaccinia. CMX-001 dapat diminum secara oral, ketika sudah diserap
dalam tubuh dan masuk ke dalam sel, cidofovir intraselular akan diubah
menjadi cidofovir difosfat yang cara kerjanya adalah menghambat sintesis
DNA virus.[5,14]

3. Terapi lainnya
Kuretase dan krioterapi, bagaimanapun kedua terapi tersebut menyakitkan.
Penggunaan agen anastetik topical seperti cantharidin dilaporkan paling
efisien dan efektif. Terapi topical lainnya seperti krim retinoid, krim
imiquimod, asam salisilat, cidofovir, simetidin, dan silver nitrat.[1,14]

12
Laporan lain menunjukkan elektrofulgurasi disertai kuretase efektif untuk
mengatasi lesi yang konfluens dan multipel.[3]
Krioterapi dengan nitrogen cair dilaporkan efektif tetapi prosedurnya
menyakitkan dan diulang dalam interval 3-4 minggu sampai lesi
menghilang.[3,14]

4. Terapi pada pasien dengan HIV


Salah satu laporan menyatakan bahwa pasien HIV/AIDS disertai
dengan moluskum kontagiosum dapat terjadi penyembuhan spontan dari
lesi jika pengobatan dengan HAART (Highly Active Antiretroviral
Therapy) dilakukan lebih awal dan dosis yang sesuai (seimbang). Dan jika
terjadi interupsi pada terapi HAART, maka gejala pasien akansemakin
parah dan jumlah lesi MK akan meningkat.[4,14]
Sepuluh sampai 30% pasien AIDS yang tidak menerima terapi
antiretroviral (ARV) terinfeksi dengan moluskum kontagiosum.[1,141]
Laporan lain menyatakan terdapat beberapa pilihan terapi pada MC
yang dapat diaplikasikan pada pasien dengan HIV, modulator imun topical
(Immune-modifying modalities) yaitu imiquimod. Imiquimod 5% bagian
dari imidazoquinoline family bekerja dengan cara menstimulasi Toll-like-
Receptor (TLR), seperti TLR 7 dan TLR 8 yang akan menginduksi respon
imun local antivirus. Pada banyak percobaan terjadi respon klinis yang
bagus pada proses penyembuhan lesi MK dengan penggunaan imiquimod
walaupun pada pasien dengan HIV.[12,14]
Imiquimod memproduksi proinflamasi dan sitokin antivirus, seperti
interferon-α, IL-12, TNF-α, dan interferon-γ yang diikuti dengan aktivasi
respon imun innate dan T-cell.Aktivasi sel Langerhans dengan
peningkatan presentasi antigen dan peningkatan migrasi ke daerah lifa
nodus juga terjadi. Ditambah, imiquimod secara langsung menginduksi
secara langsung proses apoptosis dengan jalur mitokondria.[12,14]

13
Gambar 8.Perbandingan terapi Imiquimod topical 5% dengan asam
salisilat 5% selama 7 bulan pada pasien dengan HIV.[12]
Table 1. Macam-macam terapi pada pasien Moluscum Kontagiosum.[1]
Terapi topical Cantharidin 0,7-0,9%
Podophyllin (10-25% resin dan 0,3-0,5% krim)
Imiquimod cream (5%)
Topical Retinoid
Silver nitrate paste
Trichloroacetic acid (25-35%)
Topical cidofovir (1% dan 3 % gel ; 1% dan 3% krim)

Terapi Oral cimetidine (40mg/kg/day)


sistemik Oral cidofovir
Subcutaneous interferon-α
Terapi lain Cryotherapy/ liquid nitrogen
Curretage

14
15

Anda mungkin juga menyukai