Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Tic fasialis termasuk dalam golongan movement disorders yang secara karakteristik ditandai

dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi oleh saraf VII ( N.facialis), yang

gerakanya bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat terjadinya

biasanya di satu sisi saja misalnya pada pipi, mulut, atau kelopak mata. Gerakanya dapat berupa

wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip.

Tic biasanya diperburuk oleh stres, kemarahan, kegembiraan, dan dapat dikurangi dengan

relaksasi dan tidur. Kelainan tik, suatu diagnosis klinis, sering menunjukkan respon baik

terhadap terapi medis.Sindrom Gilles de la Tourette adalah suatu kelainan tik onset masa kanak-

kanak yang berasosias dengan abnormalitas perilaku (96% pada usia 11). Gangguan kepribadian

kompulsif, gangguan defisit atensi, dan gangguan cemas tampak pada kebanyakan individu ini.

Hanya 10% sampai 20% memiliki koprolalia.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak disadari, yang tidak

terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial VII (N. Facialis). Gerakan pada tic

facialis bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun berkali. Gerakanya dapat berupa

wajah yang berkedut, meringis atau mata yang berkedip-kedip. Tic facialis tersebut

kemungkinan disebabkan oleh kelainan posisi arteri atau simpul pada arteri yang menekan syaraf

cranial VII dimana terdapat batang otak.

2.2 ANATOMI

Nukelus fasialis menerima serabut-serabut yang menyilang dan tidak menyilang melalui traktus

kortikobulbaris. Otot-otot wajah dibawah dahi menerima persarafan korteks kontralateral (hanya

serabut kortikobulbaris yang menyilang). Apabila terdapat suatu lesi rostral dari nukleus fasialis

akan menimbulkan paralisis dari otot-otot fasialis kontralateral kecuali otot frontalis dan

orbikularis okuli. Karena otot frontalis dan orbikularis okuli menerima persarafan dari kortikal

bilateral, maka otot-otot tersebut tidak akan dilumpuhkan oleh lesi yang mengenai satu korteks

motorik atau jaras kortikobulbarisnya.

Saraf kranial N. VII (fasialis) mengandung 4 macam serabut, yaitu :


1. Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali M. Levator palpebra

(N. III)), M. Platisma, M. Digastrikus bagian posterior, M. Stilohioid dan M. Stapedius di

telinga tengah.

2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior.

Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus

paranasal, dan glandula submaksilar serta sublingual dan lakrimalis.

3. Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian depan

lidah.

4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari

sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah

overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang tindih)) ini terdapat di lidah,

palatum, meatus akustikus elsterna dan bagian luar gendang telinga.

Nervus fasialis terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah.

Disamping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah, kelenjar air mata dan

ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung. Dan ia juga menghantarkan berbagai jenis sensasi

eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi 2/3 depan lidah, dan sensasi viseral umum dari

kelenjar ludah, mukosa hidung, dan faring. Dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang

disarafinya.

Sel sensorik terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis.

Sensasi pengecapan dari 2/3 depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan

kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi eksteroseptif mempunyai

badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti-inti akar

desenden dari saraf trigeminus.


Inti motorik N. VII terletak di pons. Serabutnya mengitari inti N. IV dan keluar di bagian lateral

pons. N. VII bersama N. Intermedius dan N. VIII kemudian memasuki meatus akustikus

internus. Disini N. VII bersatu dengan N. Intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang

berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam Os mastoid. Ia keluar dari tulang

tengkorak melalui foramen stilomastoid dan bercabang untuk mensarafi otot-otot wajah.

Gambar 1. Anatomi nervus facialis

2.3 ETIOLOGI

1. Idiopatik

2. Facial nerve compression by mass

3. Rangsangan iritatif pada ganglion geniculatum

4. Kegelisahan
2.4 PATOGENITAS

Sebagian besar kasus Tic Facialis sebelumnya yang dianggap idiopatik itu mungkin disebabkan

oleh pembuluh darah yang menyimpang ( misalnya cabang distal dari arteri anterior inferior

cerebellar atau arteri vertebralis) mengompresi nervus facialis dalam cerebellopontine angle.

Lesi kompresi misalnya pada tumor mungkin dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada

nervus facialis

Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari otot yang terlibat. Iritasi

kronis pada nervus facialis atau nukleus facialis merupakan penyebab yang mungkin dari tic

facialis. Iritasi dari nucleus nervus facialis diyakini menyebabkan hipereksitabilitas dari nucleus

nervus facialis, sementara iritasi pada segmen proksimal saraf dapat menyebabkan ephatic

transmisi dalam nervus facialis.

Gerakan otot wajah involunter pada tic bisa bangkit sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau

depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut mulut dapat terangkat dan kelopak mata

memejam secara berlebihan. Gerakan otot wajah sebagai gerakan kebiasaan sering dijumpai pada

anak atau orang dewasa yang spikolabil. Nervositas dan kurang kepercayaan diri sering terlihat

pada wajah seseorang. Adakalanya gerakan involunter kebiasaan itu sangat keras dan bilateral,

sehingga raut muka saling berubah. Meringis, mencucu, memejamkan mata merupakan gerakan

involunter kebiasaan pada kebanyakan psikopat.

Adakalanya kata-kata yang kotor atau ludah dikeluarkan pada waktu yang bersamaan pada saat

gerakan involunter terjadi. Sindrom tic fasialis yang disertai koprolalia (mengelurkan kata-kata

kotor) itu dikenal sebagai tic gilles de la tourette.


2.5 GEJALA KLINIS

Gerakan involunter pada wajah hanya sebuah gejala. Lelah, anxietas, dan membaca mungkin

merangsang gerakan tersebut. Otot pada salah satu bagian wajah tidak sengaja kejang, biasanya

diawali dengan kelopak mata, kemudian menyebar menuju pipi dan mulut. Gangguan tersebut

pada hakekatnya tidak menyakitkan tetapi bisa memalukan.

Gejala dari tic facialis antara lain yaitu :

1. Berkedut intermitten dari otot kelopak mata

2. Mata berkedip secara berlebihan

3. Wajah yang berkedut

4. Ekpresi wajah seperti meringis atau mencucu

5. Sudut mulut terangkat


2.6 DIAGNOSIS

Tic facialis secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi

N.VII ( N. facialis ) , tidak disadari, yang tidak terasa sakit yang bersifat setempat pada otot

tertentu, sejenak, namun berkali. Tempat terjadinya biasanya di satu sisi saja misalnya pada pipi,

mulut, atau kelopak mata. Gerakanya dapat berupa wajah yang berkedut, meringis atau mata

yang berkedip-kedip.

Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia .Secara klinis karakteristik facial myokimia berupa

suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan berlanjut. Gambaran EMG

berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron dari motor unit yang berdekatan.

Pada tic, gerakan biasanya bersifat tiba-tiba, sesaat, stereotipik dan terkoordinasi serta berulang

dengan interval yang tidak teratur. Penderita biasanya merasakan keinginan untuk melakukan

gerakan-gerakan tersebut. Dengan demikian penderita merasa lega. Penderita tic”s biasanya

berhubungan dengan penyakit obsesive compulsive.

Diagnosa pasti penyebab tic facialis sulit ditegakkan. Menegakkan diagnosis tic facialis dapat

dengan pemeriksaan fisik saja, tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang diperlukan.

Namun pada keadaan khusus diperlukan EEG untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kejang

Ada beberapa penyebab yang dapat menimbulkan tic facialis yaitu tumor, malformasi pembuluh

darah dan proses infeksi lokal yang semuanya dapat menimbulkan penekanan pada nervus VII.

Sebagai penyebab terbanyak dan telah dibuktikan yaitu adanya penekanan oleh pembuluh darah .

Dari 140 kasus tic facialis yang dilakukan tindakan mikrovaskular dekompresi didapatkan

copressing vessel yang paling sering adalah Anterior Inferior Cerebellar Artery ( AICA) pada 73

kasus ( Madjid S.dkk,1998).


2.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada tic facialis sebaiknya diobati terlebih dulu dengan medika mentosa dengan

pemberian Carbamazepin dengan dosis 600-1200 mg/hr. Pada hasil penelitian lain dikatakan

carbamazepin efektif pada lebih dari 50% kasus. Dapat pula diberikan pelemas otot (baclofen

dengan dosis 10-60 mg/ hari).

Bila dengan kedua macam obat tersebut kurang berhasil maka dapat digunakan Botulinum Toxin

injeksi (BOTOX) dengan dosis rata-rata 3,22 unit/cm2 secara langung pada lokasi nyeri . Toksin

botulinum merupakan neurotoksin hasil produksi Clostridium Botulinum yang menghambat

pelepasan asetilkolin di muscular junction. Cara kerjanya yaitu menimbulkan efek paralisis pada

otot yang disuntik dengan jalan memblokade secara irreversibel transmisi kolinergik pada

terminal saraf presinap. Dosis yang digunakan tergantung dari daerah otot yang akan disuntik.

Obat suntikan ini merupakan hasil pengolahan toksin botulinum serotipe A. Secara klinis

kelemahan akan tampak 1-3 hari setelah pemberian toksin ini dan akan berakhir 3-6 bulan

kemudian tergantung dosis dan kepekaan individu.

Operasi dekompresi terhadap pembuluh darah juga merupakan suatu cara pengobatan terhadap

Tic facialis. Operasi ini memiliki efek samping yang cukup serius. Menurut penelitian Janneta

dkk dekompresi mikrovaskuler merupakan terapi pilihan bagi tic facialis disamping botox.
2.8 DEFERENSIAL DIAGNOSA

1. Facial myokimia

Tic dapat dibedakan dengan fasial myokimia .Secara klinis karakteristik facial myokimia

berupa suatu gerakan menyerupai getaran otot muka yang menetap dan berlanjut.

Gambaran EMG berupa salah satu cetusan (discharge) spontan yang asinkron dari motor

unit yang berdekatan. Facial myokimia muncul sebagai vermikular twitching dibawah

kulit, sering dengan penyebaran seperti gelombang. Hal ini dibedakan dari gerakan wajah

abnormal lainnya dengan karakteristik electromyogram. Facial myokimia dapat terjadi

dengan beberapa proses di batang otak. Pada kasus yang berat mungkin bermanfaat jika

diberikan toksin botulinum. Kebanyakan kasus adalah idiopatik dan sembuh tanpa

pengobatan dalam beberapa minggu.

2. Hemifacial spasme

Hemifasial spasme secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter otot wajah

yang dipersarafi N.VII ( N. facialis ) , bersifat paroksismal, timbil secara sinkron dan

intermitten pada satu sisi wajah.

Pada spasme hemifasial typical kontraksi dimulai pada musculus orbicularis oculi dan

menjalat secara bertahap ke otot daerah pipi dan menyebar ke daerah mulut, meliputi

musculus orbicularis oris,buccinator dan platysma. Spasme hemifasial atypical lebih

jarang ditemukan. Pada spasme hemifasial typikal kontraksi dimulai pada musculus

orbicularis oris dan buccinator, dan menyebar ke musculus orbicularis oculi.


2.9 PROGNOSIS

Prognosis dari tic facialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon pasien terhadap

pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala, beberapa mungkin membutuhkan

pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati dengan toksin botulinum atau obat-obatan.

Pada tic facialis kurang dari 10 % pasien mengalami kambuh kembali dari gejala mereka.
BAB III

KESIMPULAN

1. Definisi tic fasialis adalah suatu keadaan terjadinya gangguan gerakan wajah tidak

disadari, yang tidak terasa sakit yang disebabkan karena kerusakan syaraf cranial VII (N.

Facialis). Gerakan pada tic facialis bersifat setempat pada otot tertentu, sejenak, namun

berkali.

2. Etiologi tic facialis idiopatik, facial nerve compression by mass, rangsangan iritatif pada

ganglion geniculatum, kegelisahan.

3. Gejala dari tic facialis antara lain yaitu berkedut intermitten dari otot kelopak mata, mata

berkedip secara berlebihan, wajah yang berkedut, Ekpresi wajah seperti meringis atau

mencucu, Sudut mulut terangkat

4. Penatalaksanaan dari tic facialis antara lain carbamazepin dosis 600-1200 mg/hari,

Botulinum toxin injeksi serotype A, dan operasi dekompresi pembuluh darah.

5. Prognosis dari tic facialis tergantung pada pengobatan dan bagaimana respon pasien

terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala, beberapa mungkin

membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati dengan toksin

botulinum atau obat-obatan. Pada tic facialis kurang dari 10 % pasien mengalami kambuh

kembali dari gejala mereka.


DAFTAR PUSTAKA

 Carpenter D. O., Hemifacial spasm, HANDBOOK OF PATHOPHYSIOLOGY, 1st

edition, Pennsylvania: Springhouse, 2001

 Lumbantobing S. M., Nervus Fasialis, NEUROLOGI KLINIK PEMERIKSAAN FISIK

DAN MENTAL, ed. 4, Jakarta: FKUI, 2004.

 Mardjono M., Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, NEUROLOGI KLINIS

DASAR, ed. 9, Jakarta: Dian Rakyat, 2003

 http://emedicine.medscape.com/article/1170722

 http://www.medlink.com/medlinkcontent.asp

 http://www.mountsinai.org/patient-care/health-library/diseases_neurologi.

Anda mungkin juga menyukai