Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI I

“Uji Aktivitas Stimulan”

Tingkat : 2B

Disusun oleh

Kelompok 3

Millata Auliyaa E.C (P17335118030) Hanisa Aprilia M (P17335118052)


Yoga Adi Restu M (P17335118040) Lu’lu’il Jannah M (P17335118070)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

BANDUNG

2019
A. NAMA PERCOBAAN
Uji Aktivitas Stimulan
B. TUJUAN PRAKTIKUM
 Memahami efek berbagai dosis kafein sebagai stimulan.
 Mengenal macam-macam metode yang digunakan untuk menguji efek
stimulan.
C. DASAR TEORI
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan syaraf yang kompleks,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antar individu dengan
lingkungan sekitarnya. System tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan
aktivitas sistem-sistem tubuh yang lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka
terjalin komunikasi antara berbagai system tubuh sehingga menyebabkan tubuh
berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam system inilah berasal segala
fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi
kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu
rangsangan merupakan hasil kerja terintegrasi dari system saraf yang mencapai
puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu. Sistem saraf pusat
merupakan bagian dari system saraf yang terdiri dari otak dan sumsum tulang
belakang. System saraf pusat mempunyai fungsi mengkoordinasikan segala
aktivitas bagian tubuh manusia (Tjay, 2007).
Sebagian besar obat yang mempengaruhi SSP bekerja dengan mengubah
tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang mempengaruhi SSP dapat
bekerja presinaptik, mempengaruhi produksi, penyimpanan atau pengakhiran kerja
neurotransmitter. Obat-obat lain dapat memacu atau menghambat reseptor
postsinaptik, memberikan tujuan umum SSP dengan focus pada neurotransmitter
yang terkait dalam penggunaan obat-obat SSP dan klinik (Mycek, 2001).
Obat-obat yang bekerja pada system saraf pusat terbagi menjadi anestetik
umum (memblokir rasa sakit), hipnotik-sedatif (menyebabkan tidur), stimulant
system saraf, antidepresi, antikunvlusi (meghilangkan kejang), analgesic
(mengurangi rasa sakit), opoid, analgesic-antipiretik-antiinflamsi dan perangsang
susunan system saraf (Tjay 2007).
Stimulant system saraf pusat memiliki dua golongan obat yang bekerja
terutama pada susunan system saraf pusat (SSP). Golongan pertama yaitu stimulant
psikomotor, menimbulkan eksitasi dan euphoria, mengurangi perasaan lelah dan
meningkatkan aktivitas motoric. Kelompok kedua, obat-obat psikotomimetik dan
halusinogen, menimbulkan perubahan mendasar dalam pola pemikiran dan
perasaan, dan sedikit berpengaruh pada sambungan otak dan sumsum tulang
belakang. Sebagai suatu kesatuan, stimulant system saraf pusat (SSP) sedikit sekali
digunakan dalam klinik tetapi penting dalam masalah penyalahgunaan obat, selain
obat depresan SSP dan narkotik (Mycek, 2001).
Stimulant bekerja mempercepat aktivitas dalam system saraf pusat. Obat
yang termasuk kelompok ini adalah kafein, amfetamion (upper), dan hidroklorida
metamfetamin (meth). Dalam dosis sedang, kelompok obat stimulant menghasilkan
perasaan senang, percaya diri, dan kegembiraan atau euphoria. Dalam dosis besar,
obat-obat ini membuat orang merasa cemas dan gugup. Dalam dosis yang sangat
besar, obat-obat ini menyebabkan kejang-kejang, gagal jantung, dan kematian
(Wade, 2008).
Kafein termasuk golongan obat yang merangsang psikomotor. Kafein
merupakan alkaloid dengan nama 1,1,7-trimetil xanthine. Kafein berfungsi sebagai
stimulant. Kafein memiliki pemerian hablur yang pahit dengan warna putih
mengkilat, kristal menjarum dengan titik mencair atau titik leleh 236ºC dan tidak
berbau. Kafein terdapat pada teh, kopi, cola, mente dan coklat, selain itu kafein
juga diperoleh dari sintesa kimia. Farmakokinetik dari kafein adalah didistribusikan
keseluruh tubuh dan dengan cepat diabsorbsikan setelah pemberian, waktu
paruhnya 3-7 jam, dan diekskresikan melalui urin. Sedangkan farmakodinamiknya
yaitu mempunyai efek relaksasi otot polos, terutama otot polos bronchus,
merangsang saraf pusat, otot jantung, dan meningkatkan diuresis . Indikasi dari
kafein sendiri yaitu menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk, juga daya
konsentrasi dan kecepatan reaksi ditingkatkan serta prestasi otak dan susunan jiwa
dipebaiki, lalu kontraindikasi untuk kafein sendiri adalah glakoma sudut tertutup,
obstruksi salcame asma, hernia hiatal, miasternia, penyakit hati dan asma (Patra,
2014).
Uji stimulant dilakukan dengan bebrapa metode.
1. Hole board. Pengamatan ini dilihat terhadap jumlah gerakan spontan dari
mencit yaitu memasukan kepala hingga kedua telinga juga ikut masuk pada
lubang-lubang papan kayu dengan diameter 1 cm dan kedalaman 2 cm
secara berulang yang mengindikasikan suatu perilaku eksplorasi.
2. Uji bolak-balik diatas platform, untuk melihat lokomotorik.
3. Uji Gelantung, yang ditujukan untuk melihat ketahanan.
4. Uji forced-swimming, yang ditujukan untuk melihat ketahanan.
D. ALAT DAN BAHAN

E. PROSEDUR KERJA
1. Disiapkan sejumlah mencit yang akan digunakan dalam praktikum
2. Ditimbang masing-masing berat badan mencit
3. Dihitung volume pemberian masing-masing mencit
4. Dilakukan pengamatan pre test sebelum diberikan obat selama 5 menit
5. Diberikan obat kafein secara intraperitonial
6. Didiamkan selama 30 menit untuk menunggu onset time dari obat
7. Dilakukkan pengamatan post test selema 5 menit untuk melihat gerak bolak-
baliknya.
8. Catat gerakan bolak-baliknya.
F. HASIL PENGAMATAN
Perhitungan Dosis
Dosis obat = 0,25 mL/20 g BB mencit
Dosis obat pertama : 0,125/20 g BB mencit

Mencit Perhitungan dosis pemberian secara peritonial


Mencit 2 (30 g) 31 g
x 0,125 mL = 0,19 mL /31 bb mencit
20 g
(Obat 1)
Mencit 3 (34 g) 34 g
x 0,25 mL = 0,43 mL /34 bb mencit
20 g
(Obat 2)
Mencit 4 (29 g) 29 g
x 0,25 mL = 0,37 mL /29 bb mencit
20 g
(Obat 3)
Mencit 1 (33 g) 33 g
x 0,25 mL = 0,41 mL /33 bb mencit
20 g
(Kontrol)
Hasil Pengamatan Kelompok 3

Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Kontrol


Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post
Bolak-
Balik 19 4 9 9 7 3 1 0

Grafik

20
18
16
14
12
10 Pre

8 Post

6
4
2
0
Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Kontrol

Perhitungan Rasio
Post Test
Rasio = Pre Test

Mencit Perhitungan dosis pemberian secara oral


4
Dosis 1 = 0,2105
19
9
Dosis 2 =1
9
3
Dosis 3 = 0,4286
7
0
Kontrol =0
1
Grafik Rasio

1.2

0.8

0.6
Rasio

0.4

0.2

0
Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Kontrol

G. PEMBAHASAN
Sistem saraf adalah salah satu organ yang berfungsi untuk
menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan koordinasi kegiatan
tubuh. Dengan pertolongan saraf kita dapat menghisap suatu rangsangan dari luar
pengendalian kerja otot.
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi obat depresan
saraf pusat, yaitu anestetik umum (memblokir rasa sakit), hipnotik sedatif
(menyebabkan tidur), psikotropika (menghilangkan gangguan jiwa), antikonvulsi
(menghilangkan kejang), analgetik (mengurangi rasa sakit) opioid, dan perangsang
susunan saraf pusat.
Dalam praktikum kali ini dilakukan uji aktivitas stimulant yang bertujuan
untuk melihat gambaran zat yang memiliki aktivitas stimulant. Untuk praktikum
kali ini, zat yang digunakan adalah kafein dengan dosis yang berbeda-beda. Obat
ini termasuk ke dalam kelompok perangsang motoris dalam golongan stimulant
sistem saraf pusat. Kafein adalah komponen alkaloid turunan xantin yang berfungsi
sebagai stimulan psiko aktif pada manusia.Mekanisme kerjanya adalah
menghambat reuptake pada reseptor adenosin. Kafein menstimulasi SSP dan
menyebabkan peningkatan kewaspadaan, kecepatan, dan kejelasan alur pikiran,
peningkatan fokus. Kafein juga dapat meningkatkan kemampuan dalam melakukan
suatu kegiatan yang melelahkan tubuh. Kafein memiliki efek psikotonik yang kuat
bila dikonsumsi setelah 30 menit dan akan mencapai kadar maksimum dalam
waktu dua hingga tiga jam kemudian akan hilang perlahan-lahan.
Pada mencit kedua diberikan dengan dosis 2,5 mg/20 g BB mencit dengan
volume pemberian 0,125 ml/20 g BB mencit. Metode uji yang dilakukan dan
diamati adalah metode uji bolak-balik diatas platform. Sebelum diberikan obat
mencit disimpan diatas platform, dilakukan pre test terlebih dahulu selama 5 menit
untuk melihat efektifitas stimulant dengan membandingkan nantinya pada saat
dilakukan post test pada mencit setelah diberikan obat. Setelah 5 menit dilakukkan
pre test, mencit diberikan obat dengan dosis 1 sebanyak 0,19 ml secara
intraperitonial kemudian mencit didiamkan selama 30 menit, untuk menunggu
onset time dari obat. Setelah 30 menit, mencit kembali disimpan diatas platform
dan diamati gerakan bolak-baliknya selama 5 menit.
Setelah diamati didapatkan hasil pada saat sebelum diberikan kafein mencit
dapat melewati garis diatas platform sebanyak 19 kali dan setelahdiberikan kafein
mencit dapat melewati garis sebanyak 4 kali. Hasil ini tidak sesuai dengan
literature, karena seharusnya ketika mencit diberikan kafein, gerakan bolak-
baliknya haruslah lebih banyak dibandingkan dengan sebelum diberi obat. Hal ini
bisa disebabkan karena beberapa factor, salah satunya karena lingkungan yang
terlalu berisik sehingga menyebabkan mencit stress.
Pada mencit tiga diberikan kafein dengan dosis 1,25 mg/20 g BB mencit
dengan volume pemberian 0,25 mL/20 g BB mencit. Parameter yang dilakukan
adalah dengan melihat berapa kali mencit bolak-balik melewati garis tengah yang
telah ditandai di platform. Dosis yang diberikan kepada mencit tiga termasuk dosis
yang kecil sehingga membuat gerakan mencit melewati garis sama atau lebih
dibanding saat sebelum diberikan kafein. Hasil yang didapatkan, sebelum diberikan
kafein mencit bergerak melewati garis sebanyak 9 kali dan setelah diberikan kafein
secara intra peritonial mencit bergerak melewati garis sebanyak 9 kali. Hal ini
sesuai dengan teori dimana jika diberikan obat stimulan maka mencit tidak
mengalami penurunan aktivitas motorik.
Pada mencit empat, metode uji yang dilakukan dan diamati adalah metode
uji bolak-balik diatas platform. Sebelum diberikan obat, mencit disimpan diatas
platform yang kemudian diamati, hal ini dimaksudkan untuk melihat efektifitas
stimulant dengan membandingkan jumlah gerakan bolak-balik pra diberi obat dan
post diberi obat. Pengamatan pra diberi obat, dilakukan selama 5 menit. Setelah itu
mencit diberikan obat dosis 3 secara intraperitonial sebanyak 0,37 mL yang
kemudian disimpan diatas platform. Mencit didiamkan selama 30 menit, untuk
menunggu onset time dari obat. Setelah 30 menit, mencit kembali disimpan diatas
platform dan diamati gerakan bolak-baliknya selama 5 menit.
Setelah diamati, diperoleh data gerakan bolak-balik mencit sebelum diberi
obat adalah 7 kali bolak-balik, sedangkan setelah diberi obat hanya 3 kali bolak-
balik. Hasil ini tidak sesuai dengan literature, karena seharusnya ketika mencit
diberikan kafein, gerakan bolak-baliknya haruslah lebih banyak dibandingkan
dengan sebelum diberi obat. Hal ini bisa disebabkan karena beberapa factor, salah
satunya karena lingkungan yang terlalu berisik sehingga menyebabkan mencit
stress dan menjadi diam atau karena kondisi mencit yang mengantuk, mengingat
praktikum dilakukan siang hari sementara mencit merupakan termasuk hewan
nocturnal atau hewan yang aktif pada malam hari dan tertidur pada siang hari.

H. KESIMPULAN
I. DAFTAR PUSTAKAN

Mycek, M. J., Harvey, R. A., dan Champe P. C. 2013. Farmakologi Ulasan


Beragmbar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.

Tjay, K.H., dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Wade, C. dan Travis, C. 2008. Psikologi. Edisi 9. Jakarta: Erlangga.


J. LAMPIRAN

Mencit mengeluarkan feses yang


pengamatan mencit setelah diberikan
ssanagt lembek dan berlendir setelah
kafein
pemberian obat

Anda mungkin juga menyukai