Anda di halaman 1dari 11

HIDROLIKA

BAB II
AMBANG TAJAM

2.1 TujuanPercobaan
1. Menyatakan hubung antara tinggi muka air di depan ambang (h) dengan debit
aliran (Q).
2. Menghitung koefisisen debit ( Cd )
3. Mengamati pola aliran yang terjadi.

2.2 Alat - AlatPercobaan Dan GambarAlat Percobaan


2.2.1 Alat – AlatPercobaan
1) Flume 4) Flow Meter.
2) Pelimpahambangtajam 5) Mistar
3) Point Gauge 6) Plastisin

2.2.2 Gambar Alat Percobaan

11.5 cm 11.5 cm

10 cm 7.5 cm

Tampak Samping Tampak Depan


Skala 1 : 3 Skala 1 : 3

Skala1 : 3
Tampak Atas
8.75 cm Skala 1 : 3

Gambar 2.1 Sketsa Alat Percobaan Ambang tajam (Anonim, 2009)

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037


HIDROLIKA

Gambar 2.2 Flume (Lab Hidrolika Untad, 2017)

Gambar 2.3 Pelimpah ambang tajam (Lab Hidrolika Untad, 2017)

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037


HIDROLIKA

Gambar 2.4 Point Gauge (Lab Hidrolika Untad, 2017)

Gambar 2.5 Flow meter (Lab Hidrolika Untad, 2017)

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037


HIDROLIKA

Gambar 2.6 Bangku kerja hidrolik (Lab Hidrolika Untad, 2017)

Gambar 2.7 Mistar (Anonim, 2012)

Gambar 2.8 Plastisin (Anonim , 2014)

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037


HIDROLIKA

2.3 TeoriDasar

Pada pelimpah ambang tajam segi empat berlaku persamaan


3
Q  Cd 2 2 g bh1 2
3 (2.1)
Sehingga
Q
Cd  3
2 2 g bh1 2
3 (2.2)

h1

Q y0 P1

Gambar 2.9 Pola aliran ambang tajam (Anonim, 2013)

Keterangan :
Q = Debit aliran (m3/det)
Cd = Koefisien debit (tanpa dimensi)
b = Lebar ambang (m)
g = Kontante gravitasi (9.81m/det2)
P1 = Tinggi ambang diatas dasar saluran (m)
h1 = Tinggi muka air hulu diatas ambang = y0 - P1 (m)

Pada kondisi dimana lebar ambang sama dengan lebar saluran (flume) maka koefisien debit
Cd dapat ditentukan dengan persamaan Rehbock :

h1
Cd  0.602  0.083 (2.3)
P1

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037


HIDROLIKA

2.4 Prosedur Percobaan Dan Prosedur Perhitungan

2.4.1 Prosedur Percobaan

1. Mengukur lebar (b) dan tinggi(P1) dari pelimpah ambang tajam.


2. Mengalirkan air lewat diatas pelimpah ambang tajam dan ukur debit (Q) dengan
membaca pengukur debit.
3. Mengukur tinggi muka air y0 lalu hitung tinggi muka air diatas ambang h1 = y0 –
P1
4. Mengamati dan sketsa pola aliran diatas ambang.
5. Melakukan prosedur diatas setiap perubahan debit 0.010 m minimal 5x.

2.4.2 Prosedur Perhitungan

1. Menghitung tinggi muka air y0 dan tinggi ambang P melalui percobaan


2. Mengukur nilai b ( lebar flume )
3. Menghitung nilai koefisien debit (Cd)
4. Menghitung nilai koefisien debit yang ditaksir berdasarkan persamaan Rehbock.

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037


HIDROLIKA

2.6.2 AnalisaGrafik

1. Kondisi Tertekan
A. Grafik hubungan antara Cd versus h1 :
1. Grafik hubungan antara Cd versus h1 diperoleh dengan cara menghubungkan
titik 1, 2 dan 4 serta meregresi titik titik 3 dan mengabaikan titik 5.
2. Grafik hubungan antara Cd versus h1 membentuk kurva terbuka ke atas.
3. Grafik hubungan antara Cd versus h1 adalah berbanding lurus, artinya semakin
besar nilai Cd maka semakin besar pula h1.

B. Grafik hubungan antara log Q versus log h1 :


1. Grafik hubungan antara log Q versus log h1diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 1, 4 dan 5 serta meregresi titik 2 dan 3.
2. Grafik hubungan antara log Q versus log h1 membentuk kurva terbuka ke
bawah.
3. Grafik hubungan antara log Q versus log h1 adalah berbanding lurus, artinya
semakin besar nilai log Q maka semakin besar pula log h1.

C. Grafik hubungan antara Q versus log h1 :


1. Grafik hubungan antara Q versus log h1diperoleh dengan cara menghubungkan
titik 1, 4, dan 5 serta meregresi titik 2 dan 3.
2. Grafik hubungan antara Q versus log h1 membentuk kurva terbuka keatas.
3. Grafik hubungan antara Q versus log h1 adalah berbanding lurus, artinya
semakin besar nilai Q maka semakin besar pula log h1.

D. Grafik hubungan antara Cd rehbock versus h1 :


1. Grafik hubungan antara Cd rehbock versus h1 diperoleh dengan cara
menghubungkan semua titik 1,2,4,5 dan meregresi titik 3.
2. Grafik hubungan antara Cd rehbock versus h1 membentuk kurva linear.
3. Grafik hubungan antara Cd rehbock versus h1 adalah berbanding lurus, artinya
semakin besar nilai Cd rehbock maka semakinbesar pula h1.

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037


HIDROLIKA

2. Kondisi Bebas

A. Grafik hubungan antara Cd versus h1 :


1. Grafik hubungan antara Cd versus h1 diperoleh dengan cara menghubungkan
titik 1, 2 dan 3 serta mengabaikan titik 4 dan 5.
2. Grafik hubungan antara Cd versus h1 membentuk kurva terbuka ke atas.
3. Grafik hubungan antara Cd versus h1 adalah berbanding lurus, artinya semakin
besar nilai Cd maka semakin besar pula h1.

B. Grafik hubungan antara Q versus h1 :


1. Grafik hubungan antara Q versus h1 diperoleh dengan cara menghubungkan
titik 1, 3, 4 dan 5 serta meregresititik 2.
2. Grafik hubungan antara Q versus h1 membentuk kurva tertutup ke bawah.
3. Grafik hubungan antara Q versus h1 adalah berbanding lurus, artinya semakin
besar nilai Q maka semakin besar pula h1.

C. Grafik hubungan antara log Q versus log h1 :


1. Grafik hubungan antara log Q versus log h1 diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 1, 3, dan 5 serta meregresi titik 2 dan 4.
2. Grafik hubungan antara log Q versus log h1 membentuk kurva terbuka ke atas.
3. Grafik hubungan antara log Q versus log h1 adalah berbanding lurus, artinya
semakin besar nilai log Q maka semakin besar pula log h1.

D. Grafik hubungan antara Cd rehbock versus h1 :


1. Grafik hubungan antara Cd rehbock versus h1 diperoleh dengan cara
menghubungkan titik 1, 2, dan 5 dan meregresi titik 3 dan 4
2. Grafik hubungan antara Cd rehbock versus h1membentuk kurva linear.
3. Grafik hubungan antara Cd rehbock versus h1 adalah berbanding lurus, artinya
semakin besar nilai Cd rehbock maka semakin besar pula h1.

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037


HIDROLIKA

2.7 Kesimpulan dan Saran


2.7.1 Kesimpulan

a. Hubungan antara tinggi muka air di depan ambang (h1) dengan koefisien
debit (Cd) adalah berbanding lurus baik pada kondisi tertekan maupun
pada kondisi bebas.
b. Koefisien debit (Cd) yang diperoleh pada dua kondisi tersebut adalah
berkisar antara 0,3 sampai 0,4. Hal ini tidak sesuai dengan nilai yang telah
ditentukan yaitu berkisar antara 0,5 – 1,0.
c. Pola aliran yang terjadi pada bagian hulu kedua kondisi adalah aliran
subkritis, sedangkan pada bagian hilir adalah aliran superkritis.

2.7.2 Saran
a. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya praktikan harus mengetahui
alat- alat percobaaan serta mampu mengoperasikan alat tersebut.
Sehingga pada saat praktek di laboratorium, praktikan dapat
mengoperasikan alat-alat yang digunakan sehingga mendapatkan data
yang akurat.
b. Point gauge harus dikalibrasi terlebih dahulu.
c. Penggunaan dan pembacaan pada point gauge sebaiknya dilakukan
dengan teliti untuk memperoleh data yang akurat.
d. Penyetelan debit seharusnya atau sebaiknya dilakukan dengan seimbang
untuk meperoleh data yang akurat.
e. Dalam melakukan praktikum di dalam laboratorim, praktikan harus
bersungguh-sungguh dalam melakukan percobaan karena selain
mendapatkan data yang akurat kita juga bisa mendapatkan pelajaran
bagaimana cara menggunakan alat percobaan yang benar.

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037


HIDROLIKA

NO. KONDISI POLA ALIRAN KONDISI TERTEKAN KETERANGAN

1 Q = 0,0005 m/dtk

Y0 = 0,1367 m

h1 = 0,0367 m

P = 0,100 m

2 Q = 0,0006 m/dtk

Y0 = 0,1407 m

h1 = 0,0407 m

P = 0,100 m

3 Q = 0,0007 m/dtk

Y0 = 0,1421 m

h1 = 0,0421 m

P = 0,100 m

4 Q = 0,0008 m/dtk

Y0 = 0,1450 m

h1 = 0,0450 m

P = 0,100 m

5 Q = 0,0009 m/dtk

Y0 = 0,1493 m

h1 = 0,0493 m

P = 0,100 m

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037


HIDROLIKA

NO. KONDISI POLA ALIRAN KONDISI BEBAS KETERANGAN

1 Q = 0,0005 m/dtk

Y0 = 0,1428 m

h1 = 0,0428 m

P = 0,100 m

2 Q = 0,0006 m/dtk

Y0 = 0,1447 m

h1 = 0,0447 m

P = 0,100 m

3 Q = 0,0007 m/dtk

Y0 = 0,1458 m

h1 = 0,0458 m

P = 0,100 m

4 Q = 0,0008 m/dtk

Y0 = 0,1480 m

h1 = 0,0480 m

P = 0,100 m

5 Q = 0,0009 m/dtk

Y0 = 0,1510 m

h1 = 0,0510 m

P = 0,100 m

FACHRUL HANAFI / F 111 16 037

Anda mungkin juga menyukai