Anda di halaman 1dari 37

Pada Kawasan Taman Pancing

(persimpangan taman pancing - P galang dan sekitarnya )

Denpasar Selatan
Tahun 2019
Bab 1
Pendahuluan

1. Latar Belakang

Berdasarkan data BPS (2012) jumlah penduduk Kota Denpasar sebanyak 804.905 jiwa dengan
kepadatan sebesar 6.304 jiwa per km2 dan tingkat pertumbuhan sebesar 3,5 persen per tahun
(berdasarkan data 5 tahun terakhir). Perkembangan kota yang menyebar ke arah luar telah
membentuk aglomerasi Metropolitan Sarbagita. Pergerakan yang terjadi pada jaringan jalan di
Kota Denpasar, sebagian merupakan pergerakan eksternal lintas kabupaten/kota terutama di
wilayah Sarbagita. Pergerakan eksternal tersebut memberikan kontribusi yang cukup signifikan
terhadap beban lalu lintas di Kota Denpasar. Berbagai permasalahan lalu lintas telah dirasakan
di Kota Denpasar, diantaranya, kian meningkatnya tundaan, antrian dan kemacetan lalu lintas.
Permasalahan ini terutama dirasakan pada jalan lingkar Kota Denpasar yaitu Jl. Gatot Subroto,
Jl.Mahendradata, Jl.Teuku Umar dan Jl.Imam bonjol.

Kondisi saat ini masyrakat banyak menggunakan jalan alternative ketika jam-jam sibuk,
sehingga menyebabkan terjadinya kemacetan yang sangat parah di jalan-jalan alternative.
Berdirinya berbagai aktivitas perdagangan barang dan jasa di Kota Denpasar semakin
meningkatnya bangkitan dan tarikan perjalanan yang membuat kinerja jalan di sekitarnya
semakin menurun. Salah satunya adalah berdirinya mall Trans Metro Denpasar di jalan imam
bonjol. Kawasan tersebut menjadi semakin padat dan meningkat aktivitas perjalanannya,
hingga ke jalan-jalan alternative. Jalan Alternativenya antara lain jalan pulau galang, jalan
pulau batanta,jalan tukad baru, dan jalan taman pancing.

Oleh karena itu, maka diperlukan untuk melaksanakan kegiatan Kajian Manajemen dan
Rekayasa di seputarn persimpangan jalan tukad baru,jl pulau galang, jl taman pancing dan
perisimpangan jalan pemogan-kepaon.

2
1.2 Maksud dan Tujuan

a. Maksud
Maksud dilaksanakanya kegiatan ini adalah untuk mengkaji penataan sirkulasi arus lalu
lintas yang dapat diterapkan di kawasan taman pancing.

b. Tujuan
Tujuan umum dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk menyusun laporan rencana
penataan sirkulasi arus lalu lintas di kawasan taman pancing.
Secara spesifik, tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk:
a. Menganalisis kinerja ruas dan simpang pada kondisi eksisting.
b. Merencanakan alternatif penataan arus lalu lintas
c. Mengevaluasi kinerja ruas jalan dan simpang berdasarkan rencana alternatif penataan
tersebut
d. Menyusun rekomendasi penataan arus lalu lintas

1.3 Target dan Sasaran

Target/sasaran yang ingin dicapai terkait dengan pekerjaan ini adalah tersedianya laporan
rencana penataan sirkulasi arus lalu lintas di kawasan taman pancing, Denpasar selatan.

1.4 Ruang Lingkup Pekerjaan

Ruang lingkup pekerjaan Kajian Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di kawasan taman
pancing ini meliputi:
1. Pekerjaan Persiapan
2. Survei Lapangan
3. Analisis Kinerja Ruas Jalan dan Simpang
4. Alternatif Penataan Sirkulasi Arus Lalu Lintas
Adapun uraian dari masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut:

3
1. Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan persiapan meliputi kegiatan penyusunan rencana kerja dan metode
pendekatan penelitian. Dalam tahap persiapan ini kosultan harus mengumpulkan dan
mengevaluasi data sekunder/informasi yang ada baik pada instansi pemberi tugas
maupun instansi terkait lainnya.

2. Survai Lapangan
Kegiatan utama pada tahapan ini adalah mengumpulkan data lapangan guna memenuhi
kebutuhan-kebutuhan utama untuk keperluan analisis kinerja ruas jalan dan simpang.
Survai lapangan tersebut meliputi :
 Survai Pergerakan Arus Lalu Lintas di Persimpangan
 Survei Volume Lalu Lintas di Ruas Jalan
 Survai Kecepatan

3. Analisis Kinerja Ruas Jalan dan Simpang


Lingkup kegiatan ini mencakup :
 Analisis Kinerja Ruas Jalan pada Kondisi Eksisting
 Analisis Kinerja Simpang pada Kondisi Eksisting

4. Penyusunan Alternatif Penataan Sirkulasi Arus Lalu Lintas


Lingkup kegiatan ini mencakup :
 Perencanaan pola sirkulasi arus lalu lintas
 Perhitungan kinerja ruas jalan dan simpang
 Perbandingan kondisi Before and After.

4
Bab 2
Gambaran Wilayah Kajian

1. Gambaran Umum Kawasan


Kota Denpasar merupakan Ibukota Provinsi
Bali yang terletak di wilayah Pulau Bali
bagian selatan, merupakan kota pusat
pemerintahan, pendidikan, perdagangan
maupun aktivitas lainnya. Sejak tahun 2006
kota Denpasar dibagi menjadi empat
kecamatan yaitu Kecamatan Denpasar Utara,
Denpasar Selatan, Denpasar Timur, dan
Denpasar Barat, dimana keseluruhannya
meliputi 43 buah Desa/Kelurahan (16
Kelurahan dan 27 Desa). Batas administratif
wilayah perencanaan Kota Denpasar adalah :
1. Sebelah Utara : Kecamatan Mengwi
dan Abiansemal (Badung)
2. Sebelah Timur : Kecamatan
Sukawati ( Kab. Gianyar ) dan Selat Badung
3. Sebelah Selatan : Selat Badung dan Kecamatan Kuta (Kabupaten Badung)
4. Sebelah Barat : Kecamatan Kuta Utara (Kabupaten Badung)
Untuk lebih jelas untuk batas-batas wilayah Kota Denpasar dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Luas wilayah Kota Denpasar adalah 12.778 Ha yang terletak pada koordinat geografis
08.35’31”-08.44’49” LS dan 115.16’.27” – 115.16’.27” BT. Kota Denpasar secara administrasi
berbatasan dengan 2 Kabupaten yaitu Kecamatan Kuta dan Mengwi di Kabupaten Badung
serta Kecamatan Sukawati di Kabupaten Gianyar.
Dilihat dari angka kepadatan penduduk, yang merupakan perbandingan jumlah penduduk
dengan luas wilayah, pada tahun 2011 di Kota Denpasar telah mencapai 6.304 jiwa per km 2.
Angka ini merupakan kepadatan tertinggi di Provinsi Bali. Berdasarkan data Sensus Penduduk

5
tahun 2011, jumlah rumah tangga terbanyak terdapat di Kecamatan Denpasar Selatan
sebanyak 80.127 rumah tangga, kemudian Kecamatan Denpasar Barat sebanyak 69.050
rumah tangga, Denpasar Utara 52.433 rumah tangga dan Denpasar Timur sebanyak 38.771
rumah tangga. Kecamatan dengan jumlah rumah tangga lebih banyak tidak mencerminkan
kepadatan penduduknya lebih tinggi karena perbedaan luas wilayah kecamatan. Kepadatan
penduduk tertinggi terdapat di Denpasar Barat sebesar 9..733 jiwa per km2. Selanjutnya adalah
Denpasar Utara (5.714 jiwa per km 2), Denpasar Timur (6.332 jiwa per km 2), dan Denpasar
Selatan (4.999 jiwa per km2).
Tingginya pertumbuhan penduduk di Wilayah Kota Denpasar disebabkan oleh dua
faktor. Pertama, pertumbuhan penduduk alami (natural increase) dan kedua, pertumbuhan
penduduk sosial (social increase).

Wilayah yang akan dikaji ini berada di Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar
yakni tepatnya di kawasan taman pancing. Menurut letak Geografis Kecamatan Denpasar
Selatan berada antara 08 040' 00" -08 044' 49" lintang Selatan dan 115 011' 23" -115 015' 54"
bujur Timur. Luas wilayah Kecamatan Denpasar Selatan 4999 Ha atau 39,12 persen dari luas
wilayah Kota Denpasar. Menurut penggunaan tanahnya, 816Hamerupakan lahan sawah, 183
Ha lahan pertanian bukan sawah dan 4000 Ha merupakan lahan bukan pertanian, seperti :
jalan, permukiman, perkantoran, perhotelan, pusat perbelanjaan, sungai dan lain-lain, dari
luas wilayah Kota Denpasar.Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan sebagian besar merupakan
wilayah pesisir, yakni 8 Desa/Lurah terletak di wilayah pantai dan 2 Desa/Lurah merupakan
wilayah bukan pantai.Status Daerah Desa/Lurah diseluruh Kecamatan Denpasar Selatan
merupakan Perkotaan, Sedangkan letak ketinggian seluruh Desa/Lurah di Kecamatan
Denpasar Selatan berada pada ketinggian <500 meter dari permukaan laut.

Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, Kecamatan Denpasar Selatan pada tahun 2016
jumlah penduduknya 286.060jiwa, yang terdiri dari 146.220 laki-laki (51,12persen) dan
perempuan sebanyak 139.840 (48,88 persen). Sedangkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010
Jumlah Penduduk di Kecamatan Denpasar Selatan sebanyak 244.851 jiwa, yang terdiri dari
125.311 laki-laki (51,18 persen) dan perempuan sebanyak 119.540 (48,82)Sex Ratio
Kecamatan Denpasar Selatan adalah 105. Sex Ratio adalah: perbandingan penduduk laki-laki
dan perempuan pada suatu daerah. Sex Ratio dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki-
laki untuk 100 penduduk perempuan. Di Kecamatan Denpasar Selatan penduduk laki-laki lebih
banyak dari penduduk perempuan.

6
Wilayah ini masuk desa kepaon yang berbatasanya juga dengan wilayah desa
pemecutan kelod Denpasar barat . Kondisi kemacetan sering terjadi di kawasan ini, mengingat
jalan ini sering dipilih masyrakat sebagai jalan alternative dari Kota Denpasar menuju ke Kuta
agar tidak melewati jalan imam bonjol yang rawan dengan macet.

Adapun lokasi kajian adalah berada di persimpangan Jalan pulau galang, jalan taman
pancing, jalan tukad baru, jalan tukad baru timur dan persimpangan jalan kepaon dan jalan
pemogan.

Lebar efektf jalan pada wilayah kajian adalah sebagai berikut :


Jalan Pulau galang : 7 meter
Jalan Taman pancing : 6 meter
Jalan tukad baru : 5 meter
Jalan tukda baru timur : 5 meter
Jalan kepaon : 7 meter
Jalan pemoga : 7 meter.

Kemacetan kerap terjadi pada jam –jam sibuk di wilayah kajian tersebut, bahkan antrian

mencapai 300 meter lebih sebelum persimpangan.

7
Untuk lebih jelasnya Gambar lokasi dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini.

Gambar.2.2 Lokasi Pengamatan

8
Bab 3
Metoda Pelaksanaan

Kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional dan fasilitas lalu lintas
seperti yang dinilai oleh pembina jalan (Departemen P.U, 1997). Sedangkan ruas atau segmen
jalan didefinisikan sebagai panjang jalan diantara dan tidak dipengaruhi oleh simpang bersinyal
atau simpang tak bersinyal, serta mempunyai karakteristik yang hampir sama sepanjang jalan.

A. Kinerja Ruas Jalan Perkotaan

Segmen jalan perkotaan/ semi perkotaan mempunyai perkembangan secara permanen dan
menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, apakah
berupa perkembangan lahan atau bukan. Yang termasuk dalam jalan perkotaan adalah jalan
di atau dekat pusat perkotaan dengan penduduk lebih dari 100.000 atau kurang dan 100.000
tetapi mempunyai perkembangan samping jalan yang permanen dan menerus.

Segmen jalan luar kota : tanpa perkembangan yang menerus pada sisi manapun, meskipun
mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar terjadi, seperti rumah
makan, pabrik, atau perkampungan. Untuk jalan perkotaan (Urban Road} dan jalan luar kota
digunakan ukuran kinerja jalan sebagai berikut: kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan
tempuh dan tingkat pelayanan jalan.

B. Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam
satuan mobil penumpang (smp).Untuk jalan perkotaan semua nilai arus lalu lintas (per arah
dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi
mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan berikut:
 Kendaraan ringan (LV) (termasuk mobil penumpang, minibus, pick-up dan jeep)
 Kendaraan berat (HV) (termasuk truk dan bus)
 Sepeda motor

9
Sedangkan untuk jalan luar kota semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi
satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp)
yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan berikut:
 Kendaraan ringan (LV) (termasuk mobil penumpang, minibus, pick-up dan jeep)
 Kendaraan berat menengah (meliputi truk dua gandar dan bus kecil)
 Bus besar
 Truk besar (meliputi truk tiga gandar dan truk gandengan)
 Sepeda motor

Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian terpisah dalam faktor
penyesuaian hambatan samping. Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing
tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam
kend/jam seperti terlihat pada Tabel 3.1 dan 3.2.

Tabel 3.1 Emp untuk jalan perkotaan tak terbagi

Arus Lalu
Tipe Jalan Lintas emp
Total Dua
Arah
(kend/ HV MC
jam)
Lebar Jalur Lalu Lintas Cw (m)
≤6 >6

Dua Lajur Tak 0 1.3 0.5 0.4


Terbagi (2/2 UD)
≤ 1800 1.2 0.35 0.25
Empdt Lajur Tak 0 1.3 0.4
Terbagi (4/2 UD)
 3700 1.2 0.25
Sumber: Departemen P U, 1997

10
Tabel 3.2 Emp untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah

emp
Arus Lalu Lintas Total
Tipe Jalan
Dua Arah (kend/ jam) HV MC

Dua Lajur Satu arah (2/1) 0 1,3 0,40


dan Empat Lajur Terbagi
 1050 1,2 0,25
(4/2 D)
Tiga Lajur Satu Arah 0 1,3 1,2 0,40 0,25
(3/1) dan Enam Lajur
 1100
Terbagi (6/2D)
Sumber: Departemen P U, 1997

C. Kapasitas
Kapasitas (C) adalah arus maksimum yang melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan
per satuan jam pada kondisi tertentu (Departemen P. U, 1997). Kapasitas dinyatakan dalam
satuan mobil penumpang (smp/jam). Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas untuk
jalan perkotaan adalah :
C  Co * FCw * FCsp * FCsf * FCsf * FCcssmp jam
Dimana :
C : Kapasitas sesungguhnya (smp/ jam)
Co : Kapasitas dasar (ideal) untuk kondisi (ideal) tertentu (smp/ jam)
FCw : Penyesuaian lebar jalan
FCsp : Faktor penyesuaian pemisahan arah (untuk jalan tak terbagi)
FCsp : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/ kereb
FCcs : Faktor penyesuaian ukuran kota
Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kasus dasar (ideal) tertentu, maka semua faktor
penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas menjadi sama dengan kapasitas dasar.
1. Kapasitas Dasar (Co)
Kapasitas dasar jalan perkotaan dan jalan luar kota akan ditampilkan pada Tabel 3.3.
2. Faktor Penyesuaian Lebar Jalan Lalu Lintas (FCw)
Penentuan untuk lebar jalur lalu lintas faktor penyesuaian lebar jalan (FCW), berdasarkan
lebar jalur lalu lintas effektif (We). Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh lebar
jalur lalu lintas baik untuk jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.3 Kapasitas dasar (Co) untuk jalan perkotaan

11
Tipe Jalan Kapasitas Dasar Catatan
(smp/jam)
Empat lajur terbagi atau Jalan satu
1650 Per lajur
arah
Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah

Sumber: Departemen PU, 1997

Tabel 3.4 Penyesuaian kapasitas (FCw) untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas untuk
jalan perkotaan

Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (We) FCw


(m)
Empat lajur terbagi atau Per lajur 0,92
Jalan satu arah 3,00 0,96
3,25 1,00
3,50 1,04
3,75 1,08
4,00

Empat lajur tak terbagi Per lajur


3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Dua lajur tak terbagi Total dua arah
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: Departemen PU, 1997

12
3. Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah (FCSp)
Untuk menentukan faktor penyesuaian pemisahan arah (FCSp) untuk jalan dua jalur
dua arah (2/2) dan empat jalur dua arah (4/2) tak terbagi untuk jalan perkotaan dapat
dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah (FCsp) untuk jalan
perkotaan

Pemisahan Arah SP % - % 50-50 60-40 70-30 80-20 90-10 100-0

FCsp Dua lajur 2/2 1 0,94 0,88 0,82 0,76 0,7


Empat lajur 4/2 1 0,97 0,94 0,91 0,88 0,85
Sumber: Departemen PU, 1997

Untuk jalan terbagi dan jalan satu arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan
arah tidak dapat ditetapkan dan nilai 1,0 yang sebaiknya digunakan.

4. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping


Di dalam menentukan faktor penyesuaian untuk hambatan samping (FCsp) untuk jalan
perkotaan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : Jalan dengan Bahu. Faktor
penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping berdasarkan lebar bahu efektif (Ws)
dan kelas hambatan samping (SFC) pada jalan perkotan dengan bahu. Faktor
penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dengan bahu (FCsp) pada
jalan perkotaan dapat dilihat pada Tabel 3.6.

13
Tabel 3.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar
Bahu (FCSF) Pada Jalan Perkotaaan

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar


Kelas
Hambatan Bahu (FCSF)
Tipe Jalan
Samping Lebar Bahu Ws
 0,5 1 1,5 2,0
Ml D VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,8 0,86 0,9 0,95
2/2 UD VL 0,94 0,96 0,99 1,01
atau L 0,92 0,94 0,97 1
jalan satu M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,9 0,95
arah
VH 0,73 0,79 0,85 0,91

Sumber: Departemen PU, 1997

 Jalan dengan Kereb


Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCsp) berdasarkan jarak antara
kereb dan penghalang pada trotoar (Wg) dan kelas hambatan samping (SFC) dapat
dilihat pada Tabel 3.7.

14
Tabel 3.7 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan jarak
kereb (FCsp) pada jalan perkotaan

Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Jarak


Kelas
Kereb - Penghalang
Tipe Jalan Hambatan
Samping Jarak Kereb - Penghalang (Wg)
 0,5 1 1,5  2,0
4/2 D VL 0,95 0,97 0,99 1,01

L 0,94 0,96 0,98 1,06

M 0,91 0,93 0,95 0,98

4/2 UD H
VL 0,86
0,95 0,89
0,97 0,92
0,99 0,95
1,01
VH
L 0,81
0,93 0,85
0,95 0,88
0,97 0,92
1,06

M 0,90 0,92 0,95 0,97


2/2 UD VL
H 0,93
0,84 0,95
0,87 0,97
0,90 0,99
0,93
atau jalan
L
VH 0,90
0,77 0,92
0,81 0,95
0,85 0,97
0,90
satu arah
M 0,86 0,88 0,91 0,94
Sumber: Departemen
H PU, 1997 0,78 0,81 0,84 0,88

VH 0,68 0,72 0,77 0,82


5. Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran Kota (FCcs)
Faktor Penyesuaian untuk ukuran kota didasarkan pada jumlah penduduk kota yang
dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCCS)

Ukuran Kota (Juta Penduduk) FCCS

 0.1 0,86

0,1 - 0,5 0,90

0,5 - 1,0 0,94

1,0 - 3,0 1,00

>3 1,04

Sumber: Departemen PU, 1997

15
D. Kecepatan

Kecepatan merupakan parameter yang penting karena menyediakan informasi penting


tentang kondisi perjalanan, tingkat pelayanan, dan kualitas dari arus lalu lintas. Adapun
jenis-jenis kecepatan yang akan digunakan dalam studi ini adalah kecepatan arus bebas, dan
kecepatan tempuh.

1. Kecepatan Arus Bebas


Kecepatan arus bebas adalah kecepatan pada saat tingkatan arus nol (Departemen P U,
1997). Kecepatan arus bebas. dinyatakan dalam satuan km/jam. Persamaan dasar
untuk menentukan kecepatan arus bebas untuk jalan perkotaan adalah :

FV  Fvo  FVw  FFsp  FFVCS (km / jam)


Persamaan dasar untuk menentukan kecepatan arus bebas untuk jalan luar kota adalah
:
Dimana :
FV : Kecepatan arus bebas kendaraan ringan sesungguhnya (km/jam)
FV0 : Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam)
FVW : Penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (km/jam) (penjumlahan)
FFVsp : Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping (perkalian)
FFVcs : Faktor penyesuaian ukuran kota (perkalian)
FFVRC : Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan

2. Kecepatan arus bebas dasar


Kecepatan arus bebas dasar jalan perkotaan dan jalan luar kota akan ditampilkan pada
Tabel 3.9.

16
Tabel 3.9 Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (FV0) untuk jalan perkotaan

Kecepatan arus bebas dasar Fvo (km/jam)


Tipe Jalan Kendaraan Kendaraan Sepeda motor Semua kendaraan
ringan LV berat HV MC (rata-rata)
Enam lajur terbagi

(6/2 D) atau
61 52 48 57
Tiga lajur satu arah

(3/1)

Empat lajur terbagi

(4/2 D) atau
57 50 47 55
Dua lajur satu arah

(2/1)

Empat lajur tak

terbagi 53 46 43 51

(4/2 UD)

Dua lajur tak


terbagi 44 40 40 42
(2/2 UD)

Sumber: Departemen PU, 1997

a. Faktor Penyesuaian Lebar Jalan Lalu Lintas (FVw)

Penentuan untuk lebar jalur lalu lintas faktor penyesuaian lebar jalan (FVW), berdasarkan
lebar jalur lalu lintas effektif (Wc). Faktor penyesuaian kecepatan untuk pengaruh lebar
jalur lalu lintas baik untuk jalan perkotaan maupun untuk jalan luar kota dapat dilihat
pada Tabel 3.10.

17
Tabel 3.10 Penyesuaian kecepatan (FVW) untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas untuk
jalan perkotaan

Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas efektif FVw (km/jam)


(Wc) (m)
Empat lajur terbagi Per lajur
atau
jalan satu arah 3,00 -4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4

Empat lajur tak terbagi Per lajur


3,00 -4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4

Dua lajur tak terbagi Total


5 -95
6 -3
7 0
8 3
9 4
10 6
11 7
Sumber: Departemen PU, 1997

b. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FFVSF)


Di dalam menentukan faktor penyesuaian untuk hambatan samping (FFVsp) untuk jalan
perkotaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
 Jalan dengan Bahu
Faktor penyesuaian kecepatan untuk hambatan samping berdasarkan lebar bahu
efektif (Ws) dan kelas hambatan samping (SFC) pada jalan perkotan dengan bahu.
Faktor penyesuaian kecepatan untuk pengaruh hambatan samping dengan bahu
(FCSF) pada jalan perkotaan dapat di lihat pada Tabel 3.11.

18
Tabel 3.11 Faktor penyesuaian kecepatan untuk pengaruh hambatan samping dan
lebar bahu (FCSF) pada jalan perkotaaan
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping
Kelas
dan lebar bahu
hambatan
Tipe jalan
samping Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)
(SFC)
 0,5 1,0 m 1,5 m  2m
m
Empat lajur Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
terbagi 4/2
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
UD
Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02

Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99


Empat lajur Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
tak terbagi Rendah
0,98 1,00 1,02 1,03
4/2 UD
Sedang
0,93 0,96 0,99 1,02
Tinggi
0,87 0,91 0,94 0,98
Dua lajur Sangat rendah
tinggi 1,00 1,01 1,01 1,01
0,80 0,86 0,90 0,95
tak terbagi
Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
2/2 UD
atau Jalan Sedang 0,90 0,93 0,96 0,99
satu arah
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95

Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91

 Jalan dengan Kereb

Faktor penyesuaian kecepatan untuk hambatan samping (FFVSF) berdasarkan


jarak antara kereb dan penghalang pada trotoar (Wg) dan kelas hambatan
samping (SFC) dapat dilihat pada Tabel 3.11.

19
Tabel 3.11 Faktor penyesuaian kecepatan untuk pengaruh hambatan samping dan
jarak kereb (FCSF) pada jalan perkotaan

Faktor penyesuaian untuk hambatan samping


Kelas hambatan dan jarak kereb-penghalang
Tipe jalan
samping (SFC) Jarak: kreb - penghalang Wk (m)
≤ 0,5m 1,0m 1,5  2m
Empat lajur terbagi Sangat rendah 1,00 1,01 1,01m 1,02
4/2 D 0,98
Rendah 0,97 0,99 1,00
0,95
Sedang 0,93 0,90 0,97 0,99
0,85
Tinggi 0,87 0,93 0,96

Sangat tinggi 0,81 0,88 0,92


Empat lajur tak Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
terbagi 4/2 UD 0,98
Rendah 0,96 0,99 1,00
0,93
Sedang 0,91 0,87 0,96 0,98
0,81
Tinggi 0,84 0,90 0,94

Sangat tinggi 0,77 0,85 0,90

Dua lajur tak Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00


terbagi 2/2 UD atau 0,95
Rendah 0,93 0,96 0,98
Jalan satu arah 0,89
Sedang 0,87 0,81 0,92 0,95
0,72
Tinggi 0,78 0,84 0,88
0,77
Sangat tinggi 0,68 0,82

Sedangkan untuk faktor penyesuaian kecepatan akibat hambatan samping untuk


jalan luar kota dapat dilihat pada tabel 6.23.

c. Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran Kota (FCCS)


Faktor penyesuaian untuk ukuran kota didasarkan pada jumlah penduduk (juta) yang
dapat dilihat pada Tabel 3.12.

20
Tabel 3.12 Faktor penyesuaian kecepatan untuk kelas fungsi jalan dan guna lahan
(FFVRC)

faktor penyesuaian FFVpx


Tipe jalan Pengembangan samping jalan (%)
0 25 50 75 100
Empat-lajur terbagi

Arteri 1,00 0,99 0,98 0,96 0,95


Kolektor 0,99 0,98 0,97 0,95 0,94

Lokal 0,98 0,97 0,96 0,94 0,93


Empat-lajur tak-terbagi
Arteri 1,00 0,99 0,97 0,96 0,945

Kolektor 0,97 0,96 0,94 0,93 0,915

Lokal 0,95 0,94 0,92 0,91 0,895

Dua-lajur tak terbagi

Arteri 1,00 0,98 0,97 0,96 0,94

Kolektor 0,94 0,93 0,91 0,90 0,88

Lokal 0,90 0,88 0,87 0,86 0,84

Sumber: Departemen P U, 1997

3. Kecepatan Tempuh
Kecepatan tempuh adalah keoepatan rata-rata arus lalu lintas dihitung dari panjang
seksi jalan dibagi dengan waktu tempuh.
V LT
Dimana :
V : Kecepatan rata-rata (km/jam)
L : Panjang segmen (km)
T : Waktu tempuh rata-rata sepanjang segmen (jam)

4. Kecepatan Operasi
Kecepatan operasi atau kecepatan pada kondisi lalu lintas, hambatan samping, dan
kondisi geometrik didapatkan dengan menggunakan hubungan antara nilai derajat

21
kejenuhan dan kecepatan arus bebas di suatu ruas jalan. Kecepatan operasi digunakan
untuk menentukan tingkat pelayanan jalan.

E. Derajat kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) adalah rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor
utama dalam penetuan tingkat kinrja berdasarkan tundaan dan segmen jalan. Nilai DS
menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak.
Persamaan umum derajat kejenuhan adalah
DS  Q C smp / jam
Dimana:
DS : Derajat kejenuhan (smp/jam)
Q : Arus lalu lintas
C : Kapasitas

F. Tingkat Pelayanan

Tingkat pelayanan (Level of Service) yaitu ukuran kuantitatif yang mencerminkan persepsi
pengemudi tentang kualitas mengendarai kendaraan. TRB (1985) mengklasiflkasikan tingkat
pelayanan jalan dari Level of Service A sampai dengan F (Departemen PU, 1997) tidak
menyatakan dengan tegas tingkat pelayanan pada jalan dan persimpangan, kecuali
persimpangan yang dikendalikan dengan traffic light.

Klasifikasi tingkat pelayanan jalan menurut Highway Capacity Manual/HCM (1985) adalah
sebagai berikut:
1. Tingkat Pelayanan A
Pada tingkat pelayanan A, kendaraan tidak terlalu mengalami hambatan dan
pengendara bebas memilih kecepatan.
2. Tingkat Pelayanan B
Arus lalu lintas bertambah sehingga menimbulkan sedikit hambatan bagi pengendara.
3. Tingkat Pelayanan C
Arus lalu lintas semakin bertambah, dan hambatan bertambah sehingga menimbulkan
tundaan/ kemacetan tetapi masih dalam batas-batas yang ditenma olh pengendara.

22
4. Tingkat Pelayanan D
Arus lalu lintas terus bertambah, hambatan semakin besar dan tundaan semakin
meningkat, kejadian bergerak dan berhenti sudah dialami pengendara.
5. Tingkat Pelayanan E
Pada tingkat pelayanan E, demand sama dengan kapasitas atau V/C ratio = 1, terjadi
tundaan, kejadian bergerak dan berhenti dialami oleh pengendara.

Tabel 3.13 Hubungan V/ C ratio dengan tingkat pelayanan jalan

Tingkat
Pelayanan Kondisi Lapangan V/C ratio
(Level of
Service)
A Arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi 0,00-0,19
dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa
tundaan.
B Arus stabil, kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi 0,20 - 0,44
lalu lintas, pengemudi memiliki kebebasan yang
cukup untuk memilih kecepatan.

C Arus stabil, tetapai kecepatan dan gerak kendaraan 0,45-0,74


dibatasi oleh kondisi lalu lintas, pengemudi dibatasi
dalam memilih kecepatan.
D Volume lalu lintas mendekati tidak stabil, kecepatan 0,75 - 0,84
masih dikendalikan oleh kondisi lalu lintas, rasio V/C
masih bisa ditoleransi.
E Volume lalu lintas mendekati kapasitas, arus stabil, O85 - 1,00
kecepatan terkadang terhenti.

F Arus lalu lintas macet, kecepatan rendah, antrian -


panjang serta hambatan/tundaan besar.

6. Tingkat Pelayanan F
Tingkat pelayanan F termasuk kategori oversaturated (kelewat jenuh), hambatan dan
tundaan meningkat, kejadian berhenti dan bergerak membesar, jika arus bertambah
terus maka kecepatan kendaraan sama dengan nol yang berarti berhenti total.

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), tidak dengan tegas menyatakan tingkat pelayanan
jalan, secara implisit kinerja jalan diukur dari V/C ratio, akan tetapi tidak dengan jelas

23
mengklasiflkasikan tingkat pelayanan setiap kategori V/C ratio. MKJI (1997) hanya
merekomendasikan V/C ratio yang masih dapat diterima adalah < 0,8. Adapun tingkat
pelayanan jalan dan rasio nilai V/C dapat dilihat pada Tabel 3.13.
Dimana:
V : Demand atau flow (smp/jam)
C: Kapasitas (smp/jam)
Tingkat pelayanan juga berkaitan dengan kecepatan operasi dan perbandingan antara arus
terhadap kapasitas seperti yang terlihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Grafik tingkat pelayanan (Tamin, 2000)


3.9 Metode Analisis Kinerja Simpang Bersinyal

A. Kinerja Persimpangan

Unsur terpenting didalam pengevaluasian kinerja persimpangan adalah lampu lalu lintas,
kapasitas dan tingkat pelayanan. Sehingga untuk menjaga agar kinerja persimpangan dapat
berjalan dengan baik kapasitas dan tingkat pelayanan perlu dipertimbangkan dalam
mengevaluasi operasi dari pada persimpangan dengan lampu lalu lintas. Ukuran dari kinerja
persimpangan dapat ditentukan berdasarkan panjang antrian, jumlah kendaraan terhenti dan

24
tundaan, syarat dari perhitungan kinerja simpang adalah: Tundaan ≤ 40.00 dtk/smp, Tingkat
pelayanan ≤ D (TRB, 1994).

B. Kapasitas Persimpangan (C)

Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan. Kapasitas simpang
dinyatakan dengan rumus:
C = S x g/c
Dimana:
C = Kapasitas (smp/jam).
S = Arus jenuh (smp/jam hijau).
g = Waktu hijau (detik).
c = panjang siklus (detik).

Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (QLT, QRT, dan Q ST) dikonversi dari kendaran per jam
menjadi satuan mobil penumpang (smp) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan
penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan.

Tabel 3.14 Konversi kendaran terhadap satuan mobil penumpang

emp untuk tipe pendekat


Jenis kendaraan
Terlindung Terlawan

Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3

Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0

Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4

Sumber: Departemen P.U. (1997)

C. Derajat Kejenuhan (DS)

Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio volume (Q) terhadap kapasitas (C)
(Alamsyah, 2005). Rumus untuk menghitung derajat kejenuhan adalah:

DS = Q/C

25
Hal terpenting dalam konsep kapasitas adalah nilai kritis Q/C yang merupakan rasio Q/C untuk
simpang sebagai suatu acuan. Nilai Q/C yang lebih besar dari 1 menunjukkan adanya
ketidakmampuan kapasitas simpang dalam melayani arus lalu lintas yang ada, atau dengan
kata lain arus lalu lintas yang dilayani telah melampaui kapasitas simpang yang ada.

D. Panjang Antrian (NQ)

Yang dimaksud dengan panjang antrian adalah banyaknya kendaraan yang berada pada
persimpangan tiap jalur saat nyala lampu merah (Departemen P.U., 1997). Parameter ini
digunakan untuk perencanan pengendalian parkir tepi jalan atau angkutan umum stop,
panjang kebutuhan pelebaran persimpangan dan panjang kebutuhan lebar belok kiri boleh
langsung. Rumus untuk menentukan rata-rata panjang antrian berdasarkan MKJI 1997,
adalah:

Untuk derajat kejenuhan (DS) > 0.5:

 8  ( DS  0.5) 
NQ1= 0,25  C  ( DS  1)  ( DS  1) 
2

 C 

Untuk DS < 0,5 ; NQ1 = 0

Dimana:

NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya.

DS = Derajat kejenuhan.

C = Kapasitas (smp/jam).

Jumlah antrian selama fase merah (NQ2):

1  GR Q
NQ2 = c  masuk
1  GRxDS 3600

26
Dimana:
NQ2 = Jumlah smp yang datang pada fase merah.
GR = Rasio hijau.
c = Waktu siklus (dtk).
Qmasuk = Arus lalu lintas yang masuk diluar LTOR (smp/jam).

Jumlah kendaran antri menjadi:

NQ = NQ1 + NQ2

Maka panjang antrian kendaraan adalah dengan mengalikan NQmax dengan luas rata-rata yang
dipergunakan per smp (20m2) kemudian dibagi dengan lebar masuknya. NQmax didapat dengan
menyesuaikan nilai NQ dalam hal peluang yang diinginkan untuk terjadinya pembebanan lebih
POL (%) dengan menggunakan Gambar 3.4. untuk perencanaan dan perancangan disarankan
POL ≤ 5 %, untuk operasi suatu nilai POL = 5 – 10 % mungkin dapat diterima:

QL = (NQmax x 20)/Wmasuk

PELUANG UNTUK PEMBEBANAN LEBIH POL

Gambar 3.4 Perhitungan jumlah antrian (NQmax) dalam smp

Sumber: Departemen P.U. (1997)

27
Bab 4
Analisis teknis

4.1 Kondisi Saat Ini (existing)

Kawasan taman pancing memilki karakteristik yang terlihat jelas sebagai jalan alternative
untuk pergerakan dari Utara/denpasar ke selatan/kuta. Di pagi hari kendaraan dari utara
akan sangat tinggi ke selatan , begitu pun sebaliknya di sore hari ruas jalan taman pancing
memiliki volume yang sangat tinggi.

Dari geometrik simpang , lebar jalan yang paling besar adalah pada jalan pulau galang ke
arah barat yakni 7,10 meter, sedangkan yang paling kecil adalah ruas jalan tukad baru.

Tabel 4.1 Inventarisasi geometrik simpang di lokasi penelitian

Lebar
Pendekat Lebar
Kaki Simpang Kode Me-dian
WA Trotoar
(m)
Jl. Tukad Baru U 5,40 - -
Jl. Pulau Galang T 6,80 1,5 -
Jl. Taman Pancing S 6,50 - -
Jl. Pulau Galang B 7,10 1,5 -

Sumber : Hasil survey,2019

Pengamatan dilakukan dari pukul 06.30 sampai dengan pukul 18.30 wita dengan metaoda
survey LHR di ruas jalan.

Dari hasil pengamatan di lapangan, diperoleh volume tertinggi berada pada ruas jalan
pulau galang dan jalan taman pancing di periode pukul 16.30 sampai dengan pukul 18.30
wita.

28
Gambar 4.1 Variasi lalu lintas di wilayah studi

Volume lalu Lintas


Volumetotal pada Total
Lalu Lintas simpang
pada pulau galang
Simpang – Taman Pancing
Cokroaminoto-Maruti
3500
2000
Volume lalu lintas (smp/jam)

3000
1750
2500
1500
2000
1250

1500
1000
0 Total Simpang
1000
750

500
500

Waktu

Pada Gambar 4.2. menunjukkan manuver kendaraan pada setiap pendekat simpang pada
Simpang Gatsu-Cokroaminoto untuk jam puncak pagi (Pk. 16.30-18.30) dalam satuan
smp/jam. Volume lalu lintas simpang total sebesar 2148 smp/jam.

57
JL.Tukad Baru

25

345
545
JL.Pulau Galang

45
122
243
84
321
Gambar 4.2 Volume Lalu Lintas
121
13 pada Simpang Pulau Galang –
JL.Pulau Galang
Taman Pancing pada Jam
JL.Taman Pancing

356 Puncak sore (Pk. 16.30-18.30)

254
175

29
Dari hasil pengamatan di lapangan, komposisi kendaraan di perismpangan taman pancing lebih
didominasi oleh sepeda motor yang mencapai 74 % dan mobil pribadi sejumlah 24%. KOndisi
ini merupakan karakteristik umum di kota Denpasar dimana rata-rata pengguaan sepeda motor
lebih dari 70%. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini.

Komposisi Kendaraan
KB
KR 2%
24%

SM
74%

Gambar 4.3 Komposisi Kendaraan pada Simpang Galang – taman pancing

Perhitungan kapasitas jalan, mengacu pada standar MKJI, yang hasilnya dapat dilihat
pada tabel 4.2 dibawah ini

Tabel 4.2 Perhitungan Kinerja jalan kapasitas dan kecepatan di lokasi pengamatan

Ruas jalan co FCw FCsp Fcsf Fccs C Kecptn


(km/jam)

Jl. Tukad Baru 2650 1.04 1 0,95 0,94 2461 30

Jl. Pulau Galang 2900 0,91 1 0,95 0,94 2356 24

Jl. Taman Pancing 2850 0,88 1 0,91 0,94 2145 22

Jl. Tukad Baru timur 2400 1,04 1 0,95 0,94 2205 33


Sumber : hasil analisa,2019

30
Tabel 4.3 Perhitungan tingat pelayanan Derajat kejenuhan di lokasi pengamatan

Ruas jalan co FCw FCsp Fcsf Fccs C Volume DQ

Jl. Tukad Baru 2650 1.04 1 0,95 0,94 2461 1896 0,77

Jl. Pulau Galang 2900 0,91 1 0,95 0,94 2356 2148 0,92

Jl. Taman Pancing 2850 0,88 1 0,91 0,94 2145 2045 0,95

Jl. Tukad Baru timur 2400 1,04 1 0,95 0,94 2205 1745 0,79
Sumber : hasil analisa,2019

Dari tabel diatas menunjukan bahwa jalan taman pancing dan pulau galang pada jam sibuk
sore dalam kondisi macet atau dapat dikatakan VC ratio mendekati 1, hal ini selain disebabkan
oleh tingginya volume juga disebabkan oleh terjadinya konflik kendaraan yang berbelok kanan
di persimpangan tersebut sehingga arus lalu lintas terkunci(stagnan) tidak bergerak sama
sekali. KOndisi tersebut menyebabkan antrean mencapai 300 meter ke selatan (jl taman
pancing) , kebarat (jl.pulau galang) dan ketimur hingga menyentuh kaki simpang pemogan-
kepaon.

4.2 Alternatif Penanganan

Memperhatikan kondisi kinerja saat ini tersebut, penanganan yang diperlukan di simpang
tersbut harus dilakukan secara komperhensif dan serentak, adapun rencana penanganannya
adalah sebagai berikut :
1. Pemasangan Traffic light di simpang pulau galang-tukad baru dan taman pancing
2. Memasang rambu larangan masuk untuk kendaraan roda 4 kecuali sepeda motor di
jalan pulau galang dari arah timur , sehingga yang berada di antrean kaki simpang
hanya sepeda motor menuju ke barat,selatan dan utara.
3. Sepanjang jembatan ke timur hingga traffic light pemogan-kepaon dipasang separator
untuk memlarang kendaraan memutar atau belok kanan.
4. Penggantian traffic light simpang kepaon-pemogan dari single program ke multi
program dengan sistem adaftif yang terkordinasi.
5. Melakukan pengadaan dan Pemasangan Kamera pantau di tiga titik simpang tersebut

31
6. Melakukan pengadaan dan pemasangan guardrill / pagar pengaman khususnya di
lokasi dekat simpang agar keselamatan pengemudi terjamin saat berhenti di
persimpangan tersebut.
7. Melakukan Uji coba dan sosialisasi secara berkelanjutan, untuk membiasakan
masyarakat mentaati rekayasa yang ditetapkan.

Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian dan memperhatikan tingginya kendaraan


yang belok kanan, pengaturan lampu lalu lintas pada Simpang Jalan pulau galang – Jalan tukad
baru – Jalan taman pancing, adalah dengan pengaturan empat (4) fase seperti Gambar 4.4 di
bawah ini:

Fase I (U) Fase II (S)

Fase III Earyl Cut Off (B) Fase IV Early Start (T)

32
Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa:
1. Fase I (U) : Arus kendaraan pada Jl. Tukad baru dari arah utara (U-RT dan U-ST)
mendapatkan waktu hijau.
2. Fase II (S) : Arus kendaraan pada Jl. Taman Pancing dari arah selatan (S-RT dan S-ST)
mendapatkan waktu hijau.
3. Fase III (B): Merupakan fase dengan Early Cut Off, yaitu pada pergerakan belok kanan
(RT) Jl.Pulau Galang arah barat menuju selatan diberi lebih awal waktu lampu merah dan
pergerakan lurus (ST) Jl. Pulau galang arah barat menuju timur diberi lebih lama waktu
hijau.
4. Fase IV (T): Merupakan fase Early Start, yaitu pada pergerakan lurus (ST) Jl. Pulau galang
arah barat diberi lebih awal waktu hijau dan Jl. Pulau Galang dari arah timur(T-ST)
mendapatkan waktu hijau dan (B-ST2) masih mendapatkan waktu hijau. Setelah waktu
hijau (B-ST2) berakhir, (T-RT) mendapatkan waktu hijau dan (T-ST2) masih mendapatkan
waktu hijau.

Simpang Jl. Pulau galang – Jl.taman pancing – Jl. Tukad baru dan simpang tukad baru timur
dengan simpang kepaon dan pamogan, Denpasar ini dirancang dengan sistem lalu lintas yang
terkordinasi antara 3 simpang. Hal ini dapat dilihat dari waktu siklus dan alokasi waktu hijau
tetap berdasarkan hasil survai. Dari hasil survai tersebut dapat dirancang waktu merah, kuning
dan hijau pada masing-masing fase sehingga dapat digunakan untuk menghitung waktu hilang
pada simpang tersebut. Perhitungan waktu hilang adalah sebagai berikut:

1. Waktu Hijau (Green)


Hasil pengamatan waktu hijau untuk masing-masing fase adalah sebagai berikut:
a. Fase I (Utara) g1 = 25 detik
b. Fase II (Selatan) g2 = 20 detik
c. Fase III (Barat) g3 = 35 detik
d. Fase IV (Timur) g4 = 20 detik
Σgi = 100 detik
2. Waktu Merah (Red)
Hasil pengamatan waktu merah untuk masing-masing fase adalah sebagai berikut:
a. Fase I (Utara) R1 = 85 detik
b. Fase II (Selatan) R2 = 87 detik

33
c. Fase III (Barat) R3 = 85 detik
d. Fase IV (Timur) R4 = 87 detik

3. Waktu Kuning (Amber)


Hasil pengamatan waktu kuning untuk masing-masing fase adalah sebagai berikut:
a. Fase I (Utara) A1 = 2 detik
b. Fase II (Selatan) A2 = 2 detik
c. Fase III (Barat) A3 = 2 detik
d. Fase IV (Timur) A4 = 2 detik

4. Perhitungan Waktu Hilang (LTI)


Dari data waktu merah, kuning dan hijau dapat dihitung waktu siklus (c):
a. Fase I (Utara) c1 = 25 + 85 + 2 = 112 detik
b. Fase II (Selatan) c2 = 20+ 87 + 2 = 119 detik
c. Fase III (Barat) c3 = 35 + 85 + 2 = 122 detik
d. Fase IV (Timur) c3 = 20 + 87 + 2 = 119 detik
Dari persamaan waktu siklus dapat dihitung:
c = Σg + LTI
112 = 100 + LTI
LTI = 12 detik

5. Perhitungan Waktu Antar Hijau (IG) dan Waktu Merah Semua (AR)
Dari persamaan LTI dapat dihitung waktu antar hijau (IG):
LTI = Σ (Merah semua + kuning) i = Σ IGi
𝐿𝑇𝐼
IGi = ∑ 𝐹𝑎𝑠𝑒
16
IGi =
4

IGi = 4 detik
IGi = Merah semua + kuning
Merah semua (AR) = IGi – kuning
Merah semua (AR) = 4 – 2 = 2 detik

34
Dengan menerapkan manajeman dan rekayasa lalu lintas di kawasan tersebut diprediksi akan
mampu meningkatkan kinerja jaringan jalan sebanyak 30%, khususnya di kecepatan dimana
rata2 berada di 27 km/jam menjadi 35 km/jam. Detail rancangan pemasangan Traffic light
dapat dilihat pada gambar 4.5 dibawah ini.

Gambar 4.5 Rencana pemasangan perangkat APILL di Simpang pulau galang dan taman
pancing

35
Bab 5
Penutup

5.1 Kesimpulan
a. Kawasan taman pancing memiliki volume lalu lintas yang sangat tinggi pada jam sibuk
sore tepatnya mulai pukul 16.30 WITA yang merupakan jalan alternatif dari Kuta ke
Denpasar
b. Karakteristik persimpangan dengan jarak dekat menyebabkan volume kendaraan
menjadi terkunci ( stagnan) sehingga berdampak ke kemacetan yang terjadi mencapai
300 meter lebih di persimpangan.
c. Kawasan tersebut digunakan sebagai jalan alternatif jalan imam bonjol dan teuku umar,
sehingga sangat diperlukan penanganan teknis untuk mengurangi panjang antrean
yang terjadi.
d. Penerapan traffic light pada persimpangan jl.taman pancing-pulau galang dan tukad
baru sangat diperlukan dengan diikuti penerapan rekayasa lalu lintas di persimpanagn
kepaon serta tukad baru timur.
e. Hasil analisis perlu pemasangan traffic light di simpang di jln pulang galang-taman
pancing dan pemasangan separator larangan belok kanan di persimpangan tukad baru
timur serta penggantian Traffic light simpang kepaon dan pemogan agar menjadi satu
kesatuan sistem traffic liaght yang terkoordinasi di wilayah taman pancing.

5.2 Saran
Dari hasil kesimpulan diatas, adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
a. Perlunya dukungan oleh masyrakat lokal di sekitar lokasi sangat penting, mengingat
karakteristik lalu lintas primer di kawasan tersebut adalah pemukiman masyrakat lokal
b. Diperlukan langkah konkrit uji coba rancanangan rekayasa sebelum diterapkan secara
permanen.
c. Dukungan dari Perangkat desa/kelurahan dari unsur kepala lingkungan hingga
kecamatan sangat diperlukan untuk mensosialisasikan rencana penanganan.

36
Demikian hasil analisis kajian teknis simpang yang telah dilakukan, untuk dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya sebagai rencana tindak lanjut untuk penanganan
di lokasi tersebut.

Denpasar, 10 juni 2019


Kepala Dinas Perhubungan
Kota Denpasar

I KETUT SRIAWAN, SE
NIP : 19680714 199603 1 003

37

Anda mungkin juga menyukai