Anda di halaman 1dari 16

[Document title]

[Document subtitle]

Abstract
[Draw your reader in with an engaging abstract. It is typically a short summary of the document.
When you’re ready to add your content, just click here and start typing.]

Putu Genta Ananda Este Bagus


[Email address]
Abstrak
Profil Kota Denpasar
Kota Denpasar memiliki luas wilayah 127,78 km2 (2,27 persen) dari luas wilayah Provinsi Bali.
Secara administrasi Kota Denpasar terdiri dari 4 wilayah kecamatan terbagi menjadi 27 desa dan 16
kelurahan. Dari keempat kecamatan tersebut berdasarkan luas wilayah, Kecamatan Denpasar Selatan
memiliki wilayah terluas yaitu 49,99 km2 (39,12 persen). Denpasar Utara memiliki wilayah seluas 31,12

Tabel 1. Pembagian Wilayah Kota Denpasar


Sumber : Profil Kota Denpasar 2020

km2 (24,35 persen), dan Denpasar Barat dengan luas wilayah sebesar 24,13 km2 (18,88 persen).
Kecamatan dengan wilayah terkecil yaitu Kecamatan Denpasar Timur dengan luas wilayah 22,54 km2
(17,64 persen) (Ciptakarya PU Denpasar, 2016)

Batas wilayah Kota Denpasar berbatasan dengan Kabupaten Badung sebelah Utara, Barat dan Selatan
sedangkan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar dan Selat Lombok, secara rinci batas
wilayah Kota Denpasar antara lain:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Mengwi dan Abiansemal (Kabupaten Badung).
b. Sebelah Timur : Kecamatan Sukawati (Kabupaten Gianyar) dan Selat Badung.
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Kuta Selatan (Kabupaten Badung) dan Teluk Benoa.
d. Sebelah Barat : Kecamatan Kuta Utara dan Kuta (Kabupaten Badung).
Menurut letak geografis Kota Denpasar berada diantara 08 35’ 31”–08 44’ 49” Lintang Selatan dan
115 10’ 23”–115 16’ 27” Bujur Timur.

Gambar 1. Peta Wilayah Kota Denpasar


Sumber: RTRW Kota Denpasar Tahun 2011-2031
Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN), yang
selanjutnya diakomodasi dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali 2009-2029, menegaskan bahwa Kota Denpasar yang terintegrasi
dalam Kawasan Perkotaan DenpasarBadung-Gianyar-Tabanan dalam sistem perkotaan nasional
ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Selanjutnya Perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-
Tabanan juga sekaligus ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dari pertimbangan sudut
kepentingan ekonomi nasional, dengan nama Kawasan Metropolitan Sarbagita. Berdasarkan Perda Kota
Denpasar No. 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Denpasar, potensi
pengembangan wilayah di Kota Denpasar sesuai dengan arahan kebijakan dan strategi pengembangan
kawasan, yaitu:
a. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung, meliputi:
- Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
- Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan
hidup.
- Pemulihan dan penanggulangan kerusakan lingkungan hidup.
- Pengembangan mitigasi dan adaptasi kawasan rawan bencana.
- Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan aktivitas yang memiliki nilai historis dan
spiritual.
b. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya, meliputi:
- Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan.
- Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya perkotaan sesuai dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungannya.
- Pengembangan kawasan budidaya kreatif dan unggulan.
- Pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan.
- Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan.
c. Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis, meliputi:
- Pengembangan keterpaduan pengelolaan kawasan strategis nasional dan kawasan strategis
provinsi dalam wilayah kota.
- Pengembangan kawasan strategis kota berdasarkan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi kota
dan wilayah.
- Pengembangan kawasan strategis kota berdasarkan sudut kepentingan sosial budaya kota.
- Pengembangan kawasan strategis kota berdasarkan sudut kepentingan pelestarian lingkungan
hidup.

Rencana struktur ruang wilayah Kota terdiri dari Sistem Pusat Pelayanan Kota dan Sistem Prasarana
Kota. Sistem pusat-pusat pelayanan kota terdiri dari: Pusat Pelayanan Kota; Sub Pusat Pelayanan Kota;
dan Pusat Lingkungan.
Pusat pelayanan kota terdiri dari:
a. Pusat-pusat pelayanan kegiatan sosial ekonomi dan pemerintahan dengan skala pelayanan wilayah
terdiri dari:
- Kawasan sekitar Niti Mandala sebagai pusat kegiatan pemerintahan skala wilayah.
- Kawasan sekitar Sanglah sebagai pusat kegiatan ekonomi, pendidikan tinggi dan pelayanan
kesehatan skala wilayah.
- Kawasan sekitar terminal Ubung sebagai pusat transportasi penumpang antar wilayah Tipe B.
- Kawasan Pelabuhan Benoa sebagai pusat transportasi laut antar wilayah dan internasional.
- Kawasan perdagangan dan jasa skala wilayah di sepanjang Jalan Ngurah Rai, Jalan Gatot Subroto
dan Jalan Mahendradata.
- Kawasan pariwisata Sanur sebagai kawasan khusus pariwisata.
b. Pusat-pusat pelayanan kegiatan sosial ekonomi dan pemerintahan yang melayani
seluruh wilayah kota yang tersebar di Bagian Wilayah Kota (BWK) tengah terdiri dari:
- Kawasan cathus patha agung Kota Denpasar dan sekitar jalan Gajah Mada sebagai pusat kegiatan
perdagangan dan jasa, sosial, budaya, pemerintahan dan kawasan heritage.
- Kawasan Niti Praja Lumintang sebagai kawasan pemerintahan.
- Kawasan sekitar koridor Jalan Teuku Umar, Jalan Dewi Sartika, Jalan Diponegoro, Jalan
Setiabudi, Jalan Cokroaminoto, Jalan Surapati, Jalan Hayam Wuruk, Jalan WR. Supratman, Jalan
Gunung Agung dan Jalan Letda Tantular.
- Kawasan Ubung sebagai pusat kegiatan perdagangan dan terminal kargo.
- Kawasan Kreneng dan Jalan Kamboja sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa,pendidikan
dan olah raga.

Sub Pusat Pelayanan Kota terdiri dari pusat-pusat pelayanan sosial ekonomi dan pemerintahan yang
melayani skala kecamatan atau BWK, terdiri dari:
a. Sub Pusat Pelayanan Kota di BWK Utara dikembangkan di Kawasan Ubung Kaja.
b. Sub Pusat Pelayanan Kota di BWK Timur dikembangkan di Kawasan di sekitar Jalan WR.
Supratman, Kelurahan Kesiman Kertalangu.
c. Sub Pusat Pelayanan Kota di BWK Selatan dikembangkan Kawasan di sekitar Jalan Diponegoro,
Kelurahan Sesetan.
d. Sub Pusat Pelayanan Kota di BWK Barat dikembangkan di Kawasan sekitar Jalan Gunung Agung
dan Jalan Mahendradata, Desa Tegal Kertha.

Pusat Lingkungan meliputi:


a. Pusat Lingkungan sebagai pendukung Sub Pusat Pelayanan Kota di BWK Tengah:
- Pusat Lingkungan Tengah I dikembangkan di Kawasan Catur Muka dan Lapangan Puputan
Badung.
- Pusat Lingkungan Tengah II dikembangkan di Koridor Jalan Cokroaminoto.
- Pusat Lingkungan Tengah III dikembangkan di Koridor Jalan Gatot Subroto dan Jalan Ahmad
Yani.
- Pusat Lingkungan Tengah IV dikembangkan di Koridor Jalan Hayam Wuruk.
- Pusat Lingkungan Tengah V dikembangkan di Koridor Jalan Diponegoro dan koridor Jalan
Teuku Umar.
b. Pusat Lingkungan sebagai pendukung Sub Pusat Pelayanan Kota di BWK Utara:
- Pusat Lingkungan Utara I dikembangkan di Kawasan sekitar Pasar Ubung.
- Pusat Lingkungan Utara II dikembangkan di Kawasan sekitar Pasar Peguyangan.
- Pusat Lingkungan Utara III dikembangkan di Kawasan sekitar Pasar Agung.
c. Pusat Lingkungan sebagai pendukung Sub Pusat Pelayanan Kota di BWK Timur:
- Pusat Lingkungan Timur I dikembangkan di Kawasan Penatih.
- Pusat Lingkungan Timur II dikembangkan di Kawasan Kesiman Kertalangu.
- Pusat Lingkungan Timur III dikembangkan di Kawasan Kesiman.
d. Pusat Lingkungan sebagai pendukung Sub Pusat Pelayanan Kota di BWK Selatan:
- Pusat Lingkungan Selatan I dikembangkan di sekitar Pasar Sanur.
- Pusat Lingkungan Selatan II dikembangkan di Kawasan sekitar Jalan Pekerisan dan Jalan Barito.
- Pusat Lingkungan Selatan III dikembangkan di Kawasan sekitar Koridor Jalan Raya Sesetan
- Pusat Lingkungan Selatan IV dikembangkan di Kawasan sekitar Koridor Jalan Raya Kepaon.
- Pusat Lingkungan Selatan V dikembangkan di sekitar Pasar Serangan.
e. Pusat Lingkungan sebagai pendukung Sub Pusat Pelayanan Kota di BWK Barat:
- Pusat Lingkungan Barat I dikembangkan di Kawasan sekitar simpang Kebo Iwa.
- Pusat Lingkungan Barat II dikembangkan di Kawasan sekitar jalan Gunung Rinjani.
- Pusat Lingkungan Barat III dikembangkan di Kawasan sekitar jalan Pasar Umad.
Secara geografis, Kondisi Lingkungan Strategis dapat dijelaskan melalui kondisi Topografi, Geologi,
Klimatologi dan Hidrologi. Kondisi fisik dasar Wilayah Kota Denpasar, 59,1 % berada pada ketinggian
antara 0 – 25 mdpl, dan sisanya sampai 75 mdpl.
Topografi Kota Denpasar sebagian besar (82,2%) berupa dataran dengan kemiringan lereng secara
umum berkisar 0 – 2 % ke arah selatan, sebagian lagi kemiringan lerengnya antara 2 – 8 %. Kemiringan
lereng di beberapa tempat terutama di tebing sungai dapat mencapai 2 – 15 %.
Geologi Kota Denpasar terdiri dari beberapa batuan. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bali skala 1:
25.000 (Direktorat Geologi, 1971), susunan formasi batuannya adalah Batuan volkanik kuater menutupi
sekitar 70 % wilayah Kota Denpasar, yaitu batuan gunung api hasil dari gunung api Buyan – Bratan dan
gunung api Batur. Diantara kelompok batuan ini, batuan volkanik Buyan – Bratan merupakan yang tertua
dengan materi penyusunnya terdiri dari tufa dan lahar. Batuan lainnya adalah lava, breksi, kerikil, pasir
dan debu volkanik. Ketebalannya bervariasi yaitu bagian utara agak tebal (>200 m) dan menipis ke arah
selatan.
Kota Denpasar beriklim tropis dengan dua musim (hujan dan kemarau). Berdasarkan klasifikasi iklim
menurut Schmidt dan Fergusson (1959), Kota Denpasar termasuk iklim tipe A, sedangkan menurut Peta
Agroklimat Bali skala 1: 250.000 (Oldeman, Irsal, dan Muladi, 1980) daerah ini termasuk ke dalam Zone
Agroklimat D3. Jumlah curah hujan II-22 tahun 2005 1.819 mm, dengan bulan basah ( curah hujan > 100
mm/bulan) selama 7 bulan (Januari – April, Oktober – Desember), dan sisanya bulan kering.
Di wilayah Kota Denpasar, terdapat potensi sumber daya air meliputi: air hujan, air permukaan (air
sungai, air danau/waduk), air tanah/mata air maupun air laut. Air sungai di Kota Denpasar mengalir
memanjang dari Utara ke Selatan (parallel) dengan sungai-sungai utama yaitu : Tukad Ayung, Tukad
Mati, Tukad Badung, Tukad Buaji dan Tukad Ngenjung. Air Danau/waduk Kota Denpasar bersumber
dari Waduk Muara Nusa Dua yang secara administratif berada pada batas wilayah Kota Denpasar dengan
Kabupaten Badung. Eksistensi mata air di Kota Denpasar ditemukan di daerah aliran sungai pada bagian
hulu dan tengah Tukad Badung, bagian hulu Tukad Mati, serta bagian hilir Tukad Ayung dengan debit
yang relatif kecil namun mempunyai kontribusi yang nyata terhadap kontinuitas aliran sungai yang
mewadahi. Air laut berada di zone pantai atau pesisir, Kota Denpasar memiliki garis pantai di bagian
Selatan dan Timur mulai dari Serangan hingga Padanggalak sepanjang 36,6 km.

Permasalahan dan Isu Seputar Tata Ruang Kota Denpasar


Kota Denpasar mendapatkan status sebagai Kota Daerah Tingkat II secara administratif pada tahun
1992. Luas wilayah keseluruhan adalah 127,78 km2 atau 2,18 % dari luas wilayah Provinsi Bali. Letak
Kota Denpasar sangatlah strategis yang berdampak memudahkan Kota Denpasar tumbuh dan berkembang
secara cepat yang merubah rupa kerajaan dari kota ini di masa lalu, kemerdekaan dan pasca kemerdekaan
yang menghasilkan Kota Denpasar saat ini sebagai kota yang beragam mulai dari adat, budaya, dan etnik.
Dalam pertumbuhannya Denpasar telah menjadi kota aneka fungsi, seperti pusat pemerintahan,
pendidikan, kesehatan, perdagangan, perumahan, dan pariwisata. Perkembangan dan pertumbuhan kota
juga diiringi dengan perkembangan dari segi arsitektur yang beragam sehingga Kota Denpasar
diramaikan dengan aneka corak dan ragam gaya arsitektur.
Salain (2016: 1) menyatakan bahwa Identitas Kota Denpasar dari sisi Arsitektur layak dipertanyakan.
Wawasan budaya sebagai visi pembangunan Kota Denpasar, memberi makna keragaman tanpa harus
kehilangan identitas lokal sebagai modal kultur dari sebuah kota. Modal budaya sekaligus modal sosial
menjadi aset sekaligus warisan dalam perkembangan pembangunan Kota Denpasar kini dan yang akan
datang. Ciri sebagai kota besar dan modern telah ditampilkan oleh Kota Denpasar, seperti misalnya
maraknya pembangunan pusat perbelanjaan, pasar modern, perhotelan yang bermuara pada kehidupan
dan penghidupan kota berlangsung sepanjang pagi hingga pagi berikutnya. Jumlah penduduk menurut
data BPS tahun 2012 yang baru lalu adalah 833,900 orang dengan kepadatan tertinggi dijumpai di
Kecamatan Denpasar Barat yaitu 10.062 jiwa/Km2. Kini pada tahun 2016 diduga jumlah penduduk telah
mencapai 900.000 jiwa. Selain itu pertambahan jumlah semu penduduk oleh wisatawan yang
memutuskan untuk tinggal berwisata selama beberapa hari perlu dipertimbangkan karena turut masuk
dalam kalangan pengguna fasilitas kota. Penduduk sementara tersebut akan memberikan atau
menimbulkan persoalan lainnya bagi Kota Denpasar. Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas SDM
nya akan mempengaruhi daya dukung dari berbagai aspek, khususnya ketersediaan ruang yang
keberadaannya sangat terbatas dan tidak bertambah.
Salain juga menjelaskan, bila dalam lima tahun ke depan (2020) jumlah penduduk Kota Denpasar
mencapai satu juta jiwa, maka dari sudut jumlah penduduk, Kota Denpasar termasuk katagori kota
metropolitan sekaligus kota besar. Dengan kata lain adalah bahwa persoalan tata ruang sampai dengan
tahun 2020 mendatang adalah persoalan tuntutan, kepentingan dan kebutuhan kota metropolitan. Dan
ketika itu berlangsung persoalan kota kian rumit dan saling silang pengaruh dan akibat.
Melihat kembali pada masa sekarang penduduk Kota Denpasar berada di angka di atas 1 juta orang
walaupun jumlah penduduk sementara di Kota Denpasar sempat berkurang cukup drastis oleh terkendala
wisata yang terhambat oleh pandemik virus CoViD-19.
Persoalan tata ruang Kota Denpasar mendatang terhitung sejak 2016 hingga saat ini merupakan
akumulasi berbagai persoalan tata ruang sebelumnya. Namun beberapa persoalan utama yang paling
mencolok di antara lain persoalan di bidang penduduk, lingkungan hidup, infrastruktur, dan peraturan.
1. Penduduk, jumlah dan pergerakan penduduk, jenis pekerjaan, penghasilan dan kualitas penduduk,
keinginan dan kebutuhan penduduk merupakan elemen dasar dalam perencanaan tata ruang.
Logikanya adalah semakin banyak penduduk akan bermuara pada kian banyak membutuhkan
lahan untuk mewadahi aktivitas dan kreativitas sehari-hari. Lahan yang terbatas dan harga lahan
yang semakin mahal akan menyebabkan arah pembangunan gedung horizontal akan berorientasi
pada pembangunan gedung kearah vertikal (Perda Bangunan Gedung menetapkan tinggi
bangunan 15 meter). Kebutuhan penduduk kota, selain untuk perumahan dan permukiman juga
dibutuhkan ruang - ruang publik yang dapat hanya berupa ruang terbuka umum dan kebutuhan
lainnya akan kian meningkat. Fungsi-fungsi tersebut membutuhkan lahan yang telah dirancang
dalam tata ruang. Disamping itu perubahan fungsi lahan juga diakibatkan oleh pemilik yang oleh
karena keperluan ekonomi atau pembagian warisan akhirnya berpindah kepemilikan dan
sekaligus juga berujung pada peralihan fungsi. Peralihan fungsi dan kepemilikan juga
berlangsung pada kepentingan pemerintah untuk perkantoran misalnya di Renon, ataupun oleh
pihak swasta karena pembangunan perumahan dan permukiman, rumah sakit, pusat pertokoan
dan lainnya. Oleh karena hal-hal tersebut menjadikan beberapa areal subak diperkotaan
khususnya di daerah Kota Denpasar hampir menghilang seluruhnya. Telah terjadi pengalihan
berbagai fungsi lahan agraris (luas wilayah Subak yang menyusut pada tahun 1995–1999 adalah
Isu Strategis 1 Tahun 2016 Kelompok Ahli Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar 3 seluas
422 Ha dengan rata–rata penurunan 2,9 % / tahun ) atau Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK)
untuk keperluan berbagai pembangunan yang dapat merubah keseimbangan lingkungan

Gambar 2. Alih fungsi lahan pertanian di Kota Denpasar


Sumber: Budhiana, 2021
sebelumnya. Beberapa gerakan dan slogan – slogan ajakan pelestarian alam pemberdayaan
masyarakat sering disuarakan di berbagai media, tetapi gerakan ini tidak berjalan dengan cukup
baik,, dan pada bagian pelestarian area hijau hampir tidak tersentuh sama sekali.
2. Lingkungan Hidup, meliputi ruang dimana berbagai komponen lingkungan hidup menempati dan
melakukan proses. Artinya dimanapun terdapat komponen lingkungan hidup akan terdapat ruang
yang mengelilinginya, sehingga antara ruang dan komponen lingkungan merupakan satu
kesatuan. Satu kesatuan tersebut berupa sistem yang saling berhubungan antara alam dengan
manusia beserta seluruh keberadaan disekitarnya. Kualitas lingkungan hidup yang buruk diyakini
selain mendegradasi mutu alam sekitarnya juga akan mempengaruhi mutu manusianya. Harmoni
dengan alam sebagai salah satu fatwa dari Tri Hita Karana seharusnya dapat menjadi doktrin
sekaligus konsep dalam menjaga lingkungan hidup. Manusia sebagai komponen lingkungan
hidup menempati dan melakukan proses dalam suatu ruang yang direncanakan, dan dibentuk
serta dipelihara untuk dapat mempertahankan dan melangsungkan hidupnya sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan–nya. Berbagai perilaku manusia dalam kehidupan dan penghidupannya
ini diyakini merupakan suatu refleksi dari kebudayaan dan tingkat peradabannya dalam
mengelola lingkungan hidupnya. Perubahan ekosistem lingkungan yang tidak direncanakan
dengan arif dan bijaksana disertai dengan tidak adanya upaya perbaikan mutu lingkungan serta
sistem infrastruktur yang memadai akan mengantarkan penduduk Kota Denpasar menempati
ruang yang kurang berkualitas yang akhirnya berpengaruh pula pada perilaku manusianya.
Perubahan tidak dapat dibendung, akan tetapi dikelola dan dikendalikan dengan kearifan lokal
dalam bingkai Tri Hita Karana. Sempitnya luas lahan Kota Denpasar, padat dan terkonsentrasinya
berbagai fungsi yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang ada berakibat pada
meningkatnya permasalahan lingkungan. Kualitas lingkungan Kota Denpasar telah mulai
tercemar (NKLD Kota Denpasar Tahun 1999, dalam RENSTRA 2001–2005, hal 66– 67),
khususnya pada air sungai, intrusi air laut, dan debu. Tercemarnya air sungai dapat disaksikan
dari keasaman (ph) sungai yang telah mendekati batas maksimum yaitu 7,2 dari batas maksimum
antara 5 – 9, dilampauinya ambang batas zat besi (Fe) dari standard maksimum 0,5 Mg/l menjadi
0,9 Mg/l, dilampauinya batas maksimum Chlorida dari 0, 5 Mg/l menjadi 21,5 Mg/l, serta
tingginya kandungan Amonia yaitu dari batas 0,5 Mg/l menjadi 2,5 sampai dengan 9 Mg/l. Intrusi
air laut telah terjadi disekitar desa/kelurahan Pedungan, Pemogan, Sesetan, Sidakarya, Sanur

Gambar 3. Pencemaran sungai di seputaran areal “Kampung Jawa”


Sumber: Sudharsana, 2016
Kauh. Debu bahkan telah melampaui ambang batas pada Daerah Sanur, Ubung, Sesetan dan di
Tohpati.
3. Infrastruktur, merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase,
bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988). Dengan berlandaskan
pemahaman diatas tentang infrastruktur, maka persoalan mendatang bagi Kota Denpasar yang
terutama adalah persoalan transportasi. Jumlah kendaraan bermotor yang meningkat, jenis moda
transportasi yang sangat variatif, sementara jalan tumbuh tidak sejalan dengan pertumbuhan
jumlah kendaraan bermotor dan pengendaranya, maka dapat dibayangkan betapa penuh sesaknya
transportasi di pusat-pusat kota. Pelayanan transportasi publik melalui Trans Sarbagita perlu
ditingkatkan agar tidak terjadi fluktuasi menurun pengguna yang dapat berakhir pada matinya
layanan publik ini. Analisa jangka pendek pada grafik belum menggambarkan optimisme
keberhasilan transportasi publik. Pengguna publik transport bisa diawali oleh para pegawai dan
siswa sekolah yang ditata berdasarkan zonasi wilayahnya. Manajemen pengaturan lalu lintas
“transportasi” sangat dibutuhkan bukan hanya untuk kenyamanan para pelaku, akan tetapi lebih
pada dampak yang diakibatkannya, seperti polusi, suara, asap, dan lainnya. Persoalan kedua
adalah permasalahan drainase yang walaupun telah dilakukan pembaharuan belum menjawab
banjir akibat hujan. Banjir juga disebabkan oleh masih dijumpai perilaku masyarakat yang
menjadikan saluran drainase hingga sungai sebagai sarana pembuangan sampah. Berkurangnya

Gambar 4. Banjir yang terjadi di area Monang Maning, Denpasar Barat


Sumber: Gamar, 2018

luas lahan terbuka akibat pesatnya pembangunan diduga ikut berpartisipasi untuk menyumbang
banjir. Oleh karenanya budaya bersih dan peran serta masyarakat kota perlu selalu dikedepankan.
4. Peraturan atau Regulasi dipandang sangat strategis dalam mengelola persoalan tata ruang
mendatang. Penegakan peraturan merupakan perangkat penting dan perlu dalam tertib
pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan seperti misalnya ijin prinsip, ijin
mendirikan bangunan, ijin fungsi bangunan, ijin usaha, dan lainnya. Konflik pemanfaatan ruang
yang terjadi antara pemerintah provinsi dan kota sangat dilandasi oleh karena kepentingan dan

Gambar 5. Bangunan warga yang serobot ruang terbuka hijau, Denpasar


Sumber: Adegrantika, 2018

Hasil penelitian jumlah penumpang perhari selama enam bulan belum menunjukkan peran yang
optimal dari keberadaan transportasi publik “Trans Sarbagita” Isu Strategis 1 Tahun 2016
Kelompok Akhli Pembangunan Pemerintah Kota Denpasar 5 kebutuhan. Peraturan seharusnya
menjadi panglima dan bukan didegradasi. Lemahnya institusi dalam penegakan peraturan apalagi
ditimpali dengan pembiaran akan bermuara pada pelanggaran tata ruang. Indikasi pelanggaran
telah dirasakan khususnya pada daerah-daerah perbatasan kota dengan kabupaten. Lihatlah
batasan jalur hijau yang telah diketok palu nyatanya dimanfaatkan untuk bangunan gedung
beraneka fungsi. Pembiaran tersebut akan menjadi preseden buruk dalam pembangunan
mendatang. Persoalan mendatang dalam tata ruang bukan saja pada tataran masyarakat dengan
pemerintah, tapi juga antara pemerintah dengan swasta dan juga bahkan dengan pemerintah.
Ide Solusi Perencanaan Kota Denpasar
Dari sekian permasalahan tata ruang yang dibahas di atas, permasalahan ini memiliki konvergensi
menuju masalah hilangnya ruang alam dan lingkungan hijau. Permasalahan ini memiliki dampak secara
tidak langsung pada terkikisnya beberapa budaya bali seperti sistem irigasi subak yang mulai menghilang
akibat sebagian besar lahan pertanian di Denpasar telah hilang akibat alih fungsi lahan yang cukup cepat
untuk pembangunan unit villa dan hotel untuk meningkatkan fasilitas pendukung pariwisata.
Oleh karena itu solusi perencanaan dengan mengangkat konsep Green City memiliki ketepatan
penyelesaian bagi kota Denpasar kedepannya untuk membantu memberikan suasana segar bagi penduduk
kota. Green City pada awalnya sempat berusaha diterapkan di Denpasar sebagai bentuk Gerakan
pemberdayaan masyarakat Ajeg Bali dan Bali Clean and Green, tetapi ketidakseriusan pemerintah dalam
menjalankan gerakan ini dan kurangnya inisiasi dari berbagai pihak menyebabkan penerapan konsep
Green City terhambat hingga saat ini. Urban farming menjadi salah satu penerapan utama dari
pelaksanaan konsep Green City. Untuk sampel analisa, diambil sebagian ruas jalan Bypass I Gusti
Ngurah Rai yang merupakan jalan arteri bertipe 4/2 D yang memiliki status jalan Nasional yang memiliki
koneksi langsung dengan pusat kegiatan bisnis.
Dari gambar di atas, sedikit dijelaskan beberapa masalah dan potensi yang terdapat pada Kota
Denpasar dari segi arsitektural, beberapa masalah dan potensi tersebut kemudian dapat dikembangkan dan
diangkat ke tingkat wilayah karena dari sampel yang diambil, masalah yang dialami juga terjadi di
berbagai wilayah di Kota Denpasar diantaranya adalah, kurangnya ruang terbuka hijau yang cukup
konsisten di daerah ini, selain itu tingginya kepadatan bangunan dan kurangnya ruang terbuka publik
menjadikan lingkungan Kota Denpasar terasa sesak. Kota Denpasar memiliki beberapa area terbuka
publik, tetapi jumlah keseluruhan fasilitas ini sangatlah minim, yang menyebabkan sedikitnya interaksi
masyarakat dengan kota selain karena pekerjaan dan kegiatan bisnis. Penerapan konsep Kota Hijau dapat
memberikan harapan bagi masyarakat untuk berinteraksi dengan lingkungan kota dengan penyediaan
layanan ruang terbuka hijau secara langsung dan atau dengan menerapkan konsep urban farming pada
bangunan untuk membantu memberikan kesan sejuk bagi keseluruhan lingkungan kota. Green City/ Kota
Hijau memiliki beberapa kriteria yaitu pembangunan yang sesuai dengan peraturan perundang –
undangan, terdapat konsep zero waste dan zero run-off yang bisa diterapkan dengan pengdadaan layanan

Gambar 7. Penjelasan Potensi dan Masalah Kota Denpasar


Sumber: Google Earth Data 2020, Pribadi

Gambar 6. Lokasi Area Sanur, Kota Denpasar


Sumber: Google Earth Data 2020, Pribadi
pengolahan sampah terpadu bagi sistem pembuangan limbah dan penerapan biopori serta metode
ekodrainase lainnya untuk mengatasi air menggenang, penerapan infrastruktur dan transportasi hijau,
penyediaan RTH sebesar 30% dari luas kota, serta komunitas dan bangunan hijau.
Dari sekian kriteria yang dijabarkan, bangunan, transportasi, dan infrastruktur hijau serta konsep zero
waste and run-off merupakan kriteria yang paling mungkin diterapkan sebagai bentuk inisiasi penerapan
konsep Green City di Kota Denpasar dikarenakan untuk mendapatkan kriteria ini, Kota Denpasar telah
memiliki basis pelaksanaan dari kriteria tersebut, walaupun memiliki kemungkinan besar belum bisa
diterapkan secara serenta di semua daerah bagian kota dikarenakan perbedaan fungsi lahan yang
ditetapkan undang – undang sehingga memerlukan kajian yang berbeda – beda untuk menerapkan konsep
ini secara adil.
Walaupun demikian, konsep Green City memiliki potensi yang cukup besar untuk mampu
menyediakan lahan terbuka hijau bagi masyarakat di kawasan kota ini, selain itu, penerapan konsep ini

Gambar 8. Peta Intensitas Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Sanur, Denpasar


Sumber: RTRW Kota Denpasar Tahun 2011-2031

akan mampu menangani kasus banjir yang seringkali terjadi di berbagai kawasan di Kota Denpasar
(Monang Maning, Panjer, Peguyangan), selain itu pembangunan infrastruktur hijau dan bangunan hijau
akan mampu memberikan udara yang sejuk serta penurunan tingkat kebisingan bagi penduduk kota selain
dari penyediaan ruang terbuka hijau.
Gambar 9. Garis Langit dan Pemanfaatan Lahan Area Sanur, Denpasar
Sumber: Pribadi
Daftar Pustaka
BPS Kota Denpasar. 2020. Statistik Daerah Kota Denpasar 2020. Percetakan Arysta Jaya. Denpasar
Salain, Rumawan. 2016. Persoalan Tata Ruang Kota Denpasar Mendatang. Isu Strategis 1 Tahun 2016
Kelompok Akhli Pembangunan Kota Denpasar. 1-5

Anda mungkin juga menyukai