Anda di halaman 1dari 10

Domestic Case Study 2018

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

KEUNIKAN ACARA ADAT BAKAR BATU DAN NOKEN


SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA
MASYARAKAT DI PAPUA

Erina Elas
152033

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract: Events burn stone that is always done by the people of Papua to welcome guests coming or to celebrate
something ,later but made it traditional well and show a coal also be a uniqueness to tourer who visit there and
the same by making a camshaft or purse first of papua viewed made of natural materials for the dan mlht witness.

Keywords : Events burn stone ; Uniqueness ; Papua

1. Pendahuluan
Jurnal Domestic case study yang berjudul “KEUNIKAN ACARA ADAT BAKAR BATU DAN
NOKEN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA MASYARAKAT DI PAPUA”. Pembuatan
laporan ini adalah sebagai standart kualifikasi dalam menempuh pendidikan strata satu jurusn
Hospitality, Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta. Tujuan pembuatan jurnal ini di
lakukan di daerah papua . Penulis memutuskan untuk membahas masalah yang berada di papua Turunan
ini sebagai destinasi wisata di papua.
Kabupaten Timika merupakan salah satu dari kabupaten yang ada di Propinsi Jayapura Ppapua yang
banyak di minati oleh wisatawan lokal maupun mancanegara kabupaten Timika memiliki beragam jenis
pariwisatawan , baik itu wisata budaya ,wisata alam, dan yang paling menonjol adalah situs-situs
warisan budaya. Situs- situs tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Menurut
Davidson dalam Nugraha [1] warisan budaya adalah “produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-
tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi
elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa”. Warisan budaya tersebut adalah bukti
peradaban manusia yang telah melewati sebuah proses sosial hingga terletak di museum dan
akhirnya menjadi sebuah dokumen sejarah. Oleh karena itu koleksi museum harus dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan yang memuat berbagai nilai dan makna dari peradaban
manusia tersebut [2,3,4].
Sektor pariwisata merupakan bagian penting dalam membangun suatu daerah, karena dari
pariwisata ini diharapkan dapat di peroleh devisa, baik dalam penanaman modal asing maupun dalam
indusrti pariwisata [5,6]. Pariwisata sangatlah penting bagi suatu Negara, yaitu segi Ekonomis (sumber
devisa,pajak-pajak), segi social (penciptaaan lapangan kerja) dan segi kebudayaan ( memperkenalkan
budaya-budaya kita pada anak cucu dan wisatawan-wisatawan asing) [7,8].Salah satu hal yang menjadi
minat wisatawan mendatangi kabupaten Timika adalah karena keeolakan wisata alam dan kebudayaan
nya,objek dan atraksi wisata timika salah satunya. Atraksi bakar batu dan membuat noke sebagai
destinasi wisata di kabupaten timika ,memang pertama kali morang melakukan hal tersebut ini penulis
awalnya mengernyitkan dahi sekaligus merasa sedikit ragu dengan keanehaan dengan apa yang pernah
lihat penulis. mungkin hal ini juga yang dirasakan oleh wisatawan lokal saja.Hal ini karena letak atraksi
wisata yang tersembunyi dan belum terkenal . Hal pertama yang penulis lihat ketika memasuki kawasan
Atraksi wisata ini,suasana yang hening juga menanbah suatu menggiraukan itu,di kawasan atraksi
wisata yang belum lama diresmikan oleh Bupati Timika ini juga terdapat sebuah Gunung Cartenzs yang
terdapat salju yang dapat memanjakan mata parawisatawan.selain pemandangan alam seperti sungai
iwaka ,gunung,pasir putih, serta air terjun ,wisatawan juga dapat melihat dan menyaksikan langsung
dan lainnya.
Cara memperoleh Informasi
Dalam penulisan jurnal ilmiah Domestic Case Study ini penulis menggunakan beberapa cara untuk
memperoleh informasi adalah sebagai berikut [9] :
 Mengikuti Seminar Nasional yang di selenggarakan kampus stipram di Tentrem Hotel pada
hari rabu ,tanggal 25 mei 2016.
 Mengunjungi secara langsung Atraksi wisata Bakar batu dan membuat noken .
 Mencari data melalui metode browsing.
 Mencari informasi kepada saudara/i di sekitar sekelompok.
Lokasi dan Jadwal Seminar
 Hari & Tanggal : Rabu,25 Mei 2016
 Pukul :08.00 – 12.30
 Tempat : Tentrem Hotel
 Tema seminar : Student Entrepreneur Effort To Increase Tourism Profesionalism
 Narasumber : Suhendroyono, SH.,MM.,M.Par
Prof. Azril Azahari,Ph.D
Yuliana F. Hartanto

2. Pembahasan
a) Sejarah Adanya Bakar Batu dan Noken
Kawasan Atraksi wisata,Timika dahulu adalah tradisi bakar batu merupakan salah satu
tradisi penting di papua yang berupa ritual memasak bersama-sama warga kampung yang
bertujuan untuk bersyukur , bersilaturahim (mengumpulkan sanak saudara dan kerabat,
menyambut kebahagiaan kelahiran ,perkawinan adat ,penobotan kepala suku), atau untuk
mengumpulkan prajurit untuk berperang .Tradisi Bakar Batu umumnya dilakukan oleh
masyarakat pedalaman/pegunungan. Disebut bakar batu karena benar-benar batu di bakar
hingga panas membara ,kemudian di tumpuk di atas makanan yang akan di masak.
Namun di masing-masing tempat/suku, disebut dengan berbagai nama ,misalnya
Kelayogotago berarti dalam bahasa suku (Damal) artinya bakar batu.Noken yaitu tas
tradisional masyarakat papua yang di bawa dengan dengan mengunakan kepala dan di terbuat
dari serat kulit kayu . sama dengan tas pada umumnya tas ini di gunakan untuk membawa
barang-barang kebutuhan sehari-hari .Masyarakat papua biasanya menggunakan untuk
membawa hasil-hasil pertanian sayuran,ubi-ubi an dan juga untuk membawa barang-barang
dagangan ke pasar .karena keunikan yang dibawa dengan kepala ,noken ini di daftarkan ke
UNESCO sebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia dan pada 4
desember 2012 in,noken khas masyarakat papua di tetapkan sebagai warisan kebudayaan tak
benda UNESCO pengakuan UNESCO ini akan mendorong upaya melindungi dan
mengembangkan warisan budaya Noken , yang dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di
provinsi papua dan papua barat,”
b) Keunikan yang sangat menarik ada di papua
Membicarakan tentang Papua, rasanya tak pernah ada habisnya. Pulau cantik nan eksotik
yang terletak di ujung Timur Indonesia ini memiliki pesona alam yang luar biasa.Sebut saja
pesona wisata bawah lautnya perairan Raja Ampat, yang memiliki 1.070 jenis spesies ikan, 600
jenis spesies terumbu karang, dan 699 jenis moluska [10].Tak hanya kaya dengan kekayaan
alam, Papua juga kaya akan kebudayaan yang belum terkontaminasi dengan budaya luar.
Contohnya seperti kebudayaan pesta adat Bakar Batu. Pesta Bakar Batu merupakan sebuah
kegiatan adat sebagai bentuk rasa syukur atas berkat yang melimpah, pernikahan, penyambutan
tamu agung, juga upacara kematian. Selain itu juga dilakukan sebagai bukti perdamaian setelah
terjadi perang antar suku.Pesta bakar batu ini yaitu memasak dan mengolah makanan untuk
pesta tersebut dengan metode bakar batu.
Prosesinya terdiri dari 3 tahapan yaitu tahap persiapan, bakar babi, dan makan bersama.
Prosesinya cukup berat karena itu prosesi ini dilakukan oleh kaum pria. Prosesi yang dijalanin
benar-banar dengan cara yang masih tradisional.Masing-masing suku menyerahkan babi, lalu
secara bergiliran kepala suku memanah babi. Aturannya bila dalam sekali memanah babi
langsung mati, itu pertanda bahwa acara akan sukses. Apabila dalam acara kematian keluarga
akan membawa babi sebagai belasungkawa.Pesta Bakar batu ini merupakan acara yang paling
dinantikan oleh warga suku-suku pedalaman Papua. Untuk mengikuti pesta ini mereka rela
menelantarkan ladang dan tak bekerja berhari-hari. Mereka juga rela mengeluarkan uang dalam
jumlah yang besar untuk membiayai pesta tersebut.

a. Bakar Batu, Tradisi Dan Budaya Masyarakat Papua


Lelaki tua dengan ikat kepala kebesarannya berlari-lari kecil mendatangi setiap
Honai, rumah khas Papua. Dengan teriakan khasnya, satu persatu orang-orang keluar dari
honainya. Para lelaki langsung sigap mempersiapkan peralatan berburunya sedangnya para
wanita berkeliling mengumpulkan dedaunan, umbi-umbian, batu serta kayu kiring untuk
dibakar.
Papua, pulau paling timur Nusantara ini memiliki potensi pulau yang indah dan
keunikan tradisinya. Papua menyimpan berbagai warisan kebudayaan yang harus
dilestarikan agar tidak punah adat istiadat yang telah diciptakan oleh leluhur kita.Salah
satu keunikan kebudayaan Papua adalah dengan adanya upacara tradisional yang
dinamakan dengan Bakar Batu. Tradisi ini merupakan salah satu tradisi terpenting di Papua
yang berfungsi sebagai tanda rasa syukur, menyambut kebahagiaan atas kelahiran,
kematian, penyambutan tamu atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang. Bahkan
sebagai sarana untuk mencari jodoh, mendamaikan suku yang berberang hingga
meresmikan bangunan.Namun kalau ditilik kebelakang, bakar batu pada awalnya
merupakan salah satu cara masyarakat Papua dalam mengolah makanan (memasak). Pada
perkembangannya, tradisi ini mempunyai berbagai nama, misalnya masyarakat Paniai
menyebutnya Gapiia, masyarakat Wamena menyebutnya Kit Oba Isogoa.
Sedangkan masyarakat Biak menyebutnya dengan istilah Barapen. Namun istilah
yang paling umum digunakan untuk Tradisi Bakar Batu ini ialah barapen Lazimnya sebuah
upacara, tradisi bakar batu juga memiliki tahapan-tahapan yang harus dilalui. Persiapan
awal tradisi ini masing-masing kelompok menyerahkan babi sebagai persembahan,
sebagian ada yang menari, lalu ada yang menyiapkan batu dan kayu untuk dibakar. Proses
membakar batu awalnya dengan cara menumpuk batu sedemikian rupa kemudian mulai
dibakar sampai kayu habis terbakar dan batu menjadi panas. Kemudian setelah itu, babi
telah dipersiapkan untuk dipanah terlebih dahulu. Biasanya yang memanah babi adalah
para kepala suku dan dilakukan secara bergantian. Ada pandangan yang cukup unik dalam
ritual memanah babi ini. Ketika semua kepala suku sudah memanah babi dan babi
langsung mati, pertanda acara akan sukses.
Sedangkan jika babi tidak langsung mati, diyakini acara ini tidak akan sukses.Jika
tujuan acara bakar batu ini adalah untuk upacara kematian, maka prosesinya beda lagi.
Dalam hal ini, beberapa kerabat membawa babi sebagai tanda belasungkawa mereka. Jika
tidak membawa babi, mereka akan membawa bungkusan yang berisi tembakau, rokok
kretek, kopi, garam, gula, minyak goreng dan ikan asin. Hal lain yang dilakukan yaitu
ketika mengucapkan belasungkawa, maka masing-masing harus berciuman pipi dan
berpelukan erat.Tahap berikutnya adalah memasak babi tersebut. Para lelaki mulai
menggali lubang yang cukup dalam, kemudian batu panas dimasukan ke dalam galian yang
sudah diberi alas daun pisang dan alang-alang sebagai penghalang agar uap panas batu
tidak menguap. Di atas batu panas diberikan dedaunan lagi, baru setelah itu disimpan
potongan daging babi bersama dengan sayuran dan ubi jalar. Dengan menggunakan
apando yaitu jepit kayu khusus, batu-batu yang telah panas tadi pun dipindahkan dan
didudu di atas daun-daunan tadi. Setelah itu dilapisi lagi dengan alang-alang. Barulah di
atasnya dimasukkan daging babi. Selanjutnya, babi bakar tersebut ditutup lagi dengan
daun-daunan. Tak lupa setelah itu, batu-batu panas kembali diletakkan di atasnya dan
dilapisi lagi dengan menggunakan rumput-rumputan yang tebal.

b. Filosofi Noken
Tas Noken ini sendiri asli buatan mama-mama di Papua. Tas tradisional Noken
memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan bagi masyarakat di
tanah Papua terutama kebanyakan di daerah Pegunungan Tengah Papua seperti
suku Mee/Ekari, Damal, Suku Yali, Dani, suku Damal ,Suku Lani dan Bauzi.
Yang menarik dari Noken ini adalah hanya orang Papua saja yang boleh membuat
Noken. Membuat Noken sendiri dahulu bisa melambangkan kedewasaan si perempuan itu.
Karena jika perempuan papua belum bisa membuat Noken dia tidak bisa dianggap dewasa
dan itu merupakan syarat untuk menikah. Dahulu Noken dibuat karena suku Papua
membutuhkan sesuatu yang dapat memindahkan barang ke tempat yang lain. Tapi
sekarang para wanita di Papua sudah jarang yang bisa membuat Noken padahal itu adalah
warisan budaya yang menarik.

c. Tradisi
Terbuat dari bahan baku kayu pohon Manduam, pohon Nawa atau Anggrek hutan.
Masyarakat Papua biasanya menggunakan Noken untuk bermacam kegiatan, Noken yang
berukuran besar dipakai untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen,
barang-barang belanjaan, atau bahkan digunakan untuk menggendong anak. Sedangkan
yang berukuran kecil digunakan untuk membawa barang-barang pribadi. Keunikan Noken
juga difungsikan sebagai hadiah kenang-kenangan untuk tamu dan dipakai dalam upacara.
Membuat Noken cukup rumit karena tidak menggunakan mesin. Kayu tersebut diolah,
dikeringkan dan kemudian dipintal menjadi benang. Variasi warna pada Noken dibuat dari
pewarna alami. Proses pembuatannya bisa mencapai 1-2 minggu, untuk Noken dengan
ukuran besar, bisa mencapai 3 minggu. Di daerah Sauwadarek, Papua, masih bisa kita
temukan pembuatan Noken secara langsung. Harga Noken disana relatif murah, antara
Rp.25.000-Rp.50.000 per buah tergantung jenis dan ukurannya [11].
Noken dibuat oleh orang perempuan Papua asli dan hanya merekalah yang berhak
membuatnya, perempuan yang menguasai pembuatan Noken menunjukkan bahwa ia telah
dewasa. Jika sudah dianggap dewasa, maka perempuan Papua barulah boleh menikah.

d. Multifungsi
Tas Noken ini sendiri memiliki ukuran yang bervariasi, bahkan ada yang
berukuran besar yang biasa dipakai oleh mama-mama yang bekerja sebagai petani dan
mampu mengankat bahan hasil bumi yang cukup berat dengan menggunakan tas noken
ini, dan uniknya lagi ini digunakan dengan memakai jidat atau bagian depan kepala mereka
dengan mengalungkannya ke arah belakang punggung mereka, dan untuk tas noken yang
berukuran kecil biasa dipergunakan oleh siswa-siswa pelajar asli putra-putri daerah Papua
untuk dipergunakan sebagai tempat buku dan keperluan belajar di bangku sekolah maupun
di kampus. Dan selebihnya lagi biasanya tas Noken ini oleh pendatang yang biasa
berkunjung ke Papua sebagai bahan oleh-oleh yang dibawah kedaerah masing-masing
sebagai hiasan atau oleh-oleh bagi sanak keluarga mereka dikarenakan tas tersebut terlihat
unik dipandang mata. Noken merupakan kerajinan tangan khas Papua berbentuk seperti
tas. Ada 250 etnis dan bahasa di Papua, namun semua suku memiliki tradisi kerajinan
tangan Noken yang sama. Fungsi Noken sangat beragam. Namun, Noken biasa dipakai
untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, sampai barang-barang
belanjaan. Noken yang kecil biasa dipakai untuk membawa kebutuhan pribadi. Tak hanya
itu, Noken juga dipakai dalam upacara dan sebagai kenang-kenangan untuk tamu.

c) Cendrawasih ini sebagai hiasan di kepala Alam Pedia


Cendrawasih atau paradisoaeidae apoda, minor, cicinnurus regius, dan seleudicis
melanoleuca merupakan burung khas dari Provinsi Papua. Ciri Khas yang dimiliki burung ini
terdapat pada bulunya yang indah. Bulu indah ini hanya dimiliki oleh burung cendrawasih
jantan saja. Umumnya warna-warna bulu burung ini sangat cerah dengan kombinasi hitam,
cokelat, kemerahan, oranye, kuning, putih, biru, hijau dan ungu. Burung ini terdiri dari 13 genus
dan terbagi dalam 43 spesies. Habitat aslinya adalah di hutan-hutan lebat yang umumnya
terletak di daerah dataran rendah dan hanya dapat ditemukan di Indonesia bagian timur terutama
pulau-pulau selat Torres, Papua Nugini, dan Australia Timur. Cukup beralasan apabila burung
cenderawasih disebut-sebut sebagai burung dari surga (bird of paradise). Bagaimana tidak,
burung yang menjadi maskot Papua ini memang memiliki keindahan dengan warna bulu yang
sangat menawan. Bahkan, kabarnya karena keindahannya itu juga burung ini jarang turun ke
tanah atau hanya sering terbang di udara dan hinggap di dahan pohon. Burung ini semakin
terlihat menawan dengan keberadaan bulunya yang tumbuh di paruh, sayap, dan dibagian
kepalanya. Bagi para pejantan, bulu indah tersebut menjadi salah satu modal utama agar mereka
dapat menarik perhatian dari sang betina pada musim kawin. Selain memamerkan keindahan
bulu mereka, cenderawasih jantan bahkan melakukan gerakan-gerakan atraktif serupa tarian
yang dinamis dan indah untuk merebut perhatian betina. Tiap jenis cenderawasih memiliki jenis
tarian dan atraksi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Cenderawasih betina
cenderung berukuran lebih kecil dengan warna bulu yang tidak seindah dan sesemarak warna
cenderawasih jantan. Warna yang dimiliki burung surga ini bermacam-macam yang menjadi
salah satu indikator pengelompokan jenis mereka. Burung cendrawasih umumnya memiliki
ritual kawin yang rumit, seperti jenis Paradisaea, dimana burung-burung jantan berkumpul dan
melakukan kompetisi guna menunjukkan keelokannya pada sang betina. Sedang layaknya
beberapa jenis Cicinnurus dan Parotia, mereka lebih menggunakan gerakan tari yang menawan
selain dari kecantikan warna bulunya. Kabarnya, Indonesia adalah negara dengan jumlah
spesies cendrawasih terbanyak. Diduga terdapat sekira 30 spesies cendrawasih berada di
Indonesia, 28 jenis diantaranya dapat ditemukan di Papua. Burung cenderawasih mati kawat
(Seleucidis melanoleuca) adalah jenis yang menjadi maskot atau identitas Provinsi Papua
Indonesia. Selain menjadi maskot Papua, masyarakat di Papua juga sering menggunakan bulu
cenderawasih sebagai pelengkap atau hiasan dalam pakaian adat mereka. Namun sebab
keindahan bulunya inilah, keberadaan burung cenderawasih kian lama kian terancam.
Perburuan dan penangkapan liar untuk tujuan perdagangan serta kerusakan habitat hidup di
alam bebas menjadi beberapa penyebab utama kian langkanya burung ini. Bahkan di akhir abad
19 dan awal abad 20, bulu cenderawasih marak diperdagangkan karena menjadi trend penghias
topi wanita di Eropa.

d) Tari-tarian dari papua


a. Tari Musyoh
Tari Musyoh adalah tari tradisional Papua yang merupakan tarian sakral suku adat yang ada di
Papua yang bertujuan untuk menenangkan arwah suku adat papua yang meninggal karena
kecelakaan. Suku adat Papua tersebut mempercayai bahwa apabila ada yang meninggal karena
kecelakaan, maka arwahnya tidak tenang, sehingga dilakukanlah tarian skral ini (Tari Musyoh)
untuk menenangkan arwah orang yang kecelakaan tersebut.Pementasan Tari Musyoh diiringi
permainan alat musik tradisional Papua yaitu Tifa.
b. Tari Perang
Tari Perang adalah salah satu nama tarian yang berasal dari Papua . Tari Perang adalah tari yang
melambangkan kepahlawanan dan kegagahan rakyat Papua. Tarian ini biasanya dibawakan
oleh masyarakat pegunungan. Digelar ketika kepala suku memerintahkan untuk berperang,
karena tarian ini mampu mengobarkan semangat.Tari perang termasuk dalam tarian grup,
bahkan bisa menjadi tarian kolosal. Tidak ada batasan jumlah penari. Tetapi seperti pada
umumnya tarian di Papua, Tari perang pun diringi tifa dan alat musik lainnya, yang menjadi
pembeda adalah lantunan lagu-lagu perang pembangkit semangat. Para penari biasanya
mengenakan busana tradisional, seperti manik-manik penghias dada, rok yang terbuat dari akar,
dan daun-daun yang disisipkan pada tubuh menjadi bukti kecintaan masyarakat Papua pada
alam.

c. Tari Suanggi.
Tari Suanggi berasal dari Papua . Tarian ini mengisahkan seorang suami ditinggal mati
istrinya yang menjadi korban angi-angi (jejadian). Dari sekian banyak karya seni budaya di
nusantara ini, masih sedikit referensi atau catatan yang merincikannya dengan detail, di
antaranya adalah tentang keberadaan tari Suanggi.Jika kita lihat dari deskripsinya, tari suanggi
adalah bentuk ekspresi masyarakat Papua Barat tentang kekentalan nuansa magis di daerah
Papua Barat, Beberapa tarian di Papua, cenderung terkesan berawal dari gerakan ritual dan
upacara keagamaan. Seperti halnya tari suanggi. Tarian semacam ini biasanya berawal dari
ritual, seperti tari perang, tarian dukun untuk menyembuhkan atau mengusir penyakit. Karl
Jaspers menyebut pengalaman-pengalaman yang bisa memunculkan krisis eksistensi ini
sebagai situasi batas, dan di antaranya yang paling penting ialah pengalaman menghadapi
peristiwa kematian.
d. Tari Yospan
Tari Yospan merupakan tarian pergaulan muda-mudi di Papua. Tarian ini muncul
sekitar tahun 1960 dan bahkan pernah populer dan dipergunakan sebagai gerak pada senam
kesehatan jasmani.Kata Yospan sendiri merupakan akronim dari Yosim Pancar yang
merupakan nama tarian tersendiri. Tari yospan ini memang merupakan penggabungan dari 2
tarian tradisional suku Papua. Yosim merupakan tarian dari daerah Teluk Sairei, sedangkan tari
Pancar berasal dari daerah Biak, Numfor dan Manokwari.
Gerakan tarian Yospan terinspirasi saat pesawat-pesawat bermesin jet mulai
mendaratkan rodanya di Biak sekitar 1960 an saat terjadi konflik antara Kerajaan Belanda
dengan Pemerintah Indonesia. Pada waktu itu, banyak pesawat-pesawat tempur MiG buatan
Rusia yang dipacu oleh pilot-pilot Indonesia terbang di atas langit Biak tepatnya di atas Bandara
Frans Kaisiepo sambil melakukan gerakan-gerakan aerobatik. Gerak tarian ini yaitu gerakan
dasar yang penuh semangat, dinamik, dan menarik. Gerakannya dilakukan dengan cara berjalan
sambil menari berkeliling lingkaran di iringi oleh musisi yang menyanyikan lagu asal daerah
Papua.Gerakan yang terkenal dalam tarian ini adalah pancar gas yang merupakan representasi
dari pesawat-pesawat yang melintas dan meninggalkan awan putih di langit,gale-gale, jef,pacul
tiga,seka dan sebagainya.
Tarian Yospan ini biasanya dilakukan oleh 2 Grup terdiri dari grup penari dan musisi.
Alat musik pengiring tarian yospan antara lain tifa, gitar, ukulele dan bas bersenar 3. Tidak ada
patokan khusus pada Pakaian yang dikenakan penari dan musisi dalam tarian yospan. Setiap
grup Yospan memiliki pakaian tersendiri namun masih mencirikan pakaian Papua. Selain
ketiga tari tradisional diatas, masyarakat Indonesia juga sudah mengenal tari kreasi yang berasal
dari Papua yaitu tari yamko rambe.

e) Pakaian Adat Papua Koteka dan Sali


Indonesia kaya akan beragam budaya yang tersebar di seluruh wilayahnya [12]. Seperti
salah satu suku yang berada di ujung timur Indonesia, Suku Dani di tanah Papua atau Irian Jaya
. Suku Dani memiliki keunikan yang begitu istimewa adat, bahasa, khususnya pakaian adat
mereka. Kaum laki-laki asli suku Dani biasanya hanya menggunakan koteka
sebagai (maaf) penutup kemaluannya. Koteka terbuat dari tanaman yang buahnya agak mirip
dengan mentimun. Namun buah yang diolah menjadi koteka berbentuk agak panjang, yang
mana jika buah tersebut semakin tua, maka kulitnya pun akan semakin keras. Sedangkan kaum
wanita dari suku Dani sendiri, biasanya hanya menggunakan rok yang terbuat dari rumput
kering atau biasa disebut dengan Sali.Wamena terletak di ketinggian 1600 meter dari
permukaan laut, dan dikelilingi oleh pegunungan sehingga cuaca di sekitarnya sangat dingin,
bahkan kerapkali terjadi hujan es. Walaupun begitu, hingga tahun 1990-an, masyarakat suku
Dani tetap nyaman dengan pakaian adat mereka.Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat
suku Dani mulai menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar, karena banyaknya pendatang dari
luar Papua yang bermukim di Wamena. Mereka mulai menggunakan baju dan celana dalam
keseharian mereka. Walaupun begitu, masih ada masyarakat suku Dani di pedalaman yang
hanya menggunakan koteka atau Sali. Ada juga masyarakat suku Dani yang kesehariannya
bekerja di tempat-tempat wisata Wamena, mereka sudah menyesuaikan diri dengan pakaian
pada umumnya. Namun, ketika ada pengunjung atau turis yang mungkin penasaran dengan
pakaian adat asli papua, mereka akan kembali menggunakan pakaian adatnya tapi ada "fee"
untuk itu. Namun demikian, mereka masih menggunakan pakaian adat mereka pada acara-acara
adat yang biasa diadakan rutin setiap tahun untuk melestarikan budaya mereka.Bagaimanapun,
Koteka dan Sali termasuk pakaian adat dari salah satu suku di Indonesia dan merupakan
keunikan dari beragam budaya Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika.

f) Makanan khas papua


Pesta Bakar Batu merupakan acara yang paling dinantikan oleh warga suku-suku
pedalaman Papua. Demi mengikuti pesta ini mereka rela menelantarkan ladang dangan tidak
bekerja selama berhari-hari. Selain itu, mereka juga bersedia mengeluarkan uang dalam jumlah
yang besar untuk membiayai pesta ini. Pesta ini sering dilaksanakan di kawasan Lembah
Baliem, Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Indonesia.Namun, kepastian titik
lokasi dilaksanakannya ini tidak menentu. Jika sebagai upacara kematian maupun pernikahan,
pesta ini akan dilaksanakan di rumah warga yang memiliki hajatan. Namun, bila upacara ini
sebagai ucapan syukur atau simbol perdamaian biasanya akan dilaksanakan di tengah lapangan
besar.

g) Kalung yang di buat dari Taring Babi dan Anggrek papua


Saat melancong ke Papua, jangan lupa berbelanja oleh-oleh khasnya. Selain koteka,
kalung taring babi dan noken adalah suvenir favorit dari Papua. Anda bisa membelinya di Pasar
Kota Wamena, serbu! Papua memiliki banyak kejutan untuk traveler. Selain alam dan budaya
yang beragam, Bumi Cendrawasih punya setumpuk suvenir etnik yang wajib dibeli. detikTravel
dan tim Dream Destination Papua, berkesempatan untuk datang dan berbelanja di Pasar Kota
Wamena, pada Sabtu (25/11/2012) lalu.

Wamena merupakan salah satu destinasi favorit di Papua. Di kabupaten ini, Anda bisa
menyaksikan ajang Festival Lembah Baliem yang diadakan tiap tahun, melihat mumi Papua,
dan juga berbelanja suvenir khas Papua. Siapkan dompet Anda untuk berburu suvenirnya di
PasarKotaWamena.
Pasar ini terletak persis di tengah Kota Wamena. Pasarnya sangat besar dan luas. Saat
memasuki pasar, ada satu pemandangan yang mungkin jarang Anda lihat di pasar-pasar lainnya.
Banyak babi yang diikat di sebuah lapangan luas, ukurannya pun besar-besar."Babi itu dijual
di sini, harganya bisa mencapai Rp 30juta," ujar pemandu kamu, Bertnart.

Wow! Harga yang sangat mahal. Pantas saja, babi menjadi hewan berharga di Papua. Setelah
memarkir mobil, kami semua diajak turun untuk masuk dan berbelanja ke dalam pasarnya.
Pasar tradisional di sini menjual banyak sayuran dan hasil kebun lainnya, seperti buah merah,
pinang, hingga udang selingkuh yang terkenal. Namun, bukan itu yang kami cari. Di sini, kami
ingin berburu suvenir khas yang terkenal, yaitu kalung taring babi dan noken.Kami masuk lebih
dalam ke pasarnya. Beberapa penjual terlihat sibuk menjajakan dagangannya. Hingga akhirnya,
mata kami terbelalak melihat barang-barang yang dijejerkan di atas meja yang terbuat dari batu.
Kalung taring babi!
Taring babinya berwarna putih dengan tali kalungnya yang diberi hiasan manik-manik. Taring
babi di sini adalah hasil buruan masyarakat Suku Dani yang tinggal di hutan-hutan di
pegunungan Wamena. Harganya Rp 50 ribu satu kalungnya. Sayangnya, ini harga pas yang
diberikan oleh pedagang di sini. Tak bisa ditawar lagi. "Ini kalung asli toh, kami juga suka pakai
kalung ini," kata penjaja yang menawarkan kalungnya pada kami. Setelah melihat-lihat dan
memilih sesuai selera, kami pun memburu kalung ini. Kalung yang unik dan menjadi oleh-oleh
khas Papua menggantung di bawah leher. Keren! Tak hanya kalung, berbagai macam suvenir
etniknya juga dapat Anda temukan. Ada noken seharga Rp 50-100 ribu, hiasan kepala dari bulu
kuskus dan burung cendrawasih seharga Rp 200 ribu, kalung berhias cangkang kerang, berbagai
macam jenis gelang, dan masih banyak lagi.Pasar ini tak hanya dikunjungi oleh para pelancong
saja, tapi warga sekitar juga datang untuk berbelanja di sini tiap harinya. Kedatangan kami
hanya untuk membeli suvenir khasnya, untuk oleh-oleh bagi teman dan juga orang tersayang.
Meski merogoh kocek lebih dalam, tapi kapan lagi bisa membeli kalung taring babi asli Papua
di sini.
h) Upacara Perkawinan
Perkawinan merupakan kebutuhan yang paling mendesak bagi semua orang. Dengan demikian
masyarakat Papua baik yang di daerah pantai maupun daerah pegunungan menetapkan peraturan itu
dalam peraturan adat yang intinya agar masyarakat tidak melanggar dan tidak terjadi berbagai
keributan yang tidak diinginkan. dalam pertukaran perkawinan yang di tetapkan orangtua dari pihak
laki-laki berhak membayar mas kawin seebagai tanda pembelian terhadap perempuan atau wanita
tersebut. adapun untuk masyarakat pantai berbagai macam mas kawin yang harus dibayar seperti:
membayar piring gantung atau piring belah, gelang, kain timur (khusus untuk orang di daerah Selatan
Papua) dan masih banyak lagi. berbeda dengan permintaan yang diminta oleh masyarakat
pegunungan diantaranya seperti: kulit bia (sejenis uang yang telah beredar di masyarakat pegunugan
sejak beberapa abad lalu), babi peliharaan, dan lain sebagainya. dalam pembayaran mas kawin akan
terjadi kata sepakat apabila orangtua dari pihak laki-laki memenuhi seluruh permintaan yang diminta
oleh orangtua daripada pihak perempuan.

i) Upacara Potong Jari


Tradisi potong jari ini terjadi di papua, kesedihan saat telah ditinggal pergi oleh orang yang
dicintai dan kehilangan salah satu anggota keluarga sangat perih. Berlinangan air mata dan perasaan
kehilangan begitu mendalam. Terkadang butuh waktu yang begitu lama untuk mengembalikan
kembali perasaan sakit kehilangan dan tak jarang masih membekas dihati. Lain halnya dengan
masyarakat pegunungan tengah Papua yang melambangkan kesedihan lantaran kehilangan salah satu
anggota keluarganya yang meninggal tidak hanya dengan menangis saja. Melainkan ada tradisi yang
diwajibkan saat ada anggota keluarga atau kerabat dekat seperti; suami,istri, ayah, ibu, anak dan adik
yang meninggal dunia. Tradisi yang diwajibkan adalah tradisi potong jari. Jika kita melihat tradisi
potong jari dalam kekinian pastilah tradisi ini tidak seharusnya dilakukan atau mungkin tradisi ini
tergolong tradisi ekstrim. Akan tetapi bagi masyarakat pegunungan tengah Papua, tradisi ini adalah
sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah symbol
dari sakit dan pedihnya seseorang yang kehilangan sebagian anggota keluarganya.Bisa diartikan jari
adalah symbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri manusia maupun sebuah keluarga.
Walaupun dalam penamaan jari yang ada ditangan manusia hanya menyebutkan satu perwakilan
keluarga yaitu Ibu jari. Akan tetapi jika dicermati perbadaan setiap bentuk dan panjang memiliki
sebuah kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban pekerjaan manusia.
Satu sama lain saling melengkapi sebagai suatu harmonisasi hidup dan kehidupan. Jika salah satu
hilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah kekuatan.
j) Honai /rumah adat papua
rumah adat Honai ini mempunyai 2 tingkat lantai, lantai pertama untuk tempat beristirahat, dan
lantai ke dua digunakan untuk beraktifitas, bersantai dan kegiatan aktifitas keluarga lainnya. Rumah
Hanoi memiliki tinggi 2,5m, pada malam hari rumah ini menggunakan kayu bakar sebagai
penerangan, dan bara api juga berguna untuk menghangatkan badan, pada bagian tengah rumah
Honai terdapat galian yang berfungsi sebagai selain digunakan sebagai penerangan. Daerah
pegunungan serta lembah di pulau Papua mempunyai hawa yang cukup dingin, maka dari itu rumah
Honai dibuat dan dirancang bulat agar dapat meredam hawa dingin dan juga tiupan angin yang
kencang.Rumah Adat Orang Papua ini memiliki bentuk atap bulat seperti kerucut yang terbuat dari
Ilalang atau Jerami, dengan bentuk atap seperti ini dapat melindungi seluruh dinding rumah agar
tidak terkena air hujan dan meredam hawa dingin untuk tidak masuk ke dalam rumah, Rumah Adat
di Papua ini terbuat dari kayu, dan uniknya hanya mempunyai satu pintu pendek tanpa jendela, jadi
rumah adat Honai tidak memiliki jendela. Fungsi lain dari rumah Hanoi adalah sebagai tempat
penyimanan alat-alat perang dan berburu, tempat mendidik anak laki-laki agar menjadi kuat dan
menjadi berguna bagi suku, tempat mengatur strategi perang jika terjadi perang, dan juga tempat
menyimpan berbagai alat-alat, dan symbol suku adat ayng telah di tekuni dari dulu. Rumah ini juga
di bagi atas 3, Rumah untuk para lelaki di srbut Honai, buat para wanita di sebut Ebei dan untuk
ternak babi di sebut Wamai, dan ternyata di papua hanya terdapat rumah adat Hanoi saja jika terdapat
sedikit perbedaan sebenarnya sama saja itu di karenakan perbedaan daerah saja. Dan pada bagian
luar rumah Honai ini ada batu-batu yang mengelilingi rumah dan itulah yang membuat rumah adat
ini menarik selain dari bentuknya sendiri.
k) Keunikan cara membuat Patung Asmat.
Penjelasan singkat mengenai sejarah asal usul dan kebudayaan suku Asmat dari Papua. Di
kepulauan papua, banyak terdapat bermacam-macam suku, salah satunya adalah Suku Asmat. Suku
Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu
mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi
ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi
pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara
sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.
Nama Asmat berasal dari kata-kata Asmat "As Akat", yang menurut orang Asmat berarti"orang
yang tepat". Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa Asmat berasal dari kata Osamat yang
berarti "manusia dari pohon". Tetapi kalo menurut tetangga suku Asmat, yaitu suku Mimika, nama
Asmat ini berasal dari kata-kata mereka untuk suku "manue", yang berarti "pemakan manusia".
Hasil ukiran kayu tradisional yang sangat khas dari suku Asmat sangat terkenal. Beberapa ornamen
/ motif yang seringkali digunakan dan menjadi tema utama adalah mengambil tema nenek moyang
dari suku mereka, yang biasa disebut mbis. Namun seringkali juga ditemui motif lain yang
menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang
membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi mereka, seni ukir kayu lebih merupakan
sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para
leluhurnya. Suku Asmat meyakini bahwa mereka berasal dari keturunan dewa Fumeripitsy yang
turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam tiap
hari. Menurut keyakinan mereka, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat
yang jauh di pegunungan. Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini
didiami oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak petualangan. Dalam mitologi orang Asmat
yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya, dewa itu namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari
hulu sungau ke arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya
tenggelam. Sehingga terjadi perkelahian yang akhirnya ia dapat membunuh buaya tersebut, tetapi ia
sendiri luka parah. Ia kemudian terbawa arus dan terdampar di tepi sungai Asewetsy, desa Syuru
sekarang. Untung ada seekor burung Flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh kembali;
kemudian ia membangun rumah yew dan mengukir dua patung yang sangat indah serta membuat
sebuah genderang, yang sangat kuat bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari terus-menerus
tanpa henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup pada kedua patung
yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu bergerak dan menari, dan mereka
kemudian menjadi pasangan manusia yang pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.

3. Penutup
 Kesimpulan
Tempat wisata di Papua mempunyai sebuah daya tarik tersendiri apalagi dengan Kebudayaan-
nya dengan Cara Bakar Batu serta Cara Membuat Noken yang begitu juga adalah sebuah
kenikmatan tersendiri untuk setiap orang yang datang dengan talenta yang berbeda sesuai dengan
keinginanya masing-masing. Bakar batu dan membuat Noken ini sudah banyak di kenal oleh
masyarakat papua sendiri dan banyak juga wisatawan mancanegara yang datang dan berkunjung
untuk menikmati dan menyaksikan langsung yang terdapat pada papua itu karena keunikan Bakar
batu dan Membuat Noken yang ingin di pandang dan di rmenyaksikan perbedaan yang
menakjubkan, untuk saat ini memang untuk fasilitas sendiri masi tidak lengkap karena peraturan
pemerintah daerah papua adalah perencanaan 5 tahun kedepan jadi masih sangat banyak rencana
pembangunan yang belum selesai untuk membangun semua fasilitas untuk pelayanan jasa yang
menyenangkan untuk pendukung industri pariwisata yang ada di papua.
 Saran
1) Pemerintah propinsi papua membuat kebijakan untuk perekonomian daerah agar ada
pemerataan di semua sektor terutama pariwisata.
2) Membenahi lagi segala kebutuhan yang di butuhkan wisatawan untuk kelancaran berwisata.
3) Menjaga kebersihan lingkungan demi menjaga kelestarian wisata bahari.
4) Membangun sektor pariwisata yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan untuk
pelestarian alam juga.
5) Menambah fasilitas pendukung industri pariwisata.
6) Meningkatkan kenyamanan dalam berwisata yaitu melengkapi segala pelayanan jasa yang
bersifat pemenuhan kebutuhan wisatawan.
7) Saatnya menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk kerjasama yang baik di segala bidan
yang saling terkait satu dan yang lain.
8) Masyarakat juga mulai sadar akan pentingnya untuk melesatarikan budaya yang terdapat sejak
dulu.
9) Menjaga lingkungan dan semakin mencintai potensi alam dan kebudayaan yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan.

References
[1] Nugraha, B. S., & Putri, L. P. 2016. Analisis Dampak Lingkungan Dalam Kebijakan
Perlindungan Situs Ratu Boko Menuju Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan. Jurnal
Kepariwisataan.
[2] Suhendroyono, S., & Nugraheni, N. 2016. Mixed Media Sebagai Alternatif Penciptaan
Lukisan di Museum Rudy Isbandi Surabaya. Jurnal Kepariwisataan, 10(2), 15-22.
[3] Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi
globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota
Yogyakarta, 4, 3-11.
[4] Soeroso, A., & Susilo, Y. S. (2017). REVITALISASI POTENSI SAUJANA BUDAYA
KAWASAN PERDESAAN KREBET YOGYAKARTA BERBASIS PADA AKTIVITAS
EKO-EKONOMI. KINERJA, 12(1), 1-16.
[5] Isdarmanto, I. (2014). Strategi psikologis pengembangan Pariwisata Yogyakarta menuju Era
Globalisasi dan Asian Economy Community Year 2015. Jurnal Kepariwisataan, 8(3), 105-
118.
[6] Isdarmanto, I. (2012). PENGEMBANGAN EKOWISATA DANAU SENTANI
PAPUA. Jurnal Kepariwisataan, 6(1), 41-48.
[7] Isdarmanto, I. (2015). Structuring Malioboro Yogyakarta Environmentally Friendly Refers To
The Tourism Behavior. Jurnal Kepariwisataan, 9(2), 89-97.
[8] Prakoso, A. A. (2016). Dampak Multiganda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah (RIPPARDA) terhadap Kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal
Kepariwisataan, 10(1), 1-26.
[9] Data Seminar Domestic Case Study tanggal 25 Mei 2016 di Hotel Tentrem Yogyakarta
[10] Suhendroyono, S. (2014). EKOWISATA TAMAN NASIONAL LORENTZ PAPUA. Jurnal
Kepariwisataan, 8(1), 1-12.
[11] Data Domestic Case Study tanggal 20 Mei 2016 di Papua
[12] Prakoso, A. A. (2015). Pengembangan Wisata Pedesaan Berbasis Budaya Yang Berkelanjutan
Di Desa Wisata Srowolan Sleman. Jurnal Kepariwisataan, 9(2), 61-76.

Anda mungkin juga menyukai