Anda di halaman 1dari 7

Resume tanggal 23 Oktober 2019 Ruang Gambir

Kasus
An. K berjenis kelamin perempuan umur 11 bulan 16 hari. An.K didiagnosis Suspek
Laringistis Akut. Kondisi bayi saat ini, menangis, nafas sesak (bunyi), akral hangat, gerak
aktif, Suhu =37 ,5oC, RR= 38x/menit, HR-154 x/menit. An.K terpasang O2 RM 5 lpm, IVFD
KaEN 3B 1000 cc/24 jam pada tanggan kanan.

Diagnosa keperawatan
Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat
proses inflamasi

Analisa
Berdasarkan kasus An.K dapat diambil diagnosa Bersihan Jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan pada An.K ialah inhalasi atau nebulizer yang berfungsi
untuk mengubah obat cair menjadi uap untuk dihirup ke dalam paru-paru sehingga dapat
melegakan saluran napas yang menyempit.

Berdasarkan kasus An.K dapat diambil diagnosa Bersihan Jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan pada An.K ialah inhalasi atau nebulizer yang berfungsi
untuk mengubah obat cair menjadi uap untuk dihirup ke dalam paru-paru sehingga dapat
melegakan saluran napas yang menyempit.

Perkembangan pesat pada teknologi terapi inhalasi telah memberikan manfaat yang besar
bagi pasien yang menderita penyakit saluran pernapasan, tidak hanya pasien yang menderita
penyakit asma tetapi juga pasien bronkitis kronis, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik),
bronkiektasis, dan sistik fibrosis. Pemberian obat-obatan melalui nebulizer bermanfaat untuk
mengobati pembengkakan saluran pernapasan, sesak napas, batuk, dan mengi yang
disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu, seperti asma, emfisema, bronkitis, dan
pneumonia. Penggunaan nebulizer merupakan cara yang aman dan efektif untuk memberikan
obat-obatan hirup pada anak yang memiliki penyakit pernapasan. Namun, tidak semua anak
memiliki reaksi yang sama setelah pemberian obat hirup melalui nebulizer.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Johns Hopkins, Baltimore. Dengan peserta Anak-
anak dengan asma persisten, berusia 2 hingga 9 tahun, dengan penggunaan nebulizer reguler
dan kunjungan ED atau rawat inap dalam 12 bulan terakhir. Anak-anak secara acak
dimasukkan ke dalam kelompok intervensi (n = 110) atau kontrol (n = 111). Data yang
tersedia untuk 95 intervensi dan 86 anak kontrol. Pendidikan asma berbasis rumah, termasuk
pengenalan gejala, pengobatan gejala akut di rumah, pengobatan asma yang tepat, dan praktik
nebulizer. Pendidikan penggunaan nebulizer guna pengobatan asma di rumah sangat penting,
karena banyak orang yang belum paham betul cara menggunakannya dengan benar (Arlene
M. Butz, at all, 2006).

Berdasarkan data diatas maka disimpulkan penatalakasanaan nebulizer itu tergantung pada
kondisi pasien dan tingkat keparahannya, meskipun pada akhirnya memberi efek terapi
(kurniawan, 2017).
Resume tanggal 24 Oktober 2019 Ruang Gambir

Kasus
An. K berjenis kelamin laki-laki. An.K didiagnosis Hemofilia B Hemarthrosis genu dextra.
Kondisi bayi saat ini, sadar, tidak sesak, tidak sianosis, akral hangat, bengkak pada lutut
kanan, demam. Suhu =38,6oC, RR= 26x/menit, HR-100 x/menit. An.K terpasang O2 RM 5
lpm, IVFD KaEN 3B 1000 cc/24 jam pada tanggan kanan.

Diagnosa keperawatan
Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

Analisa
Berdasarkan kasus An.K dapat diambil diagnosa Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme. Tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan pada An.K kompres air hangat yang berfungsi untuk menurunkan demam.

Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan
rangsangan pada area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang
dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang area preoptik mengakibatkan
pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluarn
panas tubuh yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer
dan berkeringat (Potter & Perry, 2005).

Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus perawatan secara bertahap dan teratur.
Berdasarkan perawatan yang telah dilakukan terhadap anak demam dengan cara dikompres
air hangat didapatkan rata-rata penurunan suhu sebesar 0.40C per hari dan dilakukan selama
3 hari. Hasil perawatan menunjukkan bahwa terjadi penurunan setelah dilakukan kompres air
hangat sesuai target yang ingin dicapai. Dapat disimpulkan bahwa kompres air hangat efektif
menurunkan demam pada klien di RSUD Temanggung.
Resume tanggal 23 November 2018
Kasus
An. K berjenis kelamin perempuan umur 11 bulan 16 hari. An.K didiagnosis Suspek
Laringistis Akut. Kondisi bayi saat ini, menangis, nafas sesak (bunyi), akral hangat, gerak
aktif, Suhu =37 ,5oC, RR= 38x/menit, HR-154 x/menit. An.K terpasang O2 RM 5 lpm, IVFD
KaEN 3B 1000 cc/24 jam pada tanggan kanan.
Diagnosa keperawatan:
Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat
proses inflamasi

Analisa
Berdasarkan kasus An.K dapat diambil diagnosa Bersihan Jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan pada An.K ialah inhalasi atau nebulizer yang berfungsi
untuk mengubah obat cair menjadi uap untuk dihirup ke dalam paru-paru sehingga dapat
melegakan saluran napas yang menyempit.

Perkembangan pesat pada teknologi terapi inhalasi telah memberikan manfaat yang besar
bagi pasien yang menderita penyakit saluran pernapasan, tidak hanya pasien yang menderita
penyakit asma tetapi juga pasien bronkitis kronis, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik),
bronkiektasis, dan sistik fibrosis. Pemberian obat-obatan melalui nebulizer bermanfaat untuk
mengobati pembengkakan saluran pernapasan, sesak napas, batuk, dan mengi yang
disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu, seperti asma, emfisema, bronkitis,
dan pneumonia. Penggunaan nebulizer merupakan cara yang aman dan efektif untuk
memberikan obat-obatan hirup pada anak yang memiliki penyakit pernapasan. Namun, tidak
semua anak memiliki reaksi yang sama setelah pemberian obat hirup melalui nebulizer.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Johns Hopkins, Baltimore. Dengan peserta Anak-
anak dengan asma persisten, berusia 2 hingga 9 tahun, dengan penggunaan nebulizer reguler
dan kunjungan ED atau rawat inap dalam 12 bulan terakhir. Anak-anak secara acak
dimasukkan ke dalam kelompok intervensi (n = 110) atau kontrol (n = 111). Data yang
tersedia untuk 95 intervensi dan 86 anak kontrol. Pendidikan asma berbasis rumah, termasuk
pengenalan gejala, pengobatan gejala akut di rumah, pengobatan asma yang tepat, dan praktik
nebulizer. Pendidikan penggunaan nebulizer guna pengobatan asma di rumah sangat penting,
karena banyak orang yang belum paham betul cara menggunakannya dengan benar.

Berdasarkan data diatas maka disimpulkan penatalakasanaan nebulizer itu tergantung pada
kondisi pasien dan tingkat keparahannya, meskipun pada akhirnya memberi efek terapi
(kurniawan, 2017).
Resume tanggal 23 November 2018
Kasus
An. K berjenis kelamin perempuan umur 11 bulan 16 hari. An.K didiagnosis Suspek
Laringistis Akut. Kondisi bayi saat ini, menangis, nafas sesak (bunyi), akral hangat, gerak
aktif, Suhu =37 ,5oC, RR= 38x/menit, HR-154 x/menit. An.K terpasang O2 RM 5 lpm, IVFD
KaEN 3B 1000 cc/24 jam pada tanggan kanan.
Diagnosa keperawatan:
Bersihan Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat
proses inflamasi

Analisa
Berdasarkan kasus An.K dapat diambil diagnosa Bersihan Jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi berlebihan sekunder akibat proses inflamasi. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan pada An.K ialah inhalasi atau nebulizer yang berfungsi
untuk mengubah obat cair menjadi uap untuk dihirup ke dalam paru-paru sehingga dapat
melegakan saluran napas yang menyempit.

Berdasarkan rekomendasi dari World Health Organization, kebersihan tangan adalah cara
paling penting untuk mengendalikan infeksi rumah sakit. Karena peran penting perawat
dalam perawatan pasien, mereka harus memiliki informasi penting dan terkini mengenai
kebersihan tangan. Jadi penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengetahuan tentang
kebersihan tangan dan prediktor individu dan organisasi di antara perawat di unit neonatal.
Penelitian yang dilakukan oleh Asadollahi (2015) menjelaskan bahwa sebagian besar peserta
memiliki tingkat pengetahuan yang dapat diterima mengenai kebersihan tangan. Skor
tertinggi adalah untuk domain kontrol infeksi dan skor terendah adalah untuk definisi domain
kebersihan tangan. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa pengalaman kerja dan riwayat
pelatihan sebelumnya merupakan prediktor terpenting pengetahuan peserta tentang
kebersihan tangan.

Penelitian deskriptif dan cross-sectional ini dilakukan di unit neonatal di rumah sakit yang
berafiliasi dengan Tabriz University of Medical Sciences. Para peserta yang disurvei dalam
penelitian ini adalah 150 perawat yang diundang dengan metode sampling sensus. Seorang
peneliti menyiapkan kuesioner yang menyelidiki pengetahuan peserta tentang kebersihan
tangan dan digunakan setelah menyetujui validitas dan reliabilitasnya. Analisis kuantitatif
penelitian ini menggunakan Paket Statistik untuk Ilmu Sosial SPSS versi 13 dengan statistik
deskriptif dan uji korelasi pearson, sampel independen t-test, One-way ANOVA. Untuk
penjelasan multivariabel pengetahuan perawat berdasarkan variabel independen regresi linier
berganda digunakan. Berdasarkan penelitian tersebut dapat menyimpulkan bahwa komite
pengendalian infeksi harus merevisi metode pendidikan mereka dan memberikan lebih
banyak penekanan pada pedoman pembaruan mengenai kebersihan tangan pada perawat.
Pendidikan perawat yang lebih kompeten juga harus lebih diperhatikan di setiap unit ruang
neonatal.

Anda mungkin juga menyukai