Anda di halaman 1dari 39

TUGAS MAKALAH BIOTEKNOLOGI FARMASI

“TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN 3”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7

1. JANES KRISLY G 701 16 175


2. ANNISA WULANDARI G 701 17 016
3. ADINDA FAJRAH RAMADHANI G 701 17 063
4. ICHA AULIA DAMAYANTI G 701 17 159

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, kami panjatkan syukur kepada allah SWT atas


selesainya makalah “TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN 3”. Makalah ini di susun atas
tugas yang diberikan dosen mata kuliah Bioteknologi Farmasi kepada kami. Melalui
makalah ini kami berharap agar makalah ini dapat menjadi referensi maupun materi bagi
teman teman maupun adik adik kami nantinya.

Dalam penyusunan makalah ini tentunya banyak hambatan yang kami hadapi.
Namun, berkat doa dan dorongan dari orang tua, keluarga, maupun sahabat sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Terlepas dari semua itu. Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran maupun kritikan dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Palu, 23 November 2019

Kelompok 7
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................

DAFTAR ISI .........................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................................

A. Latar Belakang .................................................................................................

B. Rumusan Masalah ............................................................................................

C. Tujuan ..............................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN .......................................................................................

BAB 3 PENUTUP .................................................................................................

A. Kesimpulan .......................................................................................................

B. Saran .................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Teknologi DNA Rekombinan telah memberikan banyak manfaat bagi


perkembangan ilmu pengetahuan maupun bagi kehidupam manusia sehari-hari.
Beberapa jenis obat-obatan, vaksin, bahan pangan, bahan pakaian dan lainnya telah
diproduksi dengan memanfaatkan teknologi DNA Rekombinan.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, secara langsung maupun tidak langsung,
sebagian dari kita pernah berhubungan dengan hasil penggunaan teknologi DNA
Rekombinan. Contoh: insulin telah digunakan untuk mengobati penyakit diabetes.
Penyakit diabetes pada manusia diobati dengan insulin manusia. Bagaimanakah
kita dapat memperoleh insulin manusia ini ?. Apakah untuk mengobati orang yang
sakit diabetes ini kita harus mengorbankan orang yang sehat untuk diekstrak
insulinnya ?. Tentu saja tidak. Saat ini insulin manusia telah berhasil diproduksi
secara masal dengan menggunakan bakteri. Kemampuan bakteri untuk
memproduksi insulin manusia ini adalah karena manusia telah berhasil
memasukkan dan mengintegrasikan gen yang menyandikan insulin manusia
kedalam genom bakteri.
Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi).
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan
aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi
pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar. Vaksin dapat berupa galur virus
atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit.
Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasilhasil pemurniannya (protein,
peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem
kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen
tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem
kekebalan untuk melawan selsel degeneratif (kanker). Pemberian vaksin
diberikan untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibodi
spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit yang dapat
dicegah dengan vaksin. Ada beberapa jenis vaksin. Namun, apa pun jenisnya
tujuannya sama, yaitu menstimulasi reaksi kekebalan tanpa menimbulkan
penyakit.
I.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan aplikasi teknologi DNA rekombinan dibidang medik?

2. Jelaskan produk farmasi, diagnosis dan pengobatan penyakit?

3. Jelaskan apa itu vaksin?

I.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui aplikasi teknologi DNA rekombinan dibidang medik

2. Untuk mengetahui produk farmasi, diagnosis dan pengobatan penyakit

3. Untuk mengetahui apa itu vaksin


BAB II

PEMBAHASAN

II.1. APLIKASI TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN DIBIDANG MEDIK

A. Insulin
Teknologi DNA Rekombinan telah memberikan banyak manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan maupun bagi kehidupam manusia sehari-hari.
Beberapa jenis obat-obatan, vaksin, bahan pangan, bahan pakaian dan lainnya telah
diproduksi dengan memanfaatkan teknologi DNA Rekombinan.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, secara langsung maupun tidak langsung,
sebagian dari kita pernah berhubungan dengan hasil penggunaan teknologi DNA
Rekombinan. Contoh: insulin telah digunakan untuk mengobati penyakit diabetes.
Penyakit diabetes pada manusia diobati dengan insulin manusia. Bagaimanakah
kita dapat memperoleh insulin manusia ini ?. Apakah untuk mengobati orang yang
sakit diabetes ini kita harus mengorbankan orang yang sehat untuk diekstrak
insulinnya ?. Tentu saja tidak. Saat ini insulin manusia telah berhasil diproduksi
secara masal dengan menggunakan bakteri. Kemampuan bakteri untuk
memproduksi insulin manusia ini adalah karena manusia telah berhasil
memasukkan dan mengintegrasikan gen yang menyandikan insulin manusia
kedalam genom bakteri.
Sejak Banting dan Best menemukan hormon insulin pada tahun 1921, pasien
diabetes mellitus yang mengalami peningkatan kadar gula darah disebabkan
gangguan produksi insulin, telah diterapi dengan menggunakan insulin yang
berasal dari kelenjar pankreas hewan. Meskipun insulin sapi dan babi mirip dengan
insulin manusia, namun komposisinya sedikit berbeda. Akibatnya, sejumlah sistem
kekebalan tubuh pasien menghasilkan antibodi terhadap insulin babi dan sapi yang
berusaha menetralkan dan mengakibatkan respon inflamasi pada tempat injeksi.
Selain itu efek samping dari insulin sapi dan babi ini adalah kekhawatiran adanya
komplikasi jangka panjang dari injeksi zat asing yang rutin.
Faktor-faktor ini menyebabkan peneliti mempertimbangkan untuk membuat
Humulin dengan memasukkan gen insulin ke dalam vektor yang cocok, yaitu sel
bakteri E. coli, untuk memproduksi insulin yang secara kimia identik dan dapat
secara alami diproduksi. Hal ini telah dicapai dengan menggunakan teknologi
DNA rekombinan.
Struktur insulin

Secara kimia, insulin adalah protein kecil sederhana yang terdiri dari 51
asam amino, 30 di antaranya merupakan satu rantai polipeptida, dan 21 lainnya
yang membentuk rantai kedua. Kedua rantai dihubungkan oleh ikatan disulfida.
Kode genetik untuk insulin ditemukan dalam DNA di bagian atas lengan
pendek dari kromosom kesebelas yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam rantai
A dan 90 dalam rantai B). DNA yang membentuk kromosom, terdiri dari dua
heliks terjalin yang dibentuk dari rantai nukleotida, masing-masing terdiri dari
gula deoksiribosa, fosfat dan nitrogen. Ada empat basa nitrogen yang berbeda
yaitu adenin, timin, sitosin dan guanin. Sintesis protein tertentu seperti insulin
ditentukan oleh urutan dasar tersebut yang diulang.
Proses produksi

Escherrichia coli (E. coli), penghuni saluran pencernaan manusia, adalah


‘pabrik’ yang digunakan dalam rekayasa genetika insulin. Ketika bakteri
berreproduksi, gen insulin direplikasi bersama dengan plasmid. E. coli seketika
memproduksi enzim yang dengan cepat mendegradasi protein asing seperti
insulin. Hal tersebut dapat dicegah dengan cara menggunakan E. coli strain mutan
yang sedikit mengandung enzim ini. Pada E. coli, B-galaktosidase adalah enzim
yang mengontrol transkripsi gen. Untuk membuat bakteri memproduksi insulin,
gen insulin perlu terikat pada enzim ini.

Enzim restriksi secara alami diproduksi oleh bakteri. Enzim restriksi


bertindak seperti pisau bedah biologi, hanya mengenali rangkaian nukleotida
tertentu, misal salah satunya rangkaian kode untuk insulin. Hal tersebut
memungkinkan peneliti untuk memutuskan pasangan basa nitrogen tertentu dan
menghapus bagian DNA yang berisi kode genetik dari kromosom sebuah
organisme sehingga dapat memproduksi insulin. Sedangkan DNA ligase adalah
suatu enzim yang berfungsi sebagai perekat genetik dan pengelas ujung
nukleotida.

Langkah pertama pembuatan humulin adalah mensintesis rantai DNA


yang membawa sekuens nukleotida spesifik yang sesuai karakteristik rantai
polipeptida A dan B dari insulin. Urutan DNA yang diperlukan dapat ditentukan
karena komposisi asam amino dari kedua rantai telah dipetakan. Enam puluh tiga
nukleotida yang diperlukan untuk mensintesis rantai A dan sembilan puluh untuk
rantai B, ditambah kodon pada akhir setiap rantai yang menandakan pengakhiran
sintesis protein.
Antikodon menggabungkan asam amino, metionin, kemudian ditempatkan
di setiap awal rantai yang memungkinkan pemindahan protein insulin dari asam
amino sel bakteri itu. ‘Gen’ sintetik rantai A dan B kemudian secara terpisah
dimasukkan ke dalam gen untuk enzim bakteri, B-galaktosidase, yang dibawa
dalam plasmid vektor tersebut. Pada tahap ini, sangat penting untuk memastikan
bahwa kodon gen sintetik kompatibel dengan B-galaktosidase. Plasmid
rekombinan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sel E. coli.

Foto mikroskop elektron plasmid bakteri E. coli

Praktis penggunaan teknologi DNA rekombinan dalam sintesis insulin manusia


membutuhkan jutaan salinan plasmid bakteri yang telah digabungkan dengan gen
insulin dalam rangka untuk menghasilkan insulin. Gen insulin diekspresikan
bersama dengan sel mereplikasi galaktosidase-B di dalam sel yang sedang
menjalani mitosis.

Protein yang terbentuk, sebagian terdiri dari B-galaktosidase, bergabung ke salah


satu rantai insulin A atau B. Rantai insulin A dan rantai B kemudian diekstraksi
dari fragmen B-galaktosidase dan dimurnikan.
Kedua rantai dicampur dan dihubungkan kembali dalam reaksi yang membentuk
jembatan silang disulfida, menghasilkan Humulin murni (insulin manusia
sintetis).

Implikasi biologis dari rekayasa genetika Humulin rekombinan

Humulin merupakan protein hewani yang dibuat dari bakteri sedemikian


rupa sehingga strukturnya benar-benar identik dengan molekul alami. Hal ini akan
mengurangi kemungkinan komplikasi yang disebabkan produksi antibodi oleh
tubuh manusia. Dalam studi kimia dan farmakologi, insulin rekombinan DNA
manusia yang diproduksi secara komersil telah terbukti bisa dibedakan dari insulin
pankreas manusia.

Awalnya, kesulitan utama yang dihadapi adalah kontaminasi produk akhir


oleh sel inang, sehingga meningkatkan resiko kontaminasi dalam kaldu
fermentasi. Bahaya ini diatasi dengan ditemukannya proses pemurnian. Ketika
dilakukan tes pada produk akhir insulin, termasuk teknik terbaik radio-immuno
assay, tidak ada ‘kotoran’ yang terdeteksi.
Seluruh prosedur, sekarang dilakukan dengan menggunakan sel ragi sebagai
media pertumbuhan, karena sel ragi dapat menghasilkan sebuah molekul insulin
manusia yang hampir lengkap dengan struktur tiga dimensi yang sempurna. Ini
meminimalkan kebutuhan untuk prosedur pemurnian kompleks dan mahal.

B. Sel Sintetik

“Ini adalah spesies pertama kami yang orangtuanya adalah komputer,” kata Venter
dalam konferensi pers.
Jika mencari tahu bagaimana cara cepat mengetahui urutan genom, itu
hanyalah langkah awal kecil di bidang genetika, Craig Venter telah melangkah
ke depan dan membuat lompatan raksasa untuk disiplin ilmu ini. J. Craig
Venter Institute mengumumkan bahwa mereka telah menciptakan sel sintetik
pertama di dunia, dimana kromosom sepenuhnya sintetik yang dihasilkan oleh
mesin.
Terobosan di bidang biologi bisa digunakan untuk berbagai aplikasi,
karena pada dasarnya berbagai penemuan akan membuka pintu untuk rekayasa
biologi oleh para ilmuwan di laboratorium. Para peneliti telah merencanakan
untuk membuat ganggang direkayasa khusus yang dirancang untuk perangkap
karbon dioksida dan mengubahnya menjadi biofuel. Aplikasi lainnya bisa
termasuk untuk obat-obatan, pembersihan lingkungan, dan produksi energi.
Meskipun sel bakteri adalah produk akhir dalam percobaan ini, ragi
eukariotik memegang peranan penting dalam prosesnya. Venter dan
perusahaan mensintesis genom bakteri M. mycoides dengan mengambil strain
pendek DNA (mesin kontemporer hanya dapat merakit urutan singkat pada satu
waktu) dan memasukkan mereka ke dalam ragi, yang memiliki enzim dengan
kemampuan untuk memperbaiki DNA dan menggabungkan strain pendek
bersama-sama.
Ragi pertama menghubungkan potongan-potongan pendek (masing-
masing lebih dari 1.000 pasang basa) bersama-sama ke dalam alur 10.000
pasang basa yang lebih panjang. Untai yang lebih panjang telah dihapus, terus
hingga dikombinasikan dalam sepuluh kelompok dan dimasukkan kembali ke
dalam ragi untuk menghubungkan alur 100.000 pasang basa. Setelah tiga
putaran ini, tim telah menghasilkan genom lengkap, terdiri dari lebih dari satu
juta pasangan basa. Untuk membedakan mereka dengan genom yang
ditemukan di alam, urutan “watermark” khusus ditambahkan pada DNA
sehingga tidak akan salah membedakan dengan spesies alami.

Mycoplasma mycoides JCVI Syn 1.0

Genom sintetik kemudian ditransplantasikan ke bakteri jenis


lain, Mycoplasma capricolum, tempat dimana genom sintetik mulai
memproduksi protein baru. Genom asli capricolum dihancurkan oleh enzim M.
mycoides atau hilang selama replikasi sel. Dengan cara yang sama, seiring
dengan sel membelah diri, sel-sel yang dihasilkan dibuat sepenuhnya dari
genom sintetik dan diletakkan dalam cawan petri: sel pertama di dunia
dibangun dari DNA sintetik seluruhnya telah disintesis.

Bagaimana membangun sel M.mycoides sintetik?

“Setiap komponen di dalam sel berasal dari genom sintetik,” kata Venter.
“Sel ini, garis keturunannya adalah komputer. Tetapi sel ini hanyalah sebuah
bukti konsep untuk sampai ke pemahaman minimal genom sintetik. ”
Bagan proses pembuatan M. mycoides sintetik
Namun, tidak semua orang senang dengan keberhasilan tersebut. Setelah
pengumuman itu, beberapa peneliti mempertanyakan keabsahan istilah “sintetik”
karena meskipun genom itu dibuat oleh komputer, proses kehidupan yang ada
dimodifikasi bukan menciptakannya dari nol. Ada juga banyak konsekuensi etika
– dan hukum – untuk sebuah kemajuan teknologi yang tak diragukan lagi akan
muncul dalam bulan-bulan mendatang.
Apa yang tidak untuk dipermasalahkan adalah bahwa Venter dan perusahaan
telah melakukan suatu terobosan teknologi yang cemerlang dalam merangkai
bersama jutaan pasangan basa nukleotida untuk membuat genom lengkap di
laboratorium. Bukan hanya itu, mereka melakukannya cukup akurat sehingga
DNA sintetik tersebut dapat diterima sel. “Mungkin 99% dari percobaan kami
gagal,” kata Venter, merujuk dari dekade panjang perjalanannya sampai ke titik
ini. “Ini adalah debugging, proses pemecahan masalah sejak awal, karena tidak
ada resep. ”Sekarang sudah ada sebuah resepnya, Venter dan perusahaannya mulai
memasak. Setelah memiliki 1 juta pasang basa menjadi genom yang koheren,
Venter mengatakan langkah selanjutnya adalah alga, karena genom alga memiliki
hanya kurang dari 2 juta pasang basa. Sebagai perbandingan, genom manusia
mengandung lebih dari 3 milyar pasang basa, jadi jangan mencari mamalia sintetik
dalam waktu dekat ini.
1. Antibodi Monoklonal
Antibodi Monoklonal adalah suatu antibodi yang identik karena mereka
diproduksi oleh sel khusus yang telah dikloning. Antibodi ini memiliki sejumlah
manfaat, mulai dari pengujian obat untuk penyembuhan kanker, dan mereka bisa
diproduksi di laboratorium di seluruh dunia. Namun penemuan medis tentang
antibodi ini pun memiliki sisi kontroversial karena diproduksi pada tikus dan tidak
memiliki cara untuk membuat logistik antibodi ini dari sel manusia. Antibodi
monoklonal ini dikembangkan oleh tubuh, apabila terkena zat asing yang berlama-
lama dalam tubuh, maka akan memberikan perlawanan kekebalan sehabis paparan
panjang berakhir, dan antibodi ini sangat halus dan dirancang untuk dapat
membedakan antar zat asing yang sangat mirip.
Untuk membuat antibodi ini, memerlukan tikus yang terkena antigen, dan
selsel dikumpulkan melalui limpa. Sel-sel yang dibudidayakan dengan sel dari
myeloma, kanker sel plasma, untuk membuat hibridoma yang tanpa henti akan
mereplikasi dirinya sendiri. Ini replikasi dapat diuji untuk menemukan sel-sel yang
memproduksi antibodi atau antibodi yang diinginkan, dan sel-sel dapat dikloning
dan digunakan untuk mengembangkan lokasi retail besar antibodi monoklonal.
Antibodi yang dihasilkan murni tanpa campuran zat lain, yang membuat
antibodi ini berupa antiserum unggul, dan antibodi ini akan selalu mereproduksi
tanpa batas, berkat sifat abadi dari sel tumor yang digunakan untuk membuat
hibridoma sel tersebut. Setelah diproduksi, antibodi monoklonal bisa kita gunakan
dalam tes skrining. Sebagai contoh adalah dalam pengujian dokter untuk obat
ataupun dalam pnegujian adanya penyakit bisa mengekspos sampel darah pasien
untuk antibodi monoklonal yang akan bereaksi dengan antigen yang bersangkutan
jika ada.
Antibodi monoklonal pun bisa dimodifikasi sehingga mereka dapat
digunakan dalam pemurnian, dengan mengikat antigen tertentu dan juga
memungkinkan semua zat lain dalam sampel yang akan dibersihkan. Untuk
pengobatan kanker, antibodi monoklonal mempunyai potensi besar, karena mereka
bisa dicampur dengan agen radioaktif ataupun senyawa lain dan diperkenalkan
dalam tubuh untuk menargetkan sel-sel kanker dan sel-sel kanker saja. Para peneliti
enggan dan tidak mau mengembangkan antibodi khusus dengan sel manusia karena
mereka percaya bahwa hal itu tidak etis untuk mengekspos manusia terhadap
antigen. Beberapa peneliti sudah menyarankan bahwa kemajuan dalam biosains
akan membuat produksi antibodi monoklonal secara in vitro, sehingga
memungkinkan peneliti agar dapat menghindari menggunakan hewan hidup atau
orang.
Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang dapat mengikat
satu epitop saja. Antibodi monoklonal ini dapat dihasilkan dengan teknik
hibridoma. Sel hibridoma merupakan fusi sel dan sel. Epitop adalah adalah area
tertentu pada molekul antigenik, yang mengikat antibodi atau pencerap sel B
maupun sel T, umumnya molekul berukuran besar, seperti protein dan polisakarida
dapat menunjukkan sifat antigen. Teknik Hibridoma adalah penggabungan dua sel
dari organisme yang sama maupun berbeda sehingga menghasilkan sel tunggal
berupa sel hibrid (hibridoma) yang memiliki kombinasi dari sifat kedua sel tersebut.
Teknik hibridoma ini sangat penting untuk menghasilkan antibodi dan hormon
dalam jumlah yang besar.

Kegunaan antibodi monoklonal adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin (HCG) dalam urin


wanita hamil.

2. Untuk mengikat racun dan menonaktifkannya, contohnya racun tetanus dan


kelebihan obat digoxin dapat dinonaktifkan oleh antibodi ini.

3. Mencegah penolakan jaringan terhadap sel hasil transplantasi jaringan lain.


Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik
seperti mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi
auto, mengukur protein dan level obat pada serum, mengenali darah dan jaringan,
mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan dan
mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon.

2. Antibiotik

Kata antibiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu “anti” yang berarti menangkal
dan “bios” yang berarti hidup. Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami
maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses
biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi yang bahkan di dalam
konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan
fungi. Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua: 1.
Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif
terhadap bakteri. 2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang
bekerja menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Antibiotik adalah suatu zat yang dihasilkan oleh organisme tertentu dan
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan organisme lain yang ada di sekitarnya.
Antibiotika dapat diperoleh dari jamur atau bakteri yang diproses dengan cara
tertentu. Dipelopori oleh Alexander Fleming dengan penemuan penisilin dari
Penicillium notatum. Dengan penemuan ini Flemming dinobatkan sebagai bapak
Bioteknologi. Penicillium chrysogenum digunakan untuk memperbaiki penisilin
yang sudah ada dengan mutasi secara radiasi ultra violet dan sinar X.

Antibiotik adalah segolongan molekul, baik alami maupun sintetik, yang


mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika
khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam
bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap
mutan atau transforman. Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan menekan atau
memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri
Antibiotik berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desinfektan
membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman
untuk hidup. Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun
seperti strychnine, antibiotik dijuluki "peluru ajaib" yaitu obat yang membidik
penyakit tanpa melukai tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat
virus, jamur, atau nonbakteri lainnya, dan setiap antibiotik sangat beragam
keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotika yang
membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih
luas.

Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik


mencapai lokasi tersebut. Sangat penting untuk menghabiskan antibiotik yang
diberikan pada waktu yang telah ditentukan agar semua bakteri penyebab infeksi
dapat diberantas, walaupun kadang gejala telah hilang sepenuhnya. Mengonsumsi
antibiotik sesuai dosis bertujuan untuk mengurangi risiko timbulnya efek samping
dan mencegah terjadinya resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah
kemampuan bakteri untuk melawan efek dari antibiotik. Resistensi ini terjadi karena
bakteri beradaptasi terhadap obat, sehingga mengurangi efektivitas obat, bahan
kimia, atau agen lainnya yang dirancang untuk menyembuhkan atau mencegah
infeksi. Bakteri akhirnya dapat bertahan dan terus bertambah banyak, sehingga
membawa kerugian yang luar biasa pada tubuh. Penggunaan antibiotik berlebihan
dapat memicu kekebalan bakteri terhadap antibiotik. Mengapa? Karena setiap kali
seseorang mengonsumsi antibiotik, bakteri sensitif dapat terbunuh, sedangkan
kuman yang tahan antibiotik malah dibiarkan tumbuh dan berkembang biak.
Penggunaan antibiotik yang berulang dan tidak tepat adalah penyebab utama
peningkatan kekebalan bakteri terhadap obat. Meskipun antibiotik harus digunakan
untuk mengobati infeksi bakteri, namun obat ini tidak efektif untuk melawan infeksi
virus. Penggunaan antibiotik yang cukup sering memicu penyebaran resistensi
antibiotik. Penggunaan antibiotik yang cerdas adalah kunci utama untuk
mengendalikan penyebaran resistensi.

Bakteri dapat kebal terhadap antibiotik melalui beberapa cara. Ada bakteri yang
dapat menetralkan antibiotik dengan membuatnya tidak berbahaya, ada juga yang
dapat memompa antibiotik kembali ke luar sebelum membahayakan bakteri.
Beberapa bakteri juga ada yang dapat mengubah struktur bagian luar, sehingga
antibiotik tidak memiliki cara untuk menyentuh bakteri. Setelah terkena antibiotik,
terkadang salah satu bakteri dapat bertahan hidup karena menemukan cara untuk
melawan antibiotik. Jika salah satu bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik,
maka bakteri dapat berkembang biak dan mengganti semua bakteri yang terbunuh.
Maka, dengan adanya paparan antibiotik selektif, bakteri dapat bertahan dan kebal
terhadap obat antibiotik akibat mutasi materi genetik.

3. Terapi Gen
Terapi gen adalah suatu teknik terapi yang digunakan untuk memperbaiki
gen-gen mutan (abnormal/cacat) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu
penyakit. Pada awalnya, terapi gen diciptakan untuk mengobati penyakit keturunan
(genetik) yang terjadi karena mutasi pada satu gen, seperti penyakit fibrosis sistik
(suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kelenjar tertentu menghasilkan
sekret abnormal, sehingga timbul beberapa gejala; yang terpenting adalah yang
mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru). Penggunaan terapi gen pada
penyakit tersebut dilakukan dengan memasukkan gen normal yang spesifik ke
dalam sel yang memiliki gen mutan. Terapi gen kemudian berkembang untuk
mengobati penyakit yang terjadi karena mutasi di banyak gen, seperti kanker.
Selain memasukkan gen normal ke dalam sel mutan, mekanisme terapi gen
lain yang dapat digunakan adalah melakukan rekombinasi homolog untuk
melenyapkan gen abnormal dengan gen normal, mencegah ekspresi gen abnormal
melalui teknik peredaman gen, dan melakukan mutasi balik selektif sehingga gen
abnormal dapat berfungsi normal kembali. Berikut adalah beberapa penyakit yang
dapat diterapi menggunakan terapi gen.
Proses terapi gen dapat dilihat dalam tautan berikut :
1. Defisiensi Kekebalan Kombinasi Akut yaitu penyakit akibat defisiensi dari
limfosit T dan limfosit B akibat kekurangan enzim ADA sebagai faktor
pematangan dari kedua limfosit tersebut. Terapi yang digunakan adalah dengan
cara terapi gen, yaitu mengkultur sel T dari penderita dengan sel T orang
normal yang mempunya DNA penghasil enzim ADA
2. Penyakit Hemofilia adalah manusia yang faktor VIII dalam darahnya
jumlahnya sedikit. Jika orang normal memiliki jumlah faktor VIII dalam
darahnya sebanyak 100 unit, maka penderita hemofili ringan hanya memiliki
sekitar 30 unit saja (6-30 persen), sedangkan penderita hemofili berat hanya
memiliki faktor VIII dalam darahnya kurang dari 5 unit atau 1 persen saja.
Akibatnya penderita tidak memiliki kemampuan dalam pembekuan darah.
Terapi gen merupakan salah satu cara penyembuhan penyakit hemofili dengan
memperbaiki kerusakan genetis, yaitu melalui penggantian gen yang tidak
rusak dan berfungsi normal. Penyembuhan melalui terapi gen ini tidak dapat
secara permanen dan masih harus dilakukan secara berkala.
3. Penyakit Thallasemia, merupakan suatu penyakit darah bawaan yang
menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), sel darah merah penderita
mengandung sedikit hemoglobin dan sel darah putihnya meningkat jumlahnya.
thallasemia merupakan penyakit keturunan yang paling banyak dijumpai di
Indonesia dan Italia. 6 sampai 10% dari 100 orang Indonesia membawa gen
penyakit ini. Jika dua orang yang samasama membawa gen ini menikah maka
satu dari empat anak mereka akan menderita thallasemia berat. Kelainan gen
ini akan mengakibatkan kekurangan salah satu unsur pembentuk hemoglobin
(Hb), sehingga produksi Hb berkurang. Terdapat tiga jenis thallasemia yaitu:
mayor, intermediate dan karier. Pada thallasemia mayor, Hb sama sekali tidak
diproduksi. Akibatnya penderita akan mengalami anemia berat. Dalam hal ini
jika penderita tidak diobati, maka bentuk tulang wajahnya akan berubah dan
warna kulitnya menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung
pada transfusi darah. Hal ini dapat berakibat fatal, karena efek samping dari
transfusi darah yang terus menerus akan mengakibatkan kelebihan zat besi.
Terapi gen merupakan harapan baru bagi penderita thallasemia di masa
mendatang. Terapi dilakukan dengan menggantikan sel punca yang rusak pada
sumsum tulang penderita dengan sel punca dari donor yang sehat. Hal ini sudah
diuji cobakan pada mencit.
4. Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi). Vaksin
adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif
terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh
infeksi oleh organisme alami atau liar. Vaksin dapat berupa galur virus atau
bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin
dapat juga berupa organisme mati atau hasilhasil pemurniannya (protein,
peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem
kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen
tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem
kekebalan untuk melawan selsel degeneratif (kanker).
Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem imunologi tubuh
untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari
serangan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Ada beberapa jenis
vaksin. Namun, apa pun jenisnya tujuannya sama, yaitu menstimulasi reaksi
kekebalan tanpa menimbulkan penyakit. Adapun jenis-jenis vaksin adalah
sebagai berikut.
1. Live attenuated vaccine Vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus
yang sudah dilemahkan daya virulensinya dengan cara kultur dan perlakuan
yang berulangulang, namun masih mampu menimbulkan reaksi imunologi
yang mirip dengan infeksi alamiah. Contoh: vaksin polio (Sabin), vaksin
MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak, gondongan, dan
cacar air (varisela).
2. Inactivated vaccine (Killed vaccine) Vaksin dibuat dari bakteri atau virus
yang dimatikan dengan zat kimia (formaldehid) atau dengan pemanasan,
dapat berupa seluruh bagian dari bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri
atau virus atau toksoidnya saja. Contoh: vaksin rabies, vaksin influenza,
vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin kolera, vaksin
pertusis, dan vaksin demam tifoid.
3. Vaksin Toksoid yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan
penyakit dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam aliran darah.
Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil
pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain
toxoid yang mampu merangsang terbentuknya antibodi antitoksin.
Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu tahun. Bahan ajuvan
digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan meningkatkan
imunogenesitasnya. Contoh: Vaksin Difteri dan Tetanus
4. Vaksin Acellular dan Subunit Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu
dalam virus atau bakteri dengan melakukan kloning dari gen virus atau
bakteri melalui rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin
antiidiotipe. Contoh vaksin hepatitis B, Vaksin hemofilus influenza tipe b
(Hib) dan vaksin Influenza.
5. Vaksin Idiotipe Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment
antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B
mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan
idiotipe yang dapat bertindak sebagai antigen. Vaksin ini dapat
menghambat pertumbuhan virus melalui netralisasai dan pemblokiran
terhadap reseptor pre sel B.
6. Vaksin Rekombinan Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein
virus dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan dalam
sel prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri
E.coli, yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan selain
dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan virus
sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen pelindung dari virus
lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam
genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor
ini menghasilkan respon antibodi yang baik. Susunan vaksin ini (misal
hepatitis B) memerlukan epitop organisme yang patogen. Sintesis dari
antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi
sel penerima vaksin.
7. Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines) Vaksin dengan pendekatan baru
dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi dalam menginduksi imunitas
seluler. Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam
suatu plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen
yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. Setelah disuntikkan DNA plasmid
akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam
DNA sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya.
Selain itu, vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat
imunostimulan yang akan menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini
berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode antigenyang
patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil akhir
penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin DNA
(virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan selular yang cukup
kuat, sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan.
Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka
kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk
melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia
merupakan vektor yang paling terkenal saat ini di samping cytomegalovirus
sebagai calon vektor potensial. Virus vaccinia sudah lama dikenal dan
digunakan untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak
diragukan lagi keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara
pemberiannya. Virus vaccinia mempunyai beberapa karakteristik yang
khas sehingga terpilih sebagai vektor untuk menghasilkan vaksin
rekombinan hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik dapat
dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genom yang dapat menerima
banyak DNA asing, mudah ditumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai
range host yang lebar pada manusia dan hewan. Sifat virus vaccinia
memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dan mampu mengekspresikan
informasi antigen asing dari berbagai patogen. Bila vaksin hidup hasil
rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang maka binatang tersebut
akan memperlihatkan respon imunologis terhadap antigen patogenik yang
dimaksud. Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan vaksinasi
binatang percobaan dengan virus rekombinan berhasil melindungi binatang
ini terhadap penyakit yang berhubungan. Beberapa laporan telah
mengekspresikan berbagai penyakit, seperti herpes simplex virus
glycoprotein, influenza virus hemagglutinin, hepatitis B virus surface
antigen, rabies virus glycoprotein, plasmodium know-lesi sporozoite
antigen dan sebagainya. Rekombinan ini telah memperlihatkan reaksi
kekebalan terhadap patogen-patogen tersebut.
8. Sel Punca (Stem Cell) Sel punca atau stem cell adalah jenis sel khusus
dengan kemampuan totipotensi yaitu kemampuan membentuk ulang
dirinya dan dalam saat yang bersamaan membentuk sel yang terspesialisasi.
Aplikasi Terapeutik Sel punca embrionik pada berbagai penyakit
degeneratif. Meskipun kebanyakan sel dalam tubuh seperti jantung maupun
hati telah terbentuk khusus untuk memenuhi fungsi tertentu, sel punca
selalu berada dalam keadaan tidak terdiferensiasi sampai ada sinyal tertentu
yang mengarahkannya berdiferensiasi menjadi sel jenis tertentu.
Kemampuannya untuk berproliferasi bersamaan dengan kemampuannya
berdiferensiasi menjadi jenis sel tertentu inilah yang membuatnya unik .
Karakteristik biologis dan diferensiasi sel punca fokus pada mesenchymal
sel punca. Aplikasi dari sel punca diantaranya adalah pengobatan infark
jantung yaitu menggunakan sel punca yang berasal dari sumsum tulang
untuk mengganti sel-sel pembuluh yang rusak (neovaskularisasi). Aplikasi
terapeutik sel punca embrionik pada berbagai penyakit degeneratif. Selain
itu, sel punca diduga dapat digunakan untuk pengobatan diabetes tipe I
dengan cara mengganti sel pankreas yang sudah rusak dengan sel pankreas
hasil diferensiasi sel punca. Hal ini dilakukan untuk menghindari reaksi
penolakan yang dapat terjadi seperti pada transplantasi pankreas dari
binatang. Sejauh ini percobaan telah berhasil dilakukan pada mencit.
Tubuh manusia memilik ratusan jenis sel yang berbeda yang penting untuk
kesehatan kita setiap hari. Sel-sel ini bertanggung jawab untuk menjaga
tubuh kita bekerja setiap harinya, seperti membuat jantung kita berdetak,
otak kita berpikir, ginjal membersihkan darah kita, mengganti kulit yang
terkelupas, dan seterusnya. Tugas khusus dari sel punca adalah untuk
menciptakan berbagai jenis sel tersebut. Sel punca adalah sumber untuk sel-
sel baru. Pada saat sel punca membelah, mereka dapat memperbanyak diri
sendiri atau menjadi jenis sel yang lain. Contohnya, sel punca di kulit dapat
menciptakan lebih banyak sel punca kulit atau mereka dapat membuat sel
kulit terdiferensiasi yang memiliki tugas spesifik seperti membuat pigmen
melanin. Saat kita terluka atau sakit, sel kita juga terluka atau mati. Saat
hal ini terjadi, sel punca menjadi aktif. Sel punca memiliki tugas untuk
memperbaiki jaringan yang terluka atau menggantikan sel lain pada saat
mereka mengalami kematian rutin. Dengan cara ini, sel punca kita menjaga
kita tetap sehat dan mencegah kita dari penuaan dini. Sel punca bertindak
seperti pasukan dokter mikroskopis milik kita sendiri. Sel punca memiliki
berbagai macam jenis. Para ilmuwan menduga bahwa setiap organ di dalam
tubuh kita memiliki sel punca dengan jenis spesifik. Contohnya, darah kita
tercipta dari sel punca darah (dikenal juga sebagai sel punca
hematopoietik). Namun, sel punca juga terdapat pada tahap terawal dari
perkembangan manusia dan saat para ilmuwan menumbuhkan mereka,
mereka disebut “sel punca embrionik”. Alasan mengapa para ilmuwan
tertarik dengan sel punca embrionik adalah karena tugas alami dari sel
punca embrionik ialah untuk membangun setiap organ dan jaringan di
tubuh kita selama perkembangan manusia. Yang dimaksud adalah, bahwa
sel punca embrionik, tidak seperti sel punca dewasa, dapat berubah menjadi
hampir semua ratusan jenis sel manusia lainnya. Sebagai contoh, sel punca
darah hanya dapat memciptakan darah, namun sel punca embrionik dapat
menciptakan darah, tulang, kulit, otak, dan seterusnya. Selain itu, sel punca
embrionik juga diprogram secara alami untuk membuat jaringan dan organ
yang tidak dibuat oleh sel punca dewasa. Sehingga sel punca embrionik
memiliki kapasitas natural yang lebih besar untuk memperbaiki organ yang
sakit. Sel punca embrionik terbuat dari sisa embrio dari pengobatan
kesuburan yang masih berumur beberapa hari, dibuat di atas cawan di
dalam laboratorium, dan yang toh akan dibuang juga. Ilmuwan dan dokter
sangat gembira tentang jenis baru sel punca yang dikenal sel “iPS”. Alasan
mengapa kita gembira adalah karena sel iPS memiliki sifat yang hampir
sama dengan sel punca embrionik, namun tidak terbuat dari embrio.
Sehingga sel iPS tidak memiliki permasalahan etik. Selain itu, sel iPS dapat
dibuat dari sel yang bukan sel punca dari tubuh pasien sendiri, yang berarti
sel iPS dapat diberikan kembali kepada pasien tanpa resiko rejeksi imun,
dimana merupakan permasalahan yang sangat penting bagi transplantasi sel
punca manapun. Karena secara alami sel punca memiliki tugas untuk
menggantikan sel yang tua atau sakit, para ilmuwan menggagaskan
berbagai ide untuk menggunakan sel punca sebagai terapi untuk pasien
dengan berbagai macam kondisi medis. Gagasan yang dimakud adalah
dengan memberi pasien sel punca atau sel terdiferensiasi yang terbuat dari
sel punca, kita dapat menggunakan kemampuan alami sel untuk
menyembuhkan pasien hingga sehat kembali. Sebagai contoh, apabila
pasien memiliki serangan jantung, dengan memberi pasien sebuah
transplantasi sel punca sebagai terapi, tujuan kita adalah untuk membuat sel
punca yang ditransplantasi memperbaiki kerusakan di jantung. Populasi
alami sel punca yang kita miliki hanya mempunyai kapasitas yang terbatas
untuk memperbaiki kerusakan di tubuh kita. Kembali ke contoh mengenai
jantung, sel punca yang dimiliki jantung sendiri tidak mampu untuk
melaksanakan tugas memperbaiki kerusakan dari serangan jantung, tetapi
transplantasi dari jutaan sel punca jauh lebih kuat. Sehingga, dengan
memberikan pasien transplantasi sel punca, kita meningkatkan kemampuan
tubuh untuk penyembuhan melebihi kapasitas dari sel punca yang terdapat
secara alami yang jumlahnya terbatas. Masih ada beberapa tantangan yang
perlu diperhatikan sebelum strategi terapi sel punca menjadi umum,
termasuk masalah keamanan, karena sel punca dapat menyebabkan tumor,
dan rejeksi imun. Meski begitu, sel punca kemungkinan besar akan
mengubah dunia kedokteran dan mungkin dalam satu atau dua dekade,
sebagian besar dari kita akan kenal seseorang, bahkan mungkin diri kita
sendiri, yang memiliki transplantasi sel punca. Sel punca memberikan janji
untuk menyembuhkan penyakit-penyakit utama yang dihadapi orang-
orang, seperti kanker, penyakit jantung, penyakit Parkinson, sklerosis
multipel, stroke, penyakit Huntington, cedera tulang belakang, dan banyak
lagi. Mengingat prinsip bahwa kehidupan harus dihormati sejak dari awal
pembuahan sel telur dan sel sperma. Maka penggunaan sel punca
khususnya untuk tujuan pengobatan (therapeutical cloning), tidak
diperbolehkan menggunakan sel punca yang berasal dari embrio
(embryonic stem cell), demikian juga tidak boleh menggunakan sel-sel
blastosis yang totipoten karena hingga saat ini belum dapat teramalkan
organisme lengkap yang akan terjadi. Begitu pula dengan sel tahap morulla
yang pluripoten karena hingga saat ini, jenis sel atau jaringan yang
berpotensi dibentuknya belum teramalkan juga. Dengan demikian riset
dasar sel punca yang boleh dilakukan adalah dengan penggunaan sel
multipoten atau sel punca dewasa (adult sel puncas) yang telah jelas dapat
membentuk sel-sel khusus. Diharapkan dengan begitu maka masalah etika
penelitian yang semula sangat dirisaukan, kini sudah bukan lagi menjadi
persoalan etis. Saat ini, ada beberapa transplantasi sel punca yang telah
teruji oleh ilmuwan yang aman dan juga efektif. Contoh terbaik adalah
transplantasi sumsum tulang. Namun, banyak pengobatan sel punca yang
belum teruji diiklankan dan ditawarkan di seluruh dunia. Sering kali
pengobatan tersebut mendapatkan banyak perhatian di media ketika
selebriti seperti bintang olah raga menjalani pengobatan ini. Umumnya,
para ilmuwan dan dokter di bidang sel punca memperingatkan pasien untuk
menjauhi pengobatan tersebut karena belum jelas apakah pengobatan
tersebut benar-benar berfungsi dan aman. Para pasien telah meninggal dari
pengobatan tersebut. Dimana sebenarnya sangat masuk akal untuk
mempertimbangkan semua pilihan saat menghadapi penyakit atau kondisi
yang tidak dapat disembuhkan, kami menyarankan anda untuk hanya
mempertimbangkan pengobatan tersebut sebagai harapan terakhir dan
setelah berdiskusi dengan dokter pribadi anda. Berikut adalah tautan
beberapa video aplikasi sel punca dalam kehidupan
9. Sintesis Insulin Kemajuan di bidang bioteknologi yang lain diantaranya
adalah sintesis insulin dengan bantuan bakteri yang biasa terdapat di usus
besar, namanya Escherichia coli. Teknologi dasar proses ini disebut dengan
teknologi plasmid. Insulin adalah hormon yang mengubah glukosa menjadi
glikogen, dan berfungsi mengatur kadar gula darah bersama hormon
glukagon. Kekurangan insulin karena cacat genetik pada pankreas,
menyebabkan seseorang menderita diabetes melitus (kencing manis) yang
berdampak sangat luas terhadap kesehatan, mulai kebutaan hingga
impotensi. Secara tradisional, insulin untuk pengobatan pada manusia
diisolasi dari pankreas sapi atau babi. Pada tahun 1981 telah terjadi
perbaikan secara berarti cara produksi insulin melalui rekayasa genetika.
Insulin yang diperoleh dengan cara ini mempunyai struktur mirip dengan
insulin manusia. Pembuatan insulin secara komersial sangat bermanfaat
dalam pengobatan penyakit diabetes melitus yang disebabkan oleh
gangguan produksi insulin. Insulin manusia tersusun atas dua rantai protein
A dan B. Urutan basa nitrogen dalam molekul DNA yang mengkode
masing-masing rantai dibuat dalam tabung reaksi dengan menggunakan
struktur yang diketahui insulin. Tiap molekul DNA dari masing-masing
rantai dicangkokan ke dalam plasmid maka terbentuk DNA rekombinan.
Bila DNA rekombinan ini dimasukan ke dalam sel-sel bakteri maka tiap
DNA rekombinan menunjukan ekspresinya dan bakteri membuat hibrid
protein insulin rantai A atau rantai B. Kedua rantai peptida kemudian
disatukan maka akan terbentuklah insulin manusia yang aktif. Melalui
teknologi DNA rekombinan, insulin diproduksi menggunakan sel mikroba
yang tidak pathogen Karena kedua hal tersebut di atas, insulin hasil
rekayasa genetika ini mempunyai efek samping yang relatif sangat rendah
dibandingkan dengan insulin yang diperoleh dari ekstrak pankreas hewan,
tidak menimbulkan efek alergi serta tidak mengandung kontaminan
berbahaya.
Proses Pembuatan Insulin terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut.

1. Vektor (plasmid E.coli) dan DNA Pengkode Insulin.


Kode genetik insulin terdapat dalam DNA di bagian atas lengan pendek dari
kromosom ke-11 yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam rantai A dan 90 dalam
rantai B). DNA pengkode insulin dapat diisolasi dari gen manusia yan
ditumbuhkan dalam kultur di laboratorium. Selain itu, dapat pula disintesis rantai
DNA yang membawa sekuens nukleotida spesifik yang sesuai karakteristik rantai
polipeptida A dan B dari insulin. Urutan DNA yang diperlukan dapat ditentukan
karena komposisi asam amino dari kedua rantai telah dipetakan. Enam puluh tiga
nukleotida yang diperlukan untuk mensintesis rantai A dan sembilan puluh untuk
rantai B, ditambah kodon pada akhir setiap rantai yang menandakan pengakhiran
sintesis protein. Vektor yang digunakan adalah plasmid E.coli yang mengandung
amp-R sehingga sel inang akan resistan terhadap amphisilin serta mengandung
lac-Z yang menghasilkan β-galactosidase sehingga dapat menghidrolisis laktosa.
2. Penyelipan DNA Insulin ke dalam Vektor (plasmid E.coli)
Masing-masing DNA insulin dan plasmid E.coli dipotong dengan enzim
restriksi yang sama. Kemudian DNA insulin A dan B secara terpisah diselipkan
ke dalam plasmid berbeda dengan menggunakan enzim ligase.
3. Pemasukan Plasmid Rekombinan ke dalam Sel E.coli
Plasmid yang telah diselipkan DNA insulin (plasmid rekombinan)
dicampurkan dalam kultur bakteri E.coli. Bakteri-bakteri tersebut akan
mengambil plasmid rekombinan melalui proses transformasi. Akan tetapi, tidak
semua bakteri mengambil plasmid tersebut.
4. Pengklonan Sel yang Mengandung Plasmid Rekombinan
Sel yang mengandung plasmid rekombinan dapat diseleksi dari sel yang
tidak mengandung plasmid rekombinan. Medium nutrien bakteri yang digunakan
mengandung amphisilin dan X-gal. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
plasmid yang digunakan sebagai vektor ini mengandung amp-R dan lac-Z
sehingga sel bakteri yang mengandung plasmid rekombinan akan tumbuh dalam
medium tersebut karena resisten terhadap amphisilin serta akan berwarna putih
karena plasmid yang mengandung gen asing (gen insulin manusia) dalam gen lac-
Z tidak dapat memproduksi β-galactosidase sehingga tidak dapat menghidrolisis
laktosa.
5. Identifikasi Klon Sel yang Membawa Gen Insulin
Proses ini dilakukan melalui hibridisasi asam nukleat. Pada proses ini,
disintesis probe asam nukleat yang mengandung komplementer dari gen insulin,
probe dilengkapi dengan isotop radioaktif atau fluorosen.
6. Produksi Insulin Klon
Sel yang telah diidentifikasi diproduksi dalam skala besar dengan cara
ditumbuhkan dalam tangki yang mengandung medium cair. Gen insulin
diekspresikan bersama dengan sel bakteri yang mengalami mitosis. Rantai insulin
A dan rantai B yang dihasilkan kemudian dicampurkan dan dihubungkan dalam
reaksi yang membentuk jembatan silang disulfida.
Pada saat ini, peneliti mulai menggunakan vektor plasmid dari sel eukariotik
yaitu ragi bersel tunggal karena ragi merupakan sel eukariotik yang memiliki
plasmid, dapat tumbuh dengan cepat, serta hasil akhir proses pembuatan insulin
dengan ragi akan menghasilkan molekul insulin yang lebih lengkap dengan
struktur tiga dimensi yang sempurna sehingga lebih identik dengan insulin
manusia. Sebelum ditemukan teknik sintesis insulin, hormon ini hanya bisa
diperoleh dari ekstraksi pankreas babi atau sapi, dan sangat sedikit insulin bisa
diperoleh. Setelah ditemukan teknik sintesis insulin di bidang bioteknologi inilah,
harga insulin bisa ditekan dengan sangat drastis sehingga bisa membantu para
penderita diabetes melitus.

II.2. PRODUK FARMASI, DIAGNOSIS DAN PENGOBATAN PENYAKIT

1. Pengembangan produk farmasi (sintesis produk biosimiliar; vaksin virus


hepatitis B, produksi insulin rekombinan, dll)
Peranan biologi molekular juga diyakini dapat mempercepat penemuan obat
baru dengan menelusuri proses perkembangan penyakit pada tingkat molekular
dan genetika sehingga dapat ditentukan cara apa yang akan dipilih untuk suatu
penyakit tertentu dengan obat yang akan dikembangkannya. Pengembangan obat
baru dapat pula dilakukan dengan pendekatan struktur molekular suatu obat yang
disesuaikan dengan struktur target. Struktur target ini dapat diasumsikan sebagai
suatu protein baik dalam bentuk reseptor, enzim, ataupun DNA yang dapat
ditentukan menggunakan perangkat bioinformatik atau aktivitas farmakologinya.
Jika suatu struktur target telah diketahui, misalnya dengan spektroskopi NMR,
maka akan dapat ditentukan molekul obat yang akan masuk ke dalam struktur
target, sehingga kita dapat melakukan simulasi untuk membuktikannya apakah
terdapat interaksi atau tidak. Struktur target yang baik adalah yang mampu
menyeleksi beberapa calon molekul obat yang secara aktif dapat berinteraksi
dengan target dan obat tersebut dapat efektif.
Beberapa produk farmasi yang diproduksi dengan teknologi DNA
rekombinan adalah sebagai berikut:

No Produk Kegunaan
1 Hormone adenococorticotropic Pengobatan penyakit reumatik
2 Alfa dan gamma interferon Terapi kanker dan infeksi virus
3 Sel beta factor pertumbuhan Pengobatan kelainan imun
4 Erythropoietin Pengobatan anemia
Terapi defisiensi pertumbuhan
6 Hormone pertumbuhn manusia
pada anak
7 Lympotoxin Anti tumor
8 Vaksin hepatitis B Mencegah hepatitis B
Pengobatan kanker, merangsang
9 Interleukin-2
system imun
Terapi kanker dan rejeksi
10 Antibody monoclonal
transplantasi
11 Nerve growth factor Memperbaiki saraf yang rusak
Antikoagulan, terapi serangan
12 Praurokinase
jantung
13 Platelet derivate growth factor Mengobati artherosclerosis
2. Terapi gen dalam pengobatan penyakit genetik.
Terapi gen adalah penyiapan gen ke dalam sel individu dan jaringan untuk
mengobati penyakit, seperti penyakit keturunan dimana suatu alel mutan merusak
diganti dengan yang fungsional. Terapi gen dapat diartikan pula sebagai teknik untuk
mengoreksi gen-gen yang cacat yang bertanggungjawab terhadap suatu penyakit.

Terdapat beberapa pendekatan dalam terapi gen, meliputi:


1. Menambahkan gen-gen normal ke dalam sel yang mengalami ketidaknormalan
2. Melenyapkan gen abnormal dengan gen normal melalui rekombinasi homolog
3. Mereparasi gen abnormal dengan cara mutasi balik selektif
4. Mengendalikan regulasi ekspresi gen abnormal.

Terapi gen dikelompokan sebagai berikut:


a. Terapi gen germ-line
Terapi ini dimaksudkan untuk memasukkan gen ke dalam sel germ atau sel embrio
omnipoten. Dalam hal ini, sel-sel kuman yaitu sperma dan sel telur dimodifikasi oleh
pengenalan gen fungsional yang biasanya diintegrasikan ke dalam genom mereka.
Oleh karena itu, perubahan akibat terapi akan diwariskan ke generasi berikutnya.
Namun atas dasar teknis dan etika, penerapan terapi dengan metode ini masih belum
dapat diaplikasikan pada manusia.
b. Terapi gen somatik
Dilakukan dengan memasukkan suatu gen kedalam sel somatik. Gen terapeutik
dipindahkan ke dalam sel somatik pasien. Setiap modifikasi dan efek dibatasi hanya
pada pasien yang bersangkutan, dan tidak diturunkan pada generasi berikutnya.

Terapi gen ex vivo


Sel dari sejumlah organ atau jaringan (seperti kulit, sistem hemopoiteik, hati) atau
jaringan tumor dapat diambil dari pasien dan dibiakkan dalam laboratorium. Selama
pembiakan, sel tersebut dimasuki suatu gen tertentu untuk terapi penyakit, diikuti
dengan reinfusi atau reimplementasi dari sel tertransduksi ke pasien tersebut. Terapi gen
ex vivo banyak digunakan pada uji klinis dengan menggunakan vektor retrovirus untuk
memasukkan suatu gen ke dalam sel penerima. Contohnya adalah terapi gen p53 untuk
kondisi karsinoma squamus kepala dan leher, sedangkan sel targetnya adalah sel tumor.
Terapi gen in vivo
Organ seperti paru-paru, otak, jantung tidak cocok untuk terapi gen ex vivo, sebab
pembiakan sel target dan retransplantasi tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu,
terapi gen somatik dilakukan dengan pemindahan gen in vivo. Sistem penghantar gen in
vivo yang ideal adalah efisiensi tinggi masuknya gen terapeutik dalam sel target. Gen
tersebut dapat masuk kedalam inti sel dengan sedikit mungkin terdegradasi, dan tetap
terekspresi walaupun ada perubahan kondisi.
Terapi siRNA pada penderita HIV/ AIDS.
Salah satu strategi dalam menyembuhkan penderita HIV/AIDS dengan terapi
antisense adalah dengan menggunakan short interfering RNA (siRNA). Prinsip dari
terapi ini adalah menggunakan small RNA yang dapat menghambat ekspresi beberapa
gen spesifik virus HIV/AIDS, sehingga dapat menghentikan sintesis protein yang
digunakan virus untuk bertahan hidup, diantaranya adalah protein yang terlibat dalam
replikasi. Selain itu, terapi dengan siRNA juga dapat menghambat ekspresi gen spesifik
pada sintesis protein yang mendukung infeksi virus HIV/AIDS ke dalam sel host.
siRNA adalah RNA double stranded yang terdiri dari 21 -23 pasangan basa yang
mampu membentuk komplement dengan target sekuen spesifik mRNA. SiRNA
berasosiasi dengan molekul helikase dan nuclease membentuk kompleks dengan RISC
(RNA-inducing silencing compleks) yang akan melepaskan komplemen siRNA
membentuk ss-siRNA dan kemudian kompleks ini akan dapat berkomplement dengan
mRNA target, sehingga akan memotong mRNA target. Selanjutnya potongan-potongan
mRNA akan didegradasi oleh enzim RNase (Kitabwalla dan Ruprecht, 2002).
Penghancuran mRNA virus HIV/AIDS yang dimediasi oleh siRNA selanjutnya akan
menghentikan sintesis protein yang essensial bagi virus untuk melakukan replikasi di
dalam sel host dan atau tidak dapat keluar dari sel host, sehingga akan membatasi infeksi
pada sel-sel sehat lainnya.

Terapi pasien yang terinfeksi virus HIV/AIDS saat ini didasari pada ekspresi
beberapa protein penting dalam virus HIV/AIDS yang mendukung infeksi virus ke
dalam sel host, replikasi dan pembentukan lapisan kapsid, serta protein-protein yang
terlibat pada tahap akhir replikasi dan protein yang dibutuhkan untuk proses lisis (keluar
dari sel).
Beberapa protein yang mendukung proses infeksi ke dalam host (disebut juga
sebagai protein kofaktor selular) diantaranya adalah NF-B, CD4 reseptor HIV, co-
reseptor CXCR4 dan CCR5. Berbagai protein ini bisa dijadikan sebagai target dalam
terapi HIV/AIDS dengan menggunakan siRNA.
Beberapa hasil penelitian yang direview oleh Reddy, et.al. (2006) menyimpulkan
bahwa semua ekspresi gen dalam sintesis protein NFB, CD4 reseptor HIV, co-reseptor
CXCR4 dan CCR5 telah berhasil dihambat oleh siRNA dan mengakibatkan
penghambatan dalam replikasi virus HIV dalam beberapa cell line manusia, sel limposit
T dan hematopoetics stem cells yang berasal dari magropagh. Selain itu, siRNA juga
telah terbukti menghambat ekspresi gen pada sintesis protein CD4, protein gag dan nef
(protein yang terlibat dalam regulasi mRNA virus di dalam sel host). CD4-siRNA
mampu mengurangi ekspresi gen protein CD4 pada sel Magi CCR5 yang terinfeksi virus
HIV-1 sebesar 75%
Poliprotein gag (diekspresikan oleh gag gen virus HIV/AIDS) akan dipecah secara
proteolitik menjadi polipeptida p24, p17 dan p15 dan akan membentuk struktur inti
kapsul virus. Polipeptida p24 berfungsi sebagai pelapis atau kemasan materi genetik
virus.
p24-siRNA telah terbukti mengakibatkan degradasi pada region gag mRNA virus,
mengakibatkan penghambatan akumulasi genomik virus dan p24. Akibatnya adalah
terjadinya penghambatan replikasi virus HIV-1 dalam sel host. Dua hari setelah
pemberian p24-siRNA terjadi penurunan protein virus HIV-1 sebesar empat kali lipat
dibanding kontrol. Protein nef adalah salah satu protein regulasi (non-struktural protein)
yang diekspresikan oleh virus HIV-1 sebelum terintegrasi dengan genom host.
Penghambatan ekspresi gen p24 dan nef akan menghambat perbanyakan virus pada
tahap awal selama infeksi berlangsung.
Para peneliti merekayasa kombinasi ketahanan genetik ke dalam sel induk yang
bertujuan untuk menghapus sel-sel sistem kekebalan yang rentan terhadap HIV dan
diganti dengan sel-sel yang mampu melawan serangan virus. Ada tiga langkah sebagai
berikut:
1. Untuk menghentikan HIV dari penetrasi sel inang, para peneliti memberikan sel-sel
enzim RNA yang akan memberi pesan kode untuk protein yang disebut CCR5,
mencegah HIV menggunakan protein sebagai reseptor untuk masuk sel.
2. Para peneliti menggunakan modus kedua dan memasukkan umpan RNA dengan
protein virus disebut tat yang penting untuk replikasi, disebabkan mix CCR5 yang
tidak aman karena HIV dapat berkembang dengan cara lain untuk menembus sel.
3. Menggunakan teknik yang disebut RNA interference (RNAi) yang ditempatkan
pada untaian pendek RNA untuk mendegradasi pesan coding protein virus yang
sama dan mitra jahat. Mekanisme yang berbeda tersebut akan mempersulit
resistensi virus untuk berkembang.

Menyediakan data untuk diagnosis penyakit menggunakan metode DNA


rekombinan.
Penggunaan teknik DNA rekombinan untuk diagnosis penyakit dengan memanfaatkan sifat
polimorfisme DNA. Seperti diketahui bahwa polimorfisme dalam genom berfungsi sebagai dasar
bagi penggunaan teknik DNA rekombinan dalam diagnostik penyakit. Polimorfisme adalah variasi
dalam urutan DNA. Dalam genom manusia terdapat jutaan polimorfisme yang berlainan. Yang
pertama kali diidentifikasi adalah mutasi titik, substitusi (penggantian) satu basa oleh basa lain.
Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa delesi (penghilangan) dan insersi (penyisipan) juga
bertanggung jawab atas variasi dalam urutan DNA. Sebagian polimorfisme terjadi di
dalamdaerah pengkode gen.Untuk mendeteksi adanya polimorfisme menggunakan polimorfisme
panjang fragmen restriksi (RFLP : restriction fragment length polymorphism). Mutasi titik bisa terjadi
di tepat pengenalan untuk enzim restriksi sehingga enzim restriksi dapat melakukan pemotongan di
tempatpengenalan restriksi yang lain tetapi tidak di tempat mutasi. Akibatnya, fragmen restriksi yang
dihasilkan untuk individu dengan mutasi akan berukuran lebih besar dibandingkan denganindividu
normal. Mutasi juga dapat menciptakan tempat restriksi yang tidak terdapat di dalamgen normal,
sehingga fragmen restriksi yang dihasilkan akan lebih pendek pada individu mutasi dibandingkan
dengan individu normal. Variasi dari panjang fragmen restriksi dinamakan dengan restriction
fragment length polymorphism (RFLP).
Terdapat dua cara diagnosa penyakit menggunakan teknologi DNA rekombinan, yaitu:
1. Melibatkan penggunaan antibodi
2. Berdasarkan teknik hibridisasi DNA

Menyediakan data untuk diagnosis penyakit genetik berdasarkan teknik


hibridisasi DNA rekombinan.
Penyakit genetik adalah penyakit yang disebabkan karena kerusakan informasi genetik
baik tingkat gen maupun tingkat kromosom yang diturunkan ke generasi berikutnya.
Prinsip diagnosa berdasarkan teknik hibridisasi dapat digunakan untuk diagnose
penyakit genetik. Seperti pada penyakit alzheimer, probe (oligonukleutida pendek)
DNA yang dirancang dapat berhibridisasi untuk mendeteksi mutasi tersebut.

Forensik dengan “DNA fingerprint”


Pengujian DNA (DNA testing), juga dikenal sebagai profiling DNA (DNA profiling),
penyidikan genetik/DNA, atau penyidikjarian genetik/DNA (genetic/DNA
fingerprinting, adalah suatu pengujian forensik yang melibatkan teknik biologi
molekuler untuk mendapatkan profil DNA sejumlah materi uji yang merupakan bahan
biologis. Profil DNA ini biasa disebut sebagai sidik jari DNA (DNA fingerprint).
Melalui suatu alur penalaran tertentu, profil DNA dari berbagai sumber dapat
dicocokkan untuk menunjukkan keterkaitan biologis berbagai materi uji, sehingga
dapat mendukung suatu pembuktian forensik.
Teknik ini berdasarkan pada aplikasi RFLP (Restriction Fragmen Length
Polymorphism) yang didasarkan dengan fakta akan setiap individu yang walaupun
memiliki gen yang sama, tetapi mempunyai perbedaan pada materi genetiknya (DNA).
Metode ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan materi genetik, dalam rangka
menentukan apakah dua sampel DNA berasal dari orang yang sama atau berbeda.
Metode yang digunakan adalah PCR, RFLP, elektroforesis dan hibridisasi.

II.4. VAKSIN
A. Pengertian Vaksin
Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi).
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan
aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi
pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar. Vaksin dapat berupa galur virus
atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit.
Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasilhasil pemurniannya (protein,
peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem
kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen
tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem
kekebalan untuk melawan selsel degeneratif (kanker). Pemberian vaksin
diberikan untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibodi
spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit yang dapat
dicegah dengan vaksin. Ada beberapa jenis vaksin. Namun, apa pun jenisnya
tujuannya sama, yaitu menstimulasi reaksi kekebalan tanpa menimbulkan
penyakit.
Penemuan vaksin pertama kali berasal dari cina pada 900 SM.Bangsa cina
saat itu menemukan bentuk vaksinasi yang disebut variolasi.Metode vaksinasi ini
digunakan untuk mencegah penyakit cacar yang menyerang orang sehat pada
jaringan scabs yang disebabkan oleh virus.Mereka melakukan hal ini dengan
menghapus nanah dan cairan dari lesi cacar,kemudian menyuntikkannya
padabagian bawah kulit orang yang akan dilindungi.Atau dengan cara mengupas
scabs dari lesi yang telah kering kemudian menggilingnya menjadi bubuk dan
membiarkan orang yang tidak terinfeksi menghirupnya.Metode lain yang
digunakan yaitu mengambil beberapa bubuk keropeng dalam jumlah sedikit
dengan jarum kemudian menyuntikkannya langsung ke dalam pembuluh darah
seseorang.30Vaksin merupakan antigen (mikroorganisma) yang diinaktivasi atau
dilemahkan yang bila diberikan kepada orang yang sehat akan menimbulkan
antibodi spesifik terhadap mikroorganisma tersebut sehingga bila kemudian dia
terpapar, akan kebal dan tidak sakit. Dengan demikian bahan dasar membuat
vaksin tentu memerlukan mikroorganisma baik virus maupun bakteri.
Vaksin diawal penemuannya disebut dengan cara konvensional. Hal ini juga
pernah dilakukan oleh Edward Jenner yang pertama kali menemukan vaksin
untuk cacar air pada tahun 1790 selanjutnya terjadi pada tahun 1885 oleh Louis
Pasture yang mampu mengembangkan vaksin untuk rabies. Dan penemuan
selanjutnya diikuti dengan berbagai macam penemuan vaksin lain dan
berkembang hingga sekarang.32Jenner menyuntik James Phipps, seorang bocah
lelaki berumur delapan tahun dengan sesuatu yang diambil dari bintik penyakit
"cacar sapi" yang ada di tangan seorang pemerah susu. Sebagaimana memang
diharapkan, bocah kecil itu kehinggapan "cacar sapi" tetapi segera sembuh.
Beberapa minggu kemudian, Jenner menyuntikkan Phipps serum cacar. Dan
sebagaimana diharapkan pada bocah itu tak tampak tanda-tanda penyakit.
Sesudah melakukan penyelidikan bebih mendalam, Jenner memperkenalkan
hasil-hasil usahanya lewat sebuah buku tipis berjudul An Inquiry into the Causes
and Effects of the Variolae Vaccinae, diterbitkannya secara pribadi tahun 1798.
Buku itulah yang jadi penyebab diterimanya vaksinasi secara umum dan
berkembang luas. Sesudah itu Jenner menulis lima artikel lagi mengenai soal
vaksinasi, dan bertahun-tahun dia mengabdikan waktunya menyebarluaskan
pengetahuan tentang tekniknya dan kerja keras agar dapat diterima orang.
Vaksin merupakan suatu upaya untuk menanggulangi suatu penyakit
dengan memberikan kekebalan bagi tubuh seseorang melalui imunisasi. Vaksin
ini diberikan kepada seseorang melalui imunisasi. Imunisasi adalah pemberian
kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam
tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya
bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten.
Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau
resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain
diperlukan imunisasi lainnya. Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari
imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada
penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu
seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar
air, tbc, dan lain sebagainya.

B. Tujuan pemberian Vaksin


Tujuan memberikan vaksin berupa imunisasi merupakan upaya yang
dilakukan untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan
vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terjadinya
penyakit tertentu. Inilah yang dimaksud dengan pentingnya imunisasi bagi anak
bayi buah hati kita semuanya.

C. Jenis-jenis Vaksin
Dari penjabaran diatas maka dapat di pastikan vaksin memiliki beberapa jenis.
Jenis-jenis vaksin meliputi :

a. Live attenuated vaccine adalahVaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau
virus yang sudah dilemahkan daya virulensinya dengan cara kultur dan
perlakuan yang berulang-ulang, namun masih mampu menimbulkan reaksi
imunologi yang mirip dengan infeksi alamiah. Sifat vaksin live attenuated
vaccine, yaitu Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai
menimbulkan respon imun sehingga diberikan dalam bentuk dosis kecil
antigen. Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak
perlu dosis berganda. Dipengaruhi oleh circulating antibody sehingga ada
efek netralisasi jika waktu pemberiannya tidak tepat. Contoh : vaksin polio
(Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak,
gondongan, dan cacar air (varisela).

b. Inactivated vaccine (Killed vaccine) adalah Vaksin dibuat dari bakteri atau
virus yang dimatikan dengan zat kimia (formaldehid) atau dengan pemanasan,
dapat berupa seluruh bagian dari bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri
atau virus atau toksoidnya saja. Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu :
Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen dapat dimasukkan
dalam bentuk antigen. Respon imun yang timbul sebagian besar adalah
humoral dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan imunitas seluler. Titer
antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu sehingga diperlukan dosis
ulangan, dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya
memacu dan menyiapkan system imun, respon imunprotektif baru
barumuncul setelah dosis kedua dan ketiga. Contoh : vaksin rabies, vaksin
influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin
kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid.

c. Vaksin Toksoid adalahVaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang
menimbulkan penyakit dengan memasukkan racun dilemahkan ke dalam
aliran darah. Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil
pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid
yang mampu merangsang terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakteri
toksoid efektif selama satu tahun. Bahan ajuvan digunakan untuk
memperlama rangsangan antigenik dan meningkatkan imunogenesitasnya.
Contoh:Vaksin Difteri dan Tetanu.

d. Vaksin Acellular dan Subunitadalah Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu
dalam virus atau bakteri dengan melakukan kloning dari gen virus atau bakteri
melalui rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe.
Contoh vaksin hepatitis B, Vaksin hemofilus influenza tipe b (Hib) dan vaksin
Influenza.

e. Vaksin IdiotipeadalahVaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab


(fragment antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan oleh tiap klon sel B
mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan
idiotipe yang dapat bertindak sebagai antigen. Vaksin ini dapat menghambat
pertumbuhan virus melalui netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre
sel B.
f. Vaksin Rekombinan adalahVaksin rekombinan memungkinkan produksi
protein virus dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan diekspresikan
dalam sel prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel
bakteri E.coli, yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan
selain dihasilkan vaksin protein juga dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan
virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen pelindung dari virus
lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam
genom dari virus vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor ini
menghasilkan respon antibodi yang baik. Susunan vaksin ini (misal hepatitis
B) memerlukan epitop organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin
tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima
vaksin.

g. Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)adalah Vaksin dengan pendekatan baru


dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi dalam menginduksi imunitas
seluler. Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu
plasmid bakteri yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang
diinsersikan ke dalam sel mamalia.

Setelah disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai


episom, tidak berintegrasi kedalam DNA sel (kromosom), selanjutnya
mensintesis antigen yang dikodenya. Selain itu vektor plasmid mengandung
sekuens nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan menginduksi
imunitas seluler. Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang
mengandung kode antigenyang patogen dan saat ini sedang dalam
perkembangan penelitian. Hasil akhir penelitian pada binatang percobaan
menunjukkan bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon
humoral dan selular yang cukup kuat,sedangkan penelitian klinis pada
manusia saat ini sedang dilakukan.
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari materi diatas yaitu:

1. Aplikasi teknologi DNA rekombinan dibidang medik yaitu insulin dan vaksin
2. Vaksin merupakan suatu upaya untuk menanggulangi suatu penyakit dengan
memberikan kekebalan bagi tubuh seseorang melalui imunisasi. Vaksin ini diberikan
kepada seseorang melalui imunisasi.
3. Sebagai bukti dengan ditemukannya vaksin, antibiotik, antibodi monoklonal, dan
pengobatan melalui terapi gen dan lain sebagainya

III.2 Saran

Sebaiknya pada pembuatan makalah berikutnya, penyusun mencari materi


untuk pembuatan makalah lebih awal sehingga makalah dapat diselesaikan dengan tepat
waktu dan hasilnya lebih maksimal
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu dwi buwono,2018. APLIKASI TEKNOLOGI DNA rekombinan untuk perakitan kontruksi
vektor ekspresi ikan lele. DEEPUBLISH. Yogyakarta.

Taryono,2016.Pengantar Bioteknologi.UGM press. Yogyakarta

Nugroho endik deni,2018. Pengantar Bioteknologi ( teori & aplikasi ). Penerbit Deepublish.
Yogyakarta

Yance Anas, S.Farm, Apt. 2010 Bioteknologi Farmasi : Pengobatan AIDS dengan terapi
antisense RNA. PROGRAM STUDI ILMU FARMASI FAKULTAS PASCA-
SARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Anda mungkin juga menyukai