1. Konsep Dasar Teori Kepemimpinan transaksional (Transactional Leadershin Theory) didasarkan pada asumsi bahwa kepemimpinan merupakan kontrak sosial antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin dan pengikut merupakan pihak-pihak yang independen dengan tujuan, kebutuhan dan kepentingan sendiri-sendiri. Sering tujuan, kebutuhan dan kepentingan tersebut bertentangan bertentangan sehingga sering mengaranh ke situasi konflik antara pemimpin dengan pengikutnya. Misalnya, di sebagian perusahaan kepentingan antara manajemen perusahaan dengan kepentingan para buruhnya. Perbedaan inisering menimbulkan pemogokan. Hubungan antara pemimpin dan pengikut dalam leori Kepemimpinan Transaksional merupakan hubungan kontrak transaksi, yaitu menukarkan sesuatu yang dibutuhkan pemimpin dengan sesuatu yang dibutuhkan pengikut. Transaksi sering dimulai dengan negosiasi tawar- menawar. Tawaran dapat terjadi secara bersahabat dapat juga dalanm situasi ketegangan yang menimbulkan konflik. Pada akhir negosiasi terjadi kesepakatan antara pemimpin dengan pengikut: pemimpin berjanji memberikan sesuatu kepada pengikut, jika pengikut memberikan apa yang dibutuhkan pemimpin. James MacGregor Burns (1979) melukiskan kontrak kepemimpinan transaksional sebagai berikut: "Such leadership [transactional leadership] occur when one person take the initiative in making contact with others for the purpose of exchange of valued things. The exchange could be economic or political or psychotogicai in nature: a swap of goods or one good for money, a trading of votes berween legislator, hospitality to other person in exchange for willingness to listen to one's trouble. Each party to the bargain is conscious of the power resources and attitudes ot the other. Each person recognizes the other as a person." James MacGregor Burns merupakan seorang ilmuwan politik, oleh karena itu konsep kepemimpinannya merupakan konsep kepemimpinan transaksional dalam bidang politik. Ia menyatakan kepemimpinan transaksional terjadi jika seseorang mengambil inisiatif untuk mempertukarkan nilai barang-barang. Pertukaran dapat berpendapat berupa sesuatu yang bersifat ekonomi atau politik atau psikologikal: suatu barter barang-barang atau satu barang dengan uang, suatu pertukaran suara antara para legislator, keramahtamahan kepada orang lain untuk dipertukarkan dengan kemauan untuk mendengarkan masalah seseorang. Masing-masing pihak menyadari mencapai persetujuan atas sumber kekuasaan dan sikap pihak lainnya. Masing- masing pihak mengakui pihak lainnya sebagai seseorang. Edwin P. Hollander (1984) dalam bukunya berjudul Leadership dynamics: Practical guide to effective relationship membahas Teori Kepemimpinan Transaksional yang intinya adalah sebagai berikut: a. Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan pengikut. Jika kepemim-pinan efektif ia memberikan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. Pendekatan transaksional meliputi mempertukarkan benefit: pemimpin menyediakan benefit dan mengarahkan aktivitas para pengikutnya dengan hasil yang diharapkannya. Sebagai gantinya para pengikut menyediakan pemimpinnya status dan privilege dan otoritas sehingga pemimpin mempunyai pengaruh dan martabat. Akan tetapi, pengaruh merupakan pertukaran dua arah. Sebagai hasil pertukaran, para pengikut juga mempunyai hak terhadap pemimpinnya dan meminta pemimpin sesuatu. Jika pemimpin tidak melakukan sesuatu yang memuaskan, pengikut juga mungkin tidak merespons kepada kehendak pemimpinnya.
Gambar 24. Kepemimpinan Transaksional Menurut Hollander
Sumber: Wirawan (2006) b. Pertukaran sosial dalam kepemimpinan transaksional meliputi pemimpin para pengikut dan situasi mereka. Hollander melukiskan pertukaran tersebut seperti Gambar 24. Dalam berinteraksi dengan para pengikutnya, pemimpin mempunyai legitimasi untuk memimpin, kompetensi, motivasi, kepribadian, definisi situasi kepemimpinan. Sebaliknya pengikut mempunyai harapan, kepribadian dan motivasi untuk berinteraksi. Pemimpin berinteraksi dengan pengikut dalam situasi kepemimpinan: tugas, sumber-sumber, struktur sosial, aturan, keadaan altar fisik, sejarah dan sebagainya. Situasi lingkungan memfasilitasi terjadinya interaksi. Daerah di mana ketiganya overlap melukiskan lokus kepemimpinan yaitu di mana pemimpin dan pengikut terkait bersama dalam suatu hubungan kepemimpinan dalam situasi tertentu. c. Kepercayaan dan persepsi mengenai keadilan sangat esensial bagi hubungan pemimpin dan pengikut. Transaksi memerlukan sejumlah kepercayaan antar pemimpin dan pengikut. Pemimpin harusmemercayai pengikut demikian juga sebaliknya. Dengan adanya kepercayaan,pemimpin dan pengikut lebih mau mengambil risiko dan menoleransi biaya interaksi hubungan antara keduanya. Tanpa kepercayaan, pemimpin harus menggunakan otoritas, demikian juga tanpa kepercayaan pengikut akan meminta haknya dengan konfrontasi yang akan menimbulkan konflik dan transaksi tidak berjalan. d. Pengurangan ketidakpastian merupakan benefit penting yang disediakan oleh pemimpin. Ketidakpastian tidak menyenangkan yang menyebabkan tidak memobilisasi dan menimbulkan kecemasan orang. Tugas pemimpin adalah mengurangi ketidakpastian dan membantu para pengikutnya dalam menghadapi ketidakpastian. Tugas ini makin tinggi jika lingkungan tidak stabil dan terjadi perbedaan keinginan antara pemimpin dan pengikut. e. Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk mempertahankan suatu hubungan sosial. Hubungan kepemimpinan terus-menerus memerlukan hubungan yang seimbang dan terus - menerus. Jika pemimpin tidak memberikan yang diperlukan dan diinginkan pengikut atau sebaliknya, hubungan akan terhenti. Jadi, akamodasi timbal balik kedua belah pihak sangat menentukan. Benard M. Bass (1985) mengembangkan Model Kepemimpinan Transaksional dan pengaruhnya terhadap upaya para pengikut. Pada prinsipnya model menunjukkan upaya pengikut akan menghasilkan keluaran yang diharapkannya. Pemimpin transaksional melayani untuk mengakui dan menjelaskan persyaratan peran dan tugas bawahan untuk mencapai keluaran yang diharapkan. Pengakuan ini memberikan kepercayaan diri pengikut yang mencukupi untuk melakukan upaya yang diperlukan. Pemimpin transaksional juga mengakui apa yang dibutuhkan dan diingini pengikut dan menjelaskan bagaimana kebutuhan dan keinginan tersebut akan dipuaskan jika upaya yang mencukupi yang diperlukan dilakukan oleh pengikut. model tersebut berupaya melukiskan variabel-variabel paling penting yang memengaruhi dependen variabel keluaran dari upaya yang diharapkan dan kinerja. Pemimpin mengakui peran dari pengikut yang harus dilakukan untuk mencapai keluaran yang diinginkan oleh pemimpin. Pemimpin mengklarifikasi peran ini. Klarifikasi ini menyediakan pengikut dengan kepercayaan yang diperlukan untuk melaksanakannya untuk memenuhi objektif organisasi. Secara paralel pemimpin mengakui apa kebutuhan pengikut dan menjelaskan kepada pengikut bagaimana kebutuhan tersebut akan dipenuhi dalam pertukaran dengan upaya pengikut untuk bekerja mencapai kinerja yang diharapkan oleh organisasi. 2. Kelemahan Teori Kepemimpinan Transaksional Gambar Model Kepemimpinan Transaksional dan Upaya Pengikut (Benard M. Bass, 1985) Kepemimpinan transaksional masih sangat penting di Indonesia terutama dalam dunia bisnis dan politik. Manajemen perusahaan Indonesia kebanyakan melaksanakan praktik kepemimpinan transaksional. Manajemen perusahaan dewasa ini melaksanakan kepemimpinan transaksional dengan para tenaga kerjanya dalam suatu perjanjian kesepakatan kerja bersama. Agar mempunyai kekuatan dalam menghadapi perusahaan, para pekerja membentuk serikat pekerja. Demikian juga para pengusaha membentuk asosiasi pengusaha. Jika situasi berubah, dan masing-masing pihakmerasa dirugikan, akan terjadi perselisihan hubungan industrial dalam bentuk pemogokan buruh atau pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha. Dalam bidang politik di mana pun di dunia, terjadi proses kepemimpinan transaksional. Para pemimpin partai politik berkampanye agar para pemilih memilih calon legislatif atau eksekutif dalam pemilihan umum. Mereka berjanji jika partainya menang ia akan melakukan apa yang diharapkan para pemilih misalnya penurunan pajak, peningkatan subsidi, program ekonomi yang pro rakyat, program peningkatan kesejahteraan sosial, dan sebagainya. Para pemilih tertarik dengan janji-janji tersebut dan memilih para kandidat partai tersebut. Ini merupakan kelemahan dari kepemimpinan transaksional. B. Teori Kepemimpinan Transformasional Istilah Kepemimpinan Transformasional (Transformational Leadership) merupakan hasil suatu perkembangan pemikiran beberapa teoretisi kepemimpinan. Diawali oleh pemikiran James MacGregor Burns tahun 1979 yang menggunakan istilah Transforming Leadership (Kepemimpinan Mentransformasi) kemudian dikembangkan oleh Benard M. Bass tahun 1985 dalam bukunya yang berjudul Leadership and Performance Beyond Expectations yang menggunakan istilah Transformational Leadership (Kepemimpinan Transformasional) yang menurut pengakuannya diinspirasi oleh pemikiran Burns. Semenjak Bass, istilah Transformational Leadership merupakan istilah baku dalam ilmu kepemimpinan. Mengenai pengertian, isi dan proses dari istilah Kepemimpinan Transformasional erjadi perbedaan antara para teoretisi kepemimpinan, walaupun mempunyai benang merah yang sama. Di bawah ini dibahas perkembangan pemikiran sejumlah pakar kepemimpinan mengenai Kepemimpinan Transformasional. 1. James McGregor Burns Istilah dan konsep Kepemimpinan Transformasional (Transformational Leadership) dimulai oleh James MacGregor Burns (1979) dalam bukunya yang mendapat hadiah Pulitzer Praise dan National Book Award yang berjudul Leadership. Dalam buku tersebut ia menggunakan istilah kepemimpinan mentrasformasi (transforming leadership). Bass memformulasikan pengertian konsep kepemimpinan transformasional berbeda dengan konsep kepemimpinan mentransformasinya Burns. Burns seorang ilmuwan politik sedangkan Bass seorang psikologi industri jadi pola pikirnya berbeda. Burns memformulasikan Kepemimpinan Mentransformasi sebagai berikut: Antara pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan bersama yang melukiskan nilai-nilai, motivasi, keinginan, kebutuhan, aspirasi dan harapan mereka. Pemimpin melihat tujuan tersebut dan bertindak atas namanya sendiri dan atas nama para pengikutnya. Burns mendefinisikan kepemimpinan sebagai pemimpin membujuk pengikut untuk bertindakuntuk mencapai tujuan tertentu yang melukiskan nilai-nilai dan motivasi- keinginan dan kebutuhan, aspirasi dan harapan pemimpin dan pengikut. Dan jenis kepemimpinan terletak pada cara di mana pemimpin melihat dan bertindak untuk nilai- nilai diri dan motivasi dirinya sendiri dan para pengikutnya. Walaupun pemimpin dan pengikut mempunyai tujuan bersama, akan tetapi tingkat level dan potensi mereka untuk mencapai tujuan tersebut berbeda. Menurut Burns esensi dari hubungan pemimpin dan pengikut adalah interaksi orang dengan level motivasi dan potensi kekuasaan, termasuk keterampilan, untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan mentransformasi berusaha mengembangkan sistem yang sedang berlangsung dengan mengemukakan visi yang mendorong berkembangnya masyarakat baru. Visi ini menghubungkan nilai-nilai pemimpin dan pengikut kemudian menyatukannya. Keduanya saling mengangkat ke level yang lebih tinggi menciptakan moral yang makin lama makin meninggi. Kepemimpinan mentransformasi merupakan kepemimpinan moral yang meningkatkan perilaku manusia. Kepemimpinan mentransformasi akhirnya mengajarkan para pengikut bagaimana menjadi pemimpin dengan melaksanakan peran aktif dalam perubahan. Ikut sertanya pengikut dalam perubahan secara aktif membuat pengikut menjadi pemimpin. Menurut Burns tingkat yang tertinggi dari Kepemimpinan Mentransformasi adalah terciptanya nilai-nilai akhir yang meliputi keadilan, kebebasan, kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan dalam masyarakat. Burns memberi contoh Kepemimpinan Mentransformasi adalah kepemimpinan yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi di India, Vladimir Ilich Lenin di Rusia, Mao Zedong di Republik Rakyat Cina, dan Martin Luther King Jr. di AmerikaSerikat. 2. Benard M. Bass Istilath kepemimpianan tranformasional oleh Benard M. Bass (1985) lebih banyak dipakai dalam literatur dan praktik daripada istilah Kepemimpina mentransformasikan yang lebih dikemukakan oleh James Mac Gregor burs (1979). Kedua istilah tersebut memiliki perbedaan konsepsual. Burns seorang ilmuwan politik dan aktivis politik dari Partai Demokrat Amerika serikat, dalam istilah Kepemimpinan Mentransformasi, yang ditransformasi adalah kepemimpinan dari pemimpin kepada para pengikunya. Sedangkan dalam istilah kepemimpinan transformasional, istiah transformasional menjelaskan kepemimpinan yang artinya proses mempemgaruhi secara tranformasional. Istilah mentranformasionalnya dalam kepemimpinan Mentranstormasi Burns merupakan proses dua arah. Pemimpin mentransformasi pengikut mentranstormasi pemimpin. Sedangkan dalam Kepemimpinan transtormasional. Sedangkan dalam kepemimpinan transformasional Bass merupakan proses satu arah, pemimpin mentrasformasi pengikut. Burns meneliti Kepemimpinan Mentransformasi dalam hubungan dengan gerakan politik dan sosial. Dalam gerakan tersebut pemimpin mentranstormasi kepemimpinannya dengan memobilisasi sumber-sumber dalam kelompok sosial, memobilisasi pendapat umum dan para legiislator.Sedangkan Bass seorang psikolog industri dan meneliti Kepemimpinan Transformasional dlam organinsasi formal seperti organisasi industri, lembaga pendidik dan militer. Kepemimpinan Transformasional tergantung pada kemampuan menciptakan lingkungan yang organisasi formal kepemimpinan, otoritas dan manajemen menyatu satu sama lain. Keberhasilan memungkinkan para pengikut menciptakan kinerja yang melampaui kinerja masa lalu. Berbeda dengan konsep Kepemimpinan Mentranstormasinya Burns yang memungkinkan pengikut untuk menjadi pemimpin, konsep Kepemimpinan Transformasionalnya Bass merupakan proses satu arah, pengikut tetap pengikut, pengikut tidak dapat menjadi pemimpin dalam proses transformasi. Benard M. Bass bersama dengan B. J. Avolio (1990) mendefinisikan Kepemimpinan Transformasional dengan mempergunakan istilah 1) Individual consideration (perhatian individual). Pemimpin mengembangkan para pengikut dengan menciptakan lingkungan dan iklim organisasi yang mendukung. Perhatian individual adalah tinggi rendahnya pemimpin mengurusi setiap kebutuhan para pengikut; bertindak sebagai seorang mentor bagi pengikut; mendengarkan keinginan dan kebutuhan mereka. Pemimpin memberikan empati dan mendukung para pengikut; membuka canel komunikasi terbuka dan memberikan tantangan kepada mereka. Para pengikut mempunyai suatu keinginan danaspirasi untuk pengembangan diri dan mempunyai motivasi intrinsik untuk melaksanakan tugas mereka.
Gambar Indikator Kepemimpinan Transformasional
2) Intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin menstimulasi para pengikut agar kreatif dan inovatif. Pemimpin mendorong para pengikutnya untuk memakai imajinasi mereka dan untuk menantang cara melakukan sesuatu yang dapat diterima oleh sistem sosial. 3) Inspirational motivation (motivasi inspirasional). Pemimpin menciptakan gambaran yang jelas mengenai keadaan masa yang akan datang (visi) yang secara optimis dapat dicapai dan mendorong para pengikut untuk meningkatkan harapan dan mengikatkan diri kepada visi tersebut. 4) Idealized influence (pengaruh teridealisasi). Pemimpin bertindak sebagai panutan (role model). Ia menunjukkan keteguhan hati, kemantapan dalam mencapal tujuan, mengambil tanggung jawab yang sepenuhnya untuk tindakannya dan menunjukkan percaya diri tinggi terhadap visi. Pemimpin siap untuk mengorbankan diri, memberikan penghargaan atas prestasi dan kehormatan kepada para pengikut. 3. Noel M. TiChy dan Mary Anne Devana: Teori Kepemimpinan Transformasional Tiga Babak Para pemimpin perusahaan tersebut menghadapi persaingan ketat yang menentukan hidup matinya perusanaan mereka dengan berupaya mengubah perusahaan mereka. Kedua teoretisi kepemimpinan tersebut menyamakan apa yang dilakukan oleh para pemimpin perusahaan sebagai suatu drama. Secara umum drama tersebut terdiri dari tiga babak (act). Tichy dan Devanna kemudian mengemukakan Model Kepemimpinan Transformasional: Drama Tiga Babak (Transformationa Leadership: A Thre-Act Drama). gambar Model Kepemimpinan Transtormasional: Drama Tiga Babak (Noel M. Tichy dan Mary Anne Devanna, 1990) 1. Drama: Kepemimpinan dan Paradoks. Pemimpin harus menyelesalkan tensi-tensi yang diekspresikan oleh manajer tengah di mana organisasinya akan memulai statu transtormasi besar. Femimpin menangani perasaan ini melalui menciptakan organisasi yang memeiuk paradoks tersebut. Karakteristik organisasi tersebut adalah kemampuan untuk memanajemeni ketidakpastian di lingkungan mereka. Paradoks menciptakan tensi-tensi dramatik dalam draima trans1ormasi. Drama transformasi meliput: a. Pertentangan antara kekuatan stabilitas dan kekuatan perubanan. Organisasi yang sukses harus menemukan jalan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan untuk adaptasi terhadap perubahan dengan kebutuhan untuk stabilitas. Organisasi yang berpegang teguh ketat pada tradist menyajikan drama kemerosotan akhir Sedangkan organisasi yang gagal untuk mencapai keseimbangan setelah melakukan perubahan memperpanjang kontrol dan akhirnya menghancurkan diri sendiri. b. Tensi dramatik antara penolakan dan penerimaan realitas. Drama-drama potensi revitalisasi menjadi tragedi-tragedi jika aktor utama berupaya untuk menolak realitas dan menyembunyikan dari implikasinya. Banyak aktor utama drama bergulat dengan problem ini dalam organisasi mereka dalam Babak I drama mereka sendiri. c. Pertentangan antara ketakuian dan fharapan. Organisasi yang legendarIs hebat, mampu untuk melakukan regenerasi sendiri, Akan tetapi, prosesnya menuntut bentuk-bentuk tua dan impoten harus dihancurkan terlebilh dahulu sebelum bentuk baru muncul untuk mendominasi lingkungannya. Loncatan kepercayaan ini destruksi akan menghasil kan tensi antara stabilitas dan perubahan yang diperlukan. d. Pertentangan antara manajer dan pemimpin. Manajer mendedikasikan dirinya pada organisasi yang ada, sedangkan pemimpin sering melibatkan diri pada perubahan. Perbedaan filosofis antara doing things right dan doing the right things mencipakan ketegangan dalam organisasi yang sedang ditekan untuk berubah. Pemimpin harus menarik organisasi ke arah masa depan dengan menciptakan pandangan posiif mengenai organisasi dapat menjadi apa dan secara simultan menyediakan dukungan emosional bagi para individu dalam proses transisi. Ada tiga babak yang berbeda untuk setiap drama tersebut. 2. Organisasi pada Drama Babak I Kejadian pemicu (Trigger event). Kebutuhan untuk perubahan dipicu oleh tekanan lingkungan. Akan tetapi, tidak semua organisasi merespons sinyal dari lingkungan tersebut yang mengindikasikan perubahan. Kejadian pemicu eksternal harus dipersepsikan dan direspons oleh pemimpin pada awal proses transformasi. Contoh kegagalan merespons kepada kejadian pemicu adalah kebangkrutan seperti perusahaan W. T. Grant dan Penn Central, dan hampir bangkrut seperti perusahaan nternational Harvester (kemudiah diberi nama baru Navistar), Chrysler, dan Continental Ilinois. Kegagalan industri mobil Amerika Serikat untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan konsumer mengenai mobil bermesin kecil melumpuhkan Chrysler dan melukai Ford dan General Motor. Kegagalan perusahaan besi baja Amerika untuk menyesuaikan diri dengan inovasi teknologi menyuarakan lonceng kematian bagi dominasi perusahaan baja Amerika Serikat. Merasa kebutuhan untuk berubah (Felt the need for change). Ketika para pemimpin perusahaan menerima kenyataan bahwa lingkungan bisnisnya sedang berubah, pembuat Keputusan kunci merasa tidak puas dengan status quo, Perasaan kebutuhan untuk berubah menyediakan dorongan untuk transisi, akan tetapi proses ini tidak selalu berjalan licin. Kunci apakah kekuatan resistan menghalangi organisasi untuk membuat kebutuhan penyesuaian kepada pergeseran tergantung pada kualitas Kepemimpinan, international Harvester mempunyai manajemen memilih defensit terhadap tantangan lingkungan. Hasilnya adalah kurangnya visi Daru dan kegagalan untuk memobilsasi para pegawai untuk berperilaku dengan cara baru. Menciptakan suatu kebutuhan untuk berubah. Suatu cara menciptakan kebutuhan untuk berubah antara lain adalah: a. Menantang pemimpin. Suatu kegagalan besar dalam sebagian besar organisasi adalah tidak ada yang beran memperingatkan kesalahan pemimpinnya. Pemimpin transformasional yang efektif harus mengembangkan mekanisme yang menyediakan informasi disonan dan mengitari para pengambil Keputusan dengan orang-orang yang beroperasi secara efektif menantang pemimpin. Para protagonis mempunyai kemampuan untuk menciptakan lingkungan di mana tantangan tersebut dapat terjadi. b. Membangun jaringan ekstermal. Membangun jaringan yang ditegakkan. Misalnya, mendengarkan pada kolega, Konterensi Dewan Direktur, asosiasi profesional, kamar dagang, dan sebagainya. Pemimpin transtormasional perlu membangun jaringan dengan mereka yang mempunyal pendapat Sama dan yang berpendapat berbeda. c. Mengurnjungi perusahaan lain. Mengunjungi dan melihat cara perusahaan lain melakukan sesuatu mempunyai pengaruh penting untuk melakukan perubahan. Misalnya, mengunjungi perusahaan Eropa danJepang. Perusahaan General Electric mengirim manajernya ke perusahaan Jepang dan mengetahui bagaimana perusahaan Jepang menghasilkan produk dengan cara sangat efisien, cepat, dengan jumlah karyawan lebih sedikit dan produk defek rendah. d. Proses manajemen.Suatu cara yang kuat untuk menciptakan suatu perasaan untuk berubah dapat dibangun dalam proses manajemen. Misalnya, Perusahaan General Electric mengubah proses penganggaran dari yang mengukur kemajuan dengan membandingkan tahun lalu diubah menjadi membandingkan kemajuan perusahaan kompetitor. Resistensi untuk berubah. Perubahan apakah di masyarakat, organisasi atau individual selalu menimbulkan ketidaknyamanan. Sejarawan Arnold Toynbee menyatakan bahwa nmasyarakat yang menghadapi perubahan harus melalui periode desintegrasi atau ketidaknyamanan sebelum berintegrasi. Sepanjang desintegrasi terjadi dislokasi, Kettdaknyamanan dan binya yang harus dibayar untuk perubahan, proses ini terjadi bagi perubahan organisasi dan orang. Orang dalam organisasi yang akan melakukan perubahan kuantum harus memahami realitas yang tidak menyenangkan. Ketika mereka mengubah perilakunya mereka harus bergelut untuk menutup cara lama melaksanakan sesuatu dan belajar untuk membangun cara rutin baru. Pemandangan pada Babak Pertama adalan secara intelektual mengakui perlunya perubahan. Pemandangan kedua menyesuaikan dirt dengan berbagal kesulitan. Sebagian orang memahami pemandangan itu sebagian orang berupaya menolak atau resistan terhadap perubahan. Mereka ini merupakan orang-orang pada cara lama memperoleh kenikmatan hidup, sedangkan pada cara baru sebaliknya. Pemimpin transformasional harus mernanami bagamana orang melaksanakan perubahan. Menyelesaikan resistan perubahan olen orang yang terbiasa dengan cara lama lebih kompleks daripada sekadar memerintahkan untuk melakSanakan cara baru. Orang harus diberi suatu cara invelesaikan dinamika psikologi untuk menutup semua apa yang telah berlaku dan memulai sesuatu yang baru. 3. Organisasi pada Drama Babak II Menciptakan suatu visi. Para pemimpin ikut serta dalam transtormasi organisasi perlu menciptakan suatu visi yang merupakan Suatu masa kritikal bagi para karyawan yang akan menerima sebagai perubahan yang diharapkan untuk organisasi. Masing-masing pemimpin harus mengembangkan suatu visi dan mengomunikasikannya dengan jalan yang sama dan sebangun dengan filsafat dan gaya pemimpin. Pada perusahaan General Motor visi merupakan hasil dari kerja komisi yang berlangsung beberapa tahun dan analisis staf., Seclangkan di Chrysler, Lee lacocca memercayakan intuisi dan arahan filsafat dan gaya kepemimpinannya. Baik General Motor maupun Chrysler berakhir dengan suatu visi baru sebab para pemimpin transformasional membentuk misi organisasi baru secara proaktif. Tantangan jangka panjang kepada revitalisasi organisasi lebih kecil. Memobilisasi Komitmen. Organisasi, atau paling tidak masa kritikal dalam organisasi, menerima misi dan visi baru dan membuatnya dapat terjadi. Dalam fase ini, proses transformasi yang harus menanam ke dalam suatu perasaan bermakna bagi para pengikut mereka. 4. Organisasi pada Drama Babak III Menginstitusionalisasi Perubahan. Revitalisasi merupakan omong kosong sampai visi Daru menjadi realitas. Cara berpikir baru menjadi praktik dari hari ke hari. Realitas baru, aktivitas praktik harus dibagi sehingga menjadi terinternalisasi. Pada level yang paling dalam memerlukan pembentukan dan penguatan budaya baru yang cocok dengan organisasi yang sudah terevitalisas. Bagaimana para karyawan diseleksi untuk pekerjaan, dievaluasi dan diberi imbalan dalan kinerja mereka, dan dikembangkan untuk tanggung jawab di masa yang akan datang sangat penting.
5. Individu pada Drama Babak I
Mengakhiri. Semua transisi dimulai dengan mengakhiri. Para pegawai yang berpegang teguh dengan cara lama untuk melakukan sesuatu akan tak dapat untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan baru. Mereka harus mengikuti proses yang meliputi memisahkan diri dari masa lalu, tidak mengidentifikasikan dengan tuntutannya, kecewa dengan implikasinya dan disorientasi ketika mereka mempelajari dengan perilaku baru. Pemimpin transformasional menyediakan dukungan kepada para karyawan dengan membantu kejayaan masa lalu dengan peluang masa yang akan datang. Hal ini akan terjadi hanya jika mereka dapat mengakui resistensi individual akan hilang dalam transisi. Para pemimpin harus mendorong para pegawai untuk menerima kegagalan tanpa perasaan merupakan kegagalan mereka. Masa lalu akan merupakan kunci untuk memahami apa yang salah dan apa yang dapat berjalan akan menyediakan peta yang bermanfaat bagi masa depan. 6. Individu pada Drama Babak II Zone Netral. Para karyawan memerlukan waktu untuk bekerja mengenai perasaan mereka sedang diputuskan dengan masa lalu dan belum secara emosional mengikatkan diri dengan masa yang akan datang. Fase ini merupakan fase yang kacau dalam budaya Barat yang berorientasi pada aktivitas, karenanya dipandang sebagai masa yang tidak produktif. Sungguhpun demikian perbedaan antara kesuksesan dan kegagalan dalam transtormasi organisasi dapat muncul dalam fase ini. Melewati dengan sukses melalui zone netral memerlukan Waktu dan memperoleh perspektif mengenai mengakhiri -apa yang salah, mengapa hal tersebut memerlukan perubahan dan apa yang perlu diatasi untuk memulai sesuatu yang baru, Pada masa inilah keterampilan para pemimpin transformasional dites. Birokrat yang takut-takut akan tidak Dermantaat untuk membantu para individu melewati zone netral. Seorang pemimpin diktator Kuat mungkin juga akan gagal, memaksa memulai sesuatu yang baru sebelum emosi dan perasaan orang siap untuk itu. 7. Individu pada Drama Babak III Permulaan Baru. Sekali suatu rase kesiapan psikologikal untuk melaksanakan orde baru dicapai, para karyawan harus memperstlapkan airn untuk trustrasi bahwa pekerjaan gagal ketika diganti dengan aktivitas rutin baru. waktu latihan yang mencukupi diperlukan sebelum setiap orang menguasai proses dan nienguasaiperan baru sehingga dapat menjadi tanpa kelim keseluruhan daripada suatu set pandangan yang tidak terintegrasi.
8. Karakteristik Organisasi Mempengaruhi Diri Sendiri.
Organisasi Memperbarui Sendiri merangkul paradoks. Memproses banyak yang saling bertentangan bahkan saling bersamaan eksklusit. Sifat paradokslah yang menyediakan kapasitas sukses terus hidup dari hantaman yang tak terduga dari lingkungannya. Tichy dan Devana mengemukakan karakteristik Organisasi Memperbarui Sendiri sebagai berikut: a) Rangkaian Longgar Erat (Loose-1ight Coupling). Untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi para pemimpin transformasional perlu memberikan orang di seluruh organisasi kekuasaan untuk memulai dan melanjutkan upaya berdasarkan kepercayaan dan ide. Rangkaian longgar mendorong pencarian melebar dan perspektit kreatt, dan memungkinkan unit individual suatu kebebasan ruang gerak yang adil. Otonomi ini harus diikuti dengan dukungan finansial dan dengan rangkaian ketat untuk eksekusi inovasi. Ini merupakan antitesis sistem mekanik yang mendorong banyak organisasi, yang memerlukan pcrsetujuan multilevel untuk proyek baru yang harus menghasilkan pengembalian yang cepat. b) Spesialisasi dan generalisasi peran-peran tinggi. Inovasi tergantung pada para profesional dengan keahlian yang mendalam dengan spesialisasi teknikan mereka. Ini sering berarti mereka telah dilatih secara menyernpit. Pada waktu yang bersamaan mereka harus fleksibel, berpikiran luas, dan mampu bekerja dengan baik dengan profesional lain. Mereka harus mencampur bakat keahlian teknikal dan para pemimpin bisnis. Sistem mekanistik memproduksi para spesialis dan generalis, tetapi mereka jarang mendidik semuanya ini di orang yang sama. c) Kepemimpinan kontinuitas dan terhenti. Kepemimpinan baru membawa suatu perspektif segar kepada problem organisasi, sedangkan kepemimpinan lama mendorong stabilitas organisasi dan memori institusional. Keduanya diperlukan. Upaya perubahan memerlukan perhatian keberlanjutan mengenai kelompok stabil dari para pemimpin yang mengikatkan diri. Organisasi mekanistik cenderung kelewatan butir ini dan mentransfer manajer ke dalam dan ke luar unit-unit tanpa menghargai komitmen mereka kepada suatu misi perubahan. d) Konflik produktif. Konflik merupakan pedang bermata dua. Tanpa dikendalikan konflik dapat mengakibatkan sesuatu terburuk bagi kemanusiaan, yaitu kekerasan dan kehancuran. Konflik yang dicanelkan secara baik merupakan sumber energi untuk menantang orang dan memperbarui organisasi. Organisasi memerlukan proses yang mendorong perbedaan dan proses yang mendorong konsensus. e) Memperuas dan membatasi penelusuran informasi. Organisasi memerlukan untuk memperluas kemampuan mereka dalam mengumpulkan intormasi yang relevan untuk meningkatkan kapasitas problemi solving-nya. Pada waktu yang bersamaan mereka harus menemukan cara untuk menghalangi pengambil keputusan dari terlalu banyak informasi. Analitis kerangka memungkinkan pengambil keputusan untuk mengurangi informasi dan menghilangkan data yang tidak relevan. f) Paradoks partisipas. Organisasi demokratik dirancang untuk terus hidup jangka panjang, bukan memperoleh keuntungan jangka pendek. 9. Karakteristik Pemimpin Transformasional Beradasarkan penelitian terhadap para pemimpin transtormasional bisnis, Tichy dan Devanna mengemukakan karakteristik pemimpin transtormasional yang mereka sebut sebagai protagonis atau pelaku utama dalam drama sebagai berikut: a. Mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan. Mereka secara jelas mengidentifikasikan dirinya sebagai agen-agen perubahan. Citra personal dan profesionalnya adalah untuk membuat berbeda dan mentransformasi organisasinya. Berdasarkan desain atau kesempatan, mereka bertanggung jawab memimpin perusahaannya sepanjang transformasi. Mereka mengartikulasikan dirinya sebagai mengambil peran sebagai agen perubahan dengan konsep diri yang menarik. b. Individu pemberani. Keberanian bukan ketololan. Mereka pengambil risiko penuh hati- hati - hatidan berani menghadapi tantangan, berani menghadapi status quo. Dalam perilaku keberanian ada komponen intelektual dan komponen emosional. Secara intelektual seorang pemberani mempunyai perspektif dapat berkonfrontasi dengan realitas walaupun mungkin sakit dan tidak menyenangkan. Secara emosional dapat menyatakan kebenaran kepada orang lain yang mungkin tidak mau mendengar mengenai hal tersebut. Para protagonis dapat melakukan haltersebut karena mereka mempunyai ego sehat-mereka mengetahui di mana mereka beradadan tidak memerlukan penguatan secara konstan untuk menyelesaikan situasi sulit. c. Mereka percaya pada orang. Para pemimpin transtormasional bukan diktator. Mereka sangat berkuasa sungguhpun demikian mereka sensitif kepada orang lain, dan mereka berupaya untuk memberdayakan orang lain. Mereka memahami dan menggunakan prinsip-prinsip motivasi, emosi, kesakitan, kepercayaan, dan loyalitas orang. Untuk memberdayakan orang sering mereka menggunakan humor, simbolisme, imbalan, dan hukuman. d. Mereka adalah penarik nilai. Setiap pemimpin transformasional mampu menguraikan suatu set inti nilai-nilai dan menunjukkan perilaku yang sesuai dengan posisinya. e. Mereka pembelajar sepanjang hayat. Semua pemimpin transformasional mampu berbicara mengenai kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan. Akan tetapi, mereka tak memandang.kegagalan tersebut sebagai suatu kegagalan melainkan sebagai pengalaman. f. Mereka mempunyai kemampuan untuk berurusan dengan kompleksitas, ambiguitasdan ketidakpastiaan. Setiap pemimpin transformasional mampu untuk menhadapi dan membingkai problem dalam dunia yang kompleks dan berubah. Semua protagonis tidak hanya mampu untuk menangani sudut budaya dan politik dari organisasi tetapi mereka sangat canggih sudut teknikal. g. Mereka visionary. Para pemimpin transtormasional dapat bermimpi, mampu menejabarkan impian dan citra sehingga orang berbagi dengan mereka. 4. Paul Hersey, Kenneth Blanchard dan Dewey E. Johnson 1. Konsep Pemikiran Teoretisi ilmu kepemimpinan ini membahas mengenai kepemimpinan transformasional. Bagi ketiga teoretisi kepemimpinan ini, Kepemimpinan Transtormasional sama dengan Kepemimpinan Visionari (Visionary Leadership), Kepemimpinan Strategis (Strategic Leadership), dan Kepemimpinan Kharismatis (Charismatie Leadership). Ketiga teoretisi kepemimpinan ini mengemukakan Kepemimpinan Transformasional dalam kaitannya dengan Teori Kepemimpinan Situasional. Tindakan - tindakan dan strategi khusus yang diperlukan untuk mentranstormasi suatu organisasi. Ketiga teoretist kepemimpinan tersebut mengemukakan langkah-langkah Kepemimpinan Transformasional dalam mentransfomasi organisasi sebagai berikut : a) Komitmen personal terhadap transformasi organisasi oleh pemimpin. Kepemimpinan dari organisasi harus sepenuhnya melibatkan diri terhadap transformasi organisasi dan komitmen itu harus visiabel kepada para anggota organisasi lainnya dan para pemangku kepentingan eksternal. b) Tegas, tanpa belas kasihan dan tidak dapat disangkal mengomunikasikan ketidakmungkinan untuk mempertahankan status quo. Kepemimpinan dengan kuat mengomunikasikan kegagalan status quo. Ini dilakukan sedemikian rupa sehingga para anggota organisasi mau melakukan perubanan. Proses ini dilakukan memerlukan: Pernyataan yang tegas dengan dukung oleh bukti bahwa status quo tak dapat dipertahankan sebab keadaan lingkungan dan kecenderungan eksternal organisasi. Indikasi yang jelas bahwa kegagalan status quo adalah final dan tak mungkin dibalikkan c) komunikasi yang jelas dan entusiatik mengenai visi yang menginspirasi mengenai dapat menjadi apa organisasi. Kepemimpinan harus secara terus-menerus mengomunikasi gambaran jelas keadaan masa depan sedemikian rupa sehingga visi ini dimiliki dan didukung oleh para anggota organisasi, secara individu dan kolektif. Komunikasi ini memerlukan: Visi yang hidup yang berdasarkan nilai-nilai diciptakan berdasarkan analisis campuran yang tepat, instuisi dan keikutsertaan emosional. Komunikasi yang berulang-ulang mengenai visi, kepercayaan, dan nilai-nilai kepada para anggota Organisasi dengan jalan yang menginspirasi dan menyenangkan mereka, dan menyentuh hati dan pikiran mereka dengan rasa urgensi. d) Pembangunan masa kritikal tepat waktu untuk dukungan transformasi. Kepemimpinan harus mengitnkdentifikasi para pemain kunci dan pemegang kekuasaan dalam organisasi dan lingkungan operasinya dan memperoleh dukungannya untuk perubahan. Memperoleh dukungan memerlukan: Mengakui kekuasaan para pemain kunci yang dimiliki di dalam dan di luar organisasi. Mendiskusi kan dengan mereka kegagalan status quo, menyajikan kepada mereka visi masa depan dan nilai-nilai yang mengikutinya dan meyakinkan mereka kebutuhan untuk berubah. MenunjukKan benefit personal dan organisasional yang akan dicapai dan mengikutsertakan mereka dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan mencapai visi tersebut. e) Mengakui, memberi penghargaan, dan menyelesaikan resisten terhadap transformasi. Kepemimpinan harus mengakui resistensi terhadap perubahan dan menghadapinya ketika suatu fase diperlukan dalam proses meninggalkan status quo dan mengadopsi visi dengan kepercayaan dan nilai-nilai baru. Menghadapi resistensi memerlukan: Kemauan untuk mendengarkan. Sejumlah toleransi kesabaran. Klarifikasi dan pengulangan kebutuhan perubahan dan benefit dari transformasi. f) Mendefinisikan dan menyusum suatu organisasi yang dapat melaksanakan visi. Kepemimpinan harus merancang dan melaksanakan aktivitasnya suatu organisasi yang kongruen dengan kepercayaan dan nilai-nilai baru. Kepemimpinan harus mau merisikokan memperkenalkan perubahan struktural dan akuisisi dan alokasi sumber-sumber yang akan mengamankan kompetensi dan komitmen untuk membuat transtormasi berlangsung dan yang akan menempatkan sistem organisasi yang tepat untuk transformasi meliputi: Memodelkan dan mengaitkan kepercayaan dan nilai-nilai yang diperlukan dalam peran-peran dan tindakan yang tepat. Melaksanakan strategi, struktur, dan sistem termasuk jaringan kekuasaan yang secara jelas terkait, dan mendukung tndakan yang harus dicapal untuk merealisasikan visi dan memerankan kepercayaan dan nilai-nilai baru. Menempatkan kembali staf kunci, atau staf dalam posisi kunci yang tidak cocok dengan perubahan. Memperkenalkan pendidikan, pelatinan, dan melatih kembali dalam tindakan-tindakan yang disyaratkan oleh transtformasi dan secara spesifik oleh kepercayaan dan nilai-nilai baru. Melaksanakan sesuatu sistetn iibalt yaug da nemperkuat tindakan-tindakan yang kongruen dengan satu set kepercayaan dan nilai-nilai baru. g) Komunikasi informasi secara tetap mengenai kemajuan dan memberikan pengakuan Prestasi. Kepemimpinan harus berkomunikasi kepada organisasi mengenal bagaimana kemajuan Organisasi, mengumumkan dan merayakan prestasi. Secara terbuka berbagi mengenai Kemunduran, dan mendorong perilaku pembuatan risiko yang auperukan untuk melaksanakan visi. Langkah ini memerlukan: Penerbitan prestasi secara tetap dan sesi-sesi balikan dari muka ke muka. Menekankan, mengakui, dan secara konsisten memberi imbalan pencapaian yang dibuat ke arah implementasi visi, kepercayaan, dan nilai-nilai. 2. Tak ada Cara yang ldeal untuk Transformasi Organisasi Cara mentransrormasi tergantung pada situasi organisasi yang akan ditranstormasi, Karenanya tidak ada cara yang tepat atau ideal untuk mentransformasi semua jenis organisasi. Apa yang dapat bekerja di suatu proses transformasi tidak dapat jalan diproses transtormasi lainnya. Sama seperti resep masakarn yang tidak ada yang cocok untuk semua jenis makanan yang akan dimasak. Model Situasional Kepemimpinan Transformasional menyatakan bahwa setiap tindakan atau kombinasi tindakan kepemimpinan dapat tepat atau tidak tepat untuk menghasilkan transtormasi, tergantung pada situasi di mana kepemimpinan tersebut dipakai. Faktor situasional yang paling penting adalah kesesuaian antara strategi kepemimpinan dan kesiapan transformasi organisast (organization’s readiness for transformation). 3. Kesiapan Organisasi terhadap Transformasi Menurut Hersey, Blanchard dan Johnson mendefinisikan kesiapan organisasi untuk transformasi sebagai fungsi dari, atau ditentukan oleh budaya organisasi. Walaupun budaya organisasi merupakan fenomena yang kompleks dengan banyak interpretasi, ada kesepakatan dalam literatur bahwa elemen primer budaya organisasi adalah berbagai asumsi dasar, atau kepercayaan mengenai bagaimana menanggulangi dua problem fundamental yang dihadapi semua kelompok dan organisasi: terus hidup dan beradaptasi terhadap lingkungan eksternal dan integrasi internal dan koordinasi fungsi organisasi. Berbagai asumsi dasar atau kepercayaan terdiri dari komponen-komponen kognitif, emosional, motivasional, dan behavioral yang diambil begitu saja sebagai suatu peraturan yang jarang dikonfrontasikan dan ditentang oleh para anggota organisasi. Asumsi dasar dan kepercayaan menentukan apa yang harus mereka perhatikan, apa makna mereka harus mengikatkan diri kecenderungan lingkungan dan kejadian-kejadian organisasi, tindakan dan motivasi apa yang mereka harus lakukan, dan bagaimana mereka harus bereaksi secara emosional terhadap isu-isu di dalam dan di luar organisasi. Menurut Hersey, Blanchard dan Johnson makin banyak asumsi dasar, atau kepercayaan beroperasi di luar kesadaran dapat dipikirkan sebagal suatu mindset yang memandu proses organisasi interpretasi, tindakan yang lebih disukai dan reaksi-reaksi emosional. Keperluan untuk harmoni yang diciptakan oleh berbagai asumsi sering sedemikian kuatnya sehingga mungkin saja penolakan, proyeksi dan bentuk-bentuk lain distorsi kejadian-kejadian di sekitar organisasi. Makin banyak asumsi dasar atau Sistem kepercayaan meretleksikan pembelajaran organisasi, makin tinggi kesiapan organisasi (organization reaainess) untuk melakukan transformasi. Pada dekade yang lalu telah menyaksikan suatu tekanan yang makin meningkat pada Kebutuhan bagi organisasi untuk mengembangkan pembelajaran budaya (learning culture) sebagai satu-satunya jalan untuk memberlanjutkan suatu keunggulan kompetitif (competitrve atvantage) terhadap pergolakan lingkungan yang kompleks dalam waktu lama. Karakteristik suatu pembelajaran budaya adalah pembelajaran terus -menerus dari pengalaman, dan dengan belajar bagaimana untuk belajar. Menurut ketiga teoretisi kepemimpinan tersebut asumsi dasar atau kepercayaan yang menjadikan karakteristik suatu pembelajaran organisasi dapat dilukiskan dengan dua dimensi: fleksibilitae alam kaitannya dengan lingkungan eksternal (lexibilty with regard to external en vironment), dan komitme organisasi (organizational commitment)
seperti dilukiskan pada Gambar Model Organizational Readiness (OR) atau
Kesiapan Organisasi untuk Transformasi (Paus Hersey, Kenneth H. Blanchard & Dewey E. Johnson, 1996) a. Fleksibilitas dalam kaitannya dengan lingkungan eksternal. Dimensi ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: Perilaku mencari risiko. Toleransi terhadap ambiguitas. Mengurangi situasi-situasi ketidakpastian. Keingintahuan, minat saintifik, eksperimen. Interaksi frekuensi tinggi dengan lingkungan eksternal. Secara aktif mengumpulkan informasi mengenai pelanggan. Orientasi kewirausahaan, dan kesadaran inovasi. Orientasi fungsional. b. Komitmen organisasi. Dimensi ini mempunyai karakteristik sebagai berikut Berbagi tanggung jawab dan informasi, pola pikir (mindset) kebersamaan. Orientasi kepada misi, tujuan dan hasil. Kecocokan dan konsistensi internal, integrasi sistematik. Peluang untuk kreativitas, Kebe basan ide, individualisme. Asumsi dasar bersama yang Kontras aengan atau bertentangarn dengan fleksibilitas dalam kaitan dengan lingkungan eksternal adalah kaku terhadap statius quo (rigidity with regard to the status quo). Asumsi bersama yang Kontras dengan komitmen organisasi (organizational commitment) adalah orientasi picik (parochial orientation). Mengintegrasikan konsep yang telah didiskusikan memungkinkan kita membuat suatu model kesiapan organisasi untuk transformasi seperti dilukiskan Gambar. Model ini melukiskan empat jenis budaya, masing-masing melukiskan kesiapan organisasi untuk transtormasi yang berbeda. OR-4: Pembelajaran budaya. Asumsi dasar merefleksikan fleksibilitas dalam kaitan lingkungan eksternal dan komitmen organisasi. 5udaya ini adalah mampu dan mau dengan transformasi organisasi. Kemampuan merelleksi kan suatu kepandaian yang beraneka ragam untuk menyelesaikan secara efektif tuntutan yang dikemukakan oleh lingkungan eksternal. Kemauan didemonstrasikan dengan cara terintegrasi di mana organisasi berfungsi dan dengan level komitmen tinggi kepada organisasi sebagai suatu keseluruhan dan keadaankehidupannya. OR-3: Budaya yang berkompetisi. Asumsi dasar yang merefleksikan fleksibilitas dalam kaitannya dengan lingkungan eksternal, akan tetapi organisasi mempunyai orientasi picik, atau kepentingan sendiri. Budaya ini mampu tapi tak mau untuk melaksanakan transformasi organisasi. Kemampuan diekspresikan dengan mengerti atas tuntutan lingkungan eksternal, Ketidakmauan dimanifestasikan sebagai cara yang dibagi di mana organisasi berfungsi dan ambivalen mengenai benefit akibat transformasi bagi berbagai kepentingan berbagai kelompok dan peran-peran dalam organisasi. OR-2: Mengonservasi budaya. Asumsi dasar merefleksikan kekakuan dalam kaitan dengan status quo akan tetapi juga menunjukkan komitmen organisasi. Budayanya adalah tak mampu, akan tetapi mau untuk melakukan transformasi organisasi. Ketidakmampuan ditunjukkan kejanggalan memenuhi tuntutan lingkungan eksternal organisasi. Kemauan didemonstrasikan melalui cara kooperatif di mana organisasi berfungsi dan perhatian terhadap kelangsungan hidup organisasi sebagai suatu keseluruhan. OR-1: Menstagnasi budaya. Asumsi dasar merefleksikan kekakuan dalam kaitannya dengan Status quo dan kepicikan. Budaya ini tidak mampu dan tidak mau untuk melaksanakan transtormasi organisasi. Ketidakmampuan diekspresikan dengan fiksasi atau perasaan yang mendalam terhadap status quo dan apati terhadap tuntutan lingkungan eksternal. Ketidakmauan diretleksi kan mengenai fragmentasi memfungsikan organisasi dan resistensi terhadap setiap tindakan yang mungkin membahayakan vested interes dan kecenderungan tertentu. 4. Aksi Kepemimpinan Transformasional Paul Hersey, Kenneth Blanchard dan Dewey Johnson (1996) mengemukakan berdasarkan studi terhadap aksi terhadap model-model tindakan, menyimpulkan bahwa tindakan pemimpin yang pergunakan oleh pemimpin untuk melakukan transformasi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok: tindakan menstruktur (Structuring action) dan tindakan menginspirasi (ispiring action). Menurut ketiga teoretisi kepemimpinan situasional tersebut tindakan kepemimpinan didefinisikan sebagai berikut: Tindakan menstruktur. Yaitu tindakan pemimpin yang membentuk kepercayaan baru dan menambah nilai dengan menyediakan informasi mengenai status quo, dengan menspesifikasi keadaan di masa yang lalu, mendefinisikan darn membentuk organisasi yang diperlukan dan menyediakan sumber-sumber manusia dan material. Jika mempergunakan tindakan-tindakan menstruktur pemimpin berupaya memengaruhi dengan menciptakan lingkungan fisik dan psikologikal yang menurunkan pilihan perilaku-perilaku organisasi hanya yang diperlukan oleh transformasi. Tindakan-tindakan menstruktur merupakan suatu kontinum dari jumlah rendah sampai jumlah tinggi perilaku menstruktur. Tindakan menginspirasi. Adalah sampai seberapa tinggi pemimpin mendorong para anggota organisasi dengan membujuk dan mendorong; nendiskusikan dan menjelaskan, memfasilitasi, memproses, mengembangkan, dan memperkuat kepercayaan dan tindakan berdasarkan nilai - nilai baru yang diperlukan oleh transtormasi. Seorang memakai tindakan yang menginspirasi untuk berupaya memengaruhi melalui komunikasi yang persuasif dan memotivasi yang mengaktifkan dan menginduksi tindakan-tindakan organisasi yang diperlukan oleh transtormasi. Secara ringkas, tindakan-tindakan penstrukturan ditujukan untuk membatasi jajaran tindakan - tindakan baru pilihan hambatan peran-peran dan tindakan yang diperlukan oleh transformasi yang dituju. Tindakan-tindakan menginspirasi ditujukan juga untuk memotivasi para anggota organisasi, membangun keinginan mereka untuk transformasi yang dinginkan, dan membujuk perilaku dan peran yang diperlukan. 5. Strategi Kepemimpinan Transformasional Jumlah relatif dari tindakan-tindakan penstrukturan dikombinasikan dalam sistem saling memengaruhi untuk membentuk empat strategi kepemimpinan seperti dilukiskan pada Gambar Model Teori Kepemimpinan Situasional untuk Transformasi (Paul Hersey, KennethH. Blanchard & Dewey E. Johnson, 1996) 6. Model Kepemimpinan Situasional untuk Transformasi Gambar Model Teori Kepemimpinan Situasional untuk Transformasi (Paul Hersey, KennethH. Blanchard & Dewey E. Johnson, 1996) melukiskan Model Kepemimpinan Situasional untuk Transformasi (The Situational Leadership for Transformational Model =SLT). Dalam model ini empat kuadran: S1, S2, S3, dan S4, melukiskan empat dasar strategi kepemimpinan transformasional yang berasal dari jumlah relatif tindakan-tindakan menstrukturisasi dan menginspirasi. Keempat kuadran tersebut terbentuk berdasarkan tinggi rendahnya as vertikal-inspiring actions (tindakan- tindakan menginspirasi) dan as horizontal structuring actions (tindakan-tindakan menstrukturisasi). a. SI Meniaksa (eniforcing). Strategi-strategi memaksa (enforcing strategies). Menghancurkan status quo dan melaksanakan struktur baru. Tindakan penstrukturan sedang sampai tinggi dan tindakan menginspirasi sedang sampai rendah. b. S2 Membuat niampu (enabling). Strategi-strategi memampukan (enablng strategies). Memvisikan masa depan dan mengembangkan tindakan-tindakan dan peran-peran. Tindakan menstruktur sedang sampai tinggi dan tindakan menginspirasi sedang sampai tinggi. c. S3 Mendaftarkan (enfisting). Strategi-strategi mendaftarkan (enlisting strategies). Memfasilitasi komitmen dan partisipasi dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya. Jumlan tindakan penstrukturan sedang sampai rendah dan tindakan menginspirasi sedang sampai tinggi. d. S4 Menguasakan (endorsing). Strategi-strategi menguasakan (endorsing strategies =S4). Mensponsori transtormasi dan memonitor progres. Tindakan menstrukturisasi sedang sampai rendah dan tindakan menginspirasi sedang sampai rendah. Gambar 29. Model Teori Kepemimpinan Situasional untuk Transformasi (Paul Hersey, KennethH. Blanchard & Dewey E. Johnson, 1996)
Di bawah Strategi-strategi Kepemimpinan adalah empat Kesiapan Organisasi
(Organizational Readiness=OR) yang sesuai dengan masing-masing strategi. a) OR-1. Kukuh, fragmentasi, dan resistan Ixea, Jragmented, and resistant)/S1 Strategi memaksa: Hancurkan status quo dan laksanakan struktur baru. Pemimpin perlu melakukan tindakan penstrukturan dengan jumlan sedang Sampai tinggi dengan tindakan menginspirasi jumlah di bawah sampai rata-rata. Tanpa belas kasihan, kuat dan berulang-ulang mengemukakan informasi faktual yang secara jelas dan tanpa dapat disangkal menunjukkan ketidakmungkinan mempertahankan status quo. Menolak semua upaya untuk merasionalisasikan status quo, Menspesifikasi dan menegaskan keinginan keadaan masa yang akan datang dalam. Pengertian kriteria kinerja dan kriteria faktor sukses memodelkan sistem nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang diperlukan oleh transtormasi, Mengganti orang yang tidak mempunyai potensi untuk mengembangkan keterampilan wawasiai, pengalaman, dan nilai-nilai yang diperlukan oleh transformasi dari dalam dan dari luar organisasi yang lebih cocok bagi perubahan. Mencari dan merelokasi sumber-sumber seperti uang, waktu dan kekuasaan dan membentuk peran-peran itu dan sistem manajemen yang harus di persekutukan dengan, dan yang akan mendukung, keadaan masa yang akan datang. b) OR-2. Janggal akan tetapi kooperatif dan mengenai/S2 Strategi memamipukan: Memvisikan masa depan dan mengembangkan tindakan – tindakan dan peran-peran yang diperlukan. Pemimpin perlu melaksanakan tindakan penstrukturan dan menginspirasi dalam jumlah sedang sampai tinggi. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan meliputi: Persuasif, entusias dan komunikasi menginspirasi visi termasuk nilai-nilai dalam diskusi dengan semua bagian organisasi: membela visi, Kepercayaan, dan nilai-nilai dalam diskusi dengan para individu dan kelompok; menjelaskan dan memperkuat benefit transformasi; dan mengekspresikan percaya diri dalam mencapai visi. Memodelkan, mengklarifikasi, dan memperkuat kepercayaan, nilai-nilai dan tindakan - tindakan yang akan cocok dengan transtormasi. Berinteraksi dengan mendorong dan mendukung para anggota dan kelompok yang menunjukkan pemahaman dan perhatian. Menginstitusikan sistem percepatan kinerja yang terbangun di dalam kepercayaan dan nilai-nilai yang diperlukan-misalnya layanan pelanggan, dan kualitas total. Mendidik dan melatih pemain kunci masa depan khususnya, dan organisasi umumnya mengenai pandangan, pemahaman dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan dan mencapai visi dan melaksanakan nilai-nilai. Mengganti orang yang tidak mempunyai keterampilan, kepercayaan, pandangan, pengalaman, dan nilai-nilai yang diperlukan oleh perubahan dengan para individu dari dalam atau dari luar organisasi yang lebih cocok terhadap perubahan. Memperoieh sumber-sumber fisik seperti uang dan material yang akan diperlukan. Merestrukturisasi dan mereorganisasi bagian-bagian dan sistem organisasi yang perlu distel kembali sesuai dengan keadaan masa depan. c) OR-3. Perseptif akan tetapi terbagi dan ambivalen/$3 Strategi mendaftar: Memfasilitasi komitmen dan berpartisipasi dalam keputusan dan pelaksanaannya. Kepemimpinan perlu melaksanakan tindakan menginspirasi sedang sampai tinggi dan tindakan-tindakan menstrukturisasi jumlah rendah sampai rata-rata. Tindakan-tindakan esensial meliputi: Mengekspresikan percaya diri dan menempatkan kepercayaan terhadap kepercayaan, pandangan, pengalaman, dan nilai-nilai organisasi dan kapabilitas menyeluruh untuk menanggulangi secara efektif perubahan. Mengikutsertakan individu dan kelompok dalam penciptaan dan komunikasi suatu visi yang jelas dan kepercayaan bersama dan nilal-nilai serta kepercayaan yang akan ditawarkan kepada organisasi. Mengulangi dan antusiastik dalam memproses visi, kepercayaan bersama nilai – nilai yang diciptakan individu – individu dan kelompok-kelompok, mengklarifikasi dan menguatkan benefit transtormasi dan menangani ketidakpastian dan keraguan. Berinteraksi dengan para individu dan kelompok-kelompok untuk memfasilitasi manajemen diri sendiri dan restrukturisasi bersama dari elemen-elemen seperti peran - peran, objektif-objektit, struktur-struktur, dan sistem-sistem yang akan secara efektif melaksanakan transformasi, mencapai visi dan melaksanakan nilai-nilai. Menyediakan bantuan dalam mengalokasi dan memanfaatkan sumber- sumber yang diperlukan oleh para individual dan kelompok-kelompok khusus untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan. d) OR-4. Cakap semua hal, terintegrasi dan melibatkan diri/S4 Strategi menyetujui: Mensponsori transformasi dan memonitor kemajuan. Kepemimpinan perlu melaksanakan jumlah tindakan perstrukturan dan menginspirasi di bawah sampai rata-rata. Memercayai dan mengundang para individual dan kelompok untuk berkontribusi secara signifikan terhadap penciptaan visi, kepercayaan- kepercayaan dan nilai-nilai untuk masa depan. Memonitor keputusan-keputusan dan rencana-rencana untuk pendesainan dan implementasi dari strategi-strategi, struktur-struktur, dan sistem - sistem yang diperlukan. Bersedia diberi saran, pendapat, dan sanksi, Menghubungkan diri dengan lingkungan eksternal dan para pemangku kepentingan untuk memfasilitasi prestasi dari transformasi, 7. Evaluasi Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional sangat tergantung pada kualitas pemimpin. Jika pemimpin berkualitas tinggi dan persuasif kemungkinan besar kepemimpinannya berhasil. Para pengikut mencari petunjuk arahan dari pemimpin energetik, persuasif, dan inspirasional. Akan tetapi, jika kualitas pemimpin dan para pengikutnya berbeda jauh maka para pengikut dapat mengikuti pemimpinnya membabi buta. Loyalitas para pengikut dapat dalam bentuk untuk menyenangkan dan memuaskan pemimpin bukan untuk mencapai tujuan jangka panjang organisasi. Pemimpin transformasional memotivasi para pengikutnya melalui pidato emosional. Jika pemimpin egomaniak atau berperilaku tidak etis, para pengikutnya akan melakukan hal yang sama. Kepemimpinan transformasional hanya dapat berhasii jika pemimpin dan para pengikutnya berani mengambil risiko untuk mentransformasi keadaan. Pemimpin yang sesungguhnya menggunakan kekuasaannya untuk menciptakan pengaruh positif untuk menciptakan transtormasi organisasi. Akan tetapi, sejumlah pemimpin mempunyai conjlict of interest cli mana interest pribadinya lebih besar daripada interesnya untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin seperti int akan nengeksploitasi, mengontrol dan memanipulasi para pengikut dan situasi kepemimpinan untuk mencapai tujuan pribadinya. pemimpin transformasional selalu harus menjaga moralitas dan berperilaku etis, dan menjelaskan visinya dengan cara yang mudah dimengerti olch para pengikutnya. Akan tetapi sebagian Pengikut karena gap antara pemimpin dan para pengikutnya, mereka tidak memaharmi sepenuhnya apa yang dikemukakan para pemimpinnya dan konsekuesi tindakannya. Jika tindakan pemimpin tidak etis, akan diikuti oleh para penglkutnya yang berakibat gagalnya transformasi yang dilakukan oleh pemimpin.