Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TENTANG RHINITIS ALERGI

Untuk Memenuhi Tugas Sistem Imun Dan Hematologi II

Di Bimbing Oleh :

Wiwit D.N. ,S.Kep.Ns.,M.Kep.

Disusun oleh :
Anik Yulaikha (1520008)
Rara Restu Amirohmanar (1520026)
Rizky Dia Amalia (1520028)
Umrotul Nur Farida (1520037)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Imun ini.

Kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman dan keluarga yang membantu
memberikan semangat dan dorongan demi terwujudnya karya ini, yaitu makalah Imun ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu, Wiwit Dwi
Nurbadriyah, S.Kep,Ns.,M.Kep yang telah membantu kami. Kami menyadari bahwa teknik
penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang sempurna.Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan tujuan untuk menyempurnakan
makalah ini.

Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin, baik itu bagi
diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.

Malang, 7 November 2012

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi rhinitis alergi ................................................................................................. 5
2.2 Etiologi Rinitis Alergi ................................................................................................. 5
2.3 Klasifikasi rhinitis alergi ........................................................................................... 6
2.4 Pathway atau Pohon masalah ................................................................................... 9
2.5 Penatalaksanaan ....................................................................................................... 10
2.6 Diagnosa keperawatan ............................................................................................. 14
2.7 Intervensi keperawatan ........................................................................................... 15

BAB III PENUTUP


Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rinitis didefinisikan sebagai peradangan dari membran hidung yang ditandai dengan
gejala kompleks yang terdiri dari kombinasi beberapa gejala berikut: bersin, hidung
tersumbat, hidung gatal dan rinore. Mata, telinga, sinus dan tenggorokan juga dapat terlibat.
Rinitis alergi merupakan penyebab tersering dari rinitis.
Rinitis alergi adalah peradangan pada membran mukosa hidung, reaksi peradangan yang
diperantarai IgE, ditandai dengan obstruksi hidung, sekret hidung cair, bersin-bersin, dan
gatal pada hidung dan mata. Rinitis alergi mewakili permasalahan kesehatan dunia mengenai
sekitar 10 – 25% populasi dunia, dengan peningkatan prevalensi selama dekade terakhir.
Rinitis alergi merupakan kondisi kronik tersering pada anak dan diperkirakan mempengaruhi
40% anak-anak. Diagnosis rinitis alergi melibatkan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang
cermat, lokal dan sistemik khususnya saluran nafas bawah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi rhinitis alergi ?
2. Bagaimana etiologi rhinitis alergi ?
3. Bagaimana klasifikasi rhinitis alergi ?
4. Bagaimana Patofisiologi rhinitis alergi ?
5. Bagaimana penatalaksanaan rhinitis alergi ?
6. Bagaimana diagnosa keperawatan rhinitis alergi?
7. Bagaimana intervensi keperawatan rhinitis alergi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi rhinitis alergi
2. Untuk mengetahui etiologi rhinitis alergi
3. Untuk mengetahui klasifikasi rhinitis alergi
4. Untuk mengetahui patofisiologi rhinitis alergi
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan rhinitis alergi
6. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan rhinitis alergi
7. Untuk mengetahui intervensi keperawatan rhinitis alergi

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi rhinitis alergi


Rhinitis alergik merupakan bentuk alergi respiratorius yang paling sering ditemukan
dan diperkirakan diantarai oleh reaksi imunologi cepat (hipersensitive I). Rhinitis adalah
suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ). Rhinitis
adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Sedangkan menurut WHO ARIA 2001adalah kelainan pada hidung dengan gejala
bersin-bersin, rhinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantari oleh IgE.

2.2 Etiologi Rinitis Alergi


Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara
genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran
penting. Pada 20 – 30 % semua populasi dan pada 10 – 15 % anak semuanya atopi. Apabila
kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %.
Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh
lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki
kecenderungan alergi.
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara
pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari,
dan lain-lain.
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi
yang diikuti oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam
setelahnya Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat
jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung hingga 24 jam.

a. Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :


1. Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya serpihan
epitel dari bulu binatang serta jamur.
2. Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu,
telur, coklat, ikan dan udang.

5
3. Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin
atau sengatan lebah.
4. Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan.
5. debu rumah, tungau.
b. Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga
tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system
humoral, system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut,
jika antigen berhasil dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen
masih ada, karena defek dari ketiga mekanisme system tersebut maka berlanjut
ke respon tersier.
3. Respon Tersier, reaksi imunologik yang tidak meguntungkan

2.3 Klasifikasi rhinitis alergi


Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa
hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri.
Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali
terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan
musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang
disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

Rhinitis berdasarkan penyebabkannya dibedakan menjadi :


a. Rhinitis alergi
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan
laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang
disebabkan oleh alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di
udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap
penyakit yang serius karena karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak
hanya aktivitas sehari-hari yang menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk
mengobatinya pun akan semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah

6
menjadi kronis. Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan
setiap reaksi alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
Berdasarkan waktunya, Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa
(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya
kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
c. Rhinitis Non Alergi
Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas (rhinitis viral dan rhinitis bakterial,
masuknya benda asing kedalam hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa,
penggunaan kronik dekongestan nasal, penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti
hipertensif.
Berdasarkan penyebabnya, rhinitis non alergi di golongkan sebagai berikut:
Tipe-tipe rinitis non alergi adalah:
1. Rinitis Infeksiosa
Rinitis infeksiosa biasanya disebabkan oleh infeksi pada saluran pernafasan
Bagian atas, baik oleh bakteri maupun virus. Ciri khas dari rinitis infeksiosa adalah lendir
hidung yang bernanah, yang disertai dengan nyeri dan tekanan pada wajah, penurunan fungsi
indera penciuman serta batuk.
2. Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia
Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme prostaglandin.
Pada hasil pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan eosinofil sebanyak 10-20%.
Gejalanya berupa hidung tersumbat, bersin, hidung meler, hidung terasa gatal dan
penurunan fungsi indera penciuman (hiposmia).
3. Rinitis Okupasional
Gejala-gejala rinitis hanya timbul di tempat penderita bekerja. Gejala-gejala
rinitis biasanya terjadi akibat menghirup bahan-bahan iritan (misalnya debu kayu, bahan
kimia). Penderita juga sering mengalami asma karena pekerjaan.

7
4. Rinitis Hormonal
Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan keseimbangan
hormon (misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas, pemakaian pil KB). Estrogen
diduga menyebabkan peningkatan kadar asam hialuronat di selaput hidung. Gejala rinitis
pada kehamilan biasanya mulai timbul pada bulan kedua, terus berlangsung selama
kehamilan dan akan menghilang pada saat persalinan tiba. Gejala utamanya adalah
hidung tersumbat dan hidung berair.
5. Rinitis Karena Obat-obatan (rinitis medikamentosa)
Obat-obatan yang berhubungan dengan terjadinya rinitis adalah dekongestan
topikal, ACE inhibitor, reserpin, guanetidin, fentolamin, metildopa, beta-bloker,
klorpromazin,gabapentin, penisilamin, aspirin, NSAID, kokain, estrogen eksogen, pil KB.
6. Rinitis Gustatorius
Rinitis gustatorius terjadi setelah mengkonsumsi makanan tertentu, terutama
makanan yang panas dan pedas.
7. Rinitis Vasomotor
Rinitis vasomotor diyakini merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan sistem
parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi
pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang timbul berupa
hidung tersumbat, bersin-bersin dan hidung berair. Gangguan vasomotor hidung adalah
terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh
bertambahnya aktivitas parasimpatis. Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa
hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar
pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik. Etiologi yang pasti belum
diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor
dimana sistem saraf parasimpatis relatif lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh,
kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan
normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.
Merupakan respon non spesifik terhadap perubahan perubahan lingkungannya, berbeda
dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon terhadap protein spesifik pada zat
allergennya. Faktor pemicunya antara lain alkohol, perubahan temperatur / kelembapan,
makanan yang panas dan pedas, bau – bauan yang menyengat ( strong odor ), asap rokok atau
polusi udara lainnya, faktor – faktor psikis seperti : stress, ansietas, penyakit – penyakit
endokrin, obat-obatan seperti anti hipertensi, kontrasepsi oral.

8
2.4 Pathway atau Pohon masalah

Alergen Debu, tungau, dan


serpihan epitel
Makrofag

Sel T

Sitoksin

Sel B

Ig E

Ig E berikatan dengan alergen

Alergen menempel pada sel

Mast/Basofil

Granulasi sel Mast/Basofil Jika terjadi


pemaparan ulang

Pelepasan Mediator

en Bronkokontrik Sel Goblet Merangsang sel saraf


vadianus

Sesak Nafas Hipersekresi Rasa gatal dan bersin

Penumpukan Gangguan
Dipsnea Gangguan rasa
pola tidur
nyaman
Bersihkan jalan
Dipsnea Cemas nafas

Pola Nafas Tidak tidak Koping

Efektif

9
2.5 Penatalaksanaan

1. Terapi Non-farmakologi
Terapi non-farmakologi yang paling ideal adalah dengan menghindari alergen
penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.

2. Terapi Farmakologi (Terapi Simptomatis)


Medikamentosa- Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, obat-obatan simpatomimetik,
kortikosteroid dan antikolinergik topikal.
Hindari kontak & eliminasi, Keduanya merupakan terapi paling ideal. Hindari kontak
dengan alergen penyebab, sedangkan eliminasi untuk alergen ingestan (alergi makanan).
Simptomatik : Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, dekongestan dan kortikosteroid

a. Antihistamin
Antihistamin yang sering digunakan adalah antihistamin oral. Antihistamin oral dibagi
menjadi dua yaitu generasi pertama (nonselektif) dikenal juga sebagai antihistamin sedatif
serta generasi kedua (selektif) dikenal juga sebagai antihistamin nonsedatif.
Efek sedative antihistamin sangat cocok digunakan untuk pasien yang mengalami gangguan
tidur karena rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu efek samping yang biasa ditimbulkan
oleh obat golongan antihistamin adalah efek antikolinergik seperti mulut kering, susah buang
air kecil dan konstipasi. Penggunaan obat ini perlu diperhatikan untuk pasien yang
mengalami kenaikan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.
Antihistamin sangat efektif bila digunakan 1 sampai 2 jam sebelum terpapar allergen.
Penggunaan antihistamin harus selalu diperhatikan terutama mengenai efek sampingnya.
Antihistamin generasi kedua memang memberikan efek sedative yang sangat kecil namun
secara ekonomi lebih mahal.
b. Dekongestan
Dekongestan topical dan sistemik merupakan simpatomimetik agen yang beraksi pada
reseptor adrenergic pada mukosa nasal, memproduksi vasokonstriksi. Topikal dekongestan
biasanya digunakan melalui sediaan tetes atau spray. Penggunaan dekongestan jenis ini hanya
sedikit atau sama sekali tidak diabsorbsi secara sistemik (Dipiro, 2005). Penggunaan obat ini
dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan rhinitis medikamentosa (rhinitis karena
penggunaan obat-obatan). Selain itu efek samping yang dapat ditimbulkan topical

10
dekongestan antara lain rasa terbakar, bersin, dan kering pada mukosa hidung. Untuk itu
penggunaan obat ini memerlukan konseling bagi pasien.
Sistemik dekongestan onsetnya tidak secepat dekongestan topical. Namun durasinya biasanya
bisa lebih panjang. Agen yang biasa digunakan adalah pseudoefedrin. Pseudoefedrin dapat
menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat walaupun digunakan pada dosis terapinya (Dipiro,
2005). Obat ini harus hati-hati digunakan untuk pasien-pasien tertentu seperti penderita
hipertensi. Saat ini telah ada produk kombinasi antara antihistamin dan dekongestan.
Kombinasi ini rasional karena mekanismenya berbeda.

c. Nasal Steroid
Merupakan obat pilihan untuk rhinitis tipe perennial, dan dapat digunakan untuk
rhinitis seasonal. Nasal steroid diketahui memiliki efek samping yang sedikit.
Obat yang biasa digunakan lainnya antara lain sodium kromolin, dan ipatropium
bromida.
Operatif : Konkotomi merupakan tindakan memotong konka nasi inferior yang mengalami
hipertrofi berat. Lakukan setelah kita gagal mengecilkan konka nasi inferior menggunakan
kauterisasi yang memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
Imunoterapi : Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi
membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat,
berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan. Netralisasi tidak membentuk
blocking antibody dan untuk alergi ingestan.

 Pencegahan

Rhinitis dapat dicegah dengan menghindari pemicu yang dapat menyebabkan timbulnya
gejala rhinitis, contohnya menghindari lingkungan yang berpolusi atau terpapar asap rokok.
Alergen seperti tungau debu sulit untuk dilihat dan bisa berkembang biak bahkan di rumah
yang sangat bersih, itu sebabnya sulit untuk menghindarinya. Berikut ini adalah beberapa hal
yang bisa dilakukan untuk membantu menghindari alergen yang paling umum.

11
Tungau debu rumah

Tungau debu rumah adalah serangga mikroskopis yang berkembang biak di debu rumah
tangga dan merupakan salah satu penyebab utama alergi. Berikut ini adalah beberapa hal
yang bisa dilakukan untuk membatasi jumlah tungau yang ada di dalam rumah.

 Bersihkan dengan cara mencuci atau menggunakan alat penyedot debu, barang-barang
seperti tirai, bantal, kain pelapis furnitur, dan boneka anak secara rutin.
 Jangan mengelap permukaan barang dengan kain lap kering karena bisa menyebarkan
alergen, tapi gunakanlah kain lap bersih yang lembap untuk membersihkan debu.
 Gunakan selimut yang terbuat dari bahan akrilik dan bantal yang berbahan sintetis.
 Sebaiknya hindari penggunaan karpet untuk melapisi lantai, pilihlah bahan vinil keras
atau kayu.
 Gunakan kerai gulung yang mudah untuk dibersihkan.

Fokuskan mengendalikan tungau debu di kamar tidur dan ruang tamu karena Anda lebih
sering menghabiskan waktu di area tersebut.

Spora kapang

Spora kapang merupakan alergen yang dilepaskan oleh kapang yang tumbuh di luar maupun
di dalam rumah saat suhu meningkat secara tiba-tiba pada lingkungan yang lembap.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah spora kapang, yaitu:

 Jangan memasukkan pakaian terlalu padat atau pakaian yang lembap ke lemari
pakaian dan jangan menjemur pakaian di dalam ruangan tertutup.
 Gunakan penyedot yang mengisap udara keluar dan buka jendela tapi pintu harus
selalu ditutup saat Anda masak atau mandi agar udara yang lembap tidak menyebar ke
seluruh ruangan di dalam rumah.
 Atasi masalah pengembunan dan kelembapan di dalam rumah.
 Pastikan rumah Anda memiliki ventilasi yang baik dan selalu menjaga rumah dalam
kondisi kering.

12
Hewan peliharaan

Reaksi alergi dapat terjadi jika Anda memiliki hewan peliharaan atau mengunjungi rumah
yang memiliki hewan peliharaan. Hal ini terjadi karena terpapar kelupasan kulit mati hewan,
kotoran dan urine kering, bukan karena bulu hewan peliharaan.

Sebaiknya Anda tidak memelihara hewan peliharaan jika memiliki risiko terkena alergi. Di
bawah ini ada beberapa petunjuk yang mungkin bisa membantu Anda mengatasinya.

 Mandikan hewan peliharaan Anda secara rutin, setidaknya dua pekan sekali.
 Cuci semua perabotan yang lembut dan seprai yang telah dinaiki hewan peliharaan
Anda.
 Batasi hewan peliharaan Anda di ruangan yang tidak memiliki karpet di dalamnya
atau sebisa mungkin jagalah agar tetap berada di luar ruangan.
 Rawat dan sikat hewan peliharaan, seperti anjing atau kucing, secara rutin di luar
ruangan.
 Jangan biarkan kamar tidur dimasuki oleh hewan peliharaan.

Minta teman atau kerabat untuk tidak menyedot debu atau menyapu rumah pada hari itu jika
Anda mengunjungi rumah mereka yang memiliki hewan peliharaan karena hal itu akan
membuat alergen terbang ke udara. Untuk meredakan gejala, minumlah antihistamin satu jam
sebelum memasuki rumah yang memiliki hewan peliharaan.

 Pengobatan Rhinitis Alergi

Cara Mengobati rhinitis alergi yang paling baik yaitu menghindari alergen yang menjadi
pemicu rhinitis alergi. Mungkin tidak dapat sepenuhnya menghindari semua alergen pemicu,
namun setidaknya kita dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi paparan
alergen. Jika Anda tidak dapat menghindari alergen, biasanya obat- obatan seperti obat
antihistamin, obat decongestan dan obat semprot hidung khusus dapat membantu
meringankan gejala yang muncul. Atau juga Anda dapat mengobati rhinitis alergi
dengan cara Allergy Shots atau Imunoterapi. Untuk Lebih jelasnya, Anda
bisa konsultasikan dengan dokter. Apabila anak Anda mengalami rhinitis Alergi, terlebih
dahulu konsultasikan dengan dokter tenteng perawatang terbaik. Karena terdapat obat-

13
obatan yang bisa untuk orang dewasa tetapi tidak baik untuk anak-anak, jadi Anda
jangan sembarangan memberikan obat kepada anak.

Selain itu, Anda juga bisa mengatasi rhinitis alergi secara alami dengan obat alergi QnC Jelly
Gamat yang merupakan obat herbal multikhasiat yang terbuat dari teripang emas terbaik
dengan kandungan nutrisi yang lengkap, sehingga ampuh untuk atasi rhinitis alergi secara
alami.

Didalam teripang ini terkandung sekitar 50 senyawa aktif biologi yang bagus untuk
kesehatan, dianatarnya adalah protein 86.8%, kolagen 80.0%, mukopolisakarida,
glucosaminoglycans (GAGs), glucosamine dan chondroitin, lektin, saponin, asam amino,
antiseptik alamiah, omega 3, 6, dan 9, vitamin dan mineral.

Kandungan yang lengkap tersebut dapat membantu meningkatkan serta membangun sistem
imun tubuh. Sehingga tidak mudah terserang berbagai jenis virus serta bakteri yang menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit, termasuk rhinitis.

Anda tidak perlu khawatir dengan keamanan serta keasliannya, karena Jelly Gamat Gold-G
ini juga telah memiliki izin resmi dari DEPKES No: 109321601291-1229, sehingga kualitas
dan keamanannya terjamin. Maka tidak heran jika QnC Jelly Gamat merupakan solusi
pengobatan rhinitis alergi yang tepat dan juga efektif.

2.6 Diagnosa keperawatan

Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya sekret yang


mengental

2. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung

3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore.

14
2.7 Intervensi keperawatan

1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi/ adanya sekret yang


mengental.

Tujuan : Jalan nafas efektif setelah sekret dikeluarkan

Kriteria Hasil :

a. Klien tidak bernafas lagi melalui mulut

b. Jalan nafas kembali normal terutama hidung

Intervensi Rasional
1. Kaji penumpukan secret yang ada 1. Mengetahui tingkat keparahan

dan tindakan selanjutnya

2. Observasi tanda-tanda vital 2. Mengetahui perkembangan


klien sebelum dilakukan
operasi.
3. Kerjasama untuk
3. Kolaborasi dengan tim medis menghilangkan obat yang
dikonsumsi

2. Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung

Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman

Kriteria Hasil : Klien tidur 6-8 jam sehari

Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan tidur klien. 1. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur

2. Agar klien dapat tidur dengan tenang


2. Ciptakan suasana yang nyaman
3. Pernafasan tidak terganggu
3. Anjurkan klien bernafas lewat
mulut

4. Kolaborasi dengan tim medis 4. Pernafasan dapat efektif kembali lewat


pemberian obat hidung

15
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore

Tujuan: konsep diri baik setelah intervensi

Kriteria Hasil:

a. Pasien mengekspresikan kepercayaan diri dalam kemampuan.

b. Mengekspresikan kepuasan dengan citra tubuh.

c. Mengekspresikan kepuasan dengan rasa berharga.

Intervensi Rasional
a. Dorong individu untuk a. Memberikan minat dan perhatian,
bertanya mengenai masalah, memberikan kesempatan untuk
penanganan, perkembangan dan memperbaiaki kesalahan konsep.
prognosis kesehatan

b. Ajarkan individu menegenai


sumber komunitas yang tersedia, jika b. Pendekatan secara komperhensif dapat
dibutuhkan (misalnya : pusat membantu memenuhi kebutuhan
kesehatan mental) pasienuntuk memelihara tingkah laku
koping.
c. Dorong individu untuk
mengekspresikan perasaannya, c. Dapat membantu meningkatkan tingkat
khususnya bagaimana individu kepercayaan diri, memperbaiki harga diri,
merasakan, memikirkan, atau mrnurunkan pikiran terus menerus terhadap
memandang dirinya perubahan dan meningkatkan perasaan
terhadap pengendalian diri

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membran mukosa di hidung. Rhinitis
adalah peradangan selaput lendir hidung. Rhinitis di kenal dengan istilah peradangan mukosa.

Saran

Diharapkan mampu memahami tentang kelainan-kelainan yang ada pada sistem pernapasan
(terutama hidung) dan dapat menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan rhinitis.

Diharapkan lebih mengerti dan memahami tentang rhinitis serta bagaimana penyebaran dan
penularan penyakit tersebut untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.

17
Daftar Pustaka

Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 135-142.

ARIA -World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact
on asthma. J allergy clinical immunology : S147-S276.

Becker, W., Naumann, H., Pfaltz, C., 1994. Ear, Nose, and Throat Disease. Edisi
kedua. Thieme. New York: 242-260.

Benjamini E., Coico R., Sunshine G., 2000. Immunology: A Short Course. 4th ed.
John Wiley & sons. Available from: URL http:// www.wiley.com. [Accessed 01 March
2010].

Bousquet J, Cauwenberge P V., Khaltaev N., 2001. ARIA workshop group.


World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact on asthma.J allergy
clinical immunol : S147-S276.

Harmadji S, 1993. Gejala dan Diagnosa Penyakit Alergi THT. Dalam : Kumpulan
Makalah Kursus Penyegar Alergi Imunologi di Bidang THT, Bukit Tinggi.

Hassan, rusepno dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Jakarta: Info Medika

Irawati N, 2002. Panduan Penatalaksanaan Terkini Rinitis Alergi, Dalam :


Kumpulan Makalah Simposium “Current Opinion In Allergy andClinical Immunology”,
Divisi Alergi- Imunologi Klinik FK UI/RSUPN-CM, Jakarta:55-65.

Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono, N, 2008. Alergi Hidung dalam Buku Ajar


Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI,.

Kaplan AP dan Cauwenberge PV, 2003. Allergic Rhinitis In : GLORIA Global


Resources Allegy Allergic Rhinitis and Allergic Conjunctivitis, Revised Guidelines,
Milwaukeem USA:P, 12

Mulyarjo, 2006. Penanganan Rinitis Alergi Pendekatan Berorientasi pada Simptom,


Dalam: Kumpulan Naskah Simposium Nasional Perkembangan Terkini Penatalaksanaan
Beberapa Penyakit Penyerta Rinitis Alergi dan Kursus Demo Rinotomi Lateral, Masilektomi
dan Septorinoplasti, Malang : pp10, 2, 1-18.

Roland P, McCluggage CM., Sciinneider GW., 2005. Evaluation and Management of


Allergic Rhinitis : a Guide for Family Physicians. Texas Acad. Fam. Physicians. 1-15 .

Soepardi E., Iskandar N, 2004. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: UI
Sumarman, Iwin. 2000. Patogenesis, Komplikasi, Pengobatan dan Pencegahan
Rinitis Alergi, Tinjauan Aspek Biomolekuler. Bandung : FK UNPAD. 1-17.
Von Pirquet C. Klinische studien uber Vaccination und vaccinale allergie. ... J.
Immunol 1986. 133: 1594-1600. (Accepted 12 March 1986).

18
Doenges Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Herdman T. Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI

<diakses dari internet> cpddokter.com-Continuing Profesional Development Dokter


Indonesiahttp:// <tanggal 23 Oktober 2011>

19
Lampiran

20

Anda mungkin juga menyukai