Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

(Tonsilitis dan Adenoiditis, Abses Peritonsilar, Laringitis)

Oleh :

KELOMPOK 2
Anti zulfadillah R011181003
Erina adriana R011181023
Nur fitra armadani R011181045
Jessica irene putri R011181323
Imelda olviana lande’eo R011181349
Aprilia basilia owi k R011181711

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
meskipun banyak kekurangan didalamnya. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Tonsilitis dan Adenoiditis, Abses
Peritonsilar, Laringitis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang.....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................1

C. Tujuan…..............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 2

A. Tonsilitis..............................................................................................................2

B. Adenoiditis..........................................................................................................4

C. Abses Peritonsilar................................................................................................6

D. Laringitis............................................................................................................11

BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 14

A. Simpulan............................................................................................................14

B. Saran…..............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 15


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan atau respiratory tract infections adalah infeksi yang
menyerang saluran pernafasan manusia. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri atau virus. Ada dua
jenis infeksi saluran pernafasan berdasarkan letaknya, yaitu infeksi saluran pernafasan atas dan
bawah. Infeksi saluran pernafasan atas terjadi pada rongga hidung, sinus, dan tenggorokan.
Dinding dari seluruh sistem pernafasan dilapisi oleh mukosa yang saling berhubungan sehingga
infeksi atau masalah yang terjadi di suatu tempat, dengan mudah bisa mempengaruhi bagian
saluran pernafasan atas yang lainnya. Beberapa penyakit yang termasuk dalam infeksi saluran
pernafasan atas adalah pilek, sinusitis, tonsilitis dan adenoiditis, laringitis dan abses
peritonsilar.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana patofisiologi terjadinya tonsilitis, adenoiditis, abses peritonsilar dan laringitis?
2. Bagaimana Asuhan keperawatan dari penyakit tonsilitis, adenoiditis, abses peritonsilar dan
laringitis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya tonsilitis, adenoiditis, abses peritonsilar dan
laringitis
2. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan dari penyakit tonsilitis, adenoiditis, abses
peritonsilar dan laringitis
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil faring. Peradangan biasanya meluas ke tonsil
adenoid dan lingual. Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel. Organisme penyebabnya yang utama meliputi Streptococcuc atau Staphylococcus.
Infeksi terjadi pada hidung atau pharynx menyebar melalui sistem limpa ke tonsil.
Hiperthropi yang disebabkan oleh infeksi, bisa menyebabkan tonsil membengkak sehingga
bisa menghambat keluar masuknya udara. Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak dibawah 2
tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia
5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda.
Patogenesis dan Etiologi
Infeksi virus atau bakteri dan faktor imunologi menyebabkan tonsilitis dan
komplikasinya. Kondisi padat dan kekurangan gizi meningkatkan tonsilitis. Sebagian besar
episode faringitis akut dan tonsilitis akut disebabkan oleh virus seperti : virus herpes
simpleks, Epstein-Barr, Cytomegalovirus, adenovirus, dan virus campak. Sedangkan pada
tonsilitis kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang menyebabkan
kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak
sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut,
yang paling sering adalah kuman gram positif.
Patofisiologi
Tonsil terdiri atas jaringan limfatik dan terletak pada kedua sisi orofaring. Keduanya sering
menjadi tempat terjangkitnya infeksi akut. Streptokokus group A adalah organisme paling
umum yang berkaitan dengan tonsilitis dan adenoitis. Tonsilitis kronik kurang umum dan
disalahartikan dengan kelainan lain seperti alergi, asma, dan sinusitis. Terjadinya tonsilitis
dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-kriptenya, sampai disitu secara aerogen
(melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring
terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan.
Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang melalui
hidung maupun mulut. Kuman yang masuk ke situ dihancurkan oleh makrofag, sel-sel
polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi, maka pada suatu waktu tonsil
tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil
sebagai fokal infeksi). Sewaktu-waktu, kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh, misalnya
pada saat kondisi kesehatan tubuh menurun.
Gambar patofisiologi tonsilitis
Manifestasi klinis
Gejala tonsilitis termasuk sakit tenggorok, demam, ngorok, dan kesulitan menelan,
pembengkakan tonsil, pharynx yang mengalami edema dan berwarna merah, dan eksudat
berwarna putih keabuan pada tonsil. Selain itu juga muncul abses pada tonsil. Komplikasi ini
disebut dengan “sakit tenggorokan Quinsy” atau “peritonsilar abses”.
Asuhan Keperawatan

No Pengkajian Diagnosa Intervensi Implementasi


keperawatan
1. DS : Nyeri -lakukan
-Klien berhubungan pengkajian nyeri
mengeluh nyeri dengam komprehensif
bila menelan peradangan pada yang meliputi
-klien tonsil lokasi,
mengatakan karakteristik,
tenggorokan onset/durasi,
klien terasa frekuensi,
nyeri kualitas,
D.O : intensitas atau
Tonsil klien beratnya nyeri
tampak dan faktor
membesar pencetus.
-pastikan
perawatan
analgesik bagi
pasien dilakukan
dengan
pemantauan
yang ketat.
-tentukan akibat
dari pengalaman
nyeri terhadap
kualitas tidur
pasien (mis :
tidur, nafsu
makan,
pengertian, dan
perasaan)
-berikan
individu
penurun nyeri
yang optimal
dengan
peresepan
analgesik.

B. Adenoiditis
Adenoiditis merupakan peradangan dan infeksi yang terjadi pada adenoid, yaitu kumpulan
otot limfatik yang membesar, terletak di antara belakang hidung dan tenggorokan. Adenoiditis
biasanya menyerang anak-anak. Infeksi adenoid sering kali disertai dengan tonsilitis akut. Adenoid
sering disebut sebagai pharyngeal tonsil
Seperti amandel, adenoid bekerja sebagai filter, mencegah kuman agar tidak memasuki
tubuh melalui hidung dan mulut. Adenoid hanya dapat dilihat dengan alat khusus. Karena tugas
dari adenoid adalah melawan bakteri, mereka terkadang dapat kewalahan dan terinfeksi,
menghasilkan peradangan adenoiditis.
Gejala adenoiditis adalah sakit tenggorokan, hidung berair, pembengkakan kelenjar di
leher, nyeri di kuping dan masalah saluran pernafasan seperti bernafas lewat mulut, apnea tidur,
mendengkur atau masalah pernafasan saat tidur. Bakteri yang dapat menyebabkan adenoiditis
disebut streptococcus. Namun, adenoiditis juga dapat disebabkan oleh beberapa jenis virus,
termasuk virus EpsteinBarr, adenovirus, dan rhinovirus. Adenoiditis kadang disertai dengan
tonsilitis. Adenoiditis yang berulang dapat menyebabkan pembesaran kelenjar gondok.
Patofisiologi

Trauma atau infeksi pada nasofaring

Peradangan

pelepasan mediator inflamasi

edema jaringan,nyeri,panas, dan kemerahan

adenoiditis

Asuhan Keperawatan
Seorang pasien berusia 10 tahun datang ke IGD. Ibunya mengatakan bahwa anaknya
tidak mau makan karena keluhan sakit tenggorokan, hidung berair, nyeri di kuping, dan
masalah saluran pernafasan seperti bernafas melalui mulut. Pemeriksaan fisik : TD 120/90,
RR 24kali/menit, HR 80kali/menit, VAS 4
1. Pengkajian :
Riwayat kesehatan pasien yang lengkap yang menunjukkan kemungkinan tanda dan gejala
sakit tenggorokan, hidung berair, pembengkakan kelenjar di leher, apnea tidur, nyeri di kuping
dan bernafas lewat mulut.
2. Diagnosis
Ketidakefektifan pola napas
Batasan karakteristik :

 Hidung berair
 Apnea tidur
 Bernafas lewat mulut
3. Hasil NOC
Status pernafasan :

 Frekuensi pernafasan
 Kepatenan jalan nafas
 Mendengkur
 Perasaan kurang istirahat
4. Intervensi NIC
Monitor pernafasan:

 Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas


 Monitor pola nafas
 Monitor suara nafas tambahan

C. Abses peritonsilar
Abses peritonsilar adalah radang di jaringan ikat kendor peritonsil yang mengakibatkan
pembentukan nanah di jaringan peritonsil. Nanah terletak diantara kapsul tonsil dan fosa tonsil.
Penyakit ini pada umumnya terjadi pada orang dewasa, jarang pada anak-anak (sebelum umur
12 tahun), kebanyakan bersifat uniteral( hanya mengenai satu sisi). Abses peritonsilar penyakit
infeksi yang paling sering ditemukan pada kepala dan leher yang terjadi pada orang dewasa,
infeksi ini dimulai dengan adanya infeksi superficial dan berlangsung menjadi selulitis tonsiler,
suatu abses peritonsiler merupakan bentuk yang paling berat.
Abses peritonsilar merupakan suatu akumulasi pus yang terlokalisasi pada jaringan
peritonsil yang diakibatkan oleh tonsilitis yang supuratif. Abses peritonsilar infeksi bakteri
yang menyebabkan munculnya nanah di sekitar tonsil atau amandel. Kondisi ini umumnya
terjadi akibat komplikasi dari tonsilitis atau radang amandel yang tidak diobati dengan baik.
Abses peritonsilar infeksi bakteri yang biasanya dimulai sebagai komplikasi dari radang
tenggorokan atau amandel yang tidak terobati, abses peritonsil biasanya terwujud benjolan
berisi nanah yang tumbuh di dekat benjolan amandel (tonsil) anda.
Patologi
Radang umumnya berasal dari tonsil dan merupakan komplikasi tonsilitis akut. Kuman
penyebab menembus kapsul masuk kedalam fosa supratonsil sehingga terjadi infiltrat
peritonsil. Jika proses berlanjut akan terjadi supurasi dan terbentuk abses peritonsilar. Udem
dapat menjalar ke jaringan sekitar yaitu ke palatum mole, uvula dan radiks lingus. Abses
terbentuk kira-kira sesudah 4 hari. pada pemeriksaan tampak tonsil seolah-olah terdorong
keluar dari tempatnya (dislokasi). Tampak penggembungan (bombans) terutama di daerah
supratonsil. Uvula terdorong ke sisi yang sehat (kontralateral). Udem kutub bawah tonsil dapat
menjalar ke radiks lingua dan epiglotis yang disebut udem perifokal.
Gejala Abses Peritonsil
Gejala yang muncul akibat abses peritonsil meliputi:
1. Demam dan menggigil
2. Sakit tenggorokan yang parah pada salah satu sisi
3. Nyeri telinga di sisi yang sama dengan abses
4. Sulit menelan dan terasa nyeri saat membuka mulut
5. Bengkak di wajah dan leher, biasanya pada sisi yang terinfeksi
6. Sakit kepala
7. Suara parau
8. Kejang pada otot rahang (trismus) dan leher (tortikolis)

Diagnosis

Abses peritonsil menimbulkan keluhan nyeri spontan pada sisi yang sakit(lebih hebat dibanding
tonsilitis akut), nyeri menelan, nyeri telinga di sisi yang sakit. Ludah tertumpuk di dalam mulut akibat
nyeri telan yang hebat, dan suara berubah seperti orang mengulum makanan panas dalam mulut. Pada
pemeriksaan, terlihat adanya udem hebat di daerah palatum mole jika penderita minum, minuman
keluar melalui hidung. Hal ini disebabkan karena saat proses menelan palatum mole tidak dapat
bergerak. Udem palatum mole juga menimbulkan suara bindeng. Mulut sukar dibuka hanya 0,5-1 cm.
Penyebabnya adalah udem yang menjalar ke lateral ke daerah peritonsil yang menyebabkan spasme
muskulus pterigoideus interna sehingga gerak mandibula dan gerak mengunyah terganggu. Kepala
miring ke arah yang sakit terjadi karena spasme otot sternokleidomastoid. Angulus mandibula pada sisi
yang sakit bengkak, lidah kotor disertai foetor ex ore. Udem dan hiperemi pada tonsil, palatum mole,
uvula dan radiks lingua. Tonsil keluar dari fosa tonsiler. Uvula terdorong ke sisi yang sehat. Kelenjar
leher membesar disertai nyeri tekan. Guna menetapkan pengobatan yang tepat, perlu ditetapkan terlebih
dahulu apakah sudah terbentuk abses ataukah masih berbentuk infiltrat. Perbedaan keduanya adalah
dalam hal yang lama penyakit dan ada tidaknya trismus. Untuk memastikan dilakukan pungsi percobaan
di tempat yang paling bombans (umumnya pada kutub atas tonsil). Jika ini sulit ditentukan, pungsi
dilakukan pada pertemuan 2 buah garis yaitu vertikel melalui arkus anterior dan horozontal melalui
basis uvula dengan arah ke belakang. Jika terdapat nanah maka dibuat diagnosis abses, tetapi jika tidak
terdapat nanah maka di diagnosis sebagai infiltrat.

Diagnosis Banding

1. Infiltrat peritonsilar
Waktu : 1-3 hari
Trimus : biasanya kurang/tidak ada
2. Abses peritonsilar
Waktu : 4-5 hari sesudah lonsilitis akut
Trimus : Ada trimus

Terapi

Jika dijumpai abses, perlu dilakukan insisi yang dilakukan tanpa anestesi. Sesudah nanah keluar
rasa nyeri akan berkurang. Setiap hari lubang insisi dilebarkan. Selain itu perlu diberikan pengobatan
simtomatis; analgetik dan antipiretik. Antibiotik sebetulnya tidak begitu diperlukan, karena pada abses
sudah terbentuk kapsul. Jika diberikan manfaatnya adalah untuk mempercepat penyembuhan, tetapi jika
masih berbentuk infiltrat antibiotik perlu diberikan. Selain itu, jika masih berupa infiltrat perlu diberikan
kalung es, dan pemberian makanan encer. Pengobatan sintomatik dalam bentuk analgetik dan
antipiretik. Satu sampai setengah bulan sesudah peradangan peritonsil sembuh, dianjurkan untuk
dilakukan tonsilektomi agar tidak terjadi residif.

Komplikasi

Berbeda dengan tonsilitis akut, abses peritonsil dapat menyebabkan komplikasi yang lebih
berbahaya. Hal ini disebabkan karena daerah peritonsil berhubungan dengan spatium leher dalam. Jika
nanah turun ke bawah terjadi perilaringitis, peritrakeitis dan mediastinitis. Jika nanah masuk ke spatium
parafaring, terjadi abses parafaring (terletak di antara dinding faring, M. Konstriktor superior dan fasia
servikalis profunda). Udem sekitar laring menyebabkan obstruksi rima glotis. Jika abses pecah spontan,
nanah masuk ke jalan napas (aspirasi). Komplikasi lain adalah trombus vena leher ( tromboflebitis dari
V. Jugularis interna dan sepsis.

Asuhan Keperawatan

Kasus:

Seseorang perempuan berusia 52 tahun datang ke IGD umum dengan nyeri menelan sejak 3
hari yang lalu, nyeri dirasakan di seluruh tenggorokan, sulit untuk membuka mulut yang cukup lebar,
muntah, dan pasien mengaku nyeri telan seperti bengkak. Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan
dan seperti ada cairan yang mengalir pada tenggorokan. Nyeri menelan sampai mengganggu makan dan
minum. Pasien mengeluhkan suaranya berubah menjadi sengau dan lebih berat sejak 3 hari yang lalu.
Sebelumnya suaranya dirasa baik-baik saja, suara tidak membaik dengan mengeluarkan dahak. Mulut
pasien terasa mengeluarkan bau tidak sedap. Pasien masih dapat membuka mulutnya, tidak ada
kekakuan pada mulut atau leher. Pasien mengeluhkan batuk pilek sudah satu minggu yang lalu, pasien
juga mengaku terdapat gigi berlubang, keluhan disertai demam, tidak ada nyeri telinga dan penurunan
berat badan secara tiba-tiba disangkal.

Pemeriksaan fisik: tekanan darah: 130/80, nadi: 100 kali/menit, pernapasan: 22 kali/menit, suhu: 38,3
derajat celcius, VAS: 4.

1. Diagnosa

Gangguan Menelan

- Definisi
fungsi abnormal mekanisme menelan yang dikaitkan dengan defisit struktur atau fungsi oral,
faring, atau esofagus.
- Batasan karakteristik
Objektif: kesulitan menelan, muntah, batuk, mulut berbau, ketidakmampuan membersihkan
rongga mulut, dan suara seperti kumur.
2. Hasil NOC
 Status menelan: batuk, muntah, tidak nyaman dengan menelan
 Kesehatan mulut: kebersihan mulut, nyeri, mulut berbau
3. Intervensi NIC
Pemberian makan:
 Sediakan pereda nyeri yang adekuat sebelum waktu makan dengan tepat
 Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
 Tanyakan pasien apa makanan yang disukai untuk dipesan
 Atur makanan sesuai dengan kesenangan pasien
 Sediakan camilan yang sesuai
 Hindari mengalihkan perhatian pasien pada saat menelan
 Catat asupan dengaan tepat
D. Laringitis
Laringitis adalah peradangan dari membaran mukosa yang membentuk larynx.
Peradangan ini mungkin akut atau kronis. Inflamasi laring sering terjadi sebaagai akibat telalu
banyak menggunakan suara, pemaajanan terhadap debu ,bahan kimia, asap dan polusi serta
disebabkan bisa berupa virus, bakteri lingkungan maupun karena alergi.
Gejala yang muncul disebabkan oleh pebengkakan pita suara. Pasien bisa jadi pernah
memilik riwayat penyakit infeksi tenggorokan, kebiasaan merokok, berbicara dengan suara
yang keras, pemakaian alkohol yang berlebihan atau pernah mengalami intubasi endotrakea.
Bakteri penyebabnya adalah streptococcus pneumoniae dan betahemalotyc streptococcus.
Akibat yang timbul bisa berupa suara serak atau kehilangan suara(aphonia, demam, tidak enak
badan, sakit ketika menelan, batuk kering dan tenggorakan gatal. Bagi pasien yang mengidap
laringitis , gangguan berupa stridor dan dispnea ini juga bisa muncul. Dari hasil pemeriksaan,
biasanya pita suara yang normal berwarna putih dan memiliki tapian melingkar. Pada pasien
laringitis, pita suara berwarna merah dan membengkak, selain itu sekret juga muncul.
Manajemen terapeutis difokuskan pada upaya meredakan gejala daan memberantas bakteri
yang ada.

Patofisiologi Laringitis

Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin sekunder.
Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan
pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada
immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring
dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis
ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan
mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk
memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan
merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu
terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran
mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh.

Laring terdiri dari ikatan muskulokartilago yang dilapisi oleh mukosa. Terdapat tiga regio
laring, yaitu supraglotis (mencakup epiglotis dan aritenoid), glotis (mencakup plika vokalis), dan
subglotis. Pada daerah ini terdapat empat kartilago mayor yang menopang struktur laring, yaitu
kartilago tiroid, kartilago krikoid, epiglotis, dan sepasang kartilago aritenoid. Muskulus intrinsik
pada laring menempel pada kartilago aritenoid dan mempengaruhi posisi, panjang, dan torsi plika
vokalis. Inflamasi pada daerah laring dapat disebabkan oleh paparan inhalan yang menyebabkan
iritasi, penyebaran infeksi secara hematogen, sekresi infektif, atau iritasi dari trauma kontak.
Inflamasi ini akan mengganggu vibrasi plika vokalis dan menghasilkan gejala laringeal. Inflamasi
dapat terjadi di area supraglotis, glotis, maupun subglotis. Paparan secara berulang terhadap refluks
lambung yang berisi asam hidroklorida dan pepsin akan mengiritasi mukosa dan menyebabkan
inflamasi. Jika penyebab inflamasi tidak teratasi selama lebih dari 3 minggu, maka laringitis akut
berprogresi menjadi laringitis kronik. Pada kondisi kronik, terdapat perubahan histopatologi akibat
proses inflamasi berulang dan penyembuhan luka yang tidak sempurna.

Asuhan Keperawatan

Seorang pasien RS. M. Jamil Padang bernama Tn.M berusia 35 tahun mengeluh suaranya
hilang Tn.M ini sehari-hari bekerja sebagai penyanyi di klub. Awalnya Tn.M merasa
tenggorokannya kering, nyeri ketika menelan dan berbicara serta batuk kering yang lama-kelamaan
batuknya berdahak kental, disertai demam yang sudah berlangsung sekitar 3 minggu. Tn.M
mengeluh tidak nafsu makan karena sakit ketika menelan, dan Tn.M susah tidur karena rasa gatal
ditenggorokan disertai batuk. Hasil pemeriksaan laringoskopi menunjukkan pita suara yang
meradang merah dan bengkak. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak
edema terutama dibagian atas dan bawah glotis.

Keadaan umum :tampak sakit berat

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Frekuensi Nadi : 84x/menit

Frekuensi nafas : 35x/menit

Berat badan : 45 kg

1. Diagnosa keperawatan
Gangguan menelan berhubungan dengan abnormalitas jalan napas atas dan obstruksi mekanis.
Batasan karakteristik:
 Batuk
 Demam dengan etiologi tidak jelas
 Kesulitan menelan
 Menolak makan
 Gangguan pernapasan
2. Hasil NOC
Status menelan : fase faring
 Elevasi laring
 Perubahan pada kualitas suara
 Batuk
 Aspirasi
 Meningkatnya usaha menelan
3. Intervensi NIC
Pencegahan aspirasi:
 Monitor tingkat kesadaran, refflek batuk, gag reflex, kemampuan menelan
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Monitor status pernapasan
 Skrining adakah disfagia dengan tepat
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Beberapa penyakit yang termasuk dalam infeksi saluran pernafasan atas adalah
tonsilitis dan adenoiditis, laringitis dan abses peritonsilar.

Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil faring. Peradangan biasanya meluas ke tonsil
adenoid dan lingual. Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel.
Adenoiditis merupakan peradangan dan infeksi yang terjadi pada adenoid, yaitu kumpulan
otot limfatik yang membesar, terletak di antara belakang hidung dan tenggorokan. Adenoiditis
biasanya menyerang anak-anak. Infeksi adenoid sering kali disertai dengan tonsilitis akut. Adenoid
sering disebut sebagai pharyngeal tonsil
Abses peritonsilar adalah radang di jaringan ikat kendor peritonsil yang mengakibatkan
pembentukan nanah di jaringan peritonsil. Nanah terletak diantara kapsul tonsil dan fosa tonsil.
Penyakit ini pada umumnya terjadi pada orang dewasa, jarang pada anak-anak (sebelum umur
12 tahun), kebanyakan bersifat uniteral( hanya mengenai satu sisi). Abses peritonsilar penyakit
infeksi yang paling sering ditemukan pada kepala dan leher yang terjadi pada orang dewasa,
infeksi ini dimulai dengan adanya infeksi superficial dan berlangsung menjadi selulitis tonsiler,
suatu abses peritonsiler merupakan bentuk yang paling berat.

Laringitis adalah peradangan dari membaran mukosa yang membentuk larynx.


Peradangan ini mungkin akut atau kronis. Inflamasi laring sering terjadi sebaagai akibat telalu
banyak menggunakan suara, pemaajanan terhadap debu ,bahan kimia, asap dan polusi serta
disebabkan bisa berupa virus, bakteri lingkungan maupun karena alergi

B. Saran

Kepada mahasiswa khususnya mahasiswa perawat atau pembaca disarankan


agar dapat dapat mengambil pelajaran dari makalah ini sehingga apabila terjadi tanda
dan gejala gangguan infeksi pernafasan kita dapat melakukan tindakan yang tepat agar
penyakit tersebut tidak berlanjut kearah yang lebih serius.
DAFTAR PUSTAKA

Reeves, Charlene J, dkk. 2001. Medical-Surgical Nursing Buku I. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta:
EGC
Ivan Maulana Fakh, Novialdi, Elmatris. Karakteristik Pasien Tonsilitis Kronis pada Anak di Bagian
THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(2)
Zulasvini Nurjanah. 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis Di RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2007-2010. Universitas Sumatera Utara
https://hellosehat.com/penyakit/adenoiditis/
Herawati Sri., dan Sri Rukmini.2003. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta : EGC
Reeves, charlene J, dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Herdman, T. Heather, dkk. 2018. NANDA-1 Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

https://id.scribd.com/doc/245055824/LARINGITIS

Anda mungkin juga menyukai