Anda di halaman 1dari 18

Telaah Jurnal

Comparative Study between Noninvasive Continuous Positive


Airway Pressure and Hot Humidified High-flow Nasal Cannulae
as a Mode of Respiratory Support in Infantas with Acute
Bronchiolitis in Pediatric Intensive Care Unit of a Tertiary Care
Hospital

Oleh:

M. Rifqi Ulwan Hamidin, S.Ked 04084821820067

Widya Audisti , S.Ked 04084821820043

Pembimbing:

dr. Silvia Triratna, Sp.A(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
Penelitian Komparatif antara Noninvasive Continuous Airway Pressure dan
Hot Humidified High-flow Nasal Cannulae sebagai Metode Respiratory
Support pada Infan dengan Bronkiolitis Akut di Pediatric Intensive Care Unit
Rumah sakit Tersier
Mihir Sarkar, Rajasree Sinha, Satyabrata Roychowdhoury, Sobhanman Mukhopadhay, Pamit
Ghosh1, Kalpana Dutta, Shibarjun Ghosh

Abstrak :
Latar Belakang: inisiasi dini untuk penyokong noninvasive repiratory support
yang tepat merupakan intervensi terpenting unutuk menghindari mechanical
ventilation pada bronkiolitis yang berat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan noninvasive continuous positive airways pressure (nCPAP) dan
hot humidified high-flow nasal cannulae (HHHFNC) sebagai metode untuk
mendukung infants dengan bronkiolitis berat. Metode: Prospective, randomized,
open-label pilot study yang dilakukan di PICU rumah sakit tersier . Peserta; 31
infants (tidak termasuk neonatus) yang secara klinis didiagnosis dengan
bronkiolitis akut yang memiliki saturasi oksigen kapiler perifer (SpO2) <92%
(dengan udara oksigen ruangan); Respiratory Distress Assesment Index (RDAI)
11. Intervensi; nCPAP (n=16) or HHHFNC (n=15), dimulai saat pendaftaran.
Hasil Primer: Pengurangan kebutuhan dari mechanical ventilation dinilai oleh
peningkatan (i) SpO2% (ii) denyut jantung (HR); Respiratory rate (RR); (iii)
tekanan pasrsial karbon dioksida; (iv) tekanan parsial oksigen; (V) COMFORT
Score; (vi) RDAI dari nilai preintervensi. Hasil sekinder: (i) total durasi dari
peyokong noninvasive ventilation support; (ii) lamanya berada di PICU dan (iii)
insiden nasal injury (NI). Hasil: Usia rata-rata adalah +- 1,11 bulan (95%
confidence interval 2.58-4.23). Dibandingkan dengan nCPAP, HHHFNC lebih
dapat ditoleransi sebagaimana ditunjukkan oleh normalitas HR (P<0.001); Skor
COMFORT yang lebih baik (P<0.003) dan insiden NI lebih rendah (46.66% vs
75%; P = 0.21). Peningkatan dalam ukuran hasil lainnya sebanding untuk kedua
kelompok. Untuk kedua metode, tidak ada komplikasi yang terjadi pada pasien .
Kesimpulan: HHHFNC alternative yang muncul untuk nCPAP dalam
pengelolahan bayi dengan bronkiolotits akut

Kata Kunci: Acute respiratory failure, bronchiolitis, high‑ flow oxygen therapy,
respiratory syncytial virus

INTRODUCTION
Bronkiolitis adalah cedera inflamasi akut yang terjadi pada bronkiolus yang
biasanya disebabkan oleh infeksi virus (paling sering terjadi oleh respiratory
syncytial virus). Gejalah berat lebih sering terjadi pada young infant. Manajemen
terutama yang mendukung, termasuk hidrasi yang tepat dan moist oxygen support
yang diberikan baik melalui, sungkup, nasal kanul, nCPAP, HHHNFC. Pada
ksaus berat mungkin membutuhkan mechanical Ventilation (MV).
nCPAP pada bronkiolitis berkerja dengan melebarkan saluran perifer paru
sehingga memungkinkan paru-paru overdistanded pada paru-paru untuk
mengempis. Hal ini juga mencegah kolaps dari saluran udara perifer yang buruk
selama ekspirasi dengan meningkatkan tekanan jalan napas, sehingga
meningkatkan functional residual capacity (FRC) yang nantinya akan
meningkatkan pertukaran gas dan oksigen. Tekanan jalan napas konstan selama
pemberian nCPAP dapat mempertahankan patensi jalan napas sepanjang siklus
napas, dengan demikian dapat menurunkan kerja otot-otot pernapasan dan
perbaikan dalam pola pernapasan.

Selama decade terakhir, terapi HHHFNC telah muncul sebagai metode terapi baru
untuk memberikan dukungan pernapasan untuk bronkiolitis. Nasal kanul, yang
pertama kali digunakan untuk memperbaiki suplemen oksigen (low-flow
theraphy) dalam sekala besar, menunjukkan kemampuan untuk memberikan
nCPAP melalui HFNC seperti yang telah dikembangkan. Tidak perlu dikatakan,
selain dari penemuan khusus kriteria fisik, kelembaban relatif 100% dan suhu 37C
adalah persyaratan dasa intervensi ini.

Penerapan HHHFNC dalam Perawatan Intensif Neonatal Unit dan Unit Perawatan
Intensif Anak (PICU) telah berkembang secara signifikan selama dekade terakhir
karena fakta bahwa tidak hanya apakah system ini mampu memberikan persentase
tertentu oksigen pernapasan, tetapi juga memberikan noninvasif dukungan dengan
pernapasan CPAP aliran konstan tanpa perlu peralatan lebih lanjut.

Saat gangguan pernapasan disertai peningkatan kerja pernapasan, mekanisme


pendukung HHHFNC dikategorikan secara khusus sebagai berikut:

Dead space ventilation in the nasopharyngeal space


High-flow therapy (HFT) dapat meningkatkan ventilasi alveolar dengan
mengurangi dead space melalui establishing washout di nasofaring dengan gas
insufflations (GIs), yang akan meningkatkan menit ventilasi.

Decrease in respiratory work


This is the result of providing some level of splinting in the nasopharynx, which
has a significant ability of compliance. Ketika HFT menghasilkan GIs melebihi
aliran permintaan di nasofaring, ia menghindari penarikan dinding nasofaring
dengan inspirasi dan dengan penurunan resistensi di ruang; Kerja pernapasan juga
berkurang dalam inspirasi. Selain itu, selama ekspirasi, aliran ekspirasi
menghadapi resistensi di nasofaring dan dialihkan ke orofaring, yang akhirnya
mengurangi kerja ekspirasi karena terjadinya efek Coanda dalam perilaku gas.

Providing the maximum humidity and temperature


Untuk membuat pertukaran gas yang optimal, saluran pernapasan meningkatkan
suhu dan kelembapan gas yang dihirup hingga 37C dan 100%, selama system
HFT memblok energy yang berlebihan disaluran pernapasan dengan menetapkan
kondisi ini dan akhirnya akan meningkatkan mekanisme paru.
Study rationale
Kami melakukan studi prospective, randomized, pilot study yang melibatkan
pasien di PICU dengan bronkiolitis, komplikasi dengan gagal napas akut
hipoksemi untuk menentukan apakah terapi oksigen aliran tinggi dibandingkan
dengan terapi noninvasive ventilation (NIV), dapat mengurangi kebutuhan MV
dan meningkatkan hasil.
Methods
Study design
Kami menggunakan Single-center, prospective, parallel group, open-label, dan
randomized pilot study di PICU rumah sakit pendidikan perawatan tersier dari
September 2016 hingga februari 2017. Persetujuan diperbolehkan dari komite
etika kelembagaan. Persetujuan tindakan tertulis diperoleh dari setidaknya dari
satu orang tua atau wali sebelum pendaftaran.

Participants
Kriteria inklusi meliputi (i) usia 28 hari sampai 12 bulan, yaitu infants tidak
termasuk neonatus; (ii) terdiagnosis bronkiolitis berat yang konsisten dengan
gambaran klinis (riwayat batuk yang berkepanjangan, tekipnea, retraksi dinding
dada atau granting, wheezing, rhonki; temuan dari rontgen dengan hiperinflasi);
dan (iii) memenuhi kriteria yang menyatakan perlunya nCPAP atau HHHNFC,
yaitu (SpO2 < 92% mmHg atay Respiratory Distress Assessment Index (RDAI) >
11. SpO2 < 92% dipilih sebagai kompromi antara tingkat keparahan gagal napas
dan keselamatan pasien selama protokol penelitian
Kriteria inklusi meliputi (i) Kebutuhan darurat untuk intubasi (ii) GCS <11 (iii)
Asidosis (pH <7,25) (iv) hiperkapnia (v) gangguan reflex batuk antau muntah (vi)
obstruksi jalan napas (vii) operasi wajah / lambung (ix) ketidakstabilan
hemodinamik dan (x) penyakit jantung kongenital yang tidak terkoreksi atau
kelianan vaskular paru.
Randomization and masking
Pasien yang memenuhi syarat, diacak menggunakan jadwal pengacakan blok yang
dihasilkan komputer di tempat untuk menerima nCPAP vs HFNC.

Baseline data
Variabel sosiodemografi (usia, jenis kelamin,dan status imunisasi) yang sudah
dicatat. Selama perawatan CPAP/HFNC, semua anak diamati secara intensif oleh
perawat terlatih dan diperiksa dengan teliti untuk parameter pernapasan dan
hemodinamik seperti temperatur, denyut jantung (HR), laju pernapasan (RR),
tekanan darah (BP), dan SpO2%.
RR diukut selama 1 menit penuh dan jika cepat (RR> 50/menit selama <1 tahun),
diukur kembali dan dua pembacaan dirata-rata. Suhu aksila diukur menggunakan
termometer digital. SpO2% diukur menggunakan pulse oximeter pada jari atau
kaki, diudara ruangan.
Hemogram dan rontgen toraks dilakukan pada semua subjek saat pendaftran,
sebagai bagian dari pemeriksaan rutin. Karena populasi penelitian adalah infants
dengan bronkiolitis berat, yang membutuhkan dukungan pernapasan oleh nCPAP
atau HHHNFC dana tau RDAI > 11, untuk rangkaian pasien ini, ABG dilakukan
sebagai bagian dari perawatan rutin. Garis arteri dilakukan di arteri radial setelah
modifikasi tes Allen terhadap pasien secara acak. Patensi garis arteri
dipertahankan dengan infus heparin terus menerus - @1-2 ml/jam dan konsentrasi
1 unit/ml. tidak ada komplikasi yang dicatat karena garis arteri. Sampel darah
diperoleh secara aseptic menggunakan jarum suntik 1 mL heparinized, dan
analisis gas darah dilakukan dengan menggunakan ABG otomatis. Persetujuan
informed consent diambil dari orang tua untuk penemoatan garis arteri.

Intervention
Mempelajari infants untuk salah satu modalitas NIV dalam penelitian ini. Uratan
perawatan ditentukan oleh jadwal pengacakan yang dihasilkan ditempat. Dengan
demikian, 16 bayi menerima nCPAP melalui nasal mask. CPAP biasanya dimulai
pada 4 cm H2O dan meningkat seperlunya hingga maksimum 8cm H20. Nasal
mask dengan ukuran yang sesuai dan pas jika dipasang dan menghasilakan
kebocoran minimum serta kenyamanan digunakan sebagai antar muka.

Lima belas bayi menerima oksigen melalui HHHFNC, diterapkan secara terus
menerus melalui cabang binasal berlubang besar, dengan laju aliran gas 2 L / kg /
mnt untuk anak-anak kurang dari sama dengan 10 kg dan untuk anak-anak> 10 kg
2 L / kg / mnt untuk 10 kg pertama + 0,5 L / kg / menit untuk setiap kg di atas itu
dan FiO2 dari 0,4 saat inisiasi. Fraksi oksigen dalam gas mengalir dalam sistem
kemudian disesuaikan untuk mempertahankan SpO2 sebesar 94% atau lebih.

Penilaian titik akhir primer dilakukan pada 2, 6, 12, 24, 36, dan 48 jam setelah
mulai pengobatan. Pada 48 jam, jumlah bayi yang masih mempertahankan
parameter stabil pada kedua kelompok dicatat. Perawatan medis bayi dengan
bronkiolitis akut tetap tidak berubah untuk tujuan penelitian, sesuai dengan
protokol rumah sakit standar. Sebuah tabung nasogastrik ditempatkan untuk
pemberian makan enteral.

Dalam kasus kegagalan NIV, protokol dihentikan dan perawatan klinis dilakukan
sesuai dengan penilaian klinis. Kriteria untuk intubasi endotrakeal termasuk (i)
kegagalan NIV; (ii) tanda-tanda klinis kelelahan; (iii) perlu melindungi saluran
udara dan / atau mengelola sekresi trakea yang berlebihan; (iv) udara persisten
kebocoran; (v) penurunan pertukaran gas, yaitu, diperlukan FiO2> 60% dan SpO2
<92%; (vi) intoleransi pasien; (vii) gangguan hemodinamik; atau (vii) kejadian
merugikan utama pasien (hemodinamik ketidakstabilan, pneumotoraks, koma
hiperkapital, dan henti jantung).

Analisis Statistik
Pengukuran Hasil.
Hasil primer: reduksi kebutuhan akan ventilasi mekanik (VM), yang diperiksa
dengan melihat perbaikan dalam (i) heart rate (HR); respiratory rate (RR); (ii)
dari nilai Respiratory distress assessment index (RDAI) sebelum dilakukan
intervensi; (iii) SpO2; PaCO2; (iv) tekana parsial oksigen (PaO2); dan (v) Skor
COMFORT.[12]
Hasil sekunder: (i) Durasi total penggunaan noninvasive ventilation (NIV); (ii)
berapa lama pasien dirawat di PICU; dan (iii) insidensi nasal injury (IN).
Definisi
“Gagal NIV”: jika HR dan/atau RR tidak berubah atau meningkat; kebutuhan
FiO2> 60% dengan penggunaan nCPAP dengan PEEP >8; kebutuhan FiO2 > 60%
dengan penggunaan HHHFNC dengan angka aliran O2 maksimal untuk menjaga
SpO2 > 94% dan tidak terdapat perbaikan atau peningkatan dalam skor RDAI.
Kebocoran udara perisiten didefiniskan sebagai adanya kebocoran disekitar
interface yang mempengaruhi circuit pressuration <3cm H2O walapun telah
dilakukan penempatan posisi berulang.
Toleransi terhadap interface diperiksa menggunakan skala COMFORT, yang
juga digunakan oleh Bueno Campana, et all.[12] Berdasarkan skala ini, nilai
maksimum adalah 16 yang mengindikasikan tingkat kenyamanan maksimal dan
nilai minimum adalah 4 yang mengindikasikan tingkat kenyamanan minimal.
Pemeriksaan subyektif gangguan pernafasan dilakukan menggunakan skor
RDAI[9] berdasarkan mengi/crackles dan retraksi (nilai maksimum untuk mengi
=8; retraksi=9) pada kedua tipe NIV.
Cedera nasal didefinisikan sebagai adanya penampakan eritema dengan erosi,
crusting, dan eksoriasi sampai scaling pada dasar septum, aspek medial dari
septum, di atas alae nasi dan bridge nasal.

Analisa Statistik
Graphad package (2015 Graphan software, Inc., CA, USA) digunakan untuk
semua analisa. Statistik deskriptif dihitung untuk variabel kuantitatif (rata-rata ±
deviasi standar dan confidence interval 95%, median dengan rentang interkuartil)
dan untuk variabel kualitatif ( frekuensi absolut dan persentase). Distribusi normal
diperiksa menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov. Data menunjukkan ditribusi
campuran. dara kontinyu dianalisa menggunakan tes independent T (untuk data
parametrik) atau tes Mann-Whitney (untuk data non-parametrik). Data katagorik
dianalisa menggunakna tes Chi-square atau tes Fisher exact. P<0.05
dipertimbangkan sebagai signifikan secara statistik. Analisa intention-to-treat
yang digunakan pada penelitian ini, mengambil skenario terburuk untuk pasien
yang keluar dari penelitan sebagai pertimbangan.
Perhitungan Besar Sample.
Perhitungan dilakukan berdasarkan data yang berasal dari penelitian-penelitian
sebelumnya.[3-6] risiko dari gagal nafas akut diasumsikan sebagai 40% pada
kelompok nCPAP dan 20% pada kelompok HHHFNC, dan mempertimbangkan
tingkat kesalahan α 5% dan β 20% dab besar sampel yang telah dihitung adalah
170. Namun, dikarenakan penelitian sebelumnya adalah pilot study untuk menilai
kelayakan dan untuk mendapatkan data awal, dengan ukuran standarized effect
dari 0,4, dengan power 80 % dari penelitian utama dan 5% angka kesalahan
optimal tipe 1, besar sampel pada percobaan awal adalah 28. Dengan
mengantisipasi angka dropout sebesai 10%-15%; 31 pasien digunakan sebagai
sample.
Perbaikan pada kedisa

Bagan 1. Diagram alur CONSORT teradaptasi menunjukkan progresivitas pasien selama


percobaan
Hasil
Bagan alur perkembangan penelitian telah disajikan pada bagan 1. Terdapat 62
pasien yang diterima dengan diagnosis klinis bronkiolitis di rumah sakit kita. Tiga
puluh lima pasien masuk dalam kriteria inklusi. Dengan total 31 pasien diambil
secara acak (randomised), 16 di alokasikan kedalam kelompok nCPAP dan 15
pasien kedalam kelompok HHHFNC. Dua pasien dieksklusikan untuk kebutuhan
intubasi segera, dan dua pasien dieskluliskan dikarenakan ketidakstabilan
hemodinamik. Rata-rata usia adalah 3.41±1.11 bulan. Tidak terdapat perbedaan
dalam parameter dasar respiratory support antara kedua kelompok (Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik dasar partisipan penelitian

a
Tes indenden T dan tes Mann-Whitney U. Data diekspresikan sebagai n(%) arau rata-rata± DS.
DS: deviasi standar; RR; respiratory rate; HR: heart rate; nCPAP: noninvasiceCPA; HHHFNC:
hot humidified high-flow nasal canunulae; RDAI: repsiratory distress assessment index; CPAP:
continous positive airway pressure.

Satu pasien dari setiap kelompok mengalami gagal NIV dan diharuskan untuk
pemasangan intubasi; oleh karena itu, angka intubasi serupa pada kedua kelompok
(P=0.29). Dilakukan perbandingan parameter fungsional dan subyektif seperti
SpO2, RR, PaO2, PCO2, dan skor RDAI pada kedua kelompok (Tabel 2): semua
parameter meningkat pada kedua kelompok. Perbaikan pada semua end-point
yang diuji sebanding pada kedua kelompok (Bagan 2). Penggunaan HHHFNC
dapat ditolerarir lebih baik dilihat dari normalisasi yang lebih baik pada HR
(P<0.001) dan skor COMFORT (P<0.003) dibandingkan dengan penggunaan
nCPAP.

Bagan 2. Pengukuran hasil primer; plot menunjukkan perbedaan diatara kedua kelompok

Hasil sekunder- insiden cedera nasal lebih tinggi (P=0.021) pada kelompok
nCPAP (n= 12, 75%) dibandingkan dengan kelompok HHHFNC (n = 4, 26,66%).
Rata-rata durasi NIV pada kelompok nCPAP (3.8 ± 0.80 hari) sebanding
(P=0.105) dengan kelompok HHHFNC (3.6 ± 0.63 hari). Rata-rata lama
perawatan PICU pada kelompok nCPAP (5 ± 1.788 hari) juga sebanding
(P=0.105) kelompok HHHFNC (5 ± 1.6 hari).
Tabel 2. Hasil Primer
Data dideskripsikan sebagai rata±DS.DS: deviasi standar; RR; respiratory rate; HR: heart rate;
nCPAP: noninvasiceCPA; HHHFNC: hot humidified high-flow nasal canunulae; RDAI:
repsiratory distress assessment index; CPAP: continous positive airway pressure.

Keamanan dan advers event


Tidak terdapat advers event yang terjadi selama penelitian (gagal jantung,
pneumotoraks, atau kegagalan sistem keamanan). Kebocoran udara dan luka pada
kulit, lebih banyak terjadi pada kelompok nCPAP (masing-masing, P=0.23, 0.16).
Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok sehubungan
dengan kejadian distensi lambung, iritasi mata, dan kematian.

Diskusi
Pada penelitian ini, kami menginvestigasi efek dari HHHFNC dibaindingkan
dengan terapi NIV pada pasien dengan brokiolitis yang cukup berat. Kami juga
melakukan evaluasi pasien subyektif pada kedua jenis penerapan oksigen. Data
kami menunjukkan bahwa baik HHHFNC dan NIV memiliki efektifitas yang
sama dalam menurunkan kebutuhan akan intubasi endotrakeal. Kedua kelompok
dibandingkan dalam hal durasi kebutuhan perawatan di PICU.
Metge dkk.,[13] dalam penelitian retrospektif membandingkan penggunaan
nasal continuous postive airway pressure (nCPAP) dengan HFNC pada infan
dengan bronkiolitis akut. Parameter seperti lama perawatan di PICU dan
oksigenasi serupa pada kedua kelompok. Penghentian oksigen terjadi selama
waktu yang sama pada kedua kelompok. Tidak terdapat perbedaan perkembang
diantara kedua kelompok dalam hal RR, HR, FiO2, dan CO2. Terapi HNFC gagal
pada 3 pasien, 2 diantarnya membutuhkan ventilasi mekanik invasif,
dibandingkan dengan 1 pasien pada kelompok nCPAP. Hasil ini sesuai dengan
hasil yang kami dapatkan.
Di sisi lain, Pederson, dkk.[14] Dalam penelitain terbaru (2017) dari Denmark
menunjukkan CPAP lebih baik daripada HNFC dalam menurunkan RR dan FiO2
pada infan dengan bronkiolitis. Lebih dari setengan anak-anak yang diterapi
menggunakan HNFC diubah menjadi terpai menggunakan CPAP dikarenkan
adanya kecurigaan kegagalan terapi. Namun, penelitian terebut dibatasi oleh
desain studi retrospektif, unrandomised design, dan kuranya pengukuran yang
terstandarisasi. Penilitan tersebut dapat direncanakan dalam desain penelitian
prospektif (sebagai contoh., skor klinis yang terstandar dan pCO2 kontrol).
Terdapat kekurangan data yang kuat dalam perbandingan kedua terapi,
meskipun secara individual, kedua terapi telah dipelajari dalam situasi yang
berbeda. Sebuah randomized control tiral (RCT) membandingkan plasebo dengan
terapi nCPAP pada anak <3 tahun dengan bronkiolitis akut, penelititan tersebut
menyatakan bahwa nCPAP secara signifikan meniigkatkan RR. Namun,
perubahan data SpO2% dan PaCO2 tidak tepat, dan durasi rawat inap RS serupa
pada kedua kelompok.[15] Sebuah penelitian mengevaluasi kelayakan nCPAP
terhadap infan dengan brokiolitis di bangsal anak, penelitian tersebut melaporkan
penurunan pada median PaCO2 setelah dilakukan terapi, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa nCPAP berkemungkinan layak dalam keadaan tersebut, pada
penelitian tersebut tersedia staf yang terlatih dan pengaturan rujukan PICU.[16]
Penelitian lain meninjau penggunaan nCPAP (baik nCPAP sendiri atau dengan
Heliox), peneilitain tersebut melaporkan reduksi PaCO2, RR, dan skor asma wood
klinis yang dimodifikasi setelah 1 jam terapi. Namun, setelah menerapkan sistem
GRADE, kualitas bukti efek bermanfaat dari penggunaan nCPAP dianggap
rendah.
Dalam artikel ulasan Cochrane yang meliputi RCT atau quasi-RCT dimana
pada ulasan tersebut menilai efek dari HHHFNC terhadap terapi konvensional
pada infan dengan diagnosis klinis bronkiolitis, ulasan tersebut menyimpulkan
bahwa terdapat bukti yang insufisien untuk menentukan efektivitas terapi
HHHFNC dalam mengobati infan dengan bronkiolitis. Dua penelitian klinis
sebelunya, yang menggunakan terapi HHHFNC dalam nonrandomised manner
menunjukan reduksi angka intubasi pada anak yang critically ill di PICU.[18,19]
Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk menilai kelayakan dan untuk
medapatkan data. Penelitian ini dibatasi oleh kecilnya besar sampel dan penelitian
single-center. Dibutuhkan RCT dengan large multple center untuk mendapatkan
data kuat untuk membandingkan keefektivitasan dari kedua metode respiratory
support pada pasien dengan bronkiolitis akut.

Kesimpulan
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang
menggunakan HHHFNC lebih nyaman dibandingkan pasien yang menggunakn
nCPAP. Perbaikan yang lebih besar dalam pola pernafasan, normalisasi dari
parameter fisiologis (viz.,HR dan indeks COMFORT) yang lebih baik, dan
rendahnya insiden kejadian buruk (cedera nasal, kebocoran udara, dan luka pada
kulit) membuat terapi menggunakan HHHFNC menjadi lebih alternatif yang lebih
layak pada infan. Hasil tersebut membutuhkan eksplorasi lebih lanjut dalam
kelompok yang lebih besar.

Penghargaan
kami ingin mengucapkan terima kasih kepada departemen pediatrik fakultas
dan semua staf PICU, Perguruan tinggi Kedokteran Kolkota, yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan penelitian ini.

Dukungan Finansial dan Sponsorship


Tidak ada.
Conflict of Interest
Tidak terdapat conflict of interest.

TELAAH JURNAL

Penilaian PICO (Population, Intervention, Comparison, Outcome)

I. Population
Penelitian ini dilakukan pada 31 bayi dengan usia 28 hari sampai 12 bulan
yang terdiagnosis bronkiolitis akut, yang memenuhi kriteria yang menyatakan
dibutuhkannya HHHFNC dan nCPAP yang dirawat di PICU Rumah sakit tersier
dari September 2016 sampai Februari 2017. Kriteria inklusi yaitu: usia 28 sampai
12 bulan, terdiagnosis bronkiolitis konsisten dengan gejala klinis (terdapat riwayat
batuk, ekspirasi memanjang, takipnea, retraksi dinding dada, mendengkur, mengi,
ronkhi; didukung gambaran hiperinflasi pada rontgen X-ray) dan memenuhi
kriteria yang menyatakan dibutuhkannya HHHFNC dan nCPAP. Kriteria eksklusi
yaitu: kebutuhan emergensi untuk intubasi, Glasgow coma scale<11, asidosis
mayor (pH<7,25), hiperkapnea (tekanan karbodioksida parsial [PaCO2]>55
mmHg), gangguan refleks muntah dan batuk, obstruksi saluran nafas atas, operasi
facial/gastric, instabilitas hemodinamik, sianotik tak terkoreksi akibat penyakit
jantung kongenital atau kelainan vaskular pulmoner.

II. Intervention
Penelitian ini adalah penelitian dengan desain preospektif, single center, open-
label, dan penelitian awal terandomisasi dengan adanya perlakukan yang diberikan
kepada subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan dua metode intervensi
respiratory support berupa nCPAP dan HHHFNC pada infan dengan diagnosis
klinis bronkiolitis akut yang di rawat di PICU Rumah sakit tersier.
III. Comparison
Penelitian ini membandingkan dua metode respiratory support berupa nCPAP
dan HHHFNC dalam terapi tatalaksana infan dengan diagnosis klinis bronkiolitis
akut di PICU Rumah sakit tersier yang dihubungkan dengan insidensi intubasi,
lama waktu perawatan di PICU, advers event, tingkat kenyaman penggunaan
kedua metode tersebut.

IV. Outcome
Hasil dalam penelitian ini adalah tingkat kelayakan dan kenyaman dari masing-
masing metode yang digunakan pada kedua kelompok dalam tatalakasana infan
dengan bronkiolitis akut.

Penilaian VIA (Validity, Importance, Applicability)

V. Validity
a. Apakah fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, Fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini
adalah untuk membandingkan penggunaan noninvasive contiuous positive airway
pressure dan hot humidified high-flow nasal cannulae sebagai metode alat bantu
pernafasan (ventilasi mekanik), maka dilakukan penelitan terhadap kedua jenis
metode tersebut pada anak dengan diagnosis klinis bronkiolitis akut. Pada
penelitian ini, kelayakan kedua jenis metode tersebut dinilai berdasarkan
penurunan kebutuhan akan ventilasi mekanik.

b. Apakah penelitian ini mempunyai jumlah subjek yang cukup untuk


meminimalisir kebetulan?
Tidak, Pada penelitian ini telah dilakukan perhitungan besar sampel
berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu
sebanyak 170 sampel. Namun, pada penelitian ini terdapat pertimbangan-
pertimbangan tertentu sehingga jumlah besar sampel yang digunakan hanya
sebanyak 31 sampel/subyek penelitian. Pada artikel juga disebutkan bahwa
penelitian ini merupakan “pilot study” untuk meneliti kelayakan dan untuk
mendapatkan data primer, pada artikel juga disebutkan bahwa penelitian ini
dibatasi dari jumlah besar sampel yang kecil.

c. Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian?


Ya, Data pada penelitian ini telah sesuai dengan tujuan penelitian. Data
yang diambil telah sesuai dengan kriteria inklusi, yaitu (i) bayi usia 28 hari
sampai 12 bulan; (ii) didiagnosis dengan bronkitis berat dengan gejala klinis
( riwayat batuk, ekspirasi yang memanjang, takipnea, retraksi dinding dada
atau grunting, mengi, ronkhi atau rales; didukung dengan gambaran
hiperinflasi radiologi X-ray; (iii) memenuhi kriteria yang menyatakan
bahwa pasien tersebut membutuhkan nCPAP atau HHHFNC.

d. Apakah subjek penelitian diambil dengan cara yang tepat?


Ya, pengambilan partisipan/subyek penelitian telah disajikan secara
jelas. Jumlah subyek pada penelitian ini sebanyak 31 partisipan dimana
subyek tersebut dibagi menjadi dua kelompok secara acak dimana 15
subyek menggunakan HHFNC dan 16 subyek menggunakan nCPAP.
Subyek penelitan adalah bayi yang dirawat di PICU Rumah sakit tersier dari
September 2016 sampai Februari 2017. Peneliti juga menjelaskan kriteria
inklusi dan eksklusi yang digunakan pada penelitian ini dalam artikelnya.

e. Apakah analisa data dilakukan cukup baik?


Ya, analisa data yang dilakukan cukup baik. Selain menganalisis
kelayakan kedua metode ventilasi mekanik berdasarkan menurunnya
kebutuhan akan ventilasi mekanik, Respiratory distress assessment index,
dan skor COMFORT. Penliti juga melakukan analisa karakteristik subyek
penelitian.

VI. Importance
Apakah penelitian ini penting?
Ya. Bronkiolitis merupakan salah satu kasus emergensi
VII.Applicability
Apakah penelitian ini dapat diaplikasikan?
Ya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk
memilih penggunaan metode bantuan nafas nCPAP atau HHHFNC pada anak
dengan bronkiolitis akut. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan
sebagai acuan atau referensi untu penelitian selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai