Injeksi Aminofilin
Injeksi Aminofilin
Tujuan
1. Mengetahui cara membuat sediaan Injeksi Aminofilin yang baik dan
benar
2. Mengetahui cara membuat sediaan Injeksi Aminofilin secara steril
dalam skala industri
II. Teori
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan
keadaan steril, secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak
yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua
mikro organisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah
istilah yang mempunyai konotasi relative dan kemungkinan
menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikro organisme hanya dapat
diduga atas dasar proyeksi kinetis angka kematian mikroba. (Lachman
, 1994)
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi
atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara menusuk jaringan
ke dalam otot atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi volume kecil
adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda 100 mL atau
kurang. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang harus
dilakukan dengan menggunakan teknik steril.
Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang
memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar ukuran
normalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20, kadang – kadang juga 25 atau 30 ml.
Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah
cairannya ditentukan pemakainannya untuk satu kali injeksi. Teknologi
pengemasan sediaan ampul meliputi pembersihan, pengisian, dan
penutupan.
1
2. Dapat diberikan untuk sediaan yang tidak efektif diberikan
secara oral atau obat yang dirusak oleh sekresi asam lambung
3. Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi
oral (sakit jiwa atau tidak sadar)
4. Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter
untuk mengontrol obat, karena pasien harus kembali melakukan
pengobatan
5. Sediaan parenteral dapat menimbulkan efek lokal seperti pada
kedokteran gigi/anastesiologi
6. Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk
mengoreksi gangguan serius cairan dan keseimbangan elektrolit
2
2. Untuk mencapai parameter farmakologi tertentu yang terkontrol,
seperti waktu onset, serum peak, kecepatan eliminasi obat dari
dalam tubuh.
3. Untuk pasien yang tidak bisa melakukan self medicate
4. Untuk mendapatkan efek biologik yang tidak didapatkan melalui
pemakaian oral
5. Untuk alternatif bila rute yang diharapkan (oral) tidak tersedia
6. Untuk mendapatkan efek lokal, untuk meminimalkan efek toksik
sistemik
7. Untuk pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, tidak terkontrol
8. Untuk pengobatan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan untuk
supply nutrisi jangka panjang/pendek
9. Untuk mendapatkan efek lokal yang diharapkan
3
bebas pirogen. Pemberian lebih dari 10 mL umumnya disebut
infus, larutan diusahakan isotonis dan diberikan dengan
kecepatan 50 tetes/menit dan lebih baik pada suhu badan.
5. Injeksi intraarterium (ia): mengandung cairan non iritan yang
dapat bercampur dengan air, volume yang disuntikkan 1-10 mL
dan digunakan bila diperlukan efek obat yang segera dalam
daerah perifer. Tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intrakardial (ikd): berupa larutan, hanya digunakan untuk
keadaan gawat, disuntikkan ke dalam otot jantung atau
ventrikulus. Tidak boleh mengandung bakterisida.
7. Injeksi intratekal (it), intraspinal, intradural: disuntikkan ke dalam
saluran sum-sum tulang belakang (antara 3-4 atau 5-6 lumba
vertebra) yang berisi cairan cerebrospinal. Berupa larutan,
harus isotonis, harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan
syaraf di daerah ini sangat peka.
8. Injeksi intratikulus: disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam
rongga sendi.
9. Injeksi subkonjungtiva: disuntikkan pada selaput lendir mata
bawah, umumnya tidak lebih dari 1 mL
10. Injeksi yang lain: (a) intraperitoneal (ip): disuntikkan langsung
ke dalam rongga perut; (b) peridural (pd), ekstra dural:
disuntikkan ke dalam ruang epidura, terletak di atas durameter,
lapisan penutup terluar dari otak dan sum-sum tulang belakang;
(c) intrasisernal (is): disuntikkan pada saluran sum-sum tulang
belakang pada otak.
4
ukuran partikel harus dikontrol untuk meyakinkan partikel dapat
melewati jarum suntik saat pemberian. Ukuran partikel tidak
boleh membesar dan tidak boleh terjadi caking saat
penyimpanan.
3. Larutan kering: untuk sediaan yang larut dalam air, tetapi tidak
stabil di air.
4. Larutan minyak: dibuat bila zat aktif tidak larut air tetapi larut
dalam minyak dan diberikan melalui im. Larutan minyak
menimbulkan efek depo, untuk masalah iritasi dan sensitisasi,
suspensi air lebih dipilih dibanding larutan minya.
5. Suspensi minyak: injeksi suspensi bisa juga dibuat dalam
pembawa minyak, meskipun pembuatannya lebih jarang
dibanding suspensi air. Suspensi minyak dapat menimbulkan
efek depot/lepas lambat pada rute pemberian im.
6. Injeksi minyak: senyawa yang bersifat lipofilik banyak yang
dibuat dalam bentuk injeksi minyak. Sediaan ini secara umum
digunakan dengan rute im, dan pada keadaan normal tidak
digunakan untuk rute lain.
7. Emulsi: zat yang bersifat lipofilik juga dapat dibuat dalam bentuk
emulsi o/w. Zat dapat dilarutkan dalam larutan minyak atau
zatnya sendiri sudah benbentuk minyak. Droplet minyak harus
dikontrol dengan hati-hati dan pada saat penyimpanan agar
emulsi tidak pecah. Ukuran droplet ideal 3 μm. Biasanya dalam
bentuk nutrisi parenteral.
8. Larutan koloidal: biasanya diberikan melalui rute im.
9. Sistem pelarut campur: banyak kondisi klinik sangat diperlukan
suatu zat dibuat dalam bentuk larutan sejati, agar siap
bercampur dengan larutan iv ketika diberikan. Untuk zat yang
sukar larut dalam air, maka selain digunakan dalam bentuk
garam atau diformulasi dalam pH tinggi atau rendah, beberapa
zat dapat pula diformulasi dalam pelarut campur. Kosolvent
digunakan untuk menurunkan polaritas pembawa sehingga zat
lebih larut. Pemberian biasanya mengiritasi, toksik dan
menimbulkan rasa nyeri. Pemberian intravena perlu dilakukan
5
perlahan untuk mencegah presipitasi zat aktif. Pemilihan
kosolvent terbatas oleh toksitas.
10. Larutan terkonsentrasi: berupa konsentrat dan diberikan dengan
dilarutkan dahulu di dalam larutan iv.
11. Serbuk untuk injeksi: beberapa zat yang tidak stabil dalam air,
sehingga dibuat dalam bentuk serbuk untuk injeksi. Sediaan ini
bisa berupa serbuk ‘dry filled’ atau serbuk liofilisasi (‘freeze
dried’).
12. Implant: biasanya berupa hormon dan diberikan dengan maksud
pemberian lambat, ditunda atau dikontrol, dimana pemberian
tidak dapat dilakukan via oral.
III. Preformulasi
Zat Aktif
1. Aminophyllinum
(FI Edisi III hal 82 dan FI edisi IV hal 90)
Pemerian : Butir atau serbuk putih atau agak kekuningan, bau
amonia lemah, rasa pahit
Sinonim : Aminophyllinum, Teofilin Etilendiamin
Khasiat : Bronkodilator, antispasmodikum, diuretikum
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 5 bagian air, jika
dibiarkan
mungkin menjadi keruh, P tidak larut dalam etanol
(95%) dan alam eter.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Zat Tambahan
1. Natrium Klorida (NaCl) 0,1 N
(Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition hal 637-638)
Pemerian : Natrium klorida berbentuk serbuk hablur putih
atau hablur tidak berwarna, mempunyai rasa asin.
Sinonim : Natrii Chloridum, NaCl.
Khasiat : Pengisotonis.
Kelarutan : Agak larut dalam etanol, larut dalam 250 bagian
6
etanol 95%, larut dalam 10 bagian gliserin, larut
dalam 2,8 bagian air.
pH : 6,7- 7,3
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
OTT : Cairan Natrium Klorida encer bersifat korosif
terhadap besi. Bereaksi membentuk endapan
dengan perak, timah, dan garam raksa.
Pengoksidasi kuat yang melepaskan klorin dari
larutan natrium klorida. Daya larut dari bahan
pengawet metilparaben dapat menurun dalam
larutan natrium klorida.
7
etanol (95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
IV. Formulasi
Formula Acuan
Berdasarkan Formularium Nasional Edisi Kedua Hal.21
R/ Aminophyllinum 24 mg
Aqua Pro Injections ad 1 ml
Catatan :
1. pH 9,2 sampai 9,6
2. Digunakan air untuk injeksi bebas udara, dan
hindari kontak dengan logam.
3. Dapat ditambahkan Etilendiamina
4. Aminofilina dapat diganti dengan 20 g Teofilina
dan 5,5 g Etilendiamina.
5. Disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C
Formula Usulan
R/ Aminofilina 24 mg
Natrium Chloridum q.s
Natrium Hidroksida q.s
Aqua Pro Injections ad 1 ml
V. Tonisitas (Perhitungan)
Ekuivalen Aminofilin : 0,17 (Farmakope ed IV Hal 1237)
Perhitungan :
8
Volume ampul = ( 𝑛 + 2 )𝑐 + 6
= ( 8 + 2 )1,1 + 6
= 17 ≈ 50 𝑚𝑙
Perhitungan Bahan
9
VII. Sterilisasi
Paraf
No Alat Cara Sterilisasi
Awal Paraf Akhir Paraf
10
d. Larutkan NaCl dengan sebagian Aqua PI di dalam gelas piala
kemudian bilas gelas arloji dengan sedikit Aqua PI.
e. Campur kedua bahan tersebut hingga larut.
f. Tambahkan Aqua PI hingga 33 ml, kemudian cek pH dengan
kertas pH (pH 9,2-9,6).
g. Tambahkan NaOH ad ph stabil jika pH belum memenuhi range
yang sesuai.
h. Basahi kertas saring dalam corong dengan sedikit Aqua pro
Injeksi, lalu saring larutan di gelas ukur dan filtrate pertama
dibuang. Bilas gelas ukur dengan aqua P.I.
i. Tambahkan aqua P.I ad 50 ml.
j. Hasil filtrat diisikan k edalam spuit injeksi, masukkan ke dalam tiap
ampul 1,1 ml sebanyak 10 ampul.
k. kTutup ampul dengan cara :
1. Flambeer mulut ampul pada api bunsen atau lampu spiritus
2. Isi ampul dengan larutan sesuai ketentuan (larutan tidak boleh
menyentuh mulut ampul), kemudian flambeer kembali
3. Pegang bagian bawah ampul dengan ibu jari dan telunjuk dan
sentuhkan leher ampul sambil diputar-putar satu arah pada
ujung api yang berwarna biru sampai merah membara
4. Bagian atas leher ampul yang meleleh dijepit dengan pinset
sambil ditarik vertikal ke atas dan ampul tetap diputar dengan
arah yang sama
l. Kemudian sterilisasi dengan cara:
1. Ambil beaker glass, letakkan kapas dibawah beaker glass
2. Tutup beaker glass dengan perkamen
3. Beri 10 lubang kecil pada perkamen dan masukkan 10 ampul
dalam lubang tersebut dengan posisi terbalik
4. Sterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 115-116
0
c 30 menit, lalu dinginkan).
m. Beri etiket dan masukkan ke dalam kemasan.
11
Tabel Sterilisasi Akhir
Cara
Nama Sediaan Awal Paraf Akhir Paraf
Sterilisasi
Injeksi Aminofilin
2. Kejernihan
Pada uji kejernihan ini dapat dilakukan secara visual, yaitu
memperhatikan secara langsung apakah sediaan yang dibuat jernih
atau tidak.
3. pH
Uji ini dilakukan dengan dua cara, yaitu :
Cara Pertama
Dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus atau kertas
universal (secara konvensional). Kertas lakmus dimasukkan ke
dalam larutan yang akan di uji sebelum di ad 30 ml. Kemudian
amati kertas universal tersebut
Cara Kedua
Pengujian dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Prosedur :
a) pH meter di kalibrasi dengan larutan dapar standar yang pH
nya sama dengan pH yang akan diukur
b) Elektrode pH meter dibilas dengan air suling kemudian di lap
dengan tisu
c) Elektrode dicelupkan ke dalam larutan yang akan diukur pH nya
d) Menekan auto read lalu enter
e) Tunggu angka sampai berhenti lalu catat pH
12
Tabel Evaluasi Sediaan Injeksi Aminophyllinum
Ampul Ke-
No Evaluasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Uji Kebocoran
2 Uji Kejernihan
3 Uji pH
13
DAFTAR PUSTAKA
https://muflihalili.wordpress.com/2014/03/17/makalah-injeksi/
https://tsffarmasiunsoed2012.wordpress.com/2012/05/24/teknologi-
pengemasan-sediaaan-ampul/
https://storiku.wordpress.com/2010/07/10/sediaan-injeksi/
14
LAMPIRAN
Desain Etiket
15
Desain Brosur
16
Desain Kotak
17