Anda di halaman 1dari 30

MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

SURVEI TERESTRIS GEOMATIKA


Kelas XII Semester 5 dan 6

Modul 11.
PENGUKURAN KAPLING/PERSIL

A. Tujuan
1) Pada modul ini akan dipelajari pengertian pengukuran kapling/persil,
mengamati dan mengidentifikasi tujuan pengukuran kapling/persil,
mengumpulkan dan mengolah informasi untuk membuat pengukuran
kapling/persil sesuai prosedur pemetaan bidang tanah dan menyajikan dan
mengkomunikasikan hasil proses pengukuran kapling/persil.
2) Kompetensi dasar yang diharapkan adalah agar siswa dapat memahami,
mengidentifikasi dan mampu melakukan pengukuran kapling/persilan dengan
metode teretris atau sering disebut dengan pengukuran kadastral.

B. Glosarium
Beberapa pengertian yang ada kaitannya dengan pengukuran kapling dan pemetaan
kadastral, seperti:
No Item Defenisi
1 Bidang Tanah Bagian permukaan bumi yang merupakan
satuan bidang yang berbatas.
2 Peta Dasar Peta yang memuat titik-titik dasar teknik dan
Pendaftaran
unsur-unsur geografis seperti sungai, jalan,
bangunan, batas fisik bidang-bidang tanah dan
batas administrasi. Peta Dasar Pendaftaran
dapat berupa peta garis atau peta foto. Peta
Dasar Pendaftaran menjadi dasar untuk
pembuatan Peta Pendaftaran
3 Pengukuran Bidang Pengukuran bidang tanah yang dilaksanakan
Tanah
secara masal dan mengelompok pada seluruh
atau sebagian Desa/Kelurahan dalam rangka

ARYA BAKRI 1
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

penyelenggaraan pendaftaran tanah secara


sistematik.
4 Pemetaan Bidang Kegiatan menggambarkan hasil pengukuran
Tanah
bidang tanah di atas Peta Dasar Pendaftaran
dengan cara digital sehingga letak dan ukuran
bidang tanahnya dapat diketahui.
5 Peta Bidang Tanah Gambar yang memuat satu bidang tanah atau
lebih pada suatu wilayah tertentu yang batas-
batasnya ditentukan berdasarkan penunjukan
batas oleh pemilik dan para pihak yang
berbatasan dan digunakan untuk keperluan
pengumuman.
6 Peta Pendaftaran Peta yang menggambarkan satu bidang tanah
atau lebih yang batasbatasnya ditentukan
berdasarkan penunjukan batas oleh para
pemilik dan disahkan penggunaannya oleh
pejabat yang berwenang untuk keperluan
pendaftaran tanah.
7 Surat Ukur Dokumen yang memuat data fisik suatu bidang
tanah dalam bentuk peta atau uraian.
8 Nomor Identifikasi Nomor yang diberikan kepada setiap bidang
Bidang (NIB)
tanah untuk keperluan pendaftaran tanah.

ARYA BAKRI 2
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

C. DEFENISI DAN TUJUAN PENGUKURAN KAPLING/PERSIL


Pengukuran kapling/Persilan yang juga sering disebut dengan pengukuran
Kadastral, adalah kegiatan menggambarkan hasil pengukuran bidang tanah secara
sistematik maupun sporadik dengan suatu metode tertentu pada media tertentu
seperti lembaran kertas, drafting film atau media lainnya sehingga letak dan ukuran
bidang tanahnya dapat diketahui dari media tempat pemetaan bidang tanah
tersebut[1]. Berdasarkan ketentuan yang ada pada Undang-Undang No. 5 Tahun
1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 19 mengamanatkan bahwa
“untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah oleh Pemerintah, maka diadakan
Pendaftaran Tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia”. Pendaftaran Tanah
sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 5 tahun 1960 antara lain meliputi
kegiatan : Pengukuran, Pemetaan, dan Pembukuan Tanah.
Pengukuran kapling/persil bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian
hukum obyek hak atas tanah, dan harus memenuhi kaidah teknis kadastral dan
kaidah yuridis dimana proses perolehan data ukuran bidang tanah harus memenuhi
asas kontradiktur delimitasi dan asas publisitas. Delimitasi adalah sebuah norma
yang digunakan dalam pendaftaran tanah dengan mewajibkan pemegang hak atas
tanah untuk memperhatikan penempatan, penetapan dan pemeliharaan batas tanah
secara kontradiktur atau berdasarkan kesepakatan dan persetujuan pihak-pihak
yang berkepentingan, yang dalam hal ini adalah pemilik tanah yang berbatasan
dengan tanah yang dimilikinya. Ketentuan mengenai asas ini terdapat dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah pada
Pasal 17, 18 dan 19 [2].
Untuk memenuhi persyaratan asas kontradiktur delimitasi dan asas publisitas,
maka data teknis dan data yuridis tersebut diumumkan di Kantor Pertanahan
setempat atau di Kantor Desa, agar dapat dibaca dan diketahui oleh warga
masyarakat di lokasi bidang tanah. Apabila tidak ada keberatan atau sanggahan dari
masyarakat atau para pihak yang berbatasan di lokasi bidang tanah, maka dapat
diterbitkan sertifikat atas bidang tanah yang merupakan tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat [3].

ARYA BAKRI 3
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

D. METODE-METODE PENGUKURAN KAPLING/PERSIL


Pengukuran kapling/persilan bidang tanah dapat dilaksanakan dengan beberapa
cara:
1) Metode Terestris
Pengukuran bidang tanah dengan cara terestris adalah pengukuran secara
langsung di lapangan dengan cara mengambil data berupa ukuran sudut dan/atau
jarak, yang dikerjakan dengan teknik-teknik pengambilan data trilaterasi (jarak),
triangulasi (sudut) atau triangulaterasi (sudut dan jarak).

Gambar 1. Pengukuran kapling/persilan dengan cara tersetris

Pengukuran terestris dilaksanakan sebagai pengukuran suplesi dan/atau


pengukuran panjangan sisi bidang tanah sebanyak :
 Minimal 1 (satu) sisi bidang tanah untuk pekerjaan dengan skala peta kerja
paling kecil 1 : 2.500 atau lebih besar (misal : skala 1 : 2.500, skala 1 :
1.000, skala 1 : 500, dsb.)
 Semua sisi bidang tanah untuk pekerjaan dengan skala peta kerja lebih
kecil dari 1 : 2.500 (misal : skala 1 : 3.000, skala 1 : 5.000, dsb.).
Untuk bidang tanah yang sudah terdaftar dan sudah terpetakan pada peta dasar
pendaftaran, cukup diverifikasi di lapangan sebagai kegiatan peningkatan
kualitas data pertanahan. Peta dasar yang digunakan harus memuat
informasi: sumber data, proyeksi peta, coordinate reference frame yang
digunakan, waktu perekaman.

2) Metode Fotogrametris (menggunakan peta foto / blow up foto)


Metode fotogrametris merupakan salah satu metode pengukuran yang dapat
mendukung percepatan pendaftaran tanah sistematis lengkap. Pengukuran

ARYA BAKRI 4
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

bidang tanah dengan metode fotogrametris mengikuti ketentuan sebagai berikut:


Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan identifikasi batas bidang-bidang
tanah dengan menggunakan peta foto atau peta garis hasil fotogrametris dan
menarik garis ukur (deliniasi) untuk batas bidang tanah yang jelas dan memenuhi
syarat. Metode ini hanya dapat dilaksanakan untuk daerah terbuka, non-
pemukiman, non-komersial, non-industri. Untuk garis batas bidang tanah yang
tidak dapat diidentifikasi dilakukan dengan pengukuran tambahan di lapangan
(suplesi).

Gambar 2. Pengukuran menggunakan Fotogrametri

3) Metode pengamatan GPS.


Pengukuran bidang tanah dengan metode pengamatan satelit adalah
pengukuran dengan menggunakan sinyal-sinyal gelombang elektromagnetik
yang dipancarkan dari minimal 4 satelit menggunakan alat GPS geodetik.
Pengukuran bidang tanah dengan GPS dapat dilakukan dengan metode Real
Time Kinematik (RTK)/CORS, Post Processing, Point Precisse Positioning
(PPP) maupun Stop and Go.

Gambar 3. Pengukuran cara GPS

ARYA BAKRI 5
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

4) Metode Kombinasi
Metode Kombinasi terestrial, fotogrametris, dan/atau pengamatan satelit
Pengukuran bidang tanah yang merupakan perpaduan dari pengukuran terestris,
fotogrametris dan/atau pengamatan satelit .

E. PROSES PENGUKURAN KAPLING/PERSIL


Secara umum Proses pekerjaan pengukuran kapling/persil tanah untuk suatu daerah
pada dasarnya dilakukan dengan cara:
1. Pengumpulan Informasi Bidang Tanah
Kegiatan pengumpulan informasi bidang tanah berlaku untuk bidang tanah yang
sudah terdaftar maupun bidang tanah yang belum terdaftar. Pengumpulan
informasi dilakukan sebagai kegiatan peningkatan kualitas data untuk
menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap guna mendukung
pelaksanaan pengukuran dan pemetaan bidang tanah sistematis lengkap.
Kegiatan pengumpulan informasi tersebut diantaranya meliputi:
a. Informasi toponimi (nama-nama obyek penting di lapangan seperti tempat
ibadah, perkantoran, sekolahan, pasar, obyek wisata dll)
b. Informasi nama jalan, RT/RW, sungai, saluran
c. Informasi penggunaan tanah dan/atau pemanfaatan tanah
d. Informasi NIB terhadap bidang tanah sertipikat yang belum mempunyai NIB
e. Informasi peta koordinat TM3 terhadap bidang tanah sertipikat yang masih
berkoordinat lokal.
f. Informasi nama desa/kelurahan yang baru apabila ada pemekaran wilayah
desa/kelurahan lama
g. Informasi nilai tanah dan/atau informasi tambahan lain yang diperlukan.

2. Orientasi Lapangan (Persiapan Pengukuran di Lapangan).


Diantara pekerjaanya seperti: penunjukan batas bidang tanah, penetapan batas
bidang tanah, penempatan/pematokan tanda batas, pemeriksaan titik ikat di
lapangan, dan pengaturan alat ukur.

ARYA BAKRI 6
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

3. Pelaksanaan pengukuran
Pengukuran bidang tanah dilaksanakan untuk menentukan posisi/ letak
geografis, batas, luas, dan bentuk geometris bidang tanah. Pelaksanaan
pengukuran bidang tanah dan pengumpulan informasi bidang tanah dituangkan
dalam Gambar Ukur (GU).
 Penggunaan gambar ukur tidak terbatas pada satu bidang tanah saja, tetapi
dapat sekaligus beberapa bidang tanah dalam satu formulir gambar ukur.
Catatan-catatan pada gambar ukur harus dapat digunakan sebagai data
rekonstruksi batas bidang tanah.
 Gambar Ukur dapat dibuat sesuai dengan format kertas standar A4, A3, A0
atau dengan format lainnya yang dapat memuat beberapa bidang tanah.
 Gambar Ukur yang dihasilkan dengan metode terestris harus mencantumkan
angka ukur panjang sisi, sudut, dan/atau koordinat bidang tanah hasil ukuran
di lapangan.
 Gambar Ukur yang dihasilkan dari metode fotogrametris dengan deliniasi
harus mencantumkan koordinat titik batasnya dan/atau ukuran panjangan sisi
bidang tanah hasil pengukuran di lapangan dan hasil deliniasi. Gambar ukur
hasil pengukuran fotogrametris terdiri dari formulir gambar ukur dan peta
kerja hasil deliniasi yang telah ditandatangai oleh Petugas Ukur atau oleh
Surveyor Kadaster Berlisensi.
 Gambar ukur yang dihasilkan dengan cara pengukuran teristris dan atau
pengamatan satelit yang data ukurannya dalam bentuk digital (GPS, dll ),
terdiri dari formulir gambar ukur dan print out hasil hitungan dan hasil
plotting bidang tanah.
 Gambar Ukur hasil dari kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang tanah
sistematis lengkap harus dilengkapi dengan tanda tangan dari pemilik/kuasa
sebagai penunjuk batas dan/atau diketahui oleh aparat Desa/Kelurahan untuk
memenuhi azas persetujuan batas sebelah menyebelah (Keagrariaan, 2016).

ARYA BAKRI 7
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Gambar 4. Gambar Ukur

F. Catatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melakukan pengukuran, adalah :
1. Pilihlah metode pengukuran yang sesuai dengan mempertimbangkan kondisi
lapangan, topografi, luas bidang tanah, peralatan ukur dan waktu pelaksanaan
pekerjaan serta mempertimbangkan metode hitungan luas yang akan digunakan.
Namun tidak diperkenankan menggunakan metode pengukuran terestris secara
offset (yaitu untuk metode siku-siku dan metode interpolasi) dengan alasan tidak
memenuhi ketelitian yang diharapkan.
2. Pengukuran bidang tanah pada prinsipnya dilaksanakan dalam sistem koordinat
nasional (TM-3). Apabila tidak memungkinkan sementara dapat dilaksanakan
dengan menggunakan sistem koordinat lokal yang kemudian harus
ditransformasikan ke dalam sistem koordinat nasional. Di Indonesia sistem
proyeksi TM 3⁰ biasa digunakan dan diberlakukan oleh instansi Kementerian
Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional. Sistem koordinat TM 3⁰
merupakan kepanjangan dari Transverse Mercator dengan lebar zone 3⁰. Sistem
koordinat TM3 memiliki ketentuan – ketentuan seperti berikut :
 Meridian sentral terletak 1,5 derajat di timur dan barat meridian sentral zone
Universal Transverse Mercator yang bersangkutan.
 Besaran faktor skala di meridian sentral adalah 0,9999
 Titik nol semu memiliki koordinat : X = 200.000 m barat dan Y = 1.500.000
m selatan.

ARYA BAKRI 8
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

 Model matematis bumi yang digunakan sebagai referensi adalah spheroid


pada datum WGS-1984 dengan parameter sebagai berikut: a = 6.378.137
meter f= 1/ 298,25722357. Berikut adalah tampilan secara visual pembagian
zona TM 3⁰ di Indonesia seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Koordinat TM-3


Sumber :http://kaliath.blogspot.com[5]

3. Hasil pengambilan data ukuran bidang tanah harus dicatat pada gambar ukur,
dimana data ukuran harus dapat menggambarkan bidang-bidang tanah secara
utuh, artinya setiap bidang tanah dapat dipetakan sesuai bentuk dan ukurannya
di lapangan serta dapat direkontruksi kembali bila sewaktu-waktu diperlukan
untuk pengembalian batas.
4. Tidak diperkenankan memaksakan mengukur bidang tanah dengan suatu data
perkiraan, harus diambil data ukuran yang pasti sesuai dengan metode
pengukuran yang dipilih.
5. Ambillah data ukuran lebih yang dapat digunakan sebagai kontrol hitungan.
6. Ikatkanlah bidang tanah yang diukur pada titik ikat / titik dasar teknik yang
terletak di sekitarnya.
7. Setiap pengukuran bidang tanah harus dibuatkan gambar ukurnya.
8. Setiap gambar ukur dibuatkan nomor gambar ukurnya dengan nomor urut dalam
DI 302.
9. Dalam gambar ukur dicantumkan Nomor Identifikasi Bidang Tanah (NIB) dan
apabila diperlukan simbol-simbol kartografi.

ARYA BAKRI 9
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

10. Gambar ukur dapat dibuat pada formulir daftar isian, peta foto/peta garis, blow
up foto udara atau citra lainnya.
11. Catat pada formulir ( DI 107 / DI 103) atau rekam pada card memory data ukuran
lapangan tanpa saudara memanipulasinya.
12. Jika pengukuran bidang tanah dengan menggunakan metode teretris dengan alat
ukur meetband, maka sket bidang tanah dan data ukuran panjangan langsung
dituliskan pada gambar ukur. Jika pengukuran bidang tanah dengan
menggunakan metode terestris dengan alat ukur theodolite dan meetband atau
EDM, maka data ukuran dituliskan pada formulir / daftar isian (D I 103).
13. Jika pengukuran bidang tanah dengan menggunakan metode terestris dengan alat
ukur total station, maka data ukuran direkam pada card memory dan dibuatkan
backup file serta print out-nya.
14. Jika pengukuran bidang tanah dengan menggunakan metode fotogramteris,
maka data ukuran dicatat pada peta foto/blow up foto udara yang batas-batas
bidang tanahnya telah dikartir.
15. Jika pengukuran bidang tanah dengan menggunakan metode pengamatan GPS,
maka data ukuran direkam pada card memory dan dibuatkan backup file & print
out-nya dengan melengkapi deskripsi lokasi pada formulir daftar isian (GU).

G. MELAKUKAN PENGUKURAN KAPLING/PERSIL CARA TERESTRIS


Dalam melakukan pengukuran kapling/persilan cara teretris biasanya
menggunakan beberapa metode, yaitu:

1. Metode Trilaterasi
Metoda ini pada prinsipnya mengikatkan titik detail / titik batas dari 2 (dua) titik
tetap yang sudah ada sehingga bidang tanah dapat digambarkan dengan baik dan
benar.
Contoh :
Pada gambar 6 titik A dan B adalah titik-titik tetap yang sudah ada, seperti titik
dasar teknik, titik dasar teknik perapatan atau benda tetap lainnya seperti tiang
listrik, telepon dan sebagainya yang sudah dipetakan dalam peta dasar tehnik
atau dalam peta pendaftaran dan kondisinya di lapangan secara teknis masih
memenuhi syarat.

ARYA BAKRI 10
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Gambar 6. Pengukuran cara Trilaterasi

2. Metoda Polar
Metoda ini paling banyak digunakan dalam praktek, terutama untuk pengukuran
bidang tanah/detail yang cukup luas ataupun detail yang tidak beraturan
bentuknya. Sesuai dengan alat yang digunakan, dalam menentukan titik dengan
metoda polar dapat dilakukan dengan cara :
a) Azimuth dan Jarak
Pengukuran azimuth titik detail dilakukan dari titik dasar teknik yang telah
ada dan telah diketahui koordinatnya. Apabila detail yang akan diukur tidak
tersedia titik dasar tekniknya maka harus dibuatkan minimal 2 (dua) buah titik
dasar teknik sebagai titik ikat. Apabila lokasi yang akan diukur mencakup
wilayah yang agak luas atau detail bidang tanahnya sulit diidentifikasi dari
titik dasar tehnik, maka dibuat berupa poligon bantu yang diikatkan pada titik
dasar teknik yang ada. Pengukuran jarak mendatar dilakukan dengan
menggunakan pita ukur atau EDM. Jarak dibaca minimal 2 kali. Pengukuran
azimuth dilakukan 2 (dua) seri biasa dan luar biasa.
Contoh :
Pada gambar 7. garis -------- adalah garis-garis poligon yang diikatkan pada
titik dasar tehnik (A dan B) dan garis _______ merupakan garis pengukuran
detail berupa data azimuth, sedangkan jarak detail dan detail yang tidak
dapat diamati dengan alat optis diukur dengan pita ukur.

ARYA BAKRI 11
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Gambar 7. Pengukuran cara Polar dengan menggunakan


titik Azimuth dan Jarak

b) Sudut dan Jarak


Metoda ini sama dengan pengukuran azimuth dan jarak, hanya data yang
didapat berupa sudut titik-titik detail yang diukur dari titik dasar teknik
ataupun dari titik poligon bantu (titik perapatan) yang telah diketahui
koordinatnya. Sedangkan pengukuran jarak datar dan pengukuran detail yang
tidak dapat diamati dilakukan dengan pita ukur atau EDM. Detail bangunan
yang ingin digambarkan pada peta dilaksanakan dengan cara teretris.
Pengukuran jarak mendatar dilakukan dengan menggunakan pita ukur atau
EDM. Jarak dibaca minimal 2 kali. Pengukuran sudut dilakukan 2 (dua) seri
biasa dan luar biasa.
Contoh :
Pada gambar 8 garis --------- adalah garis-garis poligon yang diikatkan pada
titik dasar tehnik (A dan B) dan garis ______ merupakan garis pengukuran
detail berupa data azimuth, sedangkan jarak detail dan detail yang tidak dapat
diamati dengan alat optis diukur dengan pita ukur.

ARYA BAKRI 12
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Gambar 8. Pengukuran cara Polar dengan menggunakan Sudut dan Jarak

3. Gabungan Metoda
Untuk mempermudah pengukuran, perhitungan dan penggambaran data detail
yang diukur harus memperhatikan berbagai metoda dimaksud. Untuk daerah
yang luas dimana bidang tanahnya saling berbatasan dengan bentuk yang tidak
teratur, metoda-metoda di atas sering harus digunakan bersama-sama [6].

Daftar Pustaka.
[1] A. Syaifullah And Kusmiarto, “Survey Kadastral, Mkb-6/3 Sks/ Modul I -
Ix,” 2014.
[2] P. P. No. 24 Th 1997, Peraturan Pemerintah Ri No. 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah. 1997.
[3] A. L. N. Bambang Sudarsono., “Pengukuran Dan Pemetaan Kadastral
Dengan Metode Identifikasi Peta Foto,” Teknik, Vol. 29, No. 1, Pp. 67–72,
2008.
[4] D. J. I. Keagrariaan, “Petunjuk Teknis Pengukuran Dan Pemetaan Bidang
Tanah Sistematik Lengkap,” 2016.
[5] B. Santosa, “Sistem Proyeksi Tm30 & Utm,” Http://Kaliath.Blogspot.Com/,
2013. .
[6] B. P. Nasional, “Buku Pegangan Juru Ukur,” 2011.
[7] Suryana, “Pengukuran Tanah Pada Konstruksi,”
Http://Www.VEDCmalang.Com/PPPPTKboemlg/Index.Php/Departemen-
Bangunan-30/888 setting-Out, 2015. .
[8] R. Sasongko, “Survey Rekayasa Konstruksi (Vol. 1),” In Survey Rekayasa
Konstruksi, 2018, P. Penerbitan Polinema.
[9] Khairul, “K3 Pekerjaaan Tanah,”
Http://Khairulamna.Blogspot.Com/2012/09/K3-Pekerjaan-
Tanah_1859.Html, 2012. .

ARYA BAKRI 13
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

SURVEI TERESTRIS GEOMATIKA


Kelas XII Semester 5 dan 6

Modul 12.
PENGUKURAN TANAH UNTUK PEKERJAAN KONSTRUKSI

A. Tujuan :
1) Pada modul ini akan dipelajari pengertian prinsip-prinsip pengukuran tanah
untuk pekerjaan konstruksi dengan menggunakan alat ukur sederhana, prinsip-
prinsip pengukuran tanah untuk pekerjaan konstruksi dengan menggunakan
alat ukur optis, prosedur keselamatan kerja pada pekerjaan pengukuran
konstruksi tanah dan menyajikan hasil proses pengukuran tanah untuk
pekerjaan konstruksi.
2) Kompetensi dasar yang diharapkan adalah agar siswa dapat memahami,
mengidentifikasi dan mempu melakukan pekerjaan pengukuran konstruksi
tanah dan menyajikan hasil proses pengukuran tanah untuk pekerjaan
konstruksi.

B. Glosarium
Beberapa pengertian yang ada kaitannya dengan pengukuran kapling dan pemetaan
kadastral, seperti:
No Item Defenisi
1 Garis Sempadan Garis batas luar pengaman yang ditetapkan
(Rooi) dalam mendirikan bangunan dan atau pagar
yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan
as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi
sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi
situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel
kereta api, dan jaringan tenaga listrik.
2 Datum Geodetik Sekumpulan parameter yang mendefinisikan
suatu system koordinat dan menyatakan
posisinya terhadap permukaan bumi.

ARYA BAKRI 14
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Pendapat ini dikenal sebagai Terrestrial


Reference System (TRS).
3 Datum Surveyor Sekumpulan titik-titik kontrol yang hubungan
geometrisnya diketahui baik melalui
pengukuran maupun hitungan. Pendapat
kedua ini lebih mengarah kepada realisasi
datum dan dikenal dengan sebutan Terrestrial
Reference Framework (TRF).
4 Papan Referensi Tanda referensi bangunan dibuat dari kayu
Elevasi dengan ukuran lebar minimum 150 mm dan
tebal 20 mm, sebagai referensi elevasi
bangunan sama dengan datum utama, kecuali
ditentukan lain.
5 Benchmark (BM) Titik tetap yang diketahui ketinggiannya
terhadap suatu bidang referensi tertentu.
Bentuk dari BM ini terbuat dari pilar beton
dengan tanda diatas atau disamping sebagai
titik ketinggiannya. Misal : BM BPN, BM
Pemkot, dll.
6 Pematokan (Setting Memindahkan atau mentransfer titik-titik
Out/Stake Out) yang ada dipeta perencanaan kelapangan
(permukaan bumi).

C. PENGUKURAN TANAH UNTUK PEKERJAAN KONSTRUKSI


Pengukuran tanah untuk pekerjaan konstruksi erat hubungannya dengan pekerjaan
pematokan (setting out/stake out) sebagai pekerjaan tahap awal dalam pelaksanaan
pekerjaan konstruksi. Sebelum melaksanakan pengukuran dan pematokan juru ukur
perlu menyiapkan dokumen gambar kerja, seperti: gambar rencana, gambar denah
ruang dan gambar denah pondasi. Pada pengukuran dan pematokan konstruksi
bangunan gedung dan kavling perumahan dengan bentuk ruang siku siku dapat
dipergunakan 2 (dua) cara yaitu:

ARYA BAKRI 15
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

1. Menggunakan alat ukur sederhana, yaitu dengan cara menerapkan


rumus Phytagoras untuk menghitung panjang sisi segitiga. Pada umumnya
untuk membuat kesikuan gedung di lapangan menggunakan perbandingan sisi
segitiga dengan ukuran sisi segitiga, 3 m: 4 m : 5 m, atau 6 m: 8 m : 10 m, dan
sebagainya. Cara ini biasanya menggunakan alat ukur jarak datar seperti pita
ukur baja panjang 30 m atau 50 m dengan ketelitian bacaan mm.
2. Menggunakan alat ukur Optis. Selain cara sederhana pada pengukuran dan
pematokan dapat juga menerapkan sistem koordinat, alat yang digunakan pada
cara ini adalah teodolit manual, teodolit digital atau teodolit total station (TS)
dengan ketelitian bacaan sudut hingga satuan detik (1”). Pada pelaksanaan
sistem ini, juru ukur dapat melakukan pekerjaan pengukuran dan pematokan
titik-titik as sesuai data ukuran yang ada pada gambar denah ruang yang sudah
dihitung jarak dan sudut datarnya, dengan sekali berdiri teodolit pada patok
tetap sebagai referensi dapat melaksanakan pengukuran dan pematokan semua
titik as gedung sesuai kemampuan jarak bidik minimum dan maksimum
teodolit [7].

D. PRINSIP-PRINSIP DALAM PEKERJAAN PENGUKURAN TANAH


KONSTRUKSI.
Secara umum ruang lingkup keperluan untuk surveying/pengukuran terretris dalam
pekerjaan konstruksi dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Pengukuran untuk perencanaan
Sasaran dari pengukuran ini adalah pembuatan peta perencanaan (peta teknis)
seperti: peta situasi, peta topografi skala besar.
2. Pengukuran untuk pelaksanaan
Pada pekerjaan ini dilakukan pemasangan tanda dan pematokan di lapangan
sesuai dengan posisi yang ada pada gambar perencanaan (Staking out), seperti:
pematokan as jalan, batas kavlingan, titik kolom bangunan, dan lain-lain.
3. Pengukuran untuk kontrol/monitoring
Pada pengukuran ini dilakukan pekerjaan pengecekan dengan melakukan
pengukuran ulang terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan konstruksi, untuk

ARYA BAKRI 16
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

selanjutnya dibandingkan dengan rencana gambar konstruksi seperti: peta


elevasi jalan, peta dasar saluran, peta lantai bangunan dan lainnya [8].
Siklus Kegiatan Konstruksi: Pra Konstruksi, Konstruksi, Pasca Konstruksi,
Operasional dan Pembongkaran.
Dalam proses pelaksanaan pengukuran/pematokan (staking out) termasuk
pekerjaan surveyor sangat perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
1. Pemeriksaan dan Pematokan Batas Lahan
Hal ini mendasari dan memastikan bahwa lahan yang dilaksanakan adalah sesuai
dengan lokasi yang disebutkan dalam kontrak dan Sertifikat Tanah yang dimiliki
oleh Owner. Karena semua acuan perletakan bangunan dan infrastrukturnya,
harus mengacu pada batas-batas lahan yang benar. pastikan bahwa patok batas
lahan, pada tiap sudut perimeter lahan sesuai dengan data Badan Pertanahan
Nasional — jika belum ada patok dari BPN, sebaiknya diminta pihak BPN atau
pengelola kawasan untuk memasang patok-patok batas lahan yang sesuai dengan
data mereka.
2. Garis Sempadan (Rooi)
Pada pekerjaan pengukuran dan pematokan garis sempadan (Rooi) bangunan
dan titik tetap (benchmark) harus sesuai persyaratan yang ditentukan
dan bekerjasama dengan instansi yang terkait, pada awal pekerjaan pengukuran
dan pematokan.
3. Pengukuran Site plan (peta situasi)
Kontraktor harus memulai pekerjaan berpedoman pada as utama dan as referensi
seperti yang terlihat pada rencana tapak dan bertanggung jawab penuh atas hasil
pengukuran. Kontraktor harus menyediakan material, alat dan tenaga kerja,
termasuk juru ukur yang berpengalaman, dan setiap saat diperlukan harus siap
mengadakan pengukuran ulang. Kontraktor harus bertanggung jawab untuk
melindungi dan memelihara patok tetap utama selama pekerjaan pembangunan.
Kontraktor bertanggung jawab untuk memelihara patok sekunder dilapangan
dengan jumlah dan posisi sesuai pengarahan pengawas.

ARYA BAKRI 17
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

E. LAPORAN HASIL PENGUKURAN KONSTRUKSI


Tahapan-tahapan pengukuran dan pengukuran yang harus dilakukan oleh juru ukur
dalam menerapkan sistem ini adalah sebagai berikut:
- Meginterpretasi data dan informasi yang disajikan pada gambar kerja (gambar
site plan, denah ruang dan pondasi).
- Menghitung jarak datar dan sudut datar setiap as gedung sesuai gambar kerja.
- Menyajikan hasil hitungan dalam bentuk tabel.
- Menentukan garis sempadan ( Rooi ) bangunan sesuai gambar rencana (site plan)
- Menentukan basis ukur sebagai pedoman pengukuran jarak dan sudut datar .
- Menentukan setiap as bangunan gedung sesuai jarak dan sudut datar yang telah
dihitung.
- Mengontrol kesikuan dan jarak datar sesuai data ukuran yang tersedia pada
gambar denah ruang dan pondasi
- Menghitung kebutuhan bahan konstruksi bowplank.
- Memasang patok bowplank menerus sesuai bentuk dan ukuran gedung
- Menentukan peil lantai ( ± 0.00 )
- Memindah as ukuran gedung pada konstruksi bowplank
- Mengontrol kesikuan dan jarak sesuai denah ruang dan pondasi

F. PERHITUNGAN JARAK DAN SUDUT DATAR AS GEDUNG


Pada pelaksanaan pengukuran dan pematokan sistem koordinat, perhitungan jarak
dan besaran sudut datar sisi miring setiap as gedung berdasarkan data dan informasi
yang disajikan pada gambar denah ruang dan pondasi harus dihitung terlebih dahulu
dengan menggunakan kalkulator atau komputer dengan aplikasi excel.
Proses perhitungan harus dilaksanakan minimum dua kali agar menghasilkan
data ukuran jarak dan sudut datar yang akurat, hasil hitungan jarak dan sudut datar
disajikan mulai besaran sudut datar terkecil sampai dengan besaran sudut datar
terbesar sesuai putaran teodolit searah jarum jam dalam bentuk tabel agar
memudahkan dalam pelaksanaan pengukuran dan pematokan. jika hasil hitungan
dan penyajian jarak dan sudut datar pada tabel salah maka akan mengakibatkan
kesalahan juga pada hasil pelaksanaan pengukuran dan pematokan.

ARYA BAKRI 18
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Pada setiap titik as gedung diberi notasi angka sesuai gambar denah ruang dan
pondasi dan buatlah garis ukur dari titik tempat berdiri teodolit kesetiap titik as
gedung. Tulislah data dan spesifikasi kalkulator atau komputer yang dipergunakan
pada tabel dan lakukan pengontrolan hasil perhitungan akhir sebelum data hitungan
dipergunakan pada pekerjaan pematokan.
Cara Kerja
a. Buatlah arah garis ukur dari titik tempat berdiri teodolit ( PT ) ke setiap titik
as gedung 1,2,3…dst, lihat gambar di bawah
b. Berilah notasi angka pada setiap tiik as gedung sesuai putaran besaran sudut
pada gambar denah ruang dan pondasi lihat gambar 1 di bawah

 Hitunglah besaran sudut datar setiap titik as gedung dengan menggunakan


rumus trigonometri:
tan α = sin = AB
cos = BC
contoh hitungan : lihat gambar 1.
tan α TP – 1 = 3 = 0,272 = 15,255 = 1515’18.43”
11

ARYA BAKRI 19
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Jadi besar sudut datar TP-1= 1515’18.43”


 Dengan cara yang sama, hitunglah jarak dan besaran sudut datar semua titik
as gedung sesuai gambar denah pondasi dan ruang.
 Sajikan hasil hitungan jarak dan besaran sudut datar semua titik as gedung
sesuai gambar denah pondasi dan ruang dalam bentuk tabel lihat contoh
tabel di bawah.

Tabel Perhitungan Titik As Gedung

Nama :
Nama Proyek :
No. Kalkulator/Komputer :
No.Teodolit :
No.PPD :
No. No. Besaran Sudut Jarak Keterangan
Tempat Target datar ( ) Sisi Miring
Pesawat (m)
TP T 0° 0´0" Garis Ukur
Referensi
1 15° 15´18.43" 11,401 Patok Bowplank
2 ……………. ……………. As Gedung
5 ……………. ……………. Patok Bowplank
3 ……………. ……………. As Gedung
6 ……………. ……………. As Gedung
dst ……………. ……………. dst

G. PELAKSANAAN KESELAMATAN KERJA PADA PEKERJAAN


PENGUKURAN KONSTRUKSI TANAH.
Dasar Hukum pelaksanaan K3 terdapat dalam Undang-undang K3, seperti:
1. Undang-undang no. 1 tahun 1970, terdiri dari:
- Pasal 1 tentang istilah-istilah dalam keselamatan kerja
- Pasal 2 tentang ruang lingkup dalam keselamatan kerja
- Pasal 3 dan pasal 4 tentang syarat-syarat keselamatan keja
- Pasal 5,6,7,8,9 tentang pengawasan dalam keselamatan kerja
- Pasal 10 tentang panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja
- Pasal 11 tentang kecelakaan dalam tempat kerja

ARYA BAKRI 20
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

- Pasal 12 tentang kewajiban dan hak tenaga kerja


- Pasal 13 tentang kewajiban memasuki tempat kerja
- Pasal 14 tentang kewajiban pengurus K3
- Pasal 15,16,17,18 tentang ketentuan-ketentuan penutup
2. Standar Operasional K3
- Pakaian kerja yang digunakan tidak seperti pakaian karyawan kantor
- Sepatu kerja yang dipakai terbuat dari sol yang tebal supaya bebas
berjalan dimana-mana tanpa terluka
- Menggunakan sarung tangan
- Menggunakan helm sebagai pelindung kepala
- Masker digunakan sebagai pelindung pernapasan
- Tangga digunakan untuk memanjat

H. Karakteristik Kegiatan Proyek Konstruksi


1. Bersifat sangat kompleks,multi disiplin ilmu dan gaya seni arsitektur
2. Mengakibatkan banyak tenaga kerja kasar dan berpendidikan relatif
rendah
3. Masa kerja terbatas
4. Intensitas kerja yang tinggi
5. Menggunakan peralatan kerja beragam dan berpotensi bahaya

Pihak-pihak Yang Memiliki Peran Dalam Pemenuhan Syarat K3


· PEMILIK
· KONSULTAN
· KONTRAKTOR
· PENGELOLA

Sasaran K3
Untuk menjamin dan meningkatkan keamanan total dari ancaman Resiko bahaya
yaitu dengan cara
· —Life Safety
· —Property Safety

ARYA BAKRI 21
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

· —Environmental Safety
Mengingat kegiatan konstruksi yang sangat kompleks, karenanya untuk mencapai
sasaran K3 dibutuhkan Sistem Manajemen Konstruksi Yang Terintegrasi.
Permasalahan yang ada
Masalah Keselamatan dan kesehatan krja (K3) konstruksi secara umum di
indonesia masih terabaikan karena :
- Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan dan kesehatan
kerja konstruksi
- Pemahaman dan ketaatan terhadap ketentuan K3 masih kurang
- Kelalaian pelaksana dan lemahnya pengawasan
- Rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah
- Masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan
beban biaya perusahaan
- Tidak dilibatkannya tenaga ahli/tenaga trampil di bidang konstruksi maupun
ahli K3 dalam pelaksanaan konstruksi
- Belum adanya komitmen dari manajemen puncak di setiap
kegiatan/pelaksanaan konstruksi, sehingga SMK3 konstruksi tidak
diterapkan dengan sepenuhnya [9]
Potensi Sumber Bahaya
a. Pekerja tertimbun longsoran
· Kondisi tanah : geologis, topografis, jenis tanah,lereng galian
· Pengaruh air : air tanah, air permukaan, sumber air, piping, dll
· Alat berat/kendaraan yang digunakan : beban, getaran
b. Pekerja tenggelam/ terkena banjir
c. Pekerja terkena sengatan aliran listrik
d. Pekerja menghirup gas beracun
e. Pekerja menghirup debu/kotoran
f. Pekerja tertimpa alat kerja/material
g. Pekerja terjatuh ke dalam galian

ARYA BAKRI 22
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Daftar Pustaka
[6] B. P. Nasional, “Buku Pegangan Juru Ukur,” 2011.
[7] Suryana, “Pengukuran Tanah Pada Konstruksi,”
Http://Www.Vedcmalang.Com/Pppptkboemlg/Index.Php/Departemen-
Bangunan-30/888setting-Out, 2015.
[8] R. Sasongko, “Survey Rekayasa Konstruksi (Vol. 1),” In Survey Rekayasa
Konstruksi, 2018. Penerbitan Polinema.
[9] Khairul, “K3 Pekerjaaan Tanah,”
Http://Khairulamna.Blogspot.Com/2012/09/K3-Pekerjaan-
Tanah_1859.Html, 2012. .

ARYA BAKRI 23
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

SURVEI TERESTRIS GEOMATIKA


Kelas XII Semester 5 dan 6

Modul 13.
PENGUKURAN JALAN

A. Tujuan :
1) Pada modul ini akan dipelajari tahapan analisis pengukuran jalan, dan
identifikasi kebutuhan data untuk pekerjaan pengukuran jalan.
2) Kompetensi dasar yang diharapkan adalah agar siswa dapat memahami, dan
melakukan pekerjaan pengukuran jalan sesuai dengan prosedur pekerjaannya.

B. Glosarium
Beberapa pengertian yang ada kaitannya dengan pengukuran kapling dan pemetaan
kadastral, seperti:
No Item Defenisi
1 Trase Jalan Sumbu jalan yaitu berupa garis-garis lurus saling
berhubungan yang terdapat pada peta topografi suatu
muka tanah dalam perencanaan jalan baru.
2 Topografi bentuk permukaan tanah yang menyuguhkan relief
permukaan, model tiga dimensi, dan identifikasi jenis
lahan.
3 Tata guna rencana pemanfaatan lahan dan penataan lahan yang
lahan :
dilakukan sesuai dengan kodisi eksisting alam.
4 Stationing penempatan lokasi dalam menentukan titik lintasan
suatu trase.

C. Pendahuluan
Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat tiga tujuan utama, yaitu:
- Memberikan keamanan dan kenyamanan : seperti jarak pandangan, ruang
yang cukup untuk manuver kendaraan dan koefisien gesek permukaan yang
pantas.

ARYA BAKRI 24
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

- Menjamin perancangan secara ekonomis


- Memberikan keseragaman geometrik jalan sehubungan dengan jenis medan
(terrain)

Dalam pengukuran topografi terestris yang dilakukan untuk pekerjaan perencanaan


jalan meliputi:
 Tahap persiapan (personil, bahan atau alat, dan adminitrasi).
 Tahap survey atau pengukuran (survey pendahuluan dan survey detail).
 Tahap pengolahan data.
 Tahap penggambaran.

D. Proses tahapan pengukuran untuk pekerjaan jalan dan jembatan


Pengukuran untuk pekerjaan pelaksanaan jalan bersifat pengukuran Stake Out,
yaitu pengukuran yang dilakukan untuk mengimplementasikan gambar rencana
(design drawing) dengan kondisi lapangan sebenarnya, dengan bantuan titik titik
tetap yang ada di lapangan dari hasil pengukuran sebelumnya. Pengukuran Stake
Out antara lain bertujuan untuk menentukan Center Line, penentuan batas row,
pembebasan lahan, pengukuran untuk pembuatan shop drawing, maupun
pengukuran untuk monitoring pelaksanaan kontruksi. Sedangkan pengukuran
Stake Out untuk pelaksanaan jembatan meliputi, pengukuran Stake Out untuk
Center Line, Stake Out posisi Abutment dan Pier Jembatan, dan pengukuran
Stake Out untuk monitoring pelaksanaan kontruksi.
a. Suvey Awal
Survey pendahuluan (reconnaissance) dilakukan untuk mengetahui secara
faktual kondisi rencana trase jalan yang telah di buat. Peralatan dan bahan
yang diperlukan antara lain peta rencana trase jalan diatas peta topografi skala
1 : 50.000 atau skala 1 : 25.000, GPS navigasi, heling meter/ clinometers,
kompas, formulir survey dan calculator, GPS navigasi dan kompas berfungsi
untuk penentuaan prosentase kemiringan vertical pada as rencana. Jika trase
rencana yang telah dibuat tidak memungkinkan diterapkan dilapangan maka
dilakukan pemilihan alternatif trase jalan.

ARYA BAKRI 25
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Pekerjaan pengukuran dimulai dengan melakukan pengukuran situasi, yaitu


melakukan penggambaran kondisi lapangan terkait posisi horisontal
(koordinat x,y) dan posisi vertikal/elevasi (z) dengan bantuan menggunakan
alat ukur seperti Waterpass, Theodolith, GPS tipe navigasi untuk keperluan
survey pendahuluan dan alat GPS tipe geodetic untuk pengukuran titik-titik
ikat (BM). Pekerjaan dalam pengukuran situasi jalan, meliputi:

b. Pemasangan Bench Mark (BM)


Sebelum dilakukan pengukuran, dilakukan pemasangan patok sebagai sarana
penyimpan informasi koordinat hasil pengukuran. Monument pengukuran
jalan dan jembatan berupa bench mark (BM), patok CP (concrete point) dan
patok kayu pengukuran. Bench mark (BM) di pasang di sepanjang ruas jalan
yang di ukur pada setiap interval jarak ± 1 KM. Di setiap pemasangan BM
harus disertai pemasangan patok CP. Sebagai pasangan untuk mendapatkan
azimuth pada pekerjaan stake out tahap pelaksanaan. Pemasangan BM untuk
jalan exsisting sebaiknya di pasang di kiri jalan dan CP di kanan jalan searah
dengan jalur pengukuran dengan posisi saling tampak satu sama lain.
Pemasangan patok kayu dilakukan di setiap interval 50 m pada jalur yang
lurus dan datar serta setiap 25 m pada jalur yang berbelok/ perbukitan pada
sisi jalan yang sama. Pada daerah tertentu yang tidak bisa dipasang patok
kayu bisa diganti dengan pemasangan paku payung dengan di tandai cat
sekitarnya dan di beri nomor sesuai urutannya untuk memudahkan pencarian
patok, sebaiknya pada daerah sekitarnya diberi tanda khusus.

c. Pengukuran Kerangka Kontrol Vertical (KKV)


Mengukur membuat kerangka poligon sebagai batas dan referensi koordinat
maupun ketinggian/ elevasi. Pengukuran kerangka control vertical dilakukan
dengan metode sifat datar disepanjang trase jalan melewati BM, CP dan
semua patok kayu. Mengukur titik-titik detail di sekitar titik-titik poligon/
batas poligon, dengan referensi berdasar titik poligon tersebut yang telah
diketahui koordinat maupun ketinggiannya menggunakan metode tachimetri
sehingga di dapat data koordinat, ketinggian/ elevasi dari titik-titik detail

ARYA BAKRI 26
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

tersebut. Pengukuran sifat datar dilakukan pergi pulang secara kring pada
setiap seksi. Panjang seksi ±1 – 2 km dengan persyaratan (toleransi) ketelitian
≤ (kurang dari atau sama dengan) 10 mm √D, dimana D adalah jumlah jarak
dalam km. Elevasi titik referensi yang digunakan sebagai elevasi awal harus
dihitung dari tinggi MSL (muka air laut rata-rata). Pengukuran sifat datar
harus menggunakan alat sifat datar otomatis atau yang sederajat dengan
deviasi standar ketelitian pengukuran alat per 1 km pergi pulang ketelitiannya
≤ 5 mm, pembacaan rambu harus dilakukan pada tiga benang yaitu benang
atas, benang bawah, benang tengah. Untuk control bacaan, rambu ukur harus
dilengkapi nivo kotak untuk pengecekan vertical rambu.

 4. Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal (KKH)

Pengukuran titik-titik control horizontal dilakukan untuk merapatkan titik-titik


control horizontal yang ada di sekitar lokasi proyek. Titik-titik koordinat yang di
pakai sebagai control horizontal tersebut di anjurkan dalam system koordinat
nasional dengan system proyeksi yang di gunakan adalah UTM (Universal
Transverse Mecator) dengan pertimbangan bahwa pengukuran topografi bidang
jalan bersifat memanjang. Pengukuran titik-titik control horizontal dilakukan
dengan metode polygon terbuka terikat sempurna atau dengan polygon tertutup.
Pengukuran polygon horizontal meliputi pengukuran sudut tiap titik polygon,
pengukuran jarak tiap sisi polygon dengan azimuth.

 5. Pengukuran Penampang Memanjang

Pengukuran penampang memanjang dalam pelaksanaannya dilakukan bersamaan


dengan pengukuran sifat datar atau pengukuran penampang melintang.
Pengambilan data penampang memanjang dilakukan dengan setiap perubahan
muka tanah dan sesuai dengan kerapatan detail yang ada sepanjang trase.
Pembacaan rambu harus dilakukan pada tiga benang yaitu: benang atas, benang
bawah, dan benang tengah.

 6. Pengukuran Penampang Melintang

Pengukuran penampang melintang ruas jalan dilakukan alat sifat datar pada daerah
datar dan terbuka, tetapi pada daerah dengan topografi bergelombang sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan teodolit kompas dengan ketelitian bacaan 20”.
Pengukuran penampang melintang ruas jalan dilakukan harus tegak lurus dengan
ruas jalan. Pengambilan data dilakukan pada tiap perubahan muka tanah dan sesuai
dengan kerapatan detail yang ada dengan mempertimbangkan factor skala peta
yang dihasilkan dan tingkat kepentingan data yang akan ditonjolkan.

ARYA BAKRI 27
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Sketsa penampang melintang tidak boleh terbalik antara sisi kanan dengan sisi kiri.
Untuk mempermudah pengecekan, pada masing-masing sisi koridor diberi notasi
yang berbeda, misalnya koridor sebelah kiri dari center line jalan diberi notasi
alphabetic dan untuk koridor sebelah kanan di beri notasi numbers. Pengukuran
penampang melintang dilakukan dengan persyaratan: kondisi datar, landai dan
lurus dilakukan pada interval tiap 50 m dengan lebar koridor 75 m ke kiri dan 75 m
ke kanan AS trase jalan.

 7. Pengukuran dengan Titik Ikat Referensi

Pengukuran kerangka control horizontal diikatkan pada titik-titik referensi


horizontal exsisting yang ada. Informasi keberadaan posisi/ lokasi titik ikat tersebut
dapat dicari dari institusi yang terkait antara BAKOSURTANAL, BPN, atau dari
hasil pengukuran proyek sebelumnya. Pengukuran penampang memanjang jalan,
pengukuran melintang jalan, pengukuran penampang melintang sungai dan
pengukuran situasi. Persiapan dan survey pendahuluan sama seperti pada pekerjaan
pengukuran jalan.

 8. Pengukuran Penampang Melintang Sungai

Koridor pengukuran kearah hulu dan hilir masing-masing 125 m dari as rencana
jembatan pengukuran kedalaman sungai dilakukan dengan menggunakan rambu
ukur atau bandul zonding jika kedalaman air kurang dari 5 m dan arus tidak deras,
jika arus deras dan kedalaman lebih dari 5 m pengukuran dilakukan dengan alat
echosounder.

 9. Pengukuran Situasi

Pengukuran situasi dilakukan dengan menggunakan electronic total station (ets)


atau dengan alat ukur teodolit dengan ketelitian bacaan ≤ 20”. Data yang diukur
mencakup semua obyek bentukan alam dan buatan manusia yang ada disekitar
rencana jembatan. Pada pengukuran situasi tersebut, pengambilan titik ukur harus
detail/ rapat. Hal ini karena pada lokasi disekitar rencana jembatan akan
dilapangkan. Selain itu pada lokasi-lokasi tersebut biasanya akan dilakukan desain-
desain yang bersifat khusus.

 10. Pengukuran Pelaksanaan Jalan

Pengukuran pelaksanaan jalan bertujuan untuk mengimplementasikan gambar


rencana (design drawing) di lapangan. Sesuai dengan tujuannya, maka
implementasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan center line, pembuatan
shop drawing, rencana pembebasan lahan, dan monitoring pelaksanakan pekerjaan.
Pengukuran untuk kegiatan pelaksanaan dilakukan dengan cara stake out, yaitu
meletakan posisi-posisi detail dari gambar rencana kedalam posisi sebenarnya di
lapangan dengan dibantu oleh koordinat-koordinat yang ada di lapangan.

 11. Pengukuran Stake Out Untuk Center Line

ARYA BAKRI 28
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Pengukuran Stake Out untuk penentuan center line merupakan stake out bersifat
garis, baik berupa garis lengkung maupun garis lurus. Stake out bersifat garis lurus
dilakukan terhadap center line pada jalan yang lurus. Stake out dilakukan setiap
interval 50 m. Üntuk stake out yang bersifat lengkung dilakukan setiap tikungan
jalan.

Dimana posisi yang akan di stake out antara lain: PI (point intersection), TC (target
circle) CT (circle tangent), untuk tikungan bentuk full circle: TS (tangent spiral),
SC (spiral circle), CS (circle spiral), ST (spiral tangent) untuk tikungan bentuk
spiral – circle – spiral. Jarak dari titik diatas sudah terdapat dalam rencana (design
drawing). Alat ukur yang digunakan adalah teodolit/ EDM/ ETS.

 12. Pengukuran Stake Out Untuk Rencana Pembebasan Lahan

Pengukuran stake out untuk rencana pembebasan lahan dilakukan bila dalam
pelaksanaan pekerjaan diperlukan pembebasan lahan. Daerah yang di ukur adalah
daerah yang terkena pembebasan lahan. Pada pengukuran ini dilakukan
pemasangan patok-patok pada batas-batas daerah yang terkena pembebasan
berdasarkan koordinat patok-patok pada batas yang telah terdapat pada peta rencana
pembebasan lahan.

 13. Pengolahan Data

Pengolahan data hasil dari pengukuran topografi terdiri dari beberapa tahapan
hitungan, yaitu hitungan polygon untuk pengukuran kerangka control horizontal
(sudut, azimut, jarak), hitungan sifat datar untuk pengukuran kerangka vertical serta
hitungan posisi dan beda tinggi untuk pengukuran situasi dan penampang
melintang. Pengolahan data dapat dilakukan secara manual dengan bantuan
calculator, ataupun dengan bantuan computer.

Dari hasil pengukuran lapangan dapat berupa formulir yang berisi catatan dari hasil
pengukuran maupun data yang direkam dalam file elektronik. Untuk pengukuran
yang bersifat manual dan semi digital berupa koordinat masing-masing obyek yang
selanjutnya akan digunakan sebagai masukan data untuk proses penggambaran.
Untuk pengukuran dengan system digital murni, maka dari hasil pengukuran di
rekam dalam file elektronik, hal ini disebabkan alat ukur digital yang dilengkapi
data rekorder atau data collector, sehingga pengalahan data akan lebih mudah dan
lebih cepat.

Data ukur lapangan yang sudah tersimpan didalam memory data recorder atau data
collector bisa langsung di download ke komputer dengan bantuan interface. Format
data ini di konversi keformat raw data dan selanjutnya dilakukan proses konversi
kedalam file book (data file book ini mempunyai format yang sama dengan batch
file). Data file book dihitung dengan perangkat lunak khusus topografi untuk
memperoleh harga koordinat.

 14. Penggambaran

ARYA BAKRI 29
MODUL SURVEYING GEOMATIKA (SMK GEOMATIKA 2019)

Penggambaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggambaran dengan cara
manual dan penggambaran dengan cara digital. Penggambaran secara manual
berdasarkan hasil ukuran lapangan yang menggunakan tangan diatas kertas
millimeter dengan masukan data-data dari hitungan manual. Penggambaran digital
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak computer dan plotter dengan data
masukan dari hasil hitungan spreadsheet ataupun download data dari pengukuran
digital yang kemudian diproses dengan perangkat lunak topografi.

Itulah prosedur pengukuran topografi untuk pekerjaan jalan dan jembatan, semoga
bisa menambah wawasan rekan-rekan surveyor. Jangan lupa share artikel ini ke
sosial media agar yang lain bisa mendapat manfaatnya. Silahkan berlangganan
artikel blog ini melalui fanspage di facebook agar tidak ketinggalan perbaruan
konten situs ini.

https://www.asdar.id/prosedur-pengukuran-topografi-untuk-pekerjaan-jalan-dan-
jembatan/

ARYA BAKRI 30

Anda mungkin juga menyukai