Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Sejarah PT.Indo-Bharat Rayon


PT. Indo-Bharat Rayon berdiri pada tahun 1980 sebagai perusahaan PMA
(Penanaman Modal Asing) dengan persetujuan Presiden No.B-22/PRES/6/1980
tanggal 3 Juni 1980 dan dengan persetujuan BKPM (Badan Koordinasi
Penanaman Modal) No.16/I/PMA/1980 tanggal 24 Juni 1980. Nama Indo-Bharat
Rayon mempunyai arti yaitu kata “Indo” yang berarti Indonesia karena
perusahaan ini didirikan di Indonesia oleh orang India. Kata “Bharat” merupakan
sebutan lain untuk negara India. Sedangkan kata “Rayon” merupakan jenis serat
sintetis dari selulosa yang diproduksi oleh PT. Indo-Bharat Rayon. Kebutuhan
sandang dipenuhi oleh kapas tetapi karena kebutuhannya semakin meningkat
maka diperlukan serat yang lain. Keadaan tersebut mendorong PT. Indo-Bharat
Rayon untuk memproduksi serat sintetis.
PT. Indo-Bharat Rayon memproduksi serat sintetis (rayon fibre) dengan
kapasitas produksi 45 ton/hari. Selain itu, PT. Indo-Bharat Rayon menghasilkan
sodium sulfat sebagai produk samping. Misi dari PT. Indo-Bharat, yaitu menjadi
industri yang mempunyai daya saing tinggi melalui inovasi dalam teknologi, dan
pemasaran untuk menjamin kepuasan pelanggan berdasarkan pengembangan yang
berfokus pada pasar dalam dan luar negeri. Dibangunnya PT. Indo-Bharat Rayon
secara tidak langsung memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat guna
mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Tujuan dari didirikan perusahaan
ini yaitu untuk membantu perkembangan perindustrian di Indonesia. Tujuan itu
sejalan dengan tujuan pembangunan industri dalam undang-undang No. 5 tahun
1984, yang berbunyi “pembangunan industri bertujuan untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, memperluas dan meratakan kegiatan kerja, meningkatkan
penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional”.
PT. Indo-Bharat Rayon merupakan produsen serat sintetis (rayon fibre)
yang kompetitif secara global, memiliki Quality Management System ISO 9002
pada tahun 1995 dan mendapat setifikat ISO 14000 untuk Enviromental
Management System pada Maret 2002. Persentase saham PT. Indo-Bharat Rayon
terdiri dari 80% modal pengusaha asing (India) dan 20% disetor oleh perusahaan
dalam negeri.

1.2. Lokasi Pabrik


Lokasi PT. Indo Bharat Rayon terletak di kabupaten Purwakarta tepatnya
di desa Cilangkap. Alasan pabrik ini didirikan di daerah tersebut diuraikan
dibawah ini.
1. Daerah ini dekat dengan sumber air yaitu Sungai Citarum, dimana kebutuhan
air terpenuhi untuk menunjang seluruh proses produksi yang mencapai 20.000
m³/hari.
2. Tenaga listrik yang tersedia cukup besar dengan kapasitas 25 MWatt yang
diperoleh dari power plant.
3. Kebutuhan tenaga kerja sebagai tenaga ahli maupun pekerja lepas mudah
terpenuhi. Karena disekitar pabrik banyak warga yang belum mempunyai
pekerjaan.
4. Pendistribusian bahan baku dan hasil produksi mudah. Karena lokasi pabrik
dekat dengan pelabuhan Tanjung Priuk, sehingga memudahkan dalam
pendistribusian hasil produksi kepulau lain di Indonesia. Selain itu,
memudahkan dalam memperoleh bahan baku impor, karena didukung oleh
industri hilir yang hampir seluruhnya berada di pulau Jawa.

1.3.Unit-unit Produksi
PT. Indo Bharat Rayon memiliki dua departemen yang berperan penting
dalam memproduksi serat sintetis (rayon fibre), yaitu :
1. Departemen Viscose, bertugas untuk membuat larutan viscose (bahan baku
pembuatan serat rayon).
2. Departemen Spinning, bertugas untuk mengolah larutan viscose menjadi serat
rayon hingga pengepakan serat rayon.

Selain itu, beberapa departemen yang berperan sebagai pendukung proses


produksi serat sintetis (rayon fibre), yaitu :
1. Departemen Auxiliary, bertugas untuk mengolah larutan spinbath (larutan
yang terdiri dari asam sulfat, natrium sulfat, alum, dan zat aditif)
2. Departemen Ancillary, bertugas untuk membuat larutan asam sulfat (H2SO4)
dan karbon disulfida (CS2).
3. Departemen Pengolahan Air (Water Treatment), bertugas untuk mengolah
limbah dan menyediakan air.
4. Power Plant, bertugas untuk menyediakan uap air dan menyediakan energi.
5. Laboratorium, bertugas memeriksa kadar bahan yang diperlukan setiap proses
sesuai standar.

1.4. Bahan Baku, Produk, dan Pemasaran Produk


1.4.1. Bahan Baku Pembuatan Larutan Viscose
a. Bahan baku utama
Bahan baku utama pembuatan larutan viscose adalah pulp dan NaOH.
Kebutuhan pulp di PT. Indo Bharat Rayon dipenuhi dengan mengimpor pulp
Cloquet dari Amerika dan pulp Domsjo dari Swedia. Pulp merupakan bubur kayu
yang telah dihilangkan kandungan pengotornya, sehingga yang tersisa sebagian
besar adalah selulosa. Pulp yang digunakan memiliki perbandingan, yaitu soft
wood jenis Domsjo sebanyak 2 bale (400 kg) dan hard wood jenis Cloquet
sebanyak 1/3 bale (66,67 kg). Secara fisik, pulp jenis soft wood memiliki serat
panjang dan kental, sedangkan jenis hard wood seratnya pendek dan encer.
Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik yang digunakan
untuk membuat larutan viscose dengan cara melarutkan selulosa xantat.
Konsentrasi NaOH yang digunakan pada proses pembuatan lautan viscose
diuraikan dibawah ini.
a. Konsentrasi NaOH yang diperoleh dari supplier memiliki konsentrasi 48%
b. Konsentrasi NaOH yang diinginkan saat keluar dari absorber 43%.
c. Konsentrasi NaOH yang ditambahkan di slurry mixer 18%.
d. Konsentrasi NaOH yang ditambahkan di dissolver 2%.

b. Bahan baku penunjang


Bahan baku penunjang pembuatan larutan viscose adalah karbon disulfida
(CS2) dan air. CS₂ berfungsi untuk mematangkan alkcell agar dapat bereaksi
dengan NaOH dan membentuk alkali selulosa xantat. Air yang digunakan dalam
proses pembuatan serat sintetis (rayon fibre) menggunakan tiga jenis air yaitu
hard water, flashing water, dan soft water.
c. Bahan kimia sebagai katalis
Bahan kimia yang digunakan sebagai katalis yaitu mangan (III) sulfat
(MnSO₄) berfungsi untuk mempercepat reaksi pulp dan kaustik agar
menghasilkan alkali selulosa.

1.4.2. Bahan Baku Pembuatan Serat Rayon


a. Bahan baku utama
Bahan baku utama pembuatan serat rayon adalah larutan viscose, berol
visco 315, titanium dioksida (TiO2) dan asam asetat (CH3 COOH). Larutan viscose
secara fisik berwarna keemasan seperti madu. Berol visco 315 merupakan bahan
kimia yang digunakan untuk mengatur sifat putih (whiteness) dari serat. Titanium
dioksida (TiO2) digunakan untuk membuat fibre semi dull (SD). TiO2
ditambahkan agar hasil rayon tidak terlalu mengkilat. TiO2 yang digunakan
sebanyak 100 kg/1000 liter air setiap penggunaan 6 jam sekali dengan pH 7,9.
Asam asetat digunakan untuk menetralkan NaOH yang masih terkandung di
dalam tow (kumpulan filamen yang telah bebas CS2).
b. Bahan kimia sebagai katalis
Bahan kimia yang digunakan sebagai katalis yaitu spinbath-zinc, natrium
hipoklorit (NaOCl), anti foam (anti busa), GA dan MGR oil. Penambahan
senyawa spinbath-zinc berpengaruh pada kekuatan tarik serat. Semakin rendah
kualitas Zn maka semakin rendah pula kekuatan tarik dari serat. Natrium
hipoklorit (NaOCl) berfungsi sebagai pemutih fibre. Anti foam digunakan pada
final washing untuk mengurangi busa yang timbul pada saat pencucian.
Penambahan MGR berfungsi untuk melembutkan mat pada proses after treatment
dan GA berfungsi untuk mengurangi gaya elektrostatik fibre.
c. Bahan kimia sebagai pembersih
Bahan kimia yang digunakan sebagai pembersih adalah cromic acid dan
strong acid.
d. Material packing
Material packing yang digunakan untuk mengemas rayon yaitu packing
box dan kawat pengikat. Packing box digunakan sebagai pembungkus rayon
dengan berat rata-rata 250 kg per satu packing box (bale). Kawat pengikat
digunakan sebagai penguat dari bale.

1.4.3.Bahan Baku Pengolahan Larutan Spinbath


a. Bahan baku utama
Bahan baku utama pengolahan larutan spinbath yaitu asam sulfat (H₂SO₄),
seng sulfat (ZnSO₄), dan alum (Al₂(SO₄)₃). Asam sulfat berfungsi untuk
mengubah alkali selulosa xanthat menjadi filament fibre. Senyawa H₂SO₄
bercampur dengan Na₂SO₄.H₂O dan ZnSO₄ menjadi larutan spinbath. Seng sulfat
berfungsi untuk menambah kekuatan serat. Semakin banyak ZnSO₄ yang
digunakan maka reaksi semakin lambat tetapi kekuatan tarik menarik semakin
tinggi. Alum digunakan untuk menambah kekuatan tarik serat. Alum hanya
digunakan pada mesin 4 karena merupakan mesin khusus yang memproduksi serat
rayon jenis non woven.
b. Bahan baku penunjang
Bahan baku penunjang pengolahan larutan spinbath adalah soft water dan
media filter. Soft water digunakan untuk pendingin di heat exchanger dan sebagai
absorber di kolom Mixing Condenser (MK) dan Heater Condenser (HK) dibagian
evaporator. Media Filter (pasir kuarsa, applicoat, kain) berfungsi untuk
menyaring kotoran-kotoran seperti tow di dalam larutan spinbath agar tidak
terbawa ke top tank. Untuk efisiensi dalam filtrasi, dilakukan pembersihan pasir
dua minggu sekali dengan cara back wash. Dengan meningkatnya efisiensi filtrasi,
maka tingkat kekeruhan dapat diperkecil.

1.4.3. Bahan Baku Pembuatan Larutan Asam Sulfat (H2SO4) dan Karbon
Disulfida (CS2)
a. Bahan baku utama
Bahan baku utama pembuatan larutan asam sulfat (H2SO4) dan karbon
disulfida (CS2) yaitu sulphur (S), udara dan asam sulfat (H₂SO₄). Sulphur yang
digunakan berbentuk cair yang diperoleh dari pabrik lain. Udara diperoleh dari
udara yang dihembuskan oleh blower, sebelum digunakan udara ini masuk ke
dalam Drying Tower (DT) untuk dilakukan proses pengeringan. Proses
pengeringan dilakukan dengan menggunakan asam sulfat 98,5% sebagai absorben
untuk menyerap air yang terkandung dalam udara. Asam sulfat berfungsi untuk
mengikat SO₃ yang berada di dalam interpass dan final absorbent tower.
b. Bahan penunjang
Bahan penunjang pembuatan H2SO4 dan CS2 yaitu soft water dan NaOH.
Soft water digunakan untuk air pendingin di economizer dan di Plate Heat
Exchanger (PHE) dengan suhu air 30ºC. NaOH ditambahkan di dalam scrubber
untuk menetralkan pH.
c. Bahan kimia sebagai katalis
Bahan kimia yang digunakan sebagai katalis yaitu vanadium pentaoksida
(V2O5) untuk mengubah SO2 menjadi SO3.

1.4.6. Produk
Produk utama PT. Indo-Bharat Rayon adalah serat sintetis (staple fibre
rayon) yang dikemas dalam bentuk bale dengan berat 250kg/bale. Kapasitas
produksi setiap harinya mencapai 550 ton/hari. Produksi fibre pada saat ini terdiri
atas dua jenis, yaitu fibre untuk kebutuhan tekstil dan non woven fibre untuk
kebutuhan industri kosmetika dan medis.
Berdasarkan kualitasnya, staple fibre rayon yang diproduksi PT. Indo-
Bharat Rayon ada tiga macam, yaitu :
1. BR (bright) artinya fibre dengan warna yang mengkilat.
2. HT (high tenacity) artinya fibre dengan kekuatan tarik tinggi.
3. HTSD (high tenacity semi dull) artinya fibre dengan kekuatan tarik tinggi dan
warna fibre redup.
Spesifikasi staple fibre rayon yang dihasilkan oleh Departemen Spinning dapat
dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Spesifikasi Teknis Staple Fiber Rayon

Persyaratan untuk
Kandungan Unit Spesifikasi Umum
Fiber First Grade

Denier Mm Max 1,23 1,11-1,16

Panjang staple G/D (38) ± 3% ±3%

Tenacity (cond) G/D Min 2,76 Min 2,82

Elongation (cond) % Min 19 Min 19

Kandungan oil % (0.34) ± 0,03 ± 0,04

Equilibrium moisture % 10 - 12 9 - 13

Sulfur Ppm Max 100 -

Berger whiteness % Min 76 > 82

Semi Dull Ash % 0,7 – 0,9 -

Dull Ash % 0,9 – 1,1 -

Sumber : Laboratorium Tekstil PT. Indo-Bharat Rayon

Produk samping yang diperoleh dalam proses produksi serat sintetis


adalah natrium sulfat (Na2SO4.10H2O). Natrium sulfat diperoleh dalam bentuk
kristal yang merupakan hasil proses regenerasi larutan viscose menjadi selulosa.
Selanjutnya natrium sulfat yang diperoleh akan diolah sehingga didapatkan
produk natrium sulfat anhydrous (Na2SO4) yang tidak mengandung air. Natrium
sulfat anhydrous yang dihasilkan sebanyak 210 ton/hari. Spesifikasi teknis
natrium sulfat anhydrous dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Spesisfikasi Teknis Natrium Sulfat Anhydrous

Kandungan Unit Persyaratan

Kemurniaan % 99,71

pH - 7,9

Kandungan air % Max 0,027

Kelarutan dalam air % Max 0,10

Kandungan Zinc Ppm Max 200

Kandungan Fe Ppm Max 6

Cl sebagai NaCl Ppm Max 85

S03 sebagai Na2S03 Ppm Max 2,35

Ca dan Mg sebagai CaC03 Ppm Max 50

Berger whiteness % Max 85,4

Sumber : Laboratorium Kimia PT. Indo-Bharat Rayon

1.4.9. Pemasaran Produk


Produk utama PT Indo-Bharat Rayon yaitu serat sintetis (staple rayon
viscose) diekspor sekitar 30% antara lain ke Korea, India, Hongkong, Italia,
China, Turki dan Iran, sedangkan 70% dipasarkan di Indonesia ke kota-kota besar
seperti ke Semarang, Jakarta, Bandung, Padang, Surakarta, Cirebon dan
Tangerang. Produk samping yang dihasilkan PT Indo-Bharat Rayon yaitu natrium
sulfat dipasarkan untuk daerah lokal seperti Jakarta, Surabaya, Tangerang dan
Bogor, sedangkan untuk pemasaran luar negeri diekspor ke Korea, Jepang dan
Thailand. PT Indo-Bharat Rayon dalam pemasarannya bekerja sama dengan PT.
Pura Golden Lion sebagai distributor pemasaran produk utama serat rayon
maupun produk samping natrium sulfat.
1.5. Struktur Organisasi
PT. Indo-Bharat Rayon mempunyai struktur organisasi seperti pada Gambar
1.1. Pimpinan perusahaan PT Indo-Bharat Rayon dipegang oleh Presiden Direktur
yang membawahi lima Direktur yaitu Direktur Keuangan, Direktur Teknik,
Direktur Hubungan Industri, Direktur Penjualan dan Direktur Pembelian.

Gambar 1.1 Struktur Organisasi PT. Indo-Bharat Rayon


BAB II
PROSES PRODUKSI

2.1. Proses Utama


Proses di PT. Indo-Bharat Rayon adalah pembuatan staple fibre rayon dan
produk samping Na₂SO₄. Proses pembuatan staple fibre rayon dibagi menjadi dua
yaitu proses produksi viscose dan proses spinning, dengan proses penunjang
pembuatan larutan asam sulfat (H2 SO4 ) dan larutan karbon disulfida (CS2 ).

2.1.1 Proses Pembuatan Serat Rayon (Staple Fibre Rayon)


Proses pembuatan serat rayon (staple fibre rayon) merupakan tugas dari
Departemen Viscose yang mengolah pulp menjadi larutan viscose. Departemen
Viscose terdiri dari beberapa unit proses yang diuraikan dibawah ini.
1. Soda Station
Soda station bertugas untuk mempersiapkan larutan NaOH yang
dibutuhkan untuk membuat larutan viscose. Unit ini meliputi proses pembuburan,
pengendapan, dan penyaringan. Larutan NaOH dengan konsentrasi 48% disimpan
didalam storage tank yang berjumlah 6 buah, storage tank ini berfungsi sebagai
tempat penampungan dan persediaan larutan NaOH 48% yang dipasok oleh
supplier. Dari storage tank, larutan NaOH 48% dipompakan secara continue ke
dalam steam jet ejector system. Dalam steam jet ejector system larutan NaOH
akan menyerap uap air yang menyebabkan penurunan konsentrasi NaOH dari
48% menjadi 45-46% pada ABS vessel 1 dengan laju 160-180 m3/jam dan 42-
44% pada ABS vessel 2 dengan laju 170-190 m3/jam. Outlet vessel 2 dialirkan ke
steam jet ejector tank dan selanjutnya dipompakan ke dalam caustic dissolver
dengan laju alir 55 m3/jam. Di dalam caustic dissolver ditambahkan soft water
sebanyak 60-65 m3/jam sehingga konsentrasi NaOH menjadi 33-34%. Dari
caustic dissolver, NaOH dipompa ke tangki settler yang berjumlah 22 buah.
Tangki settler berfungsi mengendapkan kotoran-kotoran terutama Fe selama 40
jam. Larutan NaOH dengan konsentrasi 33% dari settler tank dialirkan ke top
tank. Selanjutnya larutan NaOH dialirkan ke tangki steep lye 1 untuk diumpankan
ke pulper.
Tangki steep lye terdiri dari dua unit yaitu steep lye 1 dan steep lye 2.
Tangki steep lye 2 berfungsi untuk menampung larutan NaOH hasil pressing pada
slurry press. Larutan NaOH tersebut kemudian dilewatkan pada wagner filter
untuk dilakukan pemisahan dari pengotor. Overflow dari tangki steep lye 2
ditampung dalam Press Lye Overflow Tank (PLOF Tank). Dari PLOF Tank,
larutan NaOH dialirkan ke sharpless dan kircket untuk mengalami penyaringan
sehingga fibre akan terpisahkan.
Pencucian NaOH pada sharpless dilakukan dengan mengalirkan NaOH
dari arah bawah, fibre yang terdapat pada larutan NaOH akan menempel pada
baling-baling sharpless sedangkan larutan NaOH mengalir ke atas menuju
clarified tank. Pemisahan fibre pada kircket terjadi dengan adanya kain pada
dinding kircket. Fibre yang terdapat pada larutan NaOH tertahan pada kain
tersebut.
Dari clarified tank, larutan NaOH dialirkan ke diss lye tank dan larutan
NaOH mengalami pengenceran dengan menggunakan soft water hingga
konsentrasi menjadi 15%. Larutan tersebut kemudian didinginkan dengan
menggunakan chilled water sehingga suhunya menjadi 5-10oC. Kemudian larutan
tersebut digunakan pada proses pembuatan larutan viscose oleh simplex.
2. Slurry Mixer (Pulper)
Slurry mixer atau pulper merupakan tempat pencampuran pulp sebanyak 2
⅓ bale (467 kg) dengan NaOH 17,8-17,9% sebanyak 7600 L hingga terbentuk
slurry. Dengan konsentrasi NaOH tersebut, kandungan selulosa yang dapat larut
di dalam pulp adalah α-cellulose saja. Larutan NaOH dimasukkan terlebih dahulu
ke dalam slurry mixer, karena apabila pulp dimasukkan terlebih dahulu impeller
tidak akan kuat berputar. Lalu pulp dimasukkan ke dalam slurry mixer secara
perlahan hingga terbentuk slurry. Reaksi yang terjadi di dalam pulper seperti
dibawah ini.
(C6H9O4OH)n + nNaOH → (C6H9O4ONa)n + nH₂O

Di dalam slurry mixer proses berlangsung pada suhu 52oC dan dilakukan secara
batch dengan waktu reaksi 6-7 menit.
3. Homogenizer
Homogenizer bertugas untuk mencampurkan slurry yang berasal dari
pulper agar menjadi larutan yang homogen. Hal ini karena bubur alkali selulosa
yang berasal dari pulper masih terdapat gumpalan-gumpalan. Di dalam
homogenizer ditambahkan katalis MnSO4 dengan kapasitas 2050 cc/batch yang
bertujuan untuk mempercepat pemutusan rantai polimer. Kecepatan putar dari
impeller pada homogenizer adalah 40 rpm.
4. Slurry Press
Slurry press merupakan alat untuk memisahkan alkali selulosa dari larutan
NaOH. Dari homogenizer, slurry dialirkan ke slurry press untuk mengalami
pressing dengan menggunakan dua buah roll dengan putaran yang berlawanan
arah, sehingga alkali selulosa akan terpisah dari larutan NaOH. Dari slurry press
akan dihasilkan mat berupa padatan dan larutan NaOH. Mat kemudian masuk ke
dalam preshredder untuk dicabik-cabik agar diperoleh butiran-butiran yang lebih
halus untuk mencegah terjadinya choking (peyumbatan) didalam shredder roll,
sehingga tidak akan menyumbat saluran menuju maturing drum. Sedangkan
larutan NaOH 18% yang terpisah akan melewati wagner filter untuk memisahkan
pengotor yang terbawa dalam larutan NaOH. Larutan NaOH hasil penyaringan
dialirkan ke press lye tank 2 di unit soda station, sedangkan pengotornya langsung
dibuang. Komposisi alkali selulosa yang dihasilkan dari slurry press yaitu
selulosa sebesar 33,5-33,9% dan NaOH (alkali) sebesar 15,5-15,9%.
5. Maturing Drum
Di dalam maturing drum terjadi proses depolimerisasi dan pematangan
alkali selulosa yang mengakibatkan penurunan suhu dari 900-1000oC menjadi
200-300oC. Proses pemeraman berlangsung selama 3,5 jam dengan kecepatan
putar 2,5 rpm dan suhu didalam maturing drum dijaga pada 43-45oC. Oleh karena
itu, maturing drum dilengkapi dengan water jacket yang bertugas untuk
mempertahankan suhu didalam drum agar dalam kondisi yang ditentukan.
Pemanas yang digunakan dalam jacket berasal dari steam, sedangkan
pendinginnya berasal dari chilled water. Kematangan alkali selulosa dapat
dikontrol melalui pemeriksaan kekentalan dengan uji Ball Fall (BF) sekitar 60-70
detik tiap satu jam.
Setelah melalui proses pemeraman, alkali selulosa didinginkan dalam
cooling device agar derajat polimerisasi tidak berubah, tetapi mengalami
penurunan suhu hingga 30oC.
6. Silo
Silo merupakan tempat penampungan dan tempat penimbangan berat
alkali selulosa sebelum masuk simplex. Silo di Departemen Viscose 1 dapat
menampung sekitar 2,34 ton alkali selulosa, sedangkan di Departemen Viscose 2
setiap silo dapat menampung hingga 10,5 ton alkali selulosa. Silo dilengkapi alat
pengontrol berat dan motor getar (vibrator motor) untuk memudahkan alkcell
(alkali selulosa) turun ke simplex. Masuknya alkcell ke silo diatur dengan
membuka dan menutup gate feeding yang digerakan secara otomatis. Alkcell
terlebih dahulu akan mengisi silo yang kosong hingga mencapai berat yang telah
disetting, setelah penuh gate akan menutup dan selanjutnya alkcell akan mengisi
silo kosong berikutnya.
7. Simplex Room
Simplex merupakan reactor batch tempat terbentuknya larutan viscose.
PT. Indo-Bharat Rayon memiliki 18 buah simplex di Departemen Viscose 1 yang
dijalankan secara manual dan 4 buah simplex di Department Viscose 2 yang
dijalankan secara otomatis menggunakan sistem DCS (Distributed Control
System). Simplex dilengkapi dengan motor pengaduk dengan kecepatan putar 3
rpm.
Setelah berat timbangan alkcell di silo memenuhi berat yang ditentukan,
alkcell dimasukkan ke dalam simplex dan ditutup rapat untuk mencegah udara
luar masuk. Selanjutnya simplex di vakum hingga mencapai tekanan 25 mmHg
pada suhu ±31-32°C, tujuan dari pemvakuman ini agar saat CS2 dimasukkan ke
simplex tidak menimbulkan percikan api. CS2 yang dimasukkan ke dalam simplex
sebanyak 195 L. Pada saat CS2 bereaksi dengan alkcell tekanan dan temperatur
akan naik, temperatur naik hingga 34-39°C lalu akan turun kembali menjadi 34-
36°C. Hal ini menandakan produk telah matang (alkcell berubah warna dari putih
menjadi jingga). Setelah itu, larutan NaOH 2% dimasukkan untuk melarutkan gel-
gel selulosa xantat, sehingga dihasilkan larutan kental yang berwarna seperti
madu yang disebut larutan viscose. Waktu reaksi keseluruhan di dalam simplex
±45 menit. Reaksi yang terjadi dalam simplex seperti berikut ini.
(C6H9O4Na)n + nCS2 → (C6H9O4OCS2Na)n

(C6H9O4OCS2Na)n + 2n NaOH → nNa2COOS + nNaSH + (C6H9O4OH)n

8. Dissolver dan Blender


Dissolver room bertugas untuk menghaluskan dan menghomogenkan
larutan viscose yang keluar dari simplex. Terdapat 18 dissolver di Departemen
Viscose 1, sedangkan di Departemen Viscose 2 sebanyak 2 buah dengan kapasitas
masing-masing 60 m3. Dissolver dilengkapi dengan impeller untuk pengadukan
yang berlangsung selama 3200 detik pada temperatur 32oC. Setelah larutan
viscose mengalami penghalusan di dissolver, selanjutnya dimasukkan ke blender
untuk dihomogenkan dan dihaluskan kembali karena kemungkinan masih terdapat
gumpalan-gumpalan.
Blender juga memiliki impeller untuk pengadukan. Terdapat 3 unit
blender dengan kapasitas 60 m3 di Departemen Viscose 1, dimana blender 1
menerima larutan viscose dari dissolver 1-5, dan blender 2 dan 3 menerima
larutan viscose dari dissolver 6-18. Larutan viscose keluaran blender akan
ditampung di dalam receiving tank yang didalamnya terdapat impeller untuk
mengaduk larutan viscose agar tidak menggumpal sebelum diproses di ripening
room.
9. Ripening Room
Ripening Room bertugas untuk menyiapkan larutan viscose yang bebas
udara dan pengotor lain karena akan berpengaruh pada pembentukan fibre. Udara
yang masih terkandung dalam larutan viscose dapat menyebabkan serat terputus
saat pembentukan serat di mesin spinning.
Terdapat tiga proses yang dilakukan di ripening room yaitu proses filtrasi,
proses deaerasi dan proses pematangan larutan viscose. Di dalam ripening room
larutan viscose mengalami tiga tahap penyaringan. Pertama, larutan viscose dari
receiving tank masuk ke dalam filter I dengan ukuran lubang saring 30 µm, lalu
filtrat masuk ke intermediate tank I. Kemudian larutan viscose hasil filtrasi masuk
ke filter II dengan ukuran lubang saring 25 µm, dan filtrat masuk ke intermediate
tank II. Kemudian dipompakan ke flash deaerator yang divakumkan dengan
memanfaatkan vakum dari steam jet ejector.
Selanjutnya larutan viscose dipompa melalui strainer menuju filter III
dengan ukuran lubang saring 20 µm, dan selanjutnya ditampung di spinning tank.
Viscose reject ditampung di reject tank kemudian dilakukan filtrasi kembali. Hasil
dari proses filtrasi viscose reject tersebut kemudian masuk ke filter press.
Viscose yang telah bersih dari kotoran dan udara disimpan di spinning tank
pada ripening room untuk mematangkan viscose sehingga siap diregenerasi.
Derajat kematangan viscose (RI) sangat dipengaruhi oleh BF dan temperatur,
sehingga temperatur ripening room dijaga antara 22–23oC. Parameter yang dijaga
pada proses pembuatan larutan viscose seperti yang disebutkan dibawah ini.
1. Kandungan kaustik masuk pulper 18,0 – 18,2%
2. Kandungan NaOH di slurry press 15,5 – 15,9%
3. Kandungan selulosa di slurry press 33,5 – 33,9%.
4. Viscose mengandung 5,4 – 5,6% NaOH
5. Viscose mengandung 9,1 – 9,3% selulosa
6. Ball fall (BF) viscose 60 – 70 sekon
7. Ripening index (RI) viscose 11 – 13
8. KW (kemampuan viscose menembus spinning) > 450

2.1.2 Proses Pembuatan Serat Rayon


Proses pembuatan serat rayon (staple rayon fibre) terdiri dari beberapa
tahap, yaitu dope room, spinning machine, cutter, CS2 recovery through, after
treatment, drying, dan balling press.
1). Dope room
Dope room merupakan tempat dilakukannya penambahan zat aditif pada
larutan viscose, adapun zat aditif yang digunakan diuraikan dibawah ini.
a. Berrol
Zat aditif ini digunakan untuk fibre jenis woven. Fungsi dari berrol adalah
untuk menambah kekuatan filamen pada proses stretching (penarikan) dan agar
filamen lebih berkilau.
b. Titanium dioksida (TiO2)
Titanium dioksida digunakan untuk fibre jenis non-woven. Titanium
dioksida ini dapat memberikan kekusaman (derajat kekusaman) pada fibre.
Penambahan bahan aditif ini dilakukan dengan menginjeksikannya ke dalam
tangki static mixer yang telah berisi larutan viscose. Dalam static mixer terjadi
pengadukan dengan bubble. Larutan viscose kemudian dipompakan dari static
mixer ke spinning machine dengan menggunakan pump shaft agar larutan viscose
yang keluar di setiap lubang spinneret jumlahnya sama yaitu 0,28-0,30 cc.
2) Spinning machine
Spinning machine merupakan tempat terjadinya proses regenerasi larutan
viscose menjadi selulosa dalam bentuk filament dengan menggunakan larutan
spinbath. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
2 (C6H9O4OCS2Na)n + nH2SO4 → 2 (C6H9O4OCS2H)n + nNa2SO4
(C6H9O4OCS2H)n → (C6H9O4OH)n + nCS2

Diagram alir spinning machine dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Larutan Spinbath

Larutan
Viscose
Spinning
Static
Machine
Mixer
Preparation
Tank

Gambar 2.1 Diagram Alir Spinning Machine

PT. Indo-Bharat Rayon memiliki 6 buah mesin spinning yaitu M/C 1,2,3,6
untuk produksi serat rayon jenis woven (untuk tekstil) dan M/C 4 dan 5 untuk
produksi serat rayon jenis non-woven. Dari static mixer larutan viscose
dipompakan ke spinning machine dengan menggunakan pump shaft melalui side
A dan side B. Kemudian viscose dipompa oleh individual gear pump ke candle
filter, lalu ke unit jet yang dilengkapi fine sieve sebagai akhir penyaringan viscose
sebelum keluar dari lubang spinneret. Larutan viscose disemprotkan dari bawah
ke larutan spinbath. Larutan viscose mengalami regenerasi menjadi selulosa
dalam bentuk filamen, kemudian filamen tersebut ditarik oleh guide roller dan
godet. Lalu dikumpulkan dan ditarik oleh roller stretch yang arah putarannya
berlawanan dengan arah putaran godet. Dari roller stretch, tow diregangkan oleh
guide roller dan feed roller. Selama pemberian tegangan, tow dibersihkan dengan
soft water untuk menghilangkan kandungan asam sulfat.
Pada spinning machine selain terjadi proses pembentukan filamen juga
terjadi reaksi samping yang menghasilkan air dan natrium sulfat (NaOH).
Kandungan NaOH pada larutan viscose bereaksi dengan H2SO4 pada larutan
spinbath sehingga terjadi pembentukan natrium sulfat yang mengakibatkan
meningkatnya kadar natrium sulfat dalam larutan spinbath. Larutan spinbath sisa
pemakaian dialirkan menuju Departemen Auxillary yang bertugas untuk mengolah
kembali hingga komposisinya sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
3) Cutter
Setelah mengalami peregangan, tow dipotong menjadi staple dengan
panjang 38-51 mm (panjang fibre bisa berubah-ubah sesuai permintaan
konsumen). Cutter mempunyai dua pisau yang terpasang dengan sudut 120º pada
piringan yang berputar. Pada saat dipotong tow diletakkan dengan posisi tegak
lurus terhadap pisau yang diperoleh dengan bantuan semburan air bertekanan 2,5-
4,5 kg/cm2. Air tersebut terdiri atas funnel water yang merupakan air sirkulasi dari
sump zone dan ventury water yang merupakan air dari scrubber dengan suhu
keduanya sekitar 90oC. Ventury water digunakan untuk menunjang penggunaan
funnel water agar tangki funnel water tidak kosong karena sebagian funnel water
disirkulasikan ke Departemen Auxillary untuk recovery Na2SO4.
4) CS2 Recovery
CS2 recovery bertugas untuk mengambil CS2 yang terdapat pada serat
rayon untuk dikembalikan ke Departemen Ancillary yang selanjutnya mengalami
refinery (penyulingan). Pengambilan CS2 dilakukan dengan menginjeksikan uap
air yang memiliki suhu sekitar 90oC dari bagian bawah bak recovery. Uap air
tesebut akan menguapkan CS2 yang terdapat pada fibre.
Diagram alir dari CS2 recovery dapat dilihat pada Gambar 2.2.

2ndCondens 3rdCondenser
Scrubber 1stCondense
r er

Separator
Uap air
dan Uap
CS2

CS2Storage
Tank
Fibre/Tow CS2Recovery Through

Steam

Gambar 2.2 Diagram Alir Recovery Through

Pengambilan CS2 dilakukan dengan menginjeksikan uap air yang memiliki


suhu sekitar 90oC dari bagian bawah bak recovery. Uap air tesebut akan
menguapkan CS2 yang terdapat pada fibre.
Campuran uap air dan uap CS2 dicampur oleh air yang keluar dari
scrubber dengan tujuan untuk menghilangkan belerang. Campuran uap tersebut
kemudian dialirkan ke sistem kondensor. Sistem kondensor terdiri dari tiga buah
kondensor yang terpasang seri. Tujuan dipasang seri adalah untuk menurunkan
suhu secara bertahap sampai mencapai suhu yang diinginkan.
Pada kondensor I suhu dikendalikan dari suhu 94oC menjadi 85oC. Dengan
menggunakan soft water di kondensor II maka suhunya turun menjadi 50-60oC.
Kondensor II posisinya tegak lurus dengan tujuan CS2 yang akan dipisahkan agar
turun ke separator. Pada kondensor II diharapkan gas CS2 sudah terpisahkan. CS2
yang terkondensasi dialirkan ke separator. Larutan CS2 yang diperoleh ditampung
di storage dan selanjutnya dikirim ke Departemen Ancillary untuk proses refinery.
Pada kondensor III suhu diturunkan kembali mencapai 15-25oC dengan
menggunakan chilled water. Sementara itu uap yang tidak terkondensasi pada
kondensor III dibuang ke udara melalui chimney.
5). After Treatment
Diagram alir dari proses after treatment dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Fibre

First Wash and


Air Panas Acid Free Washing

NaOH 18% Desulph Wash

Soft Water Second Wash

Hypochlorite &
Bleach Wash
H2O2

Air Third Wash and Acid Wash

Air Panas &


Final Wash
CH3COOH

Lar. Soft Finish


Soft Finish
(MGR &GA)

Gambar 2.3 Diagram Alir After Treatment

Serat rayon yang keluar dari CS2 recovery kemudian didorong keluar oleh
funnel water. Mat (fibre yang telah bebas dari CS2) dibawa oleh conveyor secara
perlahan menuju bak after treatment. Di dalam bak tersebut terjadi proses seperti
yang diuraikan berikut ini.

a). First Wash and Acid Free Washing


Tujuannya untuk menghilangkan cairan spinbath (koagulan berupa asam-
asam) yang terkandung didalam mat. Pencucian mat dilakukan dengan
menggunakan air panas. Pencucian pertama oleh air dari ventury dan sisa
pencucian akan diteruskan ke collector tank (penampungan pencucian pertama)
yang selanjutnya dialirkan ke tangki penampungan luar lalu menuju effluent.
Sedangkan funnel water yang keluar dari CS2 recovery melalui sumpzone
dialirkan ke sumpzone tank.
b). Desulph Wash
Desulph wash merupakan proses pencucian fibre untuk menghilangkan
sulfur dengan menggunakan NaOH 18%. Reaksi kimia yang terjadi adalah
sebagai berikut.
2 NaOH + H2S → Na2S + 2 H2O
Na2S + H2S → 2 NaSH
Na2S + n S → Na2S(n+1)
6 NaOH + 8 S → 2 Na2S2O3 + Na2S + 3 H2S

c). Second Wash


Proses yang terjadi pada second wash adalah pencucian mat dengan soft
water, tujuannya untuk membersihkan sisa desulf bath yang bersifat alkali
sehingga dapat mengurangi alkalinitas air.
d). Bleach Wash
Pada zone bleaching dilakukan proses pemutihan mat dengan
menggunakan larutan pemutih pada suhu operasi sekitar 60oC. Larutan pemutih
yang digunakan adalah hypochlorite dan hydrogen peroksida. Oksigen yang
terkandung bertugas sebagai pemutih dengan cara mengoksidasi zat-zat pengotor
yang terdapat di dalam mat. Larutan sisa pencucian dialirkan kembali ke bleach
bath circulation secara continue dan dipekatkan dengan penambahan larutan
pemutih sehingga dapat digunakan kembali untuk proses bleaching.
e). Third Wash and Acid Wash
Tahap selanjutnya adalah third wash yaitu pencucian mat dengan air.
Tujuannya untuk membersihkan sisa larutan pemutih yang ada di dalam mat. Air
pencuci yang digunakan berasal dari air bekas pencucian pada acid wash.
f). Final Wash
Pencucian terakhir dilakukan dengan menggunakan air pada suhu 50oC
dan asam asetat. Pencucian ini dilakukan untuk membersihkan pengotor yang
masih terdapat pada mat. Fungsi larutan asam asetat adalah untuk menetralkan
larutan NaOH yang masih terkandung di dalam mat.
g). Soft Finish
Mat dicuci dengan menggunakan larutan pencuci Honol (MGR dan GA)
untuk fibre jenis reguler dan Prapeanol/Avilan untuk fibre jenis non-woven. MGR
bertugas untuk melembutkan serat dan GA bertugas untuk menghilangkan gaya
elektrostatik serat. Gaya elektrostatik ini dapat menyebabkan serat saling
menempel dan sulit untuk dilepaskan. Konsentrasi larutan soft finish
dipertahankan dengan cara penambahan soft finish ke dalam soft finish bath
circulation tank sehingga dapat dicapai nilai Oil Pick Up (OPU) sesuai dengan
batas yang telah ditentukan yaitu 0,32-0,36 (tergantung dari jenis fibre dan quality
yang diinginkan customer).
6). Drying
Proses pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan air
yang masih terdapat dalam fibre. Sebelum masuk dryer, mat dialirkan ke mesin
pencabik (comber). Pencabikan ini bertugas untuk menguraikan mat sehingga
fibre tidak menggumpal. Dengan demikian akan memperluas permukaan kontak
antara udara dan serat dan lebih mudah dikeringkan.
Dryer dilengkapi dengan drum yang berputar searah dan sebagai
pemanas digunakan steam coil. Steam masuk melalui coil dengan laju 5,942 ton/h
dan suhu 309,3oC. Panas yang timbul pada coil dihisap oleh fan untuk kemudian
panas tersebut digunakan untuk mengeringkan fibre.
Unit dryer dibagi dalam 9 zona, yaitu zona A1-A5 dan zona B1-B4.
Proses pengeringan ini berlangsung secara bertahap, masing-masing zona
mempunyai suhu pengeringan yang berbeda-beda. Perpindahan serat dari zona A
ke zona B adalah dengan menggunakan conveyor, serat menempel pada conveyor
karena adanya tekanan dari sirkulasi pada fan.
7). Balling Press
Setelah melalui proses drying, staple fibre rayon mengalami penekanan
dan siap dipasarkan dalam bentuk bale dengan berat 250 – 270 kg/bale. Fibre dari
balling press melalui feed roller diteruskan ke bagian bawah feeder box yang
dilengkapi dengan pengatur berat. Bale yang sudah penuh siap dibungkus dan
diikat dengan kawat. Proses selanjutnya sebelum masuk gudang, bale ditimbang
beratnya dan ditulis berat aktualnya, termasuk nomor bale dan label barcode,
selanjutnya melewati sensor moisture. Jika kadar air antara 9-13% maka bale siap
disimpan dalam warehouse, sedangkan jika kadar airnya melebihi dari kisaran
maka dikembalikan ke dalam dryer.

2.1.3 Departemen Auxillary


Departemen Auxillary bertugas untuk menangani acid recovery dengan
cara menampung return acid dari Departemen Spinning dan mengendalikan
konsentrasi acid agar dapat digunakan kembali oleh Departemen Spinning. Selain
itu, departemen ini juga bertugas mengambil produk samping yang terbentuk
yaitu sodium sulfat pada proses salt recovery. Untuk dapat menjalankan tugasnya,
didalam Departemen Auxillary terdapat beberapa unit, yaitu spinbath, evaporator,
crystalizer, calcination, driyer dan bagging. Proses acid recovery dan salt
recovery terdapat enam unit yang diuraikan di bawah ini.
1. Unit Spinbath
Berikut ini merupakan proses unit spinbath yang disajikan pada Gambar
2.4

LARUTAN SPINBATH
DARI DEPT.SPINNING

ACID ADDITION ZINK ADDITION


BOTTOM TANK

FILTER FILTER

EVAPORATOR MSFE

TOP TANK

LARUTAN SPINBATH KE
DEPT.SPINNING

Gambar 2.4 Diagram Alir Unit Spinbath


Unit spinbath ini bertugas untuk me-recovery larutan return spinbath dari
spinning machine, sehingga didapatkan larutan spinbath yang sesuai
persyaratannya untuk dikirimkan kembali ke spinning machine. Larutan return
spinbath memiliki kandungan air yang cukup besar sebagai hasil reaksi antara
asam (H2SO4) dengan basa (NaOH) yang juga menghasilkan glauber salt.
Larutan spinbath yang mengandung H2SO4 bereaksi dengan larutan
viscose yang mengandung NaOH yang terjadi pada proses pembuatan filament
fibre di Departmen Spinning, reaksi yang terjadi sebagai berikut ini.

2 NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H2O

Larutan return spinbath dari spinning machine terlebih dahulu


dilewatkan ke dalam strainer sehingga cairan viscose yang terbawa dapat
tersaring kemudian dipompakan masuk ke dalam bottom tank. Dari bottom tank
aliran dibagi menjadi dua aliran. Sebagian diumpankan ke dalam evaporator dan
sebagian lagi disirkulasikan ke dalam top tank. Hal ini dilakukan agar larutan
spinbath didalam top tank tidak terlalu pekat. Didalam bottom tank terjadi
penambahan larutan H2SO4 70%. Penambahan larutan H2SO4 bertugas untuk
menjaga agar konsentrasi H2SO4 dalam spinbath berada pada rentang 131,5 –
132,5 gr/l. Selain ditambahkan dengan asam sulfat, larutan spinbath juga
ditambahkan berrol 637 sebagai koagulan untuk mengikat impurities yang
terdapat didalam larutan spinbath, sehingga menggumpal dan mudah untuk
disaring. Penambahan berrol 637 ini menyebabkan terbentuknya busa sehingga
untuk menghilangkan busa larutan spinbath ditambahkan berrol 730.
Di dalam bottom tank, larutan spinbath juga ditambahkan ZnSO4 yang
bertugas untuk memperlambat reaksi netralisasi yang bersifat searah dan
berlangsung cepat. Dengan penambahan ZnSO4 serat/filamen yang terbentuk
tidak akan mudah putus karena tidak terbentuknya rongga-rongga udara.
Untuk menjaga batasan kandungan Na2SO4 di dalam larutan spinbath,
maka larutan spinbath dialirkan ke dalam Reagen Bath Tower (RBT) untuk
ditampung dan selanjutnya diproses menjadi kristal Na2SO4 pada unit crystallizer.
Hasil reaksi pembuatan fibre berupa air mengakibatkan bertambahnya volume
larutan spinbath dan menurunkan nilai spgr (spesific gravity), sehingga digunakan
evaporator untuk menurunkan kadar airnya. Sedangkan untuk menjaga temperatur
spinbath sesuai dengan batasan yang ditetapkan yaitu dengan cara
mempertahankan temperatur outlet dari evaporator.
Larutan spinbath yang ditampung di bottom tank dipompakan ke filter
kemudian dilanjutkan ke top tank. Media filter yang digunakan terdiri dari bed
yang tersusun atas batu, kerikil, dan pasir yang disangga oleh plat berlubang-
lubang kecil. Proses penyaringan bertujuan untuk menghilangkan pengotor pada
larutan spinbath. Spinbath yang sudah bersih ditampung di top tank, kemudian
dialirkan ke spinning machine untuk digunakan sebagai larutan koagulan.
Selanjutnya larutan spinbath tersebut dialirkan kembali ke bottom tank. Proses
terjadi terus menerus sehingga terjadi sirkulasi.
Dengan menggunakan pompa, larutan spinbath dipompakan melewati
filter menuju ke unit evaporator dan aliran keluar dari evaporator dipompakan ke
top tank. Larutan spinbath dari bottom tank juga dipompa melewati filter menuju
crystallizer dengan aliran balik dialirkan ke bottom tank.
Untuk menghilangkan gas yang terjebak dalam larutan spinbath
dilakukan proses pemisahan pada digester yang berada dalam kondisi vakum.
Larutan spinbath dialirkan ke dalam vacum vessel sehingga gas yang bertekanan
rendah akan menguap. Uap yang kontak diserap oleh air yang ada pada mixing
condenser (MK) dan heater condenser (HK), kemudian dialirkan ke seal pot.
2). Unit evaporator
Pada unit ini terjadi proses penguapan, penguapan adalah perubahan
wujud suatu bahan dari cair menjadi gas. Cairan yang masuk ke unit evaporator
adalah cairan spinbath yang telah digunakan di Departemen Spinning. Cairan
spinbath yang keluar dari Departemen Spinning mengandung banyak air, sehingga
akan menyebabkan konsentrasi H2SO4 turun, sedangkan konsentrasi larutan
Na2SO4 akan meningkat. Setiap produksi 1 ton fibre maka air yang dikembalikan
dari spinning ke Departemen Auxillary sebanyak 7,6 m³/jam. Oleh karena itu, air
harus dipisahkan dari cairan spinbath dengan cara penguapan. Penguapan cairan
spinbath ini dimaksudkan untuk meningkatkan konsentrasi larutan spinbath dan
mengembalikannya pada komposisi awal agar dapat digunakan kembali di
Departemen Spinning.
PT. Indo Bharat Rayon memiliki 13 unit evaporator yang menggunakan
sistem Multi Stage Flash Evaporator (MSFE). Setiap mesin spinning memiliki
sumber larutan spinbath dari evaporator masing-masing sebagai berikut.
1. M/C 1 menggunakan evaporator 3
2. M/C 2 menggunakan evaporator 1 dan 2
3. M/C 3 menggunakan evaporator 4 dan 6
4. M/C 4 menggunakan evaporator 8 dan 9
5. M/C 5 menggunakan evaporator 10 dan 11
6. M/C 6 menggunakan evaporator 12 dan 13
Sedangkan evaporator 5 dan 7 bersifat fleksibel dapat digunakan jika terjadi
masalah atau kekurangan pada evaporator lain.

Setiap unit evaporator terdiri dari 1 heater, 14 stage vessel dan 11


preheater. Kapasitas penguapan evaporator dibagi menjadi dua bagian.
a. Evaporator kapasitas besar (evaporator 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,12 dan 13)
dapat menguapkan 45 m3/jam
b. Evaporator kapasitas kecil (evaporator 1 dan 4) dapat menguapkan 20 m3/jam

Evaporator beroperasi pada tekanan vakum menggunakan steam ejector


dan pompa vakum dengan tekanan yang semakin rendah dari vessel 1 sampai
vessel 14. Mula-mula larutan return spinbath dipompakan oleh feed pump ke head
tank dengan terlebih dahulu dilewatkan ke strainer yang bertugas menyaring
larutan viscose yang terbawa oleh larutan spinbath. Kemudian larutan spinbath
masuk ke dalam bottom tank, dari bottom tank larutan spinbath dibagi jadi dua
aliran, yaitu dipompakan menggunakan labour pump menuju top tank melalui
filter berukuran 100 mesh. Jumlah filter yang digunakan setiap mesin berbeda
seperti berikut ini.
1. M/C 1 : 4 unit filter
2. M/C 2 : 4 unit filter
3. M/C 3 : 4 unit filter
4. M/C 4 : 4 unit filter
5. M/C 5 : 5 unit filter
6. M/C 6 : 5 unit filter
Sedangkan untuk aliran lainnya dilewatkan ke dalam evaporator sistem
MSFE (Multi Stage Flash Evaporator). Pembagian aliran pada bottom tank ini
bertujuan agar larutan spinbath didalam top tank tidak terlalu pekat. Larutan
spinbath dari bottom tank dipompakan oleh feed pump menuju head tank dengan
terlebih dahulu dilewatkan ke dalam strainer dan filter untuk menyaring kotoran
yang terbawa. Dari head tank larutan return spinbath masuk ke dalam vessel 13
pada suhu 45,9oC. Aliran dari satu vessel ke vessel lainnya terjadi karena adanya
perbedaan tekanan.
Tekanan di V1 ke V14 semakin tinggi sehingga suhu penguapan air
semakin rendah. Dari V14 return spinbath dialirkan ke dalam preheater A11,
dimana preheater ini terdiri dari shell and tube dengan pola aliran 1-4 pass. Proses
berlangsung demikian seterusnya sampai preheater A1. Dari preheater 1 (A1)
pemanasan dilanjutkan ke dalam sigri heater (H1) yang dipanaskan menggunakan
low pressure steam sebesar 1,8 bar dengan laju 5 ton/jam hingga suhunya
mencapai 105oC.
Steam kondensat yang keluar dari sigri heater (H1) masuk kedalam Flash
Vessel (FLV) yang berjumlah tiga buah dan uap yang dihasilkan dimanfaatkan
untuk memanaskan preheater 1, 6, dan 11. Sedangkan pH steam condensate
adalah netral (pH=7) dan konduktivitas nya rendah. Steam condensate selanjutnya
masuk ke sealing pot untuk dikirim lagi ke boiler house untuk diproses menjadi
steam kembali. Dari H1 larutan masuk ke dalam vessel 1 (V1) kemudian ke dalam
vessel 2 (V2) sampai ke dalam vessel 12 (V12) dan akhirnya dikeluarkan ke dalam
thick bath tank dan selanjutnya masuk ke top tank untuk dikirim kembali sebagai
larutan spinbath ke unit spinning machine di Departemen Spinning. Suhu pada
masing-masing vessel sebagai berikut ini.
1. Vessel 1 (V1) suhu 93,7oC
2. Vessel 2 (V2) suhu 93,7 oC
3. Vessel 3 (V3) suhu 90,7 oC
4. Vessel 4 (V4) suhu 86,3 oC
5. Vessel 5 (V5) suhu 80,3 oC
6. Vessel 6 (V6) suhu 75,7 oC
7. Vessel 7 (V7) suhu 70,7 oC
8. Vessel 8 (V8) suhu 65,2 oC
9. Vessel 9 (V9) suhu 62,4 oC
10. Vessel 10 (V10) suhu 60,4 oC
11. Vessel 11 (V11) suhu 59 oC
12. Vessel 12 (V12) suhu 48,2 oC
13. Vessel 13 (V13) suhu 45,9 oC
14. Vessel 14 (V14) suhu 98,5 oC
Uap air yang dihasilkan V1 dialirkan ke preheater 1 sama halnya dengan
uap yang dihasilkan pada vessel yang lainnya. Khusus untuk vessel 12,13, dan 14
uap yang dihasilkan serta steam dari steam jet ejector dialirkan ke dalam Mixer
Condensor (MK) yang berada dalam kondisi vakum dengan tekanan 80-100 bar,
sehingga terjadi kontak dengan air yang berasal dari cooling tower dengan suhu
32oC. MK bertugas untuk mengatur suhu di thick bath tank. Uap yang belum
terkondensasikan dialirkan ke dalam heater condensor (HK) dengan tekanan yang
lebih rendah sehingga suhu turun dari 45,9oC menjadi 36,2oC. HK bertugas untuk
menjaga kestabilan vakum dalam sistem ±80 bar. Kemudian uap di kontakkan
dengan air yang berasal dari cooling tower sehingga terjadi kondensasi.
Kondensat dari MK dan HK dialirkan ke dalam MK water seal pot untuk
didinginkan di cooling tower, sedangkan uap yang tidak mengembun akan
dibuang melalui exhaust.
Kemampuan evaporator untuk menguapkan air dalam larutan return
spinbath sangat dipengaruhi oleh efisiensi perpindahan panas di dalam evaporator.
Efisiensi perpindahan panas dapat terganggu oleh adanya endapan sulfur yang
menempel pada dinding shell and tube di bagian preheater. Untuk menghilangkan
endapan sulfur ini biasanya dilakukan dengan cara pencucian menggunakan
larutan NaOH 4% pada suhu 80oC. Kemudian dibilas menggunakan soft water
dengan suhu 30oC. Rentang pencucian dilakukan setiap 2 minggu sekali atau jika
efisiensi evaporator turun.
2). Unit Crystallizer
Diagram alir proses dari unit crystalizer disajikan pada Gambar 2.5.

LARUTAN SPINBATH
DARI BOTTOM TANK

REAGEN BATH
TOWER (RBT)

VK1, VK 2, VK3

ALAT
CRYSTALLIZER

MAGMA TANK
Gambar 2.5 Diagram Alir Unit Crytallizer

Crystallizer bertugas untuk memisahkan satu atau lebih komponen dari


larutannya berdasarkan perbedaan titik bekunya. Crystallizer ini bertugas untuk
mengambil Na2SO4 di dalam larutan spinbath yang dihasilkan selama proses
regenerasi. Pada crystallizer tersebut tidak langsung dihasilkan natrium sulfat
tetapi yang dihasilkan berupa glauber salt (Na2SO410H2O) sehingga perlu
dilakukan pernghilangan air yang masih tersisa yang dilakukan dalam proses
calcinations. Selama proses regenerasi di seksi spinning machine, konsentrasi
Na2SO4 akan terus meningkat. Reaksi yang terjadi dapat dilihat sebagai berikut.
2 NaOH + H2SO4 → Na2SO4 + 2 H2O

Pada dasarnya kristal Na2SO4 akan terbentuk pada suhu 12°C. Jadi tugas
crystallizer adalah menurunkan suhu spinbath dari 48-50°C menjadi 12oC.
Proses diawali dengan larutan spinbath dialirkan ke dalam strainer dan
filter untuk menyaring pengotor yang terbawa oleh larutan spinbath. Kemudian
untuk menurunkan suhu larutan ini dilewatkan heat exchanger. Selanjutnya
larutan spinbath di alirkan ke VK0 (VK = Pre Cooler) yang divakumkan oleh bath
condenser 0 sehingga uap dari VK0 akan masuk ke dalam BK0 yang
dikondensasikan dengan menggunakan air dari cooling tower. Kondensat dari
BK0 ditampung ke dalam hot well untuk selanjutnya dialirkan kembali ke cooling
tower.
Larutan kemudian masuk ke VK1 pada suhu 38,1 oC yang divakumkan
oleh BK3 (suhu 36,6 oC). Kemudian masuk ke VK2 pada suhu 34,2 oC yang
divakumkan oleh BK2 (suhu 32,3 oC), selanjutnya masuk ke VK3 pada suhu 29,7
o
C yang divakumkan oleh BK1 (suhu 28,4 oC). Proses kondensasi yang dilakukan
di BK1, 2 dan 3 dilakukan menggunakan larutan mother liquor larutan spinbath
yang berasal dari unit RVF (Rotary Vaccum Filter). Kondensat dari BK 1, 2 dan
3 ditampung di dalam Mother Liquor Tank yang selanjutnya dialirkan ke bottom
tank. Rangkaian alat ini merupakan precooler yang bertugas sebagai pendinginan
awal.
Larutan kemudian masuk ke dalam alat crystallizer berupa vessel. Alat
ini terdiri atas 3 Vessel yang divakumkan oleh Mixing Kondensor (MK) dengan
bantuan steam ejector dengan tekanan 14-15 bar. Dimana vessel 1 dan 2 (K1 dan
K2) divakumkan oleh MK2 dan vessel 3 (K3) divakumkan oleh MK1. Larutan yang
digunakan untuk kondensasi berupa larutan H2SO4 98% karena larutan tersebut
mudah menyerap air. Kondensasi menyebabkan turunnya konsentrasi larutan
H2SO4 98% menjadi 70%.
Larutan spinbath dari VK3 dialirkan ke vessel pertama (K1), dimana
larutan spinbath mengalami penurunan suhu karena kondisi vakum. Tiap vessel
memiliki vakum yang berbeda mengakibatkan terjadinya penurunan suhu larutan
return spinbath secara bertahap. Dari K1 suhu diturunkan hingga 15,5oC.
Kemudian masuk ke K2 dan diturunkan suhunya hingga 14oC dan akhirnya keluar
dari K3 pada suhu 10-11 oC. Vessel dilengkapi dengan lubang kecil yang bertugas
untuk pembentukan gelembung yang dapat difungsikan sebagai agitator.
Larutan return spinbath yang keluar dari K3 kemudian dipompakan oleh
salt pump ke dalam magma tank yang berfungsi sebagai tempat penampungan
sebelum dialirkan ke Rotary Vacum Filter (RVF). Kondisi vakum terjadi dengan
bantuan blower bertekanan 200 mmHg, sehingga kristal Na2SO4.10H2O dapat
terpisahkan dari mother liquor. Kristal Na2SO4.10H2O masuk ke dalam melter dan
selanjutnya masuk ke unit calcination sedangkan mother liquor ditampung di
dalam seal pot dan dialirkan ke dalam BK1.
3. Unit Calcination
Calcination merupakan proses lanjutan dari proses crystallization, untuk
memisahkan air yang masih terkandung dalam glauber salt sebesar 10% sehingga
diperoleh Na2SO4 dengan kadar air 0,05%. Proses dari unit calcination dapat
dilihat pada Gambar 2.6.
GLAUBER SALT (Na2SO4.10H2O )
DARI MELTER TANK

SETTLER TANK

TRIPLE EFFECT
EVAPORATOR

MELTER TANK

SETTLER TANK

TFF (TOP FEED


FILTER)

Gambar 2.6 Diagram Alir Unit Calcinations

Proses Kalsinasi ini menggunakan sistem Triple Effect Evaporator.


Proses kalsinasi berlangsung dalam VDK yang tersusun secara seri. Proses
dimulai dari glauber salt didalam melter tank yang dipertahankan pH nya pada
5,6 - 6,5 dengan cara penambahan kaustik 26% yang bertugas untuk menetralkan
sisa H2SO4 yang masih terbawa. Kemudian masuk ke dalam Triple Effect
Evaporator (VDK 1, 2,dan 3). Kondisi masing-masing VDK sebagai berikut ini.
1. VDK1 : suhu 95oC Tekanan 100 mmHg
2. VDK2 : suhu 75-85 oC Tekanan 500-600 mmHg
3. VDK3 : suhu 60-65 oC Tekanan 800-900 mmHg

Di dalam VDK glauber salt disirkulasikan ke dalam Heat Exchanger


(HE). HE1 dipanaskan dengan steam 1,8-2 bar dengan laju 1-5 ton/jam.
Sedangkan HE2, dan HE3 dipanaskan dengan uap yang keluar dari VDK1 dan
VDK2.
Outlet dari VDK3 ditampung kembali ke dalam melter yang selanjutnya
dipompakan menuju settler yang bertugas sebagai penampung dan pengumpan
kristal Na2SO4 ke dalam Top Feed Filter (TFF). Sedangkan uap yang keluar
dialirkan ke dalam Mixing Kondensor (MK) dan kondensatnya ditampung di
dalam seal pot.
TFF adalah vakum filter yang berputar dan terbuat dari stainless stell.
Slurry NFL (Neutral Feed Liqour) yang telah siap akan difiltrasi di TFF filter
dengan menggunakan pompa transfer melter melalui settler. Sodium akan terfilter
dan mother liquor akan dikembalikan ke melter. Pada proses ini juga terdapat
penambahan hypoclorit yang bertugas sebagai zat pemutih. Nilai whiteness yang
diinginkan untuk kristal Na2SO4 yaitu 88-90%.
4. Unit Dryer
Kristal natrium sulfat basah dari TFF dimasukkan dalam pipa dryer
bersamaan dengan udara panas yang mengalir ke atas sehingga terjadi kontak
sepanjang pipa. Selama proses pengontakkan tersebut maka akan terjadi
penguapan air. Udara pengering yang digunakan dipanaskan oleh gas panas hasil
pembakaran solar yang dilakukan dalam Chamber. Udara luar dihembuskan dan
dibakar dengan solar yang dispraykan ke dalam Chamber. Udara panas dengan
suhu 450°C ditarik dengan exhaust fan dari atas dengan laju tertentu sehingga
kristal natrium sulfat basah terfluidisasi di dalam pipa.
Aliran udara yang keluar dari dryer dimasukkan ke cyclone untuk
memisahkan kristal hasil pengeringan. Di dalam cyclone kristal akan turun ke
bawah sedangkan gasnya ikut keluar di delivery exhaust fan. Suhu udara keluar
dari dryer adalah 175oC dengan kandungan air 0,01% di dalam kristal Na2SO4.
Produk akhir Na2SO4 harus memenuhi beberapa kriteria di bawah ini.
a. Kemurnian : minimal 99,5%
b. pH kristal : 5,6-6,5
c. Moisture : maksimal 0,10%
d. Berger (kilat) : 78-82%
5. Unit Bagging
Natrium sulfat anhydrous yang telah mengalami proses drying kemudian
ditampung di silo dan dikemas menggunakan karung dengan bagging machine
yang bekerja secara otomatis. Jumlah mesin bagging ada dua. Kapasitas produksi
setiap mesin adalah 70 ton/hari dan dikemas dalam karung dengan berat 25, 50
dan 1000 kg.
6. Unit Steam Condensate
Steam yang telah digunakan kemudian terkondensasi menjadi steam
condensate dengan temperatur kira-kira 60°C, kemudian dikirim kembali ke
Power Plant untuk diolah menjadi steam kembali.

2.1.4 Departemen Ancillary


Departemen ancillary memiliki dua acid plant yang di uraikan dibawah
ini.
1) Acid Plant
Departemen Ancillary memiliki dua acid plant bertugas untuk
memproduksi H2SO4 98,5%. Acid plant 1 memiliki kapasitas 150 ton/hari, Acid
plant 2 memiliki kapasitas 120-130 ton/hari, dan Acid plant 3 memiliki kapasitas
150 ton/hari. Proses pembuatan dilakukan dengan proses kontak antara sulfur cair
dengan udara kering menggunakan katalis vanadium pentaoksida (V2O5), yang
bertugas mengkonversi SO2 menjadi SO3.
Bahan baku dari pembuatan H2SO4 ini adalah sulfur cair dan udara
kering. Udara yang akan dikontakkan terlebih dahulu dilewatkan ke menara
pengering (drying tower) yang digerakkan oleh blower. Drying tower berisi
packing yang terbuat dari keramik. Proses pengeringan udara dilakukan dengan
menggunakan asam sulfat sebagai absorben untuk menyerap uap air yang
terkandung dalam udara. Penggunaan udara kering ini bertujuan untuk mencegah
korosi pada converter dan pipa-pipa serta mencegah kerusakan katalis, karena air
merupakan racun katalis.
Proses pembakaran sulfur oleh udara kering terjadi dalam furnace pada
suhu 900-1000oC. Reaksi pembakaran tersebut bersifat eksoterm sehingga kalor
yang dihasilkan dapat digunakan pada boiler untuk menghasilkan steam. SO2
yang terbentuk dari proses pembakaran ini selanjutnya dialirkan ke converter.
Reaksi yang terjadi pada furnace adalah sebagai berikut ini.
S + O2 → SO2

Sebelum masuk converter, SO2 dilewatkan pada cartridge filter


terlebih dahulu untuk menyaring pengotor yang terbawa oleh SO2. Dalam
converter terdapat katalis vanadium pentaoksida (V2O5). Katalis tersebut bertugas
mempercepat reaksi oksidasi SO2. Converter terdiri dari 5 Bed. SO2 yang masuk
Bed 1 memiliki suhu 44oC kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk SO3.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut ini.
SO2 + ½ O2 → SO3

SO3 yang keluar dari Bed 1 memiliki suhu 590oC, suhu keluaran yang
tinggi tersebut kemudian digunakan untuk menghasilkan steam pada boiler 2.
Pemanfaatan panas tersebut mengakibatkan penurunan suhu pada suhu keluaran
boiler 2. Suhu SO3 yang masuk Bed 3 adalah 440oC dan suhu keluarannya adalah
590oC. SO3 keluaran tersebut kemudian dialirkan ke tube side heat exchanger.
Dalam heat exchanger tersebut SO3 mengalami pendinginan oleh soft water yang
dialirkan di bagian shell sehingga suhu SO3 turun menjadi 440oC.
Dari heat exchanger SO3 dialirkan ke Bed 3A (Bed 3 pada plant 1) dan
kemudian masuk ke Bed 3B (Bed 4 pada plant 1). Keluaran dari Bed 3B masuk ke
tube side hot heat exchanger (SO3 cooler) dan tube side cold heat exchanger.
Setelah itu masuk ke economizer Interpass Tower. Pada alat tersebut SO3
mengalami pendinginan dengan menggunakan soft water. Lalu masuk ke
Interpass Tower untuk dikontakkan dengan H2SO4 dan membentuk oleum
(H2S2O7) untuk kemudian dialirkan ke circulation tank. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut ini.
SO3 + H2SO4 → H2S2O7
H2S2O7 + H2O → 2 H2SO4

SO3 yang belum terikat dengan H2SO4 dialirkan ke candle mist


eliminator. Dalam candle mist eliminator gas-gas pengotor tertangkap oleh acid
besi yang terdapat di dalamnya. Dari candle mist eliminator SO3 dialirkan
kembali ke cold heat exchanger, hot heat exchanger, dan heat exchanger pada
bagian shell. Kemudian SO3 masuk kembali ke converter Bed 4. SO3 yang keluar
dari Bed 4 (Bed 5 pada Plant 1) dialirkan ke Final Absorption Tower Economizer
untuk dikontakkan kembali dengan acid. Gas SO3 yang masih terlepas atau tidak
kontak dengan acid masuk ke scrubbing tower yang didalamnya terdapat air yang
disemprotkan untuk menangkap SO3. SO3 yang masih belum terikat dibuang
melalui chimney.
2) CS2 Refinery Plant
Plant ini bertugas untuk melakukan pemurnian terhadap CS2 dari
Departemen Spinning melalui proses distilasi. Kualitas CS2 crude adalah
kandungan H2S ± 40 ppm dan total solid 130 ppm. Sedangkan kualitas yang
diperlukan adalah kandungan H2S ± <5 ppm dan total solid <50 ppm.
Proses refinery bertugas untuk memurnikan atau memisahkan suatu
cairan dari zat-zat pengotor yang terbawa ketika proses, misalnya sulfur yang
terlarut dan H2S. Dari tank CS2 dialirkan ke storage tank dengan menggunakan
tekanan nitrogen kemudian dipress masuk unit refinery. CS2 crude diumpankan ke
dalam still I (distilasi I) dimana di dalam reservoir dialirkan steam dengan sistem
close steam pada tekanan 2,5 bar dan suhu 120 – 130oC.
Fraksi uap akan dikondensasikan pada kondensor melalui 2 pass,
sebagian kondensat diambil sebagai produk dan sebagian lagi dikembalikan ke
dalam still reflux. Aliran bawah dari still yang dilengkapi dengan sistem
pemanasan koil pada suhu 46 – 48oC kemudian dialirkan ke still II. Sedangkan
fraksi uap akan dikondensasikan di kondensor dan kondensat diambil sebagai
produk dan sebagian lagi dikembalikan sebagai reflux. Kedua produk ini disimpan
di refine storage tank dan siap dipressing ke Departemen Viscose.
Suhu di still II yaitu 50oC. Aliran bawah dari still II dialirkan ke sulfur
separator yang dilengkapi dengan sistem pemanasan koil. Separator bertugas
untuk memisahkan sulfur dengan fraksi ringan (uap), fraksi uap akan
terkondensasi di kondensor dan fraksi berat sulfur dikeluarkan dan dikembalikan
untuk dicairkan dan dimurnikan kembali. Sedangkan gas yang tidak terkondensasi
masuk ke tail gas condenser dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas.
Kondensat dari sulfur separator kondensor total diumpankan ke dalam
still II sedangkan H2S dipisahkan reflux condenser. Selanjutnya gas dilewatkan ke
dalam oil scrubber system yang tugasmya untuk menangkap CS2 yang lolos tidak
ikut terkondensasi, sedangkan gas H2S yang tidak terkondensasi akan ditampung
di gas holder. Pada gas holder terjadi proses pembakaran H2S sehingga yang
terbuang ke udara dalam bentuk SO2 karena H2S merupakan gas yang berbahaya.
Menara distilasi diisi dengan packing yang terbuat dari keramik untuk
memperluas kontak permukaan dan mempercepat perubahan fasa cair menjadi
fasa gas.
Product condenser menggunakan air biasa dengan suhu 28 – 30oC,
sedangkan reflux, tail gas, dan sulfur separator menggunakan chilled water
dengan suhu 8 – 9oC yang diproduksi oleh Departemen Viscose. Jumlah storage
tank penampungan CS2 yang digunakan adalah 18 buah dengan kapasitas masing-
masing tangki 45 ton. Storage tank no. 1, 2, 3, dan 4 berasal dari CS2 recovery
dari Departemen Spinning. Storage tank no. 5, 6, dan 7 merupakan penampungan
CS2 dari refinery dan storage tank no. 8 – 18 merupakan tangki penampungan CS2
dari PT. Indo Raya Kimia.
3) Waste Sulphuric Acid Plant
Waste Sulphuric Acid Plant bertugas untuk merecovery gas dari spinning
untuk diubah jadi H2SO4 (Treatment limbah gas). Proses diawali dari pencucian
lean gas yaitu limbah gas yang berasal dari Departemen Spinning. Proses
pencucian dilakukan dalam scrubber (ventury washer) dengan menggunakan air.
Air yang dialirkan pada scrubber akan menangkap pengotor-pengotor debu.
Sepertiga bagian dari lean gas (sisanya langsung masuk ke mixing
chamber) dan udara dari blower masuk ke combuster. Dalam combuster terjadi
pembakaran pada suhu ± 850oC yang menghasilkan SO2. Dalam proses
pembakarannya dilakukan penambahan sulphur yang bertugas untuk
mempertahankan suhu SO2 yang masuk mixing chamber. Natural gas digunakan
untuk memantik api.
Dua per tiga lean gas masuk ke mixing chamber untuk kemudian
dicampurkan dengan SO2 dari combuster. Suhu pada mixing chamber yaitu
380oC. Dari mixing chamber SO2 masuk ke converter yang terdiri dari 3 bed,
yang diuraikan seperti dibawah ini.
1. Bed 1 terjadi pembakaran SO2 dengan penambahan katalis VK WSA yang
berfungsi membantu proses pembentukan SO2.
2. Bed 2 terjadi pengubahan SO2 menjadi SO3 dengan penambahan katalis VK
38. Proses ini merupakan reaksi eksoterm sehingga sebelum masuk Bed 3 SO3
dilewatkan terlebih dahulu pada Interbed Cooler.
3. Bed 3 terdapat katalis VK 38. Setelah dari Bed 3 SO3 dilewatkan terlebih
dahulu pada Process Gas Cooler.
Pengambilan SO3 dilakukan melalui proses kondensasi pada WSA
Condenser. Proses kondensasi dilakukan dengan peniupan udara dari blower. Dari proses
kondensasi ini terbentuk H2SO4 (dari SO3 dan H2O yang terkondensasi). Cairan H2SO4
yang terbentuk kemudian ditampung dalam acid vessel, kemudian mengalami
pendinginan oleh cooling water pada acid cooler. Sehingga akhirnya diperoleh
H2SO4 97%.
Dari WSA Condenser SO2 yang belum bereaksi masuk ke SO2 Quench
untuk dikontakkan dengan air yang disemprotkan dari arah atas. Selanjutnya SO2
masuk ke scrubber. Dalam scrubber tersebut SO2 dilewatkan pada NaOH 1 - 3%
dengan demikian SO2 yang dilepas ke lingkungan telah sesuai dengan ambang
batas menangkap CS2 yang lolos tidak ikut terkondensasi, sedangkan gas H2S
yang tidak terkondensasi akan ditampung di gas holder. Pada gas holder terjadi
proses pembakaran H2S sehingga yang terbuang ke udara dalam bentuk SO2
karena H2S merupakan gas yang berbahaya. Menara distilasi diisi dengan packing
yang terbuat dari keramik untuk memperluas kontak permukaan dan mempercepat
perubahan fasa cair menjadi fasa gas.
Product condenser menggunakan air biasa dengan suhu 28 – 30oC,
sedangkan reflux, tail gas, dan sulfur separator menggunakan chilled water
dengan suhu 8 – 9oC yang diproduksi oleh Departemen Viscose. Jumlah storage
tank penampungan CS2 yang digunakan adalah 18 buah dengan kapasitas masing-
masing tangki 45 ton. Storage tank no. 1, 2, 3, dan 4 berasal dari CS2 recovery
dari Departemen Spinning. Storage tank no. 5, 6, dan 7 merupakan penampungan
CS2 dari refinery dan storage tank no. 8 – 18 merupakan tangki penampungan
CS2.

2.2. Utilitas
2.2.1 Tenaga Listrik
Sumber tenaga listrik di PT Indo Bharat Rayon berasal dari 4 sumber
yaitu PLN, steam turbin, gas turbin dan solar turbin. PLN mensuplai listrik
dengan kapasitas 13 MWatt. Jumlah listrik yang dipasok oleh PLN tidak dapat
mencukupi kebutuhan semua proses, sehingga PT Indo Bharat Rayon membuat
pembangkit listrik untuk mencukupi semua proses produksi dengan membuat
turbin/generator. Energi listrik yang dihasilkan dari steam turbin sebesar 35
Mwatt/hari, gas turbin sebesar 15 Mwatt/hari dan solar turbin sebesar 2,5
Mwatt/hari.
Turbin digerakan oleh steam oleh Departemen Power Plant yang
dihasilkan dari boiler. Selain itu steam power plant juga digunakan untuk proses
produksi. Rata- rata steam normal yang disuplai untuk keperluan proses sebesar
268 TPH (Ton per Hour). Steam dihasilkan oleh Departemen Power Plant
dihasilkan oleh 4 boiler yaitu 3 boiler jenis AFBC (Atmospheric Fluidised Bed
Coal) dan 1 boiler jenis CFBC (Circulating Fluidised Bed Coal). Boiler jenis
AFBC rata-rata menghasilkan steam sebesar 60 TPH dan boiler jenis CFBC rata-
rata menghasilkan steam sebesar 70 TPH. Steam juga disuplai dari acid plant dan
WSA dengan steam yang dihasilkan kurang lebih 18 TPH.
Parameter steam yang dihasilkan boiler untuk memutar turbin yaitu
dengan tekanan 65 bar dan temperatur 485ºC. High presure steam digunakan
untuk menggerakkan gas turbin untuk mengantisipasi apabila listrik dari PLN
mati. Temperature Flue Gas yang keluar dari turbin adalah 90°F yang
dimanfaatkan untuk pemanas boiler. Steam yang telah digunakan untuk
menggerakkan turbin, tekanannya menjadi berkurang (Low Pressure Steam).
Steam tersebut kemudian dialirkan ke departemen lain untuk proses produksi.
Sumber solar turbin dari solar dibakar oleh udara dari kompresor sehingga
menimbulkan titik nyala dan gas dibuang ke furnace melalui damper dan solar
turbin hanya digunakan sebagai cadangan.

2.2.2 Demineralisasi Plant


Boiler feed water yang diperoleh dari raw water hasil pengolahan Unit
Waste and Water Treatment dan dari air condensat steam yang selanjutnya diolah
menjadi air demineralisasi. Awal proses dilakukan proses penyaringan
menggunakan sand filter yang bertugas meminimalisir padatan tersuspensi,
kemudian disaring kembali dengan ACF (Activated Carbon Filter). Fungsi dari
ACF untuk menghilangkan bau, klorin, dan kotoran dengan cara filtrasi
menggunakan media filter karbon. ACF tank ini berbentuk silinder vertikal
dengan media karbon aktif dimasukkan didalamnya untuk proses filtrasi. Pada
ACF pH diatur menjadi netral.
Air kemudian dialirkan ke SAC (Strong Acid Cation) yang bertugas untuk
mengikat ion-ion positif dalam air menggunakan HCl atau H2SO4 50% sehingga
pH turun menjadi 2,8-3,2. Air yang telah dihilangkan ion-ion positifnya,
kemudian dialirkan ke degasser untuk menghilangkan gas-gas terlarut terutama
CO2 yang dapat menyebabkan foaming atau gelembung dalam boiler bertekanan
tinggi. Penghilangan gas dengan cara disemprotkan dengan air kencang kemudian
karena perbedaan tekanan maka udara akan naik menuju exhaust.
Setelah kandungan gas-gas terlarut hilang, air dalam Degasser Water Tank
selanjutnya dialirkan ke SBA (Strong Base Anion). Pada SBA dilakukan
penghilangan ion-ion negatif dan menurunkan kadar silikat menggunakan NaOH
40% sehingga pH naik menjadi 7,0 – 9,0. Output dari SBA dialirkan ke Mix Bed
yang merupakan unit penukar kation dan anion. Mix Bed bertugas untuk
menyempurnakan penghilangan kation dan anion yang telah dilakukan oleh SAC
dan SBA tank. Pada Mix Bed terdapat 2 bed yang diisi resin yang bertujuan untuk
menghilangan akhir ion positif dan negatif yang masih tertinggal, selain itu juga
untuk menurunkan kadar silikat pada air. Air hasil akhir mengandung kadar silikat
kurang dari 0,02 ppm dengan pH 5,8–6,2 yang ditampung di demineralisasi tank.
Air deminineralisasi tersebut kemudian dialirkan sebagai air umpan boiler
bertekanan tinggi.

2.2.3 Pendingin (cooling water)


Air pendingin (cooling water) diperlukan untuk kelangsungan proses
produksi terutama pada proses pembuatan larutan viskosa. Fungsi air pendingin
adalah sebagai pengatur suhu pada saat proses produksi berlangsung. Air
pendingin di PT Indo Bharat Rayon diperoleh melalui pendinginan pada unit
chiller. Chiller merupakan suatu tangki yang terdiri dari evaporator dan
kondensor. PT Indo Bharat Rayon memiliki 10 buah chiller dimana 7 buah
menggunakan absorban gas freon.
Proses pendinginan di Brine Chiller diawali dengan masuknya freon
kedalam Evaporator. Gas Freon dari Evaporator akan disedot oleh kompresor,
kemudian gas freon tersebut dialirkan menuju kondensor dan didalam kondensor
mengalami perubahan fase dari gas menjadi cair. Cairan freon secara overflow
akan masuk ke ekspander dan di spray ke evaporator. Di Evaporator terjadi
transfer panas antara freon dengan brine sehingga Freon dapat menurunkan
temperatur hingga -25ºC. Freon yang telah digunakan akan mengalami penguapan
dan selanjutnya gas freon akan disedot oleh kompresor dan begitu seterusnya.
Temperatur limit yang ditentukan 5º-7ºC sesuai dengan temperatur yang
diperlukan oleh setiap departemen proses. Kapasitas masing-masing sebagai
berikut ini.
1. Chiller 1 dan 5 : 25 l/detik
2. Chiller 2, 3 dan 4 : 50 l/detik
3. Chiller 6 dan 7 : 110 l/detik
4. GS dan THX : 400l/detik

2.2.4 Unit Water Treatment


Unit Water Treatment merupakan unit yang bertangung jawab
menyediakan air untuk kebutuhan rumah tangga dan air untuk kebutuhan proses
produksi. Sumber air (raw water) yang akan diolah berasal dari sungai Citarum.
Kondisi awal air sungai citarum yang dipakai sebagai air proses produksi dapat
dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Kondisi awal air Sungai Citarum yang dipakai Sebagai

Air Proses Produksi di PT Indo-Bharat Rayon

Parameter Kondisi air Sungai Citarum

COD 444,9 mg/L


BOD5 127 mg/L

TSS 445,2 mg/L

pH 5,4

Zinc (Zn) <0,0059 mg/L

Sulfida <0,026

Sumber : Laboratorium Kimia PT. Indo-Bharat Rayon

Air tersebut kemudian diolah menjadi beberapa jenis air dengan


karakteristik yang berbeda yang disesuaikan dengan tujuan penggunaan air
tersebut. Pengolahan raw water menghasilkan hard water dan soft water.
a. Hard Water
Hard water adalah air hasil pengolahan raw water yang tidak dilakukan
pengolahan dengan resin penukar ion. Biasanya air ini digunakan untuk
kebutuhan rumah tangga pabrik dan kebutuhan departemen tetapi bukan
digunakan untuk proses produksi.
b. Soft Water
Soft Water adalah air hasil pengolahan soft water yang akan digunakan
untuk kebutuhan proses produksi seperti pencucian. Soft Water banyak digunakan
oleh Departemen Viscose, Departemen Spinning, Departemen Auxilliary dan
Departemen Ancillary.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
PT. Indo-Bharat Rayon memproduksi viscose rayon staple fibre, selain itu
juga PT. Indo-Bharat Rayon memproduksi sodium sulfat sebagai produk samping.
PT. Indo-Bharat Rayon terdiri dari beberapa departemen, yaitu Departemen
Viscose yang bertugas mengolah bahan mentah pulp menjadi larutan viscose.
Departemen Spinning yang bertugas melakukan pengolahan larutan viscose
hingga pengepakan serat rayon. Departemen Auxillary bertugas untuk mengolah
larutan spinbath. Departemen Ancilliary bertugas untuk membuat larutan asam
sulfat (H2SO4) dan karbon disulfida (CS2). Departemen Pengolahan Air (Water
Treatment) yang bertugas untuk mengolah limbah dan menyediakan air. Power
Plant bertugas untuk menyediakan uap air dan menyediakan energi. Laboratorium
bertugas memeriksa kadar bahan yang diperlukan disetiap proses sesuai standar.
Bahan baku utama untuk pembuatan staple fibre rayon di PT. Indo Bharat
Rayon adalah pulp. Pemenuhan kebutuhan pulp di PT. Indo Bharat Rayon
merupakan impor dari Amerika dan Swedia. Kapasistas produksi rayon di PT.
Indo-Bharat Rayon dan saat ini 590 ton/hari. Selain menghasilkan rayon sebagai
produk utama, juga menghasilkan sodium sulfat (Na2SO4) sebagai produk
samping. PT. Indo-Bharat Rayon juga memproduksi larutan asam sulfat (H2SO4)
pekat dan cairan karbon disulfida (CS2) sebagai bahan baku penunjang proses.

3.2. Saran
Operasi yang berlangsung selama proses di PT. Indo-Bharat Rayon
sebagian besar masih menggunakan sistem manual yang mengakibatkan human
error selama operasi berlangsung, dan sangat beresiko akan keselamatan
karyawan, sebaiknya mulai lakukan dengan sistem otomatic untuk menghindari
hal tersebut. Selain itu juga limbah dari PT. Indo-Bharat Rayon mengeluarkan
aroma yang tidak sedap dan menganggu masyarakat yang berada disekitar PT.
Indo-Bharat Rayon, sebaiknya dilakukan pengolahan limbah lebih lanjut agar
tidak menimbukan aroma yang dirasakan oleh masyarakat.

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

PT. Indo Bharat Rayon merupakan perusahaan penghasil viscose


staple fibre rayon, atau lebih dikenal dengan sebutan kapas sintetis. Dalam
menjalankan proses produksinya, proses pembuatan staple fibre rayon
dibagi menjadi dua yaitu proses produksi viscose dan proses spinning,
dengan proses penunjang auxilliary dan ancillary.
Departemen auxillary merupakan salah satu departemen penunjang
yang ada di PT. Indo Bharat Rayon. Departemen ini bertugas untuk
menangani acid recovery dengan cara menampung return acid dari
departemen spinning dan mengendalikan konsentrasi acid agar dapat
digunakan kembali oleh departemen spinning. Selain itu departemen ini
juga bertugas mengambil produk samping yang terbentuk yaitu sodium
sulfat yang dihasilkan pada proses regenerasi departemen spinning atau
disebut salt recovery. Untuk dapat menjalankan tugasnya, didalam
departemen auxillary terdapat beberapa unit yaitu spin bath, evaporator,
crystalizer, calcination, driyer dan bagging.
Dalam departemen auxilarry tentunya membutuhkan alat untuk
mengalirkan fluida dan memindahkan cairan dari suatu tempat ke tempat
yang lain melalui suatu media perpipaan maka dibutuhkan sebuah pompa
untuk memindahkannya. Pompa akan bekerja secara optimal jika pompa
tersebut memiliki instalasi daya pompa yang sesusai dengan kemampuan
kerjanya. Pedoman dalam menghitung isnstalasi daya pompa adalah
kapasitas (Q) dan tinggi (H) yang dibutuhkan dalam memompakan fluida
tersebut. Turunnya performansi pompa secara tiba-tiba khususnya pada
bagian efisiensi dan ketidakstabilan dalam operasi sering menjadi masalah
yang serius dan mengganggu kerja sistem secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan, menghitung daya
pompa dilakukan untuk mengetahui spesifikasi pompa yang akan
digunakan, sehingga didapatkan efisiensi penggunaan daya, desain dan
spesifikasi pompa. Adapun beberapa langkah yang harus ditempuh untuk
menghitung daya pompa antara lain, dengan menghitung losses (kerugian-
kerugian) yang terjadi pada instalasi pompa yang akan dibuat. Dari
perhitungan losses (kerugian-kerugian) ini didapatkan head pompa yang
merupakan kemampuan pompa untuk mentransfer fluida.

1.2 Tujuan Tugas Khusus


Tujuan dari tugas khusus yang diberikan yaitu menghitung daya dan
efisiensi pompa di Departemen Auxillary agar dapat dibandingkan dengan
spesifikasi pompa.

1.3 Manfaat Tugas Khusus


Manfaat yang diperoleh dari penyelesaian tugas khusus ini adalah dapat
meningkatkan pengetahuan tentang proses transfer fluida di PT. Indo-
Bharat Rayon khususnya di bagian departemen Auxilarry.

Anda mungkin juga menyukai