Anda di halaman 1dari 19

Case Based Discussion

Nama : Hanan Aulalia


NRP : 1815164
Preceptor : dr. Rokihyati, Sp.PD

Identitas Pasien :
Nama : Nn. Nadira
Usia : 18 tahun
Ruang : Beria / 7

Teori Pasien

S: S:
Manifestasi klinik : Keluhan utama : Nyeri Ulu Hati
Gejala klinik : Nyeri dirasakan seperti terbakar sejak 2 hari
 Nyeri ulu hati SMRS dirasakan terus menerus disertai
 Rasa tidak enak di ulu hati dan keluhan lemas badan, tidak menjalar. Nyeri
sekitarnya muncul saat makan. Mual (+), muntah (+) 3
 Mual kali, isi cairan dan berwarna bening, darah (-).
 Muntah Mulut terasa pahit. Nafsu makan menurun.
 Kembung Demam (-) BAB dan BAK tidak ada keluhan.
 Rasa penuh atau cepat kenyang
RPD : pasien tidak memiliki riwayat darah
 Sendawa
tinggi, tidak ada riwayat maag, kolesterol
 Dispepsia akibat gangguan motilitas
 tinggi (-), asam urat (-), kencing manis(-).
o Perasaan kembung
o Rasa penuh ulu hati/tidak RPK : keluhan sama (-)
nyaman setelah makan Kebiasaan : Merokok (-), alkohol (-)
o Cepat merasa kenyang
Usaha berobat : belum berobat
o Sendawa
o Mual, dan/atau muntah Riwayat alergi : Tidak ada alergi obat maupun
makanan
 Dispepsia akibat tukak

o Nyeri ulu hati


o Rasa tidak nyaman (discomfort)
o Muntah

 Tukak duodenum :
o Nyeri muncul saat lapar
o Nyeri dapat membangunkan di
tengah malam
o Nyeri hilang setelah minum
antasida
o Sebelah kanan garis tengah
perut

 Tukak lambung:
o Nyeri muncul setelah makan
o Sebelah kiri garis tengah perut

 Dispepsia akibat reflux


 Nyeri ulu hati
 Rasa terbakar

 Dispepsia tidak spesifik


o Dispepsia fungsional

 Dispepsia Fungsional
o Sindrom Distress Post-prandial
(SDP) Memenuhi salah satu
atau kedua syarat berikut :
 Rasa penuh setelah
makan yang menganggu,
makanan dengan porsi
biasa, terjadi beberapa
kali dalam seminggu 

 Rasa cepat kenyang yang
menyebabkan tidak
dapat menghabiskan
makanan, terjadi dalam
beberapa kali dalam
seminggu 

o Kriteria suportif :
 Kembung di perut
bagian atas, mual atau
bersendawa setelah
makan 

 Dapat terjadi bersamaan
dengan Sindrom nyeri
epigastrik 

 Sindrom nyeri epigastik (SNE)
Memenuhi semua syarat berikut :
o Nyeri atau rasa terbakar di
epigastrium, intensitas moderat,
setidaknya sekali dalam
seminggu 

o Nyeri intermitten 

o Tidak tergeneralisasi atau
terlokalisasi ke area lain
abdomen 

o Tidak membaik setelah defekasi
atau buang gas 

o Tidak memenuhi kriteria batu
empedu
 Kriteria suportif :
o Nyeri seperti terbakar, tapi
bukan di daerah retrosternal 

o Nyeri diinduksi atau diredakan
dengan makanan, namun dapat
terjadi 
selama puasa 

o Dapat terjadi bersamaan dengan
Sindrom distress post-prandial

O: O:

Pemeriksaan Fisik : Tanda Vital :

 Nyeri tekan epigastrium (+) Kesadaran : Compos Mentis

Kesan sakit : sedang

Tensi: 120/90 mmHg

Nadi : 90 x/menit, regular, equal, isi cukup

Respirasi : 22 x/Menit

Suhu : 36,6 oC

SatO2 : 99%

BB : 49 kg

TB : 157 cm

BMI : 19,9 kg/m2


Mata : conjungtiva anemis - / -, sclera ikterik -
/-

Thorax :

Paru :

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris

Palpasi : taktil fremitus simetris kanan = kiri,


pergerakan dinding thorax simetris.

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : VBS +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-,


vocal fremitus simetris kanan = kiri.

Jantung:

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : bunyi jantung murni, S1=S2,


murmur –

Abdomen:

Inspeksi: perut datar

Auskultasi: bising usus + normal

Perkusi: timpani

Palpasi: nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan


lien tidak teraba membesar

Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik


A:

 Dispepsia

P:
P:
Usulan Pemeriksaan Penunjang :
Usulan Pemeriksaan Penunjang
 Hematologi rutin
 Hematologi rutin
 Urea Breath Test
 Urea Breath Test
 USG upper abdomen
 USG upper abdomen
 Endoskopi
 Endoskopi

Non medikamentosa
Non medikamentosa
 Istirahat, edukasi pasien hindari stres,
 Istirahat, edukasi pasien hindari stres, jangan
jangan mengonsumsi OAINS.
mengonsumsi OAINS.
 Diet lunak, porsi kecil, hindari asam,
 Diet lunak, porsi kecil, hindari asam, pedas,
pedas, susu, alcohol.
susu, alcohol.

Medikamentosa
Medikamentosa :
Antasida : Antasida DOEN 3x1 ac/pc
- Antasida DOEN 3x1 ac/pc
PPI : Omeprazole 1x1 ac
- Omeprazole 1x1 ac
Antiemetik : Domperidone 3x10mg
- Domperidone 3x10mg
PEMBAHASAN TEORI

Definisi Dispepsia
(Sindroma) Dispepsia : kumpulan gejala dari abdomen bagian atas, dapat
mencakup nyeri ulu hati, rasa tidak enak di ulu hati dan sekitarnya, mual, kembung,
muntah, rasa penuh atau cepat kenyang, sendawa.

Epidemiologi
Pada populasi umum didapatkan prevalensi dispepsia berkisar antara 12-45%
dengan estimasi rerata 25%. Insidensi dispepsia pertahun diperkirakan antara 1-11,5%.
Prevalensi berkisar antara 7-41% di negara Barat, dengan perkiraan 10-20% mencari
pertolongan medis. Dispepsia diperkirakan diderita sekitar 15-40% warga Indonesia.
Data Depkes tahun 2004 menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit
dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3%. Proporsi
tertinggi penderita dispepsia adalah kelompok umur>50th (33,0%), jenis kelamin
perempuan (61,6%), agama Islam (75,3%), tamat SLTA (17,7%), pekerjaan Ibu Rumah
Tangga (30,0%), status Kawin (70,4%), asal kota Medan (86,7%), dispepsia fungsional
(78,8%), manifestasi klinis campuran (52,7%), lama sakit akut (74,9%), pulang berobat
jalan (90,1%), bukan dengan biaya sendiri (79,8%), dan lama rawat inap rata - rata 5,24
hari.

Etiologi

 Esofago-gastro-duodenal: Tukak peptik, gastritis, keganasan

 Obat-obatan: Antiinflamasi non steroid, teofilin, digitalis, antibiotik

 Hepatobilier: Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis, keganasan, disfungsi sfingter


Oddi 


 Pankreas : Pankreatitis, keganasan


 Penyakit sistemik: Diabetes mellitus, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan,


penyakit jantung koroner/iskemik

 Gangguan fungsional: Dispepsia fungsional, irritable bowel syndrome


Klasifikasi

Berdasarkan gejala klinis :

 Dispepsia akibat gangguan motilitas


o Keluhan yang paling menonjol : perasaan kembung, rasa penuh ulu
hati/tidak nyaman setelah makan, cepat merasa kenyang disertai
sendawa, mual, dan/atau muntah.
 Dispepsia akibat tukak
o Keluhan mencakup : nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman (discomfort)
disertai muntah.
o Tukak duodenum, nyeri timbul waktu pasien merasa lapar, nyeri bisa
membangunkan pasien tengah malam, hilang setelah makan atau
minum obat antasida ( Hunger Pain Food Relief = HPFR ), dan berada
disebelah kanan garis tengah perut.
o Tukak gaster, nyeri timbul setelah makan, umumnya berada sebelah
kiri garis tengah perut. Nyeri yang bermula pada satu titik kemudian
menjalar ke punggung atau menjadi difus, merupakan suatu pertanda
perburukan penyakit atau komplikasi seperti perforasi atau penetrasi
tukak ke pankreas.
 Dispepsia akibat refluks
o Keluhan yang menonjol : perasaan nyeri ulu hati dan rasa seperti
terbakar, harus disingkirkan adanya penyakit kardiologis.
 Dispepsia tidak spesifik
o Termasuk di dalamnya, dispepsia fungsional

Diagnosis/definisi dispepsia fungsional tercantum dalam konsensus Roma III (2006):

 Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,
nyeri ulu hati/epigastric, rasa terbakar di epigastrium.

 Tidak ada bukti kelainan struktural (termasuk didalamnya pemeriksaan


endoskopi saluran cerna bagian atas) yang dapat menerangkan penyebab
keluhan tersebut.

 Keluhan ini terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum
diagnosis ditegakan

Faktor Resiko

Disamping infeksi Hp sebagai faktor risiko utama dan tersering ( estimated odds ratio
3.7) dan OAINS ( estimated odds ratio 3.3), terdapat faktor risiko tambahan yang
meningkatkan kemungkinan seseorang terkena ulkus peptikum :,

- PPOK (2.34)
- Penyakit ginjal kronis (2.29)
- Pengkonsumsi aktif tembakau atau produk-produk tembakau (1.99),
- Sebelumnya pernah mengkonsumsi tembakau atau produk-produk tembakau
(1.55)
- Usia lanjut >60 tahun (1.67)
- 3 atau lebih kunjungan dokter/RS per tahun (1.49)
- Penyakit jantung koroner (1.46)
- Pernah mengkonsumsi alkohol (1.29)
- Ras African-American (1.20)
- Obesitas (1.18)
- Diabetes (1.13). 


Patogenesis

Faktor Pertahanan Mukosa Gastro Duodenal

Epitel gaster mengalami iritasi terus menerus oleh 2 faktor perusak:

1. Perusak endogen (HCL, pepsinogen/pepsin dan garam empedu) 


2. Perusak eksogen (obat-obatan, alkohol, dan bakteri) 


Sistem pertahanan mukosa gastroduodenal mempertahankan keutuhan dan perbaikan


mukosa bila timbul kerusakan. Sistem ini terdiri dari 3 rintangan (barrier) yakni: Pre-
epitel, epitel, post-epitel/sub-epitel.

- Lapisan Pre Epitel berisi mukus-bikarbonat, bekerja sebagai rintangan


fisikokemikal terhadap molekul seperti ion hidrogen. Mukus yang disekresi sel
epitel permukaan mengandung 95% air dan campuran lipid dengan
glikoprotein.
Mucin, unsur utama glikoprotein dalam ikatan dengan
fosfolipid, membentuk lapisan penahan air/hidrofobik dengan asam lemak yang
muncul keluar dari membran sel. Lapisan mukosa yang tidak tembus air
merintangi difusi ion dan molekul seperti pepsin. 
Bikarbonat bersifat sebagai
buffer, mempertahankan perbedaan pH yakni pH 1-2 di dalam lumen lambung
++
dengan pH 6-7 di dalam sel epitel. Sekresi bikarbonat dirangsang oleh Ca ,
PG, aktivitas kholinergik, dan keasaman lumen.

1. - Sel Epitel Permukaan adalah pertahanan kedua dengan kemampuan :

o Menghasilkan mukus

o Transportasi ionik sel epitel serta produksi bikarbonat

o Intracellular tight junction
Bila penahanan pre epitel dapat ditembus


oleh faktor agresif maka epitel yang berbatasan dengan daerah yang
rusak berpindah/ migrasi memperbaiki kerusakan/ restitusi. Beberapa
faktor yang memegang peran antara lain : PG, EGF, FGF, VEGF,
TGFa.
- Sub Epitel, sistem mikrovaskular berperan penting dalam aktivitas system
- ,
pertahanan dan perbaikan ini, melalui suplai HCO3 , oksigen, dan
mikronutrien, clearance dari sisa metabolisme, serta transportasi leukosit.

Helicobacter Pylori (HP) :

HP adalah kuman patogen gram negatif keluarga dari Campylobacter,


berbentuk batang/spiral, mikroaerofilik berflagela, hidup pada permukaan epitel, urease
(+). Predileksi di antrum, dapat bermigrasi ke proksimal lambung, dan menimbulkan
pangastritis kronik diikuti atrofi sel mukosa korpus dan kelenjar, metaplasia intestinal
dan hipoasiditas. Proses ini dipengaruhi oleh faktor host, lamanya infeksi (lokasi,
respon inflamasi, genetik), faktor bakteri (virulensi, struktur, adhesin, porins, enzim
(urease vac A. cag A, dll) dan lingkungan (asam lambung, OAINS, empedu dan faktor
iritan lainnya). Pada tahap selanjutnya dari infeksi HP, terjadi gastritis kronik, tukak
gaster. Mucosal Associated Lymphoid Tissue (MALT) lymphoma, dan
adenokarsinoma gaster

Bila Hp bersifat patogen maka yang pertama kali terjadi adalah Hp dapat
bertahan di dalam suasana asam di lambung, kemudian terjadi penetrasi terhadap
mukosa lambung, dan pada akhirnya Hp berkolonisasi di lambung tersebut. Sebagai
akibatnya Hp berproliferasi dan dapat mengabaikan sistem mekanisme pertahanan
tubuh yang ada. Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari Hp memainkan peranan
penting diantaranya urease memecah urea menjadi amoniak yang bersifat basa lemah
yang melindungi kuman tersebut terhadap mileu asam HCL.
Gambaran Klinis Ulkus Peptikum


Keluhan pada pasien tukak peptik mencakup nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman
(discomfort) disertai muntah.

Tanda bahaya/gejala alarm (alarm symptomps) :

- Pasien berusia >45 tahun dengan dispepsia awitan baru (new-onset


dyspepsia)


- Penurunan berat badan

- Muntah rekuren atau persisten

- Disfagia progresif

- Tanda-tanda perdarahan saluran cerna

- Anemia

- Demam

- Teraba massa abdomen bagian atas

- Riwayat keluarga dengan keganasan lambung

- Tidak respons dengan terapi empirik

Keberadaan salah satu saja dari gejala-gejala tersebut merupakan indikasi absolut

untuk melakukan endoskopi dengan biopsi , untuk menyingkirkan diagnosis


kanker lambung sekaligus menegakkan diagnosis infeksi HP.

Pemeriksaan Penunjang

- Radiologi
o Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat
digunakan dalam menegakkan diagnosis tukak peptik, tetapi di era
modern ini sudah mulai ditinggalkan.
- Endoskopi
o Untuk diagnostik tukak peptik lebih dianjurkan pemeriksaan endoskopi.
Selain diagnosis definitif untuk infeksi HP, untuk memastikan diagnosa
keganasan tukak gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi,
sitologi brushing dengan biopsi melalui endoskopi.
o Kelebihan endoskopi dibanding radiologi :
 Lesi kecil diameter <0.5 cm dapat dilihat, dilakukan pembuatan
foto dokumentasi adanya tukak
 Lesi yang ditutupi oleh gumpalan darah dengan penyemprotan
air dapat dilihat
 Radiologi tidak dapat memastikan apakah suatu tukak ganas atau
tidak, tidak dapat menentukan adanya kuman HP sebagai
penyebab tukak
o Kecurigaan bahwa seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan
bila ditemukan :
 Adanya riwayat pasien tukak dalam keluarga
 Rasa sakit klasik dengan keluhan yang spesifik
 Faktor predisposisi seperti pemakaian OAINS, perokok berat &
alkohol

 Adanya penyakit kronik seperti PPOK dan sirosis hati
 Adanya hasil positif kuman HP dari serologi/lgG anti HP atau
UBT

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

- Pengamatan klinis dispepsia ( sakit dan discomfort ), kelainan fisik yang


dijumpai, kecurigaan pasien tukak

- Hasil pemeriksaan penunjang ( radiologi dan endoskopi )

- Hasil biopsi untuk pemeriksaan tes CLO, histopatologi kuman HP

Diferensiasi diagnosis tukak peptik :

- Dispepsia non tukak

- Dispepsia fungsional

- Tumor lambung/saluran cerna atas proksimal

- Gastro esophangeal reflux disease (GERD)

- Penyakit vaskuler

- Penyakit pankreato bilier

- Penyakit gastroduodenal Crohn’s


Alur pemikiran untuk diagnosis (dimulai dari gejala dispepsia) berdasarkan
Konsensus pengumpulan Gastroenterologi Indonesia 2014 dengan selalu mengingat
bahwa keberadaan tanda bahaya dispepsia (alarm symptoms) merupakan indikasi
absolut untuk endoskopi dengan biopsi :

Terapi

Tujuan terapi:

- Menghilangkan keluhan / simptom ( sakit atau dispepsia )

- Menyembuhkan / memperbaiki kesembuhan tukak

- Mencegah kekambuhan / rekurensi tukak

- Mencegah komplikasi

Terapi Non medikamentosa

- Istirahat, edukasi pasien hindari stres, jangan mengonsumsi OAINS.


- Diet lunak, porsi kecil, hindari asam, pedas, susu, alcohol.

Terapi Medikamentosa

Secara klinis pasien dengan keluhan dispepsia tanpa tanda bahaya dan usia di bawah
45 tahun dapat dilakukan terapi empiris dengan pilihan sebagai berikut :

- Dismolity-like, keluhan cepat kenyang/rasa penuh : Prokinetik, Antasida,


ARH2/PPI
- Reflux-like, rasa terbakar ulu hati: Prokinetik, PPI dosis ganda

- Ulcer like, keluhan nyeri, muntah, sakit tengah malam, HPFR : PPI/ARH2

- Tidak jelas : terapi campuran

Algoritma penatalaksanaan dispepsia/TP di PPK-1 dan indikasi rujukan berdasarkan

Konsensus Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia 2014 :


Tujuan eradikasi Hp:

- Mengurangi keluhan/ simptom

- Penyembuhan tukak

- Mencegah kekambuhan tukak (pada TL, dari 59% insidensi kekambuhan


menjadi 4% 
setelah eradikasi Hp, sedangkan pada TD dari 67% -> 6%)

- Mencegah perdarahan dan keganasan


Komplikasi

- Perdarahan
Insidensi 15-25%, meningkat pada usia lanjut (>60 tahun) akibat adanya
penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian OAINS (20% tanpa simtom
dan tanda penyakit sebelumnya). Sebagian besar perdarahan berhenti spontan,
sebagian memerlukan tindakan endoskopi terapi, bila gagal dilanjutkan dengan
tindakan operasi (5% dari pasien yang memerlukan transfusi darah).
- Perforasi/ penetrasi
Terasa sakit tiba-tiba, sakit berat, sakit difus pada perut dapat terjadi dengan
insidensi 6-7%. Hanya 2-3% mengalami perforasi terbuka ke peritoneum, 10%
tanpa keluhan tanda perforasi dan 10% disertai perdarahan tukak dengan
mortalitas yang meningkat. Insiden perforasi meningkat pada usia lanjut karena
proses aterosklerosis dan meningkatnya penggunaan OAINS.
- Obstruksi/ stenosis
Stenosis pilorik atau Gastric outlet obstruction: Insidensi 1-2% dari pasien TP.
Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik berupa cepat kenyang, muntah berisi
makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan, berat badan turun.

Anda mungkin juga menyukai