BAB I Rev6
BAB I Rev6
PENDAHULUAN
1.3.Unit-unit Produksi
PT. Indo Bharat Rayon memiliki dua departemen yang berperan penting
dalam memproduksi serat sintetis (rayon fibre), yaitu :
1. Departemen Viscose, bertugas untuk membuat larutan viscose (bahan baku
pembuatan serat rayon).
2. Departemen Spinning, bertugas untuk mengolah larutan viscose menjadi serat
rayon hingga pengepakan serat rayon.
1.4.3. Bahan Baku Pembuatan Larutan Asam Sulfat (H2SO4) dan Karbon
Disulfida (CS2)
a. Bahan baku utama
Bahan baku utama pembuatan larutan asam sulfat (H2SO4) dan karbon
disulfida (CS2) yaitu sulphur (S), udara dan asam sulfat (H₂SO₄). Sulphur yang
digunakan berbentuk cair yang diperoleh dari pabrik lain. Udara diperoleh dari
udara yang dihembuskan oleh blower, sebelum digunakan udara ini masuk ke
dalam Drying Tower (DT) untuk dilakukan proses pengeringan. Proses
pengeringan dilakukan dengan menggunakan asam sulfat 98,5% sebagai absorben
untuk menyerap air yang terkandung dalam udara. Asam sulfat berfungsi untuk
mengikat SO₃ yang berada di dalam interpass dan final absorbent tower.
b. Bahan penunjang
Bahan penunjang pembuatan H2SO4 dan CS2 yaitu soft water dan NaOH.
Soft water digunakan untuk air pendingin di economizer dan di Plate Heat
Exchanger (PHE) dengan suhu air 30ºC. NaOH ditambahkan di dalam scrubber
untuk menetralkan pH.
c. Bahan kimia sebagai katalis
Bahan kimia yang digunakan sebagai katalis yaitu vanadium pentaoksida
(V2O5) untuk mengubah SO2 menjadi SO3.
1.4.6. Produk
Produk utama PT. Indo-Bharat Rayon adalah serat sintetis (staple fibre
rayon) yang dikemas dalam bentuk bale dengan berat 250kg/bale. Kapasitas
produksi setiap harinya mencapai 550 ton/hari. Produksi fibre pada saat ini terdiri
atas dua jenis, yaitu fibre untuk kebutuhan tekstil dan non woven fibre untuk
kebutuhan industri kosmetika dan medis.
Berdasarkan kualitasnya, staple fibre rayon yang diproduksi PT. Indo-
Bharat Rayon ada tiga macam, yaitu :
1. BR (bright) artinya fibre dengan warna yang mengkilat.
2. HT (high tenacity) artinya fibre dengan kekuatan tarik tinggi.
3. HTSD (high tenacity semi dull) artinya fibre dengan kekuatan tarik tinggi dan
warna fibre redup.
Spesifikasi staple fibre rayon yang dihasilkan oleh Departemen Spinning dapat
dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Spesifikasi Teknis Staple Fiber Rayon
Persyaratan untuk
Kandungan Unit Spesifikasi Umum
Fiber First Grade
Equilibrium moisture % 10 - 12 9 - 13
Kemurniaan % 99,71
pH - 7,9
Di dalam slurry mixer proses berlangsung pada suhu 52oC dan dilakukan secara
batch dengan waktu reaksi 6-7 menit.
3. Homogenizer
Homogenizer bertugas untuk mencampurkan slurry yang berasal dari
pulper agar menjadi larutan yang homogen. Hal ini karena bubur alkali selulosa
yang berasal dari pulper masih terdapat gumpalan-gumpalan. Di dalam
homogenizer ditambahkan katalis MnSO4 dengan kapasitas 2050 cc/batch yang
bertujuan untuk mempercepat pemutusan rantai polimer. Kecepatan putar dari
impeller pada homogenizer adalah 40 rpm.
4. Slurry Press
Slurry press merupakan alat untuk memisahkan alkali selulosa dari larutan
NaOH. Dari homogenizer, slurry dialirkan ke slurry press untuk mengalami
pressing dengan menggunakan dua buah roll dengan putaran yang berlawanan
arah, sehingga alkali selulosa akan terpisah dari larutan NaOH. Dari slurry press
akan dihasilkan mat berupa padatan dan larutan NaOH. Mat kemudian masuk ke
dalam preshredder untuk dicabik-cabik agar diperoleh butiran-butiran yang lebih
halus untuk mencegah terjadinya choking (peyumbatan) didalam shredder roll,
sehingga tidak akan menyumbat saluran menuju maturing drum. Sedangkan
larutan NaOH 18% yang terpisah akan melewati wagner filter untuk memisahkan
pengotor yang terbawa dalam larutan NaOH. Larutan NaOH hasil penyaringan
dialirkan ke press lye tank 2 di unit soda station, sedangkan pengotornya langsung
dibuang. Komposisi alkali selulosa yang dihasilkan dari slurry press yaitu
selulosa sebesar 33,5-33,9% dan NaOH (alkali) sebesar 15,5-15,9%.
5. Maturing Drum
Di dalam maturing drum terjadi proses depolimerisasi dan pematangan
alkali selulosa yang mengakibatkan penurunan suhu dari 900-1000oC menjadi
200-300oC. Proses pemeraman berlangsung selama 3,5 jam dengan kecepatan
putar 2,5 rpm dan suhu didalam maturing drum dijaga pada 43-45oC. Oleh karena
itu, maturing drum dilengkapi dengan water jacket yang bertugas untuk
mempertahankan suhu didalam drum agar dalam kondisi yang ditentukan.
Pemanas yang digunakan dalam jacket berasal dari steam, sedangkan
pendinginnya berasal dari chilled water. Kematangan alkali selulosa dapat
dikontrol melalui pemeriksaan kekentalan dengan uji Ball Fall (BF) sekitar 60-70
detik tiap satu jam.
Setelah melalui proses pemeraman, alkali selulosa didinginkan dalam
cooling device agar derajat polimerisasi tidak berubah, tetapi mengalami
penurunan suhu hingga 30oC.
6. Silo
Silo merupakan tempat penampungan dan tempat penimbangan berat
alkali selulosa sebelum masuk simplex. Silo di Departemen Viscose 1 dapat
menampung sekitar 2,34 ton alkali selulosa, sedangkan di Departemen Viscose 2
setiap silo dapat menampung hingga 10,5 ton alkali selulosa. Silo dilengkapi alat
pengontrol berat dan motor getar (vibrator motor) untuk memudahkan alkcell
(alkali selulosa) turun ke simplex. Masuknya alkcell ke silo diatur dengan
membuka dan menutup gate feeding yang digerakan secara otomatis. Alkcell
terlebih dahulu akan mengisi silo yang kosong hingga mencapai berat yang telah
disetting, setelah penuh gate akan menutup dan selanjutnya alkcell akan mengisi
silo kosong berikutnya.
7. Simplex Room
Simplex merupakan reactor batch tempat terbentuknya larutan viscose.
PT. Indo-Bharat Rayon memiliki 18 buah simplex di Departemen Viscose 1 yang
dijalankan secara manual dan 4 buah simplex di Department Viscose 2 yang
dijalankan secara otomatis menggunakan sistem DCS (Distributed Control
System). Simplex dilengkapi dengan motor pengaduk dengan kecepatan putar 3
rpm.
Setelah berat timbangan alkcell di silo memenuhi berat yang ditentukan,
alkcell dimasukkan ke dalam simplex dan ditutup rapat untuk mencegah udara
luar masuk. Selanjutnya simplex di vakum hingga mencapai tekanan 25 mmHg
pada suhu ±31-32°C, tujuan dari pemvakuman ini agar saat CS2 dimasukkan ke
simplex tidak menimbulkan percikan api. CS2 yang dimasukkan ke dalam simplex
sebanyak 195 L. Pada saat CS2 bereaksi dengan alkcell tekanan dan temperatur
akan naik, temperatur naik hingga 34-39°C lalu akan turun kembali menjadi 34-
36°C. Hal ini menandakan produk telah matang (alkcell berubah warna dari putih
menjadi jingga). Setelah itu, larutan NaOH 2% dimasukkan untuk melarutkan gel-
gel selulosa xantat, sehingga dihasilkan larutan kental yang berwarna seperti
madu yang disebut larutan viscose. Waktu reaksi keseluruhan di dalam simplex
±45 menit. Reaksi yang terjadi dalam simplex seperti berikut ini.
(C6H9O4Na)n + nCS2 → (C6H9O4OCS2Na)n
Larutan Spinbath
Larutan
Viscose
Spinning
Static
Machine
Mixer
Preparation
Tank
PT. Indo-Bharat Rayon memiliki 6 buah mesin spinning yaitu M/C 1,2,3,6
untuk produksi serat rayon jenis woven (untuk tekstil) dan M/C 4 dan 5 untuk
produksi serat rayon jenis non-woven. Dari static mixer larutan viscose
dipompakan ke spinning machine dengan menggunakan pump shaft melalui side
A dan side B. Kemudian viscose dipompa oleh individual gear pump ke candle
filter, lalu ke unit jet yang dilengkapi fine sieve sebagai akhir penyaringan viscose
sebelum keluar dari lubang spinneret. Larutan viscose disemprotkan dari bawah
ke larutan spinbath. Larutan viscose mengalami regenerasi menjadi selulosa
dalam bentuk filamen, kemudian filamen tersebut ditarik oleh guide roller dan
godet. Lalu dikumpulkan dan ditarik oleh roller stretch yang arah putarannya
berlawanan dengan arah putaran godet. Dari roller stretch, tow diregangkan oleh
guide roller dan feed roller. Selama pemberian tegangan, tow dibersihkan dengan
soft water untuk menghilangkan kandungan asam sulfat.
Pada spinning machine selain terjadi proses pembentukan filamen juga
terjadi reaksi samping yang menghasilkan air dan natrium sulfat (NaOH).
Kandungan NaOH pada larutan viscose bereaksi dengan H2SO4 pada larutan
spinbath sehingga terjadi pembentukan natrium sulfat yang mengakibatkan
meningkatnya kadar natrium sulfat dalam larutan spinbath. Larutan spinbath sisa
pemakaian dialirkan menuju Departemen Auxillary yang bertugas untuk mengolah
kembali hingga komposisinya sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
3) Cutter
Setelah mengalami peregangan, tow dipotong menjadi staple dengan
panjang 38-51 mm (panjang fibre bisa berubah-ubah sesuai permintaan
konsumen). Cutter mempunyai dua pisau yang terpasang dengan sudut 120º pada
piringan yang berputar. Pada saat dipotong tow diletakkan dengan posisi tegak
lurus terhadap pisau yang diperoleh dengan bantuan semburan air bertekanan 2,5-
4,5 kg/cm2. Air tersebut terdiri atas funnel water yang merupakan air sirkulasi dari
sump zone dan ventury water yang merupakan air dari scrubber dengan suhu
keduanya sekitar 90oC. Ventury water digunakan untuk menunjang penggunaan
funnel water agar tangki funnel water tidak kosong karena sebagian funnel water
disirkulasikan ke Departemen Auxillary untuk recovery Na2SO4.
4) CS2 Recovery
CS2 recovery bertugas untuk mengambil CS2 yang terdapat pada serat
rayon untuk dikembalikan ke Departemen Ancillary yang selanjutnya mengalami
refinery (penyulingan). Pengambilan CS2 dilakukan dengan menginjeksikan uap
air yang memiliki suhu sekitar 90oC dari bagian bawah bak recovery. Uap air
tesebut akan menguapkan CS2 yang terdapat pada fibre.
Diagram alir dari CS2 recovery dapat dilihat pada Gambar 2.2.
2ndCondens 3rdCondenser
Scrubber 1stCondense
r er
Separator
Uap air
dan Uap
CS2
CS2Storage
Tank
Fibre/Tow CS2Recovery Through
Steam
Fibre
Hypochlorite &
Bleach Wash
H2O2
Serat rayon yang keluar dari CS2 recovery kemudian didorong keluar oleh
funnel water. Mat (fibre yang telah bebas dari CS2) dibawa oleh conveyor secara
perlahan menuju bak after treatment. Di dalam bak tersebut terjadi proses seperti
yang diuraikan berikut ini.
LARUTAN SPINBATH
DARI DEPT.SPINNING
FILTER FILTER
EVAPORATOR MSFE
TOP TANK
LARUTAN SPINBATH KE
DEPT.SPINNING
LARUTAN SPINBATH
DARI BOTTOM TANK
REAGEN BATH
TOWER (RBT)
VK1, VK 2, VK3
ALAT
CRYSTALLIZER
MAGMA TANK
Gambar 2.5 Diagram Alir Unit Crytallizer
Pada dasarnya kristal Na2SO4 akan terbentuk pada suhu 12°C. Jadi tugas
crystallizer adalah menurunkan suhu spinbath dari 48-50°C menjadi 12oC.
Proses diawali dengan larutan spinbath dialirkan ke dalam strainer dan
filter untuk menyaring pengotor yang terbawa oleh larutan spinbath. Kemudian
untuk menurunkan suhu larutan ini dilewatkan heat exchanger. Selanjutnya
larutan spinbath di alirkan ke VK0 (VK = Pre Cooler) yang divakumkan oleh bath
condenser 0 sehingga uap dari VK0 akan masuk ke dalam BK0 yang
dikondensasikan dengan menggunakan air dari cooling tower. Kondensat dari
BK0 ditampung ke dalam hot well untuk selanjutnya dialirkan kembali ke cooling
tower.
Larutan kemudian masuk ke VK1 pada suhu 38,1 oC yang divakumkan
oleh BK3 (suhu 36,6 oC). Kemudian masuk ke VK2 pada suhu 34,2 oC yang
divakumkan oleh BK2 (suhu 32,3 oC), selanjutnya masuk ke VK3 pada suhu 29,7
o
C yang divakumkan oleh BK1 (suhu 28,4 oC). Proses kondensasi yang dilakukan
di BK1, 2 dan 3 dilakukan menggunakan larutan mother liquor larutan spinbath
yang berasal dari unit RVF (Rotary Vaccum Filter). Kondensat dari BK 1, 2 dan
3 ditampung di dalam Mother Liquor Tank yang selanjutnya dialirkan ke bottom
tank. Rangkaian alat ini merupakan precooler yang bertugas sebagai pendinginan
awal.
Larutan kemudian masuk ke dalam alat crystallizer berupa vessel. Alat
ini terdiri atas 3 Vessel yang divakumkan oleh Mixing Kondensor (MK) dengan
bantuan steam ejector dengan tekanan 14-15 bar. Dimana vessel 1 dan 2 (K1 dan
K2) divakumkan oleh MK2 dan vessel 3 (K3) divakumkan oleh MK1. Larutan yang
digunakan untuk kondensasi berupa larutan H2SO4 98% karena larutan tersebut
mudah menyerap air. Kondensasi menyebabkan turunnya konsentrasi larutan
H2SO4 98% menjadi 70%.
Larutan spinbath dari VK3 dialirkan ke vessel pertama (K1), dimana
larutan spinbath mengalami penurunan suhu karena kondisi vakum. Tiap vessel
memiliki vakum yang berbeda mengakibatkan terjadinya penurunan suhu larutan
return spinbath secara bertahap. Dari K1 suhu diturunkan hingga 15,5oC.
Kemudian masuk ke K2 dan diturunkan suhunya hingga 14oC dan akhirnya keluar
dari K3 pada suhu 10-11 oC. Vessel dilengkapi dengan lubang kecil yang bertugas
untuk pembentukan gelembung yang dapat difungsikan sebagai agitator.
Larutan return spinbath yang keluar dari K3 kemudian dipompakan oleh
salt pump ke dalam magma tank yang berfungsi sebagai tempat penampungan
sebelum dialirkan ke Rotary Vacum Filter (RVF). Kondisi vakum terjadi dengan
bantuan blower bertekanan 200 mmHg, sehingga kristal Na2SO4.10H2O dapat
terpisahkan dari mother liquor. Kristal Na2SO4.10H2O masuk ke dalam melter dan
selanjutnya masuk ke unit calcination sedangkan mother liquor ditampung di
dalam seal pot dan dialirkan ke dalam BK1.
3. Unit Calcination
Calcination merupakan proses lanjutan dari proses crystallization, untuk
memisahkan air yang masih terkandung dalam glauber salt sebesar 10% sehingga
diperoleh Na2SO4 dengan kadar air 0,05%. Proses dari unit calcination dapat
dilihat pada Gambar 2.6.
GLAUBER SALT (Na2SO4.10H2O )
DARI MELTER TANK
SETTLER TANK
TRIPLE EFFECT
EVAPORATOR
MELTER TANK
SETTLER TANK
SO3 yang keluar dari Bed 1 memiliki suhu 590oC, suhu keluaran yang
tinggi tersebut kemudian digunakan untuk menghasilkan steam pada boiler 2.
Pemanfaatan panas tersebut mengakibatkan penurunan suhu pada suhu keluaran
boiler 2. Suhu SO3 yang masuk Bed 3 adalah 440oC dan suhu keluarannya adalah
590oC. SO3 keluaran tersebut kemudian dialirkan ke tube side heat exchanger.
Dalam heat exchanger tersebut SO3 mengalami pendinginan oleh soft water yang
dialirkan di bagian shell sehingga suhu SO3 turun menjadi 440oC.
Dari heat exchanger SO3 dialirkan ke Bed 3A (Bed 3 pada plant 1) dan
kemudian masuk ke Bed 3B (Bed 4 pada plant 1). Keluaran dari Bed 3B masuk ke
tube side hot heat exchanger (SO3 cooler) dan tube side cold heat exchanger.
Setelah itu masuk ke economizer Interpass Tower. Pada alat tersebut SO3
mengalami pendinginan dengan menggunakan soft water. Lalu masuk ke
Interpass Tower untuk dikontakkan dengan H2SO4 dan membentuk oleum
(H2S2O7) untuk kemudian dialirkan ke circulation tank. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut ini.
SO3 + H2SO4 → H2S2O7
H2S2O7 + H2O → 2 H2SO4
2.2. Utilitas
2.2.1 Tenaga Listrik
Sumber tenaga listrik di PT Indo Bharat Rayon berasal dari 4 sumber
yaitu PLN, steam turbin, gas turbin dan solar turbin. PLN mensuplai listrik
dengan kapasitas 13 MWatt. Jumlah listrik yang dipasok oleh PLN tidak dapat
mencukupi kebutuhan semua proses, sehingga PT Indo Bharat Rayon membuat
pembangkit listrik untuk mencukupi semua proses produksi dengan membuat
turbin/generator. Energi listrik yang dihasilkan dari steam turbin sebesar 35
Mwatt/hari, gas turbin sebesar 15 Mwatt/hari dan solar turbin sebesar 2,5
Mwatt/hari.
Turbin digerakan oleh steam oleh Departemen Power Plant yang
dihasilkan dari boiler. Selain itu steam power plant juga digunakan untuk proses
produksi. Rata- rata steam normal yang disuplai untuk keperluan proses sebesar
268 TPH (Ton per Hour). Steam dihasilkan oleh Departemen Power Plant
dihasilkan oleh 4 boiler yaitu 3 boiler jenis AFBC (Atmospheric Fluidised Bed
Coal) dan 1 boiler jenis CFBC (Circulating Fluidised Bed Coal). Boiler jenis
AFBC rata-rata menghasilkan steam sebesar 60 TPH dan boiler jenis CFBC rata-
rata menghasilkan steam sebesar 70 TPH. Steam juga disuplai dari acid plant dan
WSA dengan steam yang dihasilkan kurang lebih 18 TPH.
Parameter steam yang dihasilkan boiler untuk memutar turbin yaitu
dengan tekanan 65 bar dan temperatur 485ºC. High presure steam digunakan
untuk menggerakkan gas turbin untuk mengantisipasi apabila listrik dari PLN
mati. Temperature Flue Gas yang keluar dari turbin adalah 90°F yang
dimanfaatkan untuk pemanas boiler. Steam yang telah digunakan untuk
menggerakkan turbin, tekanannya menjadi berkurang (Low Pressure Steam).
Steam tersebut kemudian dialirkan ke departemen lain untuk proses produksi.
Sumber solar turbin dari solar dibakar oleh udara dari kompresor sehingga
menimbulkan titik nyala dan gas dibuang ke furnace melalui damper dan solar
turbin hanya digunakan sebagai cadangan.
Tabel 2.1 Kondisi awal air Sungai Citarum yang dipakai Sebagai
pH 5,4
Sulfida <0,026
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
PT. Indo-Bharat Rayon memproduksi viscose rayon staple fibre, selain itu
juga PT. Indo-Bharat Rayon memproduksi sodium sulfat sebagai produk samping.
PT. Indo-Bharat Rayon terdiri dari beberapa departemen, yaitu Departemen
Viscose yang bertugas mengolah bahan mentah pulp menjadi larutan viscose.
Departemen Spinning yang bertugas melakukan pengolahan larutan viscose
hingga pengepakan serat rayon. Departemen Auxillary bertugas untuk mengolah
larutan spinbath. Departemen Ancilliary bertugas untuk membuat larutan asam
sulfat (H2SO4) dan karbon disulfida (CS2). Departemen Pengolahan Air (Water
Treatment) yang bertugas untuk mengolah limbah dan menyediakan air. Power
Plant bertugas untuk menyediakan uap air dan menyediakan energi. Laboratorium
bertugas memeriksa kadar bahan yang diperlukan disetiap proses sesuai standar.
Bahan baku utama untuk pembuatan staple fibre rayon di PT. Indo Bharat
Rayon adalah pulp. Pemenuhan kebutuhan pulp di PT. Indo Bharat Rayon
merupakan impor dari Amerika dan Swedia. Kapasistas produksi rayon di PT.
Indo-Bharat Rayon dan saat ini 590 ton/hari. Selain menghasilkan rayon sebagai
produk utama, juga menghasilkan sodium sulfat (Na2SO4) sebagai produk
samping. PT. Indo-Bharat Rayon juga memproduksi larutan asam sulfat (H2SO4)
pekat dan cairan karbon disulfida (CS2) sebagai bahan baku penunjang proses.
3.2. Saran
Operasi yang berlangsung selama proses di PT. Indo-Bharat Rayon
sebagian besar masih menggunakan sistem manual yang mengakibatkan human
error selama operasi berlangsung, dan sangat beresiko akan keselamatan
karyawan, sebaiknya mulai lakukan dengan sistem otomatic untuk menghindari
hal tersebut. Selain itu juga limbah dari PT. Indo-Bharat Rayon mengeluarkan
aroma yang tidak sedap dan menganggu masyarakat yang berada disekitar PT.
Indo-Bharat Rayon, sebaiknya dilakukan pengolahan limbah lebih lanjut agar
tidak menimbukan aroma yang dirasakan oleh masyarakat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang