Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan
Kegawatdaruratan Sistem Pernapasan
B. FUNGSI PARU
Pada keadaan istirahat, frekuensi pernafasan manusia normal berkisar antara 12 –
15 kali permenit. Satu kali pernafasan , 500 ml udara, atau 6 – 8 L udara per menit
dimasukan dan dikeluarkan dari paru-paru. Udara ini akan bercampur dengan gas
yang terdapat dalam alveoli, dan selanjutnya oksigen masuk ke dalam darah di
kapiler paru, sedangkan karbondioksida masuk ke dalam alveoli, melalui proses
difusi sederhana. Dengan cara ini, 250 mL oksigen per m,enit masuk ke dalam tubuh
dan 200 mL karbondioksida akan dikeluarkan.
C. KEGAWATDARURATAN SISTEM PERNAFASAN
ASMA BRONCHIALE
Pengertian
Penurunan fungsi paru dan hiperresponsivitas jalan napas terhadap berbagai
rangsang. Karakteristik penyakit meliputi bronkhospasme, hipersekresi mukosa dan
perubahan inflamasi pada jalan napas.(Campbell. Haggerety,1990; orsi 1991).
Banyak orang mengabaikan keseriusan penyakit ini. Perawatan di RS sering kali
karena akibat dari pengabaian tanda penting ancaman serangan asma dan tidak
mematuhi regimen terapeutik. Status asmatikus mengacu pada kasus asma yang
berat yang tak berespon terhadap tindakan konvensional. Ini merupakan situasi
yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera.
A. Patofisiologi.
Alergen masuk kedalam tubuh, kemudian allergen ini akan merangsang sel B untuk
menghasilkan sat anti. Karena terjadi penyimpangan dalam system pertahanan
tubuh maka terbentuklah imoglobulin E (Ig. E).Pada penderita alergi sangat mudah
memprouksi Ig. E. dan selai beredar didalam daerah juga akan menempel pada
permukaan basofil dan mastosit.Mastosit ini amat penting dalam peranannya dalam
reaksi alergi terutama terhadap jaringan saluan nafas, saluran cerna dan kulit.
Bila suatu saat penderita berhubungan dengan allergen lagi, maka allergen akan
berikatan dengan Ig.E yang menempel pada mastosit, dan selanjutnya sel ini
mengeluarkan sat kimia yang di sebut mediator ke jaringan sekitarnya. Mediator
yang dilepas di sekitar rongga hidung akan menyebabkan bersin – bersin dan pilek.
Sedangkan mediator yang dilepas pada saluran nafas akan menyebabkan saluran
nafas mnengkerut, produksi lendir meningkat, selaput lendir saluran nafas
membengkak dan sel – sel peradangan berkumpul di sekitar saluran nafas.
Komponen – komponen itu menyebabkan penyimpitan saluran nafas.
B. Faktor pencetus.
Alergen
Infeksi saluran nafas
Ketegangan jiwa Alrgen
Infeksi saluran nafas
Ketegangan jiwa
Kegiatan jasmani
Obat – obatan
Polusi udara
Lingkungan kerja
Lain – lain
C. Etiologi.
Dua tipe dasar imunologik dan non imunologik .Asma alergik ( disebut ekstrinsik )
terjadi pada saat kanak – kanak terjadi karena kontak dengan elergan dengan
penderita yang sensitive.
Asma non imunologik atau non alergik ( di sebut instrinsik ), biasanya terjadi pada
usia diatas 35 tahun. Serangan dicetuskan oleh infeksi pada sinus atau cabang pada
bronchial.
Asma campuran yang serangannya diawali oleh infeksi virus atau bacterial atau oleh
allergen. Pada saat lain serangan dicetuskan oleh factor yang berbeda atau juga
dapat di cetuskan oleh perubahan suhu dan kelembaban, uap yang mengiritasi, asap,
bau – bauan yang kuat, latihan fisik dan stress emosional.
D. Pemeriksaan penunjang.
Test fungsi paru ( Spirometer )
Foto thorax
Pemeriksaan darah (DL, BGA)
Test kulit
Test Provokasi bronkhial
monitor elektronik
E. Manifestasi klinik
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad hiperaktifitas
bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun dengan
pengobatan.
Gejala asma antara lain :
a. Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif, sering pada malam hari
c. Sesak nafas
d. Dada seperti tertekan atau terikat
e. Pernafasan cuping hidung
F. Terapi
1. Oksigen 4 – 6 liter / menit
2. Agonis B2 ( salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbulatin 10 mg ) intalasi
nebulasi dan pemberiannya dapa diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian
agonis B2 dapat secara subcutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau
terbulatin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5 % dan diberikan perlahan.
3. Aminofilin bolus iv 5 – 6 mg / kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg iv jika tak ada respon segera atau
pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
b. Airway
- Inspeksi jalan nafas : sumbatan lendir, lidah, benda asing
- Auskultasi : suara sumbatan jalan nafas, whesing, mengi.
c. Breathing
- Saat serangan anak tampak gelisah, sesak nafas tak ada perubahan dg merubah
posisi
- Respirasi rate sedikit meningkat dengan ekspirasi diperpanjang
d. Cirkulasi
- Kadang disertai sianosis
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Pola nafas tidak efektif
c. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian (sesaka nafas akibat
serangan ashma)
"Pulmonary embolism (PE) biasanya secara klinis sulit ditemukan. Pasien
dengan emboli paru biasanya dyspnea dan nyeri dada.
Tanda dan Gejala
Tanda umum adalah:
a. dyspnoea – tiba-tiba dan ada pada 90% kasus
b. nyeri dada pleuritik
c. haemoptisis
d. pingsan
e. tachikardia > 100/menit
f. tachipnoe > 20/menit
g. demam
Gejala PE:
a. dyspnea berat
b. nyeri dada
c. peningkatan tekanan vena
d. ada bukti gagal jantung kanan
e. hypotensi
f. shock
Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
a. kaji dan pertahankan jalan napas
b. lakukan head tilt, chin lift jika perlu
c. gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu
d. pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi
jika tidak dapat mempertahankan jalan napas
Breathing
a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-
mask ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi pleura
h. Lakukan pemeriksaan foto thorak – mungkin normal, tapi lihat untuk
mendapatkan:
a. Bukti adanya wedge shaped shadow (infarct)
b. Atelektaksis linier
c. Effuse pleura
d. Hemidiaphragm meningkat
e. Jika tanda klinis menunjukan adanya PE, lakukan ventilation
perfusionscan (VQ) atau CT Pulmonary Angiogram (CTPA) sesuai kebijakan
setempat
Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Catat tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
a. Sinus tachikardi
b. Adanya S1 Q3 T3
c. right bundle branch block (RBBB)
d. right axis deviation (RAD)
e. P pulmonale
e. Lakukan IV akses
f. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
g. Jika ada kemungkina PE berikan heparin
h. Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase direkomendasikan sebagai
obat pilihan. Berikan 50 mg IV dengan bolus. Jika pasien tidak berespon
terhadap trombolisis, segera dirujuk ke speialis untuk dilakukan
thromboembolectomy.
Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim
dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.
Exposure
a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan PE
b. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT
Perawatan PE
Sejak didiagnosa PE maka pasein harus mendapatkan antikoagulan. Heparin
dengan berat molekul ringan harus diberikan sebagai prioritas. Walfarin
diberikan dalam 2 hari.
Selengkapnya Klik disini: » Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pulmonary Embolism
(Emboli Paru) - tips kesehatan kecantikan gaya hidup wanita