Anda di halaman 1dari 12

DISUSUN OLEH:

Eci Lindasari - 205130067P

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT KONVERSI
TAHUN AJARAN 2020-2021
1. Jelaskan Empat jenis kepemimpinan pada pelayanan kesehatan?

Menurut Burns, kepemimpinan itu dapat mengambil salah satu dari dua bentuk ini:
Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) dan kepemimpinan
transformasional (transformational leadership). Yang disebutkan belakangan sangat erat
berhubungan dengan kepemimpinan kharismatis.
a. Transactional Leadership. Kepemimpinan transaksional ini terwujud ketika para
pemimpin dan para pengikut (konstituen) berada dalam sejenis hubungan pertukaran
(exchange relationship) satu sama lain agar kebutuhan masing-masing pihak
dipenuhi. Jadi, semacam “barter” (tukar-menukar). “Pertukaran” ini dapat berupa
pertukaran yang bersifat ekonomis, politis atau psikologis, dan contoh-contohnya
dapat mencakup “menukar” tenaga kerja yang disumbangsihkan dengan imbalan
bayaran upah, memberi suara untuk memperoleh political favors (dalam suasana
pemilu kita sekarang: memberi suara untuk uang yang diterima dari caleg atau tim
suksesnya dslb.), bersikap setia agar dapat dipertimbangkan untuk promosi jabatan
dalam perusahaan, dst. Ada contoh lagi dalam dunia bisnis: Seorang pemimpin
transaksional membantu para pengikutnya mencapai tujuan-tujuan mereka; jadi, para
pengikutnya pun mengikuti sang pemimpin transaksional karena jelas-nyatainilah
yang terbaik bagi mereka. Kepemimpinan transaksional adalah sesuatu yang sangat
biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari, namun sifatnya tidaklah untuk jangka
panjang – artinya transitoris -, tidak ada tujuan bersama yang perlu dipertahankan
agar membuat kedua pihak itu terus-menerus “nempel-nempelan”, sekali transaksi
dibuat. Kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang
pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin
dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Burns mendefinisikan
kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang memotivasi bawahan atau
pengikut dengan minat-minat pribadinya.
Metcalfe (2000) pemimpin transaksional harus memiliki informasi yang jelas tentang
apa yang dibutuhkan dan diinginkan bawahannya dan harus memberikan balikan
yang konstruktif untuk mempertahankan bawahan pada tugasnya.
Bernard M. Bass mengemukakan kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan
di mana pemimpin menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar
mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi dan membantu
karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut.
Jadi kepemimpinan transaksional merupakan sebuah kepemimpinan dimana seorang
pemimpin mendorong bawahannya untuk bekerja dengan menyediakan sumberdaya
dan penghargaan sebagai imbalan untuk motivasi, produktivitas dan pencapaian tugas
yang efektif. elebihan dan kekurangan
Kelebihan
 Dapat memotivasi secara individu;
 Memingkatkan kinerja pagawai secara individu.
Kekurangan
 Munculnya persaingan dalam individu.
 Komitmen bawahan terhadap organisasi biasanya berjangka pendek
 Aktivitas pekerjaan bawahan hanya terfokus pada negosiasi upah serta
mengabaikan pemecahan masalah atau visi bersama.
 Komitmen bawahan terhadap organisasi akan tergantung pada sejauh mana
kemampuan organisasi dalam memenuhi keinginan bawahan.
b. Adaptive Leadership. Adaptif berarti cerdas menyesuaikan diri dengan perubahan.
Kepemimpinan adaptif berarti kepemimpinan yang mudah menyesuaikan dirinya
dengan perubahan dan keadaan baru. Perubahan selalu membentuk pandangan baru,
dan pandangan baru akan mempengaruhi berbagai peristiwa yang sedang berjalan.
Bila pemimpin tidak menyiapkan kepribadiannya untuk menjawab pandangan baru
tersebut, maka dia akan menghadapi kesulitan untuk mejalani perubahan itu.
Kemampuan menata kepribadian pemimpin dalam sebuah perubahan, akan
membantu evolusi organisasi untuk menangani berbagai kompleksitas.
Kepemimpinan adaptif berarti kepemimpinan yang mampu dan cerdas menghadapi
berbagai situasi dalam keragaman kejadian. Dan, mereka tidak diam dengan banyak
memikirkan, tetapi bergerak cepat dengan berbagai tindakan, untuk memecahkan
tantangan dengan perubahan yang sesuai kebutuhan. Kepemimpinan adaptif selalu
mampu menata kepribadiannya dan meningkatkan kualitas mental, untuk terlibat
dalam proses perubahan, dan selalu menghasilkan tingkat kepastian yang lebih tinggi,
serta memiliki antusiasme belajar yang lebih baik dari setiap titik perubahan menuju
realitas yang diinginkan.
c. Transformational Leadership. Kepemimpinan transformasional mencakup dua unsur
yang bersifat hakiki, yaitu “relasional” dan “berurusan dengan perubahan riil”.
Kepemimpinan transformasional terjadi ketika seorang (atau lebih) berhubungan
dengan orang-orang lain sedemikian rupa sehingga para pemimpin dan pengikut
saling mengangkat diri untuk sampai kepada tingkat-tingkat motivasi dan moralitas
yang lebih tinggi (Burns, 1978, hal. 20). Kepemimpinan transformasional ini adalah
dalam rangka perubahan status quo lewat nilai-nilai yang dianut para pengikut
(konstituen) dan pandangan mereka terkait dengan tujuan yang lebih tinggi. Seorang
pemimpin transformasional mengartikulasikan masalah-masalah yang ada dalam
sistem yang berlaku dan dia mempunyai visi yang sangat mendesak berkenan dengan
apa dan bagaimanakah organisasi atau masyarakat yang baru itu. Visi baru tentang
organisasi atau masyarakat ini secara erat terkait dengan nilai-nilai yang dianut oleh
sang pemimpin dan para pengikutnya. Visi ini mewakilkan suatu ideal yang “sama
dan sebangun” dengan sistem-sistem nilai mereka. Menurut Burns, kepemimpinan
transformasional pada akhirnya merupakan suatu praktek moral dalam artian
meningkatkan standar-standar perilaku manusia. Jadi, kepemimpinan
transformasional mempunyai dimensi moral juga, karena mereka yang terlibat
didalamnya “dapat diangkat kepada  diri mereka yang lebih baik (Burns, 1978, hal.
462).  Artikulasi tentang dimensi moral ini dengan tajam membedakan kepemimpinan
transformasional dari pandangan-pandangan kepemimpinan yang dipromosikan oleh
para ahli manajemen. Hal ini berarti bahwa tes yang paling mendasar terhadap
kepemimpinan transformasional dapat merupakan jawaban terhadap pertanyaan,
“Apakah perubahan-perubahan yang diadvokasikan oleh sang pemimpin sungguh
memajukan atau malah menghambat perkembangan organisasi atau masyarakat?”
Seorang pemimpin transformasional juga cekatan dalam membingkai kembali isu-isu;
mereka  menunjukkan bagaimana masalah-masalah atau isu-isu yang dihadapi para
pengikutnya dapat dipecahkan apabila mereka mendukung dan mewujudkan visi sang
pemimpin tentang masa depan. Seorang pemimpin transformasional juga mengajar
para pengikutnya bagaimana mereka sendiri dapat menjadi pemimpin-pemimpin dan
mendorong mereka untuk memainkan peranan yang aktif dalam gerakan perubahan.
Contohnya adalah bagaimana seorang Nelson Mandela memimpin perubahan di
Republik Afrika Selatan, dan merupakan presiden pertama negara itu yang dipilih
secara demokratis.
Para pemimpin transformasional selalu terlibat dalam konflik dan perubahan, dan
mereka harus bersedia untuk merangkul konflik (artinya bukan malah
menghindarkan/melarikan diri dari konflik), membuat musuh-musuh, menunjukkan
suatu tingkat pengorbanan-diri yang tinggi, berkulit tebal (maksudnya nggak sensi!)
dan senantiasa fokus dalam mewujudkan cita-cita mereka.
Di Indonesia, kita bisa mengenal Bung Karno sebagai salah satu contoh pemimpin
yang menerapkan kepemimpinan transformasi. Pemimpin dengan gaya
kepemimpinan tersebut menggerakkan bawahannya dengan kharisma yang ia miliki.
Alih-alih menyuruh pengikutnya secara langsung, pemimpin tersebut akan mengubah
persepsi, ekspektasi atau motivasi mereka untuk mencapai suatu tujuan dengan
inspirasi-inspirasi yang diberikan kepada mereka. Seperti gaya kepimpinan lainnya,
gaya kepemimpinan transformasional memiliki banyak kegunaan dan kelemahan. 
Kelebihan
 Menurunkan Biaya Perputaran Karyawan (Turnover Cost)
Kharisma dan inspirasi yang diberikan oleh pemimpin kepada bawahannya ternyata
bisa menurunkan kecenderungan karyawan untuk keluar (resign). Mereka jadi tahu
dan bisa menemukan motivasi mereka akan posisinya di kantor. Dengan kata lain,
mereka memiliki peran spesifik dalam suatu oganisasi dan mereka tahu bahwa
mereka sangat dibutuhkan disana.

 Mengikat Orang Secara Keseluruhan


Produktivitas kerja bisa meningkat tajam. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan
pemimpin yang dapat mengetahui motif personal bawahannya. Ketika pemimpin bisa
mengetahui dan memenuhi motif mereka, mereka akan memiliki pembenaran untuk
terus bekerja.

 Bisa Membuat dan Mengatur Perubahan


Perubahan memang tidak bisa dihindari dalam dinamika suatu organisasi. Jika ada
suatu inisiatif yang memaksa suatu perubahan untuk dilakukan, pemimpin bisa
membuat perubahan tersebut menjadi suatu proses yang mendorong pengikutnya
untuk melakukan perubahan juga. Jika implementasi yang dilakukan sudah benar,
pemimpin dan pengikutnya bisa mencapai potensi besar mereka.
Kelemahan Kepemimpinan Transformasional
 Memicu Dampak Yang Negatif
Terkadang, suatu visi atau inspirasi yang diberikan oleh suatu pemimpin kepada bawahan atau
pengikutnya bisa berdampak buruk. Contoh ekstremnya adalah Adolf Hitler. Dia menawarkan
sebuah visi kemurnian ras Bangsa Jerman kepada rakyatnya dengan kharisma yang ia berikan
kepada pengikutnya. Lambat laun, visi itulah yang justru membawanya dan pengikutnya pada
demoralisasi.

 Harus Terus Menjalin Komunikasi


Gaya kepemimpinan ini hanya bisa berhasil jika pemimpin terus menjalin komunikasi dengan
tim atau bawahannya. Pemimpin harus bisa mengomunikasikan visi dan nilai-nilai tugas yang
diberikan pemimpin ke pengikutnya. Jika komunikasi tidak terjalin secara intensif, tim akan
merasa tidak tertarik dengan instruksi-instruksi yang diberikan.

 Membutuhkan umpan balik (feedback) yang konsisten


Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasi harus selalu menjaga antusiasme
timnya dalam meraih tujuan bersama. Pemimpin bisa melakukannya dengan meminta umpan
balik (feedback) kepada pengikutnya secara konsisten. Ia juga harus bisa mendekatkan diri
kepada pengikutnya berdasarkan kepribadian yang berbeda pada tiap individu. JIka seorang
pemimpin memiliki kemampuan yang kurang dalam hal tersebut, besar kemungkinan komitmen
tim anda terhadap pekerjaannya akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu.

Sebenarnya, kelemahan-kelemahan yang ada dalam penerapan kepemimpinan transformasional


bisa diatasi dengan Coaching. Umpan balik dan terjalinnya komunikasi dapat tercapai jika
seorang pemimpin melakukan coaching kepada timnya.

d. SERVANT LEADERSHIP
Servant Leadership pertama kali dikonsep oleh Robert K. Greenleaf pada tahun 1970.
Karakteristik dari perilaku kepemimpinan yang melayani tumbuh dari nilainilai dan keyakinan
individu. Robert Greenleaf (2002) berpendapat bahwa pemimpin yang melayani dapat
mempengaruhi produktivitas dalam situasi nyata sebuah organisasi. Servant leadership yang
berorientasi pada kepemimpinan yang melayani, berbasis pengetahuan, partisipatif, aspek
tanggung jawab dalam proses, etika dan sosial dapat meredakan skandal atau konflik didalam
organisasi. Pemimpin pelayan adalah seseorang yang menjadi pelayan lebih dulu, dimulai dari
perasaan alami bahwa seseorang yang ingin melayani harus terlebih dulu melayani kemudian
pilihan secara sadar membawa sesorang untuk memimpin. Perbedaan yang jelas dalam
penekanan bahwa melayani terlebih dahulu untuk memastikan kepentingan orang lain adalah
prioritas untuk dilayani.

Servant Leadership merupakan gaya kepemimpinan yang sangat peduli atas pertumbuhan
dan dinamika kehidupan pengikut, dirinya serta komunitasnya dari perasaan natural yang ingin
melayani (Robert Greenleaf, 2002) Spears (2010) mengemukakan 10 karakteristik servant
leadership, karakterisitik tersebut yaitu :
a) Karakteristik pertama yaitu mendengarkan (Listening) Servant-leader mendengarkan
dengan penuh perhatian kepada orang lain, mengidentifikasi dan membantu memperjelas
keinginan kelompok, juga mendengarkan suara hati dirinya sendiri.
b) Empati (Empathy) Pemimpin yang melayani adalah mereka yang berusaha memahami
rekan kerja dan mampu berempati dengan orang lain.
c) Penyembuhan (Healing) Servant-leader mampu menciptakan penyembuhan emosional
dan hubungan dirinya, atau hubungan dengan orang lain, karena hubungan merupakan
kekuatan untuk transformasi dan integrasi.
d) Kesadaran (Awareness) Kesadaran untuk memahami isu-isu yang melibatkan etika,
kekuasaan, dan nilai-nilai. Melihat situasi dari posisi yang seimbang yang lebih
terintegrasi.
e) Persuasi (Persuasion) Pemimpin yang melayani berusaha meyakinkan orang lain
daripada memaksa kepatuhan. Ini adalah satu hal yang paling membedakan antara model
otoriter tradisional dengan servant leadership.
f) Konseptualisasi (Conceptualization) Kemampuan melihat masalah dari perspektif
konseptualisasi berarti berfikir secara jangka panjang atau visioner dalam basis yang
lebih luas.
g) Kejelian (Foresight) Jeli atau teliti dalam memahami pelajaran dari masa lalu, realitas
saat ini, dan kemungkinan konsekuensi dari keputusan untuk masa depan.
h) Keterbukaan (Stewardship) Menekankan keterbukaan dan persuasi untuk membangun
kepercayaan dari orang lain.
i) Komitmen untuk Pertumbuhan (Commitment to the Growth of People) Tanggng jawab
untuk melakukan usaha dalam meningkatkan pertumbuhan profesional karyawan dan
organisasi.
j) Membangun Komunitas (Building Community) Mengidentifikasi cara untuk
membangun komunitas

Barbuto dan Wheeler (2006) menyatakan bahwa terdapat lima dimensi dalam gaya
kepemimpinan melayani, yaitu :

1) Altruistic Calling berarti meletakkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri
dan akan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan bawahannya.
2) Emotional Healing dapat berarti komitmen pemimpin dan keterampilan dalam membina
pemulihan spiritual dari kesulitan atau trauma. Pemimpin yang memiliki dimensi ini biasanya
sangat empati dan merupakan pendengar yang baik.
3) Wisdom diartikan bahwa pemimpin yang mempunyai dimensi wisdom mahir memahami
kondisi lingkungan dan memahami implikasinya.
4) Persuasive Mapping bahwa persuasive mapping menggambarkan sejauh mana pemimpin
memiliki keterampilan untuk memetakan persoalan dan mengkonseptualisasikan kemungkinan
tertinggi untuk terjadinya dan mendesak seseorang untuk melakukan sesuatu ketika
mengartikulasikan peluang.
5) Organizational Stewardship diartikan bahwa organizational stewardship menggambarkan
sejauh mana pemimpin menyiapkan organisasi untuk membuat kontribusi positif terhadap
lingkungannya melalui program pengabdian masyarakat dan pengembangan komunitas serta
mendorong pendidikan tinggi sebagai satu komunitas.

Indikator dan Ciri-ciri Servant Leadership 


Menurut Dennis (2004), Servant Leadership dapat diukur melalui Servant Leadership Assement
Instrument (SLAI). Berdasarkan hal tersebut indikator Servant Leadership adalah sebagai
berikut:

1. Kasih Sayang (Love). Kepemimpinan yang mengasihi dengan cinta atau kasih sayang.
Cinta yang dimaksud adalah melakukan hal yang benar pada waktu yang tepat untuk
alasan dan keputusan yang terbaik.
2. Pemberdayaan (Empowerment). Penekanan pada kerja sama yaitu mempercayakan
kekuasaan pada orang lain, dan mendengarkan saran dari followers.
3. Visi (Vision). Arah organisasi dimasa mendatang yang akan dibawa oleh seorang
pemimpin. Visi akan mengispirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan.
4. Kerendahan Hati (Humility). Menjaga kerendahan hati dengan menunjukkan rasa
hormat terhadap karyawan dan mengakui kontribusi karyawan terhadap tim.
5. Kepercayaan (Trust). Servant-leader adalah orang-orang pilihan yang dipilih
berdasarkan suatu kelebihan yang menyebabkan pemimpin tersebut mendapatkan
kepercayaan.

Seorang pemimpin dengan gaya kepemimpinan melayani (Servant Leadership), dapat diketahui
melalui ciri-ciri sebagai berikut:
a) Mendengarkan 
Pemimpin pelayan berusaha mengenali dan memahami dengan jelas kehendak kelompok.
Mereka berusaha mendengarkan secara tanggap apa yang dikatakan (dan tidak dikatakan).
Mendengarkan dan memahami apa yang dikomunikasikan oleh tubuh, jiwa, dan pikiran

b) Menerima orang lain dan Empati 

Pemimpin pelayan berusaha keras memahami dan memberikan empati kepada orang lain. Orang
perlu diterima dan diakui sebagai suatu individu yang istimewa dan unik. Setiap individu tidak
ingin kehadirannya dalam suatu organisasi/perusahaan ditolak oleh orang lain yang berada di
sekitar dirinya. Pemimpin pelayan yang paling sukses adalah mereka yang mampu menjadi
seorang pendengar yang penuh dengan empati.
c) Kemampuan meramalkan 
Kemampuan untuk memperhitungkan kondisi yang sudah terjadi atau meramalkan kemungkinan
hasil suatu situasi sulit didefinisikan, tetapi mudah dikenali. Kemampuan meramalkan adalah ciri
khas yang memungkinkan pemimpin pelayan bisa memahami pelajaran dari masa lalu, realita
masa sekarang dan kemungkinan konsekuensi sebuah keputusan untuk masa depan. Hal ini
menanamkan inti permasalahan sampai jauh ke dalam pikiran intuitif.
d) Membangun kekuatan Persuasif 
Ciri khas kepemimpinan pelayan lainnya adalah mengandalkan kemampuan meyakinkan orang
lain, bukannya wewenang karena kedudukan dalam membuat keputusan di dalam organisasi.
Pemimpin pelayan berusaha meyakinkan orang lain, bukannya memaksakan kepatuhan.

e) Konseptualisasi 
Pemimpin pelayan berusaha memelihara kemampuan mereka untuk memiliki impian besar.
Kemampuan untuk melihat kepada suatu masalah (atau sebuah organisasi) dari perspektif
konseptualisasi berarti bahwa orang harus berpikir melampaui realita dari hari ke hari. Pemimpin
pelayan harus mengusahakan keseimbangan yang rumit antara konseptualisasi dan fokus sehari-
hari..
f) Kemampuan Menyembuhkan 
Belajar menyembuhkan merupakan daya yang kuat untuk perubahan dan integrasi. Salah satu
kekuatan besar kepemimpinan pelayan adalah kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri
dan orang lain.

g) Kemampuan Melayani 

Kemapuan melayani (stewardship) adalah memegang sesuatu dengan kepercayaan orang lain.
Kepemimpinan pelayan memiliki komitmen untuk melayani kebutuhan orang lain. Hal ini
tentunya menekankan adanya keterbukaan dan kejujuran, bukan pengendalian atau
pengawasan.

h) Memiliki Komitmen pada Pertumbuhan Manusia 

Pemimpin pelayan sangat berkomitmen terhadap pertumbuhan pribadi, profesional dan spiritual
setiap individu di dalam organisasi. Dalam praktiknya dengan cara melakukan pengembangan
pribadi dan profesional, menaruh perhatian pribadi pada gagasan dan saran karyawan atau
anggota, memberikan dorongan kepada keterlibatan pekerja dalam pengambilan keputusan,
toleran terhadap kesalahan dan sebagainya.
i) Membangun komunitas/masyarakat di tempat kerja 

Membangun komunitas ini mencakup membangun komunitas yang baik antar karyawan, antar
pimpinan dan bawahan dan membangun komunitas masyarakat dan pelanggan. Lingkungan
kerja yang kondusif secara internal dan eksternal diharapkan akan meningkatkan performa
organisasi secara maksimal. Kemampuan pemimpin pelayan dalam menciptakan suasana rasa
saling percaya akan membentuk kerja sama yang cerdas dalam suatu tim kerja.

2. Jelaskan Menurut anda, pilihlah 1 tipe/jenis kepemimpinan yang cocok dengan pelayanan
kesehatan saat ini dan jelaskan tantangan nya.

Sebuah stakeholder membutuhkan seorang pemimpin untuk mengordinasi semua kegiatan agar
tujuannyabisa tercapai. Pemimpin ibarat kepala dari tubuh manusia, kepala berisi otak yang
mengendalikan semua kegiatan dari bagian tubuh yang lain. Bagian tubuh bagaikan bawahan
yang melaksanakan perintah atau arahan dari kepala.Pemimpin juga dibutuhkan untuk mewakili
anggota atau kelompok pada suatau waktu, selain itu pemimpin juga sebagai penerima resiko
jika anggotanya mengalami kesulitan.
Semua stakeholder ataupun kelompok memerlukan sosok pemimpin, dapat dilihat dari
komponen terkecil dari masyarakat adalah sebuah keluarga.Keluarga juga memerlukan sosok
seorang pemimpin untuk membina rumah tangga yang baik.Sehingga organisasi yang besar
tentunya sangat memerlukan seorang pemimpin. Menurut saya tipe /jenis kepemimpinan yang
cocok dengan pelayanan kesehatan saat ini adalah jenis kepemimpinan Servant Leadership dan
alasan saya memilih servant leadership dari pada transformasional adalah Model pelayanan
pemimpin selalu dibandingakan dengan kepemimpinan transformasional karena dalam model
kepemompinan diantara keduanya lebih menekankan pada karakteristik pemimpin yang luar
biasa dan penilaian terhadap pengikut yang humanistic, dimana focus mereka adalah pada
kepemimpinan dan perilaku. Namun pada dasarnya konsep kepemimpinan yang melayani
dengan konsep transformasional kepemimpinan pada dasarnya berbeda satu dengan yang
lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada motivasi pemimpin , tujuan organisasi, dan ukuran
keberhasilan. Pada kepemimpinan transformasional motivasi digunakan sebagai suatu kebutuhan
untuk mencapai tujuan organisasi, jadi pengembanagn pribadi dan pemberdayaan pegawai
merupakan sarana untuk mencapai tujuan organisasi akibatnya kepemimpinan transformasional
menekankan pada produksi dan pencapaian tujuan organisasi berfungsi sebagai tolak ukur
langsung. Hal ini tentu berbeda dengan konsep kepemimpinan yang melayani dimana motivasi
digunakan sebagai pendukung aktualisasi pegawai yang kemudian menyebabkan penekanan
yang lebih besar pada pegawai di atas pencapaian tujuan organisasi dan kebahagiaan pegawai
merupakan cirri khas keberhasilan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kepemimpinan yang
melayani (servant Leadership) cocok untuk pelayanan public pelayanan kesehatan.

Tantangan kita ambil contoh agar mempermudah penjelasan kita ambil contoh kasus di
puskesmas tentang efisiensi pelayanan kesehatan gigi di puskesmas pelayanan kesehatan gigi di
anggap pelayanan seperti tambal gigi besaran biaya yang di keluarkan untuk menambal gigi itu
mahal peran pemimpin dalam hal ini adalah berdiskusi dengan para stakeholder seperti
penangung jawab BPJS apa bisa tambal gigi di cover dengan BPJS karena sejatinya Biaya
tambal gigi juga bisa gratis, apabila Anda memanfaatkan pelayanan BPJS Kesehatan.
Berdasarkan panduan praktis pelayanan gigi dan prothesa gigi bagi peserta jaminan kesehatan
nasional (JKN) yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan, prosedur tambal gigi atau tumpatan gigi
termasuk dalam pelayanan yang dijamin, sebagian orang pasti tidak mengetahui fasilitas ini, jadi
peran pemimpin khususnya kepala puskesmas melayani (stewardship) adalah memegang sesuatu
dengan kepercayaan orang lain. Kepemimpinan pelayan memiliki komitmen untuk melayani
kebutuhan orang lain. Kemudian contoh lain adalah seperti pengolahan dana BOK dimana peran
kepala puskesmas sebagai ujung tombak mekanisme di mana kegiatan yang menggunakan dana
BOK harus dijalankan untuk berbagai program dan mendahulukan kegiatan atau program yang
masuk dalam kategori SPM , meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan masyarakat melalui
promotif dan prevenif untuk mencapat target SPM dimana sikap kepemimpinan harus
meletakkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri dan akan bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan bawahannya.
Kemudian peran pemimpin puskesmas adalah selalu mengawasi pelaporan keuangan berupa
pencairan dan bok dan pemanfaatan dana bok agar anggaran dapat selau efisien guna melayani
sebutuhan setiap pasien maupun masyarakat.
Daftar Pustaka

Referensi:
Purwanto, M. Ngalim. 1991. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta:
Erlangga.Thoha, Miftah. 1983. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali Pers.
Servant Leadeship atau Kepemimpinan Hamba oleh Meme Mery, SE, Trainer di PT PHILLIPS,
Inc JKT.

Arep, Ishak dan Hendri Tanjung. (2003). Manajemen Motivasi. Penerbit PT.Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta. 

Kartono, Kartini. (1998). Pemimpin dan Kepemimpinan : Apakah Pemimpinan Abnormal Itu ?
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 

Siagian, S. P. (1982). Administrasi Pembangunan. Gunung Agung, Jakarta. 

Suradinata, Ermaya. (1995). Psikologi Kepegawaian dan Peranan Pimpinan Dalam Motivasi
Kerja . CV Ramadan, Bandung. 

Winardi. (1990). Kepemimpinan Dalam Manajemen. PT. Rineka Cipta, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai