Anda di halaman 1dari 5

POLICY BRIEF

KESENJANGAN SDM KESEHATAN DI PUSKESMAS


SEBAGAI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

ASLAM
1820930310047

Dosen Pengampu:

Leni Marlinae, SKM, M.KL

MAHASISWA MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PEMINATAN ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
KALIMANTAN SELATAN
2019
Undang-undang Tenaga Kesehatan No. 36 tahun 2014 pasal 13, menjelaskan bawah
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan, baik dalam
jumlah, jenis, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin pembangunan
kesehatan. Ketersediaan SDM Kesehatan (SDMK) yang tidak mencukupi, baik jumlah, jenis dan
kualifikasi serta distribusi yang tidak merata, menimbulkan dampak terhadap rendahnya akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pemerataan tenaga kesehatan
merupakan masalah lama yang masih menjadi tugas Pemerintah. Adanya Permenkes No.33
Tahun 2015 tentang pedoman penyusunan perencanaan kebutuhan SDMK diharapkan mampu
menjawab masalah kebutuhan dan distribusi tenaga kesehatan di tiap daerah. Metode analisis
beban kerja (ABK) yang ada saat ini tidak dapat diimplementasikan disetiap daerah. Mengingat
tupoksi nakes, jam kerja, dan standar beban kerja yang dilakukan tiap Puskesmas berbeda,
perhitungan kebutuhan naskes masih bersifat subjektif dalam perencanaan SDMK yang tidak
dapat mewakili kondisi disetiap daerah.

PENDAHULUAN
Tenaga Kesehatan memiliki peran strategis dalam mewujudkan pembangunan kesehatan.
Hal ini mengingat bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sebagai unit pelaksana teknis daerah dan
sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dasar pada strata pertama, merupakan unit
pelaksana pelayanan kesehatan terdepan yang akan langsung berhubungan dengan pelayanan
masyarakat di lapisan “grass roots”. Puskesmas mempunyai andil yang besar untuk mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat secara optimal.

Pembangunan kesehatan akan mendapatkan hasil yang optimal apabila di ikuti dengan
penempatan sumber daya manusia kesehatan yang professional sesuai dengan unit / program
kesehatan masing- masing. Salah satu factor yang mendukung pelaksanaan Puskesmas saat ini
adalah adanya ketersediaan sumber daya manusia bidang kesehatan.
A. Manajemen Resiko
Kegiatan puskesmas sampai saat ini masih belum disesuaikan dengan situasi dan kondisi
daerah setempat. Ada kalanya kegiatan yang ada justru tidak berorientasi pada masalah yang
seharusnya penting untuk segera diselesaikan. Padahal seharusnya puskesmas memperhatikan
masyarakat yang dalam hal ini menentukan keberhasilan dan ketepatan program pelayanan
kesehatan di puskesmas sesuai kondisinya. Karena situasi dan kondisi di tengah masyarakatlah
yang menentukan secara objektif tingkat posisi partisipasi mereka dalam program-program
puskesmas, bukan keputusan sepihak birokrasi yang selalu cenderung menafikan potensi
masyarakat yang pada akhirnya sering menempatkan masyarakat hanya sebagai objek.

Keberhasilan puskesmas dalam menjalankan programnya ditentukan oleh ketersediaan


sumber daya manusia (SDM) yang seimbang antara tenaga pengobatan disatu pihak dengan
tenaga promotif dan preventif dipihak lain. Tetapi hingga saat ini masih banyak masalah yang
dihadapi puskesmas terkait pengelolaan tenaga kesehatan diantaranya tentang distribusi SDM
yang tidak merata

Pada era JKN seperti sekarang ini, puskesmas merupakan salah satu fasilitas kesehatan
tingkat pertama (FKTP) yang harus didatangi peserta JKN untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dasar. Kemudian jika masalah kesehatan peserta JKN tersebut tidak dapat ditangani
di puskesmas, maka peserta akan dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut (rumah sakit).
Akibat dari kebijakan ini, jumlah kunjungan pasien ke puskesmas semakin meningkat dan dapat
dipastikan beban kerja para petugas puskesmas pun akan meningkat pula.

Namun demikian kebijakan tersebut tidak diikuti dengan persiapan ketersediaan SDM
yang memadai di puskesmas. Padahal ketersediaan tenaga kesehatan di puskesmas berperan
penting dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Dalam peran tersebut diharapkan
ketersediaan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Sehingga tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) tenaga kesehatan dapat dilaksanakan sesuai dengan pendidikan dan keterampilan
yang mereka miliki. Karena dalam subsistem SDM kesehatan, tenaga kesehatan merupakan
unsur utama yang mendukung subsistem kesehatan lainnya. Sehingga kualitas tenaga kesehatan
yang ada di puskesmas merupakan manifestasi dari profesionalisme tenaga kesehatan dalam
melaksanakan peran dan fungsi Puskesmas.
B. KONTROL
Terdapat perubahan dalam perencanaan pengadaan SDM Kesehatan di daerah setelah
adanya JKN, peningkatan beban kerja dan jam kerja, sehingga diperlukan perencanaan dan
pengadaan SDM berbasis kebutuhan.

C. EFISIENSI
Penyelenggaraan SDM Kesehatan adalah kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam
dukungan anggaran dan perencanaan yang belum menggambarkan perencanaan SDMK untuk
setiap institusi, jumlah dan kapasitas tenaga perencanan SDMk yang masih rendah serta data
informasi yang kurang akurat.

Beberapa masalah yang dihadapi oleh pemerintah kabupaten/ kota saat ini dalam Metode
analisis beban kerja (ABK) yang ada saat ini tidak dapat diimplementasikan disetiap daerah.
Mengingat tupoksi tenaga kesehatan, jam kerja, dan standar beban kerja yang dilakukan tiap
Puskesmas berbeda, perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan masih bersifat subjektif dalam
perencanaan SDMK yang tidak dapat mewakili kondisi disetiap daerah. Hasil perencanaanya pun
tidak dapat diusulkan untuk alokasi formasi PNS ke Kementerian PAN-RB karena sifatnya masih
temporay.

D. EFFECT
1. Perencanaan kebutuhan SDMK di FKTP khususnya Puskesmas belum optimal,
sehingga upaya pemenuhan SDMK di Puskesmas pun belum optimal yang
berdampak pada kualitas pelayanan diPuskesmas.
2. Masih banyak Puskesmas yang kesulitan memperoleh tenaga kesehatan, terutama
Puskesmas yang belum berstatus sebagai BLUD
3. Keterbatasan tenaga promotif preventif menyebabkan pelaksanaan fungsi UKM
Puskesmas terganggu, pelayanan Puskesmas lebih cenderung kepada UKP.
4. Kekurangan SDMK (khususnya tenaga non kesehatan) menyebabkan tenaga
Kesehatan Puskesmas banyak yang double job, sehingga pengembangan karir dan
kompetensi SDMK terhambat.
E. REKOMENDASI
1. Optimalisasi perencanaan/pemetaan kebutuhan SDMK FKTP (Puskesmas ) diikuti dengan
upaya pemenuhan SDMK secara tepat (permanen dan temporer).
2. Biaya kesehatan/beban layanan di FKTP (Puskesmas) harus diupayakan agar lebih besar,
diikuti dengan peningkatan besaran kapitasi yang berbasis kinerja serta seiring dengan
peningkatan kompetensi SDMK FKTP dan kewenangan FKTP.
3. Pada daerah dengan penduduk padat (jumlah peserta JKN yang besar) dengan tenaga
kesehatan telah memadai, pelayanan kesehatan didorong untuk lebih mengarah
kepada FKTP Non Puskesmas (Klinik), sementara Puskemas secara bertahap harus
mulai mengurangi UKP dan bergeser ke (mengutamakan) UKM.
4. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan di DTPK dapat diintervensi Pemerintah Pusat dengan
insentif yang memadai (temporer), namun Pemda harus didorong untuk mampu
memenuhi SDMK di wilayahnya (permanen)

REFRENSI
Farouk Ilmid Davik “Masih Sebatas Impian” TENAGA KESEHATAN MERATA DI PENJURU
NUSANTARA Universitas Airlangga. 2017
Permenkes No. 33 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan
SDM Kesehatan.
Kebijakan Dan Strategi Pemenuhan Sdm Kesehatan Di Puskesmas Dan Klinik- Badan
PPSDMK - Kementerian Kesehatan RI 20 Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai