PENGERTIAN PLTA
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah salah satu pembangkit yang memanfaatkan
aliran air untuk diubah menjadi energi listrik. Energi listrik yang dibangkitkan ini biasa
disebut sebagai hidroelektrik. Pembangkit listrik ini bekerja dengan cara merubah energi air
yang mengalir (dari bendungan atau air terjun) menjadi energi mekanik (dengan bantuan
turbin air) dan dari energi mekanik menjadi energi listrik (dengan bantuan generator).
Kemudian energi listrik tersebut dialirkan melalui jaringan-jaringan yang telah dibuat, hingga
akhirnya energi listrik tersebut sampai ke rumah.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) terdiri dari beberapa bagian yaitu :
1. Bendungan, berfungsi menampung air dalam jumlah besar untuk menciptakan tinggi
jatuh air agar tenaga yang dihasilkan juga besar. Selain itu bendungan juga berfungsi
untuk pengendalian banjir.
2. Turbin, berfungsi mengubah aliran air menjadi energi mekanik. Air yang jatuh akan
mendorong baling-baling sehingga menyebabkan turbin berputar. Perputaran turbin ini
dihubungkan ke generator. Turbin air kebanyakan bentuknya seperti kincir angin.
3. Generator, dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi putar sehingga ketika baling-
baling turbin berputar maka generator juga ikut berputar. Generator selanjutnya
merubah energi mekanik dari turbin menjadi energi listrik.
4. Jalur Transmisi, berfungsi mengalirkan energi listrik dari PLTA menuju rumah-rumah
dan pusat industri.
Besarnya listrik yang dihasilkan oleh PLTA tergantung dua faktor yaitu, semakin tinggi suatu
bendungan, semakin tinggi air jatuh maka semakin besar tanaga yang dihasilkan. Dan
semakin banyak air yang jatuh maka turbin akan menghasilkan tenaga yang lebih banyak.
Di Indonesia terdapat banyak sekali sungai-sungai besar maupun kecil yang terdapat di
berbagai daerah. Hal ini merupakan peluang yang bagus untuk pengembangan energi listrik di
daerah khususnya daerah yang belum terjangkau energi listrik. Energi listrik yang
dibangkitkan dari ini biasa disebut sebagai hidroelektrik. Bentuk utama dari pembangkit
listrik jenis ini adalah generator yang dihubungkan ke turbin yang digerakkan oleh air.
Kapasitas PLTA diseluruh dunia ada sekitar 675.000 MW, setara dengan 3,6 milyar barrel
minyak atau sama dengan 24 % kebutuhan listrik dunia yang digunakan oleh lebih 1 milyar
orang. Penggunaan tenaga air mungkin merupakan bentuk energi tertua yang pernah dikenal
manusia. Perbedaan vertikal antara batas atas dengan batas bawah bendungan dimana terletak
turbin air, yang dikenal dengan tinggi terjun. Tinggi terjun ini mengakibatkan air yang
mengalir akan memperoleh energi kinetik yang kemudian mendesak sudu-sudu turbin.
Bergantung kepada tinggi terjun dan debit air, dikenal tiga macam turbin yaitu: Pelton,
Francis dan Kaplan.
Adalah pusat listrik yang menggunakan gabungan dari dua jenis sebelumnya, jadi
energi potensial yang diperoleh dari bendungan dan terusan.
1. Bendungan
Berfungsi untuk :menampung air dalam jumlah besar karena turbin memerlukan
pasokan air yang cukup dan stabil. Selain itu juga berfungsi untuk pengendalian
banjir. contoh waduk Jatiluhur yang berkapasitas 3 miliar kubik air dengan volume
efektif sebesar 2,6 miliar kubik.
2. Turbin
Turbin berfungsi untuk mengubah energi potensial menjadi energi mekanik. Air akan
memukul sudu –sudu dari turbin sehingga turbin berputar. Perputaran turbin ini
dikopel ke generator sehningga generator ikut berputar dan menghasilkan listrik.
Turbin terdiri dari berbagai jenis seperti turbin Francis, Kaplan, Pelton, dll.
3. Generator
Keterangan :
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang
mengahasilkan daya berkapasitas 105 MW termasuk didalam golongan PLTA besar. Untuk
meningkatkan efisiensi PLTA maka diperlukan peningkatan efisiensi pula pada komponen –
komponen yang terdapat didalam PLTA. Seperti pada penjelasan berikut dari hasil analisa
kelompok kami, yaitu :
P/
Ns
gH 5 / 4
Dimana :
- n = jumlah putaran (rpm)
- = kecepatan sudut (radian/s)
- P = daya mekanik (HP)
- H = head (m)
- g = percepatan gravitasi (m/s2)
Kecepatan spesifik juga merupakan titik awal dari analisis desain dari
sebuah turbin baru. Sekali kecepatan spesifik yang diinginkan
diketahui, dimensi dasar dari bagian-bagian turbin dapat dihitung
dengan mudah.
Untuk mengeluarkan sedimen dari dalam waduk, ada beberapa metoda yang
telah digunakan, namun dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan baik
secara ekonomis dan teknis menguntungkan. Pada prinsipnya terdapat dua
kondisi sedimen yang akan dikeluarkan dari dalam waduk yaitu :
Fakta menunjukkan bahwa sedimen yang telah mengendap tidak mudah untuk
dibuat melayang kembali ( resuspension ), terutama material berkohesi. Untuk
itu, akan sangat menguntungkan kalau dapat memperlambat proses
pengendapan dan mencoba untuk membuangnya keluar dari waduk sebelum
sedimen sempat mengendap.
b. Dredging
c. Drawdown Culvert
KESIMPULAN
Dari hasil analisa diatas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan efisiensi PLTA
dipengaruhi oleh dua hal, yaitu besarnya head (tinggi jatuh air) sehingga berpengaruh pula
pada pemilihan turbin dan volume waduk itu sendiri sebagai turunan faktor besar kecilnya
tinggi jatuh air dan ketersediaanya.
Rugi-Rugi dan Meningkatkan Efisiensi Pada PLTA Daya 105MW
Efisiensi Turbin
Ns = Kecepatan dari turbin yang bekerja menghasilkan daya 1 BHp pada head 1
meter
P = Daya (Hp)
H = Head (meter)
Kasus
(Turbin Reaksi ) Jika Ns rendah tidak baik bagi efisiensi , karena gesekan cakram
bantalan (disc) naik dengan turun nya Ns karena besar dimensi roda pada kecepatan
rendah.
(Turbin Pelton )Jika Ns tinggi sebanding dengan rugi rugi buang yang besar (discarge
loses), rugi rugi gesek dan rugi kebocoran dapat direduksi dan menaikkan Ns tetapi
rugi rugi buang naik dengan cepat.
Panjang Pipa Saluran (penstok)
Semakin panjang pipa saluran maka semakin besar juga rugi rugi yang ada pada aliran
air terutama rugi gesek, sehingga kecepatan dan tekanan air yang nantinya akan
menumbuk sudu akan berkurang. Untuk mengatasi kasus yang seperti itu dalam
instalasi pipa saluran air dalam PLTA biasanya di buat sedemikian rupa sehingga
mendapatkan tinggi air jatuh yang tinggi untuk performa maksimal pada PLTA
Bantalan merupakan salah satu bagian dari mesin/turbin yang memegang peranan
cukup penting karena fungsi dari bantalan yaitu untuk menumpu suatu poros, agar
poros dapat berputar tampa menyebapkan gesekan yang tidak kita inginkan karena itu
bantalan juga bisa menjadi rugi-rugi pada PLTA tersebut, pemasangan bantalan poros
yang satu harus dipasang sebaris dg bantalang yg lain ya untuk mengurangi rugi gesek
dan rug berat putaran.
Definisinya bermacam-macam.
1. Berdasarkan tekanan
2. Berdasarkan tinggi tekan (head)
4. Berdasarkan debit
5. Berdasarkan tenaga
Mengatur air masuk (nosel) pada sudut sudu masuk dan keluar
Kekasaran sudu
Kekasaran pipa
PLTU batu bara di Indonesia yang pertama kali dibangun adalah di Suryalaya pada
tahun1984 dengan kapasitas terpasang 4 x 400 MW. Kemudian PLTU Bukit Asam dengan
kapasitas 2 x 65 MW pada tahun 1987. Dan pada tahun 1993-an beroperasi pula PLTU Paiton
1 dan 2 masing-masing dengan kapasitas 400 MW. Kemudian PLTU Suryalaya akan
dikembangkan dari unit 5 - 7 dengan kapasitas 600 MW/unit. PLTU batu bara pada tahun
1994 kapasitasnya sudah mencapai 2.130 MW (16 persen dari total daya terpasang). Pada
tahun 2003 kapasitasnya diperkirakan sekitar 12.100 MW (37 persen ), tahun 2008/09
mencapai 24.570 MW (48 persen ) dan pada tahun 2020 sekitar 46.000 MW. Sementara itu
pemakaian batu bara pada tahun 1995 tercatat bahwa untuk menghasilkan energi listrik sebsar
17,3 Twh dibutuhkan batu bara sebanyak 7,5 juta ton. Dan pada tahun 2005 pemakaian batu
bara diperkirakan mencapai 45,2 juta ton dengan energi listrik yang dihasilkan mencapai 104
Twh.
Sistem Pembakaran
Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai
terbentuk air panas atau steam. Air panas atau steam pada tekanan tertentu kemudian
digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Sistem boiler terdiri dari: sistem air
umpan, system steam, dan sistem bahan bakar. Air adalah media yang dipakai pada proses
bertemperatur tinggi ataupun untuk perubahan parsial menjadi energy mekanis didalam
sebuah turbin. Seperti halnya boiler pada PLTU juga menggunakan fluida kerja berupa air
umpan yang berasal dari pengolahan air laut. Gambar 1 menjelaskan sistem pembakaran yang
terjadi pada boiler hingga terbentuknya steam yang merupakan hasil pembakaran yang
diperlukan untuk menggerakkan turbin sehingga akan tercipta tegangan listrik pada generator.
Dari penjelasan skema diatas dapat dijabarkan kerugian / kehilangan panas (Heat Loss) adalah
sebagai berikut :
a. Kehilangan panas karena gas buang kering (L1)
Gas asap hasil pembakaran yang keluar dari boiler masih memiliki kalor yang tinggi.
Kalor yang berasal dari gas buang tersebut dimanfaatkan kembali dengan
menggunakan media Air Heater, yaitu berfungsi untuk memanaskan udara
pembakaran. Gas asap yang keluar dari Air Heater juga masih memiliki kalor, tetapi
sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali. Hal ini menimbulkan kerugian yang disebut
kehilangan panas karena terbawa gas buang kering. Dapat dijabarkan sebagai
berikut:
Kehilangan panas karena gas buang kering / “Heat Loss Due to Dry gas"
(L1) = { Dry gas x Specific heat of flue gas x ( Flue gas temperature - Reference air
temperature ) }
b. Kehilanga panas karena kandungan air dalam bahan bakar (L2)
Air dalam bahan bakar tidak akan bereaksi dalam proses pembakaran, dan akan
menyerap sebagian kalor dari hasil pembakaran. Akibatnya akan mengurangi kalor
yang digunakan oleh boiler untuk menguapkan air umpan (Feed Water). Kerugian ini
yang disebut sebagai kehilangan panas karena adanya kandungan air dalam bahan
bakar. Dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kehilangan panas karena adanya kandungan air dalam bahan bakar / “Heat Loss Due
to Moisture in Fuel" (L2) = Moisture in Fuel (Mf1) x {595 + (0,46 x Flue gas
temperature) - Reference air temperature }.
c. Kehilangan panas karena kadar air untuk pembakaran hidrogen dalam bahan bakar
(L3) :
Unsur hidrogen yang ada didalam bahan bakar menyebabkan terjadinya uap air
(H2O) pada proses pembakaran. Akibatnya kalor yang timbul akibat pembakaran
bahan bakar di boiler sebagian diserap oleh uap air ini, sehingga mengurangi kalor
yang digunakan oleh boiler untuk menguapkan air umpan (Feed Water).
Hal ini menimbulkan kerugian yang berdampak terhadap penurunan effisiensi boiler,
dan disebut sebagai kehilangan panas karena kadar air untuk pembakaran hidrogen
dalam bahan bakar. Dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kehilangan panas karena kadar air untuk pembakaran hidrogen dalam bahan bakar /
“Heat Loss Due to Moisture from Burning Hydrogen" (L3) = Moisture in Fuel (Mf2)
x { 595 + (0,46 x Flue gas temperature) - Reference air temperature }
Em = Ek + Eb
Em = Energi yang terdapat dalam bahan bakar pada boiler
Ek = Energi efektif pada poros turbin
Eb = energi yang terbuang melalui kondensor
n = Ek / Em = (Em - Ek) / Em
Grafik-1 : Perkembangan suhu dan tekanan PLTU
Neraca panas merupakan keseimbangan energi total yang masuk boiler terhadap yang
meninggalkan boiler dalam bentuk yang berbeda. Gambar berikut memberikan gambaran
berbagai kehilangan yang terjadi untuk pembangkitan steam. Efisiensi adalah suatu tingkatan
kemampuan kerja dari suatu alat. Sedangkan efisiensi pada boiler adalah prestasi kerja atau
tingkat unjuk kerja boiler atau ketel uap yang didapatkan dari perbandingan antara energi
yang dipindahkan ke atau diserap oleh fluida kerja didalam ketel dengan masukan energi
kimia dari bahan bakar. Untuk tingkat efisiensi pada boiler atau ketel uap tingkat efisiensinya
berkisar antara 70% hingga 90%. Terdapat dua metode pengkajian efisiensi boiler:
Metode Langsung: energi yang didapat dari fluida kerja (air dan steam)
dibandingkan dengan energi yang terkandung dalam bahan bakar boiler.
Metode Tidak Langsung: efisiensi merupakan perbedaan antara kehilangan dan
energi yang masuk.
Pada metodologi ini akan menggunakan metode langsung untuk menyelesaikan
perhitungan efisiensi. Dikenal juga sebagai ‘metode input-output’ karena kenyataan bahwa
metode ini hanya memerlukan keluaran/output (steam) dan panas masuk/input (bahan bakar)
untuk evaluasi efisiensi.
Peta kendali (control chart) dapat diklasifikaikan kedalam dua tipe umum. Apabila
karakteristik kualitas dapat terukur dan dinyatakan bilangan, ini biasanya dinamakan control
chart variabel. Namun banyak karakteristik kualitas yang tidak dapat diukur dengan skala
kualitas. Dalam keadaan ini kita dapat menilai tiap unit produk itu memiliki atau tidak
memiliki sifat tertentu, atau kita dapat mencacah banyak yang tidak sesuai (cacat) pada suatu
unit produk. Control chart untuk karakteristik kualitas semacam itu dinamakan control chart
atribut. Pada penelitian ini menggunakan peta kendali variabel untuk menganalisa sistem
pembakaran pada boiler.Peta kendali yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta kendali
X-bar dan S.
Six Sigma
Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dengan
berfokus kepada pengendalian produk/proses sehingga sepanjang waktu dapat memenuhi
persyaratan dari produk/ proses tersebut. Metode ini diterapkan melalui beberapa tahapan,
yaitu: define, measure,
analyze, improve serta control (DMAIC).
a. Define: pada tahap ini team pelaksana mengidentifikasikan permasalahan,
mendefiniskan spesifikasi pelanggan, dan menentukan tujuan (pengurangan
cacat/biaya dan target waktu).
b. Measure: tahap untuk memvalidasi permasalahan, mengukur/menganalisis
permasalahan dari data yang ada.
c. Analyze: menentukan faktor-faktor yang paling mempengaruhi proses; artinya
mencari satu atau dua faktor yang kalau itu diperbaiki akan memperbaiki proses
kita secara dramatis.
d. Improve: di tahap ini kita mendiskusikan ide-ide untuk memperbaiki sistem kita
berdasarkan hasil analisa terdahulu, melakukan percobaan untuk melihat hasilnya,
jika bagus lalu dibuatkan prosedur bakunya (standard operating procedure-SOP).
e. Control: di tahap ini kita harus membuat rencana dan desain pengukuran agar hasil
yang sudah bagus dari perbaikan team kita bisa berkesinambungan. Dalam tahap ini
kita membuat semacam metrics untuk selalu dimonitor dan dikoreksi bila sudah
mulai menurun ataupun untuk melakukan perbaikan lagi.
a. Identik sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak ramah lingkungan karena
komposisinya yang terdiri dari C, H, O, N, S, dan abu.
b. Kandungan C per mol batubara jauh lebih besar dibandingkan bahan bakar fosil
lainnya sehingga pengeluaran CO2 dari batubara jauh lebih banyak. Selain itu,
kandungan S dan N batubara bisa terlepas sebagai SOx dan NOx dan menyebabkan
terjadinya hujan asam.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode baru dalam pemanfaatan batubara agar dapat
meredam isu-isu lingkungan yang mungkin terjadi. Salah satu metode yang dapat menjadi
alternatif ialah pembakaran batubara menggunakan campuran O2/CO2. Keunggulan utama
dari metode ini yaitu adanya daur ulang aliran gas keluaran sehingga kandungan CO2 pada
aliran tersebut sangat tinggi, mencapai 95%. Dengan kandungan CO2 yang tinggi, proses
pemisahan karbondioksida menjadi lebih mudah dan ekonomis dibandingkan pada
pembakaran batubara konvensional (menggunakan udara) yang hanya menghasilkan CO2
sekitar 13% pada gas keluaran. Gas keluaran dengan kandungan CO2 sampai 95% bahkan
[2]
dapat langsung digunakan untuk proses oil enhanced recovery (EOR) . Pembakaran
batubara menggunakan campuran O2/CO2 ditampilkan pada gambar di bawah ini.
Gambar Diagram Alir Proses Pembakaran Batu Bara dengan Menggunakan Campuran gas
O2/CO2
Selain kandungan CO2 gas keluaran yang tinggi, metode ini juga mempunyai efisiensi
pembakaran karbon yang tinggi. Hasil penelitian Liu (2005) menunjukkan bahwa
pembakaran batubara menggunakan media O2/CO2 menghasilkan efisiensi pembakaran
karbon yang lebih tinggi dibandingkan pembakaran batubara konvensional. Hal itu
dibuktikan dari kandungan karbon baik pada fly ash maupun bottom ash yang jauh lebih
sedikit.
I. Pendahuluan
Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik dengan menggunakan uap
sebagai penggerak utama, dimana uap tersebut di dapat dari air yang dipanaskan melalui
proses pembakaran hingga mencapai tekanan dan temperatur tertentu yang prosesnya
dilakukan di dalam boiler (ketel uap) dan dapat menggunakan bahan bakar Batu bara, residu
(MFO), Gas dan Solar.
PLTU juga termasuk pembangkit listrik yang biasa digunakan untuk kapasitas yang
besar dan dapat dipilih dari bahan bakar yang lebih murah dan mudah didapat. Akan tetapi
pembangkit listrik tersebut memerlukan areal yang luas serta tenaga kerja yang relatif banyak.
Pola operasi PLTU normalnya beroperasi terus-menerus selama 24 jam.
Didalam PLTU tersebut terdapat bagian- bagian utama yaitu Depot Bahan Bakar,
Boiler (Ketel Uap ), Turbin, kondensor dan Generator yang memiliki perubahan fungsi energi
masing – masing.
Hasil proses PLTU merupakan bentuk energi berguna karena dengan mudah dapat
diubah ke hampir semua bentuk energi dengan efisiensi konversi yang tinggi. Selain itu energi
listrik lainnya dengan konversi energi langsung maupun tidak langsung yaitu malalui media
perantara.
Salah satu bentuk energi tidak langsung adalah pusat pembangkit listrik tenaga uap,
dimana energi listrik yang dihasilkan oleh generator diperoleh berdasarkan dari perubahan
energi kimia yaitu bahan bakar dan oksigen untuk pembakaran dalam ruang bakar diubah
menjadi energi thermal (panas) yang diubah dari pembakaran menjadi tenaga energi potensial
yaitu uap yang mempunyai tekanan dan temperatur tinggi hasil dari pemanasan air dalam
boiler, kemudian diubah menjadi energi kinetik yaitu uap yang berkecepatan tinggi disalurkan
untuk memutar turbin.
Turbin yang berputar secara mekanis tersebut dikopling dengan generator kemudian
dengan memberikan arus penguat dari eksiter ke dalam generator, generator akan
membangkitkan tenaga listrik.
II. Pembahasan
Contoh Sistem kerja PLTU berbahan bakar Miyak
Gambar
Proses PLTU
Keterangan gambar :
1. Stack 17. Condenser 30. LP Heater
2. Boiler 18. MFO Tank 31. Deaerator
3. FD Fan 19. MFO Pump 32. Boiler Feed Pump
4. Air Heater 20. MFO Heater 33. HP Heater
5. Steam Drum 21. Burner 34. 18 kV/150kV
6. Primary 22. Circulating Water ......Switch Yard
…Superheater ......Pump 35. Transmission
7. Economizer 23. Desalination Plant
8. Header 24. Distillate Water
9. Water Wall ......Pump
10. Secondary ..... 25. Make Up Water
......Superheater ......Tank
11. Reheater 26. Make Up Water
12. Wind Box ......Pump
13. HP Turbine 27. Demin Water Tank
14. IP Turbine 28. Demin Water
15. LP Turbine ......Pump
16. Generator 29. Condensate Pump
A. Siklus Rankine
Prinsip kerja PLTU adalah berdasarkan siklus Rankine yang terdiri dari beberapa
proses sebagai berikut :
Bahan bakar berupa residu / MFO dialirkan dari kapal / tongkang ke dalam Pumping
House untuk dimasukkan ke dalam Fuel Oil Tank. Dari sini dipompa lagi dengan fuel oil
pump selanjutnya masuk ke dalam Fuel Oil Heater untuk dikabutkan di dalam Burner
sebagai alat proses pembakaran bahan bakar dalam Boiler.
Perputaran Generator akan menghasilkan energi listrik yang oleh penguat / exciter
tegangan mencapai 17,5 kV, kemudian oleh Trafo Utama / Main Transformater tegangan
dinaikkan menjadi 150 kV. Energi listrik itu lalu dibagi melalui Switch Yard untuk kemudian
dikirim ke Gardu Induk melalui Transmisi Tegangan Tinggi . Kemudian, tenaga listrik itu
dialirkan lagi pada para konsumen.
B. Sistem Pemanasan Udara Bakar
Penjelasan Umum Sistem Pemanasan Udara
Gas sisa pembakaran dinamakan Flue Gas. Dari ruang bakar, flue gas mengalir
menuju cerobong berupa natural flow, alias mengalir secara alami sesuai perbedaan tekanan
ruang bakar dan udara bebas . Flue Gas yang masih panas dimanfaatkan kembali dengan
proses heat exchanger (pertukaran panas) di area superheater (berfungsi untuk menaikkan
temperatur uap pemutar turbin menjadi “uap panas lanjut”), dan di area economizer
(berfungsi untuk menaikkan temperatur air pengisi boiler, sebagai usaha peningkatan
efisiensi siklus PLTU). Setelah itu, flue gas dimanfaatkan oleh GR Fan (Gas Recirculating
Fan), dimana sebagian volume flue gas dihembuskan kembali ke dalam ruang bakar.
Kemudian Flue Gas dimanfaatkan di area Air Heater, yang fungsinya sudah dijelaskan di
posting sebelumnya. Setelah itu flue gas dibuang ke udara bebas melalui cerobong.
Flue gas yang dilepas ke udara bebas memiliki beberapa syarat, yaitu temperatur
keluar, jumlah kandungan O2, serta emisi-emisi yang terkandung. Temperatur dijaga
sehingga saat keluar dari cerobong tetap di atas dew point sulfur, atau temperatur dimana
sulfur mencair dan membeku. Karena sulfur yang terkandung pada flue gas jika mencair akan
mmenempel dan membeku pada gas duct (ruang laluan gas) akan menyebabkan korosi. Dan
emisi tetap dijaga dengan penggunaan dust collector dan pengkondisian pembakaran yang
sempurna.
Kipas Tekan Paksa termasuk kipas sentrifugal. Kipas dengan tipe sentrifugal yang
direkayasa untuk kondisi spesifik masing-masing aplikasi, menggunakan berbagai jenis pisau
untuk memberikan efisiensi yang optimal, abrasi dan membangun-up resistensi. termasuk
mempertimbangkan berbagai faktor spesifik untuk aplikasi, seperti daya tahan, kekuatan,
temperatur, pemeliharaan, dan lain-lain, ketika merekomendasikan desain fan yang paling
tepat.
Desain Fitur :
Integral poros desain hub untuk gas panas atau kinerja tinggi aplikasi
Pengendalian output fan melalui kontrol baling inlet, peredam inlet atau kontrol
kecepatan
Piring pusat Custom untuk meminimalkan erosi, berat dan inersia
Diganti memakai liners di mana diperlukan untuk pemeliharaan dan umur panjang
fan
Kokoh perpecahan rumah yang dirancang untuk memudahkan akses dari perakitan
rotor
Kinerja Manfaat
Aplikasi
Gas resirkulasi, forced draft, air primer dan penggemar induced draft untuk boiler
dan industri utilitas
Diinduksi rancangan bypass dan penggemar debu koleksi untuk industri semen
Terowongan ventilasi
Primer ventilasi penggemar untuk industri pertambangan
Fans untuk coke oven
Pendingin udara, udara pembakaran dan penggemar gas buang untuk industri kaca
Uap proses, resirkulasi dan kipas pendingin untuk industri kimia
Fan Upgrade
Mempertahankan kinerja dari suatu alat berat memanglah tidaklah mudah,akan tetapi
tetap dapat dilakukan jika alat tersebut dirawat dengan baik dan benar. Forced Draft Fan ini
juga demikian,akan tetapi jika terjadi kerusakan pada bagian tertentu, kipas ini juga dapat
diperbaiki bahkan ditingkatkan kualitasnya.
Untuk mendapatkan tekanan yang postif diruang bakar maka digunakan kipas tekan
paksa atau yang biasa disebut dengan istilah F.D Fan, dengan tujuan untuk menekan udara
yang diambil dari udara luar (atmosfir) menuju ruang bakar. Untuk pengaturan jumlah udara
bakar yang dibutuhkan untuk pembakaran, maka pada lubang pemasukkan udara, pada kipas
dipasang airip-airip pengatur (damper) yang dapat digunakan untuk membuka dan menutup
sesuai kebutuhan.
Udara luar didapatkan dari F.D Fan yang dilanjutkan menuju air preheat coil yang
akhirnya dipanaskan pada air heater. Air preheating coil ini dirancang untuk menetapkan
rata-rata minimum temperature udara masuk – keluar 114oC. air heater memanaskan udara
yang digunakan untuk menyediakan udara panas untuk pembakaran
2. Air Heater
Udara bakar yang dijalankan oleh alat pemanas udara pendahuluan(air preheater coil)
masih dipanaskan lagi pada alat pemanas udara utama (air heater) dengan medianya gas
buangsisa pemanasan air dalam boiler yang akan dikeluarkan ke stack. Dua poros
vertikal, rotary, pemanas regeneratif telah tersedia. Pemanas udara rotor terdiri dari transfer
panas logam elemen bergelombang yang didukung dari poros pusat baja. Seal disediakan
untuk mencegah kebocoran gas dan udara di sekitar rotor. Air Heater disediakan dengan
instalasi -
listrik dan sistem pelumasan lengkap. Motor kecepatan rendah udara emergency disediakan
untuk mempertahankan rotasi rotor dalam kasus hilangnya drive motor listrik. Air pendingin
untuk bearings disediakan dari system ACW. Pemanas udara disediakan dengan semua
peralatan yang diperlukan untuk soot blowing dan water washing.
Cara pemanasannya adalah menggunakan lamel-lamel dari baja dan dibagikan atas
dari alat pemanas tersebut dilalui oleh gas buang hasil pembakaran dalam boiler, sehingga
udara yang masuk akan menjadi lebih panas yang dapat digunakan untuk proses pembakaran
yang sempurna dalam boiler yang sebelumnya pembakaran nya hanya menggunakan udara
atomized yang dihasilkan oleh air compresor. Pemasangan lamel-lamel dalam air heater itu
dipasang
4. Wind Box
Wind Box adalah suatu ruang pengumpul udara bakar yang telah melewati air preheater
coil dan air heater. Di dalam wind box ini tidak tertutup rapat, sehingga jika ada udara bakar
yang berlebihan masuk ke wind box, udara itu akan keluar ke lingkungan.
Swirler
Alat ini terbuat dari stailess steel untuk tahan dari panas radiant yang terjadi pada ruang
bakar (furnace). Swirler adalah alat bantu pada burner yang digunakan untuk mengatur nyala
api agar konstan dan arahnya selalu lurus. Swirler ini digunakan dengan bantuan udara untuk
meng-konstan kana arah api yang menyala dalam boiler untuk pemanasan uap basah.
Swirler berbentuk lingkaran dengan lubang yang arahnya spiral, agar arah api pembakaran
pada burner selalu searah. Udara bakar yang telah dibuat oleh air heater bukan hanya
digunakan untuk menyearahkan nyala api pada burner tetapi juga untuk pembakaran lanjut
agar sempurna. Dimana pembakaran awal terjadi dengan bantuan atomized air yang diperoleh
dari udara yang dikirim oleh air compresor.
C. Analisa Pemanfaatan Efisiensi dengan memakai dan tanpa memakai Air Heater
1. Air heater adalah bagian dari boiler yang digunakan untuk memanaskan udara
pembakaran dengan memanfaatkan kalor yang masih terkandung dalam gas asap
sebelum dibuang ke atmosfir. Dengan memanaskan udara pmebakaran sebelum
dimasukkan ke ruang bakar berarti mengurangi kebutuhan panas untuk menaikkan
temperature udara di dalam ruang bakar. Sehingga api dalam ruang bakar tidak banyak
mengalami penurunan temperature. Efisiensi di air heater merupakan perbandingan
antara besarnya kalor total gas asap yang bisa dimanfaatkan dengan besarnya kalor
yang dimanfaatkan oleh udara pembakaran. Oleh karena itu perlu dikaji tentang
perpindahan panas dan kerugian-kerugian yang mempengaruhi penurunan efisiensi dari
air heater. Dalam analisa perhitungan perpindahan panas di air heater dilakukan dengan
membandingkan data operasional air heater. Dari perhitungan tersebut, kita dapat
mengambil kesimpulan apakah kebocoran aliran udara mempengaruhi efisiensi dari
suatu air heater atau tidak. Apabila mempengaruhi efisiensi, maka perlu dilakukan
pemeliharaan terhadap air heater tersebut.
2. Air heater merupakan salah satu peralatan penting yang didalam PLTU, yang berfungsi
untuk memanaskan udara agar proses pembakaran di dalam Boiler sempurna. Air
Heater juga dapat menyebabkan menurunnya efisiensi Boiler apabila kemampuan heat
transfer pada air heater menurun, menurunnya kemampuan heat transfer ini disebabkan
element/plat pada Air Heater kotor. Penyebab kotornya elemen bisa terjadi dikarenakan
pembentukan kabut sulfat dari hasil pembakaran yang tidak sempurna dari adanya
unsur sulfur pada bahan bakar (kualitas bahan bakar jelek). Kotoran-kotoran tersebut
akan menempel pada elemen Air Heater dan membentuk kerak bahan korosi, yang
akhirnya membuat kinerja serta efisiensi Air Heater menurun, dan akibatnya akan
berpengaruh terhadap menurunnya efisiensi di Boiler. Untuk itu agar kinerja dan
efisensi Air Heater tetap dalam kondisi baik, maka perlu dilakukan perawatan dan
pencucian pada elemen Air Heater. Dalam analisis mengenai perhitungan perpindahan
panas pada elemen Air Heater sebelum dan sesudah overhaul dapat dihitung yang
meliputi Balance Energi (keseimbangan energi), menghitung koefisien perpindahan
kalor menyeluruh (U) pada elemen Air Heater primary dan secondary, menghtiung
beban perpindahan panas (Q), menghitung beda temperatur rata-rata menyeluruh
(ATm), serta menghitung efisiensi (n)pada Air Heater dengan kondisi elemen sebelum
dan sesudah overhaul.
3. Sistem udara pembakaran adalah suatu sistem yang dilengkapi dengan peralatan hingga
memperoleh udara panas yang dibutuhkan untuk proses pembakaran yang sempurna di
dalam boiler.
Udara untuk pembakaran diperoleh dari udara atmosfer yang dihisap dan ditekan oleh
FAF (Fresh Air Fan) menuju ruang bakar Boiler melalui pipa- pipa pemanas udara.
Untuk pengaturan kapasitas udara yang masuk digunakan alat bantu katup pengatur
yang digerakan oleh Servo motor. Fan udara ini menekan udara pembakaran dengan
tekanan yang lebih besar dari tekanan atmosfer ke ruang bakar melalui media hantaran
pipa- pipa sehingga bahan bakar dapat terbakar dengan lebih baik dari udara
pembakaran dan dimasukan ke bawah kisi dengan penarikan, dalam hal ini terjadi
peningkatkan efisisensi pembakaran.
Proses pemanasan udara dingin dengan Steam Air Heater (SAH) dan gas asap dari
pembakaran terjadi pada temperatur antara 200˚ C- 350˚C, untuk menghindari korosi di
dalam pipa- pipa pemanas udara di daerah bertemperatur rendah digunakan pemanas
udara pertama dengan uap sebagai pemanas (SAH) saat udara masuk, dimana udara
atmosfer (± 30 ˚C) dipanaskan hingga temperatur mencapai sekitar 60˚C, tahap
berikutnya dilanjutkan proses pemanasan udara 1 ( Air Heater 1), sebagai media
pemanasnya berasal dari sirkulasi gas asap hasil pembakaran dengan temperatur sekitar
325 ˚C.
Dengan adanya proses pemanasan awal udara pembakaran di peroleh keuntungan
sebagai berikut :
Pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna karena entalpi udara naik.
Dengan naiknya entalpi akan mengakibatkan penghematan pemakaian bahan bakar.
Mengurangi korosi material saluran udara karena temperatur udara yang tinggi
menyebabkan pembentukan jelaga pada pipa sehingga udara yang dihisap dapat di
cegah
III. Kesimpulan
1. Proses pemanasan udara bakar sangatlah penting untuk menyempurnakan proses
pembakaran dalam boiler yang sebelumnya penyalaan api hanya menggunakan atomized
air yang berasal dari air compresor, yang akhirnya dicampur dengan udara bakar dari Air
Heater sehingga penyalaan api menjadi sempurna dan terarah.
2. Dengan adanya proses pemanasan awal udara pembakaran pada air preheater coil di
peroleh keuntungan seperti
a. Pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna karena entalpi udara naik.
b. Dengan naiknya entalpi akan mengakibatkan penghematan pemakaian bahan bakar.
c. Mengurangi korosi material saluran udara karena temperatur udara yang tinggi
menyebabkan pembentukan jelaga pada pipa sehingga udara yang dihisap dapat di cegah.
3. Siklus udara disini bukan hanya untuk membantu pembakaran dalam boiler, tetapi juga
dapat digunakan untuk pemakaian soot blower yang berfungsi untuk menghilangkan
kerak-kerak dalam dinding boiler (main wall).
4. Jika tidak melakukan sistem pembakaran udara untuk membantu pembakaran dalam
boiler dan jika pembakaran dalam boiler hanya dengan penyalaan api dari bahan bakar
dengan udara atomized, maka boiler akan mengalami masalah karena pembakaran dalam
boiler itu tidak sempurna. Dan temperatur gas buang ke stack akan lebih tinggi karena
tidak terjadi pertukaran panas pada air heater.
5. Biaya proses produksi akan semakin lebih irit dibanding dengan pembangkit tanpa
memakai air heater sebagai pemanas udara awal yang masuk ke dapur pembakaran (ketel
uap/boiler).
PLTU batu bara di Indonesia yang pertama kali dibangun adalah di Suryalaya pada
tahun1984 dengan kapasitas terpasang 4 x 400 MW. Kemudian PLTU Bukit Asam dengan
kapasitas 2 x 65 MW pada tahun 1987. Dan pada tahun 1993-an beroperasi pula PLTU Paiton
1 dan 2 masing-masing dengan kapasitas 400 MW. Kemudian PLTU Suryalaya akan
dikembangkan dari unit 5 - 7 dengan kapasitas 600 MW/unit. PLTU batu bara pada tahun
1994 kapasitasnya sudah mencapai 2.130 MW (16 persen dari total daya terpasang). Pada
tahun 2003 kapasitasnya diperkirakan sekitar 12.100 MW (37 persen ), tahun 2008/09
mencapai 24.570 MW (48 persen ) dan pada tahun 2020 sekitar 46.000 MW. Sementara itu
pemakaian batu bara pada tahun 1995 tercatat bahwa untuk menghasilkan energi listrik sebsar
17,3 Twh dibutuhkan batu bara sebanyak 7,5 juta ton. Dan pada tahun 2005 pemakaian batu
bara diperkirakan mencapai 45,2 juta ton dengan energi listrik yang dihasilkan mencapai 104
Twh.
Banyaknya pemakaian batu bara tentunya akan menentukan besarnya biaya pembangunan
PLTU. Harga batu bara itu sendiri ditentukan oleh nilai panasnya (Kcal/Kg), artinya bila nilai
panas tetap maka harga akan turun 1 persen pertahun. Sedang nilai panas ditentukan oleh
kandungan zat SOx yaitu suatu zat yang beracun, jadi pada pembangkit harus dilengkapi alat
penghisap SOx. Hal inilah yang menyebabkan biaya PLTU Batu bara lebih tinggi sampai 20
persen dari pada PLTU minyak bumi. Bila batu bara yang digunakan rendah kandungan SOx-
nya maka pembangkit tidak perlu dilengkapi oleh alat penghisap SOx dengan demikian harga
PLTU batu bara bisa lebih murah. Keunggulan pembankit ini adalah bahan bakarnya lebih
murah harganya dari minyak dan cadangannya tersedia dalam jumlah besar serta tersebar di
seluruh Indonesia.
Adapun prinsip kerja PLTU itu adalah batu bara yang akan digunakan/dipakai dibakar
di dalam boiler secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh laju pembakaran
yang rendah dan tanpa mengurangi suhu yang diperlukan sehingga diperoleh pembentukan
NOx yang rendah. Batu bara sebelum dibakar digiling hingga menyerupai butir-butir beras,
kemudian dimasukkan ke wadah (boiler) dengan cara disemprot, di mana dasar wadah itu
berbentuk rangka panggangan yang berlubang. Pembakaran bisa terjadi dengan bantuan
udara dari dasar yang ditiupkan ke atas dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa,
akibatnya butir bata bara agak terangkat sedikit tanpa terbawa sehingga terbentuklah lapisan
butir-butir batu bara yang mengambang. Selain mengambang butir batu bara itu juga
bergerak berarti hal ini menandakan terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek
yang baik sehingga butir itu habis terbakar. Karena butir batu bara relatif mempunyai ukuran
yang sama dan dengan jarak yang berdekatan akibatnya lapisan mengambang itu menjadi
penghantar panas yang baik. Karena proses pembakaran suhunya rendah sehingga NOx yang
dihasilkan kadarnya menjadi rendah, dengan demikian sistim pembakaran ini bisa
mengurangi polutan. Bila ke dalam tungku boiler dimasukkan kapur (Ca) dan dari dasar
tungku yang bersuhu 750 - 950 ¼C dimasukkan udara akibatnya terbentuk lapisan
mengambang yang membakar. Pada lapisan itu terjadi reaksi kimia yang menyebabkan sulfur
terikat dengan kapur sehingga dihasilkan CaSO4 yang berupa debu sehingga mudah jatuh
bersama abu sisa pembakaran. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengurangan emisi
sampai 98 persen dan abu CaSO4-nya bisa dimanfaatkan. Keuntungan sistim pembakaran ini
adalah bisa menggunakan batu bara bermutu rendah dengan kadar belerang yang tinggi dan
batu bara seperti ini banyak terdapat di Indonesia.
Pembakaran batu bara ini akan menghasilkan uap dan gas buang yang panas. Gas
buang itu berfungsi juga untuk memanaskan pipa boiler yang berada di atas lapisan
mengambang. Gas buang selanjutnya dialiri ke pembersih yang di dalamnya terdapat alat
pengendap abu setelah gas itu bersih lalu dibuang ke udara melalui cerobong. Sedangkan uap
dialiri ke turbin yang akan menyebabkan turbin bergerak, tapi karena poros turbin
digandeng/dikopel dengan poros generator akibatnya gerakan turbin itu akan menyebabkan
pula gerakan generator sehingga dihasilkan energi listrik. Uap itu kemudian dialiri ke
kondensor sehingga berubah menjadi air dan dengan bantuan pompa air itu dialiri ke boiler
sebagai air pengisi.
Generator biasanya berukuran besar dengan jumlah lebih dari satu unit dan dioperasikan
secara berlainan. Sedangkan generator ukuran menengah didisain berdasarkan asumsi bahwa
selama masa manfaatnya akan terjadi 10.000 kali star-stop. Berarti selama setahun dilakukan
250 x star-stop maka umur pembangkit bisa mencapai 40 tahun. Bila daya generator
meningkat maka kecepatannya meningkat pula dan bila kecepatan kritikan dilalui maka perlu
dilakukan pengendalian poros generator supaya tidak terjadi getaran. Untuk itu konstruksi
rotor dan stator serta mutu instalasi perlu ditingkatkan. Boilernya menggunakan sirkulasi
alam dan menghasilkan uap dengan tekanan 196,9 kg/cm2 dan suhu 554¼C. PLTU ini
dilengkapi dengan presipitator elektro static yaitu suatu alat untuk mengendalikan partikel
yang akan keluar cerobong dan alat pengolahan abu batu bara. Sedang uap yang sudah
dipakai kemudian didinginkan dalam kondensor sehingga dihasilkan air yang dialirkan ke
dalam boiler. Pada waktu PLTU batubara beroperasi suhu pada kondensor naiknya begitu
cepat, sehingga mengakibatkan kondensor menjadi panas. Sedang untuk mendinginkan
kondensor bisa digunakan air, tapi harus dalam jumlah besar, hal inilah yang menyebabkan
PLTU dibangun dekat dengan sumber air yang banyak seperti di tepi sungai atau tepi pantai.
Efisiensi
Bila pada PLTU batu bara tekanan kondensornya turun, maka daya gunanya meningkat.
Biasanya tekanan kondensor berhubungan langsung atau berbanding lurus dengan besarnya
suhu air pendingin yang berasal dari uap pada kondensor. Jadi bila suhu itu rendah, maka
tahanannya juga rendah dan pada suhu terendah akan dihasilkan/terjadi tekanan jenuh.
Karena air pendingin itu biasanya terdiri dari air yang berasal dari uap turbin dan air berasal
dari laut dan sungai. Akibatnya suhu terendah besarnya sesuai dengan air yang digunakan
sehingga tekanan jenuh sulit diperoleh. Peningkatan daya guna bisa dilakukan dengan
pemanasan ulang dan pembakaran batu bara yang kurang bermutu.
1. Pemanasan Ulang
Hal ini bisa dilakukan dengan membagi turbin menjadi dua bagian yaitu bagian
tekanan tinggi (TT) dan bagian tekanan rendah (TR) yang berada pada satu poros.
Dengan demikian pembangkit ini mempunyai susunan sebagai berikut : Boiler - TT -
TR - Generator.
Cara kerjanya :
Uap dari boiler dimasukan/dialirkan ke bagian TT, setela h uap itu dipakai dialirkan
kembali ke boiler untuk pemanasan ulang. Kemudian uap dari boiler itu dialirkan lagi
ke turbin TR untuk dipakai sebagai penggerak generator. Dengan demikian jumlah
energi yang bisa dimanfaatkan menjadi besar akibatnya daya guna atau efiseinsi
menjadi besar pula. Dari sini bisa disimpulkan bila turbin dibagi menjadi tiga bagian
yaitu TT, TM, dan TR maka energi yang diperoleh juga besar, hal ini biasanya
digunakan pada mesin dengan ukuran besar.
Meningkatnya suhu (hingga mencapai 560 ¼C) dan tekanan (hingga mancapai 250
kg/cm2) uap tentunya menyebabkan pertumbuhan PLTU menjadi lebih pesat. Hal ini
ditunjukkan dengan meningkatnya efisiensi dan keandalan. Dengan meningkatnya
daya berarti desain boiler juga harus diperbaiki yaitu dilengkapi dengan peralatan
pengendalian NOx, peralatan untuk mengeluarkan sulfur dari gas buang dan peralatan
untuk mencegah berbagai partikel keluar dari cerobong. Peningkatan efisiensi pada
PLTU bisa juga dilakukan dengan cara menambah panjang sudu. Hal ini karena
dengan sudu-sudu yang panjang berarti rugi-ruginya akan berkurang.
Artikel 2
Pendahuluan
Klasifikasi kualitas batubara secara umum terbagi 2, yaitu pembagian secara ilmiah dalam hal
ini berdasarkan tingkat pembatubaraaan, dan pembagian berdasarkan tujuan penggunaannya.
Berdasarkan urutan pembatubaraannya, batubara terbagi menjadi batubara muda (brown coal
atau lignite), sub bituminus, bituminus, dan antrasit. Sedangkan berdasarkan tujuan
penggunaannya, batubara terbagi menjadi batubara uap (steam coal), batubara kokas (coking
coal atau metallurgical coal), dan antrasit.
Batubara uap merupakan batubara yang skala penggunaannya paling luas. Berdasarkan
metodenya, pemanfataan batubara uap terdiri dari pemanfaatan secara langsung yaitu
batubara yang telah memenuhi spesifikasi tertentu langsung digunakan setelah melalui proses
peremukan (crushing/milling) terlebih dulu seperti pada PLTU batubara, kemudian
pemanfaatan dengan memproses terlebih dulu untuk memudahkan penanganan (handling)
seperti CWM (Coal Water Slurry), COM (Coal Oil Mixture), dan CCS (Coal Cartridge
System), dan selanjutnya pemanfataan melalui proses konversi seperti gasifikasi dan
pencairan batubara
Pada PLTU batubara, bahan bakar yang digunakan adalah batubara uap yang terdiri dari kelas
sub bituminus dan bituminus. Lignit juga mulai mendapat tempat sebagai bahan bakar pada
PLTU belakangan ini, seiring dengan perkembangan teknologi pembangkitan yang mampu
mengakomodasi batubara berkualitas rendah.
Pada PLTU, batubara dibakar di boiler menghasilkan panas yang digunakan untuk mengubah
air dalam pipa yang dilewatkan di boiler tersebut menjadi uap, yang selanjutnya digunakan
untuk menggerakkan turbin dan memutar generator. Kinerja pembangkitan listrik pada PLTU
sangat ditentukan oleh efisiensi panas pada proses pembakaran batubara tersebut, karena
selain berpengaruh pada efisiensi pembangkitan, juga dapat menurunkan biaya
pembangkitan. Kemudian dari segi lingkungan, diketahui bahwa jumlah emisi CO2 per satuan
kalori dari batubara adalah yang terbanyak bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil
lainnya, dengan perbandingan untuk batubara, minyak, dan gas adalah 5:4:3. Sehingga
berdasarkan uji coba yang mendapatkan hasil bahwa kenaikan efisiensi panas sebesar 1%
akan dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 2,5%, maka efisiensi panas yang meningkat akan
dapat mengurangi beban lingkungan secara signifikan akibat pembakaran batubara. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa teknologi pembakaran (combustion technology)
merupakan tema utama pada upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan batubara secara
langsung sekaligus upaya antisipasi isu lingkungan ke depannya.
Pada dasarnya metode pembakaran pada PLTU terbagi 3, yaitu pembakaran lapisan tetap
(fixed bed combustion), pembakaran batubara serbuk (pulverized coal combustion /PCC), dan
pembakaran lapisan mengambang (fluidized bed combustion / FBC).Gambar 3 di bawah ini
menampilkan jenis – jenis boiler yang digunakan untuk masing – masing metode
pembakaran.
Gambar 2. Tipikal boiler berdasarkan metode pembakaran
Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses pembakarannya. Sebagai
bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu yang tidak terlalu rendah dan berukuran
maksimum sekitar 30mm. Selain itu, karena adanya pembatasan sebaran ukuran butiran
batubara yang digunakan, maka perlu dilakukan pengurangan jumlah fine coal yang ikut
tercampur ke dalam batubara tersebut. Alasan tidak digunakannya batubara dengan kadar abu
yang terlalu rendah adalah karena pada metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas
lapisan abu tebal yang terbentuk di atas kisi api (traveling fire grate) pada stoker boiler. Bila
kadar abunya sangat sedikit, lapisan abu tidak akan terbentuk di atas kisi tersebut sehingga
pembakaran akan langsung terjadi pada kisi, yang dapat menyebabkan kerusakan yang parah
pada bagian tersebut. Oleh karena itu, kadar abu batubara yang disukai untuk tipe boiler ini
adalah sekitar 10 – 15%. Adapun tebal minimum lapisan abu yang diperlukan untuk
pembakaran adalah 5cm.
Pada pembakaran dengan stoker ini, abu hasil pembakaran berupa fly ash jumlahnya sedikit,
hanya sekitar 30% dari keseluruhan. Kemudian dengan upaya seperti pembakaran NOx dua
tingkat, kadar NOx dapat diturunkan hingga sekitar 250 – 300 ppm. Sedangkan untuk
menurunkan SOx, masih diperlukan tambahan fasilitas berupa alat desulfurisasi gas buang.
Saat ini, kebanyakan PLTU terutama yang berkapasitas besar masih menggunakan metode
PCC pada pembakaran bahan bakarnya.Hal ini karena sistem PCC merupakan teknologi yang
sudah terbukti dan memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Upaya perbaikan kinerja PLTU
ini terutama dilakukan dengan meningkatkan suhu dan tekanan dari uap yang dihasilkan
selama proses pembakaran. Perkembangannya dimulai dari sub critical steam, kemudian
super critical steam, serta ultra super critical steam (USC). Sebagai contoh PLTU yang
menggunakan teknologi USC adalah pembangkit no. 1 dan 2 milik J-Power di teluk
Tachibana, Jepang, yang boilernya masing – masing berkapasitas 1050 MW buatan Babcock
Hitachi. Tekanan uap yang dihasilkan adalah sebesar 25 MPa (254.93 kgf/cm2) dan suhunya
mencapai 600℃/610℃ (1 stagereheat cycle).Perkembangan kondisi uap dan grafik
peningkatan efisiensi pembangkitan pada PCC ditunjukkan pada gambar 4 di di bawah ini.
Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal mill) sampai
berukuran 200 mesh (diameter 74μm), kemudian bersama – sama dengan udara pembakaran
disemprotkan ke boiler untuk dibakar. Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas
batubara yang digunakan, terutama sifat ketergerusan (grindability), sifat slagging, sifat
fauling, dan kadar air (moisture content). Batubara yang disukai untuk boiler PCC adalah
yang memiliki sifat ketergerusan dengan HGI (Hardgrove Grindability Index) di atas 40 dan
kadar air kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar (fuel ratio) kurang dari 2. Pembakaran
dengan metode PCC ini akan menghasilkan abu yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak
15% dan sisanya berupa fly ash.
Gambar 5. PCC Boiler
Ketika dilakukan pembakaran, senyawa Nitrogen yang ada di dalam batubara akan
beroksidasi membentuk NOx yang disebut dengan fuel NOx, sedangkan Nitrogen pada udara
pembakaran akan mengalami oksidasi suhu tinggi membentuk NOx pula yang disebut dengan
thermal NOx. Pada total emisi NOx dalam gas buang, kandungan fuel NOx mencapai 80 –
90%. Untuk mengatasi NOx ini, dilakukan tindakan denitrasi (de-NOx) di boiler saat proses
pembakaran berlangsung, dengan memanfaatkan sifat reduksi NOx dalam batubara.
Pada proses pembakaran tersebut, kecepatan injeksi campuran batubara serbuk dan udara ke
dalam boiler dikurangi sehingga pengapian bahan bakar dan pembakaran juga melambat. Hal
ini dapat menurunkan suhu pembakaran, yang berakibat pada menurunnya kadarthermal
NOx.
Selain itu, sebagaimana terlihat pada gambar 6 di atas, bahan bakar tidak semuanya
dimasukkan ke zona pembakaran utama, tapi sebagian dimasukkan ke bagian di sebelah atas
burner utama.NOx yang dihasilkan dari pembakara utama selanjutnya dibakar melalui 2
tingkat. Di zona reduksi yang merupakan pembakaran tingkat pertama atau disebut pula
pembakaran reduksi (reducing combustion), kandungan Nitrogen dalam bahan bakar akan
diubah menjadi N2. Selanjutnya, dilakukan pembakaran tingkat kedua atau pembakaran
oksidasi (oxidizing combustion), berupa pembakaran sempurna di zona pembakaran
sempurna.Dengan tindakan ini, NOx dalam gas buang dapat ditekan hingga mencapai 150 –
200 ppm.Sedangkan untuk desulfurisasi masih memerlukan peralatan tambahan yaitu alat
desulfurisasi gas buang.
Karena sifat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesifikasi bahan bakar yang akan
digunakan untuk FBC tidaklah seketat pada metode pembakaran yang lain. Secara umum,
tidak ada pembatasan yang khusus untuk kadar zat terbang (volatile matter), rasio bahan
bakar (fuel ratio) dan kadar abu. Bahkan semua jenis batubara termasuk peringkat rendah
sekalipun dapat dibakar dengan baik menggunakan metode FBC ini. Hanya saja ketika
batubara akan dimasukkan ke boiler, kadar air yang menempel di permukaannya (free
moisture) diharapkan tidak lebih dari 4%. Selain kelebihan di atas, nilai tambah dari metode
FBC adalah alat peremuk batubara yang dipakai tidak terlalu rumit, serta ukuran boiler dapat
diperkecil dan dibuat kompak.
Bila suhu pembakaran pada PCC adalah sekitar 1400 – 1500℃, maka pada FBC, suhu
pembakaran berkisar antara 850 – 900℃ saja sehingga kadarthermal NOx yang timbul dapat
ditekan. Selain itu, dengan mekanisme pembakaran 2 tingkat seperti pada PCC, kadar NOx
total dapat lebih dikurangi lagi.
Kemudian, bila alat desulfurisasi masih diperlukan untuk penanganan SOx pada metode
pembakaran tetap dan PCC, maka pada FBC, desulfurisasi dapat terjadi bersamaan dengan
proses pembakaran di boiler. Hal ini dilakukan dengan cara mencampur batu kapur (lime
stone, CaCO3) dan batubara kemudian secara bersamaan dimasukkan ke boiler. SOx yang
dihasilkan selama proses pembakaran, akan bereaksi dengan kapur membentuk gipsum
(kalsium sulfat). Selain untuk proses desulfurisasi, batu kapur juga berfungsi sebagai media
untuk fluidized bed karena sifatnya yang lunak sehingga pipa pemanas (heat exchanger tube)
yang terpasang di dalam boiler tidak mudah aus.
Berdasarkan mekanisme kerja pembakaran, metode FBC terbagi 2 yaitu Bubbling FBC dan
Circulating FBC (CFBC), seperti ditampilkan pada gambar 7 di atas.Dapat dikatakan bahwa
Bubbling FBC merupakan prinsip dasar FBC, sedangkan CFBC merupakan
pengembangannya.
Pada CFBC, terdapat alat lain yang terpasang pada boiler yaitu cyclone suhu tinggi. Partikel
media fluidized bed yang belum bereaksi dan batubara yang belum terbakar yang ikut terbang
bersama aliran gas buang akan dipisahkan di cyclone ini untuk kemudian dialirkan kembali
ke boiler. Melalui proses sirkulasi ini, ketinggian fluidized bed dapat terjaga, proses denitrasi
dapat berlangsung lebih optimal, dan efisiensi pembakaran yang lebih tinggi dapat tercapai.
Oleh karena itu, selain batubara berkualitas rendah, material seperti biomasa, sludge, plastik
bekas, dan ban bekas dapat pula digunakan sebagai bahan bakar pada CFBC. Adapun abu
sisa pembakaran hampir semuanya berupa fly ash yang mengalir bersama gas buang, dan
akan ditangkap lebih dulu dengan menggunakan Electric Precipitator sebelum gas buang
keluar ke cerobong asap (stack).
Pada FBC, bila tekanan di dalam boiler sama dengan tekanan udara luar, disebut dengan
Atmospheric FBC (AFBC), sedangkan bila tekanannya lebih tinggi dari pada tekanan udara
luar, sekitar 1 MPa, disebut dengan Pressurized FBC (PFBC).
PFBC
Pada PFBC, selain dihasilkan panas yang digunakan untuk memanaskan air menjadi uap
untuk memutar turbin uap, dihasilkan pula gas hasil pembakaran yang memiliki tekanan
tinggi yang dapat memutar turbin gas, sehingga PLTU yang menggunakan PFBC memiliki
efisiensi pembangkitan yang lebih baik dibandingkan dengan AFBC karena mekanisme
kombinasi (combined cycle) ini. Nilai efisiensi bruto pembangkitan (gross efficiency) dapat
mencapai 43%.
Sesuai dengan prinsip pembakaran pada FBC, SOx yang dihasilkan pada PFBC dapat ditekan
dengan mekanisme desulfurisasi bersamaan dengan pembakaran di dalam boiler, sedangkan
NOx dapat ditekan dengan pembakaran pada suhu relatif rendah (sekitar 860℃) dan
pembakaran 2 tingkat. Karena gas hasil pembakaran masih dimanfaatkan lagi dengan
mengalirkannya ke turbin gas, maka abu pembakaran yang ikut mengalir keluar bersama
dengan gas tersebut perlu dihilangkan lebih dulu.Pemakaian CTF (Ceramic Tube Filter)
dapat menangkap abu ini secara efektif. Kondisi bertekanan yang menghasilkan pembakaran
yang lebih baik ini secara otomatis akan menurunkan kadar emisi CO2 sehingga dapat
mengurangi beban lingkungan.
Untuk lebih meningkatkan efisiensi panas, unit gasifikasi sebagian (partial gasifier) yang
menggunakan teknologi gasifikasi lapisan mengambang (fluidized bed gasification)
kemudian ditambahkan pada unit PFBC.Dengan kombinasi teknologi gasifikasi ini maka
upaya peningkatan suhu gas pada pintu masuk (inlet) turbin gas memungkinkan untuk
dilakukan.
Pada proses gasifikasi di partial gasifier tersebut, konversi karbon yang dicapai adalah
sekitar 85%. Nilai ini dapat ditingkatkan menjadi 100% melalui kombinasi dengan
pengoksidasi (oxidizer).Pengembangan lebih lanjut dari PFBC ini dinamakan dengan
Advanced PFBC (A-PFBC), yang prinsip kerjanya ditampilkan pada gambar 10 di bawah
ini.Efisiensi netto pembangkitan (net efficiency) yang dihasilkan pada A-PFBC ini sangat
tinggi, dapat mencapai 46%.
Gambar 10. Prinsip kerja A-PFBC
ICFBC
Seperti terlihat pada gambar, ruang pembakaran utama (primary combustion chamber) dan
ruang pengambilan panas (heat recovery chamber) dipisahkan oleh dinding penghalang yang
terpasang miring. Kemudian, karena pipa pemanas (heat exchange tube) tidak terpasang
langsung pada ruang pembakaran utama, maka tidak ada kekhawatiran terhadap keausan pipa
sehingga pasir silika digunakan sebagai pengganti batu kapur untuk media FBC.Batu kapur
masih tetap digunakan sebagai bahan pereduksi SOx, hanya jumlahnya ditekan sesuai dengan
keperluan saja.
Di bagian bawah ruang pembakaran utama terpasang windbox untuk mengalirkan angin ke
boiler, dimana angin bervolume kecil dialirkan melalui bagian tengah untuk menciptakan
lapisan bergerak (moving bed) yang lemah, dan angin bervolume besar dialirkan melewati
kedua sisi windbox tersebut untuk menimbulkan lapisan bergerak yang kuat. Dengan
demikian maka pada bagian tengah ruang pembakaran utama akan terbentuk lapisan bergerak
yang turun secara perlahan, sedangkan pada kedua sisi ruang tersebut, media FBC akan
terangkat kuat ke atas menuju ke bagian tengah ruang pembakaran utama dan kemudian turun
perlahan – lahan, dan kemudian terangkat lagi oleh angin bervolume besar dari windbox.
Proses ini akan menciptakan aliran berbentuk spiral (spiral flow) yang terjadi secara kontinyu
pada ruang pembakaran utama. Mekanisme aliran spiral dari media FBC ini dapat menjaga
suhu lapisan mengambang supaya seragam.Selain itu, karena aliran tersebut bergerak dengan
sangat dinamis, maka pembuangan material yang tidak terbakar juga lebih mudah.
Kemudian, ketika media FBC yang terangkat kuat tersebut sampai di bagian atas dinding
penghalang, sebagian akan berbalik menuju ke ruang pengambilan panas. Karena pada ruang
pengambilan panas tersebut juga dialirkan angin dari bagian bawah, maka pada ruang
tersebut akan terbentuk lapisan bergerak yang turun perlahan juga. Akibatnya, media FBC
akan mengalir dari ruang pembakaran utama menuju ke ruang pengambilan panas kemudian
kembali lagi ke ruang pembakaran utama, membentuk aliran sirkulasi (circulating flow) di
antara kedua ruang tersebut. Menggunakan pipa pemanas yang terpasang pada ruang
pengambilan panas, panas dari ruang pembakaran utama diambil melalui mekanisme aliran
sirkulasi tadi.
Secara umum, perubahan volume angin yang dialirkan ke ruang pengambilan panas
berbanding lurus dengan koefisien hantar panas secara keseluruhan.Dengan demikian maka
hanya dengan mengatur volume angin tersebut, tingkat keterambilan panas serta suhu pada
lapisan mengambang dapat dikontrol dengan baik, sehingga pengaturan beban dapat
dilakukan dengan mudah pula.
Untuk lebih meningkatkan kinerja pembangkitan, proses pada ICFBC kemudian diberi
tekanan dengan cara memasukkan unit ICFBC ke dalam wadah bertekanan (pressurized
vessel), yang selanjutnya disebut dengan Pressurized ICFBC (PICFBC). Dengan mekanisme
ini maka selain uap air, akan dihasilkan pula gas hasil pembakaran bertekanan tinggi yang
dapat digunakan untuk memutar turbin gas sehingga pembangkitan secara kombinasi
(combined cycle) dapat diwujudkan.
Karena tulisan ini hanya membahas perkembangan teknologi pembangkitan listrik, maka
penjelasan tentang bagaimana proses gasifikasi batubara berlangsung tidak akan diterangkan
disini.
IGCC
Garis besar diagram alir pembangkit listrik sistem IGCC ditampilkan pada gambar 12 di
bawah ini.
Seperti terlihat pada gambar, pada sistem ini terdapat alat gasifikasi (gasifier) yang
digunakan untuk menghasilkan gas, umumnya bertipe entrained flow. Yang tersedia di
pasaran saat ini untuk tipe tersebut misalnya Chevron Texaco (lisensinya sekarang dimiliki
GE Energy), E-Gas (lisensinya dulu dimiliki Dow, kemudian Destec, dan terakhir Conoco
Phillips ), dan Shell. Prinsip kerja ketiga alat tersebut adalah sama, yaitu batubara dan
oksigen berkadar tinggi dimasukkan kedalamnya kemudian dilakukan reaksi berupa oksidasi
sebagian (partial oxidation) untuk menghasilkan gas sintetis (syngas), yang 85% lebih
komposisinya terdiri dari H2 dan CO. Karena reaksi berlangsung pada suhu tinggi, abu pada
batubara akan melebur dan membentuk slag dalam kondisi meleleh (glassy slag). Adapun
panas yang ditimbulkan oleh proses gasifikasi dapat digunakan untuk menghasilkan uap
bertekanan tinggi, yang selanjutnya dialirkan ke turbin uap.
Oksigen yang digunakan untuk proses gasifikasi dihasilkan dari fasilitas Air Separation Unit
(ASU). Unit ini berfungsi untuk memisahkan oksigen dari udara melalui mekanisme
cryogenic separation, menghasilkan oksigen berkadar sekitar 95%. Selain oksigen, pada
ASU juga dihasilkan nitrogen yang digunakan sebagai media inert untuk feeding batubara ke
gasifier, selain dapat pula digunakan untuk menurunkan suhu pada combustor sehingga emisi
NOx dapat terkontrol.
Pada gas sintetis, selain H2 dan CO juga dihasilkan unsur lain yang tidak ramah lingkungan
seperti HCN, H2S, NH3, COS, uap air raksa, dan char. Oleh karena itu, gas harus diproses
terlebih dulu untuk menghilangkan bagian tersebut sebelum dikirim ke turbin gas. Gas buang
dari turbin gas kemudian mengalir ke Heat Recovery Steam Generator (HRSG) yang
berfungsi mengubah panas dari gas tersebut menjadi uap air, yang selanjutnya dialirkan
menuju turbin uap.Dengan mekanisme seperti ini, efisiensi netto pembangkitan yang
dihasilkan juga jauh melebihi pembangkitan pada sistem biasa (PCC) yang saat ini
mendominasi. Selain efisiensi pembangkitan, kelebihan lain IGCC adalah sangat rendahnya
kadar emisi polutan yang dihasilkan, fleksibilitas bahan bakar yang dapat digunakan,
penggunaan air yang 30-40% lebih rendah dibanding PLTU konvensional (PCC), tingkat
penangkapan CO2 yang signifikan, slag yang dapat dimanfaatkan untuk material pekerjaan
konstruksi, dan lain – lain.
Sebagai contoh adalah Nuon IGCC yang terletak di Buggenum, Belanda, berkapasitas
250MW. Pembangkit ini menghasilkan efisiensi netto sebesar 43% (Low Heating Value),
dengan performansi baku mutu lingkungan yang sangat bagus. Emisi NOx yang dihasilkan
sangat rendah yaitu kurang dari 10 ppm, kemudian efisiensi pembuangan sulfur di atas 99%,
tingkat emisi flyash, senyawa klorida dan logam berat mudah menguap yang bisa dibilang
nol, serta air limbah yang bisa diresirkulasi kembali sehingga tidak ada buangan air limbah ke
lingkungan.
Di samping kelebihan tersebut, terdapat pula kelemahan pada sistem IGCC yang
dikembangkan saat ini, misalnya, besarnya kapasitas pembangkitan yang ditentukan
berdasarkan banyaknya unit dan model turbin gas yang akan digunakan. Contohnya untuk
turbin gas GE Frame 7FA yang berkapasitas 275MW. Apabila IGCC akan dioperasikan
dengan kapasitas pembangkitan 275MW, berarti cukup 1 unit yang dipasang. Bila 2 unit yang
akan digunakan, berarti kapasitas pembangkitan menjadi 550MW, dan bila 3 unit maka akan
menjadi 825MW. Kemudian bila kapasitas pembangkitan yang diinginkan adalah di bawah
200MW, maka model yang dipakai bukan lagi GE Frame 7FA, tapi GE 7FA yang
berkapasitas 197MW.Demikian pula bila menghendaki kapasitas pembangkitan yang lebih
kecil lagi, maka GE 6FA yang berkapasitas 85MW dapat digunakan.
Dengan kombinasi antara model dan banyaknya unit turbin gas yang akan digunakan ini,
selain akan membatasi kapasitas pembangkitan pada IGCC, sebenarnya juga akan
mempersempit rentang operasi. Misalnya ketika akan menurunkan beban pada saat operasi
puncak, hal itu mesti dilakukan dengan menurunkan beban pada turbin gas. Penurunan beban
turbin gas ini otomatis akan menurunkan efisiensi pembangkitan dan akibat yang kurang baik
pada emisi polutan yang dihasilkan. Kelemahan lain yang perlu dicermati dari sistem IGCC
saat ini adalah ongkos pembangkitan per kW dan operation&maintenance (O & M) yang
lebih mahal, serta availability factor (AF) yang lebih rendah dibanding PCC.
Sejarah IGCC dimulai pada tahun 1970 ketika perusahaan STEAG dari Jerman Barat
mengembangan IGCC berkapasitas 170MW. Jauh setelahnya, proyek demonstration plant
IGCC bernama Cool Water diluncurkan di AS pada tahun 1984, yang mengoperasikan IGCC
berkapasitas 120MW sampai dengan tahun 1989. Sampai tulisan ini dibuat, sebenarnya
belum ada unit IGCC yang murni komersial.Penyebab utamanya adalah investasi
pembangunannya yang besar, serta teknologi IGCC yang belum terbukti. Teknologi IGCC
disini maksudnya adalah rangkaian proses dari keseluruhan bangunan (building block) yang
membentuk sistem IGCC utuh. Hal ini perlu ditekankan karena teknologi dari masing –
masing unit pada IGCC misalnya gasifier, HRSG, turbin gas, turbin uap, dan yang lainnya
merupakan teknologi yang sudah terbukti. Selama perkembangan yang berlangsung sekitar
20 tahun lebih sejak proyek Cool Water, unit IGCC yang beroperasi secara komersial saat ini
baik di AS maupun di Eropa pada awalnya berstatus demonstration plant. Contoh beberapa
plant IGCC tersebut adalah
1. Tampa Electric Polk 250MW IGCC Power Station, terletak di Florida, AS. IGCC ini
beroperasi sejak September 1996 dibawah proyek Tampa, menggunakan gasifier dari
Chevron Texaco (sekarang GE Energy). Bahan bakar yang digunakan adalah batubara
dan petroleum coke (petcoke). Masalah yang dihadapi adalah lebih rendahnya tingkat
konversi karbon dibandingkan dengan nilai yang direncanakan.Pernah pula terjadi fauling
pada gas cooler.
2. Wabash River 260MW IGCC Power Station, terletak di Indiana, AS.Beroperasi sejak
September 1995 dibawah proyek Wabash River, pembangkit ini menggunakan teknologi
gasifikasi dari Global Energy (saat ini bagian dari Conoco Phillips).Sejak berakhirnya
proyek dari Departemen Energi AS (DOE) pada tahun 2001, bahan bakar yang digunakan
adalah petcoke 100%.
3. Nuon 250MW IGCC Power Station, terletak di Buggenum, Belanda. IGCC ini bermula
dari proyek Demkolec yang dimulai pada bulan Januari 1994.Teknologi yang digunakan
adalah dari Shell, yang bahan bakarnya adalah batubara dicampur dengan biomassa
(sludge dan sampah kayu) untuk lebih mengurangi emisi CO2.Masalah yang pernah
terjadi adalah kebocoran pipa gas cooler dan timbulnya fauling pada gas cooler ketika
campuran sludge sekitar 4-5%.
Gambar 13. Nuon IGCC, Buggenum
4. Elcogas 300MW IGCC Power Station, terletak di Puertollano, Spanyol. Pembangkit IGCC
ini beroperasi sejak Juni 1996 dibawah proyek Puertollano, menggunakan teknologi
gasifikasi dari Prenflow (saat ini bagian dari Shell).Bahan bakarnya berupa campuran
petcoke dan batubara berkadar abu 40% dengan perbandingan 50:50.Di bawah program
dari Uni Eropa, plant ini direncanakan sebagai tempat untuk proyek pengambilan CO2
(CO2recovery) dan produksi H2.
Selain dari segi biaya, dilakukan pula upaya untuk lebih meningkatkan efisiensi
pembangkitan, yaitu dengan menambahkan sel bahan bakar (fuel cell) ke dalam sistem IGCC.
Dengan demikian, akan terdapat 3 jenis kombinasi pembangkitan pada sistem yang baru ini
yaitu turbin gas, turbin uap, dan fuel cell. Metode pembangkitan ini disebut dengan
Integrated Coal Gasification Fuel Cell Combined Cycle (IGFC), yang diagram alirnya
ditampilkan pada gambar 16 di bawah ini.
Dari tabel di atas terlihat bahwa sel bahan bakar yang sesuai untuk kombinasi pembangkitan
dengan turbin gas adalah SOFC, karena reaksinya menghasilkan suhu yang sangat tinggi.
Dibandingkan dengan PCC, pembangkitan dengan metode IGFC ini secara teoretis mampu
mengurangi emisi CO2 sebesar 30%.Kelebihan lainnya adalah tingginya efisiensi
pembangkitan yang dapat dicapai yaitu minimal 55%.Disamping kelebihan tersebut, terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum IGFC benar – benar dapat diaplikasikan secara
komersial.Yang pertama adalah urgensi pematangan teknologi IGCC, karena IGFC pada
dasarnya adalah pengembangan dari IGCC.Kemudian, perlunya pengembangan sel bahan
bakar yang berefisiensi tinggi tapi murah, untuk mendukung biaya pembangkitan yang
kompetitif ke depannya.
Penutup
Mengambil contoh IGCC, adalah wajar bila tahap awal perkembangannya pasti memerlukan
biaya yang besar. Namun seiring dengan menguatnya isu lingkungan dan matangnya
teknologi tersebut, biaya itu akan menurun dan pada waktu tertentu akan kompetitif terhadap
teknologi yang sudah ada. Sebaliknya, teknologi pembangkitan yang ada, misalnya PCC yang
saat ini mendominasi, lambat laun akan semakin mahal untuk mengakomodasi standar mutu
lingkungan yang semakin ketat, dan pada akhirnya justru malah akan membebani dari segi
ekonomi. Di bawah ini ditampilkan perbandingan biaya pembangkitan antara IGCC dan PCC
di AS selama kurun 20 tahun terakhir, dan prediksinya di masa depan.
Dari grafik di atas terlihat bahwa selama 20 tahun terakhir, biaya pembangkitan untuk PCC
meningkat sekitar 50%.Peningkatan tersebut diakibatkan oleh penambahan peralatan untuk
mengurangi beban lingkungan, misalnya fasilitas desulfurisasi (FGD). Sebaliknya, biaya
pembangkitan per kW pada IGCC justru semakin menurun, dan diharapkan pada tahun 2010,
nilainya akan sama dengan pada PCC, yaitu sekitar $1200.
ANTARA OPEN CYCLE, COMBINE CYCLE DAN EFFICIENCY
PLTGU Grati merupakan pembangkit dengan tenaga gas dengan mode operasi bisa
Combine Cycle ( C/C ) ataupun Open Cycle ( O/C ). Ada teman yang bercerita tentang
obrolannya dengan Operator tetangga ( biasa sesama operator harus saling menjaga
komunikasi ) supplier gas kita, temenku itu bercerita bahwa operator tetangga bertanya gas
sudah murah koq listrik masih mahal. Listrik mahal, gak salah tu, kayaknya di Indonesia ini
listrik tergolong paling murah dibandingkan dengan negara2 di asia tenggara. Hehehehe….
Klo berbicara masalah penyebab murah atao mahal mungkin tidak semua pegawai PLTGU
Grati bahkan yang biasa berhubungan dengan teknik sendiri tidak semua tahu ( klo temen2
administrasi kurang tau maklumlah ). Ini berhubungan dengan masalah Konversi Energi.
Konversi Energi???? makanan apaan tu, baru tau,….
Mungkin bagi temen2 yang dulu kuliahnya ( belajar ) di Teknik Mesin khususnya Bidang
Konversi Energi atau klo spesifik Teknik Pembangkitan kayak di STT PLN maka hal itu akan
sangat akrab ditelinga kita. Klo dijelaskan akan sangat panjang dan lebar serta luas banget
masalah ini tapi akan kuceritakan secara singkat dan padat tapi tidak kehilangan esensi dari
yang dimaksud.
Kita kembali ke judul di atas, C/C dan O/C. Proses O/C ini proses actual atau proses
sederhana dan sering juga di sebut Simple Cycle adalah proses dari Gas Turbin system (
PLTG ). Oleh pembuatnya apapun model dan pabrikannya Gas Turbin System ini hanya
sampai Proses pembuangan kalor. Tahukah berapa kalor yang dibuang tersebut
temperaturnya > 530oC dan flow-nya 1500 ton/jam1. Klo di MW-kan ( Mega Watt ) sangatlah
besar energy itu. Truz bagaimana biar energy itu tidak hilang??? Ya harus kita manfaatkan
sebanyak yang dapat kita manfaatkan. Lha ini Proses Combine Cycle berperan. Proses C/C
ini merupakan tambahan dari proses O/C tadi. Fungsinya untuk memanfaatkan gas buang
yang tidak terserap tadi agar tidak terbuang percuma tapi dapat menghasilkan energy listrik
lagi ( bahasa mudahnya bisa menghasilkan MW lagi ).
Selain itu perlu diketahui untuk memproduksi listrik gak sim salabin abakadabra (kayak
lagunya mulan aja, hihihi ) langsung jadi listrik, tapi prosesnya panjang rek, kang mas,
mbakyu. Untuk lebih mudah dapat di lihat gambar dibawah
( Sumber Efficiency Of Energy Convertion, Hal 60 )
Dari gambar di atas dapat saya jelaskan bahwa untuk mendapatkan energy listrik harus
melakukan perubahan energy ke bentuk lainnya terlebih dahulu. Energi Kimia yang
terkandung dalam Bahan bakar akan diubah terlebih dahulu oleh Boiler atau Combustor
menjadi energy panas. Energi panas ini akan dikonversi oleh Turbin menjadi energy mekanik
( gerak ) dan oleh generator energy mekanik itu dirumah menjadi energy listrik. Lho
panjangkan prosese, gak ujug2 dadi listrik.
Karena banyak proses itu maka sangat sayang “EMAN” klo energy yang dihasilkan dibuang
begitu saja tak dimanfaatkan lagi. Makanya proses Combine Cycle sangatlah berguna.
Memang suatu proses tidak akan mencapai suatu keidealan, dimana input dan output sama
besarnya akan tetapi pasti ada yang namanya losses. Sehingga klo ada losses yang lebih kecil
kenapa harus memilih losses yang lebih besar.
Untuk Gas Turbine dari MHI M701D seperti yang ada pada PLTGU Grati untuk mode
operasi Open Cycle memiliki Efisiensi 32% sedangkan untuk mode operasi Combine Cycle
49%. Berarti dari 100% hanya 49% yang dirubah menjadi listrik ( untuk tipe terbaru bahkan
ada yang sudah sampai 60% ). Mungkin klo efisiensi peralatan bisa mencapai 90% bahkan
mendekati 100%, Harga Pokok Produksi listrik akan lebih murah ya. Maka dari itu pada
dasarnya Mode Operasi Combine Cycle itu menjadi sangat bermanfaat dan patut
dilaksanakan daripada Mode Operasi Open Cycle. Sedangkan kita tahu bahwa energy yang
kita beli baik itu Natural Gas maupun HSD harganya mahal klo harus dibuang ya sangat2
disayangkan.
( sumber : combined cycle gas and steam turbine power plants; Rolf Kehlhofer; hal. 80 )
Gambar di atas merupakan penggambaran nilai efisiensi sebuah PLTGU. Dari nilai energy
input Gas Turbin dengan nominal 100%, sebagaimana gambar diatas hanya ± 30 % yang
berubah menjadi energy listrik pada Sistem Gas Turbin dan ± 18% pada sistem Steam
Turbin. Adapun sisanya 62% dari energy input tersebut tidak dapat dimanfaatkan dan
menjadi losses. Dalam Sistem PLTGU atau PLTU losses terbesar terjadi pada Heat Rejected
yang terjadi pada Kondensor. Sehingga Vakum yang tinggi atau tekanan rendah pada
kondensor sangatlah berpengaruh pada sistem PLTGU atau PLTU ini.
CARA MENINGKATKAN EFISIENSI SUATU PLTG
DENGAN DAYA 50 W
Siklus Energi
Energi sebagai suatu arus panas dapat berasal dari pembakaran bahan bakar fosil,
radiasi surya, atau reaksi nuklir. Pemanasan atau pendinginan ruangan dan berbagai proses
industri mempergunakan energi dalam jumlah yang besar. Energi berupa panas dapat
dikonversikan menjadi energi mekanikal yang menggerakkan sebuah piston atau memutar
sebuah generator, sehingga menjadi "kerja". Pusat-pusat tenaga listrik mengubah energi
panas menjadi energi mekanikal dan energi listrik melalui suatu siklus konversi energi. Kerja
atau energi yang bermanfaat, yang diperoleh dari suatu arus energi akan tergantung pada
jumlah panas, pola suhu dan suhu lingkungan atau suhu penerima panas yang tersedia. Suatu
siklus panas menerima sejumlah energi panas pada suatu suhu tertentu, dan mengubah
sebagian energi panas itu menjadi kerja atau energi bermanfaat, dan "membuang" atau
meneruskan yang selebihnya kepada lingkungan atau penerima panas itu sebagai "energi
kerugian" pada suhu yang lebih rendah.
Siklus energi sebagaimana terjadi dalam keadaan yang nyata sehari-hari dilukiskan
oleh gambar 4.1b. Suhu T1 bukanlah merupakan besaran yang konstan sebagaimana
dilukiskan oleh gambar 4.1, melainkan merupakan lengkung 1-2 yang tidak rata. Sedangkan
suhu T2 naik dari 3-4 menjadi 3'-4', dan jumlah "energi terbuang" adalah sesuai dengan luas
3'-4'-a-b, yang lebih besar dari luas 3-4-a-b.
Misalkan sebuah pusat listrik tenaga uap. Agar efisiensi menjadi setinggi mungkin,
rasio T2/T1 perlu sekecil mungkin. Suhu T2 adalah suhu lingkungan, misalnya 30°C, atau
303 K. Suhu T1 adalah suhu uap, misalnya 565°C, atau 838 K. Efisi ensi mesin dengan
demikian menjadi 1 – 303/838 = 1 – 0,3615 = 0,638 atau 63,8%. Meningkatkan efisiensi akan
sukar, karena suhu lingkungan (T2) adalah fakta, sedangkan menaikkan suhu uap (T1)
terbentur pada daya tahan material.
Dalam suatu siklus energi perlu menimbang berbagai faktor, misalnya jenis sumber
energi yang dipakai untuk proses pembakaran, reaksi nuklir, atau radiasi surya. Penting juga
diperhatikan bahan siklus yang dimanfaatkan, yaitu uap atau gas. Juga mesin yang
dimanfaatkan untuk proses ini, misalnya boiler uap, atau motor diesel. Serta juga medium,
atau penerima panas dengan suhu yang terendah.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa daya guna atau efisiensi yang terjadi dalam
proses konversi energi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Gambar diatas menunjukkan siklus turbin gas sederhana. Turbin gas bekerja atas
dasar prinsip siklus tenaga gas Brayton atau Joule yang merupakan suatu standar siklus udara.
Proses-proses yang terjadi terdiri atas:
1 – 2 Kompresi isentropik,
2 – 3 Penambahan energi pada tekanan konstan,
3 – 4 Pengembangan isentropik,
4 – 1 Pembuangan panas pada tekanan konstan.
dimana:
Q1-2 = energi yang ditambahkan pada keadaan 1 – 2,
Q4-1 = energi yang dibuang pada keadaan 4 – 1,
V /V = rasio kompresi,
K = rasio panas spesifik = 1,3 - 1,4 untuk udara sebagai medium standar.
Sebuah turbin gas pada umumnya memiliki suatu tingkat efisiensi yang rendah,
pemakaian bahan bakarnya tinggi dan gas buang yang meninggalkan turbin masih memiliki
suhu yang tinggi sekali. Oleh sebab itu pemakaian spesifik bahan bakar turbin gas adalah
tinggi, dan sebuah PLTG karenanya sering dipakai khusus sebagai pusat tenaga listrik beban
puncak.
Prinsip kerja dari sebuah PLTG didasarkan pada siklus Brayton seperti pada
diagram (p, v dan t, s) dibawah ini :
Mula-mula udara dari atmosfir ditekan didalam kompresor hingga temperature dan
tekanannya naik dan proses ini biasa disebut dengan proses kompresi dimana sebagian udara
yang dihasilkan ini digunakan sebagai udara pembakaran dan sebagiannya digunakan untuk
mendinginkan bagian-bagian turbin gas. Didalam ruang bakar sebagian udara pembakaran
tersebut akan bercampur dengan bahan bakar yang diinjeksikan kedalamnya dan dipicu
dengan spark plug akan menghasilkan proses pembakaran hingga menghasilkan gas panas
(energi panas) dengan temperature dan tekanan yang tinggi, dari energi panas yang dihasilkan
inilah kemudian akan dimanfaatkan untuk memutar turbin dimana didalam sudu-sudu gerak
dan sudu-sudu diam turbin, gas panas tersebut temperature dan tekanan mengalami
penurunan dan proses ini biasa disebut dengan proses ekspansi.
Selanjutnya energi mekanis yang dihasilkan oleh turbin digunakan untuk memutar
generator hingga menghasilkan energi listrik.
Ada beberapa macam siklus kerja turbin gas sebagai berikut :
Turbin gas siklus terbuka (open cycle).
Seperti pada proses kerja turbin gas diatas, dimana gas panas yang diekspansi didalam
turbin akan menghasilkan gas bekas (flue gas) dengan temperature yang masih cukup tinggi
dan tekanan diatas sedikit dari tekanan atmosfir, selanjutnya gas bekas ini dibuang atau
dialirkan ke udara luar, yang ditunjukkan seperti pada gambar dibawah.
Turbin gas siklus terbuka dilengkapi dengan intercooler, regenerator dan reheater.
Pada siklus ini baik kompresor maupun turbin gas masing-masing terdiri dari 2 (dua)
bagian yang terpisah dan biasa disebut dengan kompresor tekanan rendah dan kompresor
tekanan tinggi serta turbin gas tekanan rendah dan turbin gas tekanan tinggi. Aliran udara dan
gas-gas yang dihasilkan dapat dijelaskan sebagai berikut, mula-mula udara atmosfir masuk
kedalam kompresor tekanan rendah untuk dikompresi, dari udara tekan yang dihasilkan
dialirkan kedalam intercooler untuk didinginkan hingga menghasilkan temperature dan
kelembaban serta tekanan yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin air atau
media pendingin lainnya, dari sini udara tersebut dialirkan kedalam kompresor tekanan tinggi
untuk dikompresi lagi hingga menghasilkan temperature yang tinggi dan tekanan dengan
kepadatan yang lebih tinggi. Dari keluaran kompresor tekanan tinggi udara tersebut dialirkan
kedalam regenerator untuk mendapatkan temperature yang lebih tinggi lagi yang bertujuan
untuk memudahkan terjadinya proses pembakaran dengan melalui media pemanas gas
bekas/buang (flue gas) yang memanfaatkan gas bekas hasil dari turbin tekanan rendah.
Selanjutnya udara keluaran dari regenerator dialirkan kedalam ruang bakar utama (primary
combustion chamber) yang menghasilkan proses pembakaran dan dari proses ini dihasilkan
gas panas yang digunakan untuk memutar turbin tekanan tinggi, hasil ekspansi gas panas dari
turbin tekanan tinggi ini berupa gas bekas (flue gas) dialirkan kedalam ruang bakar kedua
(secondary combustion chamber) dan biasa disebut juga dengan reheater chamber yang
selanjutnya gas bekas tersebut digunakan untuk udara pembakaran didalamnya yang mampu
menghasilkan gas panas lagi dan digunakan untuk memutar turbin tekanan rendah, siklus
tersebut diatas seperti ditunjukkan pada gambar dibawah.
Dari ketiga terakhir siklus turbin gas diatas secara keseluruhan dimaksudkan untuk
menghasilkan sebuah pusat listrik tenaga gas (PLTG) dengan tingkat efisiensi yang
diharapkan lebih tinggi dari turbin gas siklus terbuka.
Adapun sebagai pendukung pusat listrik tenaga gas ini digunakan beberapa alat bantu
(auxiliary equipments) untuk membantu proses siklus turbin gas berjalan dengan baik,
seperti :
1. Sistem pelumas (lube oil system).
2. Sistem bahan bakar (fuel system).
3. Sistem pendingin (cooler system).
4. Sistem udara kontrol (air control system).
5. Sistem hidrolik (hydraulic system).
6. Sistem udara tekan (air pressure system).
7. Sistem udara pengkabutan (atomizing air system).
Turbin gas adalah suatu penggerak mula yang memanfaatkan gas sebagai fluida
kerja. Didalam turbin gas energi kinetik dikonversikan menjadi energi mekanik berupa
putaran yang menggerakkan roda turbin sehingga menghasilkan daya. Bagian turbin yang
berputar disebut rotor atau roda turbin dan bagian turbin yang diam disebut stator atau rumah
turbin. Rotor memutar poros daya yang menggerakkan beban (generator listrik, pompa,
kompresor atau yang lainnya). Turbin gas merupakan salah satu komponen dari suatu sistem
turbin gas. Sistem turbin gas yang paling sederhana terdiri dari tiga komponen yaitu
kompresor,ruang bakar dan turbin gas.
Saat ini sistem turbin gas telah banyak diterapkan untuk berbagai keperluan seperti
mesin penggerak generator listrik, mesin industri, pesawat terbang dan lainnya. Sistem turbin
gas dapat dipasang dengan cepat dan biaya investasi yang relatif rendah jika dibandingkan
dengan instalasi turbin uap dan motor diesel untuk pusat tenaga listrik.
PLTG adalah Pusat listrik tenaga gas, yang prinsip kerjanya pengkompresian udara dan
pemanasan udara tersebut dengan penambahan bahan bakar, gas panas tersebut digunakan
untuk memutar turbin, sebagai pengerak mula pemutar generator pembangkit. Dalam
operasinya unit pembangkit jenis ini dapat memakai bahan bakar gas, minyak (HSD) ataupun
kedua duanya (mixed operation). PLTG merupakan jenis pembangkit listrik yang dapat
dibangun dengan waktu yang relative cepat, walaupun secara efisiensi teramat rendah namun
jenis pembangkit ini sangat disukai oleh system ketenagalistrikan karena kemampuan
operasinya yang teramat cepat, sehingga sangat cocok dipergunakan sebagai unit pemikul
beban puncak (peak load), disamping itu gas turbin dapat dijadikan sebagai unit recovery
pada saat system ketenagalistrikan collapse. Untuk mempertahankan level performance yang
diinginkan gas turbin selalu dilakukan perawatan/ pemeliharaan pada waktu-waktu tertentu.
Sehubungan blade turbin menerima paparan langsung gas panas yang temperaturenya hingga
1100 C, maka gas turbin perlu dilakukan pengelolaan khusus dibanding unit pembangkit
lainnya. Gas turbin dalam pengelolaan selalu mengacu pada Time Base Maintenace, yaitu
suatu model pemeliharaan yang dilakukan terhadap unit pembangkit berdasarkan waktu/ jam
operasinya disamping pemeliharaan rutinnya.
Gas turbin dalam operasinya terdiri dari beberapa komponen utama sebagai berikut:
a. Kompresor
Yang fungsi utamanya adalah mengkompresikan udara dan mengalirkan udara tersebut ke
ruang bakar.
b. Ruang Bakar
Berfungsi sebagai tempat pembakaran dan pemanasan udara hasil dari kompressor.
c. Turbin
Yang fungsi utamanya adalah merubah energi dari gas panas hasil dari ruang bakar menjadi
energi mekanis.
d. Generator
Yang fungsi utamanya adalah sebagai alat untuk merubah energy mekanis menjadi energi
listrik.
Peralatan bantu ini merupakan sekumpulan peralatan yang membantu proses pengoperasian
gas turbin dapat berlangsung, yang terdiri dari sistem bahan bakar, sistem pelumasan, sistem
pendinginan, air filtering system, electrical dan instrumentasi system.
Turbin Gas
Prinsip kerja dari turbin gas adalah energi panas hasil pembakaran didalam combustor diubah
menjadi energi gerak / mekanik dalam bentuk putaran.
Energi mekanik tersebut digunakan untuk menggerakkan prime mover generator sinkron
kecepatan tinggi yang terkopel satu poros. Turbin gas yang terdapat dalam pembangkit
tenaga listrik ini memiliki 4 tingkat, adapun putaran yang dapat dihasilkan oleh masing-
masing turbin tersebut dapat mencapai kecepatan putaran 3000 rpm.
Inlet air filter adalah peralatan yang berfungsi untuk menyaring udara dari lingkungan sekitar
yang akan dimasukkan kedalam turbin gas.
Inlet Guide Vanes (IGV) merupakan sudu diam pertama, posisinya terpasang pada sisi masuk
dari kompresor.
IGV berfungsi untuk mengatur jumlah aliran udara yang akan masuk ke dalam kompresor.
IGV dapat menambah kemampuan akselerasi pada saat terjadi start dan mencegah rotor
mengalami surge dan stall.
Compressor
Compressor adalah sebuah peralatan yang berfungsi untuk menekan udara yang masuk pada
ruang pembakaran, hal ini dilakukan agar udara nantinya memiliki rasio tekanan yang tinggi.
Jumlah tingkatan compressor yang terdapat pada turbin gas di PLTGU Gresik adalah
sebanyak 17 tingkat.
Combustor
Combustor adalah tempat terjadinya proses pembakaran. Combustor basket pada unit
pembangkit turbin gas Gresik ada 18 buah, dimana antara combustor basket yang satu dengan
combustor lainnya dihubungkan dengan cross flame tube (sebagai media perambatan panas).
Pada combustor no 8 dan 9 dipasang igniters / spark plugs, yang berfungsi untuk menyulut
panas di ruang pembakaran. Igniters adalah dua elektroda (serupa dengan busi) yang
mendapat suplai tegangan AC dari transformator igniters. Pada saat penyalaan (ignition),
igniters didorong masuk ke combuster dan suplai listrik ”on” sehingga mengeluarkan
percikan api (busur api). Setelah beberapa detik (sekitar 20 detik) pasok listrik putus dan
igniters akan padam, igniters ditarik keluar dari combustion chamber. Pada combustor basket
no 17 dan 18 diletakkan flame detector. Flame detector berfungsi untuk mendeteksi
pembakaran pada combustor, alat ini bekerja secara automatis mendeteksi api, apabila pada
combustor ke 17 dan 18 terdeteksi tidak terjadi pembakaran maka dipastikan tidak terjadi
pembakaran sempurna pada combuster basket yang lain dan akan terjadi trip (stop proses).
Pre-mix Fuel Nozzle berfungsi mengatur suplai bahan bakar yang disemprotkan ke ruang
pembakar (combustor chamber) terdiri dari pilot nozzle dan main nozzle. Pilot nozzle
berfungsi untuk menjaga kestabilan nyala api menggunakan 5% dari bahan bakar gas atau
10% dari bahan bakar minyak. Pada PLTGU Gresik menggunakan tipe dual nozzle yang bisa
mengatur penggunaan dua jenis bahan bakar (gas dan minyak).
Generator
Generator adalah suatu alat yang berfungsi mengubah energi mekanik menjadi energi listrik.
Pada PLTGU Gresik untuk setiap blok pembangkit listrik terdapat 3 unit generator
berpenggerak turbin gas dengan kapasitas daya masing-masing 112 MW. Generator yang
digunakan adalah generator sinkron kutub silindris (non salient pole) dengan dua buah kutub
dan dijaga pada putaran 3000 rpm.
Preheater
Merupakan alat pemanas bagi air yang berasal dari condensate water tank, yang akan
dialirkan menuju daerator. Preheater berfungsi sebagai pemanas awal untuk menaikkan suhu
air agar tidak terjadi perubahan suhu yang drastis pada saat air menuju pemanasan tahap
selanjutnya karena hal itu bisa merusak komponen-komponen pipa akibat thermal stress.
Preheater terletak paling atas dari HRSG.
Economizer
Fungsi dari economizer adalah sebagai pemanasan air pengisi yang berasal dari feed water
pump dengan memanfaatkan energi panas gas buang dari turbin gas yang dilewatkan pada
cerobong HRSG untuk memanaskan air yang nantinya akan menjadi uap. Hasil pemanasan
pada economizer akan dialirkan menuju steam drum.
Steam Drum
Berfungsi memisahkan air dan uap dari hasil pemanasan pada economizer. Pada PLTGU
Gresik sirkulasi uap dan air menggunakan sistem natural circulation, yaitu sirkulasi yang
terjadi akibat adanya perbedaan suhu. Uap basah yang memiliki massa lebih ringan dari air
akan bergerak ke atas dan disalurkan ke superheater sedangkan yang masih berwujud air akan
turun ke evaporator.
Evaporator
Sebagai tempat pemanasan air dari steam drum hingga menjadi uap. Uap yang dihasilkan
akan disalurkan kembali ke steam drum.
Superheater
Terletak pada bagian bawah dari HRSG dan dibuat dari pipa-pipa yang disusun secara
paralel, berfungsi menaikkan suhu uap air menjadi lebih panas. Pada superheater ini uap air
yang masuk masih bersifat basah dan dalam pemanasan tahap akhir keluarannya berupa uap
air kering. Hal ini bertujuan agar tidak merusak komponen turbin uap. Pada bagian ini terdiri
atas dua tingkat yaitu 1st superheater dan 2nd superheater.
Udara masuk kedalam kompresor melalui saluran masuk udara (inlet). Kompresor ini
berfungsi untuk menghisap dan menaikkan tekanan udara tersebut, akibatnya temperatur
udara juga meningkat. Kemudian udara yang telah dikompresi ini masuk kedalam ruang
bakar. Di dalam ruang bakar disemprotkan bahan bakar sehingga bercampur dengan udara
tadi dan menyebabkan proses pembakaran. Proses pembakaran tersebut berlangsung dalam
keadaan tekanan konstan sehingga dapat dikatakan ruang bakar hanya untuk menaikkan
temperatur. Gas hasil pembakaran tersebut dialirkan ke turbin gas melalui suatu nozel yang
berfungsi untuk mengarahkan aliran tersebut ke sudu-sudu turbin. Daya yang dihasilkan oleh
turbin gas tersebut digunakan untuk memutar kompresornya sendiri dan memutar beban
lainnya seperti generator listrik, dll. Setelah melewati turbin ini gas tersebut akan dibuang
keluar melalui saluran buang (exhaust).
Secara umum proses yang terjadi pada suatu sistim turbine gas adalah sebagai berikut:
1. Pemampatan (compression) udara di hisap dan dimampatkan.
2. Pembakaran (combustion) bahan bakar dicampurkan kedalam ruang bakar dengan udara
kemudian di bakar.
3. Pemuaian (expansion) gas hasil pembakaran memuai dan mengalir ke luar melalui
nozel(nozzle).
4. Pembuangan gas (exhaust) gas hasil pembakaran dikeluarkan lewat saluran pembuangan.
Pada kenyataannya, tidak ada proses yang selalu ideal, tetap terjadi kerugian-
kerugian yang dapat menyebabkan turunnya daya yang dihasilkan oleh turbin gas dan
berakibat pada menurunnya performansi turbin gas itu sendiri. Kerugian-kerugian tersebut
dapat terjadi pada ketiga komponen sistem turbin gas.
Untuk memperkecil kerugian ini hal yang dapat kita lakukan antara lain dengan
perawatan(maintanance) yang teratur atau dengan memodifikasi peralatan yang ada.
Siklus Erikson
Merupakan siklus mesin kalor yang dapat balik (reversible) yang terdiri dari dua proses
isotermis dapat balik (reversible isotermic) dan dua proses isobarik dapat balik (reversible
isobaric). Proses perpindahan panas pada proses isobarik berlangsung di dalam komponen
siklus internal (regenerator), dimana effisiensi termalnya adalah:
th = 1 – T1/Th
dimana; T1 = temperatur buang dan Th = temperatur panas
Siklus Stirling
Merupakan siklus mesin kalor dapat balik, yang terdiri dari dua proses isotermis dapat balik
(isotermal reversible) dengan volume tetap (isovolum). Efisiensi termalnya sama dengan
efisiensi termal pada siklus Ericson.
Siklus Brayton
Siklus ini merupakan siklus daya termodinamika ideal untuk turbin gas, sehingga saat ini
siklus ini yang sangat populer digunakan oleh pembuat mesin turbine atau manufacturer
dalam analisa untuk up-grading performance. Siklus Brayton ini terdiri dari proses kompresi
isentropik yang diakhiri dengan proses pelepasan panas pada tekanan konstan. Pada siklus
Bryton tiap-tiap keadaan proses dapat dianalisa secara berikut:
• Proses 1---2, (kompresi isentropik)
Kerja yang dibutuhkan oleh kompresor: Wc = ma (h2–h1)
• Proses 2---3, pemasukan bahan bakar pada tekanan konstan.
Jumlah kalor yang dihasilkan: Qa = (ma+mf) (h3–h2)
• Proses 3---4, ekspansi isentropik didalam turbin.
Daya yang dibutuhkan turbin: WT = (ma+mf) (h3-h4)
• Proses 4---1, pembuangan panas pada tekanan konstan ke udara.
Jumlah kalor yang dilepas: QR = (ma+mf) (h4–h1)
Turbin gas suatu PLTG berfungsi untuk mengubah energi yang terkandung di dalam bahan
bakar menjadi mekanis. Fluida kerja untuk memutar Turbin Gas adalah gas panas yang
diperoleh dari proses pembakaran.
Proses pembakaran memerlukan tiga unsur utama yaitu :
1. Bahan Bakar
2. Udara
3. Panas
Dalam proses pembakaran in bahan bakar disuplai oeh pompa bahan bakar (fuel oil pump)
apabila digunakan bahan bakar minyak, atau oleh kompresor gas apabila menggunakan bahan
bakar gas alam. Pada umumnya kompresor gas disediakan oleh pemasok gas tersebut. Udara
untuk pembakaran diperoleh dari kompresor utama, sedangkan panas untuk awal pembakaran
dihasilkan oleh ignitor (busi). Proses pembakaran dilaksanakan didalam Combustion
Chamber (ruang bakar). Energi mekanis yang dihasilkan oleh turbin gas digunakan untuk
memutar generator listrik, sehingga diperoleh energi listrik. Tentu saja untuk dapat
berjalannya operasi PLTG dengan baik perlu dilengkapi dengan alat-alat bantu, kontrol,
instrumentasi, proteksi, dan sebagainya.
Kompresor Utama
Kompresor utama adalah kompesor aksial yang berguna untuk memasok udara bertekanan ke
dalam ruang bakar yang sesuai dengan kebutuhan. Kapasitas kompresor harus cukup besar
karena pasokan udara lebih (excess air) untuk turbin gas dapat mencapai 350 %. Disamping
untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna, udara lebih ini digunakan untuk pendingin
dan menurunkan suhu gas hasil pembakaran.
Pada kompresor berkapasitas besar, diisi udara masuk kompresor, yaitu pada inlet guide
vanes dipasang variabel IGV, sedangkan pada kompresor berukuran kecil umumnya dipasang
Fixed Guide Vanes. Variabel IGV berfungsi untuk mengatur volume udara yang
dikompresikan sesuai dengan kebutuhan atau beban turbin. Pada saat Start Up, IGV juga
berfungsi untuk mengurangi surge. Pada saat stop dan selama start up, IGV tertutup ( pada
unit tertentu, posisi IGV 34-48% ), kemudian secara bertahap membuka seiring dengan
meningkatnya beban turbin. Pada beban turbin tertentu, IGV terbuka penuh (83-92%).
Selama stop normal IGV perlahan-lahan ditutup bersamaan dengan turunnya beban,
sedangkan pada stop emergency, IGV tertutup bersamaan dengan tertutupnya katup bahan
bakar.
Combustion Chamber
Combustion Chamber adalah ruangan tempat proses terjadinya pembakaran. Ada turbin gas
yang mempunyai satu atau dua Combustion Chamber yang letaknya terpisah dari casing
turbin, akan tetapi yang lebih banyak dijumpai adalah memiliki Combustion Chamber dengan
beberapa buah Combustion basket, mengelilingi sisi masuk (inlet) turbin. Di dalam
Combustion Chamber dipasang komponen-komponen untuk proses pembakaran beserta
sarana penunjangnya, diantaranya:
1. Fuel Nozzle
2. Combustion Liner
3. Transition Piece
4. Igniter
5. Flame Detektor
Turbin Gas
Turbin Gas berfungsi untuk membangkitkan energi mekanis dari sumber energi panas yang
dihasilkan pada proses pembakaran. Selanjutnya energi mekanis ini akan digunakan untuk
memutar generator listrik baik melalui perantaraan Load Gear atau tidak, sehingga diperoleh
energi listrik. Bagian-bagian utama Turbin Gas adalah:
1. Sudu Tetap
2. Sudu Jalan
3. Saluran Gas Buang
4. Saluran Udara Pendingin
5. Batalan
6. Auxiallary Gear
Load Gear
Load Gear atau main Gear adalah roda gigi penurun kecepatan putaran yang dipasang
diantara poros Turbin Compressor dengan poros Generator. Jaringan listrik di Indonesia.
Memilii frekwensi 50 Hz, sehngga putaran tertinggi generator adalah 3000 RPM, sedangkan
putaran turbin ada yang 4800 RPM atau lebih.
Alat Bantu
Pada saat muai start up, belum tersedia udara untuk pembakaran. Udara pembakaran disuplai
oleh kompresor aksial, sedangkan kompresor aksial harus diputar oleh turbin yang pada saat
start up belum menghasilkan tenaga bahkan belum berputar. Oleh karenanya, pada saat start
up perlu ada tenaga penggerak lain yang dapat diperoleh dari :
1. Motor generator
2. Motor Listrik
3. Mesin Diesel
Turbin gas dapat dibedakan berdasarkan siklusnya, kontruksi poros dan lainnya.
Menurut konstruksi porosnya, dalam industri turbin gas umumnya diklasifikasikan dalam
dua jenis yaitu :
Setelah dioperasikan dalam periode waktu tertentu peralatan gas turbin, terutama pada bagian
hot gas path akan mengalami keausan , tingkat keausan masing masing peralatan akan sangat
tergantung dari beban kerja masing masing peralatan. Untuk mempertahan tingkat keausan
peralatan pembangkit pada yang dipersyaratkan maka setiap periode tertentu gas turbin harus
dilakukan suatu perawatan /pemeliharaan. Pemeliharaan unit pembangkit berfungsi untuk
mempertahankan dan mengembalikan performance pembangkit itu sendiri.
Secara umum tujuan pemeliharan unit Pembangkit (PLTG) adalah sebagai berikut :
mengantisipasi tingkat keausan peralatan yang berkelanjutan, sehingga life time dan
keandalan operasi mesin pembangkit akan senantiasa terjaga.
Mengantisipasi kerusakan yang fatal mesin pembangkit sebagai dampak dari keausan yang
berkelanjutan, sehingga biaya operasi dan pemeliharaan tetap terjaga ke-ekonomisannya.
Merekondisi dan Mengganti peralatan yang tingkat keausannya tidak bisa dipertahankan .
Dalam pengelolaan unit pembangkit seperti gas turbin mengenal model pemeliharaan seperti
Time base maintenance, adalah suatu model pemeliharaan yang dilakukan terhadap unit
pembangkit berdasarkan waktu/ jam operasinya disamping pemeliharaan routinnya.
Dalam pelaksanaannya time base maintenance ini disebut juga pemeliharaan periodic. Dalam
pemeliharaan periodic gas turbine ini di bagi 3 tahapan yaitu:
Combustion inspection/ Minor inspection Dilakukan setelah unit dioperasikan dengan jam
operasi equvalennya 4.000 s/d 8.000 jam
Hot gas path inspection Dilakukan setelah unit dioperasikan dengan jam operasi equvalennya
33.000 jam.
Major overhaul/ Major Inspection Dilakukan setelah unit dioperasikan dengan jam operasi
equvalennya 66.000 jam
Keunggulan PLTG
1. Pembangkit listrik yang dapat dibangun dengan waktu yang relative cepat
2. Kemampuan operasinya yang teramat cepat
3. Dipakai Khusus sebagai pusat tenaga listrik beban puncak
4. Gas turbin dapat dijadikan sebagai unit recovery pada saat system ketenagalistrikan
collapse.
5. Biaya investasi yang relatif rendah
Kelemahan PLTG
1. Tingkat efisiensi yang rendah
2. Pemakaian bahan bakarnya tinggi
3. Gas buang yang meninggalkan turbin masih memiliki suhu yang tinggi sekali
BAB I
PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
Suhu gas buang unit turbin gas tetap konstan diperoleh dengan cara mengatur
pembukaan sirip-sirip pemandu aliran udara masuk (IGV, Inlet Guide Vane) guna
mengatur laju aliran udara masuk ke kompressor, dimana suhu gas buang sebagai
umpan baliknya.
Sebagian boiler HRSG dapat dilengkapi dengan pembakaran tambahan untuk
meningkatkan kapasitas produksi uapnya; dan sebagian produksi uapnya dapat
digunakan untuk keperluan pemanasan aplikasi lainnya (cogeneration). Dengan
pembakaran tambahan ini, kestabilan produksi uap HRSG dapat di pertahankan,
sehingga kestabilan turbin uap yang menggunakan uap ini dapat dijaga, walaupun
beban turbin gas berubah-ubah; dan juga suhu gas buang turbin gas (aliran udara
masuk kompressor) tidak harus dijaga tetap konstan (tidak diharuskan pengaturan
IGV).
1. Bagian – Bagian HRSG
Heat Recovery Steam Generator terdiri dari beberapa elemen yaitu Superheater,
Evaporator dan Ekonomizer yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Pada
sub bab di bawah akan dijelaskan fungsi dari masing-masing elemen.
a. Superheater
Superheater merupakan alat yang berfungsi untuk menaikan temperatur uap jenuh
sampai menjadi uap panas lanjut (superheat vapour). Uap panas lanjut bila digunakan
untuk melakukan kerja dengan jalan ekspansi di dalam turbin atau mesin uap tidak akan
mengembun, sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya bahaya yang disebabkan
terjadinya pukulan balik atau back stroke yang diakibatkan mengembunya uap belum
pada waktunya sehingga menimbulkan vakum di tempat yang tidak semestinya didaerah
ekspansi.
b. Evaporator
Evaporator merupakan elemen HRSG yang berfungsi untuk mengubah air hingga
menjadi uap jenuh, pipa-pipa evaporator pada ketel uap biasanya terletak pada lantai
(water floor) dan juga pada dinding (water wall). Pada pipa ini uap jenuh pada kualitas
0,80 – 0,98, sehingga sebagian masih berbentuk fase cair. Evaporator akan memanaskan
uap air yang turun dari drum uap (steam drum) yang masih dalam fase cair agar
berbentuk uap jenuh sehingga bisa diteruskan menuju Superheater.
Suhu gas buang unit turbin gas tetap konstan diperoleh dengan cara mengatur
pembukaan sirip-sirip pemandu aliran udara masuk (IGV, Inlet Guide Vane) guna
mengatur laju aliran udara masuk ke kompressor, dimana suhu gas buang sebagai umpan
baliknya.
Laju aliran energi panas gas buang yang diberikan kepada HRSG ( eg Q).
Gas buang adalah gas yang berasal dari proses pembakaran yang suhunya
relative tinggi terhadap suhu atmosfer. Dalam proses pembakaran tersebut bahan
bakar dibakar dengan udara yang akan menghasilkan produk pembakaran yang berupa
gas buang yang mengandung berbagai senyawa gas antara lain, H2O, CO2 dan N2
ditambah dengan O2, jika pemberian udara dilakukan secara berlebihan. Besarnya
energi panas yang terkandung dalam gas buang yang diberikan kepadaHRSG ( eg Q)
tersebut dapat diketahui dengan persamaan berikut ini :
BAB III
Kebutuhan akan tenaga listrik di Indonesia pada saat ini semakin meningkat. BBM
(Bahan Bakar Minyak) sebagai bahan bakar utama dalam pembangkitan listrik mengalami
penurunan dalam jumlah yang tersedia sehingga harga BBM (Bahan Bakar Minyak) menjadi
mahal. Pada saat ini telah di kembangkan teknologi Combined Cycle dengan Diversifikasi
Bahan Bakar dari HSD (High Speed Diesel)/BBM menjadi gas alam pada instalasi
pembangkit listrik. Dari hasil investigasi dapat disimpulkan Biaya operasi dan perawatan
untuk PLTGU yang menggunakan bahan bakar gas alam akan jauh lebih murah.dibandingkan
bahan bakar HSD. Biaya produksi PLTGU yamg beroperasi pada beban 199 MW dengan
pola konfigurasi 1-1-1 adalah Rp 172 /kWh untuk bahan bakar gas alam dan Rp 941 /kWh
untuk bahan bakar HSD.
Pada kondisi ideal, efisiensi termal sistem PLTGU (CC) tanpa supplementary firing
(11)sekitar 1,5 x efisiensi termal turbin gas (GT). Oleh karena itu Daya listrik (MW) setiap
blok PLTGU seharusnya adalah 6 1,5 x daya listrik (MW) GT terkait (11).
Efisiensi termal dari sistem turbin gas , sistem turbin uap dan sistem PLTGU diberikan pada
persamaan 1 ,2 dan 3 yaitu (10) :
Jika sistem beroperasi hanya sebagai siklus turbin gas maka terdapat tiga pola
pengoperasian yaitu :
Jika kedua turbin beroperasi pada beban yang sama, untuk praktisnya kita
dapat mengasumsikan Qin1 = Qin2 ; maka,
Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption) dari PLTG adalah
Gambar 3. Kurva beban terhadap mf & Qin untuk bahan bakar HSD
Temperatur gas keluar stack dengan bahan bakar HSD lebih tinggi dari pada
gas alam, hal ini memang diharuskan karena HSD mengandung zat-zat yang bersifat
korosif. Tinggi rendahnya temperatur gas stack outlet tidak terlepas dari pengaruh
perubahan nilai beda temperatur titik pinch point ( ΔTPp ). Pinch point adalah
perbedaan temperatur terendah antara gas buang masuk economiser dengan fluida cair
jenuh keluar economiser. Semakin tinggi nilai pinch point maka temperatur gas stack
outlet nya pun akan meningkat, namun semakin tingginya nilai pinch point ini akan
berdampak pada penurunan efisiensi thermis PLTGU. Semakin rendahnya nilai pinch
point maka temperatur gas stack outlet nya akan menurun, dan semakin rendahnya
nilai pinch point ini akan berdampak pada meningkatnya nilai efisiensi thermis
PLTGU. Batasan standar nilai pinch point ini adalah 11°C sampai dengan 28°C
Gambar 4. Kurva temperatur terhadap laju aliran bahan bakar pada sisi keluar HRSG
Untuk daya total 300 MW, cara perhitungan sama dengan beban 368,25 MW,
dengan cara menghubung-hubungkan kurva pada Gambar 5. Atau dapat membaca
pada Tabel 1.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan secara simultan
menghemat penggunaan sumberdaya energi adalah dengan memanfaatkan energi
yang terkandung dalam gas buang (exhaust gas) dari Pembangkit Listrik Tenaga
Gas (PLTG). Pemanfaatan energi gas buang tersebut dilakukan dengan
mengkombinasikan sistem PLTG dengan sistem PLTU sehingga menjadi
Pembangkit Listrik Tenaga Gas-Uap (PLTGU) dengan Heat Recovery Steam
Generator ( HRSG ).
2. HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang
memanfaatkan energi panas sisa gas buang suatu unit turbin gas untuk
memanaskan air dan mengubahnya menjadi uap, dan kemudian uap tersebut
dipergunakan untuk menggerakkan turbin uap.
3. Untuk meningkatkan efisiensi dari suatu PLTGU dapat dengan cara
mengversifikasi bahan bakar HSD menjadi gas alam.
4. Semakin besar beban dasar ( GT ), maka efisiensi PLTGU juga semakin besar.
PLTPB
PENDAHULUAN
Manusia membutuhkan energi dalam melangsungkan hidupnya dan dalam skala yang
besar. Ketergantungan pada salah satu jenis enargi saja akan menimbulkan energi tersebut
akan habis dan mengakibatkan kehidupan terhambat. Dengan ini maka kita berupaya untuk
menciptakan sumber-sumber energi terbarukan yaitu salah satunya Pembangkit Listrik
Tenaga Panas Bumi ( PLTPB ). Pengertian Panas Bumi adalah sebuah bentuk energi yang
terbaharukan yang dapat dipergunakan sebagai pembangkit listrik. Sedangkan Energi panas
bumi adalah energi yang diekstraksi dari panas yang tersimpan di dalam bumi. Energi panas
bumi ini berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi yang terjadi sejak planet ini diciptakan.
Panas ini juga berasal dari panas matahari yang diserap oleh permukaan bumi.
Pembangkit listrik tenaga panas bumi geothermal, pada dasarnya yaitu untuk
membangkitkan listrik dengan panas bumi dilakukan dengan mengebor tanah di daerah yang
berpotensi panas bumi untuk membuat lubang gas panas yang akan dimanfaatkan untuk
memanaskan ketel uap ( boiler ). Uap tersebut keluar melalui sumur-sumur produksi,
kemudian dialirkan ke unit pembangkitan listrik, power plant, dengan menggunakan sistem
perpipaan. Uap yang keluar harus dibersihkan terlebih dahulu, sebelum uap tersebut
digunakan sebagai penggerak turbin. Uap berekspansi menghasilkan kerja mekanis berupa
putaran turbin. Dengan mekanisme coupling, putaran turbin tersebut diteruskan memutar
rotor unit electric generator set sehingga menghasilkan energi listrik.
III. Separator
Separator adalah suatu alat yang berfungsi sebagai pemisah zat –zat padat,
silica, bintik –bintik air, dan zat lain yang bercampur dengan uap yang masuk
ke dalam separator.
Gambar 5. Sparator
IV. Demister
Demister adalah sebuah alat yang berbentuk tabung silinder yang berukuran
14.5 m3 di dalamnya terdapat kisi –kisi baja yang berfungsi untuk mengeliminasi
butir –butir air yang terbawa oleh uap dari sumur –sumur panas bumi. Demister
ini dipasang pada jalur uap utama setelah alat pemisah akhir (final separator) yang
ditempatkan pada bangunan rangka besi yang sangat kokoh dan terletak di luar
gedung pembangkit.
Gambar 6. Demister
V. Turbin
Hampir di semua pusat pembangkit tenaga listrik memilii turbin sebagai
penghasil gerakkan mekanik yang akan diubah menjadi energi listrik melalui
generator. Pada system PLTP Kamojang mempergunakan turbin jenis silinder
tunggal dua aliran ( single cylinder double flow ) yang merupakan kombinasi dari
turbin aksi ( impuls ) dan reaksi.
Gambar 7. Turbin
VI. Generator
Generator adalah sebuah alat yang berfungsi untuk merubah energi mekanik
putaran poros turbin menjadi energi listrik. PLTPB kamojang mempergunakan
generator jenis hubung langsung dan didinginkan dengan air, memiliki 2 kutub, 3
fasa, 50 Hz dengan putaran 3000 rpm.
Gambar 8. Generator
Gambar 9. Trafo
VIII. Switch Yard
Switch yard adalah perangkat yang berfungsi sebagai pemutus dan
penghubung aliran listrik yang berada di wilayah PLTPB maupun aliran yang akan
didistribusikan melalui system inter koneksi Jawa –Bali.
Gambar 10. Switch Yard
IX. Kondensor
Kondensor adalah suatu alat untuk mengkondensasikan uap bekas dari turbin
dengan kondisi tekanan yang hampa. Uap bekas dari turbin masuk dari sisi atas
kondensor, kemudian mengalami kondensasi sebagai akibat penyerapan panas oleh air
pendingin yang diinjeksikan melalui spray nozzle.
Kita dapat menghitung nilai Potensi Energi Panas Bumi dengan metode perry
yaitu :
E = D x Dt x P
Dimana :
E = Arus Energi ( kcal / dt )
D = Debit Air Panas ( lt / dt )
Dt =Perbedaan suhu permukaan air panas dan air dingin (
℃)
P = Panas Jenis ( kcal / kg )
C. FAKTOR YANG MENJADI PERTIMBANGAN PLTPB
Pembangkit dengan Sistem Uap Kering (Dry Steam) ini mempunyai syarat –
syarat sebagai berikut :
Mempunyai suhu yang relative tinggi ( >2300 ℃ ).
Memiliki teakanan uap yang cukup besar ( >3,5 atm )
Memiliki volume uap yang cukup banyak ( 10 ton / jam atau setara
1000 kW listrik ).
Letaknya tidak terlalu dalam dari permukaan bumi ( maks 2500 m )
Fluidanya tidak bersifat korosif.
PLTP sistem dry steam mengambil sumber uap panas dari bawah permukaan
tanah. Sistem ini dipakai jika fluida yang dikeluarkan melalui sumur produksi
berupa fasa uap. Uap tersebut yang langsung dimanfaatkan untuk memutar
turbin dan kemudian turbin akan mengubah energi panas bumi menjadi energi
gerak yang akan memutar generator untuk menghasilkan energi listrik.
2. Sistem PLTPB jenis Single Flash
Jenis ini digunakan untuk sumber panas-bumi hidrotermal yang terdiri dari
campuran uap dan cairan dan dilengkapi dengan cyclone separator untuk
memisahkan uap dan cairan.
3. Sistem PLTPB jenis Double Flash
Konstruksi ini dilengkapi dengan flasher tekanan rendah yang berfungsi
untuk menangkap uap bertekanan rendah yang tercampur cairan dari
separator. Jenis double flash dapat meningkatkan efisiensi antara 15 – 20 %
dibanding single flash.
4. Sistem PLTPB jenis Siklus Biner
Jenis ini digunakan untuk memanfaatkan energi panas bumi yang
bertemperatur relatif lebih rendah untuk pembangkitan listrik. Kelebihan
jenis ini, sistim turbin tidak mengalami korosi, karena uap tidak langsung
bersentuhan dengan komponen turbin. Uap panas-bumi dilewatkan heat
exchanger yang memanaskan fluida kerja turbin.
Energi panas bumi jenis ini berupa batuan panas yang ada dalam perut bumi
akibat berkontak dengan sumber panas bumi (magma). Energi panas bumi ini
harus diambil sendiri dengan cara menyuntikkan air ke dalam batuan panas
dan dibiarkan menjadi uap panas, kemudian diusahakan untuk dapat diambil
kembali sebagai uap panas untuk menggerakkan turbin. Sumber batuan panas
pada umumnya terletak jauh di dalam perut bumi, sehingga untuk
memanfaatkannya perlu teknik pengeboran khusus yang memerlukan biaya
cukup tinggi.
K. KESIMPULAN
Dari perhitungan dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
Definisi ini berlaku untuk pembangkit apa saja. Sepertinya penggunaan rumus efisiensi ini
sangat sederhana, tetapi dalam praktek ternyata ada beberapa masalah yang dihadapi.
Masalah pertama, suatu pusat pembangkit memerlukan energi listrik dalam operasinya. Jika
kita menggunakan energi listrik yang dihasilkan generator maka efisiensinya disebut efisiensi
kotor (gross efficiency). Jika dikurangi dengan energi listrik yang dipakai dalam pembangkit,
efisiensi yang didapat disebut efiensi bersih (net efficiency).
Masalah kedua adalah menentukan energi masuk yang dipakai dalam perhitungan efisiensi.
Pada pembangkit batu bara, banyak orang menggunakan kandungan energi kimia dari batu
bara (kandungan energi yang bisa dikonversikan menjadi energi panas) yang bisa dibakar
yang selanjutnya dikonversikan menjadi energi mekanik dan akhirnya menjadi energi listrik.
Bagaimana jika batu baranya mengandung banyak air sehingga perlu banyak energi untuk
mengeringkannya? Dalam kasus ini, besarnya panas yang bisa diubah menjadi energi listrik
menjadi lebih kecil dibanding kandungan energi kimianya. Demikian pula jika proses
pembakarannya tidak sempurna sehingga masih banyak energi yang tersimpan di abu dan
ikut terbang bersama gas buang. Untuk pembangkit nuklir, energi masuk biasanya adalah
panas yang dihasilkan di reaktor.
Bagaimana dengan pembangkit lainnya? Untuk pembangkit listrik tenaga air, energi
masuknya adalah energi potensial yang hilang saat air berubah ketinggian (sesuai tinggi pipa
pesat). Jadi bukan energi potensial total yang dikandung oleh air di ujung atas pipa pesat.
Untuk pembangkit listrik tenaga surya, energi masuk adalah energi yang diterima oleh panel
surya. Bukan energi yang masuk oleh area yang ditempati pembangkit listrik tenaga surya.
Energi yang masuk ke area yang ada di antara panel surya tidak diperhitungkan. Untuk
pembangkit listrik tenaga angin, hanya energi kinertik yang diterima oleh permukaan aktif
kincir yang diperhitungkan. Bukan energi kinetik yang diterima oleh area yang ditempati
pembangkit listrik tenaga angin. Jelas bahwa setiap pembangkit mempunyai definisi sendiri-
sendiri dalam menentukan besarnya energi masuk. Karena definisinya berbeda, kita tidak bisa
membandingkan secara langsung efisiensi bermacam pembangkit.
Sebenarnya, panas yang dihasilkan oleh pembakaran batu bara, minyak, atau gas bisa secara
efisien (lebih dari 90%) ke air yang berada dalam boiler. Air selanjutnya akan berubah
menjadi uap.
Secara umum, energi panas bisa dibagi atas dua bagian. Bagian pertama adalah bagian yang
bisa dikonversikan menjadi energi mekanik atau listrik. Bagian kedua adalah bagian yang
tidak bisa dikonversikan menjadi listrik. Bagian pertama sering disebut exergysedangkan
bagian kedua sering disebut anergy. Bagian yang pertama atau exergy akan meningkat
proporsinya dengan naiknya temperatur uap dan turunnya temperatur lingkungan (luar).
Besarnya proporsi exergy bisa dihitung dengan persamaan berikut:
yang mana menyatakan exergy, temperatur uap, dan temperatur luar. Semua
termperatur dinyatakan dalam derajat Kelvin. Persamaan ini juga sering disebut sebagai
efisiensi Carnot (Peneliti Perancis yang bernama Nicolas Leonardo Sadi Carnot).
Faktor kedua yang menentukan exergy adalah temperatur luar. Jika kita bisa menurunkan
temperatur di luar pembagkit sampai sama dengan nol derajat K maka semua energi panas
yang dikandung uap bisa menjadi exergy atau dikonversikan menjadi energi listrik. Dalam
praktek, temperatur luar jauh diatas nol sehingga selalu ada exergydan anergy.
Perbedaan definisi energi masuk inilah yang menyebabkan PLTU dan PLTA mempunyai
angka efisiensi yang jauh berbeda. PLTU menggunakan energi total (exergy plus anergy)
sebagai energi masuk sedangkan PLTA menggunakan exergy sebagai energi masuk. Padahal
jika digunakan definisi energi masuk yang sama maka efisiensinya akan bernilai hampir
sama. Perbedaan utama PLTU dan PLTA hanyalah pada sumber energinya. PLTA
menggunakan sumber energi yang terbarukan sedangkan PLTU biasanya menggunakan
bahan bakar fossil.
Pada pembangkit listrik tenaga bayu (angin) atau PLTB, energi masuknya adalah energi
kinetik yang diterima oleh area efektif turbin angin. Karena angin yang keluar dari turbin
tidak mungkin mempunyai kecepatan sama dengan nol, maka selalu ada energi kinetik yang
tersisa pada angin. Dengan kata lain, tidak semua energi kinetik yang terdapat pada angin
bisa dikonversikan menjadi energi listrik. Agar adil, mestinya energi sisa ini kita
sebut anergy dan tidak disebut sebagai energi masuk. Karena definisi energi masuk adalah
energi kinetik total yang datang maka secara teoritis, efisiensi PLTB hanyalah sekitar 60%.
Dalam praktek, efisiensi hanya sekitar 40%.
Demikian pula pada pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Photon yang energinya terlalu
rendah tidak bisa dikonversikan menjadi listrik. Photon yang energinya terlalu tinggi hanya
akan menyebabkan panel suryanya panas. Jadi tidak semua photon bisa menyebabkan
dibangkitkannya energi listrik pada panel surya. Akan tetapi dalam menghitung efisiensi,
energi masuk adalah energi yang dikandung oleh semua photon yang datang ke panel surya.
Akibatnya, efisiensi teoritis dari panel silicon hanyalah sekitar 28%. Dalam praktek,
efisiensinya hanya sekitar 15%.
Selain efisiensi, pemilihan suatu pusat pembangkit tenaga listrik sangat ditentukan
olehavailability (ketersedian) dan dispatchability (kemampuan untuk bisa diatur). PLTU
biasanya bisa bekerja nonstop selama setahun, tiap hari selama 24 jam. Oleh sebab itu, PLTU
mempunyai availability yang tinggi. Sebaliknya, pembangkit listrik energi terbarukan
kemampuan untuk menghasilkan energi sangat ditentukan oleh ketersedian air, matahari, atau
angin. Selain itu, besarnya daya yang dibangkitkan PLTU bisa diatur oleh pusat kendali (di
Indonesia dilakukan oleh P3B) sesuai dengan kebutuhan sistem. Sebaliknya, daya yang
dihasilkan pembangkit listrik energi terbarukan tidak bisa dikendalikan oleh P3B sehingga
disebut non-dispatchable
Banyak sistem pembangkitan listrik dari fluida panas bumi yang telah diterapkan di lapangan,
diantaranya:
1. Direct Dry Steam
2. Separated Steam
3. Single Flash Steam
4. Double Flash Steam
5. Multi Flash Steam
6. Brine/Freon Binary Cycle
Brine/Isobutane Binary Cycle
7. Combined Cycle
8. Hybrid/fossil–geothermal conversion system
Artikel ini membahas beberapa metoda yang digunakan untuk menentukan besarnya daya
listrik yang dapat dibangkitkan oleh turbin uap. Metoda yang sama digunakan untuk
menentukan konsumsi uap apabila kapasitas PLTP-nya telah diketahui/ ditentukan.
Sistem konversi fluida uap kering merupakan sistem konversi yang paling sederhana dan
paling murah. Uap kering langsung dialirkan menuju turbin kemudian setelah dimanfaatkan,
uap dapat dibuang ke atmosfir (turbin atmospheric exhaust turbine atau dialirkan
ke kondensor (condensing turbine).
Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua fasa (fasa
uap dan fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida. Hal ini
dimungkinkan dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap akan
terpisahkan dari fasa cairnya. Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian
dipakai pada perhitungan daya turbin. Oleh karena itu, sistem konversi energi ini dinamakan
Siklus Uap Hasil Pemisahan (Gambar 15.1 dan Gambar 15.2). Siklus ini banyak digunakan
pada reservoir panas bumi dominasi air.
Pada titik 1 fluida panas bumi berupa campuran dua fasa. Sebelum memasuki turbinfluida
menjalani proses isentalpik dari titik 1 ke titik 2. Pada kepala sumur diketahui laju alir massa
fraksi uap fluida (kualitas uap pada kepala sumur). Pada titik 2 fluida masuk ke separator,
sehingga:
...(15.13)
...(15.14)
Dari persamaan (15.14) didapat fraksi uap yang masuk ke separator, sedangkan fraksi airnya
dibuang. Pada tekanan dan temperatur inlet turbin ini diketahui entalpi dan entropi fluida dari
tabel uap. Entropi pada titik 4 dan titik 5 (inlet dan outlet turbin) dianggap sama (proses yang
terjadi di dalam turbin isentropik), sehingga :
...(15.15)
maka fraksi uap yang keluar dari turbin dapat diketahui. Harga fraksi uap ini digunakan untuk
menghitung entalpi outlet turbin.
...(15.16)
Perhitungan daya turbin pada sistem ini hampir sama dengan perhitungan pada Siklus
Penguapan Tunggal, perbedaannya hanya terletak pada penentuan kondisi awal dari fluida.
Pada titik 1 fluida berupa campuran dua fasa (fasa cair dan fasa uap), sehingga entalpi fluida
sama dengan jumlah entalpi kedua fasa tersebut. Selanjutnya, prosedur penentuan daya turbin
sama dengan prosedur perhitungan pada Siklus Penguapan Tunggal.
Pada Gambar 15.4 dan Gambar 15.5 terlihat proses yang dialami fluida reservoir sampai
diinjeksikan kembali ke reservoir. Dari reservoir (1) fluida-dalam hal ini saturated liquid-
yang diproduksi ke permukaan mengalami penurunan temperatur yang menyebabkan
sebagian kecil fasa cair mengalami perubahan fasa menjadi uap. Sebelum memasuki turbin
fluida menjalani proses dari titik 1 ke titik 2 yang merupakan proses isentalpik seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Pada titik 2 fluida masuk ke bejana flasher, sehingga :
...(15.17)
Dari persamaan (15.17) didapat fraksi uap yang masuk ke bejana flasher, sedangkan fraksi
airnya dibuang.
Uap yang dihasilkan oleh penguapan pada bejana flasher kemudian dialirkan menuju turbin
(4), sedangkan fraksi cair yang tersisa diinjeksikan kembali ke dalam sumur injeksi (3) atau
mengalami proses flash kembali untuk menghasilkan uap bertekanan rendah untuk dialirkan
pada turbin tekanan rendah pada sistem double flash. Hal ini tidak dibicarakan lebih lanjut.
Fraksi uap yang keluar dari bejana flasher inilah yang kemudian menghasilkan listrik dari
perubahan entalpi yang terjadi di dalam turbin (antara titik 4 -5). Bila turbin ideal, maka
ekspansi uap akan terjadi secara isentropis. Bila temperatur optimum proses flash dapat
diketahui maka tekanan flash yang bersesuaian dapat ditentukan.
Gambar 15.4 Skema Diagram Siklus Penguapan Tunggal
Pada tekanan dan temperatur inlet turbin diketahui entalpi dan entropi fluida dari tabel uap.
Entropi pada titik 4 dan titik 5 (inlet dan outlet turbin) dianggap sama (proses yang terjadi di
dalam turbin isentropik), sehingga :
...(15.18)
maka fraksi uap yang keluar dari turbin dapat diketahui. Harga fraksi uap ini digunakan untuk
menghitung entalpi outlet turbin.
...(15.19)
Daya turbin bisa dihitung dengan menggunakan persamaan
...(15.20)
X2 merupakan fraksi uap yang dihasilkan oleh flasher yang dialirkan ke turbin, sedangkan
sisanya (1 - X2) dibuang. h4 adalah entalpi pada inlet turbin yang sama dengan tekanan
penguapan (tekanan flasher) karena diasumsikan fluida tidak mengalami kehilangan tekanan
selama perjalanannya menuju turbin, sedangkan h5 adalah entalpi pada tekanan kondenser.
Perhitungan daya listrik untuk sistem double flash dapat dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut :
1) Buat diagram T-S (temperatur vs. enthalpy) seperti diperlihatkan pada Gambar 15.7.
2) Pada titik 1 ke titik 2, adalah proses dari wellhead ke separator. Kondisi fluida dua fasa,
proses yang terjadi adalah isentalpic, yaitu hwell head = hseparator.
hwell head = hfg = enthalpy pada tekanan di kepala sumur (h1). Karena enthalpy separator
(h2) sama dengan enthalpy kepala sumur (h1), sedangkan sedangkan enthalpy fluida
separator = hf2, dan enthalpy dua fasa separator = hfg2, maka jumlah fraksi uap (x2) dari
separator yang masuk ke HP-tubine besarnya adalah :
...(15.21)
sehingga jumlah massa uap (mv1) yang masuk ke dalam HP-turbin sebesar :
...(15.22)
...(15.23)
3) Proses dari titik 2 ke titik 4 adalah dari separator ke inlet turbin. Prosesnya adalah
isentalpic, yaitu entalphy uap di separator (h2) sama dengan enthalpy uap di turbin (h4).
Sedangkan harga entropy pada titik 4 adalah entropy uap di condensor (S4), besarnya sama
dengan entropy separator (S2),
...(15.24)
sedangkan :
...(15.25)
...(15.26)
5) Dari titik 2 ke titik 3a (dari separator ke inlet flasher), harga enthalpy pada inlet flasher
adalah sama dengan harga enthalpy air dari separator, maka h3a = hf separator. Prosesnya
adalah isenthalpic maka enthalpy h3 (enthalpy di dalam flasher) = h3a. Dengan demikian
fraksi uap dari flasher dapat dihitung sebagai berikut
...(15.27)
...(15.29)
...(15.30)
atau
...(15.31)
8) Besarnya enthalpy uap yang masuk inlet LP-turbin adalah sama dengan enthalpy uap
flasher:
...(15.32)
...(15.33)
9) Maka Daya II, yaitu daya listrik yang dihasilkan dari LP-turbine yaitu sebesar :
...(15.34)
10) Jadi total daya listrik dari HP-turbine dan LP-turbine adalah :
...(15.35)
Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai
temperatur tinggi (>225oC), hanya beberapa diantaranya yang mempunyai temperatur sedang
(150‐
225oC). Pengalaman dari lapangan‐lapangan panas bumi yang telah dikembangkan di dunia
maupun
di Indonesia menunjukkan bahwa sistem panas bumi bertemperatur tinggi dan sedang, sangat
potensial bila diusahakan untuk pembangkit listrik. Potensi sumber daya panas bumi
Indonesia
sangat besar, yaitu sekitar 27500 MWe , sekitar 30‐40% potensi panas bumi dunia.
Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) pada prinsipnya sama seperti Pembangkit
Listrik Tenaga
Uap (PLTU), hanya pada PLTU uap dibuat di permukaan menggunakan boiler, sedangkan
pada PLTP
uap berasal dari reservoir panasbumi. Apabila fluida di kepala sumur berupa fasa uap, maka
uap
tersebut dapat dialirkan langsung ke turbin, dan kemudian turbin akan mengubah energi
panas bumi
menjadi energi gerak yang akan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik.
PLTP
Apabila fluida panas bumi keluar dari kepala sumur sebagai campuran fluida dua fasa (fasa
uap dan
fasa cair) maka terlebih dahulu dilakukan proses pemisahan pada fluida. Hal ini
dimungkinkan
dengan melewatkan fluida ke dalam separator, sehingga fasa uap akan terpisahkan dari fasa
cairnya.
Fraksi uap yang dihasilkan dari separator inilah yang kemudian dialirkan ke turbin.
Apabila sumberdaya panasbumi mempunyai temperatur sedang, fluida panas bumi masih
dapat
dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dengan menggunakan pembangkit listrik siklus binari
(binary
plant). Dalam siklus pembangkit ini, fluida sekunder ((isobutane, isopentane or ammonia)
dipanasi
oleh fluida panasbumi melalui mesin penukar kalor atau heat exchanger. Fluida sekunder
menguap
pada temperatur lebih rendah dari temperatur titik didih air pada tekanan yang sama. Fluida
sekunder mengalir ke turbin dan setelah dimanfaatkan dikondensasikan sebelum dipanaskan
kembali
oleh fluida panas bumi. Siklus tertutup dimana fluida panas bumi tidak diambil masanya,
tetapi hanya
panasnya saja yang diekstraksi oleh fluida kedua, sementara fluida panas bumi diinjeksikan
kembali
kedalam reservoir.
Masih ada beberapa sistem pembangkitan listrik dari fluida panas bumi lainnya yang telah
diterapkan di lapangan, diantaranya: Single Flash Steam, Double Flash Steam, Multi Flash
Steam, ,
Combined Cycle, Hybrid/fossil–geothermal conversion system.
1. PENDAHULUAN
Diversifikasi energi (bauran sumber energi) merupakan suatu konsep / strategi yang
dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai pembangunan energi dan ekonomi yang
berkelanjutan. Kebijakan bauran energi menekankan bahwa Indonesia tidak boleh hanya
tergantung pada sumber energi berbasis fosil, namun harus juga mengembangkan
penggunaan energi terbarukan.
Magnet hidrodinamik adalah salah satu teknologi alternatif yang menjanjikan sebagai
salah satu sumber pembangkit energi listrik efisien dan bersih. Pembangkit listrik magnet
hidrodinamik menggunakan energi kinetik gas plasma sebagai konduktornya yang
memotong medan magnet. Berbeda dengan generator konvensional yang menggunakan
putaran konduktor berupa rotor dalam proses pembangkitan energy listrik. Pembangkit listrik
tenaga magnet hidro dinamik dapat memanfaatkan pembakaran batubara secara langsung
tanpa proses pemurnian terlebih dulu. Hal ini yang membedakan pembangkit listrik
hidrodinamik dengan pembangkit listrik tenaga uap konvensional. Hal ini dapat
meningkatkan efisiensi pemakaian bahan bakar lebih dari 20 %. Selain itu pemanfaatan gas
buang yang panas dari siklus terbuka pembangkit ini dapat di manfaatkan untuk
menggerakkan turbin uap. Pembangkit magnet hidrodinamik yang merupakan jenis
pembangkit listrik cogeneration yang ekonomis dan ramah lingkungan.
2. TEORI PENUNJANG
2.1 Batubara
Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya
berakumulasi dirawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama
dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan
gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan
tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan
yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan
kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon
atau Batu Bara)– dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360
juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh
suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‗maturitas organic.
Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara tertambang run-
of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu
dan lumpur dan berbentukpecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batu
bara membutuhkan batu bara denganmutu yang konsisten. Pengolahan batu bara – juga
disebut pencucian batu bara (―coal benification‖ atau―coal washing‖) mengarah pada
penanganan batu bara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan
kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.
PLTU ini dilengkapi dengan presipitator elektro static yaitu suatu alat untuk
mengendalikan partikel yang akan keluar cerobong dan alat pengolahan abu batu bara.
Sedang uap yang sudah dipakai kemudian didinginkan dalam kondensor sehingga dihasilkan
air yang dialirkan ke dalam boiler. Pada waktu PLTU batubara beroperasi suhu pada
kondensor naiknya begitu cepat, sehingga mengakibatkan kondensor menjadi panas. Sedang
untuk mendinginkan kondensor bisa digunakan air, tapi harus dalam jumlah besar, hal inilah
yang menyebabkan PLTU dibangun dekat dengan sumber air yang banyak seperti di tepi
sungai atau tepi pantai.
Di bawah kondisi tekanan tinggi, listrik dihasilkandari proses gasifikasi senyawa gas
melalui pembakaran bahan bakar fosil. Sebagian besar sistem MHD menggunakan batu bara
atau gas alam sebagai bahan bakar fosil. Namun, gas inert seperti argon dan helium yang juga
digunakan dalam beberapa sistem MHD. Gas ini dinjeksikan kedalam channel /ductmelalui
nozzel dengan kecepatan tinggi 1000-2000 m/s. Magnetohydrodynamic generator tidak
menciptakan muatan listrik, terciptanya listrik karena adanya muatan listrik yang melekat
saat proses ionisasi gas berlangsung. Dengan analogi, memikirkan sebuah pompa air yang
memungkinkan air melewati tetapi bukan merupakan sumber air. Konduktivitas fluida dapat
ditingkatkan dengan mengadopsi berbagai metode.
Seperti yang disebutkan sebelumnya sistem MHD terdiri dari saluran / saluran yang
merupakan penghubung ke sirkuit eksternal yang pada akhirnya akan membiarkan listrik
mengalir ke beban melalui sebuah elektrode. Elektroda adalah pelat, batang atau kawat
yang bertindak sebagai konduktor terhadap aliran listrik. Mereka bertindak sebagai
penghubung ke sirkuit eksternal. Rangkaian eksternal dihubungkan ke elektroda dan catu
daya listrik ditransfer ke jalan yang diinginkan.
Peramalan kebutuhan listrik adalah untuk mengetahui akan kebutuhan listrik di tahun
yang akan datang dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan metode regresi
dan metode DKL 3.01
b) Sektor Komersil
c) Sektor Publik
d) Sektor Industri
4. Analisa Data
Gambar 1.2
Meski memiliki dua unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)—Suralaya dan
Labuan—yang beroperasi di wilayahnya, masih banyak masyarakat Banten yang belum
menikmati pembangunan energi ketenagalistrikan. Kondisi itu, kerap kali menciptakan
kesenjangan pembangunan yang mencolok. karena tak jarang, kampung-kampung yang dekat
dengan pembangkit pun, belum mencicipi bagaimana rasanya menikmati jaringan listrik.
Total kapasitas terpasang pembangkit listrik yang berada di Propinsi Banten saat ini
yaitu sekitar 4.200 MW, ditambah dengan kapasitas terpasang pada PLTU baru (PLTU
Suralaya 600 MW, PLTU Labuan 600 MW,dan PLTU Teluk Naga 900 MW) yang sudah
akan beroperasi tahun 2009, maka pada tahun 2010 total kapasitas terpasang pembangkit
listrik yang berada di Provinsi Banten akan menjadi 6.300 MW atau 6.3 GW.
Setelah didapatkan hasil dari analisa pertumbuhan kebutuhan energi listrik di Cilegon
dengan menggunakan metoda DKL 3.01 maka besarnya pertumbuhan beban puncak di
Cilegon dapat ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.3
Pertumbuhan Energi Terjual (KWH), Energi Produksi (KWH), dan Beban Puncak
(KW) Cilegon Tahun 2008 Sampai dengan 2030
4.4 Pengaruh PLTMHD Dan PLTU 100 MW terhadap Neraca Daya Kabupaten
Cilegon
1. Total kapasitas terpasang pembangkit listrik yang berada di Propinsi Banten saat ini yaitu
sekitar 4.200 MW, ditambah dengan kapasitas terpasang pada PLTU baru (PLTU
Suralaya 600 MW, PLTU Labuan 600 MW,dan PLTU Teluk Naga 900 MW) yang sudah
akan beroperasi tahun 2009, maka pada tahun 2010 total kapasitas terpasang pembangkit
listrik yang berada di Provinsi Banten akan menjadi 6.300 MW atau 6.3 GW.
2. PT PLN (Persero) menargetkan sembilan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang
masuk dalam proyek percepatan 10.000 MW tahap I akan beroperasi tahun ini. PLTU-
PLTU tersebut akan menambah pasokan listrik nasional hingga 3266 Megawatt. sebagian
besar berada di Pulau Jawa dengan total kapasitas 3205MW, sementara sisanya di luar
Jawa. PLTU yang beroperasi tahun ini.
a. PLTU Labuan Banten dengan kapasitas 300 MW, telah diresmikan pada 28 Januari
2010.
Panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar diserap oleh pipa-pipa
penguap/water walls menjadi uap jenuh/uap basah yang selanjutnya dipanaskan dengan
superheater. Kemudian uap tersebut dialirkan ke turbin tekanan tinggi, dimana uap tersebut
ditekan melalui nozzel ke sudu-sudu turbin. Tenaga dari uap menghantam sudu-sudu turbin
dan membuat turbin berputar. Setelah melalui turbin tekanan tinggi, uap dikembalikan ke
boiler untuk dipanaskan ulang di reheater sebelum uap tersebut digunakan di I.P Turbin dan
L.P Turbin. Poros turbin tekanan rendah dikopel dengan rotor generator. Rotor dalam
elektromagnit berbentuk silinder ikut berputar apabila turbin berputar. Generator dibungkus
dalam stator generator. Stator ini digulung dengan menggunakan batang tembaga. Listrik
dihasilkan dalam batang tembaga pada stator oleh elektromagnit rotor melalui perputaran dari
medan magnit.
3. Kondensor
Uap yang melewati turbin akan didinginkan dan dikondensasikan menjadi air di
dalam condensor sebelum dikembalikan ke boiler. Air untuk keperluan PLTU Cilegon
sebanyak 86800 𝑚3 /jam atau sekitar 24,1 𝑚3 /detik diambil dari laut, dimana debit air sebesar
400 𝑚3 /jam diolah terlebih dahulu sehingga memenuhi syarat untuk digunakan air pengisi
ketel (boiler) dan untuk berbagai kebutuhan operasi lainnya. Air yang telah dipergunakan
dikembalikan lagi ke laut setelah didinginkan di saluran pendingin
1. Transportasi Batubara
Serbuk batubara yang dikirim dari industri batubara yang selanjutnya akan digunakan
sabagai bahan bakar pembangkit. Bahan bakar di bawah tekanan tesebut di hasilkan dari
sistem produksi.
Didalam ruangan ini batubara dan ditambahkan dengan senyawa osidator untuk
memisahkan kadar oksigen dalam batubara sebelum dimasukkan ke dalam pemanas awal
dalam tangki ( couper ) sampai pada suhu 900 C. Pada ruang bakar tersebut harus
dioperasikan dalam keadaan bersih dari terak hasil pembakaran sebelumnya Selanjutnya
pada tahap ke dua, serbuk potasium karbonat di injeksikan dan dicampurkan dengan
serbuk batubara hasil dari pembakaran pada tahap sebelumnya. Yang selanjutnya gas
tersebut di semprotkan ke dalam MHD channel dengan menggunakan nozlzle melintasi
ruang pengukuran dan analisa sebelum akhirnya di teruskan ke MHD channel.
3. MHD channel
Merupakan saluran kanal medan magnet, tempat dihasilkannya energi listrik dari generator
berupa arus DC selanjutnya akan dirubah menjadi AC dengan menggunakan inverter
sebelum diteruskan menuju terminal catu daya.
4. Diffuser
Bagian yang berfungsi menormalisasikan kecepatan dan tekanan gas fluida dari hasil
pembakaran. Setelah dari generator selanjutnya aliran kecepatan gas tersebut dikurangi
dan tekanannya dapat di normalkan kembali. Kemudian sisa hasil pembakaran tadi di
kirim menuju ruang pembersihan terak.
5. Magnet
Bagian tersebut merupakan bagian utama yang berfungsi sebagai kumparan medan yang
dapat menghasilkan kerapatan arus listrik apabila dilewati gas plasma.
6. MHD Generator
Bagian dari sistem MHD yang berfungsi untuk membangkitkan tegangan DC yang
selanjutnya di konversikan menjadi tegangan AC melalui inverter.
7. Nozzle
Bagian ini berfungsi untuk mengijeksikan bahan bakar ke dalam saluran kanal ( MHD
duct)
= 217.100.000 kkal/jam
= 252.441 Kwh
P T - 1.035(𝐶 − 2.2)2
E = 0.415 - 1.392 (1) + 3.977(1) - 0.00056 (90%) -0.004 (1) + 0.0229 (2500) -
0.0115(1)+ 1.535 (8,7) -10.98 (5) - 1.842 (1) + 23.13 (0,8) + 1.87 (1) + .0122 ( 100 )+
0.00615 (100)(5) - 0.00216(100) (8,7) -0.00001(100)(2500) + 0.218 (5)(8,7)- 0.000836
(5)(2500) + 0.00057(8,7) (2500) - 1.035(1 − 2.2)2= 57,8 %
= 744.600.000 kWh/tahun
= 0,5 kg/kWh
= 569.400.000 kWh/tahun
Untuk faktor Kapasitas PLTMHD sebesar 65% ini dikarenakan MHD bekerja dalam siklus
terbuka.
Kebutuhan energi panas
= 0,05 kg/kWh
4.5.3.1 Perhitungan Biaya pembangkitan Energi Listrik dari PLTU dan PLTMHD
Biaya total pembangkitan energi listrik merupakan penjumlahan dari biaya modal, biaya
bahan bakar serta biaya operasi dan perawatan. Karenanya dalam perhitungan biaya
pembangkitan energi listrik, harus dihitung satu persatu dari ketiga biaya diatas.Perencanaan
pembangunan PLTU & PLTMHD Cilegon dengan bahan bakar batu bara dengan kapasitas
total 100 MW, diasumsikan dengan capacity factor / factor kapasitas 85 % (PLTU) dan
memiliki life time / umur pembangkit 25 tahun.Dari sisi ekonomi dalam mengembangkan
pembangkit sistem tenaga listrik dengan mengembangkan plant-plant dengan biaya
pembangunan yang murah dan untuk menghasilkan energi listrik dengan biaya rendah.
Dalam membahas teknologi pembangkitan, maka perlu mempertimbangkan dua hal yaitu :
1. Biaya Investasi Modal Awal (Capital Investment Cost) Biasanya dinyakan dalam
US$/kW, merupakan besarnya investasi modal yang diperlukan untuk membangun
sebuah power plant
2. Biaya Pembangkitan (Power Generating Cost)Biasanya dinyatakan dalam mills/kWh
(1mill = 1/1000 mata uang), terdiri atas biaya-biaya yang berhubungan dengan investasi
modal awal pada sebuah power plant, biaya bahan bakar dan biaya operasional &
perawatan (O&M Cost)
Untuk menghitung semua variable dalam analisa ekonomi, terlebih dahulu dihitung total
energi output PLTU Cilegon selama 1 tahun. Diasumsikan faktor kapasitas (CF) pembangkit
sebesar 85% dan semua energi tersebut terpakai 365 hari selama 1 tahun.
= 744.600.000 kWh/tahun
Untuk Kabupaten Cilegon, biaya pokok penyediaan listrik tegangan tinggi sebesar Rp
974/kWh. Berikut ini merupakan perhitungan Jumlah pendapatan per tahun/Cash in Flow
(CIF) tanpa adanya subsidi pemerintah.
Untuk menghitung semua variable dalam analisa ekonomi, terlebih dahulu dihitung total
energi output PLTMHD Cilegon selama 1 tahun. Diasumsikan faktor kapasitas (CF)
pembangkit sebesar 65 % dan semua energi tersebut terpakai 365 hari selama 1 tahun.
= 569.400.000 kWh/tahun
Jumlah pendapatan per tahun/Cash in Flow (CIF) dapat dihitung dari kWhoutput dan selisih
Biaya Pokok Penyediaan (BPP) dengan biaya pembangkitan atau Total cost (TC) atau dengan
kata lain keuntungan penjualan (KP). Pembangkit ini direncanakan akan dihubungkan
dengan saluran transmisi 150 kV. Untuk wilayah Cilegon, biaya pokok penyediaan listrik
tegangan tinggi sebesar Rp 1024/kWh. Berikut ini rumus perhitungan Jumlah pendapatan
per tahun/Cash in Flow (CIF) tanpa adanya subsidi pemerintah. CIF = KP x KWh output
Aspek terbeasar dari maslah polusi PLTU berkaitan dengan ketidakmurnian energi batu bara
yang terdiri dari beberapa unsur yaitu : Karbon, SO.
Contohnya PLTU di India yang menggunakan batu bara dengan kandungan sulfur 1% hingga
3% dan karbon 30%. Selama pembangkit beroperasi kandungan senyawa-senyawa tersebut
semakin meningkat dan mengalami perubahan susunan kimianya menjadi SO, 𝑆𝑂2, 𝑆𝑂3,
𝑆𝑖𝑂2, 𝐹𝑒2 𝑂3. Di lain tingkat polusi yang perlu mendapatkan penanganan khusus adalah
senyawa Oksida. Oksida terbentuk dari pemanasan gas nitrogen pada saat terjadi
pembakaran.Selain itu ada beberapa zat yang ikut dalam proses pembakaran diantaranya 𝐶𝑂2,
CO. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi pembakaran temperatur ruang bakar tidak stabil.
Untuk mengurangi kadar CO dan 𝐶𝑂2 maka perlu temperatur yang tinggi dan stabil saat
pembakaran. Berdasarkan hasil analisa dalam penentuan polusi diantaranya gas oksida,
Nitrogen Nox, Karbon, sulfur dan kandungan partikel – partikel lain yang bermasalah.
Kebanyakan senyawa-senyawa gas tersebut didapatkan dari hasil pembakaran bahan bakar
secara lanngsung. Kita tahu bahwa sistem pembangkit tenaga uap di Indonesia adalah sumber
penghasil pencemaran udara karena untuk meng konversi batu bara menjadi energi listri
masih dengan cara lama yaitu melalui proses pembakaran. Perlu adanya pengendalian limbah
dan kebijakan-kebijakan baru agar pencemaran tidak menjadi penghambat dan merambat ke
semua aspek kehidupan.
Bila dibandingkan sumber energi lain, batubara merupakan sumber energi yang
mempunyai dampak negatif cukup besar terhadap lingkungan terutama dari gas-gas
buangnya.Analisa dampak lingkungan disini hanya melihat sisi akibat dari proses
pembakaran bahan bakar pada PLTU. Dalam pemilihan bahan bakar tentunya sedapat
mungkin dipilih bahan bakar yang mempunyai kandungan abu, sulphur, nitrogen, dan karbon
yang rendah. Dampak Lingkungan akibat beroperasinya PLTU antara lain :
Limbah padat
Sedangkan untuk PLTMHD sendiri memiliki pengaruh terhadap lingkungan, dari beberapa
pemantauan bahwa ditemukan kadar karbon, Nitrogen, Sulfur yang tergantung dari hasil
pembakarannya seperti faktor temperatur saat pembakaran, tekanan saat pembakaran, rasio
oksida yang banyak dalam kandungan batu bara, rasio material bahan bakar, dan rasio
stoichiometrik serta rating pembersihan terak. Untuk meminimalkannya seperti polutan NO,
SO. Dapat diatasi dengan memaksimalkannya pembakaran sesuai dengan takaran yang ada
sebagai contoh rasio oksigen dalam kandungan batubara, rasio stoichiometri, tekanan pada
saat terjadi pembakaran, dan menjaga temperatur ruang pembakaran tetapp stabil. Jadi sesuai
dengan standarisasi kerja dari sistem MHD perlu diperhatikan.
KESIMPULAN
Pemakaian bahan bakar untuk kedua jenis pembangkit tersebut jelas berbeda. Dalam
PLTU mengenal istilah start up yang memerlukan bahan bakar minyak sebanyak
24.390,2 liter selama ± 8 jam. Sedangkan konsumsi batu baranya mencapai 43,42 ton
/jam dengan biaya pengeluaran 1.303.050 US$/ Bulan. Sedangkan untuk PLTMHD
memerlukan bahan bakar sebanyak 3,24 ton /jam dengan pengeluaran sebesar 669.045
US$/Bulan. Jadi ada penghematan yang besar dalam penggunaan bahan bakar untuk
sistem pembangkit MHD.
Dengan penambahan kapasitas PLTU atau PLTMHD Cilegon 100 MW sampai
pada tahun 2025 diharapkan dapat mengatasi besarnya konsumsi dan beban puncak
yang terus meningkat , terlihat dari nilai surplus investasi pertahunnya meskipun
sempat mengalami defisit pada 2 – 4 tahun pertamanya sehingga dimungkinkan
perencanakan sistem interkoneksi ke wilayah lainnya.
PLTMHD Cilegon layak untuk dikembangkan dan dijadikan sebagai pembangkit
yang berguna untuk memenuhi kebutuhan listrik di Baten pada umumnya dan di
Cilegon pada khususnya. Biaya pembangkitan PLTU sebesar 369 Rp/kWh dimana
biaya pembangkitan PLTMHD sedikit lebih mahal Rp. 388/Kwh ini dikarenakan
berkembangnya teknologi penunjang dalam penghematan sumber daya alam.
Wilayah Cilegon mempunyai BPP ini sebesar 584,83 Rp/kWh diharapkan dapat
mengurangi subsidi pemerintah.Selain itu tingkat emisinya yang rendah sehingga
energi Magnet hidrodinamik memiliki kesempatan untuk memanfaatkan Clean
Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol sebesar 388 Rp/kWh .
Tingkat efisiensi dari tiap pembangkit di tentukan dari kapasitas bebannya. PLTMHD
memiliki tingkat efisiensi daya jauh lebih tinggi hingga 57,8 % dibandingkan PLTU
yang hanya mencapai 39%. Hal ini di pengaruhui oleh efisiensi thermal yang
dihasilkaan pada saat pembakaran bahan bakar.
Referensi
1. Amick, Phil, Coal Gasification Flexibility for Fuels & Products, ConocoPhillips, 2005
2. Baardson, John A., Coal to Liquids: Shell Coal Gasification with Fischer-Tropsch Synthesis,
Baardson Energy LLC, 2003.
3. Chhoa, Thomas, Shell Gasification Business in Action, Shell Gas & Power, 2005.
4. JCOAL, Coal Science Handbook, Japan Coal Energy Center, 2005.
5. JCOAL, JCOAL Journal Vol. 2, Nov. 2005, Japan Coal Energy Center, 2005.
6. JCOAL, JCOAL Journal Vol. 3, Jan. 2006, Japan Coal Energy Center, 2006.
7. JCOAL, JCOAL Journal Vol. 4, Mar. 2006, Japan Coal Energy Center, 2006.
8. Material Presentasi, Idemitsu Kosan Co., Ltd, 2003.
9. Sekitan no Kiso Chishiki, Sekitan Shigen Kaihatsu Kabushiki Kaisha.
10. Shigen Enerugi- Chou Shigen Nenryou Bu, Ko-ru No-to 2001 Nen Ban, Shigen Sangyou
Shinbunsha, 2001.
11. Sema, Tohru, Karyoku Hatsuden Souron, Denki Gakkai, 2002.
12. WCI, The Coal Resource, World Coal Institute, 2004.
13. Djiteng, Marsudi Ir, 2005, ―pembangkit Energi listrik‖, Erlangga, Jakarta.
14. World Coal Institute, 2005, Sumber Daya Alam, WCI, Inggris.
15. Biaya Pokok Penyediaan Listrik 2008, PLN.
16. Kabupaten Banten dalam Angka 2000- 2009, Badan Pusat Statistik Kabupaten Banten, 2009.
17. Marsudi, Djiteng, Pembangkitan Energi Listrik, Erlangga, 2005.
18. Peraturan Menteri ESDM No. 269-12/26/600.3/2008 tentang Biaya Pokok
19. Penyediaan (BPP) Listrik Propinsi di Indonesia.
20. Miro R Susta, 2003, Advance Clean Coal technology For power Generation, Malaysia Power.
21. B. Zaporowski, J Roszkibwics, K Sroka, Technology System Of Combined MHD –Steam
Power Plant Integrated With Coal Gasification, Technical University Of Poznan, Poland.
22. U.K Singh and A Chandra, Environmental Aspect Of Coal Based Indian MHD Power Plant,
Nwe Delhi , India.
23. John M Sherik, A Commercial Demonstration Project For Coal – Fired MHD, MSE,
Inc,Butee-Montana.
24. J. Gruhl,1977, Coal –Fired Open Cycle Magnetohydrodinamic Power Plant Emissions And
Energy Eficiencies, MIT Energy Lab.
25. Anasia Silviati, 2005, Electric Power Sector In Indonesia, CS Jakarta.
26. http://herotmed.blogspot.com/
27. http://ml.scribd.com/doc/99078334/Untitled
28. http://chekaproject.wordpress.com/2010/05/25/sistem-pltu-berbahan-bakar-gasoil/
29. http://www.kqlima.com/pltu-bagian-bagian-cara-kerjanya-bagian-ke-2
30. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=analisa+penghematan+biaya+memakai+air+heate
r+pltu&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fdigilib.its.ac
.id%2Fpublic%2FITS-Undergraduate-9765-
Paper.pdf&ei=R9hPUMTtPMO1iQeLnYGoCw&usg=AFQjCNHs3FdvEu-
V8qN83tvNmklEJ-jiaA
31. http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=2&submit.x=20&submit.y=19&qual=high&submit
val=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Felkt%2F2008%2Fjiunkpe-ns-s1-2008-23402093-
10303-prima_elektrik-chapter2.pdf
32. http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia_Power.