Anda di halaman 1dari 11

TEKHNIK SAMPLING PADA PLANKTON

1. DEFENISI PLANKTON

Plankton merupakan organisme perairan yang keberadaannya dapat


menjadi indikator perubahan kualitas biologi perairan sungai. Plankton
memegang peran penting dalam mempengaruhi produktivitas primer perairan
sungai. Rosenberg dalam Ardi (2002) menyebutkan bahwa beberapa organisme
plankton bersifat toleran dan mempunyai respon yang berbeda terhadap
perubahan kualitas perairan. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah
dengan menggunakan indeks saprobik, dimana indeks ini digunakan untuk
mengetahui tingkat ketergantungan atau hubungan suatu organisme dengan
senyawa yang menjadi sumber nutrisinya, sehingga dapat diketahui hubungan
kelimpahan plankton dengan tingkat pencemaran suatu perairan (Dahuri, 1995).

Plankton merupakan makanan alami larva organisme perairan. Sebagai


produsen utama di perairan adalah fitoplankton, larva, ikan, kepiting, dan
sebagainya. Menurut Djarijah (1995), produsen adalah organisme yang memiliki
kemampuan untuk menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi yang
dihasilkan oleh organisme lain.

Plankton dalam ekosistem perairan mempunyai peranan yang sangat


penting terutama dalam rantai makanan dilaut, karena plankton merupakan
produsen utama yang memberikan sumbangan terbesar pada pruduksi primer
total suatu perairan, karena plankton dapat melakukan proses fotosintesis yang
menghasilkan bahan organik yang kaya energi maupun kebutuhan oksigen bagi
organisme yang tingkatannya lebih tinggi.

Keberadaan fitoplankton di suatu perairan dapat memberikan informasi


mengenai perairan. Fitoplankton merupakan parameter biologi yang dapat
dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu
perairan, serta mengetahui jenis-jenis fitoplankton yang mendominasi, adanya
jenis fitoplankton yang dapat hidup karena zat-zat tertentu yang sedang
blooming, dapat memberikan gambaran mengenai keadaan perairan yang
sesungguhnya. Kelimpahan fitoplankton inilah digunakan untuk menentukan nilai

1
saprobitas di pantai dengan melihat nilai Tropik Saprobik Indeks (Melati dkk,
2005).

Fitoplankton merupakan organisme pertama yang terganggu karena adanya


beban masukan yang diterima oleh perairan. Ini disebabkan karena fitoplankton
adalah organisme pertama yang memanfaatkan langsung beban masukan
tersebut. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi dalam perairan sebagai akibat
dari adanya beban masukan yang ada akan menyebabkan perubahan pada
komposisi, kelimpahan, dan distribusi dari komunitas fitoplankton. Maka dari itu,
keberadaan fitoplankton dapat dijadikan sebagai indikator perairan karena sifat
hidupnya yang relatif menetap, jangka hidup yang relatif panjang dan
mempunyai toleransi spesifik pada lingkungan (Apridayanti, 2008).

Zooplankton merupakan konsumen pertama yang memanfaatkan produksi


primer yang dihasilkan oleh fitoplankton. Peranan zooplankton sebagai konsumen
pertama yang menghubungkan fitoplankton dengan karnivora kecil maupun
besar, dapat mempengaruhi kompleks atau tidaknya rantai makanan di dalam
ekosistem perairan. Zooplankton seperti halnya organisme lain, hanya hidup dan
berkembang dengan baik pada kondisi perairan yang serasi. Pola penyebaran
dan struktur komunitas zooplankton dalam suatu perairan dapat dipakai sebagai
salah satu indikator biologi dalam menentukan perubahan kondisi suatu perairan.

Dengan mengetahui keanekaragaman plankton yang dimiliki oleh suatu


ekosistem perairan akan dapatlah diketahui tingkat kesuburan dan tingkat
pencemaran dari suatu perairan.

2. METODE SAMPLING PLANKTON

Teknik atau pencuplikan plankton dari perairan yang paling mudah


umumnya dapat dilakukan dengan menyaring sejumlah massa air dengan
jaring halus. Bergantung pada tujuannya sampling plankton dapat dilakukan
secara kualitatif atau kuantitatif.

2
2.1. Sampling plankton secara kualitatif

Pencuplikan plankton secara kualitatif di perairan dapat dilakukan


dengan menarik jala plankton baik secara horizontal maupun vertikal. Pada
perairan yang banyak terdapat tumbuhan air pencuplikan plankton dapat
dilakukan dengan jala plankton bertangkai. Disamping jala plankton, ikan
planktivor sering merupakan pengumpul plankton yang sangat baik. Ikan
tersebut dapat mengumpulkan berbagai jenis plankton yang kadang-kadang
tidak tertangkap jala. Untuk menghindari agar plankton yang dimakan tidak
dicerna lebih lanjut, ikan yang diperoleh harus segera dibunuh.

2.2. Sampling plankton secara kuantitatif

Pada umumnya pengumpulan plankton secara kuantitatif dapat


dilakukan dengan botol, jaring, atau pompa. Cara sampling seperti ini
umumnya dilakukan untuk mengetahui kepadatan plankton per satuan volume
dengan pasti.

2.2.1. Sampling plankton dengan botol

Botol gelas berukuran 2 L bermulut lebar dan bertutup gelas


dipasang pada tali dan diturunkan sampai kedalaman yang ditentukan
dan air dibiarkan masuk ke dalamnya. Cara pengumpulan plankton
seperti ini memiliki kekurangan karena plankton motil dapat
mengindar masuk ke dalam botol. Untuk mengumpulkan plankton
secara vertikal pada kedalaman tertentu dapat digunanakan botol
Kemmerer atau Nensen. Botol Kemmerer dibuat dari plastik atau
gelas berukuran 1,2 L; 2 L; dan 3 L. Botol dikaitkan dengan tali dan
diturunkan sampai kedalaman yang diinginkan. Pemberat (mesenger)
kemudian diturunkan sehingga melepaskan kait tutup yang terbuat
dari karet. Air yang tertampung dalam botol kemudian disaring
dengan jala plankton.

3
2.2.2. Sampling plankton dengan jala

Jala plankton mempunyai bentuk bermacam-macam, tapi


pada umumnya berbentuk kerucut dengan mulut melingkar dan di
ujung jala diberi botol penampung disebut juga Plankton Net. Bahan
jala umumnya terbuat dari nilon dengan ukuran mesh tertentu.

Gambar 1. Plankton Net

Pencuplikan plankton dapat dilakukan dengan menyaring air


yang telah diketahui volumenya melalui jala plankton. Penyaringan
dilakukan dengan jala setengah tercelup di dalam air. Air yang akan
disaring dituangkan ke dalam jala sedemikian rupa sehingga tidak
menyentuh dinding jala.
Pencuplikan plankton juga dapat dilakukan dengan tarikan jala
plankton secara horizontal di bawah permukaan air atau vertikal.
Penarikan dilakukan sedemikian rupa dengan kecepatan konstan
sekitar 10 cm/detik. Setelah tarikan selesai jala dibilas agar semua
plankton masuk ke dalam botol penampung. Pembilasan dilakukan
dengan cara mencelupkan secara vertikal jala plankton berkali-kali
tanpa melawati batas mulut jala. Air tersaring dapat diketahui
dengan mengalikan panjang tarikan dengan luas mulut jala plankton.
Jala bertindak sebagai penyaring, sehingga akan dapat
tersumbat dalam waktu lama. Tingkat penyumbatan terutama
bergantung pada rapatan plankton dan ukuran mesh. Makin besar
ukuran mesh, makin kecil kemungkinan jaring menguncup. Namun

4
tentu saja dengan jaring kasar akar sukar menangkap plankton yang
halus. Mesh jala harus dipilih dengan memperhatikan ukuran plankton
yang akan dicuplik. Umumnya untuk mencuplik plankton perairan
dangkal mesh jala disarankan berukuran 150-175 µ. Ukuran mesh 30-
50 µ cocok digunakan untuk menjaring fitoplankton yang berukuran
sangat kecil.
Banyak macam jala yang dapat dipergunakan untuk mencuplik
plankton, baik yang terbuka maupun tertutup. Salah satu jala terbuka
adalah jala zeppelin yang mirip jala plankton standar tapi memilki
kerucut yang lebih rendah. Jala Birge, Wisconsin, Juday, Clarke-
Bumpus adalah beberapa jala canggih yang digunakan dalam kajian
plankton. Jala plankton dengan peralatan tertutup umumnya
digunakan untuk memperoleh sampel plankton dari kedalaman
tertentu.

2.2.3. Sampling plankton dengan pompa

Pompa yang cocok untuk mencuplik fitoplankton umumnya


yang menggunakan gerakan memutar. Air dari kedalam tertentu
dipompa melalui pipa yang telah diberi tanda. Pada ujung pipa perlu
diberi pemberat agar tetap tegak lurus. Corong dipasangkan pada
saluran masuk pipa untuk mencegah plankton motil menghindar. Garis
tengah pipa perlu diseuaikan dengan daya hisap pompa. Air keluaran
dari pompa disaring dengan jala plankton yang dibiarkan sebagian
terendam dalam air untuk menjegah rusaknya plankton.

2.2.4. Sampling plankton Continous Plankton Recorder

Continous plankton recorder (CPR) merupakan salah satu alat


pengumpul plankton yang ditarik dengan kapal. Di dalam alat CPR
terdapat dua gulungan jala dengan mesh 270 µ. Selama ditarik kapal
sampel plankton akan tertampung pada jala dan digulung sedemikian
rupa dalam satu tangki berisi larutan formalin. Plankton yang
terkumpul kemudian diangkat untuk di cacah dilaboratorium.

5
3. PENGAWETAN SAMPEL PLANKTON

Umumnya fiksasi dan pengawetan plankton dapat dilakukan dengan


larutan formalin 2 – 5%. Larutan ini mudah diperoleh dan murah. Formalin
40% komersial merupakan larutan jenuh gas formaldehida dalam air.
Penggunaannya sebagai larutan fiksatif atau pengawet harus melalui
pengenceran dengan perbandingan 1:5. Formalin yang akan digunakan harus
tersimpan dalam botol gelas atau polythene. Hindari penggunakaan formalin
yang tersimpan dalam botol kaleng karena mengandung besi yang akan
mengotori sampel plankton. Sebelum digunakan, formalin harus ditambahkan
borax (kalsium karbonat atau sodium karbonat) untuk menetralkan asam yang
ada di dalamnya. Asam akan melarutkan kapur atau rangka pada kebanyakan
zooplankton. Untuk penyimpanan dalam jangka panjang sebaiknya sampel
plankton diawetkan dalam larutan formalin 5% dalam air suling. Sampel
disimpan dalam botol yang tertutup rapat. Pemanfaatan formalin untuk
mengawetkan fitoplankton perlu ditambahkan 5 tetes terusi (CuSO 4) agar
fitoplankton tetap berwarna hijau.
Sampel nanoplankton paling baik difiksasi dan diawetkan dalam lugol
iodin yang ditambah dengan asam asetat. Asam asetat akan mengawetkan
flagelum dan silia. Ke dalam 100 ml sampel air yang mengandung
nanoplankton tambahkan 2-3 tetes larutan lugol iodin. Nanoplankton akan
tenggelam karena meyerap iodin. Tutup botol rapat-rapat dan simpan dalam
ruang gelap. Larutan lugol iodin dibuat dengan melarutkan 200 gr kalium
iodida p.a dan 10 gr iodin dalam 200 ml akuades. Pada saat iodin larut
sempurna, tambahkan 20 ml asam asetat glasial. Simpanlah larutan ini dalam
botol gelas berwarna gelap.

4. ANALISIS PLANKTON

Pada umumnya analisis plankton yang mudah dilakukan adalah


pengukuran biomassa (berat kering, berat basa, atau volume plankton) dan
pencacahan plankter. Masing-masing cara tersebut mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Pengukuran biomassa bertujuan untuk mengetahui banyaknya

6
plankton secara kuantitatif tanpa mengidentifikasi. Ini merupakan cara yang
praktis dan sederhana namun kurang teliti karena sering terbawa materi lain
di luar plankton. Pengukuran volume plankton kurang memberikan informasi
yang tepat, oleh karena rongga antara plankton sering ikut terukur.
Pencacahan plankton dengan cara menghitung jumlah plankter per satuan
volume akan merupakan informasi yang lebih teliti, karena dapat
memberikan gambaran yang lebih pasti mengenai kepadatan plankton di
suatu tempat. Kepadatan plankton dapat digunakan untuk mengetahui
penyebaran atau distribusi plankton dalam suatu area.

Perlu ditekankan di sini bahwa setiap organisme berukuran besar yang


secara nyata bukan merupakan bagian dari plankton harus disingkirkan
sebelum pengukuran apapun dilakukan. Pada makalah ini hanya akan
diberikan bagaimana cara mencacah plankton untuk mengetahui kepadatan
plankton per satuan volume tertentu. Cara- cara pengukuran biomassa dan
volume plankton tidak dibicarakan.

4.1. Pencacahan Plankton.


Satu sampel plankton dapat terdiri atas ribuan bahkan jutaan sel atau
individu plankton. Oleh karena itu mencacah seluruh sampel akan
membutuhkan waktu yang lama. Untuk mempermudah umumnya dilakukan
mengencerkan sampel yang diperoleh dan diambil sebagian kecil sampel.
Tata cara pencacahan seperti ini disebut metoda subsampel. Cara
pencacahan dengan metoda subsampel pada dasarnya dilakukan dengan
mencuplik sebagian kecil (sub sampel) sampel plankton dan dicacah di bawah
mikroskop. Besar kecilnya volume subsampel akan sangat bergantung pada
alat yang tersedia serta kepekatan sampel. Terdapat beberapa cara
pencacahan plankton dengan metoda subsampel.

4.1.1. Cara Pencacahan Sampel Plankton

Pengambilan subsampel dilakukan dengan cara menuangkan


sampel plankton ke dalam gelas piala bervolume 250 ml. Untuk
memudahkan perhitungan, volume sampel dapat diencerkan menjadi

7
100 - 200 ml (bergantung pada kepekatan sampel) dengan cara
menambah atau mengurangi larutan pengawetnya. Sampel diaduk
hingga homogen dan dalam waktu yang bersamaan diambil
subsampelnya dengan mempergunakan pipet stempel bervolume 0,1
ml (untuk fitoplankanton) atau 2,5 ml (untuk zooplankton). Sub
sampel dituangkan ke dalam talam pencacah sambil membilas toraks
pipet dengan air. Talam pencacah yang sering digunakan adalah
Sedwick-rafter cell untuk fitoplankton dan Bogorov atau yang sejenis
untuk zooplankton. Plankton dicacah sekaligus diidentifikasi di bawah
mikroskop dengan perbesaran sampai 25-200 kali bergantung pada
ukuran plankter. Pencacahan dilakukan dengan cara menghitung
seluruh plankter yang tampak pada talam pencacah. Untuk
mengidentifikasi zooplankton kadangkala diperlukan jarum sonde
untuk membalik sampel. Kepadatan plankton dalam sel atau individu
per satuan volume dapat diketahui dengan mempergunakan rumus :
D = q (1/f) (1/v)

dengan :
D = jumlah plankter per satuan volume
q = jumlah planketr dalam subsampel
f = fraksi yang diambil (volume subsampel per volume sampel)
v = volume air tersaring

Tabel 1. Beberapa jenis alat yang dipergunakan dalam mencacah sel


plankton

Sumber : http://staff.ui.ac.id/system/files/users/wisnu-97/material/
teknikanalisisplankton.pdf

8
5. STUDI KASUS

Studi Kasus diambil dari sebuah Jurnal Ilmiah Grouper dengan judul :
“Keanekaragaman Plankton Di Kawasan Mangrove Desa Labuhan Kecamatan
Brondong Kabupaten Lamongan”
Oleh : Endah Sih Prihatini dan Husen
Fakultas Perikanan Universitas Islam Lamongan Jl. Veteran No. 53 A Lamongan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman plankton di


perairan kawasan mangrove desa Labuhan Kecamatan Brondong Lamongan.
Sampel diambil dari 4 stasiun pengamatan, dan pada setiap stasiun pengamatan
dilakukan 5 kali ulangan.
Metode Sampling :
Titik pengambilan ditentukan dengan menggunakan metode Purposive
Random Sampling. Sampel berupa plankton di ambil dengan Plankton Net pada 4
stasiun dengan satu stasiun sebagai pembanding (control). Pengulangan dilakukan
sebanyak 5 kali pada pagi hari dan 5 kali pada sore hari dengan cara mengambil
contoh air dengan ember berukuran 10 liter sebanyak 5 kali lalu dituangkan ke
dalam plankton net. Pengumpulan dalam pengambilan sampel dilakukan
sebanyak 5 (lima) kali yang dilakukan secara acak untuk tiap–tiap stasiun
penelitian dan jarak antar ulangan 3 – 4 meter. Jeda atau interval waktu
pengambilan sampel adalah setiap 1 (satu) minggu dua kali, sehingga bisa
memperkirakan waktu pasang surut air laut dilokasi pengambilan sampel dan
sampel yang diperoleh akan berbeda secara signifikan untuk tiap-tiap
pengambilan sampel. Diperoleh 20 sampel air laut.
Mengidentifikasi dan menghitung kelimpahan fitoplankton, contoh air
dalam ember berukuran 10 liter sebanyak 5 kali lalu dituangkan ke dalam
plankton net ukuran 25 µm. Lalu contoh plankton yang di dapat dimasukan ke
dalam botol sampel dan diawetkan dengan larutan formalin 4% sebanyak 3 – 4
tetes. Selanjutnya sampel tersebut diidentifikasi di Labolatorium Universitas
Islam Lamongan dengan mengacu kepada pustaka Sachlan (1982) dan Thomas
(1997). Data yang berupa keanekaragaman plankton di kumpulkan dan dianalisis.
Dengan uji t yaitu di hitung dengan software spss 18.
Menghitung Kelimpahan Plankton Mengacu kepada Wardhana,W (2003)

9
bahwa pencacahan plankton dilakukan dengan menghitung jumlah plankton per
satuan volume, ini dapat memberikan gambaran yang lebih pasti mengenai
kepadatan di suatu tempat.
Hasil penelitian dari 4 stasiun penelitian diketahui, Indeks Kelimpahan
paling banyak di temukan di stasiun B (62.667) dan D (50.001), yang paling sedikit
ditemukan stasiun C (34.332) dan A (35.667). Indeks Keanekaragaman paling
banyak ditemukan di stasiun D (1,84) dan B (1.73), paling sedikit ditemukan di
stasiun A (1,68) dan C (1,69). Indeks Keseragaman paling banyak ditemukan di
stasiun C (0,43) dan D (0,43), paling sedikt ditemukan di stasiun B (0,38) dan A
(0,42). Indeks Dominansi paling banyak di stasiun D (0,27) dan C (0,26), paling
sedikit di stasiun A (0,21) dan B (0,24). Dengan ini dapat disimpulkan stasiun yang
paling banyak di tempati vegetasi mangrove tingkat kesuburan perairan lebih
baik dari pada daerah yang tidak mempunyai vegetasi mangrove. Nilai indeks
keanekaragaman pada stasiun A, B, C dan D berada pada kisaran 1,705 – 1,841
artinya menunjukkan keanekaragaman kecil dan kestabilan rendah, ini
dikarenakan nilainya lebih kecil dari 2,3026. Karena berada pada kisaran 1 – 3,
maka perairan di Kawasan Mangrove berada dalam kondisi tercemar sedang.
Pada pengukuran parameter kualitas air di semua stasiun , DO berada pada nilai
kisaran 4,93 – 6,06 mg/L, kadar nitrit berkisar 0,13 – 0,32 mg/L kadar fosfat
0,225 mg/L, kadar ammonia berkisar 0,3 – 0,5 mg/L sehingga terindikasi
pencemaran ringan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ardi. 2002. Pemanfataan Makrozoobenthos Sebagai Indikator Kualiatas Perairan


Pesisir. [Tesis]. PS IPB. Bogor

Apridayanti, E. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor


Kabupaten Malang Jawa Timur. Tesis Ilmu Lingkungan Universitas
Diponegoro. Semarang

Dahuri, R. 1995. Metode dan Pengukuran Kualitas Air Aspek Biologi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Djarijah, A.S. 1995. Pakan Ikan Alami. Kanisius, Jakarta. 87 hal.

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/wisnu-97/material/
teknikanalisisplankton.pdf (diunduh tanggal 19-11-2019)

https://media.neliti.com/media/publications/153583-ID-struktur-komunitas-
plankton-pada-padang.pdf (diunduh tanggal 19-11-2019)

https://media.neliti.com/media/publications/191605-ID-studi-analisa-plankton-
untuk-menentukan.pdf (diunduh tanggal 20-11-2019)

http://journal.unisla.ac.id/pdf/17622015/Endah_Sih_Prihatini.pdf
(diunduh tanggal 20-11-2019)

11

Anda mungkin juga menyukai