Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN:
Nama : Tn. A
Umur : 64 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Palangki
Pekerjaan : Supir

ANAMNESIS:
Keluhan Utama: muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, darah awalnya
berwarna merah terang kemudian berubah berwarna merah kehitaman,
frekuensi 4x, jumlah kira-kira 1 gelas per kali muntah.
- Sekitar pagi hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh mual-mual
terus menerus dan nyeri pada ulu hati, kemudian pasien muntah beberapa
kali sebelum akhirnya muntah darah.
- Sejak 2 minggu terakhir pasien mengeluh sering merasakan nyeri pada ulu
hati,terasa seperti menusuk-nusuk dan perih, nyeri dirasakan hilang timbul.
- Demam (-)
- Nyeri kepala (-)
- Nyeri dada (-)
- Perut membesar (-)
- Riwayat cepat kenyang (-)
- Riwayat mengkonsumsi obat-obat penghilang sakit yang dibeli di warung
(+), riwayat mengkonsumsi jamu-jamuan penghilang pegal linu (+)
- Riwayat sakit kuning (-)
- BAK tidak ada keluhan
- BAB (-) sejak 1 hari yang lalu, riwayat BAB warna hitam seperti aspal
disangkal

1
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
- Riwayat sakit maag (+)
- Riwayat penyakit jantung, hipertensi, dan DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:


- Tidak ada keluarga yang pernah mengalami gejala seperti ini
- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit hepar atau riwayat sakit
kuning

Riwayat Sosial Ekonomi, dan Pekerjaan:


- Pasien bekerja sebagai supir truk
- Riwayat minum alkohol disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum :
Kesadaran : CMC
Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Gizi : Sedang
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 112 x / menit
Nafas : 22 x / menit
Suhu : 36,7 0C
Kulit : Sianosis (-)
KGB : Tidak membesar
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Sclera ikterik (-/-)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan

2
Gigi dan mulut : Tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Kelenjer tiroid tidak membesar
Thorax : Paru : I : simetris kiri dan kanan
P : fremitus kiri = kanan
Pk : sonor
A : vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : I : iktus tidak terlihat
P : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
Pk : batas jantung kanan : LSD
batas jantung kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI
batas jantung atas : RIC II
Au : bunyi jantung murni teratur , M1> M2, P2< A2,
bising (-)
Abdomen : I : perut tampak tidak membuncit
P : NT (+) epigastrium, hepar dan lien tidak teraba.
Pk : tympani, shifting dullness (-)
A : BU (+) N
Punggung : CVA : NT (-), NK (-)
Anggota gerak : edema -/-, Rf ++/++, Rp -/-

Diagnosis Kerja
Hematemesis e.c. Susp. Gastropati NSAID

Tatalaksana Awal:
 O2 3 L/menit
 NGT (alirkan)
 IVFD RL 20 tts/menit
 Inj Ranitidin 2x1 amp
 Inj Tranexid 3x1 amp iv
 Inj Vit K 3x1 amp iv
 Inj Vit C 3x1 amp iv

3
 Inj ondansetron 2x1 amp

Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Hb : 4,3 gr/dl
MCV : 90,3 fL
MCH : 27,9 pg
MCHC : 30,9 gr/dL
Leukosit : 16,500/mm3
Ht : 13,9%
Trombosit : 497.000/m3
GDS : 168 mg/dl
Ureum : 141,2 mg/dl
Kreatinin : 1,48 mg/dl

EKG: dalam batas normal

Pemeriksaan Anjuran:
- Endoskopi
- USG Hepar

Konsul dr. Roza Mulyana, SpPD:


 Istirahat / NGT (alirkan)
 IVFD Triofusin : Aminofusin : NaCl 0,9% = 2:1:1 6 jam/kolf
 Inj Ceftriaxon 2x1 gr iv
 Inj Gastrofer 1x2 ampul, lanjutkan 1x1 ampul iv
 Inj Tranexid 3x1 amp iv
 Inj Vit K 3x1 amp iv
 Inj Vit C 3x1 amp iv
 Tranfusi PRC sampai Hb 10/dL

4
FOLLOW UP
29/1/2013
S/ - mual(-)
- muntah darah (-)
- Nyeri ulu hati ↓
- sudah masuk transfusi 1 kantong

O/ Ku : sedang
KS : cmc
TD : 120/70 mmHg
Nd : 90 x/menit
Nf : 20 x/menit
T : 37,0oc
NGT : cairan warna coklat, tidak mengalir. Cairan yg keluar ± 100 cc
Mata : konjungtiva anemis (+/+)
Abdomen : NT (+) epigastrium ↓, BU (+) normal

Laboratorium:
Hematologi
Hb : 4,8 gr/dl
Leukosit : 20,760/mm3
Ht : 14,8%
Trombosit : 342.000/m3
SGOT : 28,2 U/L
SGPT : 30,3 U/L
Total kolesterol : 190 mg/dL
Trigliserida : 80 mg/dL
HDL : 25 mg/dL
LDL : 149 mg/dL

A/ Observasi Hematemesis e.c. Susp. Gastropati NSAID

5
Th/
 IVFD Triofusin : Aminofusin : NaCl 0,9% = 2:1:1 6 jam/kolf
 Inj Ceftriaxon 2x1 gr iv
 Inj Gastrofer 1x1 ampul iv
 Inj Tranexid 3x1 amp iv
 Inj Vit K 3x1 amp iv
 Inj Vit C 3x1 amp iv
 Diet MC

30/1/2013
S/ - mual(-)
- muntah darah (-)
- Nyeri ulu hati ↓
- sudah masuk transfusi kantong ke 2
- BAB (-)

O/ Ku : sedang
KS : cmc
TD : 130/80 mmHg
Nd : 88 x/menit
Nf : 20 x/menit
T : 36,8o C
NGT : darah (-)
Mata : konjungtiva anemis (+/+)
Abdomen : NT (+) epigastrium, BU (+) normal

A/ Observasi Hematemesis e.c. Susp. Gastropati NSAID

Th/
 Off NGT
 IVFD Triofusin : Aminofusin : NaCl 0,9% = 2:1:1 6 jam/kolf
 Inj Ceftriaxon 2x1 gr iv

6
 Inj Gastrofer 1x1 ampul iv
 Diet ML
 Cek ulang Hb setelah transfusi PRC 4 kolf

31/1/2013
S/ - mual(-)
- muntah darah (-)
- Nyeri ulu hati ↓↓
- sudah masuk transfusi kantong ke 3
- BAB (-)

O/ Ku : sedang
KS : cmc
TD : 120/80 mmHg
Nd : 88 x/menit
Nf : 20 x/menit
T : 36,5o C
Mata : konjungtiva anemis (+/+)
Abdomen : NT (+) epigastrium ↓↓, BU (+) normal

A/ Observasi Hematemesis e.c. Susp. Gastropati NSAID

Th/
 IVFD NaCl 0,9% 20 tts/menit
 Inj Ceftriaxon 2x1 gr iv
 Inj Gastrofer 1x1 ampul iv
 Diet ML

1/2/2013
S/ - mual(-)
- muntah darah (-)
- Nyeri ulu hati (-)

7
- sudah masuk transfusi kantong ke 4
- BAB (-)

O/ Ku : sedang
KS : cmc
TD : 120/80 mmHg
Nd : 88 x/menit
Nf : 20 x/menit
T : 36,5o C
Mata : konjungtiva anemis (+/+)
Abdomen : NT (+) epigastrium ↓↓, BU (+) normal

A/ Observasi Hematemesis e.c. Susp. Gastropati NSAID

Th/
 IVFD NaCl 0,9% 20 tts/menit
 Inj Ceftriaxon 2x1 gr iv
 Inj Gastrofer 1x1 ampul iv
 Dulcolax 1x2 tab
 Diet ML
 Cek ulang Hb

2/2/2013
S/ - mual(-)
- muntah darah (-)
- Nyeri ulu hati (-)
- BAB (+) warna kehitaman, konsistensi biasa

O/ Ku : sedang
KS : cmc
TD : 130/70 mmHg
Nd : 88 x/menit

8
Nf : 20 x/menit
T : 36,5o C
Mata : konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : NT (-) epigastrium, BU (+) normal

Laboratorium:
Hb : 9,8 gr/dl
Leukosit : 6,7400/mm3
Ht : 28,6%
Trombosit : 373.000/m3

A/ Observasi Hematemesis e.c. Susp. Gastropati NSAID

Th/
 IVFD NaCl 0,9% 20 tts/menit
 Inj Gastrofer 1x1 ampul iv
 Diet ML

4/2/2013
S/ - mual (-)
- muntah (-)
- Nyeri ulu hati (-)
- BAB (+) warna kuning, konsistensi biasa

O/ Ku : sedang
KS : cmc
TD : 120/70 mmHg
Nd : 88 x/menit
Nf : 20 x/menit
T : 36,8o C
Mata : konjungtiva anemis (-/-)
Abdomen : NT (-) epigastrium, BU (+) normal

9
Laboratorium:
Hb : 9,8 gr/dl
Leukosit : 6,7400/mm3
Ht : 28,6%
Trombosit : 373.000/m3

A/ Observasi Hematemesis e.c. Susp. Gastropati NSAID

Th/
 Off infus dan obat injeksi
 SF 3x1 p.o.
 Paracetamol 3x500 mg p.o.
 Curcuma 3x1 p.o.

Pasien boleh pulang, kontrol poliklinik

10
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki usia 64 tahun masuk IGD RSUD
Solok dengan keluhan muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit,
darah awalnya berwarna merah terang kemudian berubah berwarna merah
kehitaman, frekuensi 4x, jumlah kira-kira 1 gelas per kali muntah. Sekitar pagi
hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh mual-mual terus menerus dan
nyeri pada ulu hati, kemudian pasien muntah beberapa kali sebelum akhirnya
muntah darah. Selain itu sejak 2 minggu terakhir pasien mengeluh sering
merasakan nyeri pada ulu hati, terasa menusuk-nusuk dan perih, nyeri dirasakan
hilang timbul. Keluhan muntah darah ini baru pertama kali dirasakan pasien.
Pasien juga mempunyai riwayat suka mengkonsumsi obat-obat penghilang sakit
yang dibeli di warung serta riwayat mengkonsumsi jamu-jamuan penghilang pegal
linu. Pasien tidak buang air besar sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, riwayat
buang air besar warna hitam disangkal. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
konjungtiva anemis, serta nyeri tekan pada epigastrium, tidak ditemukan adanya
tanda-tanda pembesaran hepar dan lien.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis
sementara yaitu Hematemesis e.c. Susp Gastropati NSAID. Muntah darah yang
berwarna merah terang kemudian berubah menjadi merah kehitaman diakibatkan
oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas, yang telah tercampur
dengan asam lambung. Perdarahan tersebut dapat berasal dari lambung atau
esophagus. Pada kasus ini kemungkinan perdarahan bersumber dari lambung
karena adanya riwayat pemakaian jangka panjang obat-obat penghilang sakit yang
kemungkinan merupakan golongan NSAID, serta adanya riwayat konsumsi
jamua-jamuan bebas yang berkemungkinan mengandung steroid, dimana
kombinasi keduanya dapat menyebabkan rusaknya mukosa lambung.
Warna darah terganung pada jumlah asam lambung yang ada dan lamanya
kontak dengan darah. Darah dapat berwarna merah segar bila tidak tercampur
dengan asam lambung atau merah gelap, coklat, ataupun hitam bila telah
bercampur dengan asam lambung atau enzim pencernaan sehingga hemoglobin
mengalami proses oksidasi menjadi hematin. Kemudian pada hari rawatan ke 6
didapatkan adanya BAB warna kehitaman setelah sebelumnya pasien tidak BAB

11
selama 6 hari tersebut. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam
tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi
terdapat pada feses selama 7-10 hari setelah episode perdarahan tunggal saat
pasien baru masuk.
Selain itu, dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami nyeri pada
ulu hati, mual dan muntah. Hal ini merupakan keluhan yang sering terjadi pada
30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang (> 6
minggu).
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kondisi
hemodinamik pasien serta untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab
hematemesis pada pasien. Dari pemeriksaan darah didapatkan Hb 4,3 gr/dL yang
menunjukkan adanya anemia berat yg disebabkan oleh perdarahan massif pada
saluran cerna bagian atas. Nilai pemeriksaan fungsi hepar yaitu SGOT dan SGPT
didapatkan dalam batas normal. Hali ini merupakan salah satu cara untuk
menyingkirkan kemungkinan penyebab perdarahan akibat pecahnya varises
esophagus pada pasien yg diduga menderita sirosis hepatis.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa pasien mengalami
Hematemesis e.c. Susp. Gastropati NSAID. Namun untuk menegakkan diagnosis
secara pasti harus dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi. Secara endoskopi
akan dijumpai kongesti mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai
dengan perdarahan kecil-kecil.
Tatalaksana pada pasien ini ditujukan untuk menghentikan perdarahan,
menstabilkan hemodinamik, serta untuk mengobati penyebab dari perdarahan
tersebut. Pada pasien ini dilakukan pemasangan NGT, dialirkan, dan dinilai warna
dan jumlah darah yang keluar. Untuk sementara pasien dipuasakan sampai
perdarahan berhenti. Sebagai pengganti nutrisi, pasien diberikan infuse Triofusin,
Aminofusin, dan NaCl 0,9%. Setelah perdarahan berhenti pasien diberikan diet
makanan cair yang secara bertahap diganti dengan makanan lunak. Pasien ini
diberikan injeksi tranexid, vitamin K, dan vitamin C sebagai anti perdarahan.
Untuk menstabilkan hemodinamik diberikan transfuse PRC sampai Hb mencapai
10 mg/dL. Untuk terapi kausatif pada pasien ini diberikan golongan proton pump
inhibitor yaitu injeksi gastrofer (omeprazole).

12
TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik
perdarahan subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek dari
NSAID (Non steroidal anti inflammatory drugs) serta beberapa faktor lain seperti
alkohol, stres, ataupun faktor kimiawi. Gastropati NSAID dapat memberikan keluhan dan
gambaran klinis yang bervariasi seperti dispepsia, ulkus, erosi, hingga perforasi.1,2
Di Indonesia, Gastropati NSAID merupakan penyebab kedua gastropati setelah
Helicobacter pylori dan penyebab kedua perdarahan saluran cerna bagian atas setelah
ruptur varises oesophagus.1 Menurut data dari Moskow Ilmiah Lembaga Penelitian
Gastroenterology, pengobatan dengan NSAID menyebabkan gastritis akut dalam 100%
kasus dalam satu minggu setelah awal pengobatan. Lesi erosif gastrointestinal terjadi
pada 20-40% pasien, yang menerima secara teratur NSAID. Sekali atau untuk perawatan
waktu yang lama dengan tukak lambung NSAID menyatakan di 12-30%, dan ulkus
duodenum - di 2-19%.2
Para pasien dengan rheumatoid arthritis yang mengambil NSAID secara jangka
panjang, komplikasi yang terkait dengan risiko GI perdarahan dan kematian perkiraan
1,3-1,6% per tahun. Hal ini membuat kemungkinan untuk menyimpulkan bahwa pada
pasien dengan rheumatoid arthritis masalah gastrointestinal adalah salah satu komplikasi
yang paling sering dari perawatan penyakit.2

I. EPIDEMIOLOGI/INSIDEN KASUS
Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dengan prevelensi berbeda tergantung
pada sosial ekonomi,demografi dan dijumpai lebih banyak pada pria usia lanjut
dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 13 juta orang menggunakan NSAID secara teratur.
Sekitar 70 juta resep ditulis setiap tahun, dan 30 miliar NSAID dijual setiap tahun.
Dengan meluasnya penggunaan NSAID telah mengakibatkan peningkatan
prevalensi terjadi gastropati NSAID.2,3,4

II. FAKTOR RISIKO2,3,5


Beberapa faktor risiko gastropathy NSAID meliputi:
- usia lanjut >60 tahun

13
- Riwayat pernah menderita tukak
- Riwayat perdarahan saluran cerna
- Digunakan bersama-sama dengan steroid
- Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis NSAID
- Menderita penyakit sistemik yang berat
Mungkin sebagai faktor risiko
- Bersama-sama dengan infeksi Helicobacter pylory
- Merokok
- Meminum alcohol

III. FISIOLOGI LAMBUNG

Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri


rongga abdomen dibawah diafragma. Semua bagian, kecuali sebagian kecil,
terletak sebelah kiri garis tengah. Ukuran dan bentuk setiap individu bervariasi.
Secara anatomi, lambung terdiri dari kardia, fundus, korpus, dan pilorus. Fungsi
lambung antara lain, penyimpanan makanan, produksi kimus, digesti protein,
produksi mucus dan produksi faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang disekresi
sel parietal.6,7

Sekresi kelenjar lambung menurut bagian-bagian histologi lambung :6


1) Kelenjar kardia hanya mensekresi mukus
2) Kelenjar fundus-korpus terdiri dari sel utama (chief cell) mensekresi
pepsinogen, Sel parietal mensekresi asam klorida (HCl) dan faktor
intrinsik, serta sel leher mukosa mensekresi mukus.
3) Kelenjar pilorus di antrum pilorus mensekresi mukus dan gastrin.

Tahap-tahap fisiologi sekresi HCl lambung, terdiri dari 3 tahap :6,7


1) Tahap sefalik, diinisiasi dengan melihat, merasakan, membaui, dan
menelan makan, yang dimediasi oleh aktivitas vagal. Hal ini
mengakibatkan kelenjar gastrik menyekresi HCL, pepsinogen, dan
menambah mukus.

14
2) Tahap gastrik meliputi stimulasi reseptor regangan oleh distensi lambung
dan dimediasi oleh impuls vagal serta sekresi gastrin dari sel endokrin (sel
G) di kelenjar-kelenjar antral. Sekresi Gastrin dipicu oleh asam amino dan
peptida di lumen dan mungkin distimulasi vagal.
3) Tahap intestinal terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan
memasuki proximal usus halus yang memicu faktor dan hormon. Sekresi
lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum, melalui sirkulasi
menuju lambung. Sekresi dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang
dihasilkan duodenum jika PH di bawah 2 dan jika ada makanan berlemak.
Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin,
kolesistokinin dan hormon pembersih enterogastron.

Gambar 1. Mekanisme sekresi asam lambung dan faktor-faktor yang mempengaruhi7

Semua signal yang menyebabkan aktivasi pompa proton pada sel parietal
meliputi, asetilkolin dihasilkan dari aferen chepalic-vagal atau vagal lambung,
menstimulasi sel-sel parietal melalui reseptor 3 kolinergik-muskarinik
menghasilkan peningkatan Ca2+ sitoplasma dan berakibat aktivasi pompa proton.
Gastrin mengaktivasi reseptor gastrin sehingga mengningkatkan Ca2+ sitoplasma
dalam sel parietal. sel-sel Enterochromaffin-like (ECF) memainkan peranan
sentral, gastrin dan aferen vagal menginduksi pelepasan histamin dari sel-sel ECL,
yang mana histamin akan menstimulasi reseptor H2 pada sel-sel parietal. Cara ini
dianggap paling penting untuk aktivasi pompa proton. Aktivasi beberapa reseptor

15
pada permukaan sel parietal menghambat produksi asam. Reseptor tersebut
meliputi reseptor somatostatin, prostaglandin seri E, dan faktor pertumbuhan
epidermal.6

Sistem Pertahanan Mukosa7


Untuk penangkal iritasi tersedia sistem biologi canggih, dalam
mempertahankan keutuhan dan pembaikan mukosa lambung bila timbul
kerusakan. Sistem pertahan mukosa gastrodeudonal terdiri dari 3 rintangan yaitu :
pre-epitel, epitel dan sub-epitel

Lapisan pre-epitel :
 Sekresi mukus : lapisan tipis pada permukaan mukosa lambung. Cairan
yang mengandung asam dan pepsin keluar dari kelenjar lambung
melewati lapisan permukaan mukosa dan memasuki lumen lambung
secara langsung tanpa kontak langsung dengan sel-sel epitel permukaan
lambung.
 Sekresi bikarbonat : sel-sel epitel permukaan lambung mensekresi
bikarbonat ke zona batas adhesi mukus, membuat PH mikrolingkungan
netral pada perbatasan dengan sel epitel..
 Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan
hidrofobisitas membrane sel dan meningkatkan viskositas mucus.
Lapisan epitel :
 Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak dimana terjadi migrasi sel-sel
yang sehat ke daerah yang rusak untuk pembaikan
 Pertahanan seluler yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient
dan mencegah pengasaman sel
 Kemampuan transporter asam basa untuk mengangkut bikarbonat ke
dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong asam
keluar jaringan.
 Prostaglandin merangsang produksi mukus dan bikarbonat, yang mana
akan menghambat sekresi asam sel parietal. Disamping itu, aksi
vasodilatasi dari prostaglandin E dan I akan meningkatkan aliran darah

16
mukosa. Obat-obat yang menghambat sintesis prostaglandin, misalnya
NSAID akan menurunkan sitoproteksi dan memicu perlukaan mukosa
lambung dan ulserasi.
 Faktor pertumbuhan :Beberapa faktor pertumbuhan memegang peran
seperti : EGF, FGF, TGFα dalam membantu proses pemulihan.
Lapisan sub-epitel :
 Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen
dan bikarbonat ke epitel sel.
 Ekstravasasi leukosit yang merangsang reaksi inflamasi jaringan.

Gambar 2. Komponen pertahanan dan pembaikan mukosa gastrduodenal7

IV. PATOMEKANISME GASTROPATI NSAID

Mekanisme NSAID menginduksi traktus gastrointestuinal tidak sepenuhnya


dipahami. Dalam sebuah referensi, NSAID merusak mukosa lambung melalui 2
mekanisme yaitu tropikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena
NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk
mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu
kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun secara bermakna.
Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi
mukosa lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah
mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel
defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan meningkatkan kadar
fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan mukosa, dengan

17
demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain itu, prostaglandin juga
menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum (terutama di antara antrum
lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel epitel yang sehat (terutama sel-sel
di permukaan yang memproduksi mukus), tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi.3
Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal merupakan
prostaglandin endogenous yang di sintesis di mukosa traktus gastrointestinal
bagian atas. COX (siklooksigenase) merupakan tahap katalitikator dalam produksi
prostaglandin. Sampai saat ini dikenal ada dua bentuk COX, yakni COX-1 dan
COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, ginjal,endotelin,otak
dan trombosit : dan berperan penting dalam pembentukan prostaglandin dari asam
arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam otak dan ginjal yag juga
bertanggungjawab dalam respon inflamasi. Endotel vaskular secara terus-menerus
menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan
atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokonstriksi sehingga aliran darah
menurun dan menyebabkan nekrosis epitel.4

Gambar 3. Mekanisme NSAID mempengaruhi mukosa lambung5

Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih lanjut dikaitkan dengan perubahan
produksi mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi dari penghambatan COX-2, terjadi
sintesis leukotrien yang disempurnakan dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam
arakidonat terhadap-lipoxygenase jalur 5. Leukotrien yang memberikan kontribusi

18
terhadap cedera mukosa lambung dengan mendorong iskemia jaringan dan
peradangan. Peningkatan ekspresi molekul adhesi seperti molekul adhesi antar sel-1 oleh
mediator pro-inflamasi seperti tumor necrosis factor-α mengarah ke peningkatan adheren
dan aktivasi neutrofil-endotel. Wallace mendalilkan bahwa pengaruh NSAID terhadap
neutrofil adheren mungkin berkontribusi terhadap patogenesis kerusakan mukosa
lambung melalui dua mekanisme utama: (i) oklusi microvessels lambung oleh
microthrombi menyebabkan aliran darah lambung berkurang dan kerusakan sel iskemik,
(ii) meningkatkan pembebasan dari radikal bebas yang berasal-oksigen. Oksigen radikal
bebas bereaksi dengan poli asam lemak tak jenuh dari mukosa menyebabkan peroksidasi
lipid dan kerusakan jaringan. NSAID tidak hanya merusak perut, tetapi dapat
mempengaruhi saluran pencernaan seluruh dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi
ekstraintestinal parah seperti kerusakan ginjal sampai gagal ginjal akut pada pasien yang
memiliki faktor risiko, retensi natrium dan cairan, hipertensi arterial, dan, kemudian,
gagal jantung.5,8

Gambar 4. Fungsi fisiologis dan patofisiologi dari COX (siklooksigenase) 5

V. GEJALA KLINIS

Gastropati NSAID ditandai dengan inbalance antara gambaran endoskopi dan


keluhan klinis. Misalnya pada pasien dengan berbagai gejala, seperti ketidaknyamanan
dan nyeri epigastrium, dispepsia, kurang sering muntah memiliki lesi minimal pada studi

19
endoskopi. Sementara pasien dengan keluhan tidak ada ataupun ringan GI memiliki lesi
erosi mukosa parah dan ulcerating. Perkembangan penyakit berbahaya tersebut dapat
menyebabkan pasien dengan komplikasi mematikan.2
30-40% dari pasien yang menggunakan NSAID secara jangka panjang (> 6
minggu), memiliki keluhan dispepsia yang tidak dalam korelasi dengan hasil studi
endoskopi. Hampir 40% dari pasien dengan tidak ada keluhan GI telah luka parah
mengungkapkan pada studi endoskopi, dan 50% dari pasien dengan keluhan GI memiliki
integritas mukosa normal.2
Gastropati NSAID dapat diungkapkan dengan tidak hanya dispepsia tetapi juga
dengan gejala sakit, juga mungkin memiliki onset tersembunyi dengan penyebab
mematikan seperti ucler perforasi dan perdarahan.7

VI. DIAGNOSIS

Spektrum klinis Gastropati NSAID meliputi suatu keadaan klinis yang bervariasi
sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan gastrointestinal discontrol. Secara
endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil kadang-kadang disertai
perdarahan kecil-kecil. Lesi seperti ini dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa
mengatasi lesi-lesi ringan akibat rangsangan kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi
yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas dan perforasi
saluran cerna.3
Untuk mengevaluasi gangguan mukosa dapat menggunakan Modified Lanza
Skor (MLS) kriteria. Sistem grading ini menurut MLS adalah sebagai berikut:1
• Grade 0 : tidak ada erosi atau perdarahan
• Grade 1 : erosi dan perdarahan di satu wilayah atau jumlah lesi ≤  2
• Grade 2 : erosi dan perdarahan di satu daerah atau ada 3-5 lesi
• Grade 3 : erosi dan perdarahan di dua daerah atau ada 6-10 lesi
• Grade 4 : erosi dan perdarahan> 3 daerah atau lebih dalam lambung
• Grade 5 : sudah ada tukak lambung
Secara histopatologis tidak khas. Dapat dijumpai regenerasi epitelial,
hiperplasia foveolar, edema lamina propia dan ekspansi serabut otot polos ke arah
mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah mencapai kira-kira sepertiga
bagian atas.Namun, tanpa informasi yang jelas tentang konsumsi NSAID
gambaran histopatologis seperti ini sering disebut sebagai gastropati reaktif.3

20
Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif
terhadap darah samar.7
Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung)
dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida,
dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.7
Selain itu, adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui
kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap
antibody pada antigen H. Pylori.7

VII. DIAGNOSIS BANDING


Dengan tanda-tanda perdarahan pada sistem gastrointestinal bagian atas maupun
dispepsia, Gastropati NSAID dapat didiagnosis banding dengan:9
1. Varises esofagus
2. Karsinoma lambung
3. Zollinger-Ellison Syndrome
4. Ulkus duodenum

VIII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien gastropati NSAID, terdiri dari non-mediamentosa dan


medikamentosa. Pada terapi non-medikametosa, yakni berupa istirahat, diet dan jika
memungkinkan, penghentian penggunaan NSAID. Secara umum, pasien dapat dianjurkan
pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat
inap di rumah sakit.7
Pada pasien dengan disertai tukak, dapat diberikan diet lambung yang bertujuan
untuk memberikan makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung,
mencegah dan menetralkan asam lambung yang berlebihan serta mengusahakan keadaan
gizi sebaik mungkin. Adapun syarat diet lambung yakni:9
1. Mudah cerna, porsi kecil, dan sering diberikan.
2. Energi dan protein cukup, sesuai dengan kemampuan pasien untuk menerima
3. Rendah lemak, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total yang ditingkatkan
secara bertahap hingga sesuai dengan kebutuhan.
4. Rendah serat, terutama serat tidak larut air yang ditingkatkan secara bertahap.
5. Cairan cukup, terutama bila ada muntah

21
6. Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam, baik secara termis,
mekanis, maupun kimia (disesuaikan dengan daya terima perseorangan)
7. Laktosa rendah bila ada gejala intoleransi laktosa; umumnya tidak dianjurkan
minum susu terlalu banyak.
8. Makan secara perlahan
9. Pada fase akut dapat diberikan makanan parenteral saja selama 24-48jam untuk
memberikan istirahat [ada lambung.

Evaluasi sangat penting karena sebagian besar gastropati NSAID ringan dapat
sembuh sendiri walaupun NSAID tetap diteruskan. Antagonis reseptor H2 (ARH2) atau
PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik. Pasien yang dapat menghentikan NSAID,
obat-obat tukak seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan dengan
hasil yang baik. Sedangkan pasien yang tidak mungkin menghentikan NSAID dengan
berbagai pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI. Mereka yang mempunyai faktor
risiko untuk mendapat komplikasi berat, sebaiknya dberikan terapi pencegahan
mengunakan PPI atau analog prostaglandin.3
Tiga strategi saat ini diikuti secara rutin klinis untuk mencegah kerusakan yang
disebabkan gastropati NSAID: (i) coprescription agen gastroprotektif, (ii) penggunaan
inhibitor selektif COX-2, dan (iii) pemberantasan H. pylori.

Gastroprotektif4,5
 Misoprostol
Misoprostol adalah analog prostaglandin yang digunakan untuk
menggantikan secara lokal pembentukan prostaglandin yang dihambat oleh
NSAID. Menurut analisis-meta dilakukan oleh Koch, misoprostol mencegah
kerusakan GI: ulserasi lambung ditemukan dikurangi secara signifikan dalam
kedua penggunaan NSAID, kronis dan akut, sedangkan ulserasi duodenum
berkurang secara signifikan hanya dalam pengobatan kronis. Dalam studi-co
aplikasi mukosa misoprostol 200 mg empat kali sehari terbukti mengurangi
tingkat keseluruhan komplikasi NSAID sekitar 40%. Namun, penggunaan
misoprostol dosis tinggi dibatasi karena efek samping terhadap GI. Selain itu,
penggunaan misoprostol tidak berhubungan dengan pengurangan gejala
dispepsia.

22
 Sukralfat / antasida
Selain mengurangi paparan asam pada epitel yang rusak dengan membentuk
gel pelindung (sucralfate) atau dengan netralisasi asam lambung (antasida),
kedua regimen telah ditunjukkan untuk mendorong berbagai mekanisme
gastroprotektif.
Sukralfat dapat menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin. Sukralfat masih
dapat digunakan pada pencegahan tukak akibar stress, meskipun kurang efektif.
Karena diaktivasi oleh asam, maka sukralfat digunakan pada kondisi lambung
kosong. Efek samping yang paling banyak terjadi yaitu konstipasi.
Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan
mempertahankan PH cukup tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan, sehingga
mukosa terlindungi dan nyeri mereda. Preparat antasida yang paling banyak
digunakan adalah campuran dari alumunium hidroksida dengan magnesium
hidroksida. Efek samping yang sering terjadi adalah konstipasi dan diare
 H2-reseptor antagonis
H 2 reseptor antagonis (H2RA) merupakan standar pengobatan ulkus sampai
pengembangan PPI. Mereka adalah obat pertama yang efektif untuk menyembuhkan
esofagitis refluks serta tukak lambung. Namun, dalam pencegahan Gastropati
NSAID, H2RA pada dosis standar tidak hanya kurang efektif tetapi juga dapat
meningkatkan risiko ulkus pendarahan. Menggandakan dosis standar (famotidin 40
mg dua kali sehari) secara signifikan menurunkan kejadian 6 bulan ulkus lambung.
 Proton-pump inhibitor
Supressi asam oleh PPI lebih efektif dibandingkan dengan H2RA dan sekarang
terapi standar untuk pengobatan baik tukak lambung dan refluks gastro-esofageal-
penyakit (GERD). Jika diberikan dalam dosis yang cukup, produksi asam harian
dapat dikurangi hingga lebih dari 95%. Sekresi asam akan kembali normal setelah
molekul pompa yang baru dimasukkan ke dalam membran lumen. Omeprazol juga
secara selektif menghambat karbonat anhidrase mukosa lambung yang kemungkinan
turut berkontribusi terhadap sifat supresi asamnya. Proton Pump Inhibitor yang lain
diantaranya lanzoprazol, esomeprazol, rabeprazol dan Pantoprazol. Kelemahan dari
PPI mungkin bahwa mereka tidak mungkin untuk melindungi terhadap cedera
mukosa di bagian distal lebih dari usus (misalnya di colonopathy NSAID). Namun,
dalam ringkasan, PPI menyajikan comedication pilihan untuk mencegah NSAID-
induced gastropathy.

23
Tindakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi
medikamentosa. Indikasi operasi terbagi 3 yaitu :7
 Elektip (tukakak refrakter/gagal pengobatan)
 Darurat ( komplikasi : perdarahan massif, perforasi, senosis polorik)
 Tukak gaster dengan sangkutan keganasan.

IX. KOMPLIKASI4,11,12
Pada gastropati NSAID, dapat terjadi ulkus, yang memiliki beberapa komplikasi
yakni:
1. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum
adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
2. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke
dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
3. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung ke
dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum hepatik.
4. Obstruksi pilorik terjadi bila area distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan parut
dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut yang terbentuk
bila ulkus sembuh atau rusak.
Selain terjadinya gangguan di saluran gastrointestinal, penggunanaan NSAID yang
berlebihan, dapat menyebabkan berbagai efek samping lain, baik di ginjal, pada kulit,
maupun sistem syaraf.
Prostaglandin E2 (PGE2) dan I2 (PGI2) yang dibentuk dalam glomerulus
mempunyai pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glomerulus. PGI1
yang diproduksi pada arteriol ginjal juga mengatur aliran darah ginjal. Penghambatan
biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, oleh NSAID menyebabkan penurunan
aliran darah ginjal. Pada orang normal, dengan hidrasi yang cukup dan ginjal yang
normal, gangguan ini tidak banyak mempengaruhi fungsi ginjal karena PGE2 dan PGI2
tidak memegang peranan penting dalam pengendalian fungsi ginjal. Tetapi pada penderita
hipovolemia, sirosis hepatis yang disertai asites, dan penderita gagal jantung, PGE2 dan
PGI2 menjadi penting untuk mempertahankan fungsi ginjal. Sehingga bila NSAID
diberikan, akan terjadi penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal
bahkan dapat pula terjadi gagal ginjal. Penghambatan enzim siklooksigenase dapat
menyebabkan terjadinya hiperkalemia. Hal ini sering sekali terjadi pada penderita
diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, dan penderita yang menggunakan β-blocker dan
ACE-inhibitor atau diuretika yang menjaga kalium (potassium sparing). Selain itu,

24
penggunaan NSAID dapat menimbulkan reaksi idiosinkrasi yang disertai proteinuria yang
masif dan nefritis interstitial yang akut.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat perpanjangan
waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar dalam sirkulasi darah
mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian menyumbat dengan endotel
yang rusak dengan cepat sehingga perdarahan terhenti. Agregasi trombosit disebabkan
oleh adanya tromboksan A2 (TXA2). TXA2, sama seperti prostaglandin, disintesis dari
asam arachidonat dengan bantuan enzim siklooksigenase. NSAID bekerja menghambat
enzim siklooksigenase. Aspirin mengasetilasi Cox I (serin 529) dan Cox II (serin 512)
sehingga sintesis prostaglandin dan TXA2 terhambat. Dengan terhambatnya TXA2, maka
proses trombogenesis terganggu, dan akibatnya agregasi trombosit tidak terjadi. Jadi, efek
antikoagulan trombosit yang memanjang pada penggunaan aspirin atau NSAID lainnya
disebabkan oleh adanya asetilasi siklooksigenase trombosit yang irreversibel (oleh
aspirin) maupun reversibel (oleh NSAID lainnya). Proses ini menetap selama trombosit
masih terpapar NSAID dalam konsentrasi yang cukup tinggi.
Dengan menggunakan meta analisis, dapat diketahui bahwa NSAID dapat
meningkatkan tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure) sebanyak kurang lebih 5
mmHg. NSAID paling kuat mengantagonis efek antihipertensi β-blocker dan ACE-
inhibitor, sedangkan terhadap efek antihipertensi vasodilator atau diuretik efeknya paling
lemah. NSAID yang paling kuat menimbulkan efek meningkatkan tekanan darah ialah
piroksikam.
NSAID juga dapat menyebabkan reaksi kulit seperti erupsi morbiliform yang
ringan, reaksi-reaksi obat yang menetap, reaksi-reaksi fotosensitifitas, erupsi-erupsi
vesikobulosa, serum sickness, dan eritroderma exofoliatif. Hampir semua NSAID dapat
menyebabkan urtikaria terutama pada pasien yang sensitif dengan aspirin. Menurut studi
oleh Akademi Dermatologi di Amerika pada tahun 1984, NSAID yang paling sedikit
menimbulkan gangguan kulit adalah piroksikam, zomepirac, sulindak, natrium
meklofenamat, dan benaxoprofen.
Pada sistem syaraf pusat, NSAID dapat menyebabkan gangguan seperti, depresi,
konvulsi, nyeri kepala, rasa lelah, halusinasi, reaksi depersonalisasi, kejang, dan sinkope.
Pada penderita usia lanjut yang menggunakan naproksen atau ibuprofen telah dilaporkan
mengalami disfungsi kognitif, kehilangan personalitas, pelupa, depresi, insomnia, iritasi,
rasa ringan kepala, hingga paranoid.20 Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi
hipersensitifitas berupa rinitis vasomotor, oedem angioneurotik, urtikaria luas, asma
bronkiale, hipotensi hingga syok.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Suyata, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. A comparison of efficacy


between rebamipide and omeprazole in the treatment of nsaids
gastropathy. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and
Digestive Endoscopy Vol. 5, No. 3, December 2004; p.89-94.

2. Tugushi M. Nonsteroidal anti inflamatory drug (NSAID) associated


gastropathies [online]. World Medicine [cited January 28 2011]. Available
from:
http://www.worldmedicine.ge/?Lang=2&level1=5&event=publication&id
=39

3. Hirlan. Gastritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,


Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.335-7.

4. Scheiman JM. Nonsteroidal antiinflamatory drug (NSAID)-induced


gastropathy. In: Kim, Karen (editor). Acute gastrointestinal bleeding;
diagnosis and treatment. New Jersey: Humana Press Inc. 2004. p.75-93

5. Becker JC, Domschke W, Pohie T. Current approaches to prevent NSAID-


induced gastropathy – COX selectivity and beyond. Br J Clin Pharmacol
58 :6.2004; p.587–600

6. Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. In: Price SA, Wilson
LM (editors). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit Ed.6
Vol.1. Jakarta: Penerbit ECG. 2002. p.417-35.

7. Tarigan P. Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4

26
Jilid.I. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.338-
48.

8. Anonim. Kerusakan lambung akibat NSAID. Otuska Indonesia [online].


2008 [cited January 28 2011]. Available from:
http://www.otsuka.co.id/?content=article_detail&id=144&lang=id

9. Shrestha S, Lau D. Gastric Ulcers: differential diagnose & workup.


Emedicine [online]. 2009 [cited January 28 2011]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/175765-overview

10. Almatsier S (editor). Diet penyakit lambung. In: Penuntun diet edisi baru.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007. p.108-16.

11. Tjay TH, Rahardja K. Analgetika antiradang dan obat-obat rema. In: Obat-
obat penting; khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Jakarta:
Elex Media Komputindo. 2007. p.321-47.

12. Anonim. Obat anti inflamasi nonsteroid part 1. FKUNSRI [online]. 2008
[cited January 28 2011]. Available from:
http://fkunsri.wordpress.com/2008/02/09/obat-anti-inflamasi-nonsteroid-
part-1

27

Anda mungkin juga menyukai