“Interaksi Herbisida; Interaksi Dengan Insektisida, Fungisida
dan Mineral Nutrisi”
Disusun oleh: Nama : Muhammad Shobar I. S. NIM : 196040200111021
PROGRAM STUDI AGRONOMI
MINAT MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam produksi sebagian besar tanaman, aplikasi simultan atau berurutan dari input berbeda seperti insektisida, fungisida, nematosida, herbisida, dan pupuk adalah praktik yang umum dan direkomendasikan. Namun, ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam praktik ini. masalah pencampuran telah lama diakui karena beberapa ketidakcocokan fisik antara formulasi pestisida dan pupuk. Interaksi bahan kimia berlaku secara bersamaan, atau satu demi satu terkadang menghasilkan respons yang tidak terduga berdasarkan kinerja individu yang diharapkan dari masing-masing senyawa. Pengetahuan tentang interaksi antara pestisida dan antara herbisida dan nutrisi akan membantu mencegah masalah dalam produksi tanaman dan dapat mengurangi biaya produksi tanaman. campuran yang tidak kompatibel dapat dihindari. peningkatan toksisitas pada tanaman dapat dihindari, kombinasi sinergis dapat mengurangi kebutuhan dosis yang bahkan dapat menghasilkan pengendalian gulma yang lebih efektif. Tammes (1964) menggunakan istilah berikut untuk menunjukkan tanggapan terhadap interaksi pestisida: 1. Sinergisme - tindakan kooperatif dari dua komponen campuran, sehingga efek total lebih besar atau lebih lama dari jumlah efek keduanya diambil secara independent. 2. Penambahan - tindakan kooperatif, sehingga efek total sama dengan jumlah efek komponen yang diambil secara independen. 3. Efek independen - efek total sama dengan efek komponen paling aktif saja. 4. antagonisme - efek total lebih kecil daripada efek komponen paling aktif saja. Akobundu et al. (1975) mengusulkan istilah lain untuk menggambarkan tipe lain dari respons - peningkatan. efek peningkatan, bagaimanapun, lebih berlaku untuk adjuvan atau surfaktan yang bila diterapkan sendiri tidak diharapkan menimbulkan respons, fitotoksik atau sebaliknya. Meskipun istilah tersebut tampaknya cukup jelas, penggunaannya yang sebenarnya untuk menggambarkan respons tanaman terhadap interaksi tidak pasti. masih ada ketidaksepakatan (atau kurangnya kesepakatan) mengenai metodologi dan analisis yang digunakan untuk menentukan tanggapan ini. paling sering istilah sinergisme digunakan untuk menggambarkan respons dari kombinasi yang lebih tinggi daripada yang diperoleh dari masing-masing komponen tanpa manfaat dari analisis matematika. Berbagai jenis pestisida sering digunakan bersama untuk melindungi tanaman dari serangga, gulma, dan / atau patogen. Selama bertahun- tahun, sejumlah besar interaksi antara agrokimia telah dicatat. Upaya besar telah dilakukan untuk memahami interaksi ini, dengan fokus pada tujuan mengoptimalkan program pengelolaan tanaman dan memahami mekanisme interaksi ini. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari mengenai interaksi antar berbagai jenis pestisida dan nutrisi. 2. ISI 2.1 Evaluasi Interaksi Pestisida Beberapa metode telah diusulkan untuk menginterpretasikan respons tanaman terhadap interaksi herbisida. Putnam dan Penner (1974) mengulas metode matematika yang digunakan dalam menggambarkan interaksi pestisida. Craft (1961) menyarankan metode yang didasarkan pada pengurangan pertumbuhan 50 persen. metode ini melibatkan penentuan dosis yang menyebabkan pengurangan 50 persen pertumbuhan untuk masing-masing dan kombinasi herbisida. Metode ini, meskipun cukup logis, jarang digunakan dan Akobundu, et al. (1975) mengaitkan ini dengan ketidakpastian dalam keakuratan respon kumulatif yang diasumsikan oleh metode ini dan karena memakan waktu. Gowing (1960) menyarankan metode yang disederhanakan untuk menafsirkan respons terhadap kombinasi herbisida berdasarkan perhitungan respons yang diharapkan menggunakan persamaan (𝑋𝑋𝑋𝑋𝑝𝑝 ) 𝐸𝐸 = 𝑋𝑋𝑟𝑟 + 𝑌𝑌𝑝𝑝 − 𝑛𝑛 100 Keterangan: E = Expected response Xr = % inhibition by X at e kg/ha Yp = % inhibition by Y at p kg/ha (XrYp) = % inhibition by X and Y at r and p kg/ha, respectively Ketika respon yang diamati (O) lebih tinggi dari respon yang diharapkan (E) interaksi itu sinergis. Ketika O kurang dari E, ada pertentangan; ketika O = E, efeknya aditif. Limpel et al. (1962) memodifikasi persamaan Gowing menjadi: (𝑋𝑋𝑋𝑋𝑝𝑝 ) 𝐸𝐸 = 𝑋𝑋𝑟𝑟 + 𝑌𝑌𝑝𝑝 − 100 Colby (1967), selanjutnya menyederhanakan persamaan menjadi: (𝑋𝑋𝑟𝑟 )( 𝑌𝑌𝑝𝑝 ) 𝐸𝐸 = 100 2.2 Interaksi Herbisida dengan Herbisida Efektivitas herbisida berbahan aktif tunggal terbatas pada satu golongan tertentu (gulma golongan berdaun lebar atau berdaun sempit saja) sehingga pada spektrum tertentu pengendaliannya menjadi sangat sempit. Untuk memperoleh pengendalian yang berspektrum luas dan efektif terhadap gulma campuran dibutuhkan herbisida berbahan aktif campuran (Barus, 2003). Menurut Siagian (2015), pencampuran herbisida bertujuan untuk mengurangi kekebalan gulma pada satu herbisida tertentu, membantu menurunkan gulma dominan homogen dan menurunkan dosis herbisida tertentu. Pencampuran bahan aktif herbisida dapat menyebabkan respon yang dibagi menjadi tiga jenis. Respon pertama bersifat aditif, yang ditandai dengan samanya hasil yang diperoleh terhadap pengendalian gulma baik ketika herbisida tersebut diaplikasikan tunggal maupun dicampur dengan bahan aktif yang berbeda. Respon kedua yaitu bersifat antagonis, hal ini terjadi jika campuran kedua bahan aktif memberikan respon yang lebih rendah dari yang diharapkan. Sedangkan respon yang ketiga adalah bersifat sinergis, dimana respon dari pencampuran herbisida lebih tinggi dibandingkan aplikasi dalam bentuk tunggal. Pernampuran herbisida yang diharapkan adalah yang memiliki sifat sinergis (Tampubolon, 2009). Menurut Osunawa et al. (2002), aplikasi tunggal herbisida metil bensulfuron pada pertanaman padi di California secara terus menerus menyebabkan resistensi pada gulma Eichinocloa phyllopogon. Sedangkan pengaplikasian herbisida berbahan aktif bispiribac-sodium menyebabkan resistensi pada gulma C. diformis. Untuk mengatasi resistensi terhadap kedua gulma tersebut maka dilakukan pencampuran kedua bahan aktif herbisida yaitu metil-bensulfuron dan bispiribac- sodium. Kuk et al. (2004) menyatakan bahwa aplikasi Metil-bensulfuron dalam jangka panjang di Korea juga menyebabkan resistensi terhadap gulma C. diformis. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan pencampuran herbisida dengan herbisida golongan sulfonil-urea miasalnya herbisida Pyriftalid. Uji terhadap pencampuran herbisida dapat dilakukan melalui dua metode yaitu isobol dan MSM (Multiplicative Survival model). Metode isobol dilakukan untuk herbisida dengan mode of action atau golongan yang sama. Analis data untuk herbisida dengan mode of action atau golongan yang berbeda dapat dilakukan dengan metode MSM (Multiplicative Survival model) (Kristiawati, 2003). Additive Dose Model (ADM) merupakan metode yang mengasumsikan bahwa suatu herbisida dapat menggantikan atau mensubtitusikan suatu herbisida lain apabila memiliki prosesbiologi yang sama. Dalam ADM potensial relatif dalam dua herbisida dapat diibaratkan seperti pertukaran antara mata uang. Penjelasan untuk ADM dalam aplikasi herbisida yaitu jika kita mengendalikan populasi gulma 90% dengan aplikasi herbisida metil metsulfuron 0,04 kg ha-1 dan 1 kg ha-1 dari herbisida MCPA memiliki hasil yang sama dengan aplikasi 0,02 kg ha-1metil metsulfurondan 0,5 kg ha-1 MCPA (Streibig, 2003). ADM untuk dua pencampuran herbisida digambarkan pada Gambar 1.
Gambar 1. ADM isobol untuk pencampuran dua herbisida.
Sifat antagonis atau sinergis dari pencampuran herbisida dapat ditentukan dengan dua model acuan, yaitu ADM (Additive Dose Model) dan MSM (Multiplicated Survival Model). Model ADM pada awalnya digunakan untuk mendemonstrasikan aplikasi insektisida terhadap serangga, kemudian dengan menggunakan metode isobol dapat diperkirakan sifat insektisida campuran (sinergis, aditif, atau antagonis). Metode tersebut selanjutnya menjadi dasar model ADM dan digunakan bila dua herbisida dari kelompok bahan kimia dan mode of action sama dicampurkan (Fitri 2011).
Gambar 2. Analisis Model ADM (Posisi Nilai Harapan dan Perlakuan)
Sumbu x dan y menunjukkan dosis herbisida A dan B (Gambar 2). K adalah LD50 herbisida A, sedangkan L adalah LD50 herbisida B. Garis yang menghubungkan titik K dan L pada kedua sumbu merupakan titik kedudukan berbagai campuran herbisida yang menyebabkan kematian 50%. Garis (l) menggambarkan perbandingan herbisida A dan B dalam formulasi herbisida campuran. Perpotongan kedua garis ini merupakan nilai LD50-harapan herbisida campuran. Bila nilai LD50 herbisida campuran lebih kecil dari LD50-harapan, maka campuran herbisida bersifat sinergis. Bila nilai LD50 sama dengan nilai LD50 harapan, maka campuran herbisida bersifat aditif, dan bila lebih besar maka herbisida campuran bersifat antagonis (Fitri, 2011). Tjitrosemito dan Burhan (1995) mengungkapkan bahwa pencampuran herbisida memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat memperlambat terjadinya resistensi gulma terhadap herbisida, mengurangi biaya produksi dengan menghemat tenaga kerja, dan memperbaiki daya kendali herbisida. Tabel 1. Beberapa hasil pengamatan interaksi Herbisida-Herbisida Herbisida Spesies Tanaman Interaksi Paraquat + Simazine Agropyron repens + Paraquat + diuron Agropyron repens + Picloram + 2,4,5-T Woody perennials + Picloram + 2,4-D Convolvulus arvensis + Picloram + Mecoprop Phaseolus vulgaris + Picloram + 2,4-DB Phaseolus vulgaris - Amitrole + Paraquat Paspalum conjugatum - Amitrole – Paraquat (aplikasi Paspalum conjugatum + berurutan) EPTC + 2,4-D Sorghum vulgare, Zea mays - 2,4=D propanil Scirpus maritimus + Keterangan: + = interaksi sinergis; - = interaksi antagonis. 2.3 Interaksi Herbisida dengan Insektisida Interaksi herbisida dengan insektisida cukup tak terhindarkan. Praktek pertanian saat ini melibatkan penerapan insektisida baik secara bersamaan dengan herbisida atau yang diikuti oleh yang lain. Karena keduanya dapat diambil oleh tanaman dan serangga, interaksi mereka cenderung terjadi. Interaksi antara insektisida dan herbisida telah diamati untuk menghasilkan efek sinergis atau aditif pada tanaman. Peningkatan fitotoksisitas herbisida di hadapan insektisida terjadi melalui penghancuran agen metabolisme herbisida, peningkatan herbisida atau peningkatan akumulasi herbisida. Insektisida organofosfat dan karbamat telah dibentuk untuk mengganggu selektivitas propanil. Padi biasanya toleran terhadap propanil dan resistensi dikaitkan dengan aktivitas arylacylamidase. Organofosfat dan karbamat menghambat aktivitas enzim. dalam kondisi lapangan, direkomendasikan bahwa tidak ada insektisida seperti itu harus diterapkan dua minggu sebelum dan dua minggu setelah pengobatan propanil. Dalam sebuah laporan baru-baru ini, bagaimanapun, Smith dan Tugwell (1975) menemukan bahwa karbofuran pada 0,7 kilogram per hektar diterapkan lima hari setelah propanil tidak mengurangi hasil biji-bijian juga tidak melakukan perawatan propanil setelah karbofuran meskipun kedua pestisida berinteraksi untuk melukai padi secara vegetatif. Pemeriksaan ulang interaksi ini mungkin diperlukan. Gangguan dengan penyerapan telah dianggap sebagai dasar dalam interaksi insektisida-herbisida. Dalam interaksi antagonis antara trifluralin dan fosfor dalam kapas, Hassaway dan Hamilton (1971) menyarankan kemungkinan persaingan untuk mengambil tempat di akar kapas. Dalam wortel, peningkatan fitotoksisitas linuron di hadapan carbaryl dikaitkan dengan peningkatan penyerapan dan penurunan metabolisme linuron. Kombinasi herbisida dengan insektisida juga dapat meningkatkan toksisitas insektisida pada beberapa serangga. Lichtensen et al. (1973) mengamati bahwa atrazin dikombinasikan dengan carbofuran, kombinasi parathion terhadap D. melanogaster. Peningkatan penetrasi insektisida melalui kutikula serangga di hadapan herbisida ditawarkan sebagai penjelasan untuk sinergisme tersebut. Tabel 2. Beberapa hasil pengamatan interaksi Herbisida-Insektisida Herbisida Insektisida Tanaman Interaksi Propanil Organofosfat Padi + Propanil Carbaryl Padi + Alachlor Carbofuran Barley + Chlorbromuron Carbofuran Jagung, Barley + Linuron Carbaryl Wortel + Butylate Carbofuran Barley + Chlorpropham Aldicarb Kapas + Trifluralin Aldicarb Kapas + Trifluralin Phorate Kapas - Vernolate Organofosfat Kapas ? - Keterangan: + = interaksi sinergis; - = interaksi antagonis. 2.4 Interaksi Herbisida dengan Fungisida Interaksi sinergis atau antagonis antara herbisida dan fungisida kurang dikenal dibandingkan interaksi herbisida-insektisida. Fungisida PNCB berinteraksi secara sinergis dengan trifluralin dalam mengurangi pertumbuhan bibit kapas. Interaksi antagonis pada beberapa spesies tanaman dengan kombinasi atrazine- dexon. Dengan menggunakan teknik split-root, pertentangan antara triazine dan dexon ini ditunjukkan oleh Nash dan Harris (1968) disebabkan oleh gangguan oleh fungisida dengan penyerapan akar atau translokasi s-triazine. Ogawa dan Ota (1975), melaporkan penurunan phytotoxicity oleh simetryne, Swep-MCPA, nitrofen, CNP dan propanil di hadapan 3-hydroxy-5-methylisoxazole, fungisida terhadap redaman. Tabel 3. Beberapa hasil pengamatan interaksi Herbisida-Fungisida Herbisida Fungisida Tanaman Interaksi Trifluralin PNCB Kapas + Berbagai Atrazine, Dexon - tanaman Simetrine, Swep, MCPA, 3 – hydroxy – 5 Berbagai - Nitrofen, CNP, Propanil. methyl isoxazole tanaman Keterangan: + = interaksi sinergis; - = interaksi antagonis. 2.5 Interaksi Herbisida dengan Mineral Nutrisi Sama seperti insektisida, pupuk atau elemen mineral adalah input pertanian yang kemungkinan akan saling berinteraksi dengan herbisida di dalam tanah dan di dalam tubuh tanaman. Unsur mineral terlibat, dalam banyak kasus, dalam proses yang dipengaruhi oleh tindakan herbisida. Atrazin hingga 9 kilogram per hektar meningkatkan penyerapan K oleh jagung. Sebaliknya, Zhirmunskaya dan Ioffe (1973) menunjukkan efek antagonis atrazin pada serapan K oleh tanaman barley. Selektivitas mungkin memainkan peran penting dalam interaksi ini. Trifluralin yang diaplikasikan pada tanah menurunkan total fosfor yang berasal dari pupuk dalam kapas dan bobot kering kedelai (Cathey dan Sabbe, 1972). Penurunan itu linier dengan peningkatan konsentrasi herbisida, dengan kedelai menderita lebih dari kapas, para pekerja yang sama mengamati bahwa interaksi seperti itu terjadi ketika trifluralin dan pupuk ditempatkan bersama di zona tanah yang sama. Apakah ada gangguan langsung serapan P oleh trifluralin atau serapan yang berkurang akibat kelainan yang disebabkan oleh trifluralin pada akar perlu penelitian lebih lanjut. Analisis jaringan kubis yang diambil dari tanaman yang diperlakukan dengan difenamid menunjukkan lebih sedikit magnesium, kalsium, kalium dan fosporus dalam pucuk (Nashed dan Ilnicki, 1968). Dari kontrol ini. Akar, bagaimanapun, mengandung lebih sedikit magnesium tetapi lebih banyak kalsium. Para penulis menyarankan bahwa difenamid menghambat penyerapan unsur-unsur ini dan pada saat yang sama memengaruhi distribusi kalsium di dalam tanaman. Tabel 4. Beberapa hasil pengamatan interaksi Herbisida-Nutrisi Herbisida Unsur hara Tanaman Interaksi + Atrazine K Jagung Pengambilan K - Atrazine K Barley Pengambilan K - Trifluralin P Kapas, Kedelai Pengambilan P - Mg, Ca, P dan Diphenamide Kubis Pengambilan Unsur K hara Berbagai + Atrazine P Tanaman Keracunan Atrazine - Trifluralin P Idem Keracunan Trifluralin Keterangan: + = interaksi sinergis; - = interaksi antagonis. 3. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Aplikasi herbisida memiliki berbagai macam interaksi dengan berbagai penggunaan campuran antara bahan aktif antar herbisida-herbisida, herbisida- insektisida, herbisida-fungisida dan herbisida-nutrisi. Hal tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan metabolism tumbuhan. Respon tumbuhan terhadap interaksi pestisida dan pupuk dapat menghasilkan efek sinergistik, antagonistic, aditif dan independen. Sinergistik apabila aksi gabungan dari dua komponen dalam suatu campuran itu lebih besar daripada jumlah efek masing-masing apabila dipakai sendiri-sendiri. Antagopnistik apabila aksi gabungan itu lebih kecil dari jumlah masing-masing efek apabila dipakai sendiri-sendiri. Aditif apabila aksi gabungan itu sama dengan jumlah efek masing-masing komponen apabila dipakai sendiri- sendiri. Independent effect apabila aksi gabungan itu sama dengan aksi dari salah satu komponen yang paling kuat. DAFTAR PUSTAKA Akobundu, I. O., R. D. Sweet and W. B. Duke. 1975. A method of evaluating herbicide combinations and determining herbicide synergism. Weed Sci. 23(1): 20-25. Barus, I. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan, Efektivitas dan Efisiensi. Kanisius. Yogyakarta. Cathey, G. W. and E. W. Sabbe. 1972. Effects of Trifluralin on Fertilizer Phosphorus Uptake Pattern by Cotton and Soybeans Seedling. Agr. J. 64: 245-255. Crafts, A. S. 1961. The Chemistry and Mode of Action of Herbicides. Interscience Publishers, New York and London. Fitri, T. Y. 2011. Uji Herbisida Campuran Bahan Aktif cyhalofob-buthyl dan Penoxulam Terhadap Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Gowing, D.P. 1960. Comment on test of herbicide mixture. Weeds 8: 379-391. Hassaway, G. S. and K. C. Hamilton. 1971. Effects of trifluralin and organo- phosphorus compniunds on cotton seedlings. Weed Sci. 19: 166-169. Kristiawati, I. 2003. Uji Tipe Campuran Herbisida Fluroksipir dan Glifosat (Topstart 50/30 EW) Menggunakan Gulma Paspalum Conjugatum dan mikania Micharanta. Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institud Pertanian Bogor. Bogor. Kuk, Y.I., K.H. Kim, O.D. Kwon, D.J. Lee, N.R. Burgos,nJ. Sunyo, and J.O. Guh. 2004. Cross Resistence Pattren and Alternative Herbicides for Cyperus diformis Resistence to Sulfonilurea Herbicides in Korea. Journal of Pest Management. 60(1) : 85–94. Lichtenstein, E. P., T.T. Liang and B. N. Anderegg, 1973. Synergism of insecticides by herbicides. Environmental Conservation 181: 846-849. Nash, R. G. and W. G. Harris. 1968. Dexon fungicide antagonism toward herbicidal activity of s-triazines. Weed Sci. Soc. Amer.Abstr., 240. Nashed R. B. and R.D. Ilnicki. 1968. The effect of linuron on ion uptake in corn, soybean and crabgrass. Weed Sci. 16, 188-192. Osunawa, M. D., F. Vidotto, A.J. Fischer, D.E. Bayer, R. D. Prado, and A. Ferrero. 2002. Cross Resistence to Byspiripac-sodium and Bensulfuronmethyl in Eichinochloa phyllophogon and Cyperus difformis. Pesticide Biochemistry and Physiology. 73(1) : 9–17. Putnam, A. R. and D. Penner. 1974. Pesticide interactions in higher plants. Residue Rev. 50:73-110. Siagian, D. T. 2015. Teknologi Lingkungan. CV Andika Offset. Yogyakarta. Smith, R. J., Jr. and N. P. Tugwell. 1975. Propanil-carbofuran interactions in rice. Weed Sci. 23:176-178. Streibig, J. C. 2003. Assessment of Herbicide Effect. www.ewrs.org/et/docs/herbicide_interaction.pdf. Diakses pada 5 November 2019. Tampubolon, I. 2009. Uji Efektivitas Herbisida Tunggal Maupun Campuran dalam Pengendalian Stenochlaena polustris di Gawangan Kelapa Sawit. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Tjitrosemito, S. dan A. H. Burhan. 1995. Campuran Herbisida. Jakarta: Prosiding Seminar Pengembangan Aplikasi Kombinasi Herbisida. 28 Agustus 1995 : 25-36. Zhirmunskaya, N. M. and G. S. Ioffe. 1973. Effect of atrazine on potassium uptake by barley roots. Sov. Plant Physiol. 20(3): 398-402.
Bottom-Up Dan Top-Down Effect Pada TAnaman Inang Terhadap Pola Interaksi Serangga Herbivora-Predatornya Pada Ekosistem Sawah-Penelitian Fundamental2013 - 2