CKR Firda
CKR Firda
Disusun oleh :
Di susun oleh :
Firda Nur Rosidah (14401.16.17013)
1.1. Pengertian
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif , psikososial, bersifat
temporer atau permanen.
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak.
Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun
trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,
iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral do
sekitar jaringan otak.
1.2. Etiologi
1 Trauma tajam adalah trauma yang disebabkan oleh benda tajam yang
dapat mengakibatkan cedera setempat dan menimbulkan cedera local.
Kerusakan local meliputi Contosio serebral,hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
2 Trauma tumpul trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh menyebabkan kerusakan secara luas dan terjadi dalam 4
bentuk yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan
otak menyebar, multiple pada otak koma terjadi karena cedera
menyebar pada hemisfer,cerebral,batang otak atau keduanya
1.3. Klasifikasi
Cedera Kepala menurut dewantoro, dkk (2007) di klasifikasikan menjadi 3
kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasglow Coma Scale) adalah sebagai
berikut :
Penentuan Deskripsi
Keparahan
Minor/ringan GCS 13-15
Sadar penuh, membuka mata bila dipanggil. Dapat
terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit dan disorientasi. Tidak ada
fraktur tengkorak, tidak ada kontusia, cerebral dan
hematoma.
Sedang GCS 9-12
Kehilangan kesadaran, namun masih menuruti perintah
yang sederhana atau amnesia lebih dari 30 mneit tetapi
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
Berat GCS 3-8
Kehilangan kesdaran dan atau terjadi amnesia lebih
dari 24 jam. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi,
atau hematoma intracranial. Dengan perhitungan GCS
sebagai berikut :
Eye : nilai 1 atau 2
Motorik : nilai 5 taau <5
Verbal : nilai 2 atau 1
Trauma Kepala
Terputusnya kontinuitus
jaringan kulit, otot dan Terputusnya kontinuitus Kerusakan saraf otak
jaringan (contusio, laserasi)
vaskuler
Gangguan Perdarahan
Perubahan sirkulasi Produl ATP
autoregulasi hematoma
CSS menurun
Kekurangan energi
Edema
cerebral Nyeri akut
Proses dalam
metabolisme otak
terganggu fatig
Resiko ketidakefektifan
Penurunan perfusi jaringan serebral Peningkatan TIK Defisit
suplai darah dan perawatan diri
oksigen
Perubahan pola
nafas Sesak
Anoreksia
Ketidakefektifan
pola nafas Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
1.6 Pemeriksaan Penunjang
a) CT Scan: tanpa/dengan kontras mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b) Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c) X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
d) Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
e) Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
f) MRI (Magnetic Resonance Imaging) : untuk mengevaluasi cedera
vascular serebral dengan cara noninvasive.
g) EEG (elektro ensefalogram) : mengukur aktivitas gelombang otak
disemua regio korteks dan berguna dalam mendiagnosis kejang serta
mengaitkan pemeriksaan neurologis abnormal.
h) BAER (Brainsteam Auditory Evoked Responses) dan SSEP
(Somatosensory Evoked Potensial) : pemeriksaan prognostic yang
bermanfaat pada pasien cedera kepala. Hasil abnormal dari salah satu
pemeriksaan tersebut dapat membantu menegakan diagnosis disfungsi
batang otak yang tidak akan menghasilkan pemulihan fungsional yang
bermakna.
1.7 Komplikasi
1 Edema Pulmonal
Komplikasi paru-paru yang paling serius pada pasien cedera
kepala adalah edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari
gangguan neurologis atau akibat dari sindrom distress pernapasan
dewasa edema paru dapat terjadi akibat dari cedera pada otak yang
menyebabkan adanya refleks cushing.
2. Kebocoran Cairan Serebral
Hal yang umum pada beberapa pasien cedera kepala dengan
fraktur tengkorak untuk mengalami kebocoran CSS dari telinga atau
hidung. Ini dapat akibat dari fraktur pada fossa anterior dekat sinus
frontal atau dari fraktur tengkorak basiliar bagian petrous dari tulang
temporal
3. Kerusakan saraf cranial
1) Anosmia
Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi
pembauan yang jika total disebut dengan anosmia dan bila
parsial disebut hiposmia. Tidak ada pengobatan khusus bagi
penderita anosmia.
2) Gangguan penglihataN
Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah
mengalami cedera (trauma). Biasanya disertaihematoma di
sekitar mata, proptosis akibat adanya perdarahan, dan edema
di dalam orbita. Gejala klinik berupa penurunan visus,
skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative,
atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah
cedera yang mengakibatkan kebutaan, tarjadi atrofi papil yang
difus, menunjukkan bahwa kebutaan pada mata tersebut
bersifat irreversible.
3) Oftalmoplegi
Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola
mata, umumnya disertai proptosis dan pupil yang midriatik.
Tidak ada pengobatan khusus untuk oftalmoplegi, tetapi bisa
diusahakan dengan latihan ortoptik dini.
4) Paresis fasialis
Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan
pengecapan pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan
menutup mata, mulut moncong, semuanya pada sisi yang
mengalami kerusakan.
5) Gangguan pendengaran
6) Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya
disertai vertigo dan nistagmus karena ada hubungan yang erat
antara koklea, vestibula dansaraf. Dengan demikian adanya
cedera yang berat pada salah satu organtersebut umumnya juga
menimbulkan kerusakan pada organ lain
4. Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan
untuk memahami atau memproduksi bahasa disebabkan oleh penyakit
system saraf pusat. Penderita disfasia membutuhkan perawatan yang
lebih lama, rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah
komunikasi. Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk disfasia
kecuali speech therapy
5. Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau
kanan) merupakan manifestasi klinik dari kerusakan jaras
pyramidal di korteks, subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya
berkaitan dengan cedera kepala adalah perdarahan otak, empiema
subdural, dan herniasi transtentorial.
6. Sindrom pasca trauma kepala
Sindrom pascatrauma kepala (postconcussional syndrome)
merupakan kumpulan gejala yang kompleks yang sering dijumpai
pada penderita cedera kepala. Gejala klinisnya meliputi nyeri kepala,
vertigo gugup, mudah tersinggung, gangguan konsentrasi, penurunan
daya ingat, mudah terasa lelah, sulit tidur, dan gangguan fungsi
seksual.
7. Fistula karotiko-kavernosus
Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal
antara arteri karotis interna dengan sinuskavernosus, umumnya
disebabkan oleh cedera pada dasar tengkorak. Gejala klinik berupa
bising pembuluh darah (bruit) yang dapat didengar pemeriksa dengan
menggunakan stetoskop, disertai hyperemia dan pembengkakan
konjungtiva, diplopia dan penurunanvisus, nyeri kepala dan nyeri pada
orbita, dan kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata.
8. Epilepsi
Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul
dalam minggu pertama pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan
epilepsy yang muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late
posttraumatic epilepsy) yang pada umumnya muncul dalam tahun
pertama meskipun ada beberapa kasus yang mengalami epilepsi
setelah 4 tahun kemudian.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d Neuropati Perifer
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisik .
3. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuluskeletal.
INTERVENSI
No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Gangguan integritas Perawatan Integritas kulit (I.13531)
kulit/jaringan b.d 1. Observasi
Neuropati Perifer - Identifikasi penyebabb
gangguan integritas kulit
2. Terapeutik
- Gunakan produk
berbahan
petroleum/minyak pada
kulit kering
- Gunakan produk
berbahan ringan/alami
dan hipoalergic pada
kulit sensitive
- Hindari produk berbahan
dasar alcohol pada kulit
kering
3. Edukasi
- Ajnjurkan menggunakan
pelembab
- Anjurkan minum air yang
cukup
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatakan
asupan buah dan sayur
- Anjurkan mengindari
terpapar suhu ekstrim
- Anjurkan menggunakan
taber surya SPF mi,30
saat berda di luar rumah
Anjurkan mandi dan menggunakan
mandi secukupnya
2. Nyeri akut Setelah Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan dengan dilakukan 4. Observasi
agen pencendera tindakan - Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisik .
keperawatan durasi, frekuensi, kualitas,
selama 2x 24 intensitas nyero
jam Nyeri - Identifikasi skala nyeri
berkurang dan - Identifikasi respon nyeri
mobilitas fisik - Non verbal
meningkat - Identifikasi faktir yang yang
memperberat dan memperingan
nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan
keyaninan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
1. Terapeutik
- Berikan tekhnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitas istiraht dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
2. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
- Ajarkan tekhnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
3. Kalaborasi
Kalaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
3. Defisit perawatan Dukungan perawatan diri
diri b.d gangguan 1. Observasi
muskuluskeletal. - Identifikasi kebiasaan
aktivitas perwatan diri sesuai
usia
- Monitor tingkat kemandirian
- Identifikasi kebutuhan alat
bantu kebersihan diri,
berpakaian, berhias,, dan
makan
2. Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang
terapeutik
- Siapkan keperluan pribadi
- Damping dalam perawatan
diri sampai mandiri
- Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
- Fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
3. Edukasi
- Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsistrn susai kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
Adams, et al., (2007). American of Academy of Neurology affirms the value of this
guidelineasan Quality of Care Outcames in Research Interdiciplinary
Working. Groups. Stroke,;38:16655-1771. Journal Of Nursing 1(1).
Hudak dan Gallo. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kementerian Kesehatan RI, (2013), Pusat Data dan Informasi Kesehatan, Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafa. Jakarta : Salemba Medika.
Wijaya, S.A & Putri, M.Y. (2013). Keperawatan Medikal bedah 2.Yogyakarta :
Salemba Medika.