Pedoman Pengelolaan Limbah Medis Padat Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pedoman Pengelolaan Limbah Medis Padat Fasilitas Pelayanan Kesehatan
0
Kata Pengantar
Halaman
Bab I Pendahuluan ................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 3
1.2. Tujuan ............................................................................................ 3
1.3. Sasaran .......................................................................................... 4
1.4. Ruang Lingkup ............................................................................... 5
1.5. Dasar Hukum.................................................................................. 5
1.6. Definisi Operasional........................................................................ 5
Bab II Penanganan Limbah Medis Padat Fasyankes ................................ 7
2.1. Pendekatan .................................................................................... 7
2.2. Prinsip ............................................................................................ 7
2.3. Pengurangan Limbah Medis Padat Fasyankes ............................... 8
2.4. Opsi Penanganan Limbah Medis Padat .......................................... 9
2.5. Tahapan Penanganan Limbah medis padat.................................... 9
Bab III Pengendalian Risiko Kesehatan Limbah Medis Padat Fasyankes14
3.1. Perlindungan Diri .......................................................................... 14
3.2. Respon Darurat ............................................................................ 17
3.3. Kendali Hygiene Sanitasi dan Infeksi Fasyankes .......................... 19
Bab IV Organisasi dan Perencanaan ...................................................... 21
4.1. Organisasi .................................................................................... 21
4.2. Perencanaan Kegiatan dan Pembiayaan ...................................... 22
Bab V Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan......................................... 24
5.1. Pemantauan ................................................................................. 24
5.2. Evaluasi ........................................................................................ 24
5.3. Pelaporan ..................................................................................... 25
2
Bab I
Pendahuluan
1.2. Tujuan
A. Umum
Terwujudnya pengelolaan limbah medis padat Fasyankes secara
aman dan benar sesuai persyaratan kesehatan bagi masyarakat,
baik di dalam maupun di sekitar Fasyankes.
3
B. Khusus
1) Terselenggaranya tahapan pengelolaan limbah medis padat
aman dan benar sesuai dengan persyaratan kesehatan.
2) Terwujudnya upaya pengendalian risiko kesehatan bagi
pengelola limbah.
3) Terselenggaranya pengorganisasian dan pembiayaan
pengelolaan limbah medis padat secara benar dan
berkesinambungan.
4) Terselenggaranya tatacara pencatatan dan pelaporan limbah
medis padat di Fasyankes secara benar dan
berkesinambungan.
5) Terselenggaranya pembinaan dan pengawasan.
1.3. Sasaran
A. Institusional
Secara institusional, sasaran pedoman pengelolaan limbah medis
padat di Fasyankes antara lain:
Rumah Sakit
Klinik/balai pengobatan/praktik dokter/praktik bidan
Puskesmas
Laboratorium Kesehatan
Rumah Bersalin
Unit transfusi darah
Fasilitas kedaruratan dan situasi khusus
B. Petugas
Dari sisi petugas pengelola, sasaran pedoman pengelolaan
limbah medis padat di Fasyankes ini meliputi:
Dokter
Perawat/Bidan
Tenaga laboratorium
Tenaga kesehatan lingkungan
Tenaga kebersihan
Tenaga lain yang terkait dengan limbah medis padat
4
1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini adalah pengelolaan limbah medis padat
yang berasal dari Fasyankes.
6
BAB II
Penanganan Limbah Medis Padat Fasyankes
2.1. Pendekatan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, antara lain pada tempat
dan fasilitas umum, seperti Fasyankes. Undang-undang Nomor 32
tahun 2009 pasal 59 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3
yang dihasilkannya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun
pasal 8 ayat (1), limbah medis termasuk dalam kategori limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3), oleh karena itu fasyankes sebagai
penghasil limbah medis wajib melakukan pengelolaan terhadap
limbah yang dihasilkannya dengan benar dan aman.
2.2. Prinsip
Pada dasarnya dalam melaksanakan pengelolaan limbah medis
perlu adanya prinsip dasar berdasarkan kesepakatan internasional,
yaitu:
a. The ”polluter pays” principle atau prinsip “pencemar yang
membayar” bahwa semua penghasil limbah secara hukum dan
finansial bertanggung jawab untuk menggunakan metode yang
aman dan ramah lingkungan dalam pengelolaan limbah.
b. The ”precautionary” principle atau prinsip ”pencegahan”
merupakan prinsip kunci yang mengatur perlindungan kesehatan
dan keselamatan melalui upaya penanganan yang secepat
mungkin dengan asumsi risikonya dapat terjadi cukup signifikan.
c. The ”duty of care” principle atau prinsip “kewajiban untuk
waspada” bagi yang menangani atau mengelola limbah
7
berbahaya karena secara etik bertanggung jawab untuk
menerapkan kewaspadaaan tinggi.
d. The ”proximity” principle atau prinsip ”kedekatan” dalam
penanganan limbah berbahaya untuk meminimalkan risiko dalam
pemindahan.
8
2.4. Opsi Pengolahan Akhir Limbah Medis Padat
A. On site (di dalam fasyankes)
Pengolahan akhir limbah medis padat dilakukan di dalam
lingkungan Fasyankes. Untuk itu Fasyankes perlu memiliki,
mengoperasikan, dan memelihara sarana pengolahan akhir
limbah medis padat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
B. Off site (di luar fasyankes)
Fasyankes yang tidak memiliki sarana pengolahan akhir limbah
medis padat harus tetap melakukan pengelolaan limbah medis
melalui kerja sama dengan pihak ketiga atau pengelolaan terpusat
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
9
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilahan adalah:
1) Pemilahan limbah harus dimulai dari sumber penghasil
limbah.
2) Pilah limbah medis padat sesuai dengan jenis dan
kategorinya.
3) Perhatikan prinsip-prinsip dalam minimisasi limbah dalam
setiap tahap pemilahan.
4) Khusus untuk jarum dan spuit harus dipisahkan menggunakan
alat khusus (seperti needle cutter dan needle destroyer)
sehingga tidak dapat digunakan kembali.
B. Pewadahan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pewadahan limbah
medis padat adalah sebagai berikut:
1) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan
wadah dan label seperti pada tabel berikut:
Warna
Kategori Simbol Wadah
Wadah
10
C. Pengumpulan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan limbah
medis padat adalah sebagai berikut:
1) Wadah penampung limbah medis padat harus selalu tersedia
di semua lokasi sumber penghasil limbah.
2) Wadah harus tertutup dan dilapisi dengan kantong sesuai
dengan jenis limbah.
3) Limbah dalam kantong harus dikumpulkan ke lokasi
penampungan yang telah ditentukan, setiap hari atau jika
sudah terisi ¾ penuh.
4) Sebelum dikumpulkan pastikan dilakukan pencatatan dan
wadah telah diberi label yang memuat keterangan tanggal,
berat, dan sumber limbah.
5) Kantong yang sudah digunakan tidak boleh digunakan
kembali dan diganti dengan kantong yang baru dari jenis yang
sama.
D. Pengangkutan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengangkutan limbah
medis padat adalah sebagai berikut:
1. Internal (pengangkutan on site):
a. Menggunakan alat angkut khusus yang tertutup, kedap air,
mudah dibersihkan, dan dilengkapi dengan tanda khusus
untuk pengangkutan limbah.
b. Rute pengangkutan diupayakan melalui jalur yang paling
cepat dan harus direncanakan sebelum perjalanan
dimulai.
c. Petugas pengangkut harus menggunakan APD.
d. Petugas pengangkut harus membawa manifest dan
menandatanganinya.
2. Eksternal (pengangkutan off site)
a. Menggunakan alat angkut/kendaraan khusus untuk
pengangkutan limbah medis dan harus memiliki ijin dari
Kementerian Perhubungan.
11
b. Rute pengangkutan diupayakan melalui jalur yang paling
cepat dan harus direncanakan sebelum perjalanan
dimulai.
c. Petugas pengangkut harus menggunakan APD.
d. Petugas pengangkut harus membawa manifest dan
menandatanginya.
Baik internal maupun eksternal, alat angkut yang digunakan
harus dibersihkan dan didisinfeksi setiap hari sedangkan untuk
APD yang digunakan harus dibersihkan dan didisinfeksi setelah
digunakan. Setelah keberangkatan dari titik penghasil limbah
setiap upaya harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
penanganan tambahan.
E. Penampungan
Penampungan atau penyimpanan sementara harus
memenuhi persyaratan berikut ini:
1) Penyimpanan sementara harus memiliki ijin dari Badan
Lingkungan Hidup Kab./Kota, dengan syarat-syarat yang
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2) Area penampungan harus memiliki lantai yang kokoh,
impermeabel, dan drainasenya baik, lantainya harus mudah
dibersihkan dan didesinfeksi.
3) Harus ada persediaan air untuk tujuan pembersihan.
4) Area penampungan harus mudah dijangkau oleh staf yang
bertugas menangani limbah.
5) Ruangan atau area tersebut harus dapat dikunci untuk
mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan.
6) Kemudahan akses oleh kendaraan pengumpul limbah sangat
penting.
7) Harus ada perlindungan dari sinar matahari.
8) Area penampungan jangan sampai mudah dimasukki
serangga, burung, dan hewan lainnya.
9) Harus ada pencahayaan yang baik atau setidaknya ventilasi
pasif.
12
10) Lokasi penampungan tidak boleh berada di dekat lokasi
penyimpanan bahan makanan atau penyiapan makanan.
11) Persediaan perlengkapan kebersihan, pakaian pelindung, dan
kantong atau kontainer limbah harus diletakkan di lokasi yang
cukup dekat dengan lokasi penampungan limbah.
12) Maksimal lama penyimpanan limbah medis adalah 90
(sembilan puluh) hari.
F. Pengolahan Akhir
Beberapa metode pengolahan akhir yang dapat dipakai dalam
pengelolaan limbah medis padat, yaitu:
Teknologi/ Logam Tabung
Tajam Infeksi Patologi Farmasi
Metode berat bertekanan
Insinerator
Ya Ya Ya Sedikit Tidak Tidak
pirolitik
Insinerator 1
Tidak Ya Ya Sedikit Tidak Tidak
bilik
Disinfeksi
Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
kimia
Autoklaf Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Oven
Ya Ya TIdak Tidak Tidak Tidak
microwave
Penguburan TIdak Ya Ya Sedikit Tidak Tidak
Enkapsulasi Ya Tidak Tidak Sedikit Sedikit Tidak
Inertisasi Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak
13
BAB III
Pengendalian Risiko Kesehatan Limbah Medis Padat Fasyankes
14
Materi pelatihan meliputi:
a. Informasi dan justifikasi terhadap semua aspek di dalam
kebijakan limbah
b. Informasi tentang tugas dan tanggung jawab setiap
anggota staf fasyankes dalam menerapkan kebijakan
c. Instruksi teknis, berkaitan dengan kelompok target dan
penerapan praktik pengelolaan limbah medis. Materi ini
berupa jenis dan karakteristik limbah, dampak dari limbah
fasyankes bagi lingkungan dan kesehatan, pengelolaan
limbah medis yang tepat dan aman, rencana tindak lanjut
fasyankes.
Selain memberikan pelatihan, perlu diadakan orientasi bagi
pegawai baru dan pelatihan penyegaran bagi pegawai lama.
Hal ini bertujuan untuk memberi kesempatan bagi pegawai
menyegarkan wawasannya mengenai pengelolaan limbah
fasyankes dan mengenal perubahan kebijakan yang ada.
2. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat untuk mencegah risiko
pajanan terhadap bahan-bahan berbahaya dan infeksius.
Pengelola Fasyankes harus memastikan bahwa pekerjanya
selalu menggunakan APD khusus limbah medis (misalnya
sarung tangan) dan memastikan bahwa penyediaan dan
pemeliharaan APD selalu dilakukan agar APD ada dalam
kondisi baik, persediaan mencukupi, dan sesuai dengan
kebutuhan. Selain itu juga bertanggung jawab untuk
memberikan pelatihan kepada petugas mengenai
penggunaan APD.
B. Perlindungan pekerja
Kegiatan fasyankes yang menghasilkan limbah, proses
pemilahan, transportasi, penanganan, hingga pembuangannya
memiliki potensi membahyakan manusia, termasuk pekerja.
Maka perlindungan untuk pencegahan cedera penting bagi semua
pekerja yang beresiko. Perlindungan pekerja yang dilakukan
adalah:
15
1. Alat pelindung diri (APD)
Jenis pakaian pelindung/APD yang digunakan untuk semua
personil yang mengumpulkan atau menangani limbah layanan
kesehatan adalah:
Helm, dengan atau tanpa kaca.
Masker wajah, jenisnya tergantung pada kegiatannya.
Pelindung mata (goggle), tergantung pada jenis
kegiatannya.
Apron/celemek yang sesuai.
Pelindung kaki dan atau sepatu boot.
Sarung tangan sekali pakai atau sarung tangan untuk
tugas berat.
2. Higiene perorangan
Higiene perorangan penting untuk mengurangi risiko dari
penanganan limbah layanan kesehatan, dan fasilitas mencuci
tangan (dengan air hangat mengalir, sabun, dan alat
pengering) atau cairan antiseptik yang diletakkan di tempat
yang mudah dijangkau harus tersedia bagi petugas.
3. Imunisasi
Pemberian imunisasi pada petugas yang menangani imbah
perlu diberikan karena kemungkinan tertular bahan infeksius
pasien cukup tinggi. Adapun imunisasi yang diberikan adalah
Hepatitis B dan Tetanus.
4. Praktik penanganan
Praktik pengelolaan limbah turut berkontribusi dalam
mengurangi risiko yang dihadapi pekerja yang menangani
limbah fasyankes. Adapun rangkumannya adalah:
a. Pemilahan
Berguna untuk menerangkan risiko yang berkaitan dengan
setiap kemasan limbah dan mengurangi risiko pekerja
terpajan limbah.
b. Pewadahan
Hal ini dilakukan untuk mencegah tumpahnya limbah,
memudahkan limbah untuk dikenali, dan melindungi
pekerja dari kontak dengan limbah.
16
c. Pengumpulan
d. Pengangkutan
e. Penampungan
Dilakukan untuk membatasi akses hanya pada orang yang
berkepentingan saja, mencegah terjadinya kontaminasi
dengan lingkungan sekitar, dan menjaga agar tidak
menjadi sarang vektor dan binatang pengganggu.
f. Pengolahan akhir
5. Keamanan sitotoksik
Berikut ini adalah tindakan untuk meminimalkan pajanan
terhadap sitotoksik:
a. Terdapat SPO (Standar Prosedur Operasional) yang
menjelaskan metode kerja yang aman untuk setiap proses.
b. Lembar Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk
memberi informasi mengenai bahan berbahaya, efeknya,
dan cara penanggulangannya bila terjadi kedaruratan.
c. SPO P3K.
d. Pelatihan bagi petugas yang menangani obat-obatan
sitotoksik.
e. Memiliki peralatan penanganan tumpahan limbah
sitotoksik.
6. Pemeriksaan medis khusus (medical check-up) secara rutin
bagi petugas penanganan limbah minimal dua tahun sekali.
7. Pemberian makanan tambahan bagi petugas pengelola
limbah.
B. Penanganan tumpahan
Untuk membersihkan tumpahan cairan tubuh atau zat lain
yang mungkin berbahaya dan yang memugkinkan terjadinya
percikan, perlu menggunakan APD seperti pelindung mata,
masker, sarung tangan dan overall.
Untuk kegiatan yang melibatkan debu toksik, pembersihan
residu incinerator, atau pencucian alat terkontaminasi, perlu
menggunakan respirator (masker gas). Residu harus dikumpulkan
semuanya dengan menggunakan peralatan tangan (misalnya
sekop), kemudian dimasukkan ke wadah yang aman.
Tetesan raksa yang tumpah harus segera dikumpulkan dan
ditampung pada wadah yang aman. Jika tumpahan atau bocoran
mengandung materi yang infeksius, lantai harus dibersihkan dan
diberi desinfektan setelah semua limbah dikumpulkan.
Untuk mengurangi kejadian tumpahan dan penanganan logam
berat merkuri maka dapat digunakan alat-alat kesehatan yang
tidak mengandung merkuri. Peralatan yang mengandung merkuri
ini dapat diganti secara berkala dengan peralatan elektronik.
4.1. Organisasi
Dalam pengelolaan limbah medis padat pada fasyankes,
khususnya yang memiliki timbulan atau volume limbahnya cukup
besar seperti rumah sakit, klinik, harus memiliki organisasi atau
pengelola khusus. Sedangkan pada institusi lain yang menghasilkan
limbah medis padat dalam jumlah atau volume kecil tidak menjadi
kewajiban bagi mereka tetapi menjadi tanggung jawab langsung
penimbul limbah tersebut. Hal ini sesuai dengan PP 18 jo 85 tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 bahwa setiap orang atau
penghasil limbah bertanggung jawab penuh terhadap limbah B3 yang
dihasilkannya.
Organisasi pengelolaan limbah medis padat merupakan satu
kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dengan bagian kesehatan
lingkungan dan K3. Contoh hubungan kerja organisasi pengelolaan
limbah sederhana adalah sebagai berikut:
23
Bab V
Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan
5.1. Pemantauan
Pemantauan rutin harus dilaksanakan dalam setiap institusi yang
berkaitan dengan manajemen limbah medis. Pemantauan dilakukan
untuk:
1) Umpan balik terhadap urusan di berbagai jenjang pengelolaan
2) Informasi kecenderungan timbulan limbah untuk tindakan
mendatang yang pro-aktif
3) Informasi tentang kelemahan dan kekuatan sistem pengelolaan
4) Informasi efektifitas strategi pengelolaan
5) Informasi pencapaian target dan standar yang ditetapkan
Tiga jenis pemantauan yang perlu dilakukan adalah:
A. Pemantauan dasar
Pemantauan ini dilakukan untuk melihat perubahan sistem dalam
penanganan limbah. Parameter yang harus dipantau adalah
tahapan penanganan limbah medis padat yang terdiri pemilahan,
pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, penampungan, dan
pemusnahan.
B. Pemantauan kepatuhan
Pemantauan ini untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang
terlibat dalam sistem pengelolaan mengikuti ketentuan peraturan
yang berlaku.
C. Pemantauan dampak
Pemantauan untuk mengidentifikasi akibat yang ditimbulkan oleh
sistem pengelolaan.
5.2. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian target dan tujuan
pada waktu tertentu. Oleh karena itu evaluasi memerlukan suatu
indikator yang dapat diukur dalam pengelolaan limbah medis padat.
Program pengelolaan tidak akan berhasil jika program tidak dievaluasi
secara teratur dan tidak dilakukan tindakan perbaikan atas sistem
yang ada. Evaluasi harus dilakukan untuk memperbaiki:
24
a. Tahapan penanganan limbah sesuai Bab 2 (input, proses, dan
output).
b. Proses administrasi (inventarisasi, pencatatan, dan
pemantauan).
c. Kondisi petugas pengelola limbah sesuai Bab 3 (K3,
kasus/insiden).
d. Dampak dari sistem pengelolaan limbah (kesehatan, emisi,
estetika).
Evaluasi pengelolaan limbah medis padat dapat menggunakan
formulir evaluasi terlampir.
5.3. Pelaporan
Pelaporan kegiatan pengelolaan limbah medis perlu disampaikan
setiap 3 bulan dan merupakan bagian dari pelaporan inspeksi sanitasi
fasyankes kepada berbagai pihak terkait dalam rangka
menginformasikan potensi risiko dan pelanggaran hukum. Informasi
ini perlu disampaikan berjenjang sesuai dengan instansi pembinanya,
kepada instansi-instansi berikut ini:
1. Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI
2. Dinas Kesehatan Provinsi
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
25