Anda di halaman 1dari 3

Merokok dan Tuberkulosis Paru

Dengan pola merokok seperti sekarang ini, 500 juta orang yang hidup hari ini akhirnya akan
terbunuh oleh penggunaan tembakau. Lebih dari separuh diantaranya saat ini adalah anak-
anak dan remaja. Hingga tahun 2030 tembakau diperkirakan akan menjadi penyebab
tunggal terbesar kematian di seluruh dunia

- World Bank, 1999

EPIDEMIOLOGI

Indonesia menempati urutan kelima negara pengkonsumsi rokok terbanyak dan urutan
ketiga jumlah perokok terbanyak. Selama kurun waktu tahun 1970 hingga tahun2000,
konsumsi rokok Indonesia naik 7 kali lipat dari 33 milyard batang menjadi 217 milyard
batang. Tahun 2008 menjadi 240 milyard batang rokok. Departemen Kesehatan RI
menyatakan 10% atau 200 ribu jiwa dari total kematian di Indonesia disebabkan oleh rokok.
Di poli paru RSSA malang, dalam waktu 1 bulan (Juli 2013) tercatat 8 (36,4%)perokok
diantara 22 pasien yang didiagnosa TB paru baru. Sedangkan pada 78 pasien TB MDR
tercatat 20 (25,64%)pasien adalah perokok.

PENGARUH MEROKOK PADA TUBERKULOSIS PARU

Merokok (termasuk perokok pasif) telah terbukti mempunyai implikasi pada berbagai
penyakit khususnya infeksi Tuberkulosis dan bahkan kematian. Merokok dapat
mengakibatkan gangguan pada berbagai organ manusia. Pada saluran napas dapat
mengakibatkan kehilangan silia, hiperplasia kelenjar mukus, peningkatan jumlah sel goblet,
perubahan epitel pseudostratified ciliated menjadi metaplasia skuamosa, sel karsinoma in
situ dan karsinoma bronkogenik invasif, inflamasi dan atrofi, metaplasia sel goblet, mucus
plugging,hipertropi otot polos, fibrosis peribronkial. Pada alveoli dan kapiler, merokok dapat
menyebabkan kerusakan alveoli peribronkial, pengurangan jumlah arteri kecil, abnormalitas
pada bronchoalveolar lavage fluid, peningkatan jumlah IgA dan IgG serta peningkatan
aktivasi makrofag dan neutrofil. Sedangkan pada sistem imunitas, merokok akan
menyebabkan peningkatan jumlah lekosit dan eosinofil pada sistem perifer, peningkatan
jumlah IgE serum, penurunan respon sistem imun terhadap antigen yang terinhalasi.
Christopher dkk, melaporkan paparan asap rokok secara terus menerus pada hewan coba
akan menyebabkan gangguan akumulasi dari Antigen precenting cell (APC) dan produksi
TNFα, IL-12 dan RANTES yang selanjutnya menyebabkan penurunan recruitment
CD4+IFN-γ+ T cells ke paru dan menurunkan kemampuan membentuk granuloma.
Sebaliknya, apabila paparan merokok dihentikan, akan membantu pemulihanimunitas tipe 1
dengan meningkatkan fungsi Antigen precenting cell (APC) paru yang selanjutnya akan
meningkatkan recruitment CD4+IFN-γ+ T cells ke paru dan memacu terbentuknya grnuloma.
Sehingga pada studi ini disimpulkan bahwa merokok menghambatekspresi anti-TB Th1
imunity melalui hambatan pada aktivasi innate immunity dan recruitment sel T ke paru.
Studi lain (Marianne E. Visser dkk) melaporkan tentang faktor merokok yang merupakan
prediktor tidak terjadinya konversi kultur sputum pada bulan ke 2.Data ini sejalan dengan
studi di Penang, Malaysia (Juman Abdulelah Dujaili, dkk) yang menyatakan bahwa merokok
merupakan prediktor independen yang berhubungan dengan hasil terapi dan prognosa yang
buruk pada Tuberkulosis. Integrasi antara program berhenti merokok pada penatalaksanaan
Tuberkulosis, diteliti pada The SCIDOTS Project yang hasilnya menyatakan bahwa pada
akhir bulan ke 6, pasien yang mendapatpenatalaksanaan TB secara terintegrasi TB DOTS
plus program berhenti merokok, angka kegagalan terapi lebih rendah secara bermakna
dibandingkan dengan kelompok DOTS saja (0% vs 6.5%; p=0.019).

Terdapat data yang secara konsisten menjelaskan hubungan merokok dengan peningkatan
resiko Tuberkulosis dan respon terapi. Oleh karena itu program berhenti merokok
seharusnya menjadi bagian dari program pengendalian Tuberkulosis, khususnya
penatalaksanaan Tuberkulosis Paru.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Awaisu, Mohamad Haniki Nik Mohamed, Noorliza Mohamad Noordin, Noorizan Abd
Aziz, Syed Azhar Syed Sulaiman, Abdul Razak muttalif et al, The SCIDOTS Project:
Evidence of benefits of an integrated tobacco cessation intervention in tuberculosis care on
treatment ourcomes, Subtance Abuse Treatment, Prevention, and policy 2011, 6:26.

C Kollappan, P G Gopi, Tobacco smoking and pulmonary tuberculosis, Thorax; Nov 2002;
57,11; Proquest Health and Medical Complete pg 964.

Christopher R. Shaler, Carly N Horvath, Sarah McCormick, Mangalakumari Jeyanathan,


Amandeep Khera, Anna Zganiacz et al, Continuous and Discontinuous Cigarette smoke
Exposure Differentially Affects Protective Th1 immunity againts Pulmonary Tuberculosis,
Plos ONE 8(3):e59185. March 2013. Volume 8. Issue 3.

Hsien-Ho Lin, Majid Ezzati, Megan Murray, Tobacco smoke, Indoor Air pollution nd
Tuberculosis: A Systemic review and Meta-Analysis, Plos Med 4(1):e20. january 2007.
Volume 4. Issue 1.

John Crofton, David Simpson, Tembakau: Ancaman Global, PT Elex Media Komputindo,
2009.

K. Slama, C-Y. Chiang, D. A. Enarson, K. Hassmiller, A. Fanning, P. Gupta et al, Tobacco


and tuberculosis: a qualitatif systemic review and meta-analysis, Int j Tuberc lung Dis
11(10):1049-1061, 2007.

Marianne E. Visser, Michael C. Stead, Gerhard Walzi, Rob Warren, Michael Schomaker,
Harleen m. S. Grewal, et al, Baseline Predictors of Sputum culture Conversion in Pulmonary
Tuberculosis: Importance of Cavities, Smoking, Time to detection and W-Beijing Genotype,
Plos ONE 7(1):e29588. January 2012. Volume 7. Issue 1.

Persatuan Dokter Paru Indonesia, Berhenti Merokok, Pedoman Penatalaksanaan untuk


Dokter di indonesia, 2011.

Anda mungkin juga menyukai