Anda di halaman 1dari 3

Bahuma berarti bertani, atau lazimnya masyarakat banjar bertani Padi, berikut ini adalah cara - cara

bahuma masyarakat pahuluan, khususnya Desa Suput - Kabupaten Tabalong, yang mana cara - cara
tersebut hanya ada pada budaya Banjar, baik cara menanam maupun cara menghitung hari
menanamnya. Bahuma disini kita klasifikasikan menjadi dua, yaitu: bahuma baruh dan bahuma lungkung.
Bahuma Baruh adalah bertani di sawah tadah hujan, yang mana musim bertani hanya dilakukan apabila
musim hujan tanpa menggunakan irigasi, karena disini bahuma bukan mata pencaharian pokok,
sedangkan bahuma lungkung adalah bertani di tanah kering, atau juga kadang - kadang disebut juga
bahuma gunung.

Cara - cara menghitung hari yang bagus untuk bertanam banih/padi, adalah menghitung dengan
memakai bilangan bulan Arab (Muharam, Safar, Rabiul Awal dst), dengan dimulai tanggal satu, dihitung
dengan perhitungan Baras, Banih, Lambukut, Dadak. Dengan kata lain hitungan dengan kelipatan empat,
yang mana 1, 5, 9, dst adalah kena hari Baras, dipercaya akan banyak mendapatkan hasil berupa beras,
kelipatan 2, 6, 10 dst adalah kena hari Banih, dipercaya juga banyak mendapatkan banih/padi yang
belum digiling, selanjutnya adalah hari Lambukut dan Dadak, dipercaya menanam pada dua hari
tersebut kurang mendapatkan hasil atau juga hasilnya jelek.

1. Bahuma Baruh

Langkah awalnya adalah Barimba, atau membersihkan rumput atau tanaman yang tumbuh lebat di areal
baruh, hal ini juga biasanya diawali dengan menyemprotkan herbisida, guna memudahkan marimba.
Rumput hasil marimba ini bisa dimanfaatkan sebagai pembuat Galang atau pembatas areal.

Biasanya ditengah – tengah barimba atau marimba, maka petani akan membersihkan areal seluas tikar /
salumbah tikar, guna Manaradak atau juga Maandal. Manaradak adalah menyemai banih / bibit padi di
area salumbah tikar, sedangkan maandal menyemai padi secara beraturaan dengan cara membuat
lubang-lubang sehingga tumbuhnya teratur dan rapi.

Setelah areal bersih dari rumput, dan banih hasil taradakan/andalan sudah tumbuh dengan bagus, maka
proses penanaman dilakukan dengan cara bikin lubang dengan cara menacapkan kayu ketanah
kemudian ditanami padi yang sudah dicabut dengan akar-akarnya, proses ini disebut Mamacak.

Setelah selesai mamacak, kemudian rumput yang tumbuh disekitar tanaman padi akan dibersihkan.

Buah Padi maurai dan masak, proses selanjutnya adalah memotong padi, dengan cara Mangatam /
merontokan padi dengan Ranggaman / alat potong padi tradisional yang terbuat dari kayu dan silet,
atau juga dengan cara Maharit / memotong dengan arit atau sabit.

2. Bahuma Lungkung

Bermula dengan proses Manabas / membersihkan hutan dari kayu-kayuan kecil, proses ini biasa disebut
dengan membuka lahan
Batabang/menebang kayu yang besar.

Memotong dahan – dahan kayu yang sudah ditebang tadi.

Manyalukut / membakar hutan.

Mamanduk / membereskan sisa – sisa pembakaran.

Manugal, proses ini adalah bertanam padi dengan menacapkan asak atau pasak, kemudian lubang bekas
tancapan tersebut diisi dengan banih / bibit padi, biasanya pada proses ini dilakukan dengan cara gotong
royong baarian, baarian adalah membantu secara bergilir, ini adalah bukti betapa luhurnya budaya
gotong royong.

Marumput kemudian Mangatam.

Setelah mangatam biasanya padi akan di Irik atau dirontokan dengan cara diinjak, kemudian Maruda
(memisahkan Padi dengan Hampa Barat/padi yang tak berisi) dengan alat Rudaan atau pompa Padi
tradisional, setelah bersih hasil Padi pun disimpan dalam Karambas / Kinday yang mana bentuknya
adalah kotak besar yang terbuat dari papan, padi kemudian digiling dan berasnya disimpan di
Padaringan, dan sisa / kulit Padi hasil penggilingan

Transportasi Air

Jukung dan kelotok adalah alat transportasi di Sungai Barito yang paling populer, Petersen (2001) secara
detail menggambarkan jenis jukung di Sungai Barito beserta bahan-bahan dasar dan cara pembuatannya,
adapun jenis jukung tersebut adalah : Jukung Sudur Jukung Rangkan, Jukung Patai, Jukung Hawaian,
Alkon, Jukung Rombong, Klotok Halus, Feri, Klotok Baangkut Barang, Jukung Nalayan, Jukung Tiung,
Jukung Raksasa, Motorbot. (Mengenai penjelasan masing-masing Jukung, lihat Petersen, Jukung dari
Dataran Rendah Barito, 2001)

Dari semua jenis jukung tersebut, ada beberapa paling populer bagi masyarakat sungai Barito sementara
sebagian lainnya jarang digunakan. Sebelum membahas tentang jenis angkutan sungai, terlebih dahulu
saya kemukakan ada dua bagian utama dari kapal sungai, yakni haluan dan ngambudi. Haluan
merupakan bagian depan kapal, tempat juragan kapal menyetir. Setiran dihubungakan dengan tali yang
digulungkan kemudian pada dua sisi kapal tempat tali tersebut akan diikat pada dua ujung sampan pada
buritan. Selain tali untuk sampan, ada satu tali berhubungan dengan mesin kapal. Di sebut tali gas, jika
ditarik kecepatan kapal akan bertambah namun jika diulur kecepatannya akan melemah hingga mesin
menjadi mati. Apabila jenis kapal menggunakan kopling untuk maju, mundur dan prai (tidak jalan), akan
menggunakan satu lagi di ujung tali bagian mesin dihubungkan ke sebuah lonceng. Apabila loncengnya
berbunyi satu kali “teng”, maka kopling harus prai, bila lonceng berbunyi dua kali, “teng, teng” maka
kapal harus maju, kalau lonceng berbunyi tiga kali “teng, teng, teng” berarti kapal harus mundur.
Adapun ngambudi adalah buritan kapal, terdiri dari mesin kapal dan bagian terakhir di belakang kapal
terdiri dari roda dan sampan kapal. Dengan kata lain, ngambudi adalah tempt untuk mesin mendorong
kapal untuk bergerak sedangkan haluan mengatur kecepatan kapal sekaligus arah bergeraknya kapal.

1. Kapal Tarik

Jenis kapal ini digunakan untuk menarik angkutan besar, Petersen menyebutnya dengan istilah Kapal
Tunda, atau Tog Boat semua bahan dasarnya terbuat dari besi. Kapal Tunda/Tug Boat tersebut
digunakan untuk menarik tongkang berisi batu-bara atau kayu (log) tebangan dari hulu Sungai Barito.
Sesuai dengan kegunaannya, kapal tarik mempunyai kekuatan besar untuk membawa beban.

2. Kapal Barang

Digunakan khusus untuk mengangkut barang, termasuk hasil hutan di dalam kapal tersebut. Terbuat
dari besi adalah kapal tanker, oleh penduduk di sebut Kapal Tampak karena haluannya tumpul
digunakan untuk mengangkat minyak atau kendaraan alat berat, seperti derek, stom, eskavator dan
lain-lain.

3. Kapal Taksi

Kapal taksi, kalau model angkutan darat seperti bus, angkot, metromini dan lain sebagainya. Beberapa
tahun lalu antara tahun 1980-an dan menjelang tahun 2000 paling populer di Sungai Barito disebut
masyarakat yakni Taksi Barito, adalah jenis bis air, kapal dengan bertingkat dua bisa mengangkut ratusan
orang. Taksi Barito mengangkut penumpang dari Hulu Sungai Barito hingga tujuan akhir kota
Banjarmasin.

4. Angkutan Pribadi bernama Kelotok, Ces, Taletek dan Jukung

Angkutan pribadi yang saya maksud adalah angkutan sungai yang paling banyak di miliki orang
Bakumpai adalah kelotok, bahan dasarnya terbuat dari jukung hanya saja karena ukurannya lebih besar
maka jukung dibuat dari batang pohon kayu besar. Ketika jukung besar dipasang mesin diesel sebagai
tenaga penggerak, maka namanya berubah menjadi kelotok. Penggunaan kelotok selain angkutan
pribadi atau keluarga, maksimal hanya bisa memuat belasan orang saja bisa digunakan membawa hasil
alam berupa buah-buahan, padi juga mengangkut manusia untuk keperluan tertentu seperti berobat
dan pergi ke pasar, silaturrahmi atau menghadiri acara perkawinan maupun hiburan di desa lain.

Anda mungkin juga menyukai