Anda di halaman 1dari 10

TUGAS REVIEW BUKU

“FILSAFAT – SAINS MENURUT AL – QURAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri


Mata kuliah : Keterpaduan Islam dan IPTEK
Dosen : Edy Chandra, S.Si, MA

Disusun Oleh :

Nama : Neli Dwiarti

NIM : 59461170

Kelas/Semeter : Biologi-A/VII

TADRIS IPA-BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NUJATI CIREBON
2012
BAB I
IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an


Judul Asli : The Holy Qur’an and The Science Of Nature
Penulis : Dr. Mehdi Golshani
Penerjemah : Agus Effendi
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : Pertama, Januari 2003
Tebal : XXIV + 163 halaman

Tentang Pengarang

Pengarang buku ini adalah Prof. Mehdi Golshani. Prof. Mehdi Golshani
lahir di Isfahan, Iran, pada tahun 1939. Ia menyelesaikan S-1 nya di bidang Fisika
di Universitas Teheran. Setelah lulus S-1 di Universitas Teheran, ia melanjutkan
pendidikannya di Universitas California, Berkeley dan ia mendapatkan gelar
doktoralnya pada tahun 1969 dengan spesialisasi di bidang fisika partikel.
Sejak tahun 1970, Golshani mengajarkan fisika di Universitas Teknologi
Syarif, Teheran dan menjadi ketua jurusan fisika di Universitas tersebut. Pada
tahun 1995, ia mendirikan Jurusan Filsafat – Sains dan ia menjadi ketua sampai
sekarang. Saat ini pun, ia menjabat sebagai direktur pada Institut Kajian
Humaniora dan Budaya Iran.
Pada tahun 1998, ia termasuk salah seorang ilmuwan muslim yang di
undang berbicara pada Konferensi “Science and Spiritual Quest” di Berkeley.
Semenjak itu, Golshani seringkali berbicara di berbagai forum internasional
mengenai Islam dan Sains. Saat ini, minat riset Golshani terpusat pada beberapa
masalah dasar dalam kosmologi dan mekanika kuantum, khususnya implikasi
Teorema Bell dan generalisasi mekanika Bohmian.
Tentang Buku

Buku Filsafat – Sains ini merupakan buku edisi kedua dari buku yang yang
pertama yang diterbitkan pada tahun 1986, dan diterjemahkan di Indonesia pada
tahun 1988. Buku Filsafat – Sains Menurut Al-Quran ini secara keseluruhan telah
dicetak ulang sekitar 25.000 eksemplar.
Sekilas buku ini terlihat sangat sederhana yang hanya terdiri dari 4 bab dan
dalam tiap bab nya terdapat kutipan-kutipan dari ayat al-quran dan hadis dan tiap
bab nya terdapat kesimpulan-kesimpulan dari penulis sendiri.
Buku ini memaparkan pemahaman penulisnya, seorang intelektual muslim
yang ahli fisika atom yang akrab dengan konsep agama. Di dalam buku ini
dibahas konsep-konsep ontologism (mengenai objek sains), epistimologi
(mengenai metode keilmuan), dan aksiologis (bermanfaat atau tidaknya sains)
filsafat-sains islam.
Buku ini membahas konsep Islam tentang ilmu secara sistematis dan
secara langsung meletakkannya di dalam konteks sains modern oleh penulis.
Sementara itu, ayat-ayat al-quran dan hadis yang terdapat dalam buku ini yang di
kutip oleh Golshani sering muncul atau banyak terdapat di buku-buku yang seperti
buku ini.
BAB II

ISI BUKU

1. SAINS DAN UMAT ISLAM


 Konsepsi Islam Tentang Ilmu
Dalam poin ini, sebagian ulama besar Islam hanya memasukkan cabang-
cabang ilmu yang secara langsung berhubungan dengan agama. Sedangkan tipe-
tipe ilmu yang lain, para ulama menyerahkan kepada masyarakat untuk
menentukan ilmu mana yang paling esensial untuk memelihara dan
menyejahterakan diri mereka. Tetapi Abu Hamid Al-Ghazali dalam bukunya yang
terkenal Ihya ‘Ulum A-Din (Kebangkitan Ilmu-ilmu Agama) menemukan dua
puluh jawaban berbeda terhadap permasalahan di atas. Al-Ghazali memandang
bahwa ilmu yang wajib dicari menurut agama adalah terbatas pada pelaksanaan
kewajiban-kewajiban syariat Islam. Selanjutnya, Al-Ghazali membahas ilmu yang
termasuk wajib kifayah. Beliau mengklasifikasikan ilmu kepada “ilmu agama”
dan “ilmu non agama”. Dalam “ilmu agama”, kelompok ilmu yang diajarkan
lewat ajaran-ajaran Nabi dan Wahyu selain hal itu dimasukkan ke dalam
kelompok “ilmu non agama”.
Selain Al-Ghazali, Mulla Muhsin Faydh Al-Kasyani juga mengatakan dalam
bukunya yang berjudul Mahajjat Al-Baydha:
“ Mempelajari hukum Islam sesuai dengan kebutuhannya sendiri merupakan
kewajiban perseorangan (wajib ‘ayni) bagi setiap orang Islam. Belajar fiqih untuk
memenuhi kebutuhan orang lain adalah wajib kifayah baginya. Ringkasnya,
menurut Kasyani, orang yang mau belajar ilmu-ilmu ini, pertama-tama harus
mempelajari “ilmu agama”.
Tetapi pendapat Al-Ghazali di bantah oleh Shadr Al-Din Syirazi, bahwa ilmu
yang wajib bagi seorang Muslim terbatas pada masalah-masalah praktik ritual.
Belajar “ilmu agama” dan ilmu-ilmu kemanusiaan juga wajib bagi mayoritas
manusia. Kedua, ia percaya bahwa apa yang wajib ‘ayni untuk dipelajari setiap
orang tidak berarti wajib untuk masing-masing individu; dan apa yang wajib
untuk seseorang tidak berarti wajib untuk orang lain.
Dari pengertian ilmu yang termasuk kategori waji kifayah, terdapat
pandangan yang menemukan pandangan Al-Ghazali dan Kasyani yang
meragukan:
1. Klasifikasi ilmu menurut mereka adalah “ilmu” dan “agama”, klasifikasi
ilmu seperti ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pandangan
(miskonsepsi), bahwa ilmu non agama terpisah dari Islam.
2. Ilmu yang tergolong wajib kifayah lebih luas dari apa yang di paparkan
oleh Al-Ghazali.

 Kriteria Ilmu Yang Berguna


Dalam buku ini ditulis bahwa ilmu hanya berguna jika ilmu tersebut dijadikan
sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan tentang Allah, Keridhaan dan
kedekatan kepada-Nya.
 Kemunduran Sains di Dunia Islam
Di dalam buku ini tertulis beberapa hal yang menyebabkan kemunduran sains
di dunia Islam, yaitu :
1. Orang-orang Eropa berusaha menyingkap hokum-hukum alam yang
tersembunyi dan menemukan cara-cara mengeksploitasi kekayaan dan
sumber-sumbernya, sementara orang-orang Islam menghentikan kegiatan-
kegiatan ini dan menyerahkannya kepada orang lain yang seharusnya
mereka (orang Islam) yang lebih tepat melakukannya dan memilikinya.
2. Orang Islam yang menuntut ilmu-ilmu empiris kebanyakan terasing dari
ilmu agama. Akibatnya mereka tidak memahami pandangan-dunia Islam
karena telah diganti dengan visi ateistik yang telah mendominasi
keilmuan Barat.
3. Penghapusan ilmu-ilmu kealaman dari kurikulum madrasah-madrasah
agama dan kurangnya sumber-sumber ilmu modern mengakibatkan
penyimpangan dalam dunia kaum muslim.
2. KEPENTINGAN ILMU-ILMU KEALAMAN MENURUT ISLAM
Dalam bab kedua ini, pengarang buku ini bermaksud ingin menunjukan alas
an-alasan yang membenarkan untuk mempelajari ilmu kealaman dari kacamata
Islam.
 Peran Sains Dalam Mengenal Tuhan
Terdapat lebih dari 750 ayat yang terdapat dalam Al-Quran yang menunjukan
fenomena-fenomena alam dan manusia diminta untuk memikirkannya agar
manusia dapat mengenal Tuhan melalui tanda-tanda-Nya.
Para ilmuwan Muslim menganggap bahwa mempelajari tanda-tanda Allah di
dalam alam akan membimbing kepada Sang Pencipta. Tetapi perlahan pandangan
tersebut dikesampingkan di Dunia Islam dan orang-orang Islam melupakan
anjuran-anjuran Al-Quran untuk mempelajari alam dan memanfaatkan fasilitas-
fasilitas yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Tetapi di sisi lain, orang-
orang non-muslim mempelajari masalah-masalah ini, dan telah memberikan
kekuasaan kepada mereka atas seluruh dunia. Akibatnya, orang-orang Muslim
dipaksa untuk mempelajari sains dan teknologi dari Barat.
 Peranan Sains dalam Stabilitas dan Pengembangan Masyarakat Islam
Tujuan Islam adalah untuk membangun masyarakat tauhid. Agar dapat
membangun masyarakat seperti itu dan untuk menjaganya dari orang-orang kafir,
dunia Islam harus mandiri secara penuh. Tetapi yang terjadi adalah, sekarang
segala sesuatunya berputar pada sains dan teknologi dan kaum Muslim tidak
memperalati diri mereka dengan pengetahuan keilmuan dan teknologi dan
memberikannya kepada orang lain, sehingga orang-orang Muslim menjadi
semakin bergantung pada orang non-muslim.
Dalam buku ini ditulis beberapa masalah penting yang harus diperhatikan
kaum Muslim:
1. Pada saat ini kaum Muslim perlu mempelajari sains dan teknologi dari
negara-negara maju dalam bidang-bidang ini dan tentunya tidak dengan
sendirinya merupakan perbuatan yang tercela.
2. Sebagai seorang Muslim, kita harus membangkitkan kembali semangat
ilmiah para sarjana pendahulu kita untuk membentuk kembali cabang-
cabang ilmu dan memanfaatkannya demi kemajuan peradaban Islam.

3. DIMENSI KEILMUAN AL-QURAN


 Al-Quran sebagai Sumber Pengetahuan Ilmiah
Di zaman sekarang banyak orang-orang yang menafsirkan beberapa ayat-ayat
Al-Quran dalam pengetahuan ilmiah modern. Tujuannya adalah untuk
menunjukkan mukjizat Al-Quran dalam keilmuan dan untuk meyakinkan orang-
orang non-Muslim tentang keagungan dan keunikan Al-Quran serta untuk
menjadikan kaum Muslim bangga memiliki Al-Quran.
Dalam buku ini terdapat pandangan dari seorang tokoh yang bernama Abu
Ishak Al-Syatibi berpendapat bahwa orang-orang saleh pendahulu kita lebih
memahami Al-Quran dan mereka tidak berbicara tentang benuk ilmu tersebut. Ini
merupakan indikasi bahwa mereka tidak memandang Al-Quran. Pandangan ini
kemudian dikritik oleh ulama terkenal pada masa itu. Argument-argumen para
ulama diantaranya adalah:
1. Tidaklah benar menafsirkan kata-kata Al-Quran dengan cara yang tidak
diketahui oleh orang-orang Arab pada masa Nabi.
2. Al-Quran tidak diwahyukan untuk mengajarkan kita sains dan teknologi
tetapi merupakan kitab petunjuk.
3. Sains belum mencapai tingkat kemajuan yang sempurna oleh karena
itutidaklah benar menafsirkan Al-Quran menurut teori-teori yang dapat
berubah.
4. Merupakan kehendak Allah bahwa manusia dapat menemukan rahasia-
rahasia alam dengan menggunakan indera dan intelektualnya.
 Pesan Al-Quran bagi Para Ilmuan Muslim
1. Dalam ayat-ayat Al-Quran dianjurkan untuk mengkaji seluruh aspek alam
dan menemukan misteri-misteri penciptaannya dengan menggunakan
indra dan intelektualnya.
2. Dalam ayat Al-Quran, segala sesuatu di dunia itu teratur dan memiliki
tujuan.
3. Al-Quran memerintahkan kita untuk mengenali hukum-hukum alam dan
mengeksploitasinya untuk kesejahteraan manusia tetapi tidak melampaui
batas-batas syariah.
4. Dalam pandangan Al-Quran, sains adalah perwujudan berbeda dari satu
dunia yang diciptakan dan yang dikelola oleh satu Tuhan.
5. Al-Quran dalam hubungannya dengan sains merupakan keunikan
pandangan-dunia dan epistimologinya.

4. FILSAFAT SAINS : SEBUAH PENDEKATAN QURANI


Alam adalah dunia fisik yang berarti kita berhubungan dengannya melalui
indra kita. Lebih dari 750 ayat dalam Al-quran yang merujuk pada fenomena alam
dan hamper keseluruhan ayat tersebut memerintahkan manusia untuk mempelajari
hal-hal yang berhubungan dengan penciptaan dan merenungkan isi nya. Al-Quran
bukanlah sebuah buku kealaman melainkan kitab petunjuk dan pencerahan.
Dalam Al-Quran, fenomena alam merupakan tanda-tanda dari Pencipta dan suatu
pemahaman tentang alam adalah analog dengan pemahaman tanda-tandayang bisa
mengetahui tentang Tuhan.
Meskipun tujuan Al-Quran memahami alam adalah memahami Tuhan,
terdapat masalah-masalah yang ditunjukkan dalam Al-Quran.
1. Asal usul dan Evolusi Makhluk-makhluk dan fenomena
Terdapat 3 ayat yaitu QS 21: 30, QS 71: 15-16, QS 32: 7-9 dan QS 88:
17-20 yang menunjukan bahwa kita harus membuka asal-usul dan
evolusi makhluk-makhluk karena hal ini akan membantu meningkatkan
keimanan manusia dan membawa manusia lebih dekat dengan Allah
SWT.
2. Penemuan aturan, koordinasi, dan tujuan alam.
Beberapa ayat dalam Al-Quran menyebutkan adanya aturan, koordinasi
dan tujuan alam sebagai bukti yang menguatkan eksistensi Allah. Ayat-
ayat ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
a. Sebagian menjelaskan bahwa penciptaan langit dan bumi tidaklah sia-
sia melainkan memiliki tujuan.
b. Di dalam beberapa ayat disebutkan bahwa kejadian-kejadian
mengikuti jalur alami untuk periode tertentu yang sebelumnya sudah
ditentukan.
c. Beberapa ayat menyebutkan bahwa keseluruhan proses penciptaan
dan perjalanan kejadian-kejadian di dalam alam mengikuti suatu
perhitungan dan ukuran yang sesuai
d. Memanfaatkan kekayaan alam yang disediakan Tuhan secara sah.
Ada beberapa factor yang menyebabkan penyimpangan-penyimpangan akal yaitu:
1. Mengikuti hawa nafsu, kecenderungan dan keinginan-keinginan.
Mengikuti hawa nafsu dan kehendak-kehendak akan mengarahkan kepada
kesesatan.
2. Cinta atau benci-buta dan prasangka yang tak beralasan.
Merupakan faktor-faktor yang dapat menghalangi akal dari sikap tidak
memihak dan pencarian kebenaran..
3. Takabur (kesombongan)
Hal ini sering terjadi bahwa seorang manusia meskipun ia sadar terhadap
fakta yang ada tidak mau menerima kebenaran tersebut.
4. Taklid buta terhadap pendapat nenek moyang (para pendahulu), mereka
yang memiliki kekuatan, dan pemikiran diri sendiri yang jumud.
Hal ini juga dapat menjadi penghalang untuk mencari kebenaran dan
secara berulang-ulang dikecam dalam Al-Quran.
5. Tergesa-gesa dalam memutuskan
Ketergesa-gesaan dalam mengambil suatu keputusan seringkali menjadi
penyebab ketidakberhati-hatian dan keslahan dalam memahami kebenaran.
6. Kebodohan
Kesalahan dalam melakukan kesalahan sebagian besar dikarenakan karena
ketidaktahuan (kebodohan) masalah dan tidak memiliki pengetahuan
tentangnya.
7. Mengkuti perkiraan-perkiraan
BAB III
KESIMPULAN

Dalam buku Filsafat – Sains Menurut Al-Quran ini Golshani belum


bergerak jauh. Argumen-argumennya untuk gagasan “sains islam” baru muncul di
beberapa artikel yang ia tulis untuk jurnal-jurnal Islam maupun sebagai bab dari
buku-buku tentang Sains dan agama.
Buku ini dianggap memberikan sebuah landasan awal untuk upaya-upaya
tersebut. Terdapat dua hal yang terpenting dalam buku ini, pertama, upaya
kerasnya untuk menunjukkan bahwa ilmu-ilmu alam, yang saat ini Dunia Muslim
hanya menjadi konsumennya semata-mata adalah wilayah teramat penting.
Karena sangat pentingnya hingga menggeluti sains mutakhir tak kurang
merupakan tugas Keagamaan Muslim. Kedua adalah penjelasan untuk yang
pertama: fungsi sains bukan hanya dalam hal praktisnya, dalam membangun
Dunia Muslim yang sebagian besarnya masih amat sangat terbelakang, melainkan
juga dalam perannya membawa sang ilmuwan kepada Penciptanya.

Komentar :
Buku ini memiliki kelebihan diantara nya adalah bahasa yang digunakan
dalam buku ini mudah untuk dimengerti. Dalam buku ini tidak hanya menyajikan
teori-teorinya saja tetapi juga sebagian besar isi tiap bab-nya disertai ayat-ayat Al-
Quran sehingga berfungsi untuk menguatkan teori-teori yang ada dalam buku
tersebut. Selain itu pada setiap bab nya terdapat kesimpulan yang kemudian
disertai pendapat dari sang pengarang sehingga kita dapat lebih memahami buku
ini. Hanya saja karena buku ini adalah buku terjemahan ada beberapa kata yang
sulit untuk dipahami oleh pembaca

Anda mungkin juga menyukai