Erina Elas
152033
Abstract: Events burn stone that is always done by the people of Papua to welcome guests coming or to
celebrate something ,later but made it traditional well and show a coal also be a uniqueness to tourer who visit
there and the same by making a camshaft or purse first of papua viewed made of natural materials for the dan
mlht witness.
1. Pendahuluan
Jurnal Domestic case study yang berjudul “KEUNIKAN ACARA ADAT BAKAR BATU DAN
NOKEN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA MASYARAKAT DI PAPUA”. Pembuatan
laporan ini adalah sebagai standart kualifikasi dalam menempuh pendidikan strata satu jurusn
Hospitality, Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta. Tujuan pembuatan jurnal ini di
lakukan di daerah papua . Penulis memutuskan untuk membahas masalah yang berada di papua
Turunan ini sebagai destinasi wisata di papua.
Kabupaten Timika merupakan salah satu dari kabupaten yang ada di Propinsi Jayapura Ppapua
yang banyak di minati oleh wisatawan lokal maupun mancanegara kabupaten Timika memiliki
beragam jenis pariwisatawan , baik itu wisata budaya ,wisata alam, dan yang paling menonjol adalah
situs-situs warisan budaya. Situs- situs tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Menurut
Davidson dalam Nugraha [1] warisan budaya adalah “produk atau hasil budaya fisik dari
tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu
yang menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa”. Warisan budaya
tersebut adalah bukti peradaban manusia yang telah melewati sebuah proses sosial hingga
terletak di museum dan akhirnya menjadi sebuah dokumen sejarah. Oleh karena itu koleksi
museum harus dapat digunakan untuk menyampaikan pesan yang memuat berbagai nilai dan
makna dari peradaban manusia tersebut [2,3,4].
Sektor pariwisata merupakan bagian penting dalam membangun suatu daerah, karena dari
pariwisata ini diharapkan dapat di peroleh devisa, baik dalam penanaman modal asing maupun dalam
indusrti pariwisata [5,6]. Pariwisata sangatlah penting bagi suatu Negara, yaitu segi Ekonomis
(sumber devisa,pajak-pajak), segi social (penciptaaan lapangan kerja) dan segi kebudayaan
( memperkenalkan budaya-budaya kita pada anak cucu dan wisatawan-wisatawan asing) [7,8].Salah
satu hal yang menjadi minat wisatawan mendatangi kabupaten Timika adalah karena keeolakan
wisata alam dan kebudayaan nya,objek dan atraksi wisata timika salah satunya. Atraksi bakar batu
dan membuat noke sebagai destinasi wisata di kabupaten timika ,memang pertama kali morang
melakukan hal tersebut ini penulis awalnya mengernyitkan dahi sekaligus merasa sedikit ragu dengan
keanehaan dengan apa yang pernah lihat penulis. mungkin hal ini juga yang dirasakan oleh wisatawan
lokal saja.Hal ini karena letak atraksi wisata yang tersembunyi dan belum terkenal . Hal pertama
yang penulis lihat ketika memasuki kawasan Atraksi wisata ini,suasana yang hening juga menanbah
suatu menggiraukan itu,di kawasan atraksi wisata yang belum lama diresmikan oleh Bupati Timika ini
juga terdapat sebuah Gunung Cartenzs yang terdapat salju yang dapat memanjakan mata
parawisatawan.selain pemandangan alam seperti sungai iwaka ,gunung,pasir putih, serta air
terjun ,wisatawan juga dapat melihat dan menyaksikan langsung dan lainnya.
Cara memperoleh Informasi
Dalam penulisan jurnal ilmiah Domestic Case Study ini penulis menggunakan beberapa cara
untuk memperoleh informasi adalah sebagai berikut [9] :
Mengikuti Seminar Nasional yang di selenggarakan kampus stipram di Tentrem Hotel
pada hari rabu ,tanggal 25 mei 2016.
Mengunjungi secara langsung Atraksi wisata Bakar batu dan membuat noken .
Mencari data melalui metode browsing.
Mencari informasi kepada saudara/i di sekitar sekelompok.
Lokasi dan Jadwal Seminar
Hari & Tanggal : Rabu,25 Mei 2016
Pukul :08.00 – 12.30
Tempat : Tentrem Hotel
Tema seminar : Student Entrepreneur Effort To Increase Tourism Profesionalism
Narasumber : Suhendroyono, SH.,MM.,M.Par
Prof. Azril Azahari,Ph.D
Yuliana F. Hartanto
2. Pembahasan
a) Sejarah Adanya Bakar Batu dan Noken
Kawasan Atraksi wisata,Timika dahulu adalah tradisi bakar batu merupakan salah
satu tradisi penting di papua yang berupa ritual memasak bersama-sama warga kampung
yang bertujuan untuk bersyukur , bersilaturahim (mengumpulkan sanak saudara dan kerabat,
menyambut kebahagiaan kelahiran ,perkawinan adat ,penobotan kepala suku), atau untuk
mengumpulkan prajurit untuk berperang .Tradisi Bakar Batu umumnya dilakukan oleh
masyarakat pedalaman/pegunungan. Disebut bakar batu karena benar-benar batu di bakar
hingga panas membara ,kemudian di tumpuk di atas makanan yang akan di masak.
Namun di masing-masing tempat/suku, disebut dengan berbagai nama ,misalnya
Kelayogotago berarti dalam bahasa suku (Damal) artinya bakar batu.Noken yaitu tas
tradisional masyarakat papua yang di bawa dengan dengan mengunakan kepala dan di terbuat
dari serat kulit kayu . sama dengan tas pada umumnya tas ini di gunakan untuk membawa
barang-barang kebutuhan sehari-hari .Masyarakat papua biasanya menggunakan untuk
membawa hasil-hasil pertanian sayuran,ubi-ubi an dan juga untuk membawa barang-barang
dagangan ke pasar .karena keunikan yang dibawa dengan kepala ,noken ini di daftarkan ke
UNESCO sebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia dan pada 4
desember 2012 in,noken khas masyarakat papua di tetapkan sebagai warisan kebudayaan tak
benda UNESCO pengakuan UNESCO ini akan mendorong upaya melindungi dan
mengembangkan warisan budaya Noken , yang dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di
provinsi papua dan papua barat,”
b) Keunikan yang sangat menarik ada di papua
Membicarakan tentang Papua, rasanya tak pernah ada habisnya. Pulau cantik nan eksotik
yang terletak di ujung Timur Indonesia ini memiliki pesona alam yang luar biasa.Sebut saja
pesona wisata bawah lautnya perairan Raja Ampat, yang memiliki 1.070 jenis spesies ikan,
600 jenis spesies terumbu karang, dan 699 jenis moluska [10].Tak hanya kaya dengan
kekayaan alam, Papua juga kaya akan kebudayaan yang belum terkontaminasi dengan budaya
luar. Contohnya seperti kebudayaan pesta adat Bakar Batu. Pesta Bakar Batu merupakan
sebuah kegiatan adat sebagai bentuk rasa syukur atas berkat yang melimpah, pernikahan,
penyambutan tamu agung, juga upacara kematian. Selain itu juga dilakukan sebagai bukti
perdamaian setelah terjadi perang antar suku.Pesta bakar batu ini yaitu memasak dan
mengolah makanan untuk pesta tersebut dengan metode bakar batu.
Prosesinya terdiri dari 3 tahapan yaitu tahap persiapan, bakar babi, dan makan
bersama. Prosesinya cukup berat karena itu prosesi ini dilakukan oleh kaum pria. Prosesi yang
dijalanin benar-banar dengan cara yang masih tradisional.Masing-masing suku menyerahkan
babi, lalu secara bergiliran kepala suku memanah babi. Aturannya bila dalam sekali memanah
babi langsung mati, itu pertanda bahwa acara akan sukses. Apabila dalam acara kematian
keluarga akan membawa babi sebagai belasungkawa.Pesta Bakar batu ini merupakan acara
yang paling dinantikan oleh warga suku-suku pedalaman Papua. Untuk mengikuti pesta ini
mereka rela menelantarkan ladang dan tak bekerja berhari-hari. Mereka juga rela
mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar untuk membiayai pesta tersebut.
b. Filosofi Noken
Tas Noken ini sendiri asli buatan mama-mama di Papua. Tas tradisional Noken
memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan bagi masyarakat di
tanah Papua terutama kebanyakan di daerah Pegunungan Tengah Papua seperti
suku Mee/Ekari, Damal, Suku Yali, Dani, suku Damal ,Suku
Lani dan Bauzi.
Yang menarik dari Noken ini adalah hanya orang Papua saja yang boleh
membuat Noken. Membuat Noken sendiri dahulu bisa melambangkan kedewasaan si
perempuan itu. Karena jika perempuan papua belum bisa membuat Noken dia tidak bisa
dianggap dewasa dan itu merupakan syarat untuk menikah. Dahulu Noken dibuat karena
suku Papua membutuhkan sesuatu yang dapat memindahkan barang ke tempat yang lain.
Tapi sekarang para wanita di Papua sudah jarang yang bisa membuat Noken padahal itu
adalah warisan budaya yang menarik.
c. Tradisi
Terbuat dari bahan baku kayu pohon Manduam, pohon Nawa atau Anggrek
hutan. Masyarakat Papua biasanya menggunakan Noken untuk bermacam kegiatan,
Noken yang berukuran besar dipakai untuk membawa barang seperti kayu bakar,
tanaman hasil panen, barang-barang belanjaan, atau bahkan digunakan untuk
menggendong anak. Sedangkan yang berukuran kecil digunakan untuk membawa
barang-barang pribadi. Keunikan Noken juga difungsikan sebagai hadiah kenang-
kenangan untuk tamu dan dipakai dalam upacara.
Membuat Noken cukup rumit karena tidak menggunakan mesin. Kayu tersebut diolah,
dikeringkan dan kemudian dipintal menjadi benang. Variasi warna pada Noken dibuat
dari pewarna alami. Proses pembuatannya bisa mencapai 1-2 minggu, untuk Noken
dengan ukuran besar, bisa mencapai 3 minggu. Di daerah Sauwadarek, Papua, masih bisa
kita temukan pembuatan Noken secara langsung. Harga Noken disana relatif murah,
antara Rp.25.000-Rp.50.000 per buah tergantung jenis dan ukurannya [11].
Noken dibuat oleh orang perempuan Papua asli dan hanya merekalah yang berhak
membuatnya, perempuan yang menguasai pembuatan Noken menunjukkan bahwa ia
telah dewasa. Jika sudah dianggap dewasa, maka perempuan Papua barulah boleh
menikah.
d. Multifungsi
Tas Noken ini sendiri memiliki ukuran yang bervariasi, bahkan ada yang
berukuran besar yang biasa dipakai oleh mama-mama yang bekerja sebagai petani dan
mampu mengankat bahan hasil bumi yang cukup berat dengan menggunakan tas noken
ini, dan uniknya lagi ini digunakan dengan memakai jidat atau bagian depan kepala
mereka dengan mengalungkannya ke arah belakang punggung mereka, dan untuk tas
noken yang berukuran kecil biasa dipergunakan oleh siswa-siswa pelajar asli putra-putri
daerah Papua untuk dipergunakan sebagai tempat buku dan keperluan belajar di bangku
sekolah maupun di kampus. Dan selebihnya lagi biasanya tas Noken ini oleh pendatang
yang biasa berkunjung ke Papua sebagai bahan oleh-oleh yang dibawah kedaerah
masing-masing sebagai hiasan atau oleh-oleh bagi sanak keluarga mereka dikarenakan
tas tersebut terlihat unik dipandang mata. Noken merupakan kerajinan tangan khas Papua
berbentuk seperti tas. Ada 250 etnis dan bahasa di Papua, namun semua suku memiliki
tradisi kerajinan tangan Noken yang sama. Fungsi Noken sangat beragam. Namun,
Noken biasa dipakai untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen,
sampai barang-barang belanjaan. Noken yang kecil biasa dipakai untuk membawa
kebutuhan pribadi. Tak hanya itu, Noken juga dipakai dalam upacara dan sebagai
kenang-kenangan untuk tamu.
c. Tari Suanggi.
Tari Suanggi berasal dari Papua . Tarian ini mengisahkan seorang suami ditinggal
mati istrinya yang menjadi korban angi-angi (jejadian). Dari sekian banyak karya seni budaya
di nusantara ini, masih sedikit referensi atau catatan yang merincikannya dengan detail, di
antaranya adalah tentang keberadaan tari Suanggi.Jika kita lihat dari deskripsinya, tari
suanggi adalah bentuk ekspresi masyarakat Papua Barat tentang kekentalan nuansa magis di
daerah Papua Barat, Beberapa tarian di Papua, cenderung terkesan berawal dari gerakan ritual
dan upacara keagamaan. Seperti halnya tari suanggi. Tarian semacam ini biasanya berawal
dari ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit.
Karl Jaspers menyebut pengalaman-pengalaman yang bisa memunculkan krisis eksistensi ini
sebagai situasi batas, dan di antaranya yang paling penting ialah pengalaman menghadapi
peristiwa kematian.
d. Tari Yospan
Tari Yospan merupakan tarian pergaulan muda-mudi di Papua. Tarian ini muncul
sekitar tahun 1960 dan bahkan pernah populer dan dipergunakan sebagai gerak pada senam
kesehatan jasmani.Kata Yospan sendiri merupakan akronim dari Yosim Pancar yang
merupakan nama tarian tersendiri. Tari yospan ini memang merupakan penggabungan dari 2
tarian tradisional suku Papua. Yosim merupakan tarian dari daerah Teluk Sairei, sedangkan
tari Pancar berasal dari daerah Biak, Numfor dan Manokwari.
Gerakan tarian Yospan terinspirasi saat pesawat-pesawat bermesin jet mulai
mendaratkan rodanya di Biak sekitar 1960 an saat terjadi konflik antara Kerajaan Belanda
dengan Pemerintah Indonesia. Pada waktu itu, banyak pesawat-pesawat tempur MiG buatan
Rusia yang dipacu oleh pilot-pilot Indonesia terbang di atas langit Biak tepatnya di atas
Bandara Frans Kaisiepo sambil melakukan gerakan-gerakan aerobatik. Gerak tarian ini yaitu
gerakan dasar yang penuh semangat, dinamik, dan menarik. Gerakannya dilakukan dengan
cara berjalan sambil menari berkeliling lingkaran di iringi oleh musisi yang menyanyikan
lagu asal daerah Papua.Gerakan yang terkenal dalam tarian ini adalah pancar gas yang
merupakan representasi dari pesawat-pesawat yang melintas dan meninggalkan awan putih di
langit,gale-gale, jef,pacul tiga,seka dan sebagainya.
Tarian Yospan ini biasanya dilakukan oleh 2 Grup terdiri dari grup penari dan musisi.
Alat musik pengiring tarian yospan antara lain tifa, gitar, ukulele dan bas bersenar 3. Tidak
ada patokan khusus pada Pakaian yang dikenakan penari dan musisi dalam tarian yospan.
Setiap grup Yospan memiliki pakaian tersendiri namun masih mencirikan pakaian Papua.
Selain ketiga tari tradisional diatas, masyarakat Indonesia juga sudah mengenal tari kreasi
yang berasal dari Papua yaitu tari yamko rambe.
Wamena merupakan salah satu destinasi favorit di Papua. Di kabupaten ini, Anda bisa
menyaksikan ajang Festival Lembah Baliem yang diadakan tiap tahun, melihat mumi Papua,
dan juga berbelanja suvenir khas Papua. Siapkan dompet Anda untuk berburu suvenirnya di
PasarKotaWamena.
Pasar ini terletak persis di tengah Kota Wamena. Pasarnya sangat besar dan luas. Saat
memasuki pasar, ada satu pemandangan yang mungkin jarang Anda lihat di pasar-pasar
lainnya. Banyak babi yang diikat di sebuah lapangan luas, ukurannya pun besar-besar."Babi
itu dijual di sini, harganya bisa mencapai Rp 30juta," ujar pemandu kamu, Bertnart.
Wow! Harga yang sangat mahal. Pantas saja, babi menjadi hewan berharga di Papua. Setelah
memarkir mobil, kami semua diajak turun untuk masuk dan berbelanja ke dalam pasarnya.
Pasar tradisional di sini menjual banyak sayuran dan hasil kebun lainnya, seperti buah merah,
pinang, hingga udang selingkuh yang terkenal. Namun, bukan itu yang kami cari. Di sini,
kami ingin berburu suvenir khas yang terkenal, yaitu kalung taring babi dan noken.Kami
masuk lebih dalam ke pasarnya. Beberapa penjual terlihat sibuk menjajakan dagangannya.
Hingga akhirnya, mata kami terbelalak melihat barang-barang yang dijejerkan di atas meja
yang terbuat dari batu. Kalung taring babi!
Taring babinya berwarna putih dengan tali kalungnya yang diberi hiasan manik-manik.
Taring babi di sini adalah hasil buruan masyarakat Suku Dani yang tinggal di hutan-hutan di
pegunungan Wamena. Harganya Rp 50 ribu satu kalungnya. Sayangnya, ini harga pas yang
diberikan oleh pedagang di sini. Tak bisa ditawar lagi. "Ini kalung asli toh, kami juga suka
pakai kalung ini," kata penjaja yang menawarkan kalungnya pada kami. Setelah melihat-lihat
dan memilih sesuai selera, kami pun memburu kalung ini. Kalung yang unik dan menjadi
oleh-oleh khas Papua menggantung di bawah leher. Keren! Tak hanya kalung, berbagai
macam suvenir etniknya juga dapat Anda temukan. Ada noken seharga Rp 50-100 ribu,
hiasan kepala dari bulu kuskus dan burung cendrawasih seharga Rp 200 ribu, kalung berhias
cangkang kerang, berbagai macam jenis gelang, dan masih banyak lagi.Pasar ini tak hanya
dikunjungi oleh para pelancong saja, tapi warga sekitar juga datang untuk berbelanja di sini
tiap harinya. Kedatangan kami hanya untuk membeli suvenir khasnya, untuk oleh-oleh bagi
teman dan juga orang tersayang. Meski merogoh kocek lebih dalam, tapi kapan lagi bisa
membeli kalung taring babi asli Papua di sini.
h) Upacara Perkawinan
Perkawinan merupakan kebutuhan yang paling mendesak bagi semua orang. Dengan
demikian masyarakat Papua baik yang di daerah pantai maupun daerah pegunungan menetapkan
peraturan itu dalam peraturan adat yang intinya agar masyarakat tidak melanggar dan tidak terjadi
berbagai keributan yang tidak diinginkan. dalam pertukaran perkawinan yang di tetapkan orangtua
dari pihak laki-laki berhak membayar mas kawin seebagai tanda pembelian terhadap perempuan
atau wanita tersebut. adapun untuk masyarakat pantai berbagai macam mas kawin yang harus
dibayar seperti: membayar piring gantung atau piring belah, gelang, kain timur (khusus untuk
orang di daerah Selatan Papua) dan masih banyak lagi. berbeda dengan permintaan yang diminta
oleh masyarakat pegunungan diantaranya seperti: kulit bia (sejenis uang yang telah beredar di
masyarakat pegunugan sejak beberapa abad lalu), babi peliharaan, dan lain sebagainya. dalam
pembayaran mas kawin akan terjadi kata sepakat apabila orangtua dari pihak laki-laki memenuhi
seluruh permintaan yang diminta oleh orangtua daripada pihak perempuan.
3. Penutup
Kesimpulan
Tempat wisata di Papua mempunyai sebuah daya tarik tersendiri apalagi dengan Kebudayaan-
nya dengan Cara Bakar Batu serta Cara Membuat Noken yang begitu juga adalah sebuah
kenikmatan tersendiri untuk setiap orang yang datang dengan talenta yang berbeda sesuai dengan
keinginanya masing-masing. Bakar batu dan membuat Noken ini sudah banyak di kenal oleh
masyarakat papua sendiri dan banyak juga wisatawan mancanegara yang datang dan berkunjung
untuk menikmati dan menyaksikan langsung yang terdapat pada papua itu karena keunikan Bakar
batu dan Membuat Noken yang ingin di pandang dan di rmenyaksikan perbedaan yang
menakjubkan, untuk saat ini memang untuk fasilitas sendiri masi tidak lengkap karena peraturan
pemerintah daerah papua adalah perencanaan 5 tahun kedepan jadi masih sangat banyak rencana
pembangunan yang belum selesai untuk membangun semua fasilitas untuk pelayanan jasa yang
menyenangkan untuk pendukung industri pariwisata yang ada di papua.
Saran
1) Pemerintah propinsi papua membuat kebijakan untuk perekonomian daerah agar ada
pemerataan di semua sektor terutama pariwisata.
2) Membenahi lagi segala kebutuhan yang di butuhkan wisatawan untuk kelancaran berwisata.
3) Menjaga kebersihan lingkungan demi menjaga kelestarian wisata bahari.
4) Membangun sektor pariwisata yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan untuk
pelestarian alam juga.
5) Menambah fasilitas pendukung industri pariwisata.
6) Meningkatkan kenyamanan dalam berwisata yaitu melengkapi segala pelayanan jasa yang
bersifat pemenuhan kebutuhan wisatawan.
7) Saatnya menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk kerjasama yang baik di segala
bidan yang saling terkait satu dan yang lain.
8) Masyarakat juga mulai sadar akan pentingnya untuk melesatarikan budaya yang terdapat
sejak dulu.
9) Menjaga lingkungan dan semakin mencintai potensi alam dan kebudayaan yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan.
References
[1] Nugraha, B. S., & Putri, L. P. 2016. Analisis Dampak Lingkungan Dalam Kebijakan
Perlindungan Situs Ratu Boko Menuju Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan. Jurnal
Kepariwisataan.
[2] Suhendroyono, S., & Nugraheni, N. 2016. Mixed Media Sebagai Alternatif Penciptaan
Lukisan di Museum Rudy Isbandi Surabaya. Jurnal Kepariwisataan, 10(2), 15-22.
[3] Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi
globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota
Yogyakarta, 4, 3-11.
[4] Soeroso, A., & Susilo, Y. S. (2017). REVITALISASI POTENSI SAUJANA BUDAYA
KAWASAN PERDESAAN KREBET YOGYAKARTA BERBASIS PADA AKTIVITAS
EKO-EKONOMI. KINERJA, 12(1), 1-16.
[5] Isdarmanto, I. (2014). Strategi psikologis pengembangan Pariwisata Yogyakarta menuju Era
Globalisasi dan Asian Economy Community Year 2015. Jurnal Kepariwisataan, 8(3), 105-
118.
[6] Isdarmanto, I. (2012). PENGEMBANGAN EKOWISATA DANAU SENTANI
PAPUA. Jurnal Kepariwisataan, 6(1), 41-48.
[7] Isdarmanto, I. (2015). Structuring Malioboro Yogyakarta Environmentally Friendly Refers To
The Tourism Behavior. Jurnal Kepariwisataan, 9(2), 89-97.
[8] Prakoso, A. A. (2016). Dampak Multiganda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah (RIPPARDA) terhadap Kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Kepariwisataan, 10(1), 1-26.
[9] Data Seminar Domestic Case Study tanggal 25 Mei 2016 di Hotel Tentrem Yogyakarta
[10] Suhendroyono, S. (2014). EKOWISATA TAMAN NASIONAL LORENTZ PAPUA. Jurnal
Kepariwisataan, 8(1), 1-12.
[11] Data Domestic Case Study tanggal 20 Mei 2016 di Papua
[12] Prakoso, A. A. (2015). Pengembangan Wisata Pedesaan Berbasis Budaya Yang Berkelanjutan
Di Desa Wisata Srowolan Sleman. Jurnal Kepariwisataan, 9(2), 61-76.