Anda di halaman 1dari 132

Desain Bejana Tekan

(Bejana Pendek dan Tinggi)


CONTENTS
 Desain Bejana Pendek
 Desain Bejana Tinggi
Reference :
1. Bhattacharyya, B.C., 1976,”Introduction to Chemical Equipment Design. Mechanical
Aspect”, Madras – New Delhi.
2. Brownell, L.E., and Young, E.H., 1959, “Process Equipment Design”, 1st ed., Willey Eastern
Limited, New Delhi.
3. Hesse and Rushton., 1945, “Equipemnet Process Design” Princeton, New Jersey.
4. Koolen, K.L.A., 2002, “Design of Simple and Robust Process Plants”, Wiley-VCH Verlag
GmbH & Co. KGaA.
5. Ulrich, G.D., 1984, “A Guide to Chemical Engineering Process Design and Economics”,
John Wiley and Sons, New York.
6. Vilbrant, F.C., and Dryden, C.E., 1959, “Chemical Engineering Plant Design”, 4th. ed. ,
International Studernt edition, Tokyo.

Support Reference :
Coulson & Richardson, “Chemical Engineering” Vol. 6
Ludwig's, “Applied Process Design for Chemical and Petrochemical Plants”, Fourth Edition
Volume 1, 2 and 3
Stanley M. Wallas, 1990, “Chemical Process Equipment; Selection and Design”, Butterworth-
Heinernam.
Pendahuluan
 Ada beberapa macam bejana yang didasarkan pada tekanan,
tebal, peletakan dan tinggi bejana.
 Berdasarkan tekanannya, bejana terdiri dari :
a. bejana bertekanan dalam (internal pressure)
b. bejana bertekanan luar (external pressure).
 Berdasarkan tebalnya, bejana bertekanan terdiri dari :
a. bejana berdinding tipis
b. bejana berdinding tebal atau mono block
 Berdasarkan peletakannya, bejana terdiri dari :
a. bejana horizontal
b. bejana vertical
 Berdasarkan tingginya bejana, dibagi menjadi :
a. bejana pendek
b. bejana tinggi
 Bejana bertekanan biasanya dibuat dari baja sehingga untuk
mendesainnya perlu dipahami mengenai stress yang timbul
akibat tekanan.
a. axial stress ; searah dengan sumbu vertikal bejana
dimana stress ini ditimbulkan oleh tekanan operasi dan
berat bejana beserta isinya.

Fig. Longitudinal forces acting on thin cylinder under internal pressure


p d 2
P P = force tending to repture vessel longitudinally
4 a = area of metal resisting longitudinal repture

a = tπd

Sehingga,

P p d 2 / 4 pd
f  stress     induced stress, psi
a t d 4t
pd
t
4f
b. circumferential stress : stress yang mengarah dinding
atau keliling bejana, dimana stress ini ditimbulkan oleh
tekanan operasi dan beban lainnya..
P
f 
A

Fig. Circumferential forces acting


on thin cylinder under internal
pressure
P  pdl P = force tending to repture vessel circumferentially
a = area of metal resisting force

a = 2lt

P p l pd
f  stress    , psi
a 2tl 2t

pd
t
2f
Example 1. A ¾-in, 20 BWG standard condenser tube is
subjected to an axial load of 500 lbs. in tension, due to
difference in coefficient of expansion between shell and
tubes. Calculate the unit stress in the tube.
Bejana Pendek (Reaktor)
Beberapa kode yang biasa digunakan dalam desain bejana,
antara lain :
a. BS 1500 and 515 : dikeluarkan oleh Inggris
b. IS 2825 – 1969 : dikeluarkan oleh India
c. ASME section VIII : dikeluarkan oleh Amerika
d. API : dikeluarkan oleh Amerika
Pemakaian kode juga beragam, antara lain :
a. ASME Code Welding Qualification untuk Boiler
b. ASA Code, untuk pipa bertekanan
c. API Code, untuk pengelasan oil storage

Pemakaian kode dapat dilihat pada :


a. Dimensi Flange and Dishead head – ASME Code
Starndar Straight Flange – ASME Code
b. Properties dari Carbon steel – API Standard
Spesifikasi Low Alloy Steel – API Standar
Dimensi tangki – API Standar
Reactor Design
FIXED BED REACTOR
 Bagian solids dalam reaksi  unsteady state atau semi-batch mode
 Diatas beberapa waktu, solids manapun digantikan atau diperbaharui

CA,out
Regeneration
Breakthrough
curve

CA,out/CA,in
1 2

CA,in
t
Isothermal Reaction : Plug Flow Reactor
 Fluida plug flow – tidak ada radial gradients, dan tidak
ada axial dispersion
 Densitas konstan dengan posisinya
 Superficial velocity remains tetap

Plug Flow Model

z + dz CA,f + dCA,f

z CA,f

Vgas m 2 / s 
U0 
U0 (m/s) superficial velocity Axs m 2 
Mass Balance
Input – Output – Reaksi = Akumulasi

 
U 0 C A , f  U 0 C A , f  dC A , f    rAv   dz  

t
  C A , f  z 

Bagi dengan ∂z dan mengambil batas sebagai ∂z  0

C A , f C A , f
 U0  rAv  0
t z

ε adalah void fraction dalam bed


Void fraction
Untuk hanya orde reaksi satu, hanya fluida :

 mol  1 dN A
  v 1   C A, f
''
rAv  3  k
 m reactor s  Vr dt
Untuk steady state:
Volume reactor
C A , f
0
t
Oleh karena itu,
dC A , f
U0  k v'' 1   C A , f  0
dz
Konversi sebagai suatu Fungsi Tingginya

Integrasi dengan CA,f = CA,f,in at z = 0

C A, f  kv'' 1    
X A  1  1  exp  z 
C A , f ,in  U0 

Catatan 1: Persamaan sama perihal catalytic reactor dengan reaksi orde 1


2: Dapat digunakan dalam pseudo-homogeneous reaction
Keseimbangan pada Solid
 A (fluida) + S (solid)  Produk
 Input – Output – Reaksi = Akumulasi
 Diatas kenaikan dz: input = 0, output =0

C s
 rsv   z  1     z
t

Fraksi volume solid =


mol
m3 of solid
m3 of solid · s
m3 volume reaktor
Cs
1     rsv  0
t

  rav   a   rsv 

Cs rAv
 0
t a1   
Memecahkan Persamaan ini

= 0 (In steady state tidak benar, akumulasi A kita abaikan dalam gas)

C A , f C A , f CA, f a1    Cs


 U0  rAv  0  0
t z z U 0 t

C 'A , f C s'
 0
z t
Cs rAv
 0 C 'A , f  f  z ,t 
t a1   
C s'  f  z ,t 
Non-Isothermal Packed Bed Reactor
 Untuk mass continuity  menyeimbangkan pada fluida dan solid
 Untuk energy balance, kita bertindak dengan menyeimbangkan pada
setiap phase

 Asumsi:
1) Reaksi adiabatik – tidak ada panas hilang melalui shell ke lingkungan
(no radial temperature gradients) q = 0
2) Biλ adalah kecil – T seragam di dalam partikel (suatu reaksi
exothermic Tp > Tg)
3) Plug flow of gas dan digunakan Tref = 0 untuk menghitung enthalpy
4) Asumsi suatu average density dapat digunakan (ρg = tetap)
Modeling

q =0

Tf + dTf z + dz
Tf z

Tf,0

U0  kg 
G 2   U0g
m s
Pengaturan Persamaan
Pecahkan semua persamaan ini bersama-sama.

 Fluida
T f T f
 f C p ,  U 0  f C p, f  hAs Ts  T f   0
f
t z
 Solid

r  H
Av r   hA T
s s  Tf    C 1    T
s p,s
s
t
Quasi Steady State
Cs rAv C A, f
 0  rAv  0
t a1    z
DESAIN DIAMETER VESSEL
 Dalam desain diameter dan tinggi bagian silinder didasarkan
pada jumlah volume liquid :
V=Q.θ (1)
 Volume total bejana dapat dihitung disesuaikan dengan proses
atau fungsi bejana, apakah sebagai : penampung, pengaduk,
pengaduk dan pemanas atau sebagai kontaktor gas dan liquid.
VT = Vs + Vrk (2)

Gambar 1. Peruntukan Bejana dan Perkiraan Volume Liquid di dalam Bejana


 Volume total bejana dapat juga dihitung dari jumlah volume
bagian tutup bawah, volume silinder dan volume tutup atas :
VT = Vs + Vd +Vk (3)

Gambar 2. Volume Bagian Bejana


 Volume tutup bawah dihitung sebagai luas alas kali tinggi,
diaman : luas alas = π/4 d2, sehingga :

 2  1 d 
Vk   d  x  
 4  3 2tg 0,5 
d3
Vk  (4)
24tg 0,5

volume silinder, Vs   (5)


d 2 Ls
4
dimana Rasio D/Ls → Lihat di tabel 4 – 25; 4 – 27 Ulrich
(tergantung dari jenis bejana)
 Volume tutup atas berbentuk standard dished head , dapat
dihitung sebagai volume tembereng bola :
 2 
Vd   h   3r  h 
4  (6)
apabila pada jenis tutup tersebut d = r, dimana r adalah crown
radius dan harga h = 0,169d, maka :
 2
Vd    0,169    3  d  0,169d  
4 
Vd  0, 0847d 3 (7)

maka :
d3 
VT   d 2 Ls  0, 0847d 3 (8)
24tg 0, 5 4
 Untuk volume tutup berbentuk torispherical dished head adalah :
V = 0,000049di3
dimana : di = diameter dalam vessel, in
V = volume torispherical dished head to straight
flange, cuft
head jenis ini digunakan untuk tekanan bejana : 15 – 200 Psig
 Untuk volume tutup berbentuk elliptical dished head adalah :
V = 0,000076di3
dimana : di = diameter dalam vessel, in
V = volume elliptical dished head to straight flange,
cuft
 Tinggi bagian silinder pada keadaan optimal dibuat sebesar
1,5 kali diameter bejana.
DESAIN TINGGI BEJANA
 Tinggi tutup bawah berbentuk konis

Gambar 3. Tutup Bawah berbentuk


Konis

0, 5d d
hb   (9)
tg 0,5 2tg 0, 5

 Untuk kontaktor diameter bejana dihitung berdasarkan


supervisial velocity, sedangkan tingginya disesuaikan dengan
tinggi liquid dan ruang kosong di dalam bejana.
 Tinggi tutup bagian atas berbetuk dish (lihat gambar) dihitung
dengan persamaan :
ha = r – BD (10)
dari Δ ABD, didapat :
BD2 = AD2 – AB2
= (r – icr)2 – (0,5d – icr)2
Gambar 3. Tutup Bawah berbentuk Dish
= r2 – 2icr + icr2 – 0,25d2 + d.icr – icr2

jika dianggap : r = d dan icr = 0,06d (tutup dianggap berbentuk


standard dihed head), maka :
BD2 = d2 – 2 x 0,06d + (0,06d)2 + d x 0,06d – (0,05d)2
= 0,69d2 BD = 0,831 d
dengan menggunakan pers. (10)
ha = d – 0,831 d ha = 0,169 d (11)
Contoh soal 1 :
Sebuah bejana digunakan untuk menampung liquid dengan laju
alir sebesar 125 cuft/h dengan waktu tinggal rata-rata liquid 1
jam. Tutup atas berbentu standard dished head dan tutup bawah
berbentuk conical dengan sudut puncak 120o. Apabila tinggi
bagian silinder sebesar 1,5 kali diameter bejana dan volume
ruang kosong 20%, desainlah dimensi bejana tersebut!!
DESAIN INTERNAL PRESSURE VESSEL
 Gaya yang timbul dalam bejana akibat adanya tekanan dapat
dihitung menggunakan persamaan :
P = pi x A (12)

Gambar 5. gaya axial dan


circumferential pada bejana

 Untuk gaya axial :, P = pi x π/4 x di2 (13)


 Untuk gaya circumferential, P = pi x Ls x di (14)
 Untuk menghitung besar stress yang terjadi dengan adanya gaya
tersebut, maka :
f=P/A (15)
pada gaya axial luasan yang akan menahan stress adalah πdts :
f = Paxial / πdts (16)
apabila harga gaya axial seperti yang terlihat pada gambar 6,
besarnya dinyatakan dengan pers. (13), maka pers.(16) menjadi :
pi  / 4  di2 pi.di
f   (17)
 .di .ts 4t s

Gambar 6. Stress yang di


timbulkan oleh gaya axial
dan circumferential
 Pada gaya circumferential seperti pada gambar 6, luasan yang
akan menahan stress adalah 2Ls.ts, sehingga :
f = Pcircumferential / 2Ls.ts (18)
maka besarnya strees pada gaya circumferential :
pi.Ls .d i pi.di
f   (19)
2.Ls .t s 2t s

stress circumferential dalam bejana adalah yang terbesar, maka


desain tebal bejana di dasarkan pada gaya circumferential :
pi.di
ts  (20)
2f
Pengelasan
 Seperti telah diketahui bejana dibuat dari bahan steel plate,
sehingga untuk membuatnya menjadi bentuk silinder, tutup, perlu
disambung yang dinamakan pengelasan.
 Akibat dari pengelasan dengan suhu tinggi akan menyebabkan
berubahnya struktur dan komposisi bahan bejana tersebut.
 Tebal bahan juga sangat menentukan macam pengelasan
sekaligus menentukan efisiensi atau faktor pengelasan (E).

Gambar 7. Beberapa macam pengelasan


Penggunaan sambungan pengelasan dapat
menyebabkan berkurangnya kekuatan
pada daerah disekitar sambungan.
Pengembangan Persamaan Desain Tebal Silinder
 Dari pers.(20) dan memperhatikan harga t/d < 0,1 untuk bejana
tipis, maka menurut ASME perlu ditambahkan faktor 0,6 kedalam
persamaan tersebut, dan dengan memperhatikan juga faktor
pengelasan dan faktor korosi, maka pers.(20) menjadi :
pi .ri
ts  C (21)
2  fE  0, 6 pi 
pi .do
ts  C (22)
2  fE  0, 4 pi 
DESAIN TEBAL TUTUP
 Ada dua macam bentuk tutup :
1. Bentuk piring : Torispherical, Standar dishedhead, Elliptical,
Hemispherical.
2. Bentuk corong : Conical and Toriconical
Tutup Berbentuk Dish

Gambar 8. Gaya dan stress pada tutup


berbetuk dish

 Untuk mendapatkan dasar persamaan mencari tebal tutup, maka


stress longitudinal (fm), perlu dikonversikan ke arah horisontal
maupun vertikal, karena gaya pada tutup membentuk sudut
sebesar α terhadap sumbu bejana (lihat gambar 9).
stress searah sumbu horosontal = fm cos (90o – α) (23)
stress searah sumbu vertikal = fm sin (90o – α) (24)
Gambar 9. Stress yang terjadi pada tutup berbetuk dish

 Besar stress yan terjadi dengan memperhatikan : gaya P, luas


aliran (A1) dan luas penampang tebal bejana (A2) dengan
dimensi jari-jari luar bagian silinder (ro), maka :
fm.sin α = P / A2 (25)
apabila harga A2 dimasukan pada pers.(25), maka :
pi . .ro2
f m .sin   (26)
 .ro .th
Sehingga dasar untuk menghitung tebal tutup adalah :
pi .ro
th 
2 f m sin  (27)

Jika, sin α = ro/r, maka :

pi .ro pi .r
th   (28)
2 f m ro / r 2 f m

Dari persamaan dasar (28), dengan memperhatikan ASME Code,


maka untuk beberapa jenis tutup dish dapat diberikan persamaan.
Torispherical Dished Head
pi .ri .W
th  C
2  fE  0,1 pi  (29)

1 r 
W   3  
4 icr 

Bentuk Standar Dishedhead


(atau, untuk knuckle radius lebih besar dari 6%), maka :
0,885 p.rc
th  C
 fE  0,1 p  (29a)
Elliptical Dished Head
pi .di .V
th  C
2  fE  0,1 pi  (30)

dimana : V = 1/6 (2 + k2) dan k = a/b (see to table 8.1 B & Y)


atau :

p.d
th  C (31)
2  fE  0, 2 p 
Hemispherical Dished Head
pi .di
th  C
4  fE  0,1 p  (32)

 Bagian tutup, yaitu crown radius (r), knuckle radius atau torus
(inside corner radius, icr) dan straight flange (Sf), menurut
ASME Code, dapat di tetapkan berdasarkan tabel 5.7 B & Y.
 Straight flange berbentuk elliptical (tabel 5.11 B & Y)
 Straight flange berbentuk dishedhead (tabel 5.8 B & Y)
Conical

Gambar 10. Tutup berbetuk conical

 Conical adalah suatu bentuk tutup yang hampir sama dengan


bentuk silinder, dimana jari-jari silinder berubah secara teratur
(lihat gambar 10)
 Pada titik A dimana tekanan (p) mengenai dinding secara tegak
lurus merupakan titik yang ditinjau. Pada tinjauan tersebut stress
yang terjadi merupakan circumferential stress.
 Apabila dari titik A tersebut ditarik garis tegak lurus pada sumbu
vertikal, maka panjang L dapat dihitung dengan persamaan :
r = L cos α atau L = r / cos α (33)
 Pada keadaan α = 0o maka L = r, dengan demikian bentuk konis
hampir sama dengan silinder, sehingga perhitungan tebal tutup
bentuk konis sama dengan silinder, Cuma dipengaruhi oleh cos
α, yaitu :
pd
tc  C
2 cos   fE  0, 6 p  (34)
 Untuk memperkuat sambungan antara tutup dan bagian silinder,
perlu dipasang cincin penguat dengan luas,

pi  d 2tg   
A   1   (35)
fE  8   
Tori-Conical
 Desain tebal pad tutup berbentuk tori-conical seperti pada
gambar, ada dua tebal, yaitu th-1 pada bagian tori-spherical
dan th-2 pada bagian tutup berbentuk conical.

Gambar 11. Tutup berbetuk tori-conical

Diameter knuckle ekivalen, de


de = di – 2(Icr – b)
de = di – 2 (Icr – Icr cos α)
de = di – 2Icr (1 – cos α) (36)
 Harga jari-jari (L) dari sumbu silinder sampai pada bagian torus :
L = de / 2 cos α (37)

 Dengan memperhatikan ASME-Code, maka desain tebal tori-


conical berdasarkan pers.(36) dan (37) adalah :
pi L.W
th 1  C
2  fE  0,1 pi  (38)

dimana : W  1  3  r 
 dan L = de/2 cos α
 4 icr  de = di – 2 Icr (1 – cos ½ α)

pi d e
th  2  C (39)
2  fE  0, 6 pi  cos 
Contoh soal 2 :
Sebuah bejana berdiameter dalam 60 in., tutup bawah bejana
berbentuk conical dengan sudut puncak 60o. Bahan bejana SA-240
grade O. Alat ini bekerja pada 35oC, 1 atm. Pengelasan berupa
double welded butt joint dengan faktor korosi 1/16 in. Desainlah
tebal silinder, tutup atas dan bawah.!!!
Contoh Kasus

Persamaan reaksi utama (proses dimerisasi Etilen) :

X = 95,7 %
Reaksi Utama
Kecepatan laju reaksi orde 1
C2 H 4( g )  C2 H 4( g ) 
 C4 H 8( g )
katalis
terhadap A (Etilen) , maka :
Awal : FAO FAO  ra  kC1A
Reaksi :  FAO . X  FAO . X  FAO . X

Sisa : FAO (1  X ) FAO (1  X ) FAO . X

FAo . X
FAO  CA = CA0 (1 – X)
X FA = FAo (1 – X)

FAo kmol / h kmol


C Ao   3  3
vo m /h m
Perhitungan volume fase gas (Plug flow) :

Reaksi :
C2 H 4( g )  C2 H 4( g ) 
katalis
 C4 H 8( g )
Awal : FAO FAO 
Reaksi :  FAO . X  FAO . X  FAO . X

Sisa : FAO (1  X ) FAO (1  X ) FAO . X

FC2 H 4  FAO (1  X )  FA
FC2 H 4  FAO (1  X )  FA
FC4 H 8  FAO X  FA
yA  E3-7.1 Fogler, 1992:92)
----------------------------------- FA Total
F Total  FAO (2  X )
FAO 1  X  1 X
yA  
FAO  2  X  2  X

C AO  y AO CTO

Po
C AO  y AO E2-3.1 Fogler, 1992:41)
RTo

Po 1  X Po
CA  yA  .
RTo 2  X RTo
Untuk Plug flow digunakan persamaan
X X
V dX V dX
  1
FAO 0  rA FAO 0 kC A
X X
dX RT dX
  o .
0  1  X   Po  k .Po 0 1  X  /  2  X 
k  
 2  X   RTo 

R.To
X
 2  X  dX  R.To X 1  X   1 dX  R.To  X 1  1  dX 

k .Po 0 1  X  
k .Po 0 1  X 
    
k .Po  0  1  X   

R.To X X
 1 
   dX    dX  

0
k .Po  0 1 X   
R.To
V  FAO  X  ln 1  X  
k .Po
Sehingga Volume total fluida dalam reaktor gelembung
adalah :

Volume total = Volume liquid + volume gas

Jika safety factor 20%, maka :

VD = Volume total x safety factor


Pemilihan jenis impeller tergantung pada jenis dan sifat fluida :
Propeller µ< (rendah)
Turbin <µ< (rendah – sedang)
Paddle µ> (tinggi/viskos)
dimensi Impeller :
Da/Dt = 1/3 – 1/5
Zi/Da = 2,7 – 3,9 Zi = tinggi impeller dari dasar
Zl/Da = 0,75 – 1,31 Zl = tinggi liquid dalam tangki
P/Da = 0,25 P = panjang blade
L/Da = 0,20 L = lebar blade
J/Dt = 1/12 J = lebar baffle
 Kecepatan Impeller
V H liquid .Sg rata  rata
N Jumlah agitator 
 .Da  Dt

V = kecepatan linear : u/ turbin : 200 – 250 mpm


u/ propeler : 300 – 500 mpm
jarak antara agitator : 1 – 1,5Da (Joshi, p-389)

 Konsumsi Power Pengaduk


Power pengaduk yang dibutuhkan tidak dapat diprediksi secara
teoritis, tetapi dengan menggunakan korelasi empiris antara
turbulensi pengadukan, power number and froude number
sehingga diperoleh korelasi :
Untuk unbaffle tank (Ludwig Vol.1, p – 301) :

   .N .D N
a  log Nre
3 3
a .Da 
2 b
P  
g  g 
Reynold number  .N .Da2
Nre 

N .Da2 ν = viskositas kinematis
Nre 

Untuk unbaffle turbin Nre >> 300, Φ = 0,9. Dari Fig. 5.13 Ludwig
vol.1 dengan menggunakan fungsi Nre didapat Φ.
a=2 ; b = 40
N P   .N 3 .Da5 
Untuk baffle tank : P
gc
 Nre  10.000

KT   .N 3 .Da5 
P  Nre  10.000
gc
 Rasio kebutuhan daya gas sparged liquid dalam stirred tank, PG/P.
Berdasarkan data empiris untuk six-flat blade turbine, dengan lebar
blade 1/5 da, untuk diameter tangki sampai dengan 0,6 m, namun
Persamaan dibawah ini akan berlaku juga untuk tangki yang lebih
besar di mana liquid depth-to-diameter ratio biasanya dalam region.

Log (PG/P) = -192 (d/D)4.38(d2N/v)0.115(dN2/g)1.96(d/D)(Q/Nd3)

 Rasio PG/P untuk flat-blade turbine impller systems dapat diestimasi


dengan persamaan :
PG/P = 0.10(Q/NV)-1/4(N2d4/gbV2/3)-1/5
dimana V adalah volume liquid, dan b adalah impeller blade width.
Konsumsi Daya untuk Gas-Liquid Mixing

Energy loss melalui sparger ditentukan dari perhitungan


pressude drop untuk orifice,
2
 g  uo 
Pspiakrkger   
2 gc  cd 

ket, uo adalah kecepatan melalui orifice tunggal dan cd


adalah koefisien, 0,9 untuk downstream ke upstream rasio
tekanan 0,4 atau kurang.
Potensial head,

g g
Pp  1     L   g  Z   L Z L
gc gc
ket, ZL adalah ketinggian liquid tanpa gas.

Power total per unit volume dalam memompa gas (Pg)

Pg Qg  g uo2 Qg  L Z L  g / gc  Qg  g uo2 g
 2
  2
  us  g  L
V 2g c V
c d Ac Z L 2 gc cdV gc
ket, (us)g adalah superficial gas velocity dan Qg adalah laju
alir volumetrik gas.
Konsumsi Power dalam sparging gas,
0.45
0.45
 hp 2 ft 3 / min 
 Pa2 NDI3   
 Pa  g  0.08  0.56 
 Q 
,  
 g    ft 3 / min 0.56 
 
ket, (Pa)g adalah power gas dan Pa adalah power bukan gas.
• Daya Motor
Kebocoran tenaga akibat poros dan bearing (Gland losses)
Gland losses = 10% Power input (Pi)

Kebocoran tenaga akibat motor seperti pada belt dan gear


(transmision system losses).
Transmision system losses = 20%Power input
• Untuk operasi pengadukan moderate (propeller dan turbin)
untuk konsumsi power spesifik 0,2 – 0,5 kW/m3.
Waktu pencampuran untuk suatu Vessel batch, dapat
dihitung dengan,
1/ 2 1/ 5
 V   V 
  12.000    3 
 P   1, 0 m 

ket, μ = viskositas, Pa.s ; P = power, watt; V = volume, m3.


Example : Calculate the power requirements, with and without aeration,
of a 1.5 m-diameter stirred tank, containing water 1.5 m deep, equipped
with a six-blade Rushton turbine that is 0.5 m in diameter d, with blades
0.25d long and 0.2d wide, operating at a rotational speed of 180 rpm. Air
is supplied from the tank bottom at a rate of 0.6 m3 min-1. Operation is at
room temperature. Values of water viscosity μ = 0.001 kg m-1 s-1 and
water density ρ = 1000 kg m-3; hence μ/ρ = v = 10-6 m2 s-1 can be used.
Desain Poros Pengaduk
Poros yang terbuat dari commercial cold rolled steel.
Shear stress yang di izinkan fs = 550 kg/cm2.
Elastic limit intension = 2460 kg/cm2.
Modulus elastisitas (E) = 9,5 x 105 kg/cm2.

Moment Puntir yang terjadi pada poros:


hp.75.60
TC  N = putaran pengaduk
2. .N hp = daya pengaduk
Tc = momen puntir

Moment puntir max.= 1,5TC


Modulus polar dari penampang melintang poros:
1,5TC
ZP  fs = shear stress
fs

Diameter poros (d):


 .d 3
ZP 
16
Bending Moment:
Tm
Fm   Rb  Da / 2
0, 75Rb

Rb = modulus blade (radius of blade)


l = tinggi tangki total – Za l = panjang poros

Bending Moment (M):


M = Fm . L
Bending moment equivalent (Me):

M e  0,5 M  M  Tm 
2 2
 
untuk pipa pijal:
 .d 3
Z d = diameter poros
32
Stress karena bending moment (f):
Me
f 
Z
jika fhitung lebih kecil dari fdata, maka diameter poros dapat
dipakai, jika lebih besar, maka perlu di trial ulang dengan :
Dicoba diameter poros (d) = ….cm
 .d 2
Z
32
Syarat defleksi :
Defleksi yang terjadi pada poros:
WL3 Fm .I 3
 
3.E.I 3.E.I
 .d 4
I
64
Kecepatan kritis: NC 
60 x 4,987

Syarat untuk turbin, Naktual = 50 – 65%NC
Seandainya Naktual tidak memenuhi syarat untuk turbin,
maka perlu dilakukan penurunan defleksi :
Trial diameter poros (d)= …..cm

 .d 4
I
64
60 x 4,987
NC 
WL 3
Fm .I 3

 
3.E.I 3.E.I
Heat-Transfer Coefficient

Heat-Transfer Coefficient on the Agitated Side


Studi reaktor tangki berpengaduk, dengan jacketted dan ber-
baffle untuk simultaneous gas sparging dan Impeller rotation
the heat-transfer coefficient adalah berhubungan dengan
power inputs untuk sistim,
  Pa  g  Pk 
0.25

hg  h  
 Pa 

Ket, hg dan h adalah liquid heat-transfer coefficient dengan


dan tanpa sparging, Pk adalah power yang dibutuhkan untuk
compress gas secara adiabatis dari tekanan pada top dan
bottom.
Untuk konfigurasi standar, (Rase, p-356)
0.65 0.33 0.24
hD   ND 
3  cp    b 
 0.73  I
    
f     f   w 

Untuk konfigurasi nonstandar, substitusi untuk 0.73,


1.15 (ZI/D)0.4 (ZL/D)-0.56,
ket; ZI adalah tinggi impeller dari dasar Reaktor.
Heat-Transfer to Solid-Liquid Suspension
Suatu korelasi untuk jacketted vessel dengan suatu
vertically-mounted propeller and four baffle berdasarkan
analisa regresi linear pada Newtonian slurries,
0.13 0.16 0.04
D
0.33
 cp   p   mc /  p 
hD
  N 
0.6 0.26
 0.575 N Re    I     
1   mc /  p  
Pr
  cp 
 DI   f
I
 f  

Ket, cpI kapasitas panas partikel katalis pada sisi padatan, mc


adalah beban katalis (ML-3).
Desain Nozzle dan Penguatnya
a. Lubang pemasukan dan pengeluaran atau nozzle
untuk desian ukuran nozzle yang optimal ada dua cara :
1. secara grafis
2. secara analitis
b. Manhole and handhole
 Manhole dan handhole adalah nozzle yang diameternya lebih
besar dibandingkan dengan nozzel pemasukan & pengeluaran.
 Manhole di desain diameter 20 in atau 24 in
c. Penguatan lubang atau reinforcement
 Pengelasan bagian dalam (twi)
twi = 0,7 (tmin)
 Pengelasan bagian luar (two)
two = 0,5 (tmin)
 Untuk mengetahui apakah lubang nozzle perlu penguatan atau
tidak dapat dievaluasi dari luas penampang tebal pada bagian
shell dan nozzle (lihat gambar).

 Adapaun luas penampang adalah :


A = trs x dn
dimana : trs = tebal teoritis shell, in
dn = diameter nozzle, in
A1 = (ts – trs) dn
A2 = 2 x [(tn – trn) (2,25tn + tp)]

pi din
trn  C
2  fE  0, 6 pi 

ket : tn = tebal nozzle, in.; trn = tebal teoritis nozzle, in.; tp = tebal
penguat nozzle, in

A3 = (two2 + twi2)
A4 = (dp – dn – 2tn)tp

jika : A1 + A2 > A dimensi penguat sudah memadai


A1 + A2 < A dimensi penguat belum memadai
Desain Flange
 Berbagai jenis flange yang umum digunakan adalah :
1. Welding-neck (Fig. 7.1 a)
2. Slip-on (Fig. 7.1 b)
3. Lap-joint (Fig. 7.1 c)
4. Blind (Fig. 7.1 d)
 Desain flange melibatkan :
a) Selection of the gasket (material, type, and
dimensions)
b) Flange facing
c) Bolting
d) Hub proportion
e) Flange widht
f) Flange thickness
Pemilihan Gasket
 Gasket biasanya soft pacing material yang diperkenalkan
diantara flange faces.
 Rasio gasket stress, ketika vessel dibawah tekanan, untuk
tekanan dalam yang disebut “gasket factor”.
 Gasket factor adalah suatu property dari gasket material
and construction dan tidak tergantung dari tekanan internal
diatas berbegai tekanan.
 The plain face flange adalah sangat ekstrem digunakan
untuk temperatur diatas 250oC dan tekanan diatas 1 MN/m2
Source : Bhattacharyya, p-104
Desain Gasket
 Material gasket (Fig.12.11, p-228 Brownell)
Lebar gasket:
do y  pm

di y  p  m  1

m = faktor gasket (Fig.12.11)


y = minimum design seating stress (Fig.12.11)
p = internal pressure, psi
do = outside diameter gasket, in
di = inside diameter gasket, in
di = IDvessel + 2t
do = (do/di) x di
lebar gasket minimum,W:
= ½ (do – di)
diameter gasket rata-rata, G:
= di + W
Basic Seating width:
bo = W/8
jika bo ≤ ¼ in, maka b = bo (Fig.12.12 Brownell)
b = effective gasket seating width
bo = Basic gasket seating width
jika bo > ¼ in, maka,
bo
b
2
Bolting Design
1. Beban pada Bolt.
Ada dua beban baut : yang dikembangkan oleh pengetatan
baut, Wm2, dan yang ada di bawah kondisi operasi, Wm1.
Beban baut untuk kondisi pengetatan harus mengerahkan
kekuatan yang cukup, Hy,
Wm2 = Hy = π.b.G.y

2. Beban yang dibutuhkan untuk menahan


kebocoran. Gaya yang diperlukan untuk
pelihara gasket dari kebocoran
Hp = 2.b.π.G.m.p

3. The internal pressure produces an end


force
H = 0,7850 (G2).p
4. Total beban gasket
Wm1 = H + Hp
5. Penentuan luas bolt minimum
Jika Wm2 < Wm1, maka yang mengontrol Wm1 (untuk
internal presure). Untuk kondisi operasi, luas bolting
minimum,
Wm1
Am1 
fb (fb = tabel 13.1 atau item 4 Brownell)

jika yang mengontrol Wm2 tanpa internal pressure

Wm2
Am2 
fa
6. Penentuan ukuran bolt minimum
(see to table 10.4, p – 188, Brownell & Young)
Bolt circle (c)
= IDvessel + 2(1,41 x g + R) g = tebal shell
R = radial distance
Desain Flange
1. Menghitung otside diameter flange
OD flange, A = C + 2E E = edge distance

2. Check lebar gasket


Ab actual = Jumlah bolt x Root area
Abactual . f allowabel
lebar gasket minimum 
2. y. G

lebar gasket ini harus lebih kecil dari lebar gasket yang dipilih.
Desain Moment
1. Untuk keadaan bolting up, tanpa tekanan dalam
 Am  Ab   Am 1  Ab actual 
W   fa    fa For gasket seating
 2   2 

2. Jarak radial dari gasket ke lingkaran baut


hG = (C – G)/2

3. Flange moment
Ma = W x hG

Dalam keadaan operasi: W = Wm1


4. Hydrostatic and force pada daerah dalam flange
HD = π/4 (B2).p B = outside diameter

5. Jarak radial dari bolt circle ke circle pada aksi HD


hD = ½ (C – B)

6. Moment Diamerial
MD = HD x hD
HG = Wm1 – H
MG = HG x hG

7. Perbedaan antara Hydrostatic end Force dan Hydrostatic and


Force pada area inside flange :
HT = H – HP
hT = (hD + hG)/2
MT = HT + hT

jadi moment untuk kondisi operasi :


Mo = MD + MT + MG

jika dalam proses Ma << Mo, maka yang mengontrol


proses adalah Mo = Mmax.
 Calculation of Flange Stresses
 Stress di shall flange di tentukan untuk kondisi operasi dan gasket
seating condition, yang mana di kontrol.
 Untuk perhitungan, faktor berikut diperkenalkan dalam operasi
sebagai gasket seating conditions dengan membagi moments
dengan flange inside diameter B :
M o CF M o CF
M M
B dan B total flange moment
 Untuk gasket seating, total flange moment Mo adalah
berdasarkan flange design bolt load, yang which is opposed only
by the gasket load in which case,

Mo W
 C  G
2
 Tebal Flange

t
Y .M max  K = A/B
 f .B  A = outside diameter flange, in
B = shell outside diameter, in
Y = (Fig.12.22 Brownell, p-238)

 Perhitungan Flange pada Perpipaan


Umumnya digunakan adalah ASA B16E-1939 FORGED and ROLLED
STEEL – ASTM 181 (Brownell Fig.12.2, p – 221).
Contoh : Design a pair of welding neck flanges yang akan
digunakan pada sebuah reaktor. Diameter dalam reaktor
41 in. dengan tekanan 150 Psi dan 500oF, tebal shell
reaktor ½ in. dengan faktor korosi 1/8 in. Shell side
flange di las menjadi sebuah ukuran 41 x 75 in. pada
460 Psi dan 650oF. Assume iron jacketed asbestos filted
gasket on both side and use A-105 flanges with A-193-B7
Bolts.
Desain Beban Reaktor
 Untuk menyangga berat Reaktor, umumnya dipilih penyangga
jenis leg and lug dengan pertimbangan Reaktor tidak terlalu berat
yang ditahan :
1. Berat Bejana
Wsheel = (π/4) (Dporos)2(Lporos).ρporos
= (π/4) (OD – ID)2(Lporos).ρporos
dimana, L = tinggi reaktor total

Berat tutup atas dan bawah:


DB = OD + OD/42 + 2sf + 2/3 Icr (for gages under 1 in)
DB = OD + OD/24 + 2sf + 2/3 Icr + t (for gages in. & over)
sf = straight flange, in (Tabel 5.6 Brownell)
Icr = Inside-corner Radius, in (Tabel 5.7 Brownell)
Berat tutup = 2(π/4)(DB)2.t.ρ
Berat flange = 2(π/4)[(ODflange)2(IDflange)2].tflange.ρ
jadi:
Wbejana = Wsheel + Wdish + Wflange

berat umpan = …….

maka:
Wdesign = (Wbejana + Wumpan) x faktor keamanan
Desain Penyangga (Leg and Lug) p. 197
 Leg adalah bagian kaki penyangga yang biasanya dibuat dari
I-BEAM AMERICA STANDAR (Brownell, Item 2, p-355) ,
sebanyak 8 buah – beban Reaktor merata pada ke 4
penyangga.
 Desain leg meliputi jumlah, tinggi dan ukurannya
 Jumlah leg berpengaruh pada besar beban yang akan ditahan
oleh masing-masing leg.
 Besar beban oleh masing-masing leg :

P
4 Pw  H  L 

 W
n.dbc n (42)

P = beban kompresi maksimum


H = tinggi reaktor diatas pondasi
atau
P
 W
(42a)
L = jarak dari pondasi sampai ke dalam vessel n
Dbc = diameter anchor bolt circle
ΣW = berat dari vessel beserta isi dan perlengkapannya
 Beban angin pada vessel diberikan oleh,
Pw = ½ CDρVw2A (42b)
ket, CD = drag coefficient
ρ = densitas udara
Vw = kecepatan angin
A = proyeksikan daerah yang normal untuk arah
angin
 Jika wind velocity diketahui, perkiraan tekanan angin dapat
dihitung dari hubungan berikut yang disederhanakan,
Pw = 0.05Vw2 (42c)
ket, Pw = minimum wind pressure yang akan digunakan untuk
moment calcultaion, N/m2.
Vw = maximum wind velocity experinced oleh daerah di
bawah kondisi cuaca yang terburuk, km/h
a. Jumlah leg
Pada bejana pendek biasanya jumlah leg yang dipasang
sebanyak 4 buah, tetapi pertimbangan aspek teknis biasanya
digunakan 3 buah
b. Tinggi leg
Tinggi leg (l), di desain berdasarkan pada tinggi bejana, yaitu :
 tinggi total bejana (h)
 tinggi ujung tutup bawah ke permukaan tanah (L), biasanya
diambil sebesar 5 ft. (1.52 m)
maka tinggi leg adalah :
l=L+h
l = 5 ft + 0,5(hb) + Ls + Sf + ha) (43)
Dimensi Penyangga
Dari App.G Brownell, p – 355, untuk jenis I BEAM pada item 2,
dimensi dapat di trial.
contoh : ukuran 8 in, 8 x 4

 Stress akibat peletakan beam pada axis 1 – 1, akan


menimbulkan beban exentrik pada beam:
fcaxial = fc – fcexentric
= fc – (Pia) / (I/y)

 Stress akibat peletakan beam pada axis 2 – 2, tidak


menimbulkan beban exentrik pada beam:
fc axial = fc = Pi/A
Columns and Structure
 Jika kita mempertimbangkan sebuah kolom yang panjangnya
besar dibandingkan least cross-sectional dimension, dengan
nilai L/k >> 200, kegagalan biasanya terjadi oleh buckling, dan
besarnya beban kritis,
P/A = fc = Π2E/(L/k)2 Euler’s equation for long column
ket, E = modulus elastisitas, Psi
= 29 x 106 Psi commercial steels
L/k = slenderness ratio (Fig. 5-34 Hesse & Rushton)

 Untuk memungkinkan efek kolom di akhir kondisi Euler’s


equation dapat ditulis,
P C 2 E
 fc  C adalah faktor yang tergantung pada kondisi
L/ k
2
A akhir (see fig. 5-31 H & R)
 Jika rasio L/k < 40, maka :
fc = P/A
Jika rasio L/k antara 40 dan 120, umumnya terjadi dengan
kombinasi antara buckling dan direct compression, dan
persamaan berikut digunakan untuk menentukan critical stress,
 fy L / k  
2
P
 f c  1  
A  4 CE 
2

ket, fy = yield point ot the material.
 Apabila luas permukaan beam terhadap hasil perhitungan
lebih kecil daripada luas permukaan beam dari data, dan
stress axial hasil perhitungan lebih kecil dari pada stress
yang diizinkan (= 15000 Psi), maka Beam dapat dipakai.

a. Trial Pemasangan axis 1 – 1


Compression – column, gross section, axially loaded
Jika L/k ≤ 120, (Hesse, p-142) :
fc = 17000 – 0,4850(L/k)2
L/k > 120 digunakan persamaan :
18000
fc  2
1 L
1  
18000  K 
fc axial = fc – fc exentric
fc exentric = P.a / (I/y)

a = 0,5b x Jarak vessel dengan penyangga


b = lebar flange
(I/y) = Panjang penyangga x Tinggi beam(r1-1)
y=½b

jika fcaxial < 15000 psi, maka trial benar dan dapat dipakai.
Check :
A = P / fcaxial
jika A hitung < A data, maka I BEAM dapat dipenuhi.
Perhitungan Lug
LUG yang dipakai terdiri dari gusset dan 2 buah plate horisontal
Penentuan A,
A = dbold size + 9

dbold size dicari dengan :


W = P/8

W 4.W
fs   fs = App.D, Brownell
ab  .db2 

4.W
db 
2

 . f s  Penentuan b’ & L
b’ = dbold size + 8
L =a+½b
Penentuan Tebal Plate Horisonatl (thp)
Ukuran dbold size dapat dilihat pada tabl 10.4 Brownell. γ1 dari
tabel 10.6 didapat dengan cara interpolasi.
e = nut/2
p’ = fs + Ab
Poisson’s ratio, µ
steels = 0,3 (Hesse, p – 34)
cast iron = 0,25
copper & alloy = 0,33
P  2l 
My   1    ln  1   1 
4  e 

My = maximum bending moment along radial axis, inch-pound


Mx = maximum bending moment along circumferential axis, inch-pound
b = gusset spacing, inchi
e = radius, of action of concentrated load, inchi
= one-half distance across flats of bolting nut, inchi
a = radial distance from outside of skirt to bolt circle, inchi
l = radial distance from outside of skirt to outer edge of compression plate, inchi

 a 
2l sin
P  l   P
Mx  1    ln  1  1     2  
4  e   4 
 
thp   6M y / f allowable 

Penentuan tebal gusset


tg = 3/8 thp
Desain Base Plate
Base plate dipakai untuk menahan agar beban tidak menembus
tanah. Dalam hal ini dipilih beton sebagai pondasi, fbp = 600 Psi
(tabel 7.7 Hesse, p – 162).
Pada kaki-kaki penahan bagian bawah, dipasang base plate yang
dihubungkan dari beton. Base plate diambil berbentuk empat
persegi panjang dng sisi sebagai berikut :
Panjang base plate = 0,95d + 2m (H & R, p – 163)
d = panjang kaki penahan
m = jarak tepi base plate dengan kaki penahan
Lebar base plate = 0,80b + 2n (H & R, p – 163)
b = lebar kaki penahan
n = jarak tepi base plate dengan kaki penahan
plate tersedia dengan tebal : ¼, 3/8, ½, ¾, 1, 1¼, 1½, 1¾, dan 2 in
Tekanan tiap penahan :
P

ukuran base plate

ukuran base plate memadai jika, tekanan tiap penahan lebih kecil
dari allowable bearing stresses beton.

Tebal Base Plate


Tebal base plate dihitung dengan persamaan (Hesse, p – 163):
t = (0,00015 pm2)½
t = (0,00015 pn2)½
t = tebal base plate minimum yang di izinkan, in
p = beban kompresi per lug, lb
m = (ukuran base plate – dimensi I BEAM)
n = (ukuran base plate – dimensi I BEAM)

Penentuan Diameter Baut


Setiap base plate terdapat 4 buah baut, sehingga:
P masing-masing baut = P/n
P
Abolt 
fbolt

Abolt
db  diameter baut  
 /4

check pada tabel 10.4, sesuai dengan db standar


Desain Pondasi
Contoh : diambil ukuran pondasi;
Bidang atas : 12 x 12 in
Bidang bawah : 17 x 17 in
Tinggi : 12 in
ρbeton : 150 lb/cuft

luas permukaan rata-rata = [(12 x 12) + (17 x 17)] / 2


= 216,5000 in2.
volume pondasi = Tinggi x luas permukaan
= 12 x 216,5000
= 2598 in3.
Pondasi terbuat dari semen, pasir dan gravel.
Save bearing power minimum untuk semen, pasir & gravel
= 5 – 10 ton/ft2 (Tabel 12-2 Hesse, p – 327)
Volume pondasi
Wpondasi  x beton
Tinggi pondasi

Base plate terbuat dari steel (ρsteel = 490 lb/cuft ),


size base plate x  steel x tbase plate
Wbase plate 
Tinggi pondasi

Wtotal = Wbase plate + Wpondasi + Wbase plate


Tekanan pada tanah
= berat total / luas tanah

jika lebih kecil dari save bearing power, maka tekanan pada
tanah dapat diterima.

Check Kemiringan Pondasi


Dari pers. 12.3 Hesse, p – 334;
Untuk suatu beton yang mempunyai kekuatan yang bisa di
ijinkan adalah 2250 psi, ungkapan menjadi :
a
d P
57
Untuk 3300 psi, beton
a
d P
69

Untuk 4250 psi, beton


a
d P
78

d = tekanan yang dialami bearing soil, in


P = total beban pondasi / luas pondasi bagian bawah
tan = a/d
slope actual :
tan = (b – a) / a
dimana :
b = luas pondasi bagian bawah
a = luas pondasi bagian atas

slope aktual lebih kecil dari slope yang dinginkan, maka


pemilihan dengan pondasi yang ada dapat diterima.
Thank You
Arigatou Gozaimasu

Anda mungkin juga menyukai