SPONDILOSIS LUMBAL
OLEH :
PEMBIMBING :
dr. A. Dhedie P. Sam, Sp. OT
Mengetahui,
Pembimbing
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
Umur : 64 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pensiunan
No. RM : 191600
1.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri Pinggang
4. Riwayat Keluarga
- Riwayat Hipertensi : Ada, mengkonsumsi obat hipertensi
dari puskesmas yang tidak diketahui namanya dan dikonsumsi tidak
teratur
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat Alergi Obat : Disangkal
- Riwayat Aleergi Makanan : Disangkal
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
A. SECONDARY SURVEY
Status Generalis
Keadaan umum
o Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
o Tekanan darah : 130/70mmHg
o Nadi : 88 x/menit
o Suhu : 36,7oC
o Pernapasan : 20 x/mnt
Status gizi
o Berat badan : 56 kg
o Tinggi badan : 162 cm
o Kesan gizi : IMT (22,86 ) Normal
Kepala : Normocephali, deformitas (-), rambut hitam dan putih
tersebar merata
Mata : Oedem palpebra -/-, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+
Telinga : Nyeri tekan tragus (-),
Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), secret (-), darah(-),
konka hiperemis dan hipertrofi -/-
Mulut : Bibir normal, tidak terdapat kelainan, tidak terdapat
karies, trismus (-), lidah kotor (-),sariawan (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang.
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Thoraks
Bentuk simetris kanan kiri, tidak ada rongga thoraks yang tertinggal
gerak napasnya, fokal fremitus +/+ sama kuat kanan dan kiri.Terdapat
luka bekas operasi pada area mammae sinistra.
o Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
o Paru : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
Abdomen : Supel, datar, timpani, peristaltik kesan normal,
nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar lien
tidak teraba membesar, terdapat luka bekas
operasi pada perut bagian bawah.
Extremitas :
o Atas : hangat +/+ oedem-/-
o Bawah : hangat +/+ oedem -/-
Spondylosis Lumbal
Tidak ada metastasis
1.5 RESUME
Seorang laki-laki berumur 64 tahun datang RS.Ibnu Sina YW-UMI Makassar
dengan keluhan nyeri pinggang yang dirasakan kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu
(bulan Juli) dan memberat seminggu terakhir.Awal keluhan saat pasien beraktivitas
berat yaitu kerja bakti dan keluhan masih bisa pasien tahan.Beberapa hari ini pasien
mulai merasakan kesakitan yang tidak bisa ditahan.Pasien mengeluh batuk sesekali
dan pasien merasakan nyeri pada pinggangnya sampai ke punggung atas jika
batuk.Nafsu makan menurun, sehingga pasien mengeluh belum BAB sejak tanggal 30
bulan Juli 2019 karena pasien tidak kuat makan. Riwayat pasien 3x yaitu operasi
pertama pada tahun 2017 yaitu operasi ambeien, operasi kedua pada tahun 2018
bulan desember yaitu operasi prostat, operasi ketiga pada tahun 2019 bulan maret
yaitu operasi tumor mammae sinistra. Riwayat dirawat di rumah sakit dengan
diagnosis LBP ec. Spondylosis.Pada pemeriksaan fisis ditemukan luka bekas operasi
pada daerah Thoraks Sinistra dan regio Hypogastrik.Pada pemeriksaan X-ray
Lumbosacral didapatkan Spondylosis Lumbalis.
1.7 PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 16tpm
- Metamizol 1 gr/12 Jam/ IV
- Ranitidin 50 mg/ 12 Jam/ IV
- Ossopan 800mg/24 jam/oral
1.8 PROGNOSIS
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Spondylo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis
lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas
bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang
dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit),
yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari
tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, sponsylosis
adalah kondisi dimana telah terjadi degenerasi pada sendi intervertebral yaitu antara
diskus dan corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum).2
Seiring bertambahnya usia, perubahan seluler yang berkaitan dengan usia
normal, ditambah dengan efek kegiatan sehari-hari dapat menyebabkan atau
berkontribusi pada disk yang kehilangan bentuk, ukuran, dan tinggi normal.
Perubahan struktural ini dapat mengurangi jumlah ruang (ruang disk) antara badan
vertebra dan selanjutnya mempengaruhi pergerakan normal sendi tersebut. Osteofit
berkembang, yang dapat mempengaruhi akar saraf tulang belakang dan menyebabkan
peradangan dan nyeri.2
2.3. Epidemiologi
Spondilolisis terjadi pada 6-10% dari populasi umum dan telah ditemukan
setinggi 25-60% pada atlet. Biasanya terjadi pada atlet muda yang berusia kurang dari
18 tahun yang berpartisipasi dalam olahraga yang melibatkan gerakan memutar atau
terbengkok dari tulang belakang. Cedera ini juga terjadi pada beberapa keluarga,
menunjukkan bahwa mungkin ada komponen keturunan.3
Spondilosis lumbal hadir pada 27-37% dari populasi tanpa gejala. Di
Amerika Serikat, lebih dari 80% orang yang berusia lebih dari 40 tahun menderita
spondylosis lumbar, meningkat dari 3% orang yang berusia 20-29 tahun. Osteofit
lumbar ditemukan pada sekitar 20% pria dan 22% wanita berusia 45-64 tahun dan
30% pria dan 28% wanita berusia 55-64 tahun. Laporan rasio jenis kelamin telah
bervariasi tetapi pada dasarnya sama. Osteofitosis tulang belakang pada wanita
Jepang pascamenopause berkorelasi dengan genotipe CC dari gen faktor
pertumbuhan β1 yang mentransformasikan.3
Prevalensi spondylosis radiografi meningkat dengan bertambahnya usia. Ini
hadir hanya dalam persentase kecil dari populasi dalam beberapa dekade pertama
kehidupan, tetapi umum terjadi pada usia 65 tahun. Pada mereka dengan nyeri
punggung bawah, prevalensi berkisar antara 7 hingga 75%, tergantung pada kriteria
diagnostik. Meskipun frekuensinya pada pasien dengan nyeri punggung bawah, tidak
ada korelasi yang divalidasi antara keberadaan radiografik spondylosis lumbar dan
adanya nyeri punggung bawah. Usia adalah faktor risiko terbesar, tetapi kemungkinan
lain termasuk degenerasi disk, cedera sebelumnya, kelebihan sendi akibat mal-
alignment dan / atau orientasi sendi yang abnormal, dan kecenderungan genetik. Studi
yang mengevaluasi peran indeks massa tubuh (BMI), tingkat aktivitas, dan jenis
kelamin pada kejadian dan tingkat keparahan spondylosis lumbar tidak menunjukkan
korelasi yang jelas.3
2.4. Etiologi & Faktor Resiko
a. Pengaruh usia
Sebuah studi otopsi yang luas pada tahun 1926 melaporkan bukti spondylitis
deformans meningkat secara linear dari 0% menjadi 72% antara usia 39 dan
70 tahun. Sebuah studi otopsi selanjutnya oleh Miller et al, juga mencatat
peningkatan degenerasi disk dari 16% pada usia 20 menjadi sekitar 98% pada
usia 70 tahun berdasarkan nilai degenerasi disk makroskopis dari 600
spesimen.4
b. Dampak aktivitas dan pekerjaan
Pembuatan disk telah lama dikaitkan dengan aktivitas tertentu. Studi
retrospektif mengutip Indeks Massa Tubuh (IMT), insiden trauma punggung,
aktivitas yang memberatkan pada tulang belakang (memutar, mengangkat,
menekuk, dan postur nonneutral yang berkelanjutan), dan getaran seluruh
tubuh (seperti mengemudi kendaraan) menjadi faktor yang meningkatkan
kemungkinan dan keparahan spondylosis.4
a. Peran herediter, Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan
degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa
50% variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor
herediter. Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari
perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%)
spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan, sedangkan
hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training.4
b. Adaptasi fungsional, Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa
perubahan degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan
kinematik vertebra.Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan
kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit
dapat terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau
perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.4
2.5. Patogenesis
2.7. Diagnosis
A. Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan riwayat persisten LBP di atas tulang belakang
lumbosakral, sendi sakroiliaka, dan menjalar ke pantat dan paha posterior. Gejala
sering diperburuk dengan duduk dan berjalan lama; tanda-tanda claudication
neurologis di kaki tidak terlihat kecuali terkait dengan stenosis lumbar yang terjadi
bersamaan. Radikular gejala jarang terlihat pada tahap awal penyakit.11
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya tidak biasa kecuali untuk pada titik tulang belakang
lumbar di garis tengah dan atas sendi sakroiliaka. Rentang gerak tulang belakang
lumbar dapat dikurangi, paling khusus dalam lesi.Biasanya yang paling sedikit
manuver yang menyakitkan dan sebenarnya bisa menghilangkan rasa sakit. Tes
kenaikan dapat menimbulkan beberapa nyeri paha posterior, yang sering
digambarkan sebagai sensasi peregangan atau tarik, tetapi ada tidak ada nyeri
radikuler sejati distal ke lutut kecuali disertai adanya stenosis foraminal. Pemeriksaan
sensorimotor biasanya biasa-biasa saja, dan rileks pada tendon yang normal dan
simetris.11
Selama pemeriksaan fisik dan neurologis, dilakukan pengamatan dengan teliti
tulang belakang pasien, dan rentang gerakan sambil membungkuk ke depan, ke
belakang, dan dari sisi ke sisi. Serta mengevaluasi bentuk tulang belakang, termasuk
kelengkungan abnormal. Dilakukan perabaan pada tulang belakang untuk mendeteksi
adanya titik-titik nyeri, kejang, benjolan, atau area peradangan. Selain itu, rasa sakit
dievaluasi secara menyeluruh bersama dengan gejala lain (misalnya, parestesia,
kelemahan).11
Fungsi motorik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
- Berjalan dengan menggunakan tumit.
- Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.
- Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )
Fungsi Sensorik
- Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian
dari penderita dan tak jarang keliru
- Nyeri dalam otot.
- Rasa gerak.
Refleks
Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan Patella,
respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi
terjadinya lesi pada saraf spinal.
Special Test
- Tes Lasegue
Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak dapat
mengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang nervus ischiadicus.
Rasa nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati, terutama
pada herniasi discus lumbalis / lumbo-sacralis.
- Tes Patrick dan kontrapatrick
Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika gerakan
diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif pada
penyakit sendi panggul, negative pada ischialgia.
Gambar 6. Tes Patrick- Kontrapatrick
- Tes Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan meningkat,
akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul nyeri radikuler.
Positif pada spondilitis.
- Tes valsava
Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat,hasilnya
sama dengan percobaan Naffziger.
- Spasme m. psoas
Diperiksa pada pasien yang berbaring terlentang dan pelvis ditekan kuat –
kuat pada meja oleh sebelah tangan pemeriksa, sementara tangan lain
menggerakkan tungkai ke posisi vertical dengan lutu dalam keadaan fleksi
tegak lurus. Panggul secara pasif mengadakanbhiperekstensi ketika
pergelangan kaki diangkat. Terbatasnya gerakanbditimbulkan oleh spasme
involunter m.psoas.
- Tes Gaenselen:
Terbatasnya fleksi lumbal secara pasif dan rasa nyeri yang diakibatkan sering
menyertai penyakit pada art. Lumbal/lumbo-sacral. Dengan pasien berbaring
terlentang, pemeriksa memegang salah satu ekstremitas bawah dengan kedua
belah tangan dan menggerakkan paha sampai pada posisi fleksi maksimal.
Kemudian pemeriksa menekan kuat – kuat ke bawah kearah meja dan ke atas
kearah kepala pasien, yang secara pasif menimbulkan fleksi columna spinalis
lumbalis.
2.9. Penatalaksanaan
Traksi
Traksi lumbal memberikan gaya longitudinal ke aksial tulang belakang melalui
penggunaan harness yang melekat pada krista iliaka dan tulang rusuk bawah untuk
meredakan nyeri punggung bawah kronis. Kekuatan, yang membuka ruang
intervertebral dan mengurangi lordosis tulang belakang, disesuaikan baik berkaitan
dengan level dan durasi dan dapat diukur dengan cermat dalam perangkat bermotor
dan tempat tidur. Penyesuaian tulang belakang sementara berteori untuk memperbaiki
gejala yang berhubungan dengan penyakit tulang belakang degeneratif oleh
menghilangkan stres mekanik, kompresi saraf, dan adhesi dari segi dan annulus, serta
melalui gangguan sinyal nyeri nosiseptif. Meskipun demikian, pasien dengan gejala
kronis dan nyeri radikuler belum ditemukan traksi untuk memberikan peningkatan
yang signifikan dalam rasa sakit juga berfungsi setiap hari. Sedikit yang diketahui
sehubungan dengan risiko yang terkait dengan kekuatan yang diterapkan.
Farmakoterapi
Upaya pengobatan untuk mengendalikan rasa sakit dan pembengkakan,
meminimalkan cacat, dan meningkatkan kualitas hidup dengan lumbar spondylosis
sering membutuhkan obat untuk melengkapi nonfarmakologis intervensi. Upaya
penelitian yang luas telah mengeksplorasi kemanjuran berbagai obat oral di Indonesia
pengelolaan nyeri punggung bawah akibat degeneratif proses. Meskipun demikian,
masih belum jelas konsensus mengenai pendekatan standar emas untuk farmakologis
manajemen.
OAINS
OAINS secara luas dianggap sebagai langkah pertama yang tepat di Indonesia
manajemen, memberikan analgesik dan antiinflamasi efek. Ada data yang memadai
yang menunjukkan kemanjuran di pengurangan rasa sakit dalam konteks nyeri
punggung bawah kronis, dengan penggunaan yang paling umum dibatasi oleh
gastrointestinal (GI) keluhan. Inhibitor COX2 menawarkan bantuan ringan LBP
kronis dan peningkatan fungsi dalam pengaturan jangka panjang. Sementara mereka
mendapat lebih sedikit komplikasi GI, mereka pemanfaatan telah dihentikan karena
bukti untuk peningkatan risiko kardiovaskular dengan penggunaan jangka panjang.
Obat opioid
Obat opioid dapat dianggap sebagai alternatif atau terapi augmentif untuk
pasien yang menderita gastrointestinal efek atau kontrol nyeri yang buruk pada
manajemen NSAID. Praktek peresepan narkotika untuk punggung bawah kronis
penderita rasa sakit sangat bervariasi dalam praktisi, dengan kisaran 3-66% pasien
LBP kronis mengambil beberapa bentuk opioid dalam berbagai studi literatur [67].
Pasien-pasien ini cenderung melaporkan kesusahan / penderitaan yang lebih besar
dan fungsional yang lebih tinggi skor kecacatan [68, 69]. Dua meta-analisis
menyarankan manfaat jangka pendek sederhana dari penggunaan opioid untuk
pengobatan LBP kronis sambil mengeluarkan peringatan tentang terbatas kualitas
studi yang tersedia dan tingkat toleransi yang tinggi dan penyalahgunaan yang terkait
dengan penggunaan narkotika jangka panjang dalam hal ini populasi pasien [62, 67].
Antidepresan
Penggunaan antidepresan untuk pengobatan gejala LBP juga telah dieksplorasi
secara luas mengingat usulan mereka nilai analgesik pada dosis rendah, dan peran
ganda dalam pengobatan depresi komorbiditas yang menyertai LBP dan dapat
berdampak negatif pada toleransi tidur dan nyeri [52]. Dua ulasan terpisah dari
literatur yang tersedia menemukan bukti untuk menghilangkan rasa sakit dengan
antidepresan, tetapi tidak signifikan berdampak pada fungsi [70, 71].
Relaksan otot
Relaksan otot, berbentuk antispasmodik atau obat antispastisitas, dapat
memberikan manfaat dalam nyeri punggung bawah kronis dikaitkan dengan kondisi
degeneratif. Masih ada bukti kuat sampai sedang beberapa uji coba membandingkan
benzodiazepine, atau nonbenzodiazepine dengan plasebo yang disediakan oleh
pelemas otot manfaat sehubungan dengan penghilang rasa sakit jangka pendek dan
berfungsi secara keseluruhan.
Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya
gejala-gejala permanen khususnya defisit mototrik.2 Pembedahan tidak dianjurkan
pada keadaan tanpa komplikasi.6
Bedah eksisi dilakukan pada skiatika dengan bukti adanya persinggungan
dengan nervus skiatika yang tidak membaik dengan bed rest total selama 2 hari.6
- Penekanan saraf dari bagian posterior osteofit adalah penyulit yang mungkin
terjadi hanya jika sebuah neuroforamen ukurannya berkurang 30% dari
normal.
- Reduksi tinggi discus posterior samapi kurang dari 4 mm atau tinggi foramen
sampai kurang dari 15 mm sesuai dengan diagnosis kompresi saraf yang
diinduksi osteofit.
- Jika spondilosis lumbalis mucul di canalis spinalis, maka stenosis spinalis
adalah komplikasi yang mungkin terjadi.
- Jika osteofit menghilang, carilah adanya aneurisma aorta. Aneurisma aorta
dapat menyebabkan erosi tekanan dengan vertebra yang berdekatan. Jika
osteofit muncul kembali, tanda yang pertama muncul seringkali adalah erosi
dari osteofit-osteofit tersebut, sehingga tidak nampak lagi.
- Terdapat kasus adanya massa tulang setinggi L4 yang menekan duodenum.
Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis, dan sebagian
karena pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis lumbalis, tiga kelompok
prosedur operasi yang dapat dilakukan anatara lain:7
Operasi dekompresi
Kombinasi dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil
Operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil
Prosedur dekompresi adalah: dekompresi kanalis spinalis, dekompresi kanalis
spinalis dengan dekompresi recessus lateralis dan foramen intervertebralis,
dekompresi selektif dari akar saraf.
A. Tindakan fisioterapi
Tujuan tindakan fisioterapi antara lain:8
a. Frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter, frekuensi ini paling
sering digunakan pada SWD untuk tujuan pengobatan.
b. Frekuensi 13,56 MHz dengan panjang gelombang 22 meter
c. Frekuensi 40,68 MHz dengan panjang gelombang 7,5 meter, frekuensi ini jarang
digunakan.
c. Jaringan ikat
Meningkatkan elastisitas jaringan ikat secara lebih baik seperti jaringan
kolagen kulit, tendon, ligamen dan kapsul sendi akibat menurunnya viskositas
matriks jaringan.9
d. Otot
1) Meningkatkan elastisitas jaringan otot
2) Menurunkan tonus otot melalui normalisasi nosisensorik, kecuali hiertoni
akibat emosional dan kerusakan sistem saraf pusat.9
e. Saraf
1) Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan saraf
2) Meningkatkan konduktivitas saraf dan meningkatkan ambang rangsang
(theshold).9
William flexion exercise adalah program latihan yang terdiri dari 7 macam
gerakan yang menonjolkan pada penurunan lordosis lumbal (terjadi fleksi lumbal).
William flexion exercise telah menjadi dasar dalam mananjemen nyeri pinggang
bawah selama beberapa tahun untuk mengobati beberapa problem nyeri pinggang
bawah berdasarkan temuan diagnosis. Program ini digunakan ketika penyebab
gangguan berasal dari facet joint (kapsul ligament), otot serta degenerasi korpus dan
diskus.8
Metode latihan ini bertujuan untuk mengurangi nyeri dan memberikan
stabilisasi lower trunk melalui perkembangan secara aktif pada otot abdominal,
gluteus maksimus, dan hamstring sehingga terjadi peningkatan fleksibilitas/elastisitas
pada group otot fleksor hip dan lower back (sacrospinal). Selain itu, latihan ini
berguna untuk mengembalikan/menyempurnakan keseimbangan kerja antara group
otot postural fleksor dan ekstensor.8,10
a. Latihan I
Posisi pasien tidur terlentang dengan kedua lutut fleksi dan kaki datar diatas
bed/lantai. Datarkan punggung bawah melawan bed tanpa kedua tungkai
mendorong ke bawah. kemudian pertahankan 5-10 detik. Gerakan ini bertujuan
untuk penguluran otot-otot ekstensor trunk, mobilisasi sendi panggul dan
penguatan otot perut.8,10
b. Latihan II
Posisi awal sama dengan nomor 1. Pasien diminta untuk
mengkontraksikan otot perut dan memfleksikan kepala sehingga dagu
menyentuh dada dan bahu terangkat dari matras. Kemudian tahan 5-10 detik.
Ulangi sebanyak 10 kali. Gerakan ini bertujuan untuk penguluran otot-otot
ekstensor trunk, penguatan otot-otot perut, dan otot sternocleidomastoideus.8,10
Gambar 4. Teknik William flexion exercise II
c. Latihan III
Posisi awal sama dengan nomer I. Pasien diminta untuk memfleksikan
salah satu lutut ke arah dada sejauh mungkin kemudian kedua tangan mencapai
paha belakang dan menariknya ke dada. Pada waktu bersamaan fleksikan kepala
hingga menyentuh dagu menyentuh dada dan bahu lepas dari matras. Tahan
selama 5 detik. Latihan diulangi pada tungkai yang lain kemudian gerakan
diulang sebanyak 10 kali. Gerakan ini bertujuan untuk merapatkan lengkungan
pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi panggul, sendi
sakroiliaka dan otot-otot hamstring.8,10
d. Latihan IV
Posisi awal sama dengan latihan I. Pasien diminta untuk melakukan yang
sama dengan nomer 3, tetai kedua lutut dalam posisi menekuk, dinaikan ke atas
dan ditarik dengan kedua tangan ke arah dada. Fleksikan kepala dan naikan bahu
dari matras, tahan 5-10 detik dan ulangi 10 kali. Gerakan ini bertujuan untuk
merapatkan lengkungan pada lumbal, penguluran otot-otot ekstensor trunk, sendi
panggul, sendi sakroiliaka dan otot-otot hamstring.8,10
Gambar 6. Teknik William flexion exercise IV
e. Latihan V
Gerakan berupa latihan dimulai dengan posisi awal seperi seorang
pelari cepat pada titik startnya yaitu satu tungkai dalam fleksi maksimal pada
sendi lutut dan paha, sedang tungkai yang lain dalam keadaan lurus di
belakang. Kemudian pada posisi tersebut tekan badan ke depan dan ke
bawah, tahan 5 hitungan dan rileks. Ulangi hingga 10 kali. Gerakan ini
bertujuan mengulur / streching otot-otot fleksor hip dan fascia latae.8,10
f. Latihan VI
Posisi awal berdiri menempel dan membelakangi dinding dengan tumit
10-15 cm di depan dinding, lumbal rata dengan dinding. Kemudian satu
tungkai melangkah ke depan tanpa merubah posisi lumbal pada dinding,
tahan 10 hitungan dan rileks. Ulangi hingga 10 kali. Bila latihan terlalu berat,
lamanya penahanan dapat dikurangi. Gerakan ini bertujuan untuk penguatan
otot quadriceps, otot perut dan ekstensor trunk.8,10
Gambar 8. Teknik William flexion exercise VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Netter FH. 2010. Atlas of Human Anatomy. 2th ed. Philadelphia, PA:
Saunders/Elsevier; P:35.