Anda di halaman 1dari 6

Tugas Pendidikan Kewarganegaraan

Film “Tanah Surga Katanya”

Disusun oleh

1. Ratri Satriavi 121180103


2. Tira Yunita Anggraini 121180114
3. Annisa Wahyuningrum Haryudanti 121180118

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
1. Sinopsis Film Tanah Surga Katanya

FILM “Tanah Surga Katanya”

Film Tanah Surga Katanya memperlihatkan kehidupan masyarakat di sebuah desa terpencil
di perbatasan Indonesia–Malaysia, tepatnya di pulau Kalimantan. Desa tersebut hanya memiliki
satu sekolah dasar. Sekolah tersebut hanya berupa sebuah ruangan dengan dinding triplek dan
hanya mempunyai dua kelas, yaitu kelas 3 dan 4, yang hanya disekat oleh papan. Bu Astuti
adalah satu-satunya guru di sekolah tersebut, sehingga Bu Astuti mengajar murid kelas 3 dan 4
bersamaan.
Di desa itu tinggalah seorang kakek bernama Hasyim dengan dua cucunya, Salman dan
Salina. Hasyim adalah seorang penjuang yang sangat cinta kepada negeri tanah kelahirannya,
Indonesia. Hasyim sering menceritakan cerita-cerita perjuangan kepada dua cucunya. Ayah
Salman dan Salina, Haris, sudah bertahun-tahun meninggalkan Indonesia untuk merantau ke
Malaysia.
Suatu hari saat Haris pulang, Haris mengajak kakek dan kedua anaknya untuk pindah ke
Malaysia, jadi warga negara Malaysia. Meskipun Haris telah membujuk Hasyim dengan janji
kemewahan hidup berada di Negeri Jiran, Hasyim tidak mau untuk pindah. Ketika akan
berangkat ke Malysia, melihat kakeknya yang tidak mau ikut, Salman tidak jadi pindah dan
memilih tinggal bersama kakeknya di Indonesia. Karena itu, Haris hanya membawa Salina ke
Malaysia. Suatu hari, datanglah dokter muda bernama Anwar ke dusun tersebut. Dokter Anwar
disambut gembira oleh warga, karena sekarang warga bisa gampang mendapatkan perawatan
ketika sakit. Dokter Anwar sempat kebingungan ketika akan membayar jasa membawa barang-
barang pada salah seorang anak laki-laki, hal ini disebabkan karena dokter Anwar dikira
memberikan uang palsu saat memberikan mata uang rupiah. Masyarakat di desa itu hanya
mengenal mata uang ringgit, mata uang Malaysia, karena perdagangan di sana berhubungan
dengan pedagang Malaysia yang hanya menggunakan mata uang ringgit.
Suatu hari Bu Astuti harus keluar kota mengambil gaji, sehingga harus meninggalkan
tugasnya mengajar di sekolah itu. Sebagai gantinya ia meminta dokter Anwar untuk menjadi
guru pengganti selama sehari. Ketika mengajar, dokter Anwar meminta para siswa menyanyikan
lagu kebangsaan Indonesia. Tidak disangka-sangaka, secara serempak anak-anak itu dengan
lantang menyanyikan lagu Kolam Susu . Seketika itu juga dokter Anwar tercengang, heran
karena semua murid tidak tahu lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya. Malamnya, ketika
Bu Astuti telah pulang, dokter Anwar menceritakan kejadian hari itu. Bu Astuti malah tertawa
kecil, menyadari bahwa ia lupa mengajarkan lagu kebangsaan, Indonesia Raya. Lebih ironis lagi
saat bu Astuti dan dokter Anwar hendak mengadakan upacara bersama murid-murid, tak ada
satupun warga yang mempunyai bendera merah-putih. Bahkan Pak Gani sebagai kepala dusun
juga tidak mempunyai bendera merah-putih. Hanya kakek Salman, Hasyim, yang mempunyai
bendera tersebut. Bendera tersebut disimpan aman dalam kotak kayu dan selalu dijaga serta
dirawat Hasyim.

Kesehatan Hasyim memburuk. Suatu malam, penyakit Hasyim semakin parah, sehingga
Salman segera berlarian mencari dokter Anwar. Setelah diperiksa dan diobati dokter Anwar,
kakek sedikit membaik. Meskipun sedikit membaik, Hasyim harus dibawa ke rumah sakit untuk
pengobatan. Akan tetapi, medan dan biaya untuk membawa Hasyim ke rumah sakit sangatlah
besar. Hasyim dan Salman tidak ada biaya.
Salman bertanya pada Bu Astuti bagaimana caranya agar bisa mendapatkan uang banyak
dalam waktu singkat. Bu Astuti menjawab bahwa Salman harus menabung. Selama beberapa
hari Salman tidak masuk sekolah. Salman bekerja agar bisa membawa kakeknya berobat ke
rumah sakit. Bersama puluhan anak-anak lain yang tak sekolah, Salman melintasi batas negara
Indonesia, menjual barang ke pasar Malaysia hanya dengan berjalan kaki. Sesampainya di salah
satu pasar, Salman melihat satu pedagang dengan alas barang dagangannya menggunakan kain
merah putih, yang tidak lain adalah bendera Indonesia. Dengan gigih ia meminta kepada orang
tersebut agar tidak menginjak merah putih, tapi malah caci yang ia dapati.
Setelah bekerja selama beberapa hari, Salman akhirnya mampu mengumpulkan sejumlah
uang yang cukup uang untuk membawa kakeknya ke rumah sakit. Melihat sarung kakeknya yang
sudah tidak layak pakai, Salman membelikan dua helai sarung baru untuk kakeknya.
Sepulangnya Salman membelikan sarung untuk kakeknya di pasar, ia bertemu kembali dengan
pedagang yang sama yang menutupi barang dagangannya dengan bendera merah putih. Segera
Salman menghampiri orang tersebut. Dengan sopan ia meminta kain penutup pedagang tersebut,
untuk ditukar dengan salah satu kain sarung yang dibelinya untuk kakeknya. Dengan bangga,
Salman –putih di lehernya dan berlarian menyeberangi perbatasan kembali ke rumah.

Ketika Salman pulang, sakit kakeknya semakin parah dan membuat dokter Anwar dan Bu
Astuti berinisiatif untuk membawa sang kakek ke rumah sakit. Paginya, Bu Astuti, Salman, dan
Dokter Anwar membawa kakek ke rumah sakit dengan bantuan perahu mesin kecil untuk
menyusuri sungai dan rawa menuju ke rumah sakit paling dekat. Mereka berangkat pagi-pagi.
Setelah sekian lama perjalanan hingga petang belum juga sampai. Hal ini diperparah dengan
mesin perahu yang mereka tumpangi tiba-tiba mati, padahal hari sudah semakin gelap.

Sementara itu, di Malaysia, Haris mengajak jalan-jalan Salina, adik Salman. Mereka
berdua mampir di kedai untuk menonton sepakbola. Malam itu spesial match antara Malaysia
dan Indonesia. Sementara Haris menonton sepakbola, Salina hanya duduk menggambar saja.
Berbeda dengan ayahnya, Haris saat itu sudah tak ada cinta untuk negerinya, Indonesia. Terbukti
ia bersorak gembira saat tim kesebelasan Malaysia memenangkan pertandingan.

Penyakit Hasyim semakin parah dan terlihat seperti semakin mendekati ajalnya. Hasyim
menyampaikan pesan terakhirnya pada Salman agar Salman tidak boleh melupakan Indonesia
apapun yang terjadi. Setelah mengucap tahlil, Hasyim menghembuskan nafas terakhirnya.
Salman menjerit histeris, kakek satu-satunya yang merawat dan hidup bersama, kini telah tiada.
Dengan terisak, Salman menghubungi ayahnya. Mendengar berita duka dari Salman, Haris
shock. Seketika itu ia tak bisa berkata-kata dan hanya bisa menitikkan air mata dengan penuh
penyesalan.
2. Nilai – Nilai Positif yang dapat diambil :

A. Memiliki Rasa Nasionalisme yang tinggi


 Kakek Hasyim yang menolak tawaran anakanya untuk tinggal bersama di
Malaysia walaupun kehidupan di Malaysia lebih sejahtera daripada di Indonesia.

B. Pekerja keras
 Salman rela bekerja keras mengumpulkan uang untuk membawa kakeknya ke
rumah sakit

C. Kasih sayang terhadap orang yang lebih tua


 Salman lebih memilih untuk tinggal bersama dengan kakeknya karena kakek
Hasyim hanya tinggal sendiri apabila Salman ikut bersama ayahnya ke Malaysia

Pemain
1. Osa Aji Santoso sebagai Salman
2. Fuad Idris sebagai Kakek Hasyim
3. Ence Bagus sebagai Haris
4. Astri Nurdin sebagai Ibu Guru Astuti
5. Tissa Biani Azzahra sebagai Salina
6. Ringgo Agus Rahman sebagai dr. Anwar
7. Norman Akyuwen sebagai Pak Gani
8. Muhammad Rizky sebagai Lized
9. Deddy Mizwar
10. Gatot Brajamust
3. Nilai – Nilai Negatif yang terdapat dalam film :

A. Kurangnya pengetahuan tentang Nasionalisme di daerah perbatasan


 Hanya Salina yang mengetahui Bendera Kebangsaan Indonesia
 Murid – murid di SD tidak mengetahui dan tidak hafal Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya, dan lagu yang mereka tahu hanya lagu “kolam susu”.
 Di desa itu hanya Kakek Hasyim yang mempunyai Bendera Kebangssan
Indonesia yakni Bendera Merah Putih
B. Kemakmuran Indonesia yang kurang merata
 Haris berpindah kependudukan di Malaysia karena menurut Haris apabila Ia
berpindah kependudukan semua menjadi mudah dan lebih sejahtera
 Transportasi yang kurang memadai, jarak yang jauh, dan biaya berobat yang
mahal menyebabkan Kakek Hasyim tidak berobat di Rumah Sakit
 Banyak Anak – anak yang putus sekolah hanya untuk bekerja. Mereka membawa
kain hasil tenun Indonesia dan menjualnya ke Pasar Malaysia.
 Salman rela membolos sekolah untuk berjualan kain tenun di Pasar Malaysia
untuk membiayai Kakek Hasyim berobat di kota.
C. Banyak Masyarakat Indonesia yang masih bertransaksi dengan menggunakan mata
uang ringgit
 Saat Lized meminta uang hasil mengangkut barang, Dokter Anwar memberinya
uang rupiah. Tetapi Lized menganggap uang tersebut palsu. Karena di Desa
mereka mayoritas bertransaksi dengan mata uang ringgit.
D. Pendidikan Di daerah perbatasan yang kurang memadai
 Hanya ada satu Guru yang mengajar disana, yakni Bu Astuti. Sekolah itu pun
sempat satu tahun tidak beroperasi.

Anda mungkin juga menyukai