Anda di halaman 1dari 22

TAKE HOME EXAM

“Optimalisasi peran perawat Pada Pelayanan Keperawatan, di tatanan


Klinik dan Komunitas dengan pendekatan psikososial budaya di masyarakat
di kelompok lansia”

Disusun sebagai salah satu persyaratan Untuk Memenuhi Proses Penilaian Salah
Satu Mata Ajar “Keperawatan Psikososial Budaya”

Dosen Pengampu: Ns Susi Wahyuning Asih, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh
Trisya Bella F
NIM. 1711011078

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2019
TAKE HOME EXAM

“Optimalisasi peran perawat Pada Pelayanan Keperawatan, di tatanan


Klinik dan Komunitas dengan pendekatan psikososial budaya di masyarakat
di kelompok lansia”

Disusun sebagai salah satu persyaratan Untuk Memenuhi Proses Penilaian Salah
Satu Mata Ajar “Keperawatan Psikososial Budaya”

Dosen Pengampu: Ns Susi Wahyuning Asih, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh
Trisya Bella F
NIM. 1711011078

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan “Take Home Exam Optimalisasi peran perawatan
Pada Pelayanan Keperawatan, di tatanan Klinik dan Komunitas dengan
pendekatan psikososial budaya di masyarakat di kelompok lansia” ini untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu Keperawatan
Psikososial Budaya ibu Ns Susi Wahyuning Asih, S.Kep., M.Kep. Meskipun
banyak hambatan yang penyusun alami dalam proses pengerjaannya, tetapi
penyusun berhasil menyelesaikan Laporan ini tepat pada waktunya. Tidak lupa
penyusun sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Psikososial Budaya yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan Laporan yang disusun. Serta rekan-rekan mahasiswa yang telah
membantu mendukung terselesainya laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam membuat Laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna sempurnanya laporan ini. Penyusun berharap semoga
Laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Jember, 3 Januari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................. 3

A. Definisi Lansia .................................................................................................... 3

B. Peran Pada Lansia................................................................................................ 5

C. Peran Dalam Sosial Masyarakat .......................................................................... 6

D. Perubahan Dalam Sosial di Masyarakat .............................................................. 6

E. Permasalahan Sosial Terkait Kesejahteraan Lansia ............................................. 7

F. Hubungan Sosial Budaya Dengan Lansia ............................................................ 8

G. Permasalahan Aspek Sosial Budaya.................................................................... 9

H. Pencegahan Gangguan Psikososial Pada Lansia ................................................. 10

BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................... 12

BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................... 14

BAB V PENUTUP .................................................................................................. 17

A. Simpulan.............................................................................................................. 17

B. Saran .................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang
banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal
perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang
kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan
langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang
bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting
dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan
sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat
dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses
berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif
maupun negative.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya,
sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat
bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka.
Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap
kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang
proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau
budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui optimalisasi peran perawat dalam pelayanan
keperawatan, ditatanan klinik dan komunitas dengan pendekatan
psikososial budaya di masayarakat di kelompok lansia.

1
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui pengertian dari lansia.
b) Untuk mengetahui peran pada lansia.
c) Untuk mengetahui peran dalam sosial masyarakat.
d) Untuk mengetahui perubahan dalam peran sosial di masyarakat.
e) Untuk mengetahui permasalahan sosial terkait kesejahteraan lansia.
f) Untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan lansia.
g) Untuk mengetahui permasalahan aspek sosial budaya.
h) Untuk mengetahui pencegahan gangguan psikososial pada lansia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh
setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan
baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai
fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan
fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai
memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca
indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi
integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan
kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan
dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut
kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara
bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang
berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut
sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentangkehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan
akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam
hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia
mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi
hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan
memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia
yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru
dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah
seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah

3
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari
orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah
mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu
yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis.
Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan
kematian (Hutapea, 2005).
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun
ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi
proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan
yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan
penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban
dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada
yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali
dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok
sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata
sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka
terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan

4
serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di
Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang
harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).
B. Peran Pada Lansia
Sama seperti orang berusia madya harus belajar untuk memainkan
peranan baru demikian juga dengan kaum lansia. Dalam kebudayaan
dewasa ini, dimana efisiensi, kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk
fisik sangat dihargai, mengakibatkan orang lansia sering dianggap tidak
ada gunanya lagi. Karena mereka tidak dapat bersaing dengan orang-orang
yang lebih muda dalam berbagai bidang tertentu dimana kriteria nilai
sangat diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka tidak menyenangkan.
Lebih jauh lagi, orang lansia diharapkan untuk mengurangi peran
aktifnya dalam urusan masyarakat dan sosial. Demikian juga dengan dunia
usaha dan profesionalisme. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah
kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia, dan karenanya perlu mengubah
beberapa peran yang masih dilakukannya.
Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum lansia, pujian
yang mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia tua bukan dengan
keberhasilan mereka. Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi
bagi lansia menumbuhkan perasaan rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu
perasaan yang tidak menunjang proses penyesuaian sosial seseorang.
Sosial disini yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dipakai
sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat
atau komuniti, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi
simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan
berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh
individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan
demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang
terikat pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang individu
berarti terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing individu yang
saling berfungsi satu dengan lainnya.

5
C. Peran Dalam Sosial Masyarakat
Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan
dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Orang
tua diharapkan untuk menyesuaiakan diri dengan menurunkan kekuatan,
dan menurunnya kesehatan secara bertahap. Hal ini sering diartikan
sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan didalam
maupun diluar rumah. Mereka juga diharapkan untuk mencari kegiatan
untuk menganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian besar
waktu dikala masih muda dahulu.
Bagi beberapa lansia berkewajiban mengikuti rapat yang meyangkut
kegiatan sosial dan kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan
karena kesehatan dan pendapatan yang menurun setelah mereka pensiun.
Akibat dari menurunnya kesehatan dan pendapatan, maka mereka perlu
menjadwalkan dan menyusun kembali pola hidup yang sesuai dengan
keadaan saat itu, yang berbeda dengan masa lalu.
D. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak
fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran
sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu
mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna
serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya
lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran)
masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit,

6
sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care)
dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak
punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya
pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah
meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi
terlantar.
E. Permasalahan Sosial Terkait Kesejahteraan Lansia
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian
kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut :
1. Permasalahan
a. Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis
kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga
yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan
dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan
keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga
kecil.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri
kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan
kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien,
yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional
pelayanan lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan
fasilitas khusus bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan
pembinaan kesejahteraan lanjut usia.
e. Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan
kesejateraan lanjut usia
2. Permasalahan Khusus
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai
permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia
adalah sebagai berikut:

7
a. Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya
masalah baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan
fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat
menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain.
b. Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan
kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada
kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak
diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya.
c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan
tenaga kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang
rendah, menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja
yang ada, dan terpaksa menganggur.
d. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga
diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri
serta mempunyai penghasilan cukup.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan
masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai
dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan
bisa menjadi terlantar.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak
lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu
kesehatan fisik lanjut usia.
F. Hubungan Sosial Budaya Dengan Lansia
Kebudayaan merupakan sikap hidup yang khas dari sekelompok
individu yang dipelajari secara turun temurun , tetapi sikap hidup ini ada
kalanya malah mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit .
Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit , tetapi
mempunyai struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari
masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tertentu tidaklah kaku dan
bisa untuk dirubah, tantangannya adalah mampukah seorang perawat

8
memberikan penjelasan dan informasi yang rinci tentang pelayanan
kesehatan asuhan keperawatan yang akan di berikan kepada lansia.
Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang
dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada
masyarakat tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan
yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial
tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam
masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan partisipasinya
dalam masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung
berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental
mereka.
Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan
peran fungsional pada warga usia lanjut,posisi mereka bergeser kepada
sekedar peran formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan
kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia lanjut dalam
masyarakat modern menjadi lebih rentan terhadap tema - tema kehilangan
dalam perjalanan hidupnya. Era globalisasi membawa konsekuensi
pergeseran budaya yang cepat dan terus – menerus , membuat nilai - nilai
tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa
sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni :
kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari
kepribadian dan kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini
merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan
berbagai masalah kejiwaan.
G. Permasalahan Aspek Sosial Budaya
Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia secara
umum yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis
kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota
keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati,
berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara
fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok

9
masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu
kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan
untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan
kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam
pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan
kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya
kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
H. Pencegahan Gangguan Psikososial Pada Lansia
Masalah-masalah mental bukanlah merupakan bagian dari penuaan
yang normal. Pemberi perawatan kesehatan, anggota keluarga, teman-
teman lansia dan lansia itu sendiri dapat memusatkan perhatian pada
pencegahan terjadinya masalah-masalah mental. Bagian dari masalah
tersebut adalah adanya sikap terhadap penuaan yang terdapat dalam
masyarakat, berdasarkan pada pengetahuan yang kurang dan direfleksikan
dengan rasa hormat yang kurang pada lansia.
Lansia dapat mengalami berbagai perubahan fisik, mental dan
emosional seiring dengan bertambahnya usia mereka, tetapi adanya
bantuan dan dukungan dari keluarga, teman-teman dan pemberi pelayanan
kesehatan. Maka sebagian masalah mental dan emosional yang berat dapat
dicegah.
1. Peran Keluarga
Keluarga merupakan masyarakat terkecil dimana lansia berada.
Perubahan kejiwaan pada lansia akan mempengaruhi status kesehatan
keluarga. Oleh karena itu keluarga dan lansia perlu mengetahui
perubahan kejiwaan pada lansia agar dapat mencegah terjadinya
gangguan jiwa pada lansia. Keterlibatan keluarga akan menentukan
keberhasilan perawatan kesehatan jiwa lansia. Peran keluarga yang
lain:
a. Melakukan komunikasi yang terarah
b. Mempertahankan kehangatan keluarga
c. Membantu melakukan persiapan sehari-hari

10
d. Membantu dalam hal transportasi
e. Membantu memenuhi sumber-sumber keuangan
f. Memberikan kasih sayang
2. Peran Perawat
a. Dirumah
Perawat perawatan kesehatan di rumah memiliki kesempatan dan
tanggung jawab khusus untuk membantu mencegah kesepian,
depresi, fobia, dan perilaku paranoid pada lansia yang tinggal di
rumah, terutama mereka yang terisolasi dan memiliki keterbatasan
atau tidak memiliki sistem dukungan sosial. Perawat perawatan
kesehatan di rumah harus selalu memperhatikan adanya tanda dan
gejala penganiayaan pada lansia oleh anggota keluarga atau
pemberi pelayanan perawatan yang lain.
b. Di rumah sakit
Perawat yang bekerja di rumah sakit memiliki tanggung jawab
yang unik dalam perencanaan pulang dan pendidikan kesehatan
pada klien lansia dan keluarganya. Klien lansia yang tidak
sepenuhnya mengerti instruksi-instruksi tentang perawatan di
rumah mungkin tidak bertanya kepada perawat karena takut
dianggap bingung atau tidak dapat belajar karena usianya yang
sudah tua. Konsekuensinya klien akan merasa cemas dan tidak
berharga. Mereka ingin pulang ke rumah tetapi setelah tiba di
rumah kemudian mengalami beberapa masalah karena mereka
tidak mengerti instruksi pada saat pulang. Mereka menjadi sangat
ketakutan atau tertekan sehingga komplikasi dapat terjadi. Instruksi
yang jelas, spesifik dan ditulis dengan huruf berukuran besar
adalah sangat penting, terutama jika berhubungan dengan
pengobatan dan tindakan. Sehingga hospitalisasi ulang tidak perlu
terjadi.

11
BAB III

TINJAUAN KASUS

Ny.A (65 tahun) tinggal di rumah sederhana di sebuah desa dengan penduduk
lumayan padat. Sejak 5 tahun yang lalu, kedua anaknya meningglakan Ny. A
sendiri di rumah, karena harus pergi merantau mencari pekerjaan. Ny.A banyak
menghabiskan waktunya di rumah. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ny.A
dibantu oleh tetangganya, karena merasa kasihan terhadap Ny.A. Ny.A sering
mengeluhkan nyeri dibagian sendi tangan dan kakinya sejak 10tahun yang lalu.

Tetangga Ny.A menawarkan bantuan pada Ny.A untuk mengantarkan dia


pergi berobat ke dokter untuk memeriksakan penyakitnya. Namun Ny.A lebih
senang memijatkan tangan dan kakinya ke tukang pijat yang ada di daerahnya.
Ny.A lebih percaya pada tukang pijat yang menjadi langganannya sejak dulu.
Petugas pelayanan kesehatan juga beberapa kali mendatangi Ny.A, untuk
memberikan pelayanan kesehatan gratis. Namun Ny.A, menolak dan menyuruh
petugas itu pergi.

Hubungan Ny. A, juga tidak terlalu baik dengan tetangganya . Ny.A hanya
mau menerima bantuan, namun enggan untuk berinteraksi terlalu lama dengan
tetangganya. Ny.A hanya mau menjawab pertanyaan dan berbicara seperlunya
saja. Ny.A tampak menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Ny.A hanya mau
banyak bercerita pada tetangga yang memiliki hubungan paling dekat dengannya.
Ny.A mengaaku lebih nyaman berkomunikasi dengan anak-anaknya.

Di dalam rumah Ny. A terdapat sebuah TV, Namun TV tersebut tidak pernah
difungsikan. Tidak ada fasilitas telepon di rumah Ny.A, Ny.A biasanya mendapat
kabar tentang anaknya dari tetangga yang juga merantau dan sedang pulang
kampung. Ny.A biasanya menggunakan jasa tukang becak untuk berpergian
sekedar membeli kebutuhan sehari-hari setiap satu minggu sekali. Ny.A mengaku

12
tidak terbiasaa menggunakan jasa kendaraan bermotor paada saat bepergian,
karena takut jatuh.

13
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari uraian kasus diatas didapatkan pembahasan kasus sebagai berikut:


a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.
Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau
mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan
klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan
dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat
ini.
Dalam kasus ini diungkapakan bahwa, klien seseorang yang meyakini
bahwa sakit yang dideritanya itu bisa disembuhkan ke dukun pijat tanpa
harus pergi ke petugas kesehatan. Dengan berbagai alasan, dikarenakan
lokasi yang kurang terjangkau dan juga faktor dari dalam diri klien sendiri
yang menganggap bahwa dukun pijat lebih mampu mengatasi penyakit
klien.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang
sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat
adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap
penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
Dalam kasus tidak diungkapakan secara langsung agama apa yang
dianut oleh klien. Namun pada kondisis sakit seperti itu, klien tertutup
dengan masalah kesehatannya. Kllien sudah dinasehati oleh tetangganya

14
untuk pergi ke dokter, namun ia beranggapan dukun pijat lebih bisa
diandalkan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap,
nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien
dengan kepala keluarga.
Tipe keluarga yang ada pada kasus ini, adalah keluarga dengan lansia
didalamnya. Dimana lansia tersebut memiliki 2 orang anak yang merantau
sejak lioma tahun yang lalu.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya
adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi
dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi
sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan
diri.
Ny. A adalah seorang ibu rumah tangga namun, sejak 10 tahun yang
lalu ia sudah terjangkit artritis. Dia memiliki 2 orang anak namun sudah
merantau keduanya dan tidak tinggal dalam satu rumah lagi. Demi
memenuhi kehidupan sehari-hari Ny. A hanya menerima bantuan dari
tetangganya. Sesekali (1 minggu sekali) ny. A pergi berbelanja.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan
lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini
adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung,
jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk

15
klien yang dirawat. Petugas kesehatan sekitar sudah mencoba berkunjung
ke rumah Ny. A namun, selalu tidak ada respon yang baik dari klien.

f. Faktor ekonomi (economical factors)


Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor
atau patungan antar anggota keluarga.
Dalam memenuhi kehidupan sehari-hari klien lebih suka menerima
bantuan dari orang lain. Klien mengira bahwa biaya ke rumah sakit atau
berobat ke dokter terlalu mahal jika dibandingkan dengan pergi berobat ke
dukun pijat.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya di dukung oleh bukti
bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan
serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang
pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. Klien menderita
atritis selama 10 tahun terakhir, namun tidak ada upaya untuk pergi
berobat ke fasilitas kesehatan. Klien kurang bisa belajar secara aktif dan
mandiri terhadap penyakitnya.

16
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting
dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan
sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat
dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses
berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif
maupun negatif.
Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan pasien lansia biasanya
dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara-cara hidup mereka
tidak berubah selama beberapa generasi, walaupun mereka merupakan sumber
data-data bilogis yang penting dan model antropologi yang berguna, lebih
penting lagi untuk memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu.
Perawat harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat
pasien dengan selalu mengadakan komunikasi efektif demi meningkatkan
status kesehatan lansia dan mendukung keberhasilan pemerintah dalam bidang
kesehatan berbasis publik.
B. Saran
Masalah psikososial pada lansia jika tidak diatasi akan berakhir dengan
kondisi yang semakin buruk. Maka kita sebagai perawat harus memberikan
peran keperawatan dalam pelayanan kesehatan agar tercapai kehidupan pada
lansia yang sejahtera dan terjamin kebutuhan dan kehidupannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Basford, Lynn & Oliver Slevin. 2006. Teori dan Praktik Keperawatan
Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien. Jakarta: EGC.

Darmojo & Martono, 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
FKUI: Jakarta, 9, 22.

Hutapea, R. 2005. Sehat dan Ceria di Usia Senja, Melangkah Dengan Anggun.
Jakarta: Rieneka Cipta.

Leininger. M & McFarland. M.R. 2002. Transcultural Nursing: Concepts,


Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies.

Royal College of Nursing. 2006. Transcultural Nursing Care of Adult; Section


One Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care.
Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006.

Stanley, Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai