Anda di halaman 1dari 6

Makalah KEPEMIMPINAN TRANSAKSIONAL DAN

TRANSFORMASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kepemimpinan di Indonesia di tengah situasi yang masih serba terbelakang dan miskin
prestasi,membuat Indonesia harus mampu untuk mencari sosok pemimpin yang ideal, karena
sulitnya Indonesia mencari pemimpin yang ideal, sehingga Indonesia dikategorikan negara
dengan krisis kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses di mana para pemimpin dan
pengikut saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para
pemimpin transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan menyerukan
cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-niali moral seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan,
bukan didasarkan atas emosi seperti keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan
transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran (perubahan),
seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab yang justru nilai seperti ini hal yang sangat sulit
ditemui di Indonesia.
Pemimpin-pemimpin di Indonesia sekarang lebih banyak sebagai pemimpin transaksional
saja, dimana jenis kepemimpinan ini memotivasi para pengikut dengan mengarahkannya pada
kepentingan diri pemimpin sendiri, misalnya para pemimpin politik melakukan upaya-upaya
untuk memperoleh suara. Jenis pemimpin transaksional ini sangat banyak di Indonesia, hal ini
bisa kita perhatikan pada saat menjelang PEMILU dimana rakyat dicekoki dengan berbagai janji
setinggi langit agar pemimpin tersebut dipilih oleh rakyat, bahkan ada yang disertai dengan
imabalan tertentu (money politic). Namun sungguh disayangkan ketika pemimpin tersebut
terpilih ternyata sangat banyak janji ketika pemilu tidak bisa direalisasikan.
Untuk itu pada makalah kami akan dibahas perbedaan antara kepemimpinan
transaksional dan transformasional. Sehingga kita bisa mengetahui gaya kepemimpinan yang
khas dari mereka. Dan diharapkan kita akan mampu untuk mengetahui gaya kepemimpinn
apakah yang sekarang dibutuhkan di Indonesia agar Indonesia berani tampil dan bersaing dengan
negara lain, sehingga keberadaannya akan diakui dan dihormati.

1.2 Rumusan Masalah


Beberapa rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut.
1. Apakah pengertian kepemimpinan transaksional dan transformasional?
2. Bagaimanakah hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional
dengan kepuasan kerja karyawan?

1.3 Tujuan
Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian kepemimpinan transaksional dan transformasional
2. Mengetahui hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional
dengan kepuasan kerja karyawan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional


2.1.1. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan
merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya. Pemimpin dan para
pengikutnya merupakan pihak-pihak yang independen yang masing-masing mempunyai tujuan,
kebutuhan dan kepentingan sendiri. Sering tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut saling
bertentangan sehingga mengarah ke situasi konflik. Misalnya, di perusahaan sering tujuan
pemimpin perusahaan dan tujuan karyawan bertentangan sehingga terjadi peerselisihan
industrial.
Dalam teori kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan para pengikutnya
merupakan hubungan transaksi yang sering didahului dengan negosiasi tawar menawar. Jika para
pengikut memberikan sesuatu atau melakukan sesuatu untuk pemimpinnya, pemimpin juga akan
memberikan sesuatu kepada para pengikutnya. Jadi seperti ikan lumba-lumba di Ancol yang
akan meloncat jika pelatihnya memberikan ikan. Jika pelatihnya tidak memberikan ikan, lumba-
lumba tidak akan meloncat.
Prinsip dasar teori kepemimpinan transaksional adalah:
(1) Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.
(2) Pertukaran tersebut meliputi pemimpin dan pengikut serta situasi ketika terjadi pertukaran
(3) Kepercayaan dan persepsi keadilan sangat esensial bagi hubungan pemimpin dan
para pengikutnya.
(4) Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang disediakan oleh pemimpin.
(5) Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk mempertahankan suatu hubungan sosial.

2.1.2. Kepemimpinan Transformasional


Kepemimpinan jenis ini didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu
proses pertukaran (exchange process) di mana para pengikut mendapat imbalan yang segera dan
nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin. Sementara itu
kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan
kepemimpinan yang memelihara status quo. Kepemimpinan transformasional inilah yang
sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh
bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak
pernah diraih sebelumnya.
Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan
transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk
mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi
proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada
pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung
dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan
sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang
sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988.
Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat
dialami oleh seorang hanya apabila dijalani proses belajar dan berpengalaman, dan diharapkan
orang yang bersangkutan memiliki sikap kerja yang bertambah maju kearah positif, memiliki
kecakapan (pengetahuan) kerja yang bertambah baik serta memiliki ketrampilan kerja yang
bertambah dalam kualitas dan kuantitas (Rakhmat, 1996). Lama menjabat pada Jabatan sekarang
Seperti halnya dengan lama bekerja di organisasi, lama menjabat pada jabatan sekarang juga
berkaitan dengan penyesuaian jabatan. Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare, penyesuaian di
sini berkaitan dengan penyesuaian-penyesuaian diri sendiri terhadap pekerjaan atau jabatan itu
sendiri, terhadap jam kerja, terhadap personal yang lain terutama terhadap bawahannya
(Rakhmat, 1996).
Secara garis besar ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin, sedangkan seluruh
dimensi kepemimpinan transformasional ''karismatik'', ''motivasi inspirasional'', ''stimulasi
intelektual'', dan ''konsiderasi individual'' berhubungan paling erat dan searah dengan
karakteristik personal tingkat pendidikan pemimpin. Walaupun tidak ada hubungan yang berarti
antara dimensi kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal pemimpin pada
organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, organisasi tetap harus memperhatikan
hubungan dari kedua variabel ini karena karakteristik personal tidak hanya terbatas pada
pengalaman (experience), tetapi juga meliputi derajat kemampuan pemimpin menghadapi
kegagalan dan memiliki kekuatan pribadi (emotional coping), derajat kemampuan pemimpin
mendukung perilaku yang efektif dan memelihara rasa optimis (behavioral coping), kemampuan
pemimpin untuk menyalurkan dan mengevaluasi ide kritis (abstrak orientation), derajat
kesediaan pemimpin untuk menerima tantangan (risk taking), kesediaan pemimpin untuk mecoba
hal baru dan menantang status quo (inovation), derajat kemampuan pemimpin menggunakan
humor untuk menyenangkan bawahannya (use of humor) (Dubinsky, Yammarino, Jolson, 1995).

2.2 Hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional


dengan kepuasan kerja karyawan
Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif
berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional
(Bass, 1990). Gagasan awal mengenai gayakepemimpinan transformasional dan transaksional ini
dikembangkan oleh James MacFregor Gurns yang menerapkannya dalam konteks politik.
Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam konteks organisasional
oleh Bernard Bass (Berry dan Houston, 1993).
Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) mengemukakan bahwa gayakepemimpinan
transformasional dan transaksional dapat dipilah secara tegas dan keduanya
merupakan gaya kepemimpinan yang saling bertentangan. Kepemimpinan transformasional dan
transaksional sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi.
Selanjutnya Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997; Keller, 1992) mengembangkan
konsep kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan berlandaskan pada pendapat
Maslow mengenai hirarki kebutuhan manusia. Menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997)
keterkaitan tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih
rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui
praktikgaya kepemimpinan transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa
kebutuhan yang lebih tinggi, seperti harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui
praktik gaya kepemimpinan transformasional.
Sejauh mana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, Bass (1990) dan Koh,
dkk. (1995) mengemukakan bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh
pemimpin tersebut berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990) mengemukakan ada tiga
cara seorang pemimpin transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:
1) mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;
2) mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan
3) meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan
aktualisasi diri.
Hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional Berkaitan dengan
kepemimpinan transformasional, Bass (dalam Howell dan Hall-Merenda, 1999) mengemukakan
adanya empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu:
1) karisma,
2) inspirasional,
3) stimulasi intelektual, dan
4) perhatian individual.
Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin
transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni:.
1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa
yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan;
2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan
imbalan; dan
3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut
sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.
Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik
kepemimpinan transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen
eksepsi.
Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap perilaku
karyawan, Podsakoff dkk. (1996) mengemukakan bahwa gayakepemimpinan transformasional
merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana
terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja dan mampu
mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi.
Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional
adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada
transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan
pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran,
standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.
Judge dan Locke (1993) menegaskan bahwa gaya kepemimpinan merupakan salah satu
faktor penentu kepuasan kerja. Jenkins (dalam Manajemen, 1990), mengungkapkan bahwa
keluarnya karyawan lebih banyak disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kondisi kerja karena
karyawan merasa pimpinan tidak memberi kepercayaan kepada karyawan, tidak ada keterlibatan
karyawan dalam pembuatan keputusan, pemimpin berlaku tidak objektif dan tidak jujur pada
karyawan. Pendapat ini didukung oleh Nanus (1992) yang mengemukakan bahwa alasan utama
karyawan meninggalkan organisasi disebabkan karena pemimpin gagal memahami karyawan
dan pemimpin tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan karyawan. Dalam kaitannya dengan
koperasi, Kemalawarta (2000) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kendala yang
menghambat perkembangan koperasi di Indonesia adalah keterbatasan tenaga kerja yang
terampil dan tingginya turnover.
Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi
karyawan dalam sebuah organisasi, sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Dalam memberikan penilaian terhadap gayakepemimpinan yang diterapkan
pemimpin, karyawan melakukan proses kognitif untuk menerima, mengorganisasikan, dan
memberi penafsiran terhadap pemimpin (Solso, 1998).
Berbagai penelitian yang dilakukan berkaitan dengan kepuasan kerja terutama dalam
hubungannya dengan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional. Penelitian yang
dilakukan oleh Koh dkk. (1995) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan kepuasan kerja. Penelitian yang
dilakukan oleh Popper dan Zakkai (1994) menunjukkan bahwa pengaruh kepemimpinan
transformasional terhadap organisasi sangat besar.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal berikut.
1. Kepemimpinan Transaksional mendasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan
kontrak sosial antara pemimpin dan para pengikutnya
2. Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan
kepemimpinan yang memelihara status quo
3. Mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dapat dipilah
secara tegas dan keduanya merupakan gaya kepemimpinan yang saling bertentangan.
Kepemimpinan transformasional dan transaksional sangat penting dan dibutuhkan setiap
organisasi.

3.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut.
1. Hendaknya seorang pemimpin di suatu perusahaan memiliki kepemimpinan yang transaksional
maupun transformasional yang baik sehingga perusahaan dapat berkembang lebih baik.
2. Kepemimpinan transformasional sangat dibutuhkan di Indonesia, sehingga hendaknya
masyarakat memilih sosok pemimpin yang memiliki cara kepemimpinan transformasional.

Anda mungkin juga menyukai