Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.M DENGAN ABSES HEPAR


DI RUANG BEDAH 1 RSUD PROVINSI BANTEN

Disusun Oleh :

Kelompok III

1. Endah Nursa’adah, S.Kep


2. Yogaditiya Riza Aswar, S.Kep
3. Muslim, SS.Kep
4. Kiki Rachmatullah, S.Kep
5. Imas Komalasakti, S.Kep
6. Elif Kurnia, S.Kep
7. Aang Fahroji, S.Kep

Pembimbing
Dosen Pembimbing Ruangan/ C1 RS. Prov. Banten

Ns. Mayasari, S.Kep Cucu

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
2020
KATA PENGANTAR

` Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah
sehinggah alhamdulilah penulis bisa menyelesaikan tugas Asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan sistem pencernaan Abses Hepar, dengan baik. Tak lupa pula salawat serta
salam tercurahkan kepada junjungan kita,sang refolusioner sejati Baginda Nabi Muhammad
SAW, yang memperjuangkan agama Islam Yang Mulia ini,beserta keluarganya dan para
sahabatnya.
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih (Keperawatan Medical
Bedah), yang telah memberikan dan mentransferkan ilmunya kepada penulis dan teman-
teman. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas ini masih jauh dari kesempurnaan
karena adanya keterbatasan ilmu dan pengetahuan serta referensi yang penulis miliki, namun
demikian penulis berharap semoga isi Tugas ini dapat benar-benar bermanfaat
bagi penulis khususnya, serta para pembaca umumnya. Selain itu juga penulis berharap
adanya kritik dan saran dari para pembaca demi terwujudnya kesempurnaan isi Tugas Asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan Abses Hepar ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................


DAFTAR ISI .............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................................
B. Tujuan Penulisan .........................................................................................................
C. Tujuan Umum ..............................................................................................................
D. Tujuan Khusus .............................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi ........................................................................................................................
B. Etiologi ........................................................................................................................
C. Patofisiologi .................................................................................................................
D. Manifestasi klinik ........................................................................................................
E. Klasifikasi ....................................................................................................................
F. Pemeriksaan .................................................................................................................
G. Penatalaksanaan ...........................................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Identitas .......................................................................................................................
B. Kebutuhan Dasar .........................................................................................................
C. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................................
D. Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................................
E. Analisa Data ................................................................................................................

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hepar merupakan organ berbentuk biji dalam tubuh kita dengan berat 1,5 kg pada
orang dewasa. Letaknya, terdapat pada bagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan
bawah diafragma. .Hati secara luas dilindungi tulang iga. Hepar terbagi atas dua lapisan
utama; pertama, permukaan atas berbentuk tembung, terletak di bawah diafragma, kedua,
permukaan bawah tidak rata dan memperhatikan lekukan fisura transfersus. Fisura
longitudional memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati dibagi
empat belahan; lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus.
Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu; Arteri hepatica dan Vena porta. Vena
hepatica, keluar dari aorta dan memberikan 1/5 darah dalam hati, darah ini mempunyai
kejenuhan 95-100 % masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan
kapiler Vena, akhirnya keluar sebagai Vena hepatica. Vena porta terbentuk dari lienalis dan
Vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini mempunyai
kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah ini
membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus.
Hati dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan,
mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme.
Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang
kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau
mentransformasikan semua nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan dibagian lain
dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang penting khususnya
dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat dan mengekresikan
empedu yang memegang peran utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak
dalam tractus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah
dan mensekresikannya ke dalam empedu.

B. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dan klafikasinya penyakit abses hepar
2. Untuk mengetahui etiologi, patofisiologi, tanda gejala abses hepar
3. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan, diagnose keperawatan, dan intervensi
keperawatan pada abses hepar.
4. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pencernaan abses hepar
5. Untuk mengetahui pengobatan abses hepar
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep penyakit
1. Defenisi
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh
bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang,
dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah
dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta
Reference Library, 2004).
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan
jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996).
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati
(Aru W Sudoyo, 2006).
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.

2. Etiologi
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati
pyogenik :
1. Abses Hati Amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non
patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan
penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang memberi
gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non
patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan
lesi pada hepar (Aru W Sudoyo, 2006).
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif atau tropozoit dan
bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20
mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana
kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit,
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu
mengakibatkan destruksi jaringan.
2. Abses Hati Piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah
E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus faecalis, Proteus vulgaris, dan
Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria, akttinomesis,
dan streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu,
dan swab secara anaerob maupun aerob (Aru W Sudoyo, 2006).

3. Tanda Gejala
Keluhan awal: demam atau menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise,
mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T >38°), hepatomegali,
nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian.
(Cameron 1997)
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan
perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan
diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan
lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila
AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri
pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses
yang disebut peradangan.
Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian
terjadi:
1. Darah mengalir ke daerah meningkat.
2. Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
3. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan
4. Ternyata merah.
5. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas
kimia.
6. Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri
Peradangan

4. Klasifikasi
Ada dua jenis abses, septikp dan steril. Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti
bahwa mereka adalah hasil dari infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana saja di tubuh.
Hanya bakteri dan respon kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai tanggapan terhadap
bakteri, sel-sel darah putih yang terinfeksi berkumpul di situs tersebut dan mulai
memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang menyerang bakteri dengan terlebih
dahulu tanda dan kemudian mencernanya. Enzim ini membunuh bakteri dan menghancurkan
mereka ke potongan-potongan kecil yang dapat berjalan di sistem peredaran darah sebelum
menjadi dihilangkan dari tubuh. Sayangnya, bahan kimia ini juga mencerna jaringan tubuh.
Dalam kebanyakan kasus, bakteri menghasilkan bahan kimia yang serupa. Hasilnya adalah
tebal, cairan-nanah kuning yang mengandung bakteri mati, dicerna jaringan, sel-sel darah
putih, dan enzim.
Abses steril kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses yang sama bukan
disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan seperti obat-obatan. Jika menyuntikkan
obat seperti penisilin tidak diserap, itu tetap tempat itu disuntikkan dan dapat menyebabkan
iritasi yang cukup untuk menghasilkan abses steril. Seperti abses steril karena tidak ada
infeksi yang terlibat. Abses steril cukup cenderung berubah menjadi keras, padat benjolan
karena mereka bekas luka, bukan kantong-kantong sisa nanah.
a. Carbuncles dan bisul. Kelenjar minyak kulit (kelenjar sebasea) di bagian belakang atau
bagian belakang leher biasanya adalah orang-orang terinfeksi. Yang paling sering terlibat
bakteri Staphylococcus aureus. Jerawat adalah suatu kondisi serupa yang melibatkan kelenjar
sebaceous pada wajah dan punggung.
b. Pilonidal kista. Banyak orang cacat lahir sebagai sebuah lubang kecil di kulit tepat di atas
anus. Tinja bakteri dapat memasuki pembukaan ini, menyebabkan infeksi dan abses
berikutnya.
c. Retropharyngeal, parapharyngeal, peritonsillar abses. Sebagai akibat dari infeksi
tenggorokan, seperti radang tenggorokan dan tonsilitis, bakteri dapat menyerang jaringan
yang lebih dalam tenggorokan dan menyebabkan abses. Abses ini dapat berkompromi
menelan dan bahkan bernapas.
d. Lung abses. Selama atau setelah radang paru-paru, apakah itu disebabkan oleh bakteri
[Common radang paru-paru], tuberkulosis, jamur, parasit, atau bakteri lain, abses dapat
berkembang sebagai komplikasi.
e. Hati abses. Bakteri atau amuba dari usus dapat menyebar melalui darah ke hati dan
menyebabkan abses.
f. Psoas abses. Jauh di bagian belakang perut, di kedua sisi tulang belakang pinggang, terletak
otot psoas. Mereka flex pinggul. Abses dapat mengembangkan di salah satu otot, biasanya
ketika itu menyebar dari usus buntu, usus besar, atau saluran tuba.
5. Patofisiologi
1. Amoebiasis Hepar
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil
individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada
dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi
berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada
hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme
yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya
antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. (Arief Mansjoer, 2001)
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : (Arief Mansjoer, 2001)
a. strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
b. secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi yang
kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora
bakteri. Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
a. penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
b. pengerusakan sawar intestinal.
c. lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell- mediated
yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis,
malnutrisi, keganasan dll.
Penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena
porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi
granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik.
Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
2. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
a. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pielflebitis porta
atau emboli septik.
b. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik dapat
menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktura
saluran empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.
c. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses perinefrik,
kecelakaan lau lintas.
d. Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
e. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut usia.(Aru W
Sudoyo, 2006).
Pengaruh Abses Heper terhadap kebutuhan dasar manusia
a. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi
b. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
c. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola
tidur.
d. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan.
e. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga
dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.

6. Manifestasi Klinis
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah,
penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38 nyeri tekan kuadran kanan
atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)),
hepatomegali,

7. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 515,6%,
perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus,
intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi
atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998).
Dapat juga komplikasi seperti:
1. Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2. Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi
paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum,
selanjutnya pericardium dan organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak
yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara lain
a. Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan
faal hati.
b. Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakan diafragma, efusi pleura,
kolarp paru dan abses paru.
c. Foto Polos Abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas di atas hati.
d. Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
e. Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas
diafragma
f. Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
g. Pengobatan
1) Kemoterapi
Obat-obatan dapat diberikan secara oral atau intravena, sebagai contoh untuk gram negative di
beri Metranidazol, Clindazimin atau Kloramfenikal.
2) Aspirasi Jarum
Pada abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi, hanya dilakukan pada
ancaman truktur atau gagal pengobatan konserpatif. Sebaliknya aspirasi ini dilakukan dengan
tuntunan USG.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga
dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Abses Hepar, meliputi:
a) Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi,
penurunan massa otot/tonus.
b) Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung
ekstra, distensi vena abdomen.
c) Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen,
penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.
d) Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak
dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan, edema, kulit
kering, turgor buruk, ikterik.
e) Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
f) Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi
perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
g) Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas
tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h) Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma
spider, eritema.
i) Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis.
a. Pengumpulan Data
1) Aktivitas
Gejala :· Klien mengatakan mudah merasakan lelah,
· Klien mengatakan kurang mampu melakukan
aktivitas seperti biasa
Tanda :· Penurunan tonus otot
· Malaise
2) Makanan dan Cairan
Gejala :· Klien mengatakan tiada nafsu makan
· Klien mengeluh merasa mual dan muntah
Tanda :· Anoreksia
· Berat badan menurun
· Nampak mual dan muntah
3) Nyeri / Kenyamanan
Gejala :· Klien mengatakan nyeri pada daerah perut kanan atas
· Klien mengeluh nyeri pada bahu sebelah kanan
Tanda :· Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas
· Nyeri spontan perut kanan atas
· Nampak membungkuk ke depan dan kedua tangan
Nampak memegang abdomen saat berjalan karena nyeri
· Ekspresi wajah meringis

4. Keamanan
Gejala :· Klien mengeluh merasakan deman
Tanda :· Suhu tubuh meningkat
· Leukosit meningkat

b. Pengelompokan Data
Data Subyektif
1. Klien mengatakan mudah merasakan lelah,
2. Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas seperti
biasa
3. Klien mengatakan tiada nafsu makan
4. Klien mengeluh merasa mual dan muntah
5. Klien mengatakan nyeri pada daerah perut kanan atas
6. Klien mengeluh nyeri pada bahu sebelah kanan
7. Klien mengeluh merasakan deman
Data Obyektif
1. Penurunan tonus otot
2. Malaise
3. Anoreksia
4. Berat badan menurun
5. Nampak mual dan muntah
6. Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas
7. Nyeri spontan perut kanan atas
8. Nampak membungkuk ke depan dan kedua tangan Nampak
memegang abdomen saat berjalan karena nyeri
9. Ekspresi wajah meringis
10. Suhu tubuh meningkat
11. Leukosit meningkat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ABSES HEPAR

I. Identitas Klien

Nama : Ny. M No. RM : 086493


Umur : 39 tahun Pekerjaan : IRT
Jenis Kelamin : perempuan Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam Tanggal MRS : 31 Desember 2019
Pendidikan : SD Tgl Pengkajian : 03 Januari 2020
Alamat :Kp.sumberan,kec.kasem Sumber Informasi : Pasien, Keluarga, data
en.Serang Rekam Medis

II. Riwayat Kesehatan


1. Diagnosa Medik: Abses hepar dengan post operasi
2. Keluhan Utama: Nyeri pada luka post operasi
3. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengatakan bahwa sudah 3 minggu merasa sakit pada perut bagian
kanan atas. Sakit yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul. Saat
itu telah diperiksakan ke klinik dan nyerinya sedikit berkurang. Lalu perutnya
bengkak selama 7 hari dan kembali sakit. Kemudian pasien memeriksakan ke
RSD Provinsi Banten pada hari Selasa, 31 Desember 2019 dan oleh perawat
disarankan untuk opname.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Pasien mengatakan bahwa ia tidak pernah memiliki penyakit yang berat.
Sakit yang dialami biasanya hanya batuk dan pilek. Pasien mengatakan
pernah sakit tipes sebanyak 2 kali. Pasien mengatakan jarang mencuci
tangan ketika akan makan.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Pasien mengatakan bahwa ia tidak memiliki alergi terhadap obat maupun
makanan tertentu.

c. Imunisasi:
Keluarga pasien mengatakan bahwa ia telah diimunisasi sewaktu kecil.
d. Kebiasaan/pola hidup/life style:
Pasien mengatakan bahwa memiliki kebiasaan merokok sebelum sakit.
Dalam sehari pasien dapat menghabiskan 1 bungkus rokok.
e. Obat-obat yang digunakan:
Keluarga pasien mengatakan jika hanya sakit batuk dan pilek biasanya
dibelikan obat di warung. Namun jika sakitnya tidak lekas sembuh maka
segera dibawa ke puskesmas.
5. Riwayat penyakit keluarga:
Keluarga pasien mengatakan bahwa di anggota keluarganya tidak pernah
mengalami penyakit seperti yang diderita pasien

III. Pengkajian Keperawatan


1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan sehat adalah ketika ia mampu bekerja tanpa merasa sakit.
Persepsi pasien tentang sakit yaitu ketika tubuhnya mengalami sakit sehingga
tidak dapat bekerja dan beraktivitas seperti biasanya. Saat sakit, pasien biasanya
membeli obat-obatan di warung dan apabila tidak segera sembuh akan dibawa ke
puskesmas. Pasien mengatakan bahwa tidak pernah berolahraga setiap minggu.
Pasien mengatakan tidak mengetahui penyakit apa yang dialaminya saat ini.
Pasien berusaha menanyakan kondisinya saat ini dan adakah pantangan makanan
yang tidak boleh dikonsumsi.
Interpretasi :
Pasien belum menerapkan upaya preventif untuk meningkatkan status
kesehatannya seperti berolahraga rutin setiap minggu

2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)


- Antropometeri TB
: 157 cm BB : 60
kg

IMT = 60/1,652
IMT = 22,04
Interpretasi :
Kategori IMT
Underweight= < 18,5
Normal= 18,5-24,9
Overweight = >25
Berdasarkan rumus IMT, pasien termasuk kategori normal
Pemenuhan kalori tubuh

Interpretasi :
Kebutuhan kalori tubuh pasien telah terpenuhi
- Biomedical sign :
Nilai hasil pemeriksaan darah lengkap tangal 31 Desember 2019
Albumin 2,3 gr/dL
Interpretasi :
Albumin pasien di bawah batas normal (normal: 3,4-4,8 gr/dL)
- Clinical Sign :
Kulit dan bibir lembab, rambut tidak rontok dan berwarna hitam, sklera tidak
ikterik, konjungtiva tidak anemis, dan tidak ada odema
-
Tidak ada masalah pada diet pasien karena pasien dapat makan secara mandiri
dan pemenuhan cairannya dengan dibantu infus

3. Pola eliminasi:
BAK
- Frekuensi :-
- Jumlah :-
- Warna : kuning jernih
- Bau : khas urin
- Karakter :-
- BJ :-
- Alat Bantu :-
- Kemandirian : menggunakan dower kateter
- Lain :-

BAB
Frekuensi : pasien tidak BAB sama
-
sekali
- Jumlah :-
- Warna :-
- Bau :-
- Karakter :-
- BJ :-
- Alat Bantu :-
- Kemandirian :-
- Lain :-
Interpretasi :
Balance cairan per hari (24 jam):
Input:
 Minum 400 cc
 Infus Amino fluid 1000 cc
 Infus RL 500 cc

4. Pola aktivitas & latihan


Sebelum sakit, aktivitas pasien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga sholat
dhuhur serta beristirahat. tidak pernah berolahraga. Setelah sakit, pasien.
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas di tempat tidur V
Berpindah V
Ambulasi / ROM V
Keterangan : 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas,
3: dibantu alat, 4: mandiri
Status Oksigenasi :
Pasien dapat bernapas spontan
Kebutuhan oksigen = VT x BB x RR
= 6-8 x 60 x 20 = 7,2 L (pasien tidak membutuhkan bantuan
oksigen)

Fungsi kardiovaskuler :
Auskultasi suara jantung S1 S2 tunggal, reguler, tidak ada suara jantung tambahan,
tidak ada wheezing, tekanan darah = 110/70 mmHg, nadi 76 x/menit
Terapi oksigen :
Pasien tidak terpasang alat untuk terapi oksigen
Interpretasi :
Pasien tidak memiliki permasalahan terkait oksigenasi

5. Pola tidur & istirahat


Durasi : Sebelum sakit pasien tidur malam sekitar pukul 21.30 – 04.30 (7 jam)
dan jarang tidur siang
Gangguan tidur : Pasien tidak mengalami susah tidur
Keadaan bangun tidur : Pasien mengatakan segar ketika bangun tidur
Lain-lain : -
Interpretasi :
Setelah sakit, pasien lebih banyak menghabiskan waktu untuk beristirahat dan tidur
karena belum bisa banyak beraktivitas

6. Pola kognitif & perseptual


Fungsi Kognitif dan Memori :
Sebelum sakit menurut keluarga, pasien dapat berhitung dan mengingat dengan
baik.
Saat sakit, pasien masih mampu untuk mengingat dan berhitung dengan baik
karena tidak ada permasalahan dengan kesadarannya.
Fungsi dan keadaan indera :

Sebelum sakit menurut keluarga, pasien tidak memiliki masalah dengan kelima
inderanya, pasien dapat melihat dengan jelas, mendengar, mencium bau-bauan,
merasakan sakit pada kulit, dan dapat merasakan bermacam-macam rasa
makanan.
Saat sakit, pasien tidak memiliki masalah dengan kelima inderanya
Interpretasi :
Tidak ada masalah terkait fungsi kognitif dan perseptual pada pasien

7. Pola persepsi diri


Gambaran diri : Pasien mengkhawatirkan keadaan perutnya setelah dioperasi
karena takut kalau bekas operasinya tidak segera sembuh
Identitas diri : Pasien dapat menyebutkan nama, usia, maupun tempat tinggalnya
Harga diri : Pasien merasa kecewa karena dengan keadaannya saat ini tidak dapat
berdagang cilok seperti sebelumnya
Ideal Diri : Pasien ingin segera sembuh dari penyakitnya sehingga dapat
berdagang cilok seperti semula
Peran Diri : Sebelum sakit, peran pasien dalam keluarga adalah sebagai seorang
kepala keluarga yang berkewajiban mencari nafkah untuk keluarganya Interpretasi :
Pasien mengalami masalah pada pola persepsi dirinya selama sakit karena tidak
dapat berdagang cilok untuk mencari pengahsilan sebagaimana biasanya

8. Pola seksualitas & reproduksi


Pasien sudah menikah dan memiliki satu orang putri
Interpretasi :
Tidak ada gangguan pada pola seksual dan reproduksi pasien

9. Pola peran & hubungan


Sebelum sakit, pasien adalah seorang ayah dari 1 putri dan sebagai kepala
keluarga. Hubungan pasien dengan anggota keluarga harmonis dan tidak terjadi
konflik dalam keluarga.
Saat sakit, peran pasien sebagai seorang ayah dan kepala keluarga terganggu
karena tidak dapat berdagang cilok untuk mencari nafkah seperti biasanya.
Hubungan keluarga saat sakit harmonis, pasien selalu ditunggui oleh istri dan
putrinya
Interpretasi :
Pasien mengalami gangguan peran saat sakit karena tidak dapat mencari nafkah
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya

10. Pola manajemen koping-stres


Sebelum sakit, pasien biasanya bercerita kepada istrinya saat memiliki
permasalahan. Menurut keluarga, pasien cukup terbuka. Berdasarkan keterangan
keluarga, pasien tidak pernah rekreasi untuk menghilangkan stresnya
Interpretasi :
Manajemen dan koping stres pasien adaptif karena pasien terbuka kepada anggota
keluarga saat memiliki masalah. Tidak ada gangguan pada pola manajemen dan
koping stres

11. Sistem nilai & keyakinan


Sebelum sakit, pasien mengatakan selalu sholat 5 waktu di rumah dan kadang
berjamaah di musholla dekat rumahnya.
Saat sakit, pasien tidak dapat sholat karena kondisinya yang lemah. Pasien hanya
berdoa dan pasrah atas keadaannya saat ini.
Interpretasi : Tidak ada masalah pada sistem nilai dan keyakinan

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum: cukup
GCS : E4-V5-M6
Tanda vital:
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 76 x/mnt
- RR : 20 x/mnt

- Suhu : 36,3 OC
Interpretasi :
Pasien dalam keadaan compos mentis dengan tanda-tanda vital normal

Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)


1. Kepala
Inspeksi: Normocephal, rambut hitam, tidak rontok, persebaran rambut merata,
rambut bersih, rambut tampak berantakan wajah simetris, tidak ada
jejas, tidak ada pembengkakan pada wajah
Palpasi: idak terdapat oedem pada wajahT
2. Mata
Inspeksi: Pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya posistif, sklera ikterik (-),
konjungtiva anemis (-), bulu mata rata dan hitam
Palpasi: Tidak teraba benjolan abnormal pada kedua mata
3. Telinga
Inspeksi: Telinga simetris, bersih, warna sama dengan kulit lainnya, tidak ada
jejas, tidak tampak keluar cairan dari telinga kanan maupun kiri
Palpasi: Tidak teraba benjolan abnormal pada kedua telinga
4. Hidung
Inspeksi: Tulang hidung simetris, lubang hidung bersih, tidak terdapat
luka/lesi, tidak ada jejas
Palpasi: Tidak teraba benjolan abnormal, tidak keluar cairan maupun darah
dari hidung
5. Mulut
Inspeksi: Mukosa bibir lembab, terdapat halitosis
6. Leher
Inspeksi: Tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, leher simetris, warna sama
seperti sekitarnya, tidak ada jejas
Palpasi: Tidak teraba benjolan abnormal, terdapat daki
7. Dada Paru-
paru
Inspeksi : Dada simetris, RR 20 x/menit, tidak tampak jejas, tidak tampak batuk,
tidak ada jejas
Palpasi : Tidak teraba benjolan atau massa

Perkusi : Suara paru sonor


Auskultasi : Bunyi napas vesikuler, irama teratur, tidak ada wheezing, tidak
ada ronkhi
Jantung
Inspeksi : Dada simetris, tidak tampak jejas
Palpasi : Tidak teraba benjolan atau massa
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Suara jantung S1 S2 tunggal, tidak ada suara jantung tambahan,
tekanan darah = 110/670 mmHg, nadi = 76 x/menit
8. Abdomen
Inspeksi: Bentuk abdomen simetris, flat, terdapat luka insisi post operasi di
kuadran lumbal dekstra, tidak tampak benjolan abnormal
Palpasi: Terdapat nyeri tekan di kuadran lumbal dekstra
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi: Timpani
9. Urogenital
Inspeksi: Warna urin kuning jernih, terpasang dower kateter
Palpasi : Tidak teraba keras pada vesika urinaria
10. Ekstremitas
Inspeksi : Tidak tampak luka/jejas, tidak tampak deformitas, tidak tampak
benjolan abnormal, tangan kanan terpasang infus line
Palpasi : Tidak teraba benjolan abnormal, akral hangat
Kekuatan otot 4
11. Kulit dan kuku
Inspeksi : Kulit berwarna sawo matang, tidak ada lesi atau jejas, kuku tangan
dan kaki tampak bersih, tidak tampak lesi sekitar kuku
Palpasi: CRT < 2 detik
12. Keadaan lokal
GCS E4V5M6
Keadaan umum: cukup
13. Pemeriksaan Neurologis
a. N. I (Olfaktori) : dapat mengenali bau minyak kayu putih
b. N. II (Optikus) : lapang pandang normal
c. N. III (Okulomotoris) : isokor, 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+)
d. N. IV (Trochlearis) : terdapat gerakan bola mata
e. N.V (Trigeminus) : dapat mengunyah

f. N. VI (Abdusen) : terdapat gerakan bola mata ke lateral


g. N. VII (Fasialis) : ekspresi wajah kanan dan kiri simetris
h. N. VIII (Verstibulocochlearis) : dapat mendengar
i. N. IX (Glosofaringeus) : dapat membedakan rasa manis dan asin
j. N. X (Vagus) : terdapat reflek menelan
k. N. XI (Asesoris) : dapat menggerakkan bahu
l. N. XII (Hipoglosus) : dapat menggerakkan lidah
V. Terapi
Nama Dosis dan
Golongan Indikasi Kontraindikasi Mekanisme Kerja
Dagan Cara
g pemberian
Infus RL Cairan kristaloid Kehilangan cairan Keadaan Disesuaikan Larutan kristaloid
500 cc/24 tubuh, dehidrasi hiperhidrasi, dengan kebutuhan menembus membran
jam hipotonis dan isotonis. hiperlaktatemia, cairan, umumnya kapiler dari kompartemen
hipernatremia, 30-40 intravaskuler ke
hiperkloremia, mL/kgBB/hari pada kompartemen interstisial,
hipokalemia tanpa dewasa. kemudian didistribusikan
pemberian kalium ke semua kompartemen
bersama-sama serta ekstra vaskuler. Hanya
pada keadaan 25% dari jumlah
insufisiensi hati pemberian awal yang
yang berat. tetap berada intravaskuler,
sehingga penggunaannya
membutuhkan volume 3-4
kali dari volume plasma
yang hilang. Bersifat
isotonik, maka efektif
dalam mengisi sejumlah
cairan kedalam pembuluh
darah dengan segera dan
efektif untuk pasien yang
membutuhkan cairan
segera.
Aminofluid Larutan Suplai asam amino, Koma hepatik atau Dosis lazim : 500 Terapi cairan maintenance
1000 cc/24 maintenance elektrolit dan air sebelum resiko koma hepatik, mL secara infus bisa dianggap
jam dan sesudah operasi, gangguan ginjal melalui sebagai salah satu
pada berat terapi
Nama Dosis dan Cara
Dagang Golongan Indikasi Kontraindikasi pemberian Mekanisme Kerja
individu dengan atau azotemia, gagal vena perifer. Maksimal pendukung yang penting
hipoproteinemia atau jantung kongestif, 2500 mL per hari. bagi pasien rawat-inap.
manutrisi ringan karena asidosis berat, Kecepatan infus 500 Tujuan terapi cairan
kurangnya asupan oral. metabolisme mL per 120 menit, Maimtenance adalah
elektrolit yang diberikan secara memelihara homeostasis
abnormal, lambat pada pasien pada pasien yang kurang
hiperkalemia, usia lanjut dan yang asupan cairan per oral.
hiperfosfatemia, mengalami sakit kritis. Zinc adalah salah satu
hipermagnesemia, elemen yang terkandung
hiperkalsemia, dalam aminofluid yang
penurunan jumlah berfungsi memacu
pengeluaran urin penyembuhan jaringan.
meabolisme asam Zinc perlu untuk
amino abnormal. pembentukan kolagen,
yang merupakan bahan
penting untuk
penyembuhan dan
perbaikan jaringan. Zinc
juga memiliki aktivitas
imunitas seluler.
Dibutuhkan untuk
metabolisme nutrien dan
sintesis asam nukleat
(DNA and RNA).
Metronidazo Antimikroba Mencegah dan mengobati  Penderita yang Dosis metrodinazole Metronidazole adalah
le 3x500 mg berbagai macam infeksi hipersensitif tergantung kepada antibakteri dan
yang disebabkan oleh terhadap jenis, tingkat antiprotozoa sintetik
Nama Dosis dan Cara
Dagang Golongan Indikasi Kontraindikasi pemberian Mekanisme Kerja
mikroorganisme protozoa metronidazole atau keparahan infeksi derivat nitroimidazoi
dan bakteri anaerob, derivat yang diderita, kondisi yang mempunyai aktifitas
misalnya: nitroimidazol kesehatan dan respons bakterisid, amebisid dan
 Pencegahan lainnya dan tubuh pasien terhadap trikomonosid.
infeksi setelah kehamilan obat. Dosis anak-anak Dalam sel atau
operasi trimester pertama. akan disesuaikan mikroorganisme
 Infeksi trikomoniasis  Harap berhati-hati dengan umur dan metronidazole mengalami
 Infeksi H. pylori jika menderita berat badan mereka reduksi menjadi produk
 Vaginosis bakteri gangguan ginjal, juga. polar. Hasil reduksi ini
 Peradangan gigi gangguan saraf, Dosis untuk orang mempunyai aksi
dan gusi epilepsi atau dewasa umumnya antibakteri dengan jalan
 Infeksi ulkus kaki gangguan kejang berkisar antara 200- menghambat sintesa asam
 Infeksi amebiasis lainnya, porfiria, 1200 mg per hari. nukleat.
 Giardiasis atau penyakit Metronidazole Metronidazole efektif
liver. biasanya diresepkan terhadap Trichomonas
untuk jangka waktu vaginalis, Entamoeba
antara 3-14 hari. histolytica, Gierdia
Jangan melebihi 4 lamblia. Metronidazole
g Metronidazole bekerja efektif baik lokal
per hari. maupun sistemik.
Ceftriaxo Sefalosporin Untuk infeksi-infeksi Hipersensitif Dewasa dan anak- Ceftriaxone secara
n 2x1 gr berat dan yang terhadap anak diatas 12 cepat terdifusi kedalam
disebabkan oleh cephalosporin dan tahun: 1-2 g sekali cairan jaringan,
kuman- kuman gram penicillin (sebagai sehari secara diekskresikan dalam
positif maupun gram reaksi alergi silang) intravena bentuk aktif yang tidak
negatif Dosis lebih dari 4 g berubah oleh ginjal
yang resisten terhadap sehari harus diberikan (60%) dan hati (40%).
antibiotika lain: Setelah pemakaian 1 g,
Nama Dosis dan Cara
Dagang Golongan Indikasi Kontraindikasi pemberian Mekanisme Kerja
 Infeksi dengan interval 12 konsentrasi aktif secara
saluran jam. cepat terdapat dalam urin
pernafasan Bayi dan anak- dan empedu dan hal ini
 Infeksi saluran kemih anak di bawah 12 berlangsung lama, kira-
 Infeksi gonoreal tahun: kira 12-24 jam. Rata-rata
 Septisemia bakteri  Bayi 14 hari : 20 – waktu paruh eliminasi
 Infeksi tulang 50 mg/kg berat plasma adlah 8 jam.
dan jaringan badan sekali sehari Waktu paruh pada bayi
 Infeksi kulit  Bayi 15 hari s/d dan anak- anak adalah 6,5
12 tahun : 20 – 80 dan 12,5 jam pada pasien
mg/kg berat badan dengan umur lebih dari 70
sekali sehari tahun. Jika fungsi ginjal
 Anak-anak dengan terganggu, eliminasi
berat badan 50 kg biliari terhadap
atau lebih : dapat Ceftriaxone meningkat.
digunakan dosis
dewasa melalui
infus paling sedikit
> 30 menit.
VI. Pemeriksaan Penunjang & Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Nilai Hasil
No Jenis pemeriksaan normal (hari/tanggal)
(rujukan)
31 Desember
nilai Satuan 2019
Faal Hati
1 Albumin 2,3 gr/dL 3,4-4,8

ANALISA DATA

N DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH


O
1 DS: Abses hepar Nyeri
• Pasien mengatakan ↓
bahwa merasa sakit Operasi insisi drainase
pada luka bekas operasi abses
• Sakit yang dirasakan

Luka insisi post operasi
seperti ditusuk-tusuk

• Sakitnya hilang timbul Kerusakan pada kulit
• Skala nyeri 6 ↓
Merangsang ujung saraf
DO: nyeri
• Pasien tampak ↓
berbaring di tempat Penyampaian impuls
tidur nyeri ke thalamus
• Terdapat luka insisi ↓
post operasi di kuadran Nyeri
lumbal dekstra
abdomen
• TD : 110/70
mmHg N: 76
x/menit
RR: 20
x/menit S:
36,3o C
2 DS: Operasi insisi drainase Resiko infeksi
• Pasien mengatakan abses
bahwa perban ↓
lukanya terasa basah Luka insisi post operasi
drainase abses
DO: ↓
• Tampak balutan luka Port d’entry bakteri
post operasi basah ↓
dan terdapat darah Intake nutrisi kurang
adekuat
• Terdapat balutan ↓
luka post operasi Penyembuhan luka
kotor kurang sempurna

Luka basah

Resiko infeksi

3 DS: Proses operasi insisi Intoleransi


• Pasien mengatakan sakit drainase abses aktivitas
di bagian perut kanan ↓
sehingga takut untuk Efek anestesi

bergerak
Melemahkan fungsi otot-
• Keluarga pasien
otot tubuh
mengatakan bahwa ↓
pasien hanya berbaring Kelemahan fisik
di tempat tidur setelah ↓
operasi Intoleransi aktivitas
• Keluarga pasien
mengatakan bahwa
pasien terlihat lemas

DO:
• Keadaan umum lemah
• TD: 110/70 mmHg
• Nadi: 76 x/menit
• Aktivitas pasien
seperti makan dan
minum dibantu
istrinya
• Belum bisa untuk
pergi ke kamar mandi
• Pasien dapat miring
kiri namun tidak dapat
miring kanan
PERENCANAAN KEPERAWATAN

TUJUAN DAN
NO DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
1 Nyeri Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui karakteristik nyeri untuk
berhubungan keperawatan selama 3x24 komprehensif termasuk lokasi, pemilihan intervensi
dengan luka insisi jam, nyeri bekurang atau karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Mengetahui reaksi pasien terhadap
post operasi hilang dengan kriteria hasil: kualitas dan faktor presipitasi nyeri yang dirasakan
1. menggunakan metode non- 2. Observasi reaksi non-verbal dari 3. Guna memilih intervensi yang tepat
analgetik untuk ketidaknyamanan yang dapat digunakan
mengurangi nyeri, 3. Gunakan teknik komunikasi 4. Mengurangi faktor yang dapat
2. menggunakan analgetik terapeutik untuk mengetahui memperparah nyeri pasien
sesuai kebutuhan, pengalaman nyeri pasien 5. Mengurangi nyeri tanpa obat-obatan
3. melaporkan nyeri sudah 4. Kontrol lingkungan yang dapat 6. Mengurangi nyeri
terkontrol, mempengaruhi nyeri seperti suhu
4. tanda-tanda vital dalam ruangan, pencahayaan, dan
batas normal (Tekanan kebisingan
darah 120/80 mmHg, Nadi 5. Ajarkan teknik non-farmakologi
80-100xmenit, RR 16- untuk mengatasi nyeri
20x/menit, suhu 36,5-37,5 6. Kolaborasi pemberian analgetik
OC.
2 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya pembatasan 1. Memastikan aktivitas yang boleh
aktivitas keperawatan selama 3x24 jam pasien dalam melakukan dilakukan pasien sesuai dengan
berhubungan pasien mengalami peningkatan aktivitas kondisinya
dengan kelemahan aktivitas dengan kriteria hasil: 2. Kaji adanya faktor yang 2. Meminimalkan terjadinya kelelahan
fisik 1. berpartisipasi dalam menyebabkan kelelahan 3. Sebagai sumber energy bagi pasien
aktivitas fisik tanpa disertai 3. Monitor nutrisi dan sumber energi 4. Menjaga agar pasien tidak
peningkatan tekanan darah, yang adekuat mengalami kelelahan secara
nadi dan RR, berlebihan
2. mampu melakukan aktivitas 4. Monitor pasien akan adanya 5. Sebagai acuan apakah pasien boleh
sehari hari (ADLs) secara kelelahan fisik dan emosi secara melanjutkan aktivitasnya atau tidak
mandiri, berlebihan 6. Memaksimalkan waktu istirahat dan
3. keseimbangan aktivitas dan 5. Monitor respon kardivaskuler tidur pasien sesuai kebutuhan
istirahat, terhadap aktivitas (takikardi, 7. Membantu agar pasien dapat berlatih
4. tanda-tanda vital dalam batas disritmia, sesak nafas, diaporesis, beraktivitas secara bertahap
normal (TD 120/80 mmHg, pucat, perubahan hemodinamik) 8. Mendorong pasien agar mau
N: 60-100 x/mnt, RR: 16- 6. Monitor pola tidur dan lamanya berpartisipasi dalam aktivitasnya
o
20x/mnt, S: 36-37,5 C). tidur/istirahat pasien 9. Mencegah terjadinya cedera saat
7. Kolaborasikan dengan Tenaga beraktivitas
Rehabilitasi Medik dalam 10. Memberikan reinforcement positif
merencanakan progran terapi yang ketika pasien telah mampu beraktivitas
tepat sesuai latihan yang diberikan
8. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
9. Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
10. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
3 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat pemahaman pasien 1. Mempermudah dalam memberikan
berhubungan keperawatan selama 3x20 tentang penyakitnya penjelasan pada klien
dengan kurang menit, terjadi peningkatan 2. Jelaskan tentang proses penyakit 2. Meningkatkan pengetahuan dan
informasi terkait pemahaman pasien dan (tanda dan gejala), identifikasi
mengurangi cemas
proses penyakit dan keluarga tentang penyakitnya kemungkinan penyebab. Jelaskan
pengobatannya dengan kriteria hasil: kondisi pasien 3. Mempermudah dalam perencanaan
 Pasien mampu 3. Jelaskan tentang program tindakan selanjutnya
mengutarakan pemahaman pengobatan dan alternatif 4. Mencegah keparahan penyakit
tentang proses penyakit, pengobantan
 Memulai perubahan gaya 4. Diskusikan perubahan gaya hidup 5. Memberi gambaran tentang pilihan
hidup yang diperlukan dan yang mungkin digunakan untuk terapi yang bisa digunakan
ikut serta dalam regimen mencegah komplikasi 6. Meminimalkan terjadinya keparahan
5. Diskusikan tentang terapi dan
perawatan. karena keterlambatan penanganan
pilihannya
6. Jelaskan pada pasien dan keluarga
bila ada tanda-tanda kegawatan
yang harus segera dibawa ke
pelayanan kesehatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abses hepar adalah rongga yang berisi nanah pada hati yang disebabkan oleh infeksi.
Abses hepar kebanyakan disebabkan oleh kuman gram negatif yang salah satunya adalah
E.coli. Abses hepar biasa menyebabkan pola aktivitas penderita menurun, kebutuhan dasar
juga terhambat dan terlebih pada proses metabolic hati menurun. Komplikasi yang sering
terjadi yaitu berupa reptur abses sebesar 5 - 15,6% dan kadang-kadang terjadi superinfeksi,
terutama setelah aspirasi atau drainase.
Adapun cara pengobatan abses hepar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui
kemoterapi dan Aspirasi jarum.
Hasil akhir yang ingin dicapai dalam perawatan pasien abses hepar yaitu terpenuhinya segala
kebutuhan pasien dan pemahaman pasien terhadap perjalanan penyakit yang dideritanya serta
cara penanganan penyakit dengan sebelumnya memberikan Health Education.
DAFTAR PUSTAKA

Aru, W. Sudoyo, dkk. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat.
Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI.
Cameeron. (1995). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Mansjoer, Arief. dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta :
Media Aesculapius. Halaman 512.
Microsoft Encantta Reference Library.( 2004 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf
Diphteria/ Fusa bakteriun necrosphorum.
Dengoes, et al ( 2000 ). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: Buku
kedokteran ECG.
Harjono, dkk. (1996). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku kedokteran
EGC.
Abseshepar.(online).http://netralcollection knowledge .blogspot. com /2015 /01/abses-
hepar.html. Diakses 16 Januari, 2012
http://cwechadel.blogspot.com/2015/01/askep-abses-hepar.html

Anda mungkin juga menyukai