Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM

ENZIM KATALASE

Disusun oleh :
1. Nurul Halimah (14304241012)
2. Hindun Hidayatun Naimah (14304241013)
3. Lailatul Fitriyah (14304241015)
4. Rizky Mar’atun Nafis (14304141017)
5. Dhias Kartika Ningrum (14304241024)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada metabolisme bahan-bahan makanan yaitu karbohidrat, protein dan
lemak akan menghasilkan CO2 dan H2O dan energi yang diperlukan oleh tubuh
dala bentuk ATP. Dari ketiga bahan makanan tersebut, penghasil energi yang
paling mudah adalah karbohidrat. Metabolisme sangat bergantung pada peran
enzim. Enzim berperan sebagai pemercepat reaksi metabolisme didalam tubuh
makhluk hidup, akan tetapi enzim tidak ikut bereaksi. Enzim merupakan
pengatur suatu reaksi. Bahan tempat enzim bekerja disebut substrat. Sedangkan
bahan baru atau materi disebut produk.
Enzim merupakan istilah yang diciptakan oleh Friedrich Wilhelm Kuhne
pada 1878 untuk menunjukkan zat katalitik aktif yang sebelumnya disebut
ferment. Diperoleh dari kata-kata Yunani en,”dalam”, dan zyme, “ragi”. Enzim
dikenal pertama kali sebagai protein oleh Sumner pada tahun 1926 yang telah
berhasil mengisolasi urease dari “kara pedang” jack bean. Urease adalah enzim
yang dapat menguaraikan urea menjadi CO2 dan NH3.
Enzim katalase dapat ditemukan pada jaringan hewan, tumbuhan, dan
golongan mikroorganisme. Enzim katalase berfungsi untuk menguraikan H2O2
menjadi H2O dan O2. Yaitu pengubahan suatu senyawa bersifat toksik menjadi
non toksik. Dalam reaksinya, aktivitas enzim dipengaruhi oleh faktor suhu, pH,
konsentrasi substrat dan lainnya. Untuk membuktikan keberadaan enzim
katalase serta adanya pengaruh pH dan suhu terhadap kerja enzim serta untuk
menunjukkan pH dan suhu optimum yang dimiliki enzim katalase, maka
dilakukan percobaan enzim katalase dengan bahan jaringan hewan (cacing) dan
jaringan tumbuhan (kecambah).

B. Tujuan Kegiatan
1. Untuk melacak dan manunjukkan keberadaan enzim katalase dalam jaringan
hewan dan tumbuhan (cacing dan kecambah).
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan H202 dan jaringan katalase
(cacing dan kecambah) pada aktivitas enzim katalase.
3. Untuk mengetahui pengaruh pH dan temperature pada aktivitas katalase
pada cacing dan kecambah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Enzim
Enzim merupakan makromolekul yang mempercepat reaksi kimia dalam
sel (Campbell dan Reece, 2008). Proses metabolisme dalam tubuh organisme
membutuhkan enzim untuk menunjang kerjanya agar berjalan sebagaimana
mestinya. Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja
dengan urutan-urutan yang teratur. Enzim mengkatalis ratusan reaksi bertahap
yang menguraikan molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah
energi kimiawi dan yang membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana
(Lehninger, 1982).
Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein dan
aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein.
Sebagai contoh, jika suatu enzim didihkan dengan asam kuat atau diinkubasi
dengan tripsin, yaitu perlakuan yang memotong rantai polipeptida, aktivitas
katalitiknya biasanya akan hancur ; hal ini memperlihatkan bahwa struktur
kerangka primer protein enzim dibutuhkan untuk aktivitasnya. Enzim, seperti
protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari kira-kira 12000
sampai lebih dari 1000000 (Lehninger,1982).
Enzim mempunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada satu reaksi saja.
Suatu enzim ukuran yang lebih besar daripada substratnya. Oleh karena itu
tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat, bagian enzim
yang mengadakan hubungan dengan substrat disebut bagian aktif daripada
enzim.
Fungsi suatu enzim adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang
terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi
108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan
tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di
samping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi (Poedjiadi, 1994).
B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim
1. Pengaruh Suhu
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu. Untuk enzim hewan
suhu optimal antara 35°C dan 40°C, yaitu suhu tubuh. Pada suhu di atas dan
di bawah optimalnya, aktivitas enzim berkurang. Di atas suhu 50°C enzim
secara bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu
100°C semua enzim rusak. Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak
benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat banyak berkurang. Enzim
memiliki suhu optimum yaitu sekitar 18-230C atau maksimal 400C karena
pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu
bentuk protein. Suhu yang tinggi akan menaikkan aktivitas enzim namun
sebaliknya juga akan mendenaturasi enzim (Martoharsono, 1994).
2. Pengaruh pH
pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi
sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi
beberapa enzim hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai
contoh, pepsin, enzim yang dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi
dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2 (Gaman & Sherrington, 1994).
3. Konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim
Katalisis terjadi hanya jika enzim dan substrat membentuk suatu
kompleks. Oleh sebab itu, laju reaksi bergantung pada jumlah enzim dan
substrat yang berhasil membentuk kompleks. Jika konsentrasi keduanya
tinggi, jumlah kompleks yang mungkin terbentuk juga tinggi. Jika substrat
cukup tersedia, penggandaan konsentrasi enzim menyebabkan laju reaksi
meningkat dua kali lipat. Jika kemudian substrat menjadi faktor pembatas,
maka penambahan enzim selanjutnya tidak lagi mempengaruhi laju reaksi.
4. Pengaruh produk reaksi
Laju reaksi enzimatik dapat diketahui dengan cara mengukur laju
pengurangan substrat atau dengan laju terbentuknya produk. Dengan kedua
pendekatan ini diketahui bahwa laju reaksi berlangsung semakin lama
semakin lambat. Penurunan laju reaksi ini, kadang disebabkan oleh
denaturasi protein selama pengukuran berlangsung, tetapi faktor lain juga
berperan. Satu faktor yang paling penting adalah pengaruh dari penurunan
konsentrasi substrat dan penimbunan produk reaksi.
5. Pengaruh Unsur atau Senyawa Penghambat Enzim (Inhibitor)
Beberapa bahan asing dapat menghalangi efek katalitik enzim.
Beberapa diantaranya adalah unsur-unsur anorganik seperti beberapa kation
logam dan beberapa senyawa organik tertentu. Kedua kelompok
penghambat ini dibedakan berdasarkan pengaruhnya yang bersifat
kompetitif dan non-kompetitif dengan substrat.
Penghambat kompetitif umumnya mempunyai struktur mirip dengan
substrat sehingga dapat berkompetisi untuk mendapatkan sisi aktif enzim.
Jika penggabungan antara enzim dan penghambat terjadi, maka konsentrasi
enzim yang efektif menjadi menurun, sebagai akibatnya tentu laju reaksi
juga akan menurun.(Lakitan,B.,2011).
D. Enzim Katalase
Katalase merupakan enzim yang mengkatalisa penguraian hidrogen
peroksida menjadi H2O dan O2. Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap
sel karena bahan ini menginaktifkan enzim dalam sel. Hidrogen peroksida
terbentuk sewaktu metabolisme aerob, sehingga mikroorganisme yang tumbuh
dalam lingkungan aerob pasti menguraikan bahan tersebut (Lay, 1994 dalam
Amalia, 2013).
Katalase merupakan suatu enzim yang terdiri dari 4 subunit protein.
Setiap subunitnya megandung gugus Fe (III) yang terikat pada sisi aktifnya.
Selain itu tiap subunit biasannya juga mengandung satu unit NADPH yang
membantu menstabilkan enzim. Katalase ditemukan pada darah, sumsum
tulang belakang, membran mukosa, jantung, ginjal dan hati. Sehingga pada
organisme letak enzim katalase paling banyak terdapat di bagian abdomen.
Katalase termasuk dalan enzim oksido reduktase.
Cacing tanah (L. rubellus) banyak mengandung protein 64 - 76 dan
mengandung asam amino prolin sekitar 15 % dari 62 asam amino (Cho et al.,
1998 dalam Damayanti, 2009). Didalarn ekstrak cacing tanah juga terdapat zat
antipurin, antipiretik, antidota, vitamin dan beberapa enzim misalnya
lumbrokinase, peroksidase, katalase dan selulose yang berkhasiat untuk
pengobatan (Priosoeryanto 2001 dalam Gustina, 2012).
Sebagaimana hewan, tumbuhan juga memerlukan respirasi guna
mempertahankan hidupnya. Mekanisme respirasi pada tumbuhan erat
kaitannya dengan proses fotosintesis. P roses fotosintesis tuumbuhan dibantu
dengan adanya cahaya matahari dan klorofil yang mengubah air dan
karbondioksida menjadi oksigen melalui proses fotolisis dan energi yang
digunakan untuk metabolisme, misalnya untuk pertumbuhan dan melakukan
kegiatan di dalam hidupnya, misalnya untuk pertumbuhan, pembentukan
protein mengangkut mineral dari dalam tanah, berkembang biak, serta
melakukan proses fotosintesis. Tumbuhan juga memiliki enzim katalase untuk
memecah hidrogen peroksida yang dihasilkan saat respirasi agar tidak
keracunan. Pada umbuhan muda atau biji yang sedang berkecambah aktivitas
respirasinya sangat aktif dibandingkan dengan tumbuhan yang tua sehingga
kandungan enzim katalase pada tumbuhan muda lebih banyak.
Reaksi pemecahan hidrogen peroksida oleh enzim katalase :
BAB III
CARA KERJA

A. Keberadaan enzim katalase


1. Pada Cacing
a. Melihat keberadaan enzim katalase

Memotong cacing menjadi tiga bagian (bagian anterior, abdomen, dan


posterior)

Memasukkan masing-masing sampel pada tabung reaksi yang telah berisi 1


ml H2O2

Menghubungkan masing-masing tabung reaksi dengan tabung berskala


yang penuh berisi air dengan selang plastik

Mencatat jumlah gelembung, lama terbentuk gelembung dan melakukan tes


nyala.

b. Melihat pengaruh penambahan H2O2 dan jaringan

Melakukan langkah yang sama seperti kegiatan (a)

Setelah tidak terbentuk gelembung lagi, manambahkan 1 ml H2O2 pada


masing-masing tabung

Mengamati tabung reaksi yang mengalami reaksi penguraian H2O2 lagi

Mengulangi langkah diatas dengan mengganti H2O2 dengan jaringan


(anterior, abdomen, posterior)
2. Pada Kecambah
a. Melihat keberadaan enzim katalase

Menyiapkan kecambah ( kecambah hijau, kecambah muda dan kecambah


tua)

Memasukkan masing-masing sampel pada tabung reaksi yang telah berisi 1


ml H2O2

Menghubungkan masing-masing tabung reaksi dengan tabung berskala


yang penuh berisi air dengan selang plastik

Mencatat jumlah gelembung, lama terbentuk gelembung dan melakukan tes


nyala.

b. Melihat pengaruh penambahan H2O2 dan jaringan

Melakukan langkah yang sama seperti kegiatan (a)

Setelah tidak terbentuk gelembung lagi, manambahkan 1 ml H2O2 pada


masing-masing tabung

Mengamati tabung reaksi yang mengalami reaksi penguraian H2O2 lagi

Mengulangi langkah diatas dengan mengganti H2O2 dengan jaringan


(anterior, abdomen, posterior)

B. Pengaruh pH pada aktivitas enzim katalase


1. Pada Cacing
2. Pada Kecambah
C. Pengaruh suhu pada aktivitas enzim katalase
1. Pada Cacing
2. Pada Kecambah

Rangkaian Alat / Skema Alat


BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Pengamatan


1. Keberadaan Enzim Katalase
a. Cacing
1) Keberadaan Katalase pada Cacing
Jumlah gelembung Lama terbentuk
Sampel Tes nyala
(ml) gelembung
Anterior 1 6 menit 39 detik ++
Abdomen 2 7 menit 26 detik +++
Posterior 2,5 6 menit 26 detik ++++

2) Penambahan Jaringan
Jumlah gelembung Lama terbentuk
Sampel Tes nyala
(ml) gelembung
Anterior 1,5 5 menit 8 detik +++
Abdomen 3,5 6 menit 9 detik ++++
Posterior 1,75 6 menit 50 detik ++

3) Penambahan H2O2
Jumlah gelembung Lama terbentuk
Sampel Tes nyala
(ml) gelembung
Anterior + 1→2 5 menit 15 detik → ++++
H2O2 10 menit 16 detik
Abdomen + 4,5 → 6 4 menit 17 detik → +++++
H2O2 9 menit 33 detik
Posterior + 1
H2O2
b. Kecambah
1) Keberadaan Katalase pada Kecambah
Jumlah Lama terbentuk
Sampel Tes nyala
gelembung (ml) gelembung
Kacang hijau 0 5 menit -
Kecambah muda 2 5 menit ++
Kecambah tua 6,5 5 menit +++

2) Penambahan H2O2
Jumlah Lama terbentuk
Sampel Tes nyala
gelembung (ml) gelembung
Kacang hijau 0 5 menit ++
Kecambah muda 6,5 26 menit +++
Kecambah tua 8,5 34 menit ++++

3) Penambahan jaringan
Jumlah Lama terbentuk
Sampel Tes nyala
gelembung (ml) gelembung
Kacang hijau 0 5 menit +
Kecambah muda 5,5 5 menit ++
Kecambah tua 6 5 menit +++

2. Pengaruh pH pada Aktivitas Enzim Katalase


a. Cacing
b. Kecambah
No Ph Sampel Jumlah Lama Tes Nyala
Gelembung pengamatan
(menit)
1. 1 Kecambah muda - 5 -
6-7 Kecambah muda 5 5 ++
12 Kecambah muda - 5 -
2. 1 Kecambah sedang - 5 +
6-7 Kecambah sedang - 5 +++
12 Kecambah sedang 3 5 ++
3. 1 Kecambah tua 80 5 ++
6-7 Kecambah tua 25 5 +++
12 Kecambah tua 60 5 +

3. Pengaruh Suhu pada Aktivitas Enzim Katalase


a. Cacing
Jumlah Tes
Suhu Sampel Lama Terbentuk
Gelembung Nyala
Anterior 0 0 -
50C Abdomen 0 0 -
Posterior 0 0 -
Anterior 23 5 menit +
270C Abdomen 247 5 menit +
Posterior 35 5 menit +
Anterior 60 +3 Menit ke 1 dan 3 +
Menit ke 1-2 dan 3-
780C Abdomen 24+8+47 +
5
Posterior 80+1 Menit ke 1-2 +

b. Kecambah
Suhu 6 oC
Kecambah Banyak Gelembung Lama Nyala Api (detik)
Muda 0 -
Tua 0 -
Biji 0 -

Suhu 26 0C
Kecambah Banyak Gelembung Lama Nyala Api (detik)

Muda 20 9
Tua 55 15
Biji 0 -

Suhu 75 0C
Kecambah Banyak Gelembung Lama Nyala Api (detik)
Muda 53 16
Tua 94 18
Biji 50 14

B. Pembahasan
1. Keberadaan Enzim Katalase pada Cacing dan Kecambah
Praktikum dengan topik enzim katalase yang dilaksanakan pada Senin,
20 April 2015 ini bertujuan untuk melacak dan menunjukkan keberadaan
enzim katalase dalam jaringan hewan dan tumbuhan, untuk mengetahui
pengaruh penambahan H2O2 dan jaringan katalase pada aktivitas enzim
katalase dan untuk mengetahui pengaruh pH dan temperatur pada aktivitas
katalase.
Enzim katalase merupakan enzim yang dapat ditemukan pada jaringan
hewan, tumbuhan dan golongan mikroorganisme yang berfungsi untuk
menguraikan hidrogen peroksida (H2O2) yang tidak baik bagi tubuh
makhluk hidup. Senyawa H2O2 yang ada dalam tubuh sangat berbahaya.
Maka enzim katalase menguraikan H2O2 menjadi H2O dan gas O2 yang
tidak berbahaya bagi tubuh. Seperti halnya kerja enzim yang lain, kerja
enzim katalase juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi
enzim, substrat, dan kofaktor, suhu, pH, dan inhibitor.
Data hasil percobaan enzim katalase secara lebih lanjut akan dibahas
sebagai berikut.
1. Keberadaan katalase
Enzim katalase adalah enzim yang dapat menguraikan hidrogen
peroksida (H2O2) yang tidak baik bagi tubuh makhluk hidup menjadi
air (H2O) dan oksigen (O2) yang sama sekali tidak berbahaya. Enzim
katalase paling banyak ditemukan pada sistem pencernaan.
Keberadaan enzim katalase dapat dibuktikan dengan adanya
gelembung dan uji nyala api yang dipakai untuk mengetahui adanya
oksigen dari penguraian H2O2. Untuk membuktikan hal tersebut,
dalam percobaan ini digunakan bahan cacing dan kacang hijau.
Pada penggunaan bahan cacing sebagai ekstrak, cacing tersebut
dibagi menjadi 3 bagian yaitu anterior, abdomen dan posterior. Pada
anterior diperoleh gelembung sebanyak 1 ml selama 6 menit 39 detik,
pada abdomen 2 ml dengan lama terbentuk gelembung 7 menit 26
detik, dan pada posterior 2,5 ml dengan lama terbentuk gelembung 6
menit 26 detik. Setelah gelembung sudah tidak terbentuk, dilakukan
tes nyala pada gas yang dihasilkan masing-masing bagian dan
memberikan hasil nyala paling terang adalah pada bagian posterior,
kemudian abdomen dan yang terakhir adalah anterior. Dari data
tersebut didapatkan bahwa ekstrak pada daerah posterior
menghasilkan gelembung lebih banyak dan tes nyala yang paling
terang daripada ekstrak bagian anterior dan abdomen. Hal ini tidak
sesuai dengan teori yang ada bahwa enzim katalase banyak terdapat
pada sistem pencernaan yang terletak pada bagian abdomen, sehingga
seharusnya pada daerah abdomen menghasilkan gelembung lebih
banyak dan saat diuji nyala api pun bagian abdomen menghasilkan
nyala api paling terang dengan alasan karena enzim katalase pada
bagian abdomen lebih banyak sehinggga penguraian H2O2 menjadi O2
lebih banyak. Ketidaksesuaian dengan teori ini mungkin disebabkan
karena pembagian tubuh cacing menjadi anterior, abdomen dan
posterior tidak dilakukan secara tepat sehingga tidak didapatkan
bagian-bagian tubuh yang sesuai.
Enzim katalase tidak hanya ditemukan dalam sel-sel manusia
dan hewan, namun sel-sel tumbuhan juga memiliki enzim tersebut
sebagai salah satu komponen metabolismenya. Enzim katalase pada
tumbuhan diproduksi oleh peroksisom dan aktif dalam melakukan
reaksi oksidatif bahan-bahan yang dianggap toksik oleh tanaman,
seperti hidrogen peroksida (H2O2).
Percobaan yang kedua yaitu dilakukan pada kacang hijau,
dengan menggunakan 3 sampel, yaitu biji, kecambah muda, dan
kecambah tua. Pada percobaan diperoleh hasil pada ekstrak biji
kacang hijau tidak dihasilkan gelembung selama 5 menit, ekstrak
kecambah muda menghasilkan 2 ml gelembung selama 5 menit, dan
pada kecambah kecambah tua dihasilkan 6,5 ml gelembung dengan
lama terbentuknya juga 5 menit. Setelah dilakukan uji nyala, nyala
paling terang didapatkan pada ekstrak kecambah tua, kemudian
kecambah muda dan pada biji uji nyalanya negatif karena tidak
dihasilakn gelembung sama sekali. Pada biji terdapat sedikit enzim
katalase tetapi kerja enzim tidak optimal karena pada biji berada fase
dormansi sehingga belum aktif, pada kecambah muda enzim mulai
aktif sehingga jumlah sedikit meningkat, dan pada kecambah tua,
enzim katalase mulai banyak melakukan aktifitas sehingga katalase
yang dibutuhkan juga meningkat, maka pada percobaan kecambah tua
menghasilkan gelembung paling banyak dan saat di uji nyala api
terlihat paling terang karena banyak menghasilkan O2.
2. Penambahan H2O2
Penambahan H2O2 pada percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penambahan substrat terhadap aktivitas enzim
katalase. Pada percobaan ini, bahan yang digunakan adalah cacing dan
biji kacang hijau sebagai sumber enzim katalase, serta H2O2 sebagai
substrat yang akan diuraikan oleh enzim katalase. Bahan yang berupa
cacing dipotong menjadi 3 bagian, yaitu anterior, abdomen dan
posterior. Setelah itu, bagian-bagian tubuh cacing tersebut
dimasukkan pada tabung reaksi yang telah diisi dengan larutan
hidrogen peroksida atau H2O2 sebanyak 1 ml. Selanjutnya tabung
reaksi tersebut dihubungkan dengan tabung berskala yang penuh berisi
air dengan selang plastik. Setelah tidak terbentuk gelembung lagi,
pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan 1 ml H2O2.
Hasil yang diperoleh setelah ditambahkan H2O2 lagi adalah
terbentuk gelembung dengan urutan bagian abdomen cacing
menghasilkan paling banyak gelembung yaitu sebanyak 4,5 ml selama
4 menit 17 detik kemudian menjadi 6 ml saat pembentukan
gelembung sudah 8 menit 33 detik , bagian anterior sebanyak 1 ml
selama 5 menit 15 detik kemudian menjadi 2 ml pada saat
pembentukan gelembung suda 10 menit 16 detik, dan bagian posterior
sebanyak 1 ml gelembung. Pada tes nyala, ekstrak yang memberikan
nyala paling terang adalah bagian abdomen, kemudian anterior dan
yang paling redup adalah bagian posterior. Bagian abdomen cacing
menghasilkan jumlah gelembung yang lebih banyak dan tes nyala
yang paling terang dibandingkan bagian posterior dan anterior setelah
ditambahkan H2O2 lagi, hal ini disebabkan karena pada bagian
abdomen cacing terdapat sistem pencernaan yang terdapat banyak
enzim. Sehingga pada saat penambahan substrat berupa H2O2 masih
terdapat sisa sisi aktif dari enzim katalase setelah reaksi pertama.
Selain itu, jika dibandingkan dengan percobaan 1, pada bagian
abdomen menghasilkan jumlah gelembung lebih banyak dengan lama
waktu pembentukannya lebih pendek. Hal ini menunjukkan bahwa
kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim katalase dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat (H2O2), kecepatan reaksi akan meningkat hingga
mencapai titik tertentu, diatas ambang tertentu peningkatan
konsentrasi substrat tidak merubah laju reaksi secara signifikan.
Percobaan penambahan H2O2 juga dilakukan pada biji kacang
hijau yang terdiri atas 3 yaitu biji, kecambah muda dan kecambah tua.
Pada biji, setelah penambahan H2O2 yang kedua tetap tidak
menghasilkan gelembung dalam waktu 5 menit, kecambah muda
menghasilkan gas sebanyak 6,5 ml dengan lama terbentu gelembung
26 menit dan pada kecambah tua menghasilkan 8,5 ml gelembung.
Setelah di tes nyala, kecambah tua memberikan nyala paling terang
dibandingkan dengan kecambah muda dan biji, hal ini menunjukkan
bahwa pada kecambah tua menghasilkan lebih banyak oksigen.
Kecambah tua menghasilkan banyak gas berupa oksigen setelah
penambahan H2O2 yang kedua karena kecambah tua memiliki enzim
katalase lebih banyak dibandingkan pada kecambah muda dan biji
sehingga didalamnya masih terdapat banyak sisi aktif enzim katalase
yang bebas. Jika dibandingkan dengan percobaan 1, gelembung yang
dihasilkan pada percobaan penambahan H2O2 lebih banyak akan tetapi
membutuhkan waktu yang lebih panjang dimana seharusnya waktu
yang dibutuhkan adalah lebih pendek karena konsentrasi substrat
mempengaruhi kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim.
Ketidaksesuaian ini mungkin disebabkan karena pada reaksi yang
pertama sebelum ditambahkan substrat (H2O2) kecepatan reaksi sudah
mencapai titik optimal sehingga penambahan konsentrasi substrat
tidak merubah laju reaksi secara signifikan.
Penambahan konsentrasi H2O2 yaitu berfungsi untuk mengetahui
apakah masih ada sisa sisi aktif dari enzim katalase setelah reaksi
pertama. Ketika konsentrasi H2O2 ditambahkan dan masih terdapat
gelembung yang terbentuk, ini membuktikan masih banyak sisi aktif
dari enzim katalase yang mampu menguraikan H2O2 menjadi oksigen
(O2) dan air (H2O). Contohnya pada abdomen cacing dan kecambah
tua masih terdapat banyak gelembung (reduksi H2O2 menjadi air), dan
nyala api yang terang (reduksi H2O2 menjadi oksigen) sehingga dapat
diketahui bahwa 2 sampel tersebut banyak mengandung enzim
katalase. Selain itu, penambahan substrat juga berfungsi untuk
menunjukkan pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi
yang dikatalisis oleh suatu enzim yaitu ketika konsentrasi substrat
dinaikkan maka kecepatan reaksi akan meningkat hingga mencapai
titik tertentu, tetapi diatas ambang tertentu peningkatan konsentrasi
substrat tidak merubah laju reaksi secara signifikan.
3. Penambahan jaringan
Penambahan jaringan pada percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penambahan jaringan terhadap aktivitas
katalase. Pada percobaan ini, bahan yang digunakan adalah cacing dan
biji kacang hijau sebagai sumber enzim katalase, serta H2O2 sebagai
substrat yang akan diuraikan oleh enzim katalase. Bahan yang berupa
cacing dipotong menjadi 3 bagian, yaitu anterior, abdomen dan
posterior. Setelah itu, bagian-bagian tubuh cacing tersebut
dimasukkan pada tabung reaksi yang telah diisi dengan larutan
hidrogen peroksida atau H2O2 sebanyak 1 ml. Selanjutnya tabung
reaksi tersebut dihubungkan dengan tabung berskala yang penuh berisi
air dengan selang plastik. Setelah tidak terbentuk gelembung lagi,
pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan jaringan yang sama.
Hasil yang diperoleh setelah ditambahkan jaringan lagi adalah
terbentuk gelembung dengan urutan bagian abdomen cacing
menghasilkan paling banyak gelembung yaitu sebanyak 3,5 ml dengan
lama terbentuk gelembung 6 menit 9 detik, kemudian bagian posterior
menghasilkan gelembung sebanyak 1,75 ml dengan lama terbentuk
gelembung 6 menit 50 detik dan yang terakhir adalah bagian anterior
yang menghasilkan gelembung sebanyak 1,5 ml dengan lama
terbentuknya 5 menit 8 detik. Setelah dilakukan tes nyala, bagian yang
memberikan nyala paling terang adalah bagian abdomen, kemudian
anterior dan posterior. Jika dibandingkan antara jumlah gelembung
yang dihasilkan dan lama terbentuknya gelembung bagian abdomen
pada percobaan 1 dan percobaan penambahan jaringan, jumlah
gelembung pada saat ditambahkan jaringan lebih banyak dengan
waktu yang lebih pendek. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan
reaksi enzimatik dipengaruhi oleh konsentrasi enzim. Ketika enzim
dinaikkan maka kecepatan reaksi akan semakin meningkat.
Pada percobaan penambahan jaringan dengan menggunakan
bahan biji kacang hijau yang terdiri atas 3 yaitu biji, kecambah muda
dan kecambah tua diperoleh hasil yaitu pada biji tetap tidak dihasilkan
gelembung, pada kecambah muda dihasilakn 5,5 ml gelembung
dengan lama terbentuk gelembung 5 menit dan kecambah tua
menghasilkan 6 ml gelembung dengan lama terbentuk gelembung 5
menit. Jika dibandingkan pada percobaan 1, pada percobaan
penambahan jaringan kecambah tua tidak dihasilkan lebih banyak
gelembung. Hal ini mungkin disebabkan karena H2O2 sudah banyak
diuraikan pada reaksi yang pertama sebelum ditambah jaringan.
Seharusnya gelembung yang terbentuk dan lama pembentukannya
lebih pendek karena konsentrasi enzim mempengaruhi kecepatan
reaksi enzimatik yaitu saat konsentrasi enzim dinaikkan maka
kecepatan reaksi akan semakin meningkat.
2. Pengaruh pH pada Aktivitas Enzim Katalase
a. Cacing
b. Kecambah
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap
aktivitas enzim katalase pada kecambah. Pada percobaan ini digunakan
tiga kecambah dengan umur yang berbeda yang kita sebut sebagai
kecambah muda(belum muncul bakal akar), kecambah sedang (sudah
mulai tumbuh bakal akar sedikit) dan kecambah tua (sedah menjadi
toge/akarnya sudah besar). Dilakukan uji dengan pH yang berbeda pula,
yaitu pH 1 (asam), pH 6-7 ( netral ) dan pH 12 ( basa ). Waktu untuk
masing-masing percobaan dibatasi selama 5 menit.
Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim katalase dapat diukur
berdasarkan jumlah gelembung yang dihasilkan dari pencampuran
kecambah yang dengan H2O2 dan tes nyala yang bertujuan untuk
mengetahui adanya oksigen. Gelembung yang dihasilkan ini kemudian
ditampung di dalam sebuah gelas ukur berisi air sehingga dapat
ditentukan volumenya. Dari data hasil percobaan diperoleh hasil pada
percobaan pertama yaitu menggunakan kecambah muda, pada pH 1
(asam) tidak terdapat gelembung dan tidak menyala ketika dilakukan
tes nyala. Pada pH 6-7 ( netral ) diperoleh 5 gelembung dan menyala
ketika dilakukan tes nyala. Pada pH 12 ( basa ) tidak ditemukan adanya
gelembung dan ketika dilakukan tes nyala, tidak meyala.
Pada percobaan kedua, menggunakan kecambah sedang, yaitu
kecambah yang mulai tumbuh sedikit bakal akar. Pada pH 1 ( asam )
tidak terdapat gelembung, akan tetapi menyala redup pada saat tes
nyala. Pada pH 6-7 (netral) sama halnya seperti pada tes sebelumnya
yaitu tidak terdapat gelembung dan juga menyala tetapi lebih terang.
Sedangkan pada pH 12 diperoleh 3 gelembung dan juga menyala pada
saat tes nyala.
Pada percobaan ketiga dengan menggunakan kecambah tua,
diperoleh hasil pada pH 1 (asam) terdapat 80 gelembung. Pada pH 6-7 (
netral ) diperoleh 25 gelembung dan pada pH 12 ( basa ) diperoleh 60
gelembung. Setelah dilakukan tes nyala pada masing-masing perlakuan,
diketahui bahwa semua menyala akan tetapi yang paling terang adalah
pada pH 6-7 (netral).
Berdasarkan hasil percobaan tersebut dapat diketahui bahwa pada
kecambah tua diperoleh jumlah gelembung yang paling banyak
dibanding lainnya. Hal ini sudah sesuai dengan teori, mahluk hidup
(kecambah tua) yang sudah dewasa melakukan metabolisme lebih
sempurna, sehingga dalam merombak H2O2 yang ada dalam tubuhnya
lebih banyak menghasilkan oksigen. Adanya oksigen ditunjukan
dengan tes nyala, apabila bara api menyala maka positif (+) terdapat
oksigen.
Akan tetapi pada percobaan ini juga terjadi kesalahan yaitu,
sehingga tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa enzim
katalase akan bekerja maksimum pada pH netral, yakni pH 6-7. Maka
pada pH yang asam maupun basa, kapasitas enzim katalase untuk
menguraikan H2O2 akan berkurang secara signifikan. Bahkan pada pH
tertentu enzim akan berhenti bekerja samasekali. pH optimum untuk
enzim ini adalah pH netral ( 6,5 – 7,5 ), sedangkan pada lingkungan
yang ber-pH asam atau basa, enzim ini akan mengalami denaturasi.
Dengan demikian reaksi pemecahan Hidrogen peroksida oleh enzim
katalase tidak dapat berlangsung di lingkungan asam maupun basa.
Selain itu terjadi kesalahan pada tes nyala, yang apabila sesuai
teori jika terdapat gelembung maka saat dilakukan tes nyala akan
menyala dan sebaliknya. Akan tetapi pada percobaan ditemukan bahwa
pada percobaan tidak ditemukan gelembung akan tetapi saat dilakukan
tes nyala, menyala.
Ketidak sesuaian hasil ini dapat disebabkan oleh beberapa hal,
sebagai berikut.
1. Kecambah yang tidak hancur sempurna (enzim katalase belum
seluruhnya terekstrak dari sel karena penghancuran sel yang tidak
optimum).
2. Pengocokan tabung reaksi yang kurang kuat.
3. Kebocoran sumbat karet tabung reaksi dan selang plastik.
4. Serta udara yang terperangkap di bagian atas gelas ukur sewaktu
dibalikkan.

3. Pengaruh Suhu pada Aktivitas Enzim Katalase


a. Cacing
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap
aktivitas enzim katalase pada cacing tanah. Organisme aerob dalam
melakukan respirasi untuk menunjang metabolismenya menghasilkan
zat toksik H2O2, bila tidak ada upaya pemecahan senyawa ini akan
mempengaruhi kinerja tubuh untuk metabolisme selanjutnya, sehingga
di dalam tubuh organisme dihasilkan enzim katalase yang memecah
H2O2 menjadi molekul air dan oksigen. Berikut persamaan reaksinya :

Uji enzim katalase pada cacing tanah ini dibagi dalam 3 bagian
tubuh yaitu anterior, abdomen dan posterior, sedangkan untuk suhu di
buat menjadi suhu rendah, suhu sedang (ruangan) dan suhu tinggi.
Pengamatan dilakukan masing-masing 5 menit untuk setiap suhu.
Tubuh cacing dibagi menjadi tiga bagian yaitu anterior, abdomen
dan posterior. Kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi yang sudah
diberi larutan hidrogen peroksida 1 ml. Uuntuk Suhu rendah digunakan
air es yang dicampur dengan air sedemikian sehingga suhunya menjadi
50C. Tabung reaksi disalurkan dengan gelas ukur berskala yang
diposisikan terbalik pada gelas ukur menggunakan selang. Posisi tabung
reaksi berada di baskom air es. Pada pengamatan bagian anterior,
abdomen dan posterior tidak terjadi gelembung dan saat dilakukan tes
nyala juga negatif. Setelah tabung reksi diangkat dari baskom es pada
tubuh cacing baik anterior, abdomen maupun posterior terdapat sedikit
busa yang menandakan tubuh cacing mengandung enzim katalase
namun pada suhu rendah enzim katalase ini tidak bekerja.
Pada percobaan kedua menggunakan suhu sedang atau suhu
ruangan. Rangkaian alat tidak direkayasa dalam suhu hanya diletakkan
dalam ruangan seperti biasa, kemudian tabung reaksi yang telah diberi 1
ml hidrogen peroksida tadi dimasukkan bagian tubuh cacing seperti pada
percobaan pertama. Pada tabung pertama (bagian anterior) selama 5
menit menghasilakn 23 gelembung dan menyala saat tes uji nyala.
Tabung kedua menghasilkan gelembung yang paling banyak yaitu 247
gelembung selama 5 menit dan menunjukkan hasil penurunan air yang
sangat signifikan pada gelas ukur. Pada saat tes nyala, bagian abdomen
ini menunjukkan bara yang lebih besar daripada bagian tubuh lain.
Sedangkan bagian posterior dalam 5 menint menghasilkan 35
gelembung, nyalanya lebih besar dari anterior namun lebih kecil
dibandingkan abdomen.
Uji suhu terakhir, yaitu suhu tinggi (780C) menggunakan pemanas
waterbath. Api diusahakan konstan sehingga suhu airpun konstan
ditunjuukan dengan adanya penanda termometer yang diletakkan
vertikal di dalam waterbath. Pada pengamatan bagian anterior
gelembung yang dihasilkan sebanyak 60 buah pada menit pertama dan 3
buah dapa menit ke 3 sedangkan untuk tes nyala, bara api menyala
namun tidak sebesar pada suhu ruangan atau percobaan kedua. Bagian
abdomen menghasilkan gelembung sebanyak 24 buah pada meni ke1
sampai 2 dan 55 gelembung pada menit ke 4 hingga 5. Tes nyala juga
menunjukkan hasil positif. Uji posterior juga menunjukkan hasil positif
pada tes nyala dan menghasilkan gelembung sebanyak 80 gelembung
setelah menit pertama dan satu gelembung lagi ketika memasuki menit
kedua.
Uji ini menunjukkan bahwa cacing tanah menghasilkan enzim
katalase untuk memecah hidrogen peroksida hasil dari metabolisme
respirasinya, yang ditunjukkan dengan adanya gelembung dan nyal api.
Gelembung tersebut menunjukkan adanya air dan nyala api
menunjukkan adanya oksigen. Setiap bagian cacing tanah baik anterior,
abdomen dan posterior menghasilkan enzim katalase namun
efektifitasnya berbeda bergantung pada pengaruh suhunya.

b. Kecambah
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suhu pada aktivitas enzim katalase pada kecambah. Katalase dapat
ditemukan di jaringan hewan, tumbuhan dan dan golongan
mikroorganisme. Katalase berfungsi untk menguraikan H2O2 yang bersifat
toksik menjadi H2O + O2 yang bersifat non toksik.
Langkah pertama dalam percobaan ini adalah menyiapkan 3 set
tabung reaksi serta mengisi masing-masing dengan satu ml H2O2.
Selanjutnya, memasukkan kecambah muda, tua, dan biji kacang hijau ke
dalam air yang bersuhu 60 cC selama 5-10 menit. Kemudian memasukkan
masing-masing bahan (0,5 gram) kedalam tabung reaksi pertama. Menutup
tabung dengan sumbat karet aatau gabus (kayu). Selanjutnya, memasukkan
kecambah muda, tua, dan biji kacang hijau ke dalam air yang bersuhu
260C selama 5-10 menit. Kemudian memasukkan masing-masing bahan ke
dalam (0,5) gram kedalam set tabung reaksi kedua, serta menutup tabung
dengan sumbat karet atau gabus (kayu). Untuk langkah yang ketiga yaitu
dengan memasukkan kecambah muda, tua, dan biji kacang hijau kedalam
air yang bersuhu 750 C selama 5-10 menit. Setalah itu, memasukkan ketiga
bahan pada set tabung reaksi ketiga sebanyak masing-masing 0,5 ml. Dan,
menutup tabung dengan sumbat karet atau gabus (kayu). STerakhir,
menghubungkan masing-masing tabung reaksi dengan tabung berskala
yang penuh berisi air dengan selang plastik. Kemudian, mencatat jumlah
gelembung, lama terbentuk gelembung, serta melakukan tes nyala. Reaksi
untuk masing-masing suhu (60C, 270C, 750C) dilakukan dal;am waktu
yang berbeda, namun dalam waktu yang sama untuk satu set percobaan
pada suhu tertentu. Pada uji ini, sasaran pengamatan ditujukan pada
pembentukan gelembung (jumlah gelembung), tes nyala, serta lama
terbentuknya gelembung.
Pada reaksi percobaan yang pertama, yaitu pada suhu 60 C pada
kecambah muda, kecambah tua serta biji kecambah, ketiganya tidak
menunjukkan reaksi positif untuk pembentukan gelembung serta nyala api.
Menurut teori, pada suhu rendah, reaksi kimia berlangsung lambat (Anna
Poedjadi dan Titin Supriyanti, 2006:159). Berdasarkan teori tersebut,
maka hasil praktikum sesuai dengan teori. Yaitu, apabila enzim berada
pada suhu rendah, maka reaksi kimia akan berjalan lambat, bahkan enzim
terkadang tidak aktif. Hal ini membuktikan jika enzim tidak dapat bekerja
pada suhu rendah karena reaksinya berjalan lambat atau enzim tiadak aktif
sehingga tidak dapat bereaksi dengan substrat.
Pada reaksi kedua, yaitu ketika kecambah muda dan kecambah
dewasa dimasukkan kedalam air yang bersuhu 260C , menunjukkan hasil
positif terhadap uji gelembung maupun tes nyala, kecuali pada biji kacang
hijau menunjukkan hasil negatif yaitu dengan tidak terbentuk gelembung
serta nyala api .Pada kecambah muda banyak gelembung yang terbentuk
sebanyak 20 gelembung serta uji nyala api positif. Sedangkan pada
kecambah tua, menunjukkan hasil gelembung yang positif dengan hasil
lebih banyak dari kecambah tua yaitu sebanyak 55 gelembung serta uji
nyala api positif. Hal ini juga sesuai dengan teori yang ada, yaitu bahwa
pada suhu yang lebih tinggi maka reaksi akan berjalan lebih cepat. Ini
ditunjukkan pada hasil percobaan kecambah tua dan muda yaitu
terbentuknya jumlah gelembung yang lebih banyak. Pada biji kecambah,
tidak berlangsungnya reaksi dimungkinkan karena biji merupakan organ
tumbuhan yang dorman sehingga belum terjadi aktivitas enzim di
dalamnya. Apabila terdapat aktivitas enzim , maka dapat di pastikan
bahwa aktivitas enzim berjalan sangat lambat karena pada biji belum
terdapat enzim pertumbuhan.
Pada reaksi yang terakhir, yaitu pada suhu 750C, pada masing-
masing bahan yaitu kecambah muda, kecambah tua, dan biji kacang hijau
menunjukkan hasil yang positif yaitu dengan terbentuk jumlah gelembung
sebanyak 94 pada biji kecambah tua, 53 pada biji kecambah muda, serta
50 gelembung untuk biji kecambah. Untuk uji nyala, ketiganya juga
menghasilkan reaksi positif yaitu dengan tebentuknya nyala api. Hal ini
menunjukkan bahwa pada kecambah tua, muda, serta biji kecambah
didalamnya terdapat enzim katalase yang berfungsi mengubah hydrogen
peroksida menjadi air dan oksigen. Uji gelembung yang positif,
menunjukkan bahwa enzim menghasilkan air, sedangkan uji nyala api
menunjukkan bahwa reaksi enzim menghasilkan oksigen. Akan tetapi,
pada reaksi terakhir, hasil ini belum sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa sebagian besar enzim akan terdenaturasi pada suhu di
atas 600C (Anna Poedjadi dan Titin Supriyanti,2006:162). Selain itu,
karena enzim merupakan suatu protein sehingga memiliki sifat seperti
protein yang akan rusak apabila dipanaskan.
Adanya ketidaksesuaian antara teori dengan hasil percobaan dapat
dimungkinkan karena beberapa faktor,sebagai berikut:
1. Pada kecambah muda, kecambah dewasa, serta pada biji kacang hijau
memiliki struktur enzim yang berbeda, sehingga masih dapat bereaksi
pada suhu tinggi.
2. Kurang ketepatan pada saat melakukan pengukuran suhu.
3. Dimungkinkan masih terjadinya penyesuaian suhu antara tabung reaksi
dengan lingkungan, sehingga pada keadaan sesungguhnya suhu
didalam tabung belum benar-benar sama seperti suhu lingkungannya,
yaitu 750C.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Enzim katalase pada hewan paling banyak terletak pada bagian abdomen
karena terdapat sistem pencernaan, sedangkan pada biji paling banyak
ditemukan pada kecambah tua.
2. Aktivitas enzim katalase dipengaruhi oleh konsentrasi substrat dan
konsentrasi enzim. Kecepatan reaksi akan meningkat hingga mencapai
titik tertentu seiring dengan peningkatan konsentrasi substrat (H2O2),
begitu juga ketika konsentrasi enzim dinaikkan maka kecepatan reaksi
juga akan semakin meningkat.
3. Pada percobaan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim pada kecambah,
dapat disimpulkan bahwa pH sangat berpengaruh pada aktivitas enzim
katalase. Apabial sesuai dengan teori maka enzim katalase akan bekerja
secara optimum pada pH netra ( 6,5 – 7,5 ), sedangkan pada lingkungan
yang ber-pH Asam atau Basa, enzim ini akan mengalami denaturasi. Dapat
diketahui pula bahwa kecambah yang paling banyak menghasilkan
gelembung/oksigen adalah kecambah tua yaitu sejumlah 80 pada pH asam,
25 pada pH netral dan 60 pada pH basa.
4. Pada percobaan pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim katalase pada
cacing tanah ini, suhu paling efektif berada pada suhu sedang/ netral (suhu
ruangan) dan bagian tubuh cacing yang paling banyak terdapat enzim
katalasenya adalah bagian abdomen. Ditunjukkan dengan percobaan kedua
pada bagian abdomen. Gelembung yang dihasilkan paling banyak yaitu
247 dan nyala api paling besar.
5. Terdapat pengaruh antara temperatur terhahadap kerja enzim katalase.
Pada suhu rendah, enzim bereaksi sangat lambat atau dapat pula tidak
aktif. Seiring dengan peningkatan suhu, maka kerja enzim akan semakin
cepat pula dan pada suhu tertentu, akan mencapai hasil kerja yang
maksimum. Namun, pada suhu tinggi, keefektifan enzim yang bekerja
akan semakin berkurang bahkan dapat mengalami denaturasi. Hal ini
karena enzim merupakan suatu protein. Menurut tori, pada umumnya
enzim bekertja optimum pada suhu antara 400-500C, sedangkan pada
tumbuhan antara 500-600C, dan sebagian besar terdenaturasi pada suhu di
atas 600C. Adapun gelembung serta nyala api yang dihasilkan pada
percobaan, mebuktikan bahwa enzim katalase mampu megubah hydrogen
peroksida menjadi air dan oksigen. Gelembung udara menunjukkan
terbentunya H2O sedangkan nyala api membuktikan terbentunya O2.

B. Saran
Dalam melakukan percobaan mengenai enzim katalase ini diperlukan
ketelitian dalam bekerja dan juga waktu yang lebih maksimal agar diperoleh
hasil yang maksimal pula. Selain itu dalam menggunakan peralatan dan
bahan-bahan kimia lainnya juga harus tepat dan berhati-hati agar tidak terjadi
kesalahan pada saat percobaan.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia Krishna Dewi. 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas


Staphylococcus aureus terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing
Peranakan Ettawa (PE) Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo,
Kulonprogo, Yogyakarta. Jurnal Sain Veterner Desember 2013.
Anna Poedjiadi. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.
Benyamin Lakitan. 2011. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Rajawali
Press.
Campbell, Neil A dan Jane B. Reece. 2008. Biologi. Jakarta : Erlangga.
Gaman dan Sherrington. 1994. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan
Mikrobiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Gustina Indriati. 2012. Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus
rubellus) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Prosiding
Semirata BKS PTN-B MIPA 2012-Biologi Universitas Negeri Medan. Mei
2012.
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga.
Soeharsono Martoharsono, 1994. Biokimia. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai