Anda di halaman 1dari 26

Pedoman

Pengelolaan Limbah Medis Padat


Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
2012

0
Kata Pengantar

Fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) merupakan bagian tak


terpisahkan dari upaya kesehatan secara menyeluruh dalam mewujudkan
kondisi masyarakat yang sehat dan sejahtera. Di Indonesia diperkirakan
ada sekitar 1.935 rumah sakit dan 9.005 Puskesmas (Kemenkes, April
2012) disamping itu juga terdapat Fasyankes yang lain seperti posyandu,
klinik, apotek, dan laboratorium. Umumnya banyak Fasyankes tersebut
yang lokasinya berdekatan dengan pemukiman masyarakat.
Perkembangan jumlah Fasyankes juga diiringi dengan peningkatan
pelayanan kesehatan karena mudahnya akses terhadap Fasyankes dan
keringanan biaya kesehatan yang pada akhirnya meningkatkan jumlah
limbah medis. Akan tetapi hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan
pengelolaan limbah medis yang benar dan aman. Limbah medis padat yang
dihasilkan oleh Fasyankes berbahaya bagi kesehatan dan berpotensi tinggi
menimbulkan infeksi dan cidera bagi masyarakat.
Dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat dan mengurangi
risiko yang potensial terhadap kesehatan, diperlukan suatu metode
pengelolaan limbah Fasyankes yang benar dan aman. Pedoman ini disusun
untuk menjadi acuan dalam pengelolaan limbah medis padat Fasyankes
yang terdiri dari penanganan, pengendalian risiko kesehatan, organisasi,
perencanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam penyusunan pedoman ini. Harapan kami adalah pedoman ini dapat
meningkatkan pengelolaan limbah medis padat di Indonesia dengan
metode yang aman dan benar.

Jakarta, Januari 2013


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K),


MARS, DTM&H, DTCE
1
Daftar Isi

Halaman
Bab I Pendahuluan ................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 3
1.2. Tujuan ............................................................................................ 3
1.3. Sasaran .......................................................................................... 4
1.4. Ruang Lingkup ............................................................................... 5
1.5. Dasar Hukum.................................................................................. 5
1.6. Definisi Operasional........................................................................ 5
Bab II Penanganan Limbah Medis Padat Fasyankes ................................ 7
2.1. Pendekatan .................................................................................... 7
2.2. Prinsip ............................................................................................ 7
2.3. Pengurangan Limbah Medis Padat Fasyankes ............................... 8
2.4. Opsi Penanganan Limbah Medis Padat .......................................... 9
2.5. Tahapan Penanganan Limbah medis padat.................................... 9
Bab III Pengendalian Risiko Kesehatan Limbah Medis Padat Fasyankes14
3.1. Perlindungan Diri .......................................................................... 14
3.2. Respon Darurat ............................................................................ 17
3.3. Kendali Hygiene Sanitasi dan Infeksi Fasyankes .......................... 19
Bab IV Organisasi dan Perencanaan ...................................................... 21
4.1. Organisasi .................................................................................... 21
4.2. Perencanaan Kegiatan dan Pembiayaan ...................................... 22
Bab V Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan......................................... 24
5.1. Pemantauan ................................................................................. 24
5.2. Evaluasi ........................................................................................ 24
5.3. Pelaporan ..................................................................................... 25

2
Bab I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 jo 85 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3),
limbah Fasyankes dikategorikan dalam limbah B3 karena memiliki
karakteristik mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif,
beracun, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif.
Limbah dari fasyankes dapat berupa medis dan nonmedis, secara
umum limbah medis dibagi menjadi padat, cair, dan gas. Sedangkan
kategori limbah medis padat terdiri dari benda tajam, limbah infeksius,
limbah patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan, limbah
genotoksik, limbah farmasi, limbah dengan kandungan logam berat,
limbah kimia, dan limbah radioaktif.
Menurut WHO (2004), kegiatan Fasyankes harus diupayakan
dapat mencegah risiko kesehatan pada petugas kesehatan dan
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui promosi kebijakan
manajemen limbah pelayanan kesehatan yang ramah lingkungan
untuk mendukung upaya pengendalian dampak lingkungan secara
global.
Dalam upaya melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan
dari pengelolaan limbah medis padat yang tidak aman dan benar
maka diperlukan adanya peraturan perundangan yang dapat menjadi
acuan dalam pengelolaan limbah medis padat Fasyankes.

1.2. Tujuan
A. Umum
Terwujudnya pengelolaan limbah medis padat Fasyankes secara
aman dan benar sesuai persyaratan kesehatan bagi masyarakat,
baik di dalam maupun di sekitar Fasyankes.

3
B. Khusus
1) Terselenggaranya tahapan pengelolaan limbah medis padat
aman dan benar sesuai dengan persyaratan kesehatan.
2) Terwujudnya upaya pengendalian risiko kesehatan bagi
pengelola limbah.
3) Terselenggaranya pengorganisasian dan pembiayaan
pengelolaan limbah medis padat secara benar dan
berkesinambungan.
4) Terselenggaranya tatacara pencatatan dan pelaporan limbah
medis padat di Fasyankes secara benar dan
berkesinambungan.
5) Terselenggaranya pembinaan dan pengawasan.

1.3. Sasaran
A. Institusional
Secara institusional, sasaran pedoman pengelolaan limbah medis
padat di Fasyankes antara lain:
 Rumah Sakit
 Klinik/balai pengobatan/praktik dokter/praktik bidan
 Puskesmas
 Laboratorium Kesehatan
 Rumah Bersalin
 Unit transfusi darah
 Fasilitas kedaruratan dan situasi khusus

B. Petugas
Dari sisi petugas pengelola, sasaran pedoman pengelolaan
limbah medis padat di Fasyankes ini meliputi:
 Dokter
 Perawat/Bidan
 Tenaga laboratorium
 Tenaga kesehatan lingkungan
 Tenaga kebersihan
 Tenaga lain yang terkait dengan limbah medis padat

4
1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini adalah pengelolaan limbah medis padat
yang berasal dari Fasyankes.

1.5. Dasar Hukum


1) Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
2) Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3) Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4) Undang-undang No. 18 tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah
5) Peraturan Pemerintah No. 18 jo 85 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
6) Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun
7) Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1204 tahun 2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
8) Kepmenkes No. 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat

1.6. Definisi Operasional


1) Limbah medis adalah semua hasil limbah yang berasal dari
Fasyankes dan dapat berupa benda padat, cair, dan gas.
2) Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah tabung
bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat.
3) Pengelolaan limbah medis padat adalah rangkaian kegiatan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, penanganan,
pemantauan, pencatatan, dan pelaporan.
4) Penanganan limbah medis padat adalah kegiatan yang meliputi
pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan,
penampungan, dan pemusnahan limbah medis padat.
5) Fasyankes adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
5
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan
pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat dan atau
swasta.
6) Hygiene sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan individu dan lingkungan.
7) Infeksi adalah masuk bibit penyakit atau parasit ke dalam tubuh
manusia dan berkembang pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik
8) Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
segera pada saat kejadian untuk manangani dampak buruk yang
ditimbulkan.
9) Manifest

6
BAB II
Penanganan Limbah Medis Padat Fasyankes

Penanganan limbah medis padat terdiri dari beberapa tahapan, antara


lain pendekatan yang digunakan, prinsip pengelolaan, pengurangan limbah
medis padat, opsi pengelolaan, dan tahapan penanganan limbah.

2.1. Pendekatan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, antara lain pada tempat
dan fasilitas umum, seperti Fasyankes. Undang-undang Nomor 32
tahun 2009 pasal 59 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3
yang dihasilkannya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun
pasal 8 ayat (1), limbah medis termasuk dalam kategori limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3), oleh karena itu fasyankes sebagai
penghasil limbah medis wajib melakukan pengelolaan terhadap
limbah yang dihasilkannya dengan benar dan aman.

2.2. Prinsip
Pada dasarnya dalam melaksanakan pengelolaan limbah medis
perlu adanya prinsip dasar berdasarkan kesepakatan internasional,
yaitu:
a. The ”polluter pays” principle atau prinsip “pencemar yang
membayar” bahwa semua penghasil limbah secara hukum dan
finansial bertanggung jawab untuk menggunakan metode yang
aman dan ramah lingkungan dalam pengelolaan limbah.
b. The ”precautionary” principle atau prinsip ”pencegahan”
merupakan prinsip kunci yang mengatur perlindungan kesehatan
dan keselamatan melalui upaya penanganan yang secepat
mungkin dengan asumsi risikonya dapat terjadi cukup signifikan.
c. The ”duty of care” principle atau prinsip “kewajiban untuk
waspada” bagi yang menangani atau mengelola limbah
7
berbahaya karena secara etik bertanggung jawab untuk
menerapkan kewaspadaaan tinggi.
d. The ”proximity” principle atau prinsip ”kedekatan” dalam
penanganan limbah berbahaya untuk meminimalkan risiko dalam
pemindahan.

2.3. Pengurangan Limbah Medis Padat Fasyankes


Pengurangan (minimisasi) limbah medis padat di Fasyankes pada
tahap pemilahan dapat dilakukan dengan cara:
 Pembelian bahan sesuai dengan kebutuhan, efisien dalam
pemakaian.
 Pembelian bahan dari produsen/distributor yang bersedia untuk
mengambil limbah sesuai dengan produk yang digunakan
(extended producer responsibility).
 Penerapan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First
Expired First Out) dalam pendistribusian bahan.
 Pemilahan limbah yang cermat pada sumber menjadi beberapa
kategori dapat membantu meminimalkan kuantitas limbah
berbahaya.
 Limbah medis yang bernilai ekonomis dapat dimanfaatkan
kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) melalui proses
sterilisasi.
 Limbah yang akan didaur ulang melalui proses sterilisasi harus
dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.
 Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus
melalui proses sterilisasi yang dijelaskan dalam tabel berikut:
Metode Jenis Suhu Waktu
Sterilisasi Kering oven 160C/170C 120/60 menit
panas Basah autoklaf 121C 30 menit
Sterilisasi Etilen oksida (gas) 50C/60C 3/8 jam
kimia Glutaraldehid (cair) - 30 menit
 Limbah yang telah melalui proses sterilisasi harus dibuat berita
acaranya agar tidak terjadi kesalahan data.

8
2.4. Opsi Pengolahan Akhir Limbah Medis Padat
A. On site (di dalam fasyankes)
Pengolahan akhir limbah medis padat dilakukan di dalam
lingkungan Fasyankes. Untuk itu Fasyankes perlu memiliki,
mengoperasikan, dan memelihara sarana pengolahan akhir
limbah medis padat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
B. Off site (di luar fasyankes)
Fasyankes yang tidak memiliki sarana pengolahan akhir limbah
medis padat harus tetap melakukan pengelolaan limbah medis
melalui kerja sama dengan pihak ketiga atau pengelolaan terpusat
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

2.5. Tahapan Penanganan Limbah Medis Padat


Tahapan penanganan limbah medis terdiri dari pemilahan,
pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, penampungan, dan
pengolahan akhir.
A. Pemilahan
Tujuan pemilahan adalah mengurangi jumlah limbah yang harus
dimusnahkan, mengendalikan risiko, dan menyesuaikan dengan
teknologi yang digunakan. Pemilahan dapat dilakukan dengan
cara menentukan jenis/kategori limbah yang dimaksud dengan
menentukan karakteristik dari limbah tersebut. Adapun jenis,
contoh, dan dampak limbah dapat dilihat pada tabel berikut:
Jenis Limbah Contoh Limbah Dampak
Benda Tajam Jarum suntik, ampul kaca, Cidera, infeksi
pecahan
Infeksius Alat suntik dan infus Infeksi
Genotoksik Bekas cucian rontgen Mutasi genetik
Sitotoksik Obat kemoterapi Kerusakan jaringan
Terpapar limbah
Tabung Tabung gas, kaleng aerosol Ledakan
Bertekanan Kecelakaan
Patologi Potongan tubuh Infeksi
Kimiawi Reagen padat Keracunan
Terpapar limbah kimia
Pencemaran lingkungan
Farmasi Obat kadaluarsa Keracunan

9
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilahan adalah:
1) Pemilahan limbah harus dimulai dari sumber penghasil
limbah.
2) Pilah limbah medis padat sesuai dengan jenis dan
kategorinya.
3) Perhatikan prinsip-prinsip dalam minimisasi limbah dalam
setiap tahap pemilahan.
4) Khusus untuk jarum dan spuit harus dipisahkan menggunakan
alat khusus (seperti needle cutter dan needle destroyer)
sehingga tidak dapat digunakan kembali.

B. Pewadahan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pewadahan limbah
medis padat adalah sebagai berikut:
1) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan
wadah dan label seperti pada tabel berikut:
Warna
Kategori Simbol Wadah
Wadah

Anti bocor, anti tusuk, dan tidak


Tajam Kuning
mudah terbuka.
Tajam

Infeksius, Kantong plastik atau box yang


patologis, & Kuning kuat, anti tusuk, dan dapat
anatomi disterilisasi dengan autoklaf.

Kantong plastik atau box yang


Sitotoksis Ungu
kuat dan anti bocor

Kimia & Kantong plastik atau box yang


Cokelat
farmasi anti bocor
2) Limbah medis padat tajam harus dikumpulkan dalam satu
wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya.

10
C. Pengumpulan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan limbah
medis padat adalah sebagai berikut:
1) Wadah penampung limbah medis padat harus selalu tersedia
di semua lokasi sumber penghasil limbah.
2) Wadah harus tertutup dan dilapisi dengan kantong sesuai
dengan jenis limbah.
3) Limbah dalam kantong harus dikumpulkan ke lokasi
penampungan yang telah ditentukan, setiap hari atau jika
sudah terisi ¾ penuh.
4) Sebelum dikumpulkan pastikan dilakukan pencatatan dan
wadah telah diberi label yang memuat keterangan tanggal,
berat, dan sumber limbah.
5) Kantong yang sudah digunakan tidak boleh digunakan
kembali dan diganti dengan kantong yang baru dari jenis yang
sama.

D. Pengangkutan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengangkutan limbah
medis padat adalah sebagai berikut:
1. Internal (pengangkutan on site):
a. Menggunakan alat angkut khusus yang tertutup, kedap air,
mudah dibersihkan, dan dilengkapi dengan tanda khusus
untuk pengangkutan limbah.
b. Rute pengangkutan diupayakan melalui jalur yang paling
cepat dan harus direncanakan sebelum perjalanan
dimulai.
c. Petugas pengangkut harus menggunakan APD.
d. Petugas pengangkut harus membawa manifest dan
menandatanganinya.
2. Eksternal (pengangkutan off site)
a. Menggunakan alat angkut/kendaraan khusus untuk
pengangkutan limbah medis dan harus memiliki ijin dari
Kementerian Perhubungan.

11
b. Rute pengangkutan diupayakan melalui jalur yang paling
cepat dan harus direncanakan sebelum perjalanan
dimulai.
c. Petugas pengangkut harus menggunakan APD.
d. Petugas pengangkut harus membawa manifest dan
menandatanginya.
Baik internal maupun eksternal, alat angkut yang digunakan
harus dibersihkan dan didisinfeksi setiap hari sedangkan untuk
APD yang digunakan harus dibersihkan dan didisinfeksi setelah
digunakan. Setelah keberangkatan dari titik penghasil limbah
setiap upaya harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
penanganan tambahan.

E. Penampungan
Penampungan atau penyimpanan sementara harus
memenuhi persyaratan berikut ini:
1) Penyimpanan sementara harus memiliki ijin dari Badan
Lingkungan Hidup Kab./Kota, dengan syarat-syarat yang
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2) Area penampungan harus memiliki lantai yang kokoh,
impermeabel, dan drainasenya baik, lantainya harus mudah
dibersihkan dan didesinfeksi.
3) Harus ada persediaan air untuk tujuan pembersihan.
4) Area penampungan harus mudah dijangkau oleh staf yang
bertugas menangani limbah.
5) Ruangan atau area tersebut harus dapat dikunci untuk
mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan.
6) Kemudahan akses oleh kendaraan pengumpul limbah sangat
penting.
7) Harus ada perlindungan dari sinar matahari.
8) Area penampungan jangan sampai mudah dimasukki
serangga, burung, dan hewan lainnya.
9) Harus ada pencahayaan yang baik atau setidaknya ventilasi
pasif.

12
10) Lokasi penampungan tidak boleh berada di dekat lokasi
penyimpanan bahan makanan atau penyiapan makanan.
11) Persediaan perlengkapan kebersihan, pakaian pelindung, dan
kantong atau kontainer limbah harus diletakkan di lokasi yang
cukup dekat dengan lokasi penampungan limbah.
12) Maksimal lama penyimpanan limbah medis adalah 90
(sembilan puluh) hari.

F. Pengolahan Akhir
Beberapa metode pengolahan akhir yang dapat dipakai dalam
pengelolaan limbah medis padat, yaitu:
Teknologi/ Logam Tabung
Tajam Infeksi Patologi Farmasi
Metode berat bertekanan
Insinerator
Ya Ya Ya Sedikit Tidak Tidak
pirolitik
Insinerator 1
Tidak Ya Ya Sedikit Tidak Tidak
bilik
Disinfeksi
Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
kimia
Autoklaf Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Oven
Ya Ya TIdak Tidak Tidak Tidak
microwave
Penguburan TIdak Ya Ya Sedikit Tidak Tidak
Enkapsulasi Ya Tidak Tidak Sedikit Sedikit Tidak
Inertisasi Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak

13
BAB III
Pengendalian Risiko Kesehatan Limbah Medis Padat Fasyankes

Pengendalian risiko kesehatan dari limbah medis padat Fasyankes


dilakukan melalui upaya perlindungan diri, respon darurat, dan kendali
higiene sanitasi dan infeksi Fasyankes.

3.1. Perlindungan Diri


A. Prinsip
Perencanaan dan pembuatan kebijakan dalam pengelolaan
limbah medis harus mencakup pemantauan yang
berkesinambungan terhadap kesehatan dan keselamatan
pekerja. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa prosedur
pengolahan, perawatan sarana, penyimpanan, dan prosedur
pembuangan limbah dijalankan dengan benar dan aman.
Prosedur K3 meliputi:
1. Pelatihan K3
Pelatihan bertujuan untuk memberi pengetahuan dan
pemahaman mengenai risiko potensial yang berkaitan dengan
limbah fasyankes, manfaat imunisasi untuk mencegah
penyakit, dan pentingnya penggunaan peralatan perlindungan
diri. Pelatihan juga menyoroti peran dan tanggung jawab
tenaga Fasyankes dalam program pengelolaan limbah medis
Fasyankes.
Pelatihan pengelolaan limbah Fasyankes diprioritaskan untuk
diberikan kepada:
a. Dokter
b. Perawat/Bidan
c. Tenaga laboratorium
d. Tenaga kesehatan lingkungan
e. Tenaga kebersihan
f. Tenaga lain yang terkait dengan limbah medis padat

14
Materi pelatihan meliputi:
a. Informasi dan justifikasi terhadap semua aspek di dalam
kebijakan limbah
b. Informasi tentang tugas dan tanggung jawab setiap
anggota staf fasyankes dalam menerapkan kebijakan
c. Instruksi teknis, berkaitan dengan kelompok target dan
penerapan praktik pengelolaan limbah medis. Materi ini
berupa jenis dan karakteristik limbah, dampak dari limbah
fasyankes bagi lingkungan dan kesehatan, pengelolaan
limbah medis yang tepat dan aman, rencana tindak lanjut
fasyankes.
Selain memberikan pelatihan, perlu diadakan orientasi bagi
pegawai baru dan pelatihan penyegaran bagi pegawai lama.
Hal ini bertujuan untuk memberi kesempatan bagi pegawai
menyegarkan wawasannya mengenai pengelolaan limbah
fasyankes dan mengenal perubahan kebijakan yang ada.
2. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat untuk mencegah risiko
pajanan terhadap bahan-bahan berbahaya dan infeksius.
Pengelola Fasyankes harus memastikan bahwa pekerjanya
selalu menggunakan APD khusus limbah medis (misalnya
sarung tangan) dan memastikan bahwa penyediaan dan
pemeliharaan APD selalu dilakukan agar APD ada dalam
kondisi baik, persediaan mencukupi, dan sesuai dengan
kebutuhan. Selain itu juga bertanggung jawab untuk
memberikan pelatihan kepada petugas mengenai
penggunaan APD.

B. Perlindungan pekerja
Kegiatan fasyankes yang menghasilkan limbah, proses
pemilahan, transportasi, penanganan, hingga pembuangannya
memiliki potensi membahyakan manusia, termasuk pekerja.
Maka perlindungan untuk pencegahan cedera penting bagi semua
pekerja yang beresiko. Perlindungan pekerja yang dilakukan
adalah:
15
1. Alat pelindung diri (APD)
Jenis pakaian pelindung/APD yang digunakan untuk semua
personil yang mengumpulkan atau menangani limbah layanan
kesehatan adalah:
 Helm, dengan atau tanpa kaca.
 Masker wajah, jenisnya tergantung pada kegiatannya.
 Pelindung mata (goggle), tergantung pada jenis
kegiatannya.
 Apron/celemek yang sesuai.
 Pelindung kaki dan atau sepatu boot.
 Sarung tangan sekali pakai atau sarung tangan untuk
tugas berat.
2. Higiene perorangan
Higiene perorangan penting untuk mengurangi risiko dari
penanganan limbah layanan kesehatan, dan fasilitas mencuci
tangan (dengan air hangat mengalir, sabun, dan alat
pengering) atau cairan antiseptik yang diletakkan di tempat
yang mudah dijangkau harus tersedia bagi petugas.
3. Imunisasi
Pemberian imunisasi pada petugas yang menangani imbah
perlu diberikan karena kemungkinan tertular bahan infeksius
pasien cukup tinggi. Adapun imunisasi yang diberikan adalah
Hepatitis B dan Tetanus.
4. Praktik penanganan
Praktik pengelolaan limbah turut berkontribusi dalam
mengurangi risiko yang dihadapi pekerja yang menangani
limbah fasyankes. Adapun rangkumannya adalah:
a. Pemilahan
Berguna untuk menerangkan risiko yang berkaitan dengan
setiap kemasan limbah dan mengurangi risiko pekerja
terpajan limbah.
b. Pewadahan
Hal ini dilakukan untuk mencegah tumpahnya limbah,
memudahkan limbah untuk dikenali, dan melindungi
pekerja dari kontak dengan limbah.
16
c. Pengumpulan
d. Pengangkutan
e. Penampungan
Dilakukan untuk membatasi akses hanya pada orang yang
berkepentingan saja, mencegah terjadinya kontaminasi
dengan lingkungan sekitar, dan menjaga agar tidak
menjadi sarang vektor dan binatang pengganggu.
f. Pengolahan akhir
5. Keamanan sitotoksik
Berikut ini adalah tindakan untuk meminimalkan pajanan
terhadap sitotoksik:
a. Terdapat SPO (Standar Prosedur Operasional) yang
menjelaskan metode kerja yang aman untuk setiap proses.
b. Lembar Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk
memberi informasi mengenai bahan berbahaya, efeknya,
dan cara penanggulangannya bila terjadi kedaruratan.
c. SPO P3K.
d. Pelatihan bagi petugas yang menangani obat-obatan
sitotoksik.
e. Memiliki peralatan penanganan tumpahan limbah
sitotoksik.
6. Pemeriksaan medis khusus (medical check-up) secara rutin
bagi petugas penanganan limbah minimal dua tahun sekali.
7. Pemberian makanan tambahan bagi petugas pengelola
limbah.

3.2. Tanggap Darurat


A. Prinsip
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam tanggap darurat
adalah penunjukan personil yang bertanggungjawab untuk
menangani kedaruratan, termasuk mengkoordinasi tindakan,
melapor pada manajer dan pihak pembuat kebijakan, dan
menjalin kerjasama dengan jasa layanan kedaruratan.
Selain itu, suatu prosedur tanggap darutrat perlu disusun. Adapun
komponen yang penting dalam prosedur tanggap darurat adalah:
17
1. Rencana pengelolaan limbah
2. Pembersihan wilayah yang terkontaminasi dan
pendesinfeksiannya
3. Penanganan pajanan terhadap pekerja. Pajanan dibatasi
seminimal mungkin selama proses pembersihan
4. Penanganan dampak terhadap pasien, tenaga medis, dan
tenaga bagian lainnya serta pada lingkungan.

B. Penanganan tumpahan
Untuk membersihkan tumpahan cairan tubuh atau zat lain
yang mungkin berbahaya dan yang memugkinkan terjadinya
percikan, perlu menggunakan APD seperti pelindung mata,
masker, sarung tangan dan overall.
Untuk kegiatan yang melibatkan debu toksik, pembersihan
residu incinerator, atau pencucian alat terkontaminasi, perlu
menggunakan respirator (masker gas). Residu harus dikumpulkan
semuanya dengan menggunakan peralatan tangan (misalnya
sekop), kemudian dimasukkan ke wadah yang aman.
Tetesan raksa yang tumpah harus segera dikumpulkan dan
ditampung pada wadah yang aman. Jika tumpahan atau bocoran
mengandung materi yang infeksius, lantai harus dibersihkan dan
diberi desinfektan setelah semua limbah dikumpulkan.
Untuk mengurangi kejadian tumpahan dan penanganan logam
berat merkuri maka dapat digunakan alat-alat kesehatan yang
tidak mengandung merkuri. Peralatan yang mengandung merkuri
ini dapat diganti secara berkala dengan peralatan elektronik.

C. Penanganan jika terjadi kecelakaan (cidera dan pajanan)


Untuk menangani cedera dan pajanan dari limbah medis
padat, fasyankes harus membuat SPO yang berisi:
a. Tindakan P3K
Tindakan ini dilakukan segera setelah terjadinya kecelakaan,
seperti dengan membersihkan luka dan kulit, membilas mata
dengan air bersih. Insiden ini segera dilaporkan pada bagian
yang ditugaskan atau yang bertanggung jawab.
18
b. Penanganan limbah
Limbah yang mengakibatkan insiden itu segera disimpan dan
perlu ada penjelasan mengenai rincian dari sumbernya untuk
mengidentifikasi infeksi yang mungkin terjadi.
c. Tindakan medis
Mengutamakan tindakan medis yang dilakukan secepat
mungkin pada kasus kecelakaan dan kedaruratan.
d. Pencatatan insiden
Pencatatan kejadian meliputi kejadian, tempat dan waktu,
identitas korban, dan jenis kecelakaan. Hal tersebut dimuat
dalam formulir laporan insiden.
e. Investigasi
Menelusuri penyebab, dampak melalui pemeriksaan
biomarker, dan antisipasi agar tidak terjadi kembali.

3.3. Higiene Sanitasi dan Pengendalian Infeksi Fasyankes


A. Tujuan
Untuk mengendalikan mikroorganisme patogen pada limbah
medis yang bisa menyebabkan infeksi diperlukan pengelolaan
yang tepat karena mikroorganisme ini dapat berpindah, baik
melalui kontak langsung, media, dan vektor/binatang pembawa
penyakit.

B. Epidemiologi Infeksi Fasyankes


Sumber infeksi bisa berasal dari pasien, petugas fasyankes, dan
lingkungan fasyankes. Terdapat dua jenis infeksi fasyankes:
1. Infeksi endogen.
Agen penyebabnya adalah pada diri pasien pada saat masuk
rawat inap tetapi belum menunjukkan tanda infeksi. Infeksi
berkembang selama dirawat di fasyankes akibat perubahan
daya tahan tubuh pasien.
2. Kontaminasi silang.
Selama di fasyankes, pasien akan mengalami kontak dengan
agen infektif yang baru, lalu terkontaminasi dan mengalami
infeksi.
19
C. Pencegahan Infeksi Fasyankes
1. Prinsip
Ada dua hal pokok yang mengatur tindakan utama untuk
mencegah penyebarn infeksi fasyankes:
a. pisahkan sumber infeksi dari fasyankes
b. putuskan semua jalur penularan
2. Isolasi Pasien
Isolasi pasien dilakukan jika terjadi kasus penyakit yang
sangat menular. Tindakan pencegahan khusus suatu penyakit
harus mencakup rincin semua tindakan, mulai dari ruangan,
alat pelindung diri untuk petugas, prosedur desinfeksi alat, dll.
3. Pembersihan
Pembersihan bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang
terlhat, dan dilakukan secara mekanis, yaitu: kotoran
dilarutkan dengan air, diencerkan hingga kotoran tidak ada
lagi, lalu dibilas. Sabun dan detergen adalah agen pemicu
solubilitas.
4. Sterilisasi
Sterilisasi bertujuan untuk membebaskan suatu objek dari
mikroorganime bisa dengan pemanasan, iradiasi, atau gas.
5. Disinfeksi
a. desinfeksi tingkat tinggi, dapat menghancurkan semua
mikroorganisme, seperti bakteri, protista, dan jamur.
b. desinfeksi tingkat sedang menonaktifkan mycobacterium
tuberculosis, menghancurkan bakteri vegetatif, sebagian
besar virus dan jamur, kecuali spora bakteri.
c. desinfeksi tingkat rendah, membunuh hampir semua
bakteri, beberapa virus, beberapa jamur, namun tidak
dapat membunuh mikroorganisme resisten atau spora.
6. Higiene tangan
Pencucian tangan yang menyeluruh dengan air dan
sabun/cairan desinfektan yang memadai merupakan salah
satu cara pemutusan penularan infeksi. Perlu diperhatikan
cara cuci tangan yang benar dan kapan saja harus cuci
tangan.
20
Bab IV
Organisasi dan Perencanaan

4.1. Organisasi
Dalam pengelolaan limbah medis padat pada fasyankes,
khususnya yang memiliki timbulan atau volume limbahnya cukup
besar seperti rumah sakit, klinik, harus memiliki organisasi atau
pengelola khusus. Sedangkan pada institusi lain yang menghasilkan
limbah medis padat dalam jumlah atau volume kecil tidak menjadi
kewajiban bagi mereka tetapi menjadi tanggung jawab langsung
penimbul limbah tersebut. Hal ini sesuai dengan PP 18 jo 85 tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 bahwa setiap orang atau
penghasil limbah bertanggung jawab penuh terhadap limbah B3 yang
dihasilkannya.
Organisasi pengelolaan limbah medis padat merupakan satu
kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dengan bagian kesehatan
lingkungan dan K3. Contoh hubungan kerja organisasi pengelolaan
limbah sederhana adalah sebagai berikut:

Diperlukan unit khusus pengelola limbah di Fasyankes yang


memiliki tenaga kesehatan dalam jumlah banyak dan setiap bagian
bertanggung jawab terhadap pengelolaan limbahnya berkoordinasi
dengan unit pengelola limbah.
21
4.2. Perencanaan Kegiatan dan Pembiayaan
Menurut prinsip "pembuat polusi yang membayar", setiap
Fasyankes harus bertanggung jawab secara finansial atas
pengelolaan limbahnya secara aman. Fasilitas pelayanan kesehatan
harus mempertimbangkan berbagai faktor yang akan mempengaruhi
biaya sistim pengelolaan limbah medis.
Sebelum merencanakan sistim pengelolaan limbah medis,
Fasyankes harus melakukan audit limbah dan kemudian membuat
daftar seluruh alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk
membangun sistem pengelolaan limbah medis.
Perincian biaya-biaya pengumpulan, penyimpanan yang layak,
penanganan on-site, pengangkutan dan peralatan pengelolaan
limbah seperti pemotong jarum merupakan masalah internal bagi
fasilitas dan dibayarkan sebagai biaya personil dan barang; biaya
pengangkutan off-site, penanganan dan pembuangan akhir bersifat
eksternal dan dibayarkan kepada petugas-petugas kontraktor yang
memberikan layanan tersebut.
Biaya awal operasional dan pemeliharaan sistim pengelolaan
limbah medis mencerminkan keseluruhan anggaran rumah sakit atau
Fasyankes. Biaya tersebut harus didanai dengan alokasi khusus dari
anggaran rumah sakit. Total biaya umumnya terdiri atas elemen-
elemen yang terdapat di bawah ini, yang semuanya harus
dipertimbangkan secara hati-hati jika akan memilih opsi yang paling
rendah biayanya.
Biaya pengelolaan limbah medis dapat dirinci menurut:
1) lnvestasi modal awal
2) Penyusutan efektifitas instalasi dan peralatan karena usia
3) Biaya pengoperasian elemen-elemen tersebut seperti petugas
dan barang-barang habis pakai.
4) Biaya operasional sarana seperti bahan bakar, listrik, dan air
5) Biaya pengelolaan dengan pihak ketiga
6) Biaya pemenuhan peraturan (perizinan)
7) Biaya lain-lain seperti pelatihan, imunisasi, dan tanggap darurat
Ada berbagai cara untuk mendapatkan dana awal sistem
pengelolaan limbah yang layak. Bagi Fasyankes milik pemerintah,
22
dapat menggunakan keuntungannya untuk pembiayaan sistim
pengelolaan limbah sedangkan fasilitas swasta dapat menggunakan
dananya sendiri untuk pengelolaan limbah.
Selama beberapa tahun terakhir, kerja sama dengan pihak
keitga/swasta semakin banyak dilakukan sebagai metode alternatif
dalam pengelolaan limbah medis. Pihak ketiga menyediakan sarana
pengelolaan limbah medis mulai dari pembiayaan, mendesain,
membangun, memiliki, dan mengoperasikan fasilitas pengolahan dan
menjual jasa pengumpulan dan pembuangan limbah tersebut kepada
fasilitas pemerintah dan swasta.
Hal-hal berikut barangkali merupakan alasan utama untuk
mempertimbangkan kerja sama dengan pihak ketiga:
1) Ketidakmampuan Fasyankes meningkatkan modal yang
dibutuhkan.
2) Efisiensi yang diperkirakan lebih besar di sektor swasta karena
lebih sedikit hambatan daripada di sektor publik.
3) Pengalihan tanggung jawab untuk operasi dan pemeliharaan
yang layak terhadap suatu organisasi dengan lebih banyak
sumber daya untuk meminimalkan risiko.
Beberapa prinsip dasar harus selalu dipertimbangkan untuk
meminimalkan biaya:
1) Pengurangan, pemilahan, dan daur ulang limbah dapat
mengurangi biaya pengelolaannya.
2) Mendesain seluruh elemen sistem agar berkapasitas cukup yang
akan mengurangi kebutuhan untuk perubahan biaya berikutnya.
3) Kecenderungan timbulan limbah.
Sumber daya keuangan yang tersedia dari sektor publik dan
swasta sangat memengaruhi pilihan sistem dan standar operasi.

23
Bab V
Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan

5.1. Pemantauan
Pemantauan rutin harus dilaksanakan dalam setiap institusi yang
berkaitan dengan manajemen limbah medis. Pemantauan dilakukan
untuk:
1) Umpan balik terhadap urusan di berbagai jenjang pengelolaan
2) Informasi kecenderungan timbulan limbah untuk tindakan
mendatang yang pro-aktif
3) Informasi tentang kelemahan dan kekuatan sistem pengelolaan
4) Informasi efektifitas strategi pengelolaan
5) Informasi pencapaian target dan standar yang ditetapkan
Tiga jenis pemantauan yang perlu dilakukan adalah:
A. Pemantauan dasar
Pemantauan ini dilakukan untuk melihat perubahan sistem dalam
penanganan limbah. Parameter yang harus dipantau adalah
tahapan penanganan limbah medis padat yang terdiri pemilahan,
pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, penampungan, dan
pemusnahan.
B. Pemantauan kepatuhan
Pemantauan ini untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang
terlibat dalam sistem pengelolaan mengikuti ketentuan peraturan
yang berlaku.
C. Pemantauan dampak
Pemantauan untuk mengidentifikasi akibat yang ditimbulkan oleh
sistem pengelolaan.

5.2. Evaluasi
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian target dan tujuan
pada waktu tertentu. Oleh karena itu evaluasi memerlukan suatu
indikator yang dapat diukur dalam pengelolaan limbah medis padat.
Program pengelolaan tidak akan berhasil jika program tidak dievaluasi
secara teratur dan tidak dilakukan tindakan perbaikan atas sistem
yang ada. Evaluasi harus dilakukan untuk memperbaiki:
24
a. Tahapan penanganan limbah sesuai Bab 2 (input, proses, dan
output).
b. Proses administrasi (inventarisasi, pencatatan, dan
pemantauan).
c. Kondisi petugas pengelola limbah sesuai Bab 3 (K3,
kasus/insiden).
d. Dampak dari sistem pengelolaan limbah (kesehatan, emisi,
estetika).
Evaluasi pengelolaan limbah medis padat dapat menggunakan
formulir evaluasi terlampir.

5.3. Pelaporan
Pelaporan kegiatan pengelolaan limbah medis perlu disampaikan
setiap 3 bulan dan merupakan bagian dari pelaporan inspeksi sanitasi
fasyankes kepada berbagai pihak terkait dalam rangka
menginformasikan potensi risiko dan pelanggaran hukum. Informasi
ini perlu disampaikan berjenjang sesuai dengan instansi pembinanya,
kepada instansi-instansi berikut ini:
1. Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI
2. Dinas Kesehatan Provinsi
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

25

Anda mungkin juga menyukai