Gledis PDF
Gledis PDF
Tonsilitis
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual. Tonsil palatina yang biasa
disebut tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Tonsil dibatasi oleh pilar anterior
yang berisi m. Palatoglossus, pilar posterior yang berisi m. Palatopharingeus dan
bagian lateral dibatasi oleh m. Constrictor pharingeus superior.
1. Pharyngeal tonsil
2. Palatine tonsil
3. Lingual tonsil
4. Epiglottis
I. Anatomi Tonsil
Tonsil berbentuk oval, tipis terletak pada bagian samping belakang orofaring
dalam fossa tonsilaris atau sinus tonsilaris. Bagian atas fossa tonsilaris kosong
dinamakan fossa supratonsiler yang merupakan jaringan ikat longgar. Berat tonsil
pada laki-laki berkurang dengan bertambahnya umur, sedangkan pada wanita berat
bertambah pada masa pubertas dan kemudian menyusut kembali.
Permukaan lateral tonsil meletak pada fascia faring yang sering juga disebut
capsula tonsil. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai
celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel squamous yang
juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel
yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Kripta pada tonsil palatina lebih besar,
bercabang dan berlekuk-lekuk dibandingkan dengan sistem limfoid lainnya, sehingga
tonsil palatina lebih sering terkena penyakit. Selama peradangan akut, kripta dapat
terisi dengan koagulum yang menyebabkan gambaran folikuler yang khas pada
permukaan tonsil.
TONSILITIS
1. Tonsilitis Akut
Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan
bakteri pathogen dalam kripta.
2. Tonsilitis Kronis
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua
penyakit tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik
adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut
yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak
adekuat. Radang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta
hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes.
Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada infeksi.
3.1 Patogenesa
Pada umumnya tonsilitis kronis memiliki dua gambaran, yaitu terjadi
pembesaran tonsil dan pembentukan jaringan parut. Terlihat gambaran pembesaran
kripta pada beberapa kasus tonsilitis kronis. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel
jaringan tonsil dalam waktu lama akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya
sel limfosit dan basofil sehingga timbul detritus. Detritus merupakan kumpulan
leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis, detritus ini mengisi
kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Bercak detritus ini, dapat melebar
sehingga terbentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil. Proses
berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris. Dari hasil biakan tonsil, pada
tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan virulensi rendah dan jarang ditemukan
Streptococcus beta hemolitikus.
3.3 Terapi
Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa
sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).
Indikasi Absolut Tonsilektomi :
1.Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penuruna berat badan
penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan atau limfoma
5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya.
3.4 Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa Rhinitis kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria dan furunkulosis.
3. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada
bayi dan anak. Penyebab tonsillitis difteri adalah Coryne bacterium diphteriae, kuman
yang termasuk gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas yaitu hidung faring
dan laring.
Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun
dan frekuensi tertinggi pada usia2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih
mungkin menderita penyakit ini.
Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala
lokal, dan gejala akibat eksotoksin.
Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh
biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta
keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu.
Membrane ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,laring, trakea, dan
bronkus yang dat menyumbat saluran nafas. Membrane semu ini melekat erat pada
dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit
ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe leher akan membengkak sedemikian
besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga
BurgemeesterS hals.
Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis
samapi decompensasio cordis, mengenai saraf cranial menyebabkan kelumpuhan otot
palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.
Diagnosa tonsillitis difteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik dan
pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah
membrane semu dan didapatkan kuman coryne bacterium diphteriae.
IV. TONSILEKTOMI
Tonsilektomi dilakukan jika terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta curiga adanya keganasan.
Indikasi tonsilektomi;
1. sumbatan
•hyperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas
•sleep apnea
•gangguan menalan
•gangguan bicara
2. infeksi
• infeksi telinga tengah berulang
• rhinitis dan sinusitis yang kronis
• peritonsiler abses
• abses kelenjar limfe leher berulang.
• Tonsillitis kronis dengan nsafas bau
• Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ lain
• Tonsillitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok berulang.
3. kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas.
DAFTAR PUSTAKA
4. Djaafar, Z. 2001. Kelainan Telingan Tengah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung dan Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: 49-62
5. Wikipedia. 2005. http://en.wikipedia.org/wiki/Ear. Wikipedia Ecyclopedia