IDENTIFIKASI GULMA
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Gulma merupakan suatu organisme berupa tumbuhan yang
menganggu aktivitas tanaman budidaya yang memakan biaya paling besar
dibandingkan hama dan penyakit. Gulma juga dapat didefinisikan sebagai
tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak diinginkan. Sehingga gulma
ini dapat menyebabkan kerugian baik secara langsung maupun tidak
langsung. Gulma yang ditemukan ini dapat menyebabkan penurunan hasil
(kualitas dan kuantitas), penurunan nilai dan produktivitas tanah,
peningkatan biaya pengolahan tanah, penyiangan serta dapat sebagai tempat
berlindungganya hama dan saran menyebarkan penyakit. Berdasarkan
morfologi gulma dapat digolongkan sebagai gulma rumput, gulma berdaun
lebar, gulma teki dan gulma pakis-pakisan.
Identifikasi gulma serta pengenalan jenis-jenis gulma dominan
merupakan langkah awal dalam menentukan keberhasilan pengendalian
gulma. Identifikasi gulma adalah suatu metode pengenalan gulma dengan
cara menentukan nama botani dan takson gulma yang akan dikenali. Gulma
dapat diidentifikasi berdasarkan taksonomi dengan melihat sifat-sifat
morfologi dengan memperhatikan sifat vegetatif dan generatifnya.
Melakukan identifikasi gulma ini diperlukan pengetahuan dasar ilmu
botani, alat bantu seperti buku pedoman identifikasi (kunci determinan),
herbarium, dan sebagainya, serta latihan keterampilan.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa mampu
mengidentifikasi dan menentukan nama ilmiah individu gulma dalam
tingkatan taksonominya dalam suatu lahan.
1
2
B. Metodologi Praktikum
1 mm.
Kunci Determinan :
1b. Tumbuh - tumbuhan
dengan bunga sejati, sedikit-
dikitnya dengan benang sari
dan (atau) putik. Tumbuh-
tumbuhan berbunga…2
2b. Tiada alat pembelit.
Tumbuh-tumbuhan dapat
juga memanjat atau
membelit (dengan batang,
poros daun atau tangkai)…3
3b. Daun tidak berbentuk
jarum ataupun tidak terdapat
dalam berkas tersebut di
atas…4
4b. Tumbuh-tumbuhan tidak
menyerupai bangsa rumput.
Daun dan (atau) bunga
berlainan dengan yang
diterangkan di atas…6
6b Dengan daun yang
jelas…7
7b. Bukan tumbuh-
tumbuhan bangsa palem
atau yang
menyerupainya………..9
9b. Tumbuh-tumbuhan tidak
memanjat dan tidak
membelit…10
10b. Daun tidak tersusun
demikian rapat menjadi
rozet…11
11b. Tidak demikian. Ibu
tulang daun dapat dibedakan
jelas dari jaring urat daun
dan dari anak cabang tulang
daun yang ke samping dan
yang serong ke atas…12
12b. Tidak semua daun
duduk dalam karangan atau
tidak ada daun sama
sekali…13
13b. Tumbuh-tumbuhan
bentuk lain…14
14b. Semua daun duduk
5
berhadapan…16
16a. Daun tunggal, berlekuk
atau tidak, tetapi tidak
berbagi menyirip rangkap
sampai bercangap menyirip
rangkap (golongan
10)…239
239b. Tumbuh-tumbuhan
tanpa getah…243
243b. Tidak hidup dari
tumbuh-tumbuhan
lain…244
244b. Susunan bertulangan
daun tidak demikian,
seluruhnya atau sebagian
besar tulang daun tersusun
menyirip, menjari atau
sejajar…248
248b. Daun bertulang
menyirip atau menjari,
susunan urat daun seperti
jala...249
249b. Daun tak mempunyai
serabut demikian. Bunga
berbentuk lain…250
250b. Rumput-rumputan.
Setidak-tidaknya cabangnya
tidak berkayu…266
266b. Bunga tak tersusun
dalam bongkol dengan
pembalut yang
demikian.…267
267a. Bunga berjejal dalam
karangan bunga yang
menyerupai bongkol,
pendek, terletak di ujung
atau di ketiak daun, duduk
atau bertangkai…268
268a. Karangan bunga jelas
bertangkai…269
269b. Daun tidak berbentuk
ginjal. Setidak-tidaknya
ujung batangnya
tegak…270
270b. Bunga berbilangan 5.
Daun mahkota berlepasan
6
…41. Amaranthaceae
1b. Daun tersebar…5
5a. Daun tenda bunga
setinggi-tingginya 2,5 mm.
Bakal biji 1…5. Amaranthus
5. Amaranthus Spesies :
Amaranthus spinosus
2 Daun : Daun majemuk yang
menyirip ganda. Jumlah
anak daun sirip berkisar 5 –
26 pasangan, helaian anak
daun berbentuk memanjang
sampai lanset, ujung
meruncing, pangkal
memundar, bagian tepi
Gambar 1.2 Putri malu
merata. Jika di raba bagian
(Mimosa pudica) permukaan atas dan bawah
halus dan terasa licin,
Keterangan : panjang daun 6 – 16 mm,
1. Akar Foto 1.2 Putri malu lebar 1-3 mm. Daun
2. Batang (Mimosa pudica) berwarna hijau, tetapi pada
3. Daun bagian tepi daun berwarna
4. Bunga keungguan.
Batang : seluruh batang di
selimuti oleh duri yang
menempel, dengan panjang
yang beragam tergantung
dengan pertumbuhan putri
malu. Batang lunak, tidak
terlalu kuat, permukaan
kasar dan juga berwarna
kehijauan ungguan. Batang
tumbuh miring
kepermukaan tanah atau
mengarah kebawah.
Bunga : Bunga berbentuk
bulat, hampir menyerupai
bola dan tidak memiliki
mahkota atau kelopak bunga
besar seperti bunga pada
jenis tumbuhan lainnya.
Akan tetapi kelopak pada
tumbuhan ini jauh lebih
kecil, dan bergerigi seperti
selaput putih, serta memiliki
tabung mahkota yang
7
tempel. Ranting-ranting
tidak demikian…2
2b. Tumbuh - tumbuhan
dengan daun yang baik
tumbuhnya dan tidak lekas
gugur…3
3b. Daun - daun terletak
berhadapan…4
4b. Daun - daun pada
ujungnya bergerigi -
gerigi…Euphorbia hirta
4 Daun : Bangun daun bulat
telur, ujung daun tumpul,
pangkal daun tumpul, tulang
daun sejajar, tepi daun rata,
permukaan daun licin
berselaput lilin.
Batang : Batang basah,
Gambar 1.4 Krokot bentuk batang bulat,
(Portulaca Oleracea L.) permukaan batang licin, arah
tumbuh batang menjalar,
Keterangan : percabangan batang
1. Daun Foto 1.4 Krokot simpodial
2. Batang (Portulaca Oleracea Bunga : Merupakan bunga
3. Akar L.) sejati. Bunga berkelompok
4. Bunga 2-6 buah yang keluar dari
percabangan
Akar : Sistem perakaran
tunggang. Sehingga
memiliki akar utama yang
disertai serabut-serabut
halus untuk menunjang
tumbuhan.
Organ tubuh lainnya :
Buah sejati tunggal.
Buahnya berbentuk kotak
dan bijinya banyak dengan
warna hitam coklat
mengkilat.
Kunci Determinasi :
1b. Tumbuh - tumbuhan
dengan bunga sejati, sedikit-
dikitnya dengan benang sari
13
Kunci Determinasi :
1b. Tumbuh - tumbuhan
dengan bunga sejati, sedikit-
dikitnya dengan benang sari
dan atau putik. Tumbuh-
tumbuhan berbunga…2
2b. Tidak ada alat pembelit.
Tumbuh-tumbuhan dapat
24
2. Pembahasan
Tumbuhan yang hidupnya mengganggu tanaman budidaya dan
menimbulkan nilai negatif disebut dengan gulma. Gulma menurut
Prayogo et al. (2017), ialah tumbuhan yang kehadirannya tidak dikehendaki
oleh manusia. Keberadaan gulma menyebabkan terjadinya persaingan antara
tanaman utama dengan gulma. Gulma yang tumbuh menyertai tanaman
budidaya dapat menurunkan hasil baik kualitas maupun kuantitasnya. Gulma
mempunyai kemampuan bersaing yang kuat dalam memperebutkan CO2, air,
cahaya matahari dan nutrisi. Pertumbuhan gulma dapat memperlambat
pertumbuhan tanaman. Karakteristik gulma yang paling umum adalah
hidupnya yang menyerap hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pokok.
Gulma memiliki sifat umum yang dapat membedakan dengan tanaman
budidaya antara lain: adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan terganggu,
jumlah biji yang dihasilkan banyak sekali, daya kompetisi tinggi, dormansi biji
lama sekali. Setyowati et al. (2017) menyatakan bahwa perkecambahan benih
gulma yang cepat merupakan salah satu karakteristik gulma yang hidupnya
menggangu tanaman budidaya sehingga menimbulkan masalah serius dalam
praktik pertanian organik, maka perlu adanya pengendalian berupa diberikan
herbisida. Berdasarkan praktik di lapangan herbisida juga dapat membawa
dampak negatif bagi lingkungan. Solarisasi tanah adalah solusi andal untuk
mengendalikan gulma produksi tanaman dalam sistem pertanian organik sejak
tanah solarisasi mampu menekan jumlah gulma di tanah.
Menentukan pilihan cara pengendalian gulma yang tepat maka sangat
diperlukan cara-cara menganalisis vegetasi gulma terlebih dahulu. Analisis
vegetasi gulma beserta identifikasi spesies gulma dilakukan sebelum tindakan
pengendalian dipilih dan diterapkan. Tustiyani (2019) menyatakan bahwa cara
identifikasi gulma yang ditemukan dari masing-masing titik pengamatan
dilakukan dengan cara melihat secara visual bentuk morfologi gulma tersebut,
kemudian dicocokkan dengan pustaka. Langkah selanjutnya adalah
mengelompokkan gulma berdasarkan spesies dan dihitung jumlahnya apabila
sudah diketahui spesies gulma tersebut. Identifikasi dilakukan untuk
30
memperoleh data keragaman dan dominasi jenis gulma pada lahan suatu
pertanaman. Tjokrowardojo (2013) menambahkan cara identifikasi gulma leih
lanjut dengan mengklasifikasikan berdasarkan karakteristik reproduksi, bentuk
kehidupan, botani dan lain-lain. Identifikasi gulma ini tidak lepas dari peran
klasifikasi botani dalam menentukan jenis gulma apa yang ditemukan terkait
morfologi daun, batang dan akar. Menurut klasifikasi ini gulma dibedakan
menjadi rumput, teki, dan gulma daun lebar. Berdasarkan bentuk masa
pertumbuhan terdiri atas gulma berkayu, gulma air, gulma perambat termasuk
epiphytes dan parasit. Ditinjau dari siklus hidupnya dikenal sebagai gulma
semusim, dua musim, dan tahunan. Beberapa jenis gulma mungkin termasuk
kombinasi dari karakteristik-karakteristik tersebut.
Mengidentifikasi suatu gulma diperlukan adanya kunci determinasi.
Menurut Purnamasari et al. (2012) kunci determinasi merupakan media yang
digunakan dalam proses identifikasi suatu makhluk hidup, sedangkan untuk
mengamati makhluk hidup yang beraneka ragam yang tidak mungkin untuk
didatangkan langsung di kelas maka diperlukan suatu sumber yang dapat
memberikan informasi yang lengkap tentang makhluk hidup tersebut. Menurut
Septiadi et al. (2018) bentuk penggunan kunci determinasi adalah apabila
setiap ada satu ciri yang cocok akan dilanjutkan dengan ciri lainnya sesuai
dengan petunjuk yang terdapat pada kunci determinasi. Adanya kunci
determinasi akan memudahkan dalam menentukan spesies.
Tanaman terong dalam pertumbuhannya memerlukan unsur hara yang
cukup untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Menurut
Sarido (2018), tanaman dengan gulma dalam komunitasnya saling
berkompetisi, kompetisi tanaman dan gulma dapat menghambat pertumbuhan
tanaman menjadi kritis. Menurut Arfianto (2016), vegetasi gulma merupakan
salah satu faktor pengganggu, namun pengendaliannya pada prinsipnya
mebatasi infestasi tumbuhan pengganggu (gulma) sehingga secara ekonomis
dan ekologis tidak merugikan. Berdasarkan pengamatan di acara 1 dalam
mengidentifikasi jenis gulma di lahan terong maka didapatkan beberapa jenis
gulma yaitu bayam duri (Amaranthus spinosus), putri malu (Mimosa pudica),
31
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Analisis vegetasi gulma merupakan suatu tindakan yang dilakukan
untuk menganalisis jenis gulma yang terdapat pada suatu wilayah tertentu
guna menentukan metode dalam pengurangan atau pengendalian populasi
gulma. Melakukan analisis vegetasi gulma terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan, yaitu metode kuadrat, metode garis dan metode titik.
Penggunaan beberapa metode tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
bagaimana dan apa saja jenis vegetasi gulma di suatu wilayah.
Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis vegetasi adalah penarikan
unit contoh atau sampel. Pengukuran petak contoh dikenal dengan dua jenis
pengukuran untuk mendapatkan informasi atau data yang diinginkan.
Kedua jenis pengukuran tersebut adalah pengukuran yang bersifat merusak
(destructive measures) dan pengukuran yang bersifat tidak merusak (non-
destructive measures).
Teknik sampling kuadrat merupakan suatu teknik survey vegetasi
yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak contoh
yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau
beberapa petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan informasi yang
baik bila komunitas yang diteliti bersifat homogen. Adapun petak – petak
contoh yang dibuat dapat diletakkan secara random atau beraturan sesuai
dengan prinsip – prinsip teknik sampling.
Berdasarkan penggunaannya, kuadrat dibagi menjadi kuadrat
permanen dan tidak permanen. Kuadrat permanen digunakan untuk
mempelajari suksesi suatu vegetasi yang diamati dari waktu ke waktu dari
satu hingga beberapa tahun, sedangkan kuadrat tidak permanen digunakan
untuk mengetahui kondisi vegetasi suatu kawasan hanya dalam jangka
waktu yang sementara. Berdasarkan analisis menggunakan metode kuadrat
34
35
B. Metodologi Praktikum
36
37
Analisis Data
A. Metode Kuadrat
1. Kerapatan Mutlak (K)
K = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
a. Dianella sp. = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
=6+2=8
b. Cynodon dactylon = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
=1+0=1
c. Alternatera pugens = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
=4+3=7
d. Pterocaulon = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
=2+2=4
e. Waltherica indica = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
=1+1=2
f. Bergia = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
=0+1=1
Jumlah Kerapatan Mutlak (K) = ΣK1 + ΣK2 + ΣK3 + ΣK4+ ΣK5 + ΣK6
= 8+1+7+4+2+1 = 23
Rata-rata Kerapatan (K) = ΣK Total / jumlah vegetasi
= 23/6 = 7,66
2. Kerapatan Relatif (KR)
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
KR = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
a. Dianella sp. = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
8
= 100% = 34,78
23
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
b. Cynodon dactylon = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
1
= 100 % = 4,35%
23
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
c. Alternatera pugens = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
38
7
= 100 % = 30,43%
23
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
d. Pterocaulon = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
4
= 100 % = 17,39%
23
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
e. Waltherica indica = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
2
= 100 % = 8,69%
23
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛 𝑠
f. Bergia = 𝑖 x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
1
= 100 % = 4,35%
23
Jumlah Kerapatan Relatif (KR) total = ΣKR1 + ΣKR2 + ΣKR3 +
ΣKR4+ΣKR5+ΣKR6
= 34,78% + 4,35% + 30,43% + 17,39 +
8,69% + 4,35% = 99,99%
Rata-rata (KR) = ΣKR Total / jumlah vegetasi
= 99,99/6 = 16,66%
3. Frekuensi Mutlak (F)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
F= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
a. Dianella sp. = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 2/2 = 1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
b. Cynodon dactylon = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 1/2 = 0,5
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
c. Alternatera pugens = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 2/2 = 1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
d. Pterocaulon = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 2/2 = 1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
e. Waltherica indica = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
39
= 2/2 = 1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
f. Bergia = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 1/2 = 0,5
Jumlah Frekuensi Mutlak (F) = ΣF1 + ΣF2 + ΣF3 + ΣF4 + ΣF5 + ΣF6
= 1 + 0,5 + 1 +1+1+ 0,5 = 5
Rata-rata Frekuensi Mutlak (F) = ΣF Total / jumlah vegetasi
= 5/6 = 0,83
4. Frekuensi Relatif (FR)
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
FR = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
a. Dianella sp. = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
1
= 100 % = 20%
5
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
b. Cynodon dactylon = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
0,5
= 100 % = 10%
5
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
c. Alternatera pugens = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
1
= 100 % = 20%
5
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
d. Pterocaulon = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
1
= 100 % = 20%
5
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
e. Waltherica indica = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
1
= 100 % = 20%
5
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
f. Bergia = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
0,5
= 100% = 10%
5
Jumlah Frekuensi Relatif (FR) total = ΣFR1 + ΣFR2 + ΣFR3 + ΣFR4 +
ΣFR5 + ΣFR6
40
𝑑1𝑥𝑑2
𝐷=( ) 𝑥 2𝜋 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
4
𝑑1𝑥𝑑2
a. Dianella sp. =( ) 𝑥 2𝜋 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
4
11,125 6,5 2
= = 0,012
4 10.000
𝑑1𝑥𝑑2
b. Cynodon dactylon =( ) 𝑥 2𝜋 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
4
30 16 2
= = 0,075
4 10.000
𝑑1𝑥𝑑2
c. Alternatera pugens = ( ) 𝑥 2𝜋 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
4
16,71 11,71 2
= = 0,031
4 10.000
𝑑1𝑥𝑑2
d. Pterocaulon =( ) 𝑥 2𝜋 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
4
14,8 9,4 2
= = 0,022
4 10.000
𝑑1𝑥𝑑2
e. Waltherica indica =( ) 𝑥 2𝜋 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
4
4 1,5 2
= = 0,00092
4 10.000
𝑑1𝑥𝑑2
f. Bergia =( ) 𝑥 2𝜋 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
4
43 2
= = 0,002
4 10.000
Jumlah Dominansi Mutlak (D) = ΣD1 + ΣD2 + ΣD3 + ΣD4 ΣD5 + ΣD6
= 0,012 + 0,075 + 0,031 + 0,022 + 0,00092 +
0,002 = 0,14292
Rata-rata Dominansi Mutlak (D) = ΣD Total / jumlah vegetasi
41
= 0,14292/6= 0,02382
0,012
= 100 % = 8,39%
0,14292
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
b. Cynodon dactylon = 𝑥 100%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
0,075
= 100 % = 52,48%
0,14292
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
c. Alternatera pugens = 𝑥 100%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
0,031
= 100 % = 21,7%
0,14292
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
d. Pterocaulon = 𝑥 100%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
0,022
= 100 % = 15,4%
0,14292
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
e. Waltherica indica = 𝑥 100%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
0,00092
= 100 % = 0,64%
0,14292
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛 𝑠
f. Bergia = 𝑥 100%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑖
0,002
= 100 % = 1,4%
0,14292
Jumlah Dominansi Mutlak (D) = ΣD1 + ΣD2 + ΣD3 + ΣD4 ΣD5 + ΣD6
= 8,39% + 52,48% + 21,7% +15,4% +
0,64% + 1,4% = 100,01%
Rata-rata Dominansi Mutlak (D) = ΣD Total / jumlah vegetasi
= 100,01%/6= 16,67%
42
= 300/6 = 50
8. SDR
𝐼𝑛𝑑𝑒𝑘𝑠 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔
SDR = 3
63,17
a. SDR1 = = 21,06
3
66,83
= = 22,28
b. SDR2 3
72,13
= = 24,04
c. SDR3 3
52,79
= = 17,6
d. SDR4 3
29,33
= = 9,78
e. SDR5 3
15,75
= = 5,25
f. SDR6 3
Jumlah SDR = ΣSDR1 + ΣSDR2 + ΣSDR3 + ΣSDR4 + ΣSDR5 + ΣSDR6
= 21,06 + 22,28 + 24,04 + 17,06 + 9,78 + 5,25 = 99,47
Rata-rata SDR = ΣSDR Total / jumlah vegetasi
99,47
= = 33,16
3
43
2. Pembahasan
Analasis vegetasi merupakan suatu upaya untuk mengindetifikasi
keadaaan vegetasi dalam suatu lingkungan. Analisis vegetasi gulma menurut
Saitama et al. (2016) merupakan kegiatan yang sangat penting dilakakuan agar
mengetahui komposisi vegetasi supaya dapat menentukan tindakan
pengendalian. Analisis vegetasi gulma dapat dilakukan dengan berbagai
macam metode, salah satunya metode kuadrat. Metode kuadrat menurut
Listyowati (2016), dilakukan dengan membuat petak sampel berbentuk bujung
sangkar dengan ukuran sama panjang. Petak contoh yang digunakan dalam
dalam praktikum kali ini ialah petak contoh berbentuk bujung sangkar atau
persegi dengan ukuran 1 m x 1 m. Cara kerjanya yaitu menentukan kawasan
yang memiliki berbagai jenis gulma untuk dilakukan identifikasi, kemudian
menentukan luas petak minimal untuk dilakukan analisis vegetasi. Secara acak
tentukan tempat-tempat masing-masing 1 m2 untuk dilakukan analisis
kerapatan, frekuensi dan dominansinya. Selanjutnya, bandingkan 2 kawasan
tersebut apakah sebaran gulmanya sama atau berbeda. Gunakan nilai penting
(IV) ataupun Summed Dominance Ratio (SDR).
Parameter dalam analisis vegetasi ialah besaran yang akan didapatkan
atau ditentukan pada saat melakukan analisis vegetasi tersebut. Menurut
Syahputra et al. (2011), parameter yang di amati adalah keragaman (jumlah
jenis), kerapatan (K), Dominansi (D) (diukur dengan berat kering), frekuensi
(F), indeks nilai penting (INP), rerata nilai penting masing-masing gulma
(SDR), dan koefisien komunitas (C). Nilai mutlak dan nisbi dari setiap K, D, F
dihitung berdasarkan rumus umum yang digunakan. Nilai INP dihitung
berdasarkan jumlah kerapatan nisbi + dominansi nisbi + frekuensi nisbi. Nilai
INP dibagi tiga merupakan nilai SDR. Ismaini et al. (2015) juga menjelaskan
bahwa indeks nilai penting jenis tumbuhan pada suatu komunitas merupakan
salah satu parameter yang menunjukkan peranan jenis tumbuhan tersebut
dalam komunitasnya tersebut. Kehadiran suatu jenis tumbuhan pada suatu
daerah menunjukkan kemampuan adaptasi dengan habitat dan toleransi yang
44
lebar terhadap kondisi lingkungan. Semakin besar nilai INP suatu spesies
semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan sebaliknya.
Setiap metode pasti mempunyai kelebihan dan kelemahan. Menurut
Lianah (2013), metode ini cukup teliti, cocok untuk vegetasi gulma campuran
yang rapat dan tidak jelas batas-batasnya, tetapi memerlukan lebih banyak
waktu dibandingkan dengan metode garis. Bentuk petak contoh yang dibuat
tergantung pada bentuk morfologis vegetasi dan efisiensi sampling pola
penyebarannya.
Praktikum analisis vegetasi dengan menggunakan metode kuadrat ini
dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
di daerah Jumantono dengan menggunakan kuadrat 1 m x 1 m. Menurut
Supeksa et al. (2012), metode kuadrat adalah salah satu cara atau langkah untuk
pengambilan data yang paling umum digunakan dalam analisis vegetasi.
Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu ukuran luas yang diukur
dengan satuan kuadrat dengan besar ukuran dalam cm dan m. Analisis vegetasi
kali ini dilakukan dengan meletakkan kuadrat pada area lahan yang ditentukan
kemudian mencatat jenis-jenis gulma yang berada di area tersebut.
Berdasarkan tabel 2.1 diperoleh 5 macam gulma yaitu Dianella, Cynodon
dactylon, Althernantera pugens, Pterocaulon, Waltherica indica, Bergia. Data
yang diperoleh yaitu pada Dianella didapatkan kerapatan mutlaknya yaitu 8,
kerapatan relatif nya yaitu 34,78%, frekuensi mutlaknya yaitu 1, frekuensi
relatifnya yaitu 20%, dominansi mutlaknya yaitu 0,012, dominansi relatifnya
yaitu 8,39%, indeks nilai penting (INP) nya yaitu 63,17%, dan didapatkan pula
nilai SDR nya dengan perhitungannya INP/3 sebesar 21,06. Cynodon dactylon
didapatkan kerapatan mutlaknya yaitu 1, kerapatan relatif nya yaitu 4,35%,
frekuensi mutlaknya yaitu 0,5, frekuensi relatifnya yaitu 10%, dominansi
mutlaknya yaitu 0,075, dominansi relatifnya yaitu 52,48%, indeks nilai penting
(INP) nya yaitu 66,83%, dan didapatkan pula nilai SDR nya dengan
perhitungannya INP/3 sebesar 22,28%. Althernantera pugens didapatkan
kerapatan mutlaknya yaitu 7, kerapatan relatif nya yaitu 30,43%, frekuensi
mutlaknya yaitu 1, frekuensi relatifnya yaitu 20%, dominansi mutlaknya yaitu
45
0,031, dominansi relatifnya yaitu 21,7%, indeks nilai penting (INP) nya yaitu
72,13%, dan didapatkan pula nilai SDR nya dengan perhitungannya INP/3
sebesar 24,04. Pterocaulon didapatkan kerapatan mutlaknya yaitu 4, kerapatan
relatif nya yaitu 17,39%, frekuensi mutlaknya yaitu 1, frekuensi relatifnya yaitu
20%, dominansi mutlaknya yaitu 0,022, dominansi relatifnya yaitu 15,4%,
indeks nilai penting (INP) nya yaitu 52,79%, dan didapatkan pula nilai SDR
nya dengan perhitungannya INP/3 sebesar 17,6. Waltherica indica didapatkan
kerapatan mutlaknya yaitu 2, kerapatan relatif nya yaitu 8,69%, frekuensi
mutlaknya yaitu 1, frekuensi relatifnya yaitu 20%, dominansi mutlaknya yaitu
0,00092, dominansi relatifnya yaitu 0,64%, indeks nilai penting (INP) nya
yaitu 29,33%, dan didapatkan pula nilai SDR nya dengan perhitungannya
INP/3 sebesar 9,78. Bergia didapatkan kerapatan mutlaknya yaitu 1, kerapatan
relatif nya yaitu 4,35%, frekuensi mutlaknya yaitu 1, frekuensi relatifnya yaitu
20%, dominansi mutlaknya yaitu 0,002, dominansi relatifnya yaitu 1,4%,
indeks nilai penting (INP) nya yaitu 15,75%, dan didapatkan pula nilai SDR
nya dengan perhitungannya INP/3 sebesar 5,25.
Gulma dapat dibedakan berdasarkan bentuk daun dan karakteristik
lainnya. Salah satu cara identifikasi gulma adalah dengan analisis
vegetasi gulma. Manfaat menggunakan metode kuadrat menurut Hamidun
dan Dewi (2013) yaitu untuk digunakan pada individu yang hidup tersebar
sehingga untuk melakukan analisa dengan menggunakan metode ini akan lebih
mudah. Metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi
komplek lainnya. Menurut Anggraini (2019) metode kuadran umumnya
dilakukan bila vegetasi tingkat pohon saja yang menjadi bahan penelitian.
Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi,
dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini cocok digunakan pada
individu yang hidup tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga
melakukan perhitungan satu persatu akan membutuhkan waktu yang sangat
lama, biasanya metode ini digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau
vegetasi kompleks lainnya.
46
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan praktikum
Pengelolaan Gulma acara Analisis Vegetasi Gulma dengan Metode Kuadrat
dapat diambil kesimpulan bahwa:
a. Analisis vegetasi merupakan kegiatan yang sangat penting dilakakuan
agar mengetahui komposisi vegetasi supaya dapat menentukan tindakan
pengendalian.
b. Bentuk petak contoh dapat berupa persegi empat, persegi panjang atau
lingkaran. Data yang diperoleh berupa parameter kerapatan, frekuensi
dan dominansi.
c. Pelaksanaan praktikum kali ini menemukan 6 macam gulma yaitu
Dianella, Cynodon dactylon, Althernantera pugens, Pterocaulon,
Waltherica indica, dan Bergia.
d. Berdasarkan hasil pengamatan, Althernantera pugens mempunyai indeks
nilai penting (INP) yang paling besar yaitu 72,13%, dan didapatkan pula
nilai SDR nya dengan perhitungannya INP/3 sebesar 24,04%. Sedangkan
INP dan SDR yang terendah adalah Bergia dengan INP nya yaitu
15,75%, dan nilai SDR nya INP/3 sebesar 5,25%.
2. Saran
Praktikum telah berjalan dengan baik dan peralatan yang digunakan
telah lengkap namun sebaiknya pengarahan Co-Ass lebih jelas sehingga
praktikan dapat memahami kegiatan praktikum dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, R. 2019. Identifikasi gulma pada lahan budidaya jagung (Zea mays L.)
varietas pertiwi. J Pertanian dan Pangan 1(2): 12-19.
Hamidun MS, Dewi WKB. 2013. Analisis vegetasi hutan produksi terbatas
Boliyohuto Provinsi Gorontalo. Gorontolo (ID): FMIPA Biologi Universitas
Negeri Gorontalo.
Ismaini L, Lailati M, Rustandi et al. 2015. Analisis komposisi dan keanekaragaman
tumbuhan di Gunung Dempo, Sumatera Selatan. J pros semnas masy biodiv
Indonesia 1(6): 1397-1402.
Lianah, Anggoro S, Rya HS, Izzati. 2013. Perbandingan analisis vegetasi
lingkungan alami tetrastigma glabratum di Hutan Lindung Gunung Prau
sebelum dan sesudah eksploitasi. J prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Hal: 202-211.
Listyowati, C. 2016. Analisis vegetasi gulma pada pertanaman ubi kayu di lahan
kering di Kecamatan Paliyan Kabupaten Gunungkidul. J Ilmu Pertanian 16(2)
: 60-78.
Saitama, A, Eko W, Karuniawan PW. 2016. Komposisi vegetasi gulma pada
tanaman tebu kebrasan lahan kering di dataran rendah dan tinggi. J Produksi
Tanaman 4(5): 406-415.
Supeksa K, Deviana NPE, Dewi NLGK et al. 2012. Analisis vegetasi dengan
metode kuadrat pada plot yang dibuat dalam bentuk lingkaran di Kebun Raya
Eka Karya Bali. J Teknokolgi Lingkungan 3(1): 11-23.
Syahputra E, Sarbino, Dian S. 2011. Weeds assessment di perkebunan kelapa sawit
lahan gambut. J Perkebunan & Lahan Tropika 1 (4): 37-42.
III. ANALISIS VEGETASI DENGAN METODE GARIS DAN METODE
TITIK
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan petak
contoh berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat
bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Apabila vegetasi sederhana
maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Analasis vegetasi hutan,
biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m -100 m. sedangkan
untuk vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m - 10 m.
Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka
garis yang digunakan cukup 1 m.
Mtode garis ini, sistem analisis melalui variable-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya menentukan INP (indeks nilai
penting) yang akan digunakan untuk memberi nama sebuah vegetasi.
Kerapatan dinyatakan sebagai jumlah individu sejenis yang terlewati oleh
garis. Kerimbunan ditentukan berdasar panjang garis yang tertutup oleh
individu tumbuhan, dan dapat merupakan prosentase perbandingan panjang
penutupan garis yang terlewat oleh individu tumbuhan terhadap garis yang
dibuat. Frekuensi diperoleh berdasarkan kekerapan suatu spesies yang
ditemukan pada setiap garis yang disebar.
Metode titik merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan
menggunakan petak contoh berupa titik. Metode titik merupakan suatu
variasi metode kuadrat. Penggunaan metode ini, tumbuhan yang dapat
dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik
yang disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Metode
ini juga sangat efektif untuk sampling vegetasi yang rendah, rapt dan
membentuk anyaman, yang tidak jelas batas satu dengan yang lainnya.
Analisis vegetasi menggunakan metode ini parameter yang diperoleh adalah
frekuensi dan dominansi.
47
48
2. Tujuan Praktikum
Acara analisis vegetasi gulma dengan metode garis dan metode titik
bertujuan untuk menganalisis vegetasi dengan metode garis dan metode
titik.
B. Metodologi Praktikum
49
Tabel 3.2 Pengamatan Vegetasi Suatu Lahan dengan Metode Titik
Petak Contoh dan Titik
No Jenis Vegetasi I II III Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Cynodon
1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 18
dactylon
2 Isodon excisus √ 1
Carolina
3 √ 1
snailseed
Alternanthera
4 √ 1
pugens
Desmodium
5 √ 1
incanum
6 Dianella nigra √ √ √ 3
Sumber : Hasil Pengamatan
50
Tabel 3.3 Hasil Dominansi dan Frekuensi
No Jenis Vegetasi Jumlah D DR (%) F FR (%) INP SDR
1 Cynodon dactylon 18 0,6 73,2% 1 37,5% 110,7% 55,35%
2 Isodon excisus 1 0,03 3,7% 0,33 12,6% 16,3% 8,15%
3 Carolina snailseed 1 0,03 3,7% 0,33 12,6% 16,3% 8,15%
4 Alternanthera pugens 1 0,03 3,7% 0,33 12,6% 16,3% 8,15%
5 Desmodium incanum 1 0,03 3,7% 0,33 12,6% 16,3% 8,15%
6 Dianella nigra 3 0,1 12% 0,33 12,6% 24,6% 12,3%
∑ 25 0,82 99,8% 2,66 100,5% 200,3% 100,15%
Rata- 16.7%
4,2 0,14 16,63% 0,44 16,75% 33,4%
rata
Sumber : Hasil Pengamatan
51
52
Analisis Data
A. Metode Garis
1. Kerapatan Mutlak (K)
K = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
a. Dianella sp. = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
= 34 + 0 = 34
b. Mimosa pudica = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
=2+2=4
c. Waltherica sp. = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
=0+1=1
d. Medicago obbicularis = Jumlah individu Petak 1 + Petak 2
=0+5=5
Jumlah Kerapatan Mutlak (K) = ΣK1 + ΣK2 + ΣK3 + ΣK4
= 34 + 4 + 1 + 5 = 44
Rata-rata Kerapatan (K) = ΣK Total / jumlah vegetasi
= 44/4 = 11
2. Kerapatan Relatif (KR) :
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
KR = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
a. Dianella sp. = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
34
= 44 x 100% = 77,27%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
b. Mimosa pudica = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
4
= 44 x 100% = 9,09%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
c. Waltherica sp. = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
1
= 44 x 100% = 2,27%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
d. Medicago obbicularis = x 100%
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
5
= 44 x 100% = 11,36%
= 99,99%
Rata-rata (KR) = ΣKR Total / jumlah vegetasi
= 99,99/4 = 24,99%
3. Frekuensi Mutlak (F)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠𝑎𝑛 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
F= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑅𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠𝑎𝑛 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠𝑎𝑛 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
a. Dianella sp. = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑅𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠𝑎𝑛 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 1/2 = 0,5
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠𝑎𝑛 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
b. Mimosa pudica = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑅𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠𝑎𝑛 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 2/2 = 1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠𝑎𝑛 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
c. Waltherica sp. = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑅𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠𝑎𝑛 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 1/2 = 0,5
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑅𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠𝑎𝑛 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
d. Medicago obbicularis = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑅𝑖𝑛𝑡𝑖𝑠𝑎𝑛 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 1/2 = 0,5
Jumlah Frekuensi Mutlak (F) = ΣF1 + ΣF2 + ΣF3 + ΣF4
= 0,5 + 1 + 0,5 + 0,5 = 2,5
Rata-rata Frekuensi Mutlak (F) = ΣF Total / jumlah vegetasi
= 2,5/4 = 0,625
4. Frekuensi Relatif (FR)
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
FR = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
a. Dianella sp. = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
0,5
= 2,5 x 100% = 20%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
b. Mimosa pudica = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
1
= 2,5 x 100% = 40%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
c. Waltherica sp. = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
0,5
= 2,5 x 100% = 20%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
d. Medicago obbicularis = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
54
0,5
= 2,5 x 100% = 20%
= 621/4 = 155,25
171
= 621 x 100% = 27,54%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
c. Waltherica sp. = x 100%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
34
= 621 x 100% = 5,48%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
d. Medicago obbicularis = x 100%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
46
= 621 x 100% = 7,4%
= 76,63/3 = 25,54
c. Waltherica sp. = INP/3
= 27,75/3 = 9,25
d. Medicago obbicularis = INP/3
= 38,76/3 = 12,92
Jumlah SDR = ΣSDR1 + ΣSDR2 + ΣSDR3 + ΣSDR4
= 52,28 + 25,54 + 9,25 + 12,92 = 99,99
Rata-rata SDR = ΣSDR Total / jumlah vegetasi
= 99,99/4 = 24,99
57
B. Metode Titik
1. Frekuensi Mutlak (F)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
F= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
a. Cynodon dactylon = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 3⁄3 = 1
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
2. Isodon excisus = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 1⁄3 = 0,33
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
3. Carolina snailseed = =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 1⁄3 = 0,33
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
4. Alternachera pugens = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 1⁄3 = 0,33
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
5. Desmodium incanum = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 1⁄3 = 0,33
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ𝑦𝑎𝑛𝑔𝐵𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
6. Dranella nigra = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑃𝑒𝑡𝑎𝑘𝐶𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
= 1⁄3 = 0,33
Jumlah Frekuensi Mutlak (F) = ΣF1 + ΣF2 + ΣF3 + ΣF4 + ΣF5 + ΣF6
= 1 + 0,33 + 0,33 + 0,33 + 0,33 + 0,33
= 2,66
Rata-rata Frekuensi (F) = 𝛴 𝐹 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ⁄𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑣𝑒𝑔𝑒𝑡𝑎𝑠𝑖
= 2,66⁄6 = 0,44
2. Frekuensi Relatif (FR)
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
FR = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
a. Cynodon dactylon = x 100%
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
= 100,5%⁄6 = 16,75%
3. Dominansi Mutlak (D)
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒆𝒏𝒂 𝒕𝒖𝒔𝒖𝒌𝒂𝒏
D= 𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐭𝐮𝐬𝐮𝐤𝐚𝐧
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒆𝒏𝒂 𝒕𝒖𝒔𝒖𝒌𝒂𝒏
a. Cynodon dactylon = 𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐭𝐮𝐬𝐮𝐤𝐚𝐧
= 18⁄30 = 0,6
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒆𝒏𝒂 𝒕𝒖𝒔𝒖𝒌𝒂𝒏
b. Isodon excisus = 𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐭𝐮𝐬𝐮𝐤𝐚𝐧
59
= 1⁄30 = 0,03
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒆𝒏𝒂 𝒕𝒖𝒔𝒖𝒌𝒂𝒏
c. Carolina mailseed = 𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐭𝐮𝐬𝐮𝐤𝐚𝐧
= 1⁄30 = 0,03
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒆𝒏𝒂 𝒕𝒖𝒔𝒖𝒌𝒂𝒏
d. Alternachera pugens = 𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐭𝐮𝐬𝐮𝐤𝐚𝐧
= 1⁄30 = 0,03
= 1⁄30 = 0,03
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂 𝒌𝒂𝒍𝒊 𝒔𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒋𝒆𝒏𝒊𝒔 𝒕𝒆𝒓𝒌𝒆𝒏𝒂 𝒕𝒖𝒔𝒖𝒌𝒂𝒏
f. Dranella nigra = 𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐭𝐮𝐬𝐮𝐤𝐚𝐧
= 3⁄30 = 0,1
Jumlah Dominasi Mutlak (D) = D1 + D2 + D3 + D4 + D5 + D6
= 0,6 + 0,03 + 0,03 + 0,03 + 0,03 + 0,1
= 0,82
Rata-rata Dominasi Mutlak (D)= 𝛴 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 ⁄𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑣𝑒𝑔𝑒𝑡𝑎𝑠𝑖
= 0,82⁄6 = 0,14
4. Dominansi Relatif (DR)
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
DR = x 100%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑀𝑢𝑡𝑙𝑎𝑘 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
a. Cynodon dactylon = x 100%
𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
= 0,1⁄0,82 x 100% = 12 %
Jumlah Dominansi Relatif (DR) total = DR1 + DR2 + DR3 + DR4 + DR5
+ DR6
= 73% + 3,7% + 3,7% + 3,7% +
3,7% + 12%
= 99,8%
= 99,8%⁄6 = 16,63%
5. Indeks Nilai Penting (INP)
INP = FR + DR
a. Cynodon dactylon = FR + DR
= 38% + 73% = 110,7%
b. Isodon excisus = FR + DR
= 12,6% + 3,7% = 16,3%
c. Carolina snailseed = FR + DR
= 12,6% + 3,7% = 16,3%
d. Alternachera pugens = FR + DR
= 12,6% + 3,7% = 16,3%
e. Desmodium incanum = FR + DR
61
= 200,3%⁄6 = 33,4%
6. SDR
SDR suatu jenis = INP : 3
a. Cynodon dactylon = INP : 3
= 110,7% : 3 = 55,35%
b. Isodon excisus = INP : 3
= 16,3% : 3 = 8,15%
c. Carolina snailseed = INP : 3
= 16,3% : 3 = 8,15%
d. Alternachera pugens = INP : 3
= 16,3% : 3 = 8,15%
e. Desmodium incanum = INP : 3
= 16,3% : 3 = 8,15%
f. Dranella nigra = INP :3
= 24,6% : 3 = 12,3%
Jumlah SDR = SDR1 + SDR2 + SDR3 + SDR4 + SDR5 + SDR6
= 55,35% + 8,15% + 8,15% + 8,15% + 8,15% + 12,3%
= 100,15%
Rata-rata SDR = 𝛴 𝑆𝐷𝑅 ⁄𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑣𝑒𝑔𝑒𝑡𝑎𝑠𝑖
= 100,15%⁄6
62
= 16,7%
2. Pembahasan
Metode garis merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
menentukan analisis vegetasi gulma dalam suatu lingkungan .Metode garis,
menurut Tjitrosoedirdjo (2012), merupakan suatu metode yang menggunakan
cuplikan berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat
bergantung pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi
sederhana maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan,
biasanya panjang garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk
vegetasi semak belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila
metode ini digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang
digunakan cukup 1 m. Rohman (2011) menambahkan bahwa sistem analisis
metode garis melalui variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi
yang selanjutnya menentukan INP (Indeks Nilai Penting) yang akan digunakan
untuk memberi nama sebuah vegetasi.
Berdasarkan praktikum acara 3, dilakukan analisis vegetasi gulma
menggunakan metode garis. Analisis vegetasi gulma dengan metode garis
merupakan suatu cara analisis gulma dengan meletakkan tali sepanjang 10 m
di lahan dengan vegetasi gulma yang akan diamati. Gulma dihitung
berdasarkan jumlahnya terhadap suatu jenis yang dilalui garis. Menurut Yardha
(2013), analisis gulma dengan metode garis dilakukan untuk memperoleh nilai
dominansi gulma per suatu jenis. Parameter perhitungan pada metode analisis
gulma dengan metode garis diantaranya adalah kerapatan mutlak (K),
kerapatan relatif (KR), frekuensi mutlak (F), frekuensi relatif (FR), dominansi
mutlak (D), dominansi relatif (DR), indeks nilai penting (INP), dan SDR.
Menurut Puslitkoka (2011), metode garis merupakan metode yang digunakan
pada vegetasi gulma yang pola pertumbuhannya mengelompok dengan batas-
batas yang jelas. Caranya dengan meletakkan tali sepanjang 10-20 m di atas
vegetasi yang akan diamati. Kemudian panjang masing-masing kelompok jenis
gulma yang dilewati tali tersebut diukur dengan mistar. Jenis gulma yang
diukur panjang kelompoknya hanyalah yang berada di bawah tali rintisan. Dari
63
hasil pengukuran tersebut akan diperoleh nilai kelindungan (coverage) dari tiap
jenis yang kemudian digunakan untuk menghitung nilai dominansi.
Metode titik merupakan varia dari metode kuadrat yang diperkecil
hingga sedemikian rupa. Menurut Irwanto (2011), metode titik sentuh (Point
Intercept Method) digunakan untuk komunitas tumbuhan bawah seperti
rumput, herba dan semak. Tumbuhan yang menyentuh pin yang terbuat dari
kawat, akan dicatat jenisnya sehingga dominansi dari jenis tersebut dapat
dihitung. Puslitkoka (2011) menyatakan bahwa metode titik merupakan
modifikasi dari metode kuadrat. Parameter yang dapat diamati dengan metode
ini adalah dominansi dan frekuensi.
Metode titik merupakan suatu variasi metode kuadrat. Jika sebuah
kuadrat diperkecil sampai tidak terhingga, akan menjadi titik. Metode titik
sangat efektif untuk sampling vegetasi yang endah, rapat dan membentuk
anyaman, yang tidak jelas batas satu dengan yang lainya. Ujung titik
memungkinkan menunjuk secara tepat setiap jenis, meskipun dalam suatu
populasi yang sangat rapat. Menurut Yardha (2013), parameter yang diperoleh
adalah dominansi dan frekuensi. Kerapatan tidak diperoleh dari metode ini.
Frekuensi merupakan berapa kali gulma yang sama (sejenis) terdapat
pada beberapa petak contoh. Frekuensi suatu jenis, menurut
Hamidun dan Dewi (2013) menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam suatu
area, semakin merata penyebaran jenis tertentu, nilai frekuensinya semakin
besar, sedangkan jenis yang nilai frekuensinya kecil, penyebarannya semakin
tidak merata pada suatu areal. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang
menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap jenis lain pada suatu komunitas.
Makin besar nilai dominansi suatu jenis, makin besar pengaruh penguasaan
jenis tersebut terhadap jenis lain.
Analisis vegetasi gulma suatu lahan dengan metode garis melibatkan
beberapa parameter yang diamati yaitu: Kerapatan Mutlak (K), Kerapatan
Relatif % (KR), Frekuensi Mutlak (F), Frekuensi Relatif % (FR), Dominansi
Mutlak (D), Indeks Nilai Penting (INP), dan SDR. Vegetasi yang diamati pada
tabel 3.1 diantaranya: Dianella, Mimosa pudica, Waltheria dan Medicago
64
yaitu 16,3%, dan didapatkan pula nilai SDR nya dengan perhitungannya INP/3
sebesar 8,15. Dranella nigra didapatkan frekuensi mutlaknya yaitu2,66,
frekuensi relatifnya yaitu 100,5%, dominansi mutlaknya yaitu 0,1, dominansi
relatifnya yaitu 12%, indeks nilai penting (INP) nya yaitu 24,6%, dan
didapatkan pula nilai SDR nya dengan perhitungannya INP/3 sebesar 12,3.
Menurut Muharrami (2011), mengetahui keanekaragaman jenis gulma
sebelum tindakan pengendalian diperlukan untuk mengetahui berbagai sifat-
sifatnya agar dapat ditetapkan teknik pengendalian yang efektif dan murah
serta dapat pula dimanfaatkan untuk kegunaan lainnya, seperti sebagai pupuk
hijau, dan indikator lahan pertanian. Meskipun telah dikendalikan dengan
herbisida gulma masih tumbuh dan berkembang, sehingga perlu dilakukan
analisis vegetasi gulma agar dapat diketahui keanekaragaman jenis gulma pada
pertanaman tersebut. Mengetahui jenis gulma yang dominan pada
agroekosistem tertentu dalam suatu vegetasi, akan memudahkan untuk
menyusun program pengendaliannya.
66
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan praktikum
Pengelolaan Gulma acara III dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a. Metode garis merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan
berupa garis digunakan pada vegetasi gulma yang pola
pertumbuhannya mengelompok dengan batas-batas yang jelas.
b. Metode titik merupakan modifikasi dari metode kuadrat. Tumbuhan
yang menyentuh pin yang terbuat dari kawat, akan dicatat jenisnya
sehingga dominansi dari jenis tersebut dapat dihitung.
c. Makin besar INP suatu jenis makin besar pula peranan jenis tersebut
dalam komunitas.
d. Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode garis didapatkan gulma
Dianella, Mimosa pudica, Waltheria dan Medicago obbicularis. Pada
metode titik didapatkan gulma Cynodon dactylon, Isodon excisus,
Carolina snailseed, Althernachera pugens, Desmodium incarnum,
Dranella nigra.
e. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai INP dan SDR terbesar yang
didapatkan dari metode garis adalah Dianella dengan INP 156,85% dan
SDR 52,28. Begitu juga dengan hasil yang diperoleh dari metode titik.
INP dan SDR Cynodon dactylon sebesar 110,7% dan 55,35.
2. Saran
Praktikum telah berjalan dengan baik dan peralatan yang digunakan
telah lengkap namun sebaiknya pengarahan Co-Ass lebih jelas sehingga
praktikan dapat memahami kegiatan praktikum dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Hamidun MS, Dewi WKB 2013. Analisis vegetasi hutan produksi terbatas
Boliyohuto Provinsi Gorontalo. Gorontalo : FMIPA UNG.
Hendrival, Zurrahmi Wirda, Abdul 2014. Periode kritis tanaman kedelai terhadap
persaingan gulma. J Floratek 9 : 6-13.
Muharrami. 2011. Analisis vegetasi gulma pada pertanaman jagung (Zea mays L.)
di lahan kering dan lahan sawah di Malampah Kabupaten Pasaman. Skripsi
Sarjana Biologi. Universitas Andalas. Padang.
Puslitkoka 2011. Buku pintar budi daya kakao. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Rohman, IW Sumberartha 2011. Petunjuk praktikum ekologi tumbuhan. Malang:
JICA.
Setiawan DP, Anna K, Husni TS 2014. Pengaruh pengendalian gulma pada
tumpang sari ubi katu (Manihot esculenta) dengan kacang tanah (Arachis
hypogaea L.). J Produksi Tanaman 2(3): 239-246.
Tjitrosoedirdjo. 2012. Pengolahan gulma di perkebunan. Jakarta: Gramedia.
Yardha, Meilin A. 2013. Efektivitas aplikasi beberapa herbisida sistemik terhadap
gulma pada perkebunan kelapa sawit rakyat. J Agroekotek 2 (1):
1-6.
IV. KALIBRASI ALAT HAND SPRAYER DAN KNAPSACK SPRAYER
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Keberhasilan aplikasi herbisida ditentukan oleh beberapa hal antara
lain gulma sasaran, cuaca, jenis herbisida yang digunakan dan tata cara
aplikasinya. Syarat pengaplikasian herbisida juga harus sesuai dengan
kondisi dilapangan. Sebelum melakukan aplikasi herbisida terlebih dahulu
harus mengetahui gulma sasaran dan tanaman yang dibudidayakan serta
sifat – sifatnya. Jenis herbisida juga penting untuk diketahui apakah sesuai
untuk mengendalikan gulma sasaran dan tidak meracuni tanaman serta
bagaimana herbisida tersebut diaplikasikan. Selain itu faktor lain yang
sangat menentukan keberhasilan suatu aplikasi herbisida adalah cuaca, alat
yang digunakan dan orang yang mengaplikasikan herbisida tersebut.
Misalnya alat penyemprot atau sprayer seperti Hand sprayer dan Knapsack
sprayer. Untuk mengetahui efektifitas dari penggunaan alat tersebut dalam
bidang pertanian, maka diperlukan pengetahuan mengenai kalibrasi alat
tersebut dalam aplikasiannya.
Kalibrasi adalah proses pengecekan dan pengaturan akurasi dari alat
ukur dengan cara membandingkannya dengan standar atau tolak ukur.
Kalibrasi diperlukan untuk memastikan bahwa hasil pengukuran yang
dilakukan akurat dan konsisten dengan instrumen lainnya. Kalibrasi dalam
bidang pertanian bertujuan untuk mengukur berapa banyak larutan semprot
yang dikeluarkan oleh alat semprot (sprayer), sehingga dapat mengetahui
berapa banyak larutan semprot yang disemprotkan pada setiap satuan lahan.
2. Tujuan Praktikum
Acara kalibrasi alat hand sprayer dan knapsack sprayer bertujuan
untuk mengetahui akurasi takaran dalam penggunan sprayer.
67
68
B. Metodologi Praktikum
69
70
Analisis Data
a. Hasil Kalibrasi Alat Hand Sprayer dalam lahan seluas 210 x 80 cm = 16800 cm2
= 1,68 m2
1) Volume Terpakai = Vol awal - Vol akhir
a) Ul 1: 1 L - 0.9 L = 0.1 L
b) Ul 2: 1 L - 0.88 L = 0.12 L
c) Ul 3: 1 L - 0.89 L = 0.11 L
Jumlah volume terpakai = Ul 1 + Ul 2 + Ul 3
= 0,1 L + 0,12 L + 0,11 L
= 0.33 L
∑ Vol. Terpakai
Rata-rata volume terpakai = 3
0,33
= 3
= 0.11 L
1 ha
2) Vol per Hektar = x Vterpakai
Luas lahan
10.000
a) Vol per Hektar 1 = 𝑥 0,1 = 595.24 L/ha
1,68
10.000
b) Vol per Hektar 2 = 𝑥 0,12 = 714.29 L/ha
1,68
10.000
c) Vol per Hektar 3 = 𝑥 0,11 = 654.76 L/ha
1,68
Jumlah volume per hektar = Vol per hektar 1 + Vol per hektar 2 + Vol
per hektar 3
= 595,24 + 714,29 + 654,76
= 1.964,29 L/ha
∑ Vol. per hektar
Rata-rata = 3
= 645,76 L/ha
b. Hasil Kalibrasi Alat Knapshack Sprayer dalam lahan seluas 16 m2
1) Volume Terpakai = Vol awal - Vol akhir
a) Ul 1: 8L - 7.66L = 0.34L
b) Ul 2: 8L - 7.20L = 0.8L
c) Ul 3: 8L - 7.00L = 1 L
71
= 0.71 L
1 ha
2) Vol per Hektar = x Vterpakai
Luas lahan
10.000
a) Vol per Hektar 1 = 𝑥 0,34 = 212,5 L/ha
16
10.000
b) Vol per Hektar 2 = 𝑥 0,8 = 500 L/ha
16
10.000
c) Vol per Hektar 3 = 𝑥 1 = 625 L/ha
16
Jumlah volume per hektar = Vol per hektar 1 + Vol per hektar 2 + Vol
per hektar 3
= 212,5 + 500 + 625
= 1.337,5 L/ha
∑ Vol. per hektar
Rata-rata = 3
= 445,83 L/ha
2. Pembahasan
Kalibrasi merupakan upaya pengujian suatu produk sehingga diperoleh
standarisasi produk tersebut. Menurut Puslitkoka (2011), kalibrasi adalah
menentukan volume semprot per satuan luas atau per pohon berdasarkan
keluaran nozel, kecepatan jalan, lebar gawang dan volume semprot. Pahan
(2012) menambahkan bahwa untuk memperoleh hasil penyemprotan yang
efektif dan efisien, sebelum dilakukan penyemprotan herbisida di lapangan
perlu dilakukan kalibrasi alat. Tujuannya agar diperoleh dosis dan konsentrasi
yang tepat sesuai dengan rekomendasi. Alasan dilakukannya kalibrasi pada alat
ini yaitu kecepatan jalan penyemprot sangat dipengaruhi oleh kondisi areal
yang akan disemprot. Alat (terutama nozel) akan mengalami keausan setelah
pemakaian beberapa kali sehingga volume semprot berubah.
Penyemprotan dapat dilakukan dengan berbagai alat. Alat semprot jenis
knapsack sprayer, menurut Fauzi et al (2012), memiliki berbagai jenis nozel
72
yang dapat menghasilkan butiran semprot yang lebih besar. Fungsi utama
sprayer adalah untuk memecahkan cairan yang disemprotkan menjadi tetesan
kecil (droplet) dan mendistribusikan secara merata pada objek yang dilindungi.
Menurut Sulistiadji (2011), semakin kecil ukuran droplet, semakin seragam
kandungan racun kimiannya sehingga menjdi semakin efektif, akan tetapi
belum tentu efisien, karena pengaruh faktor kecepatan angin disaat
penyemprotan berlangsung.
Sprayer sebagai alat penyemprtotan memiliki berbagai macam bagian
guna menunjang alat tersebut. Menurut Hermawan (2012) menyatakan bahwa
bagian-bagian utama sprayer secara umum adalah nozel, pompa, pipa penyalur,
saringan, tangki cairan dan sebagian dilengkapi dengan alat pengukur tekanan
serta klep pengatur semprotan. Dari bagian-bagian di atas, nozel meruapakan
bagian yang terpenting. Nozel merupakan bagian sprayer yang paling esensial
dan yang akan menetukan mutu semprotan. Nozel-nozel produksi mutakhir
saat ini sudah “adjustable” dibanding dengan nozel model lama, artinya nozel
model terbaru dapat diatur sudut serta ukuran droplet semprotannya. Volume
pemakaian merupakan jumlah bahan yang disemprotkan per satuan luas, hal
ini harus dibedakan dengan pengertian dosis yang tertera didalam label
kemasan racun kimia.
Knapsack Sprayer sebagai alat penyemprtotan memiliki berbagai macam
bagian guna menunjang alat tersebut Menurut Assidiq (2014) bagian-bagian
dan fungsi masing-masing komponen knapsack sprayer antara lain, tangki
(tank) merupakan tempat herbisida atau larutan lainnya diisikan terbuat dari
bahan plat tahan karat untuk menampung cairan. Pengaduk (agitator) untuk
mengaduk larutan herbisida di dalam tangki agar suspensi atau campuran
larutan herbisida dapat tersebar merata dan tidak mengendap sehingga tidak
menyumbat nozel. Unit pompa (pump) yang terdiri dari silinder pompa, dan
piston dari kulit untuk memberikan tekanan kepada larutan herbisida sehingga
larutan dapat dikeluarkan dari tangki dan mengalir melalui selang dan keluar
pada nozel. Pengatur tekanan (pressure gauge) untuk mengatur tekanan
terhadap besar kecilnya volume cairan yang dikeluarkan sesuai dengan
73
cara aplikasi yang tidak benar, maka akan terjadi dua hal yang tidak diinginkan
yaitu gulma tidak akan mampu dikendalikan di areal yang teraplikasi herbisida
dengan dosis yang lebih sedikit dari dosis rekomendasi dan gulma dan tanaman
budidaya akan mati di areal yang teraplikasi herbisida dengan dosis lebih tinggi
dari dosis rekomendasi.
Manfaat kalibrasi yaitu menentukan takaran aplikasi dengan tepat,
mencegah pemborosan dan mengadakan penyeragaman perhitungan aplikasi.
Dalam kebanyakan kasus, kalibrasi adalah menentukan volume semprot.
Kalibrasi tersebut berlaku untuk ukuran nozel, tekanan, dan kecepatan jalan
tertentu. Bila ketiga faktor tersebut berubah, maka tangki semprot (sprayer)
harus dikalibrasi ulang. Kalibrasi knapsack sprayer dan hand sprayer
bermanfaat untuk menghitung kebutuhan air alat semprot secara tepat sehingga
mengurangi penumpukan bahan kimia pada herbisida. Kalibrasi merupakan
kunci untuk menyeragamkan setiap perlakuan herbisida. Jika dosis
rekomendasi tidak diaplikasikan secara merata, karena cara aplikasi yang tidak
benar, maka akan terjadi dua hal yang tidak diinginkan yaitu gulma tidak akan
mampu dikendalikan di areal yang teraplikasi herbisida dengan dosis yang
lebih sedikit dari dosis rekomendasi dan gulma dan tanaman budidaya akan
mati di areal yang teraplikasi herbisida dengan dosis lebih tinggi dari dosis
rekomendasi. Praktikum kalibrasi hand sprayer dan knapsack sprayer
didemonstrasikan pada papan plastik bergelombang 80 cm x 200 cm dengan
posisi miring 30% dan pada areal lahan yang telah diberi tali rafia 10 m x 10 m
dan dibagi menjadi tiga. Variabel yang diamati yaitu volume awal, volume
akhir volume terpakai, dan volume per hektar. Berdasarkan hasil pengamatan
menunjukkan bahwa pada alat hand sprayer ulangan pertama volume awalnya
yaitu 1 liter air, kemudian setelah disemprotkan ke lahan seluas 1,6 m² maka
volume akhirnya menjadi 0,9 liter, sehingga volume yang terpakai yaitu 0,1
liter, dan volume per hektar yaitu 595,24 liter/ha. Alat hand sprayer ulangan
kedua volume awalnya yaitu 1 liter air, kemudian setelah disemprotkan ke
lahan seluas 1,6 m² maka volume akhirnya menjadi 0,88 liter, sehingga volume
yang terpakai yaitu 0,12 liter, dan volume per hektar yaitu 714,29 liter/ha. Alat
75
hand sprayer ulangan ketiga volume awalnya yaitu 1 liter air, kemudian setelah
disemprotkan ke lahan seluas 1,6 m² maka volume akhirnya menjadi 0,89 liter,
sehingga volume yang terpakai yaitu 0,11 liter, dan volume per hektar yaitu
654,76 liter/ha. Alat hand sprayer ulangan ketiga volume awalnya yaitu 1 liter
air, kemudian setelah disemprotkan ke lahan seluas 1,6 m² maka volume
akhirnya menjadi 0,89 liter, sehingga volume yang terpakai yaitu 0,11 liter, dan
volume per hektar yaitu 654,76 liter/ha. Rata-rata volume per hektar yang
diperoleh sebesar 455,83 L/ha. Pada alat knapsack sprayer ulangan pertama
volume awalnya yaitu 8 liter air, kemudian setelah disemprotkan ke lahan
seluas 16 m² maka volume akhirnya menjadi 7,66 liter, sehingga volume yang
terpakai yaitu 0,34 liter, dan volume per hektar yaitu 212,5 liter/ha. Pada alat
knapsack sprayer ulangan kedua volume awalnya yaitu 8 liter air, kemudian
setelah disemprotkan ke lahan seluas 16 m² maka volume akhirnya menjadi
7,20 liter, sehingga volume yang terpakai yaitu 0,80 liter, dan volume per
hektar yaitu 500 liter/ha. Alat knapsack sprayer ulangan ketiga volume
awalnya yaitu 8 liter air, kemudian setelah disemprotkan ke lahan seluas 16 m²
maka volume akhirnya menjadi 7 liter, sehingga volume yang terpakai yaitu 1
liter, dan volume per hektar yaitu 1337,5 liter/ha. Rata-rata yang diperoleh
sebesar 445,83 L.
76