Anda di halaman 1dari 7

SEPULUH KONSEP KUNCI COMPETENCY-BASED

CURRICULUM
Dr. Moeljadi Pranata, M.Pd
Expert Council ACSI-Indonesia

Pendidikan sekarang ini menghadapi tantangan yang paling keras yang pernah
dijumpai sejak 50 tahun terakhir. Kondisi-kondisi yang sedang berubah
melahirkan krisis-krisis sosial dan ekonomi yang kompleks. Sistem pendidikan
yang secara relatif lamban untuk berubah menjadi sasaran kritik dari segala
segi. Dalam konteks tersebut, yang menjadi masalah ialah relevansi,
keefektifan, dan penyesuaian terhadap perubahan yang sudah, sedang, dan
akan berlangsung. Disadari bahwa sistem-sistem pendidikan harus
membaharui diri untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan akan pendidikan
yang menzaman. Itu berarti banyak tugas yang harus dilaksanakan untuk
menghadapi tantangan-tantangan perubahan.

Perancangan kembali kurikulum-kurikulum pendidikan merupakan salah satu


hal yang terpenting untuk menjawab tantangan tersebut. Dalam upaya tersebut
perlu disadari sepenuhnya bahwa sumber pendidikan yang paling berharga
ialah manusia; sementara itu, hakikat dan kompetensi adalah faktor kunci
dalam membuka kunci manusia sumber itu. Masyarakat kita menjadi terbuka
dan peduli hanya jika sekolah-sekolah kita terbuka, produktif, dan peduli.
Sekolah-sekolah akan memiliki kualitas-kualitas itu jika guru-guru memiliki hal
tersebut. Guru akan terbuka, produktif, dan peduli hanya jika pengalaman
pendidikan mereka dirancang untuk sifat-sifat itu. Kurikulum pendidikan dapat
dirancang untuk meningkatkan sifat-sifat demikian apabila kriteria untuk
pencapaian dikhususkan dalam kompetensi- kompetensi yang dinyatakan
dalam bentuk tingkahlaku yang jelas.

Kurikulum yang berdasarkan kompetensi dibangun hanya berdasarkan konsep


bahwa penampilan yang kompleks dapat dirinci menjadi bagian-bagian yang
terkecil yang dapat diidentifikasi. Kerangka kerja konseptual untuk rancangan
kurikulum semacam itu sangat luas. Tujuan ini meliputi pandangan tentang
proses belajar dan kebutuhan-kebutuhan siswa. Sebenarnya, epistemologi
CBC adalah suatu jaringan konsep yang kompleks. Meskipun demikian,
beberapa konsep kunci dapat diturunkan daripadanya. Berikut akan dipaparkan
sepuluh konsep kunci yang diasumsikan dalam pengembangan Competency-
Based Curriculum (CBC) sebagaimana yang diterapkan pada Kurikulum 2013.

1. Berpusat Pada Siswa

Sebagaimana telah dibahas dalam bagian sebelumnya CBC berfokus pada


siswa. Belajar adalah suatu kegiatan yang sangat personal; pendidikan akan
sangat tidak relevan bagi kebutuhan manusia jika dimensi manusiawi tidak
dipertahankan di dalamnya. Temuan-temuan penelitian telah menekankan
kembali rentangan yang luas mengenai perbedaan individual di antara para
siswa. Sesungguhnya, individu- individu berbeda dalam tingkat belajar, gaya
belajar, dan minat belajarnya. Hal ini belum diakomodir dalam pembelajaran
tradisional; kurikulum tradisional berfokus pada konsep mata pelajaran tanpa
memandang variasi diantara para pelajar. Gerakan pendidikan yang
memedulikan perbedaan karakteristik dan kebutuhan pebelajar, seperti Zero
Projectnya Howard Gardner atau SuperCampnya Bobbi DePorter, memang
telah diterima secara meluas di dunia, namun pada aras praktik hal itu belum
banyak ditemui di sekolah-sekolah di Indonesia.

Tampaknya, kekeliruan konseptual menjadi pokok kekurangan ketika konsep


perbedaan karakteristik dan kebutuhan siswa itu diaplikasikan dalam praktik
pembelajaran. Kekurangan ini menetap karena urusan utama pendidikan itu
lebih terfokus pada pengajaran dan bukan belajar.

Sebenarnya, telah lama diketahui bahwa pengetahuan bukanlah komoditi yang


dapat dikirim begitu saja. Informasi tidak pernah statis. Dalam proses
mengetahui, kita diinformasikan dengan hal yang dimengerti, dan dalam
perbuatan yang sama pikiran kita secara bersamaan mengkonstruksinya
dengan memberikan bentuk-bentuk pada hal yang dimengerti. Pikiran manusia
secara aktif membentuk si partisipan dalam apa yang ia ketahui. Rancangan
kurikulum tradisional yang berasumsi bahwa mata-mata pelajaranlah (bukan
siswa) yang diajarkan berpeluang besar mengabaikan keberadaan
individu-individu siswa. CBC dengan tekanan pada sasaran penguasaan
kompetensi yang jelas tidak dapat dirancang tanpa memandang siswa sebagai
individu.

2. Mengembangan Keterampilan Hidup

Kompetensi apa yang idealnya dimiliki siswa agar ia dapat membangun dirinya
serta lingkungannya secara lebih baik? CBC memasukkan unsur keterampilan
hidup (life skills) agar siswa memiliki keterampilan dan kesanggupan untuk
beradaptasi, kooperatif, dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan
tuntutan kehidupan sehari-hari secara efektif. CBC juga mengintegrasikan
unsur-unsur penting yang menunjang kemampuan untuk bertahan hidup serta
mengembangkan perikehidupan yang lebih baik.

Kompetensi mengenai keterampilan hidup diintegrasikan pada setiap


matapelajaran sebagai nilai-nilai keutamaan yang dididikkan. Sebagai hidden
curriculum, nilai-nilai yang dididikkan itu mestinya juga disepakati oleh sekolah
sebagai standar nilai yang harus dimiliki oleh setiap siswa siswa dan guru.

3. Tujuan Pembelajaran Yang Eksplisit

Belajar tidak identik dengan bersekolah. Individu belajar dari pengalaman


dalam semua bagian hidupnya. Kurikulum pendidikan merencanakan sistem
yang menekankan tujuan-tujuan belajar bagi individu. Apabila sasaran
pengalaman belajar dibuat secara eksplisit maka maksud dari pengalaman
belajar tersebut adalah untuk mencapai sasaran. Seperti kita ketahui, kata
'intention’ berasal dari akar kata Latin ‘intendere’ yang terdiri atas kata in +
tendere; artinya, sesuatu yang menarik atau menarik menuju sesuatu.
Merancang sebuah kurikulum bermaksud memberi sesuatu kepada para siswa
untuk ditarik ke arah itu. Jika rancangan tidak jelas atau tidak diketahui secara
jelas oleh guru dan tersembunyi untuk siswa, maka arti pengalaman belajar
untuk siswa bersifat problematis serta kriteria untuk menilai penampilan dan
pertumbuhan kurikulum menjadi kabur.

Kita semua tahu bahwa hidup yang berarti diperoleh dari rentangan ke arah
sasaran-sasaran hidup. Serupa dengan itu, pengalaman belajar menjadi berarti
karena siswa melihat hasil dari kegiatannya menjadi suatu langkah ke arah
sasaran, bukan karena sebuah kepuasan bawaan (meskipun itu juga mutlak
diperlukan dalam belajar) dari dalam mata pelajaran itu sendiri. Spesifikasi
kompetensi secara tuntas memberikan kepada siswa sasaran-sasaran konkrit
kemana mereka mengarahkan dirinya. Apabila guru hendak mengajar ke arah
kebutuhan nyata siswa, mereka seharusnya mengetahui bagaimana menilai
kebutuhan dan kompetensi-kompetensinya.

4. Individualisasi

Bayangkanlah, misalnya 25 sampai 100 pasien seorang dokter dikelompokkan


menurut umur dan tanda-tanda yang secara fisik sama. Selanjutnya, dokter
menulis resep menurut dan untuk masing-masing kelompok. Barangkali orang
akan bimbang dan menyebut sistem yang dilakukan oleh dokter itu kabur.
Sama kaburnya adalah konsep bahwa satu strategi belajar yang sama bisa
digunakan untuk setiap individu dalam sebuah kelas yang terdiri atas 25-100
siswa. Pernyataan ini tidak ingin menyatakan bahwa strategi belajar yang sama
mungkin tidak cocok untuk sejumlah individu yang berbeda. Lebih dari itu, kita
ingin menggaris bawahi kebutuhan untuk penilaian individu, bahwa
perancangan strategi pembelajaran seharusnya memperlihatkan perbedaan-
perbedaan individu itu.

Inilah faktanya, bahwa siswa bervariasi dalam latar belakang kultural,


pengetahuan dan keterampilan awal, metode belajar, gaya belajar, dan banyak
hal penting lainnya. Luasnya variasi pilihan strategi seharusnya tersedia bagi
siswa ketika mereka bergerak ke arah sasaran pembelajaran yang telah
ditentukan.

CBC menekankan pentingnya pelayanan belajar dan pembelajaran yang


mengakui dan menghargai adanya perbedaan karakteristik dan kebutuhan
individual. Temuan-temuan penelitian mengenai perbedaan gaya-gaya belajar
serta kecerdasan majemuk perlu diaplikasikan secara kreatif dalam berbagai
bentuk kegiatan belajar dan pembelajaran.

5. Pemodelan

Arti atau relevansi aktivitas pembelajaran dikonstruksi dalam kurikulum yang


dirancang secara sistematis untuk mendukung pencapaian kompetensi-
kompetensi tertentu. Dalam kurikulum itu tingkahlaku guru akan menjadi model
bagi siswa-siswanya. Sebenarnya telah lama kita ketahui bahwa dalam hal
yang melibatkan teladan tingkahlaku, pemodelan (modeling) adalah aspek
belajar yang tidak bisa diabaikan. Telah banyak pula bukti yang menyatakan
bahwa demonstrasi tingkahlaku yang sistematis dengan model-model dapat
mengantar kepada kegiatan belajar yang lebih efisien daripada belajar menurut
trial and error atau model belajar yang sembrono. Jika model guru adalah
efektif untuk merubah tingkahlaku siswanya ke arah kompetensi yang terpuji,
CBC memberi ruang yang luas bagi guru untuk mendemonstrasikan
keteladanan pada setiap tujuan pencapaian kompetensi. Dengan demikian,
semua aspek dari program pembelajaran yang berdasarkan kompetensi
menjadi berorientasi pada misi.

Para guru dari program kurikulum yang berdasarkan kompetensi melihat


peranan mereka dalam tugas khusus yang diatur dengan tujuan-tujuan program
serta dioperasikan dalam bentuk kerjasama. Dalam situasi semacam itu
kebebasan akademis menerima definisinya yang baru. Kebebasan akademis
bukanlah sebagai mempraktikkan perilaku personal, tetapi mengalami
kebebasan dalam tanggungjawab untuk mempraktikkan keahliannya pada
level-level tugas yang disetujui. Jadi, ia berpartisipasi dalam proses pembuatan
suatu keputusan yang diarahkan pada konsep-konsep pokok untuk menjawab
kebutuhan masyarakat dan pebelajar. Dengan berbuat demikian dia
memodelkan tingkahlaku esensial yang terstandar, bersifat kolegial, serta
bekerjasama dalam minat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

6. Strategi Yang Membelajarkan

Selama ini kurikulum-kurikulum tradisional menggunakan strategi


instruksionisme. Instruksionisme merupakan metode pembelajaran yang
dominan di sekolah-sekolah. Dengan instruksionisme siswa menjadi penerima
yang pasif terhadap informasi dan pengetahuan yang ditanamkan guru
kepadanya. Instruksionisme juga dianggap sebagai metode pembelajaran
sponge dan konsep pembelajaran banking; tujuan siswa ialah menyerap dan
menimbun pengetahuan. Alternatif untuk instruksionisme ialah konstruktivisme/
konstruksionisme. Sementara itu, konstruktivisme/konstruksionisme meman-
dang bahwa belajar serta pembelajaran terjadi pada saat siswa menjadi
pengkonstruksi pengetahuan yang aktif. Penggunakan strategi dan metode
pembelajaran pada CBC berorientasi pada penerapan konstruktivisme; itu
berarti instruksionisme digunakan secara sangat terbatas serta sesuai dengan
konteks-konteks yang relevan saja.

Penggunakan strategi tersebut membawa implikasi pada pemilihan serta


penggunaan pembelajaran pada CBC. Dalam konteks penggunaan media
instruksionisme memandang media sebagai kontainer pencurah pengetahuan,
alat instruksi, komunikator pengetahuan, atau tutor bagi siswa. Dalam hal ini
siswa didudukkan secara pasif, tidak memiliki input partnership intelektual
dengan multimedia yang bersangkutan. Sementara itu konstruksivisme/
konstruksionisme memandang multimedia sebagai teknologi kognitif yang
memicu siswa untuk dan membelajarkan siswa agar belajar bagaimana belajar.
Karena itu, pemilihan dan penggunaan media bertolak dari upaya penciptaan
lingkungan pembelajaran bagi keterlibatan penuh dalam pembelajaran,
termasuk mendukung proses pemilihan, pengaturan, dan pengintegrasian
informasi bagi siswa.

7. Kontekstual

Latar pembelajaran yang menggunakan kurikulum tradisional biasanya


menggunakan orientasi kelas. Artinya, belajar dan pembelajaran dibatasi oleh
dinding-dinding kelas serta pagar sekolah, belajar terpisah dari dunia yang
nyata. CBC menggunakan latar pembelajaran kontekstual, yaitu suatu konsep
belajar dan pembelajaran yang menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas serta
mendorong siswa untuk membangun hubungan-hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Proses pembelajaran berlangsung dalam latar yang alami atau otentik, jadi
bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Dalam konteks ini, strategi
belajar lebih dipentingkan daripada hasil belajar. Karena itu, dalam CBC kelas
ialah ruang tanpa dinding dan pagar, ruang kehidupan nyata yang tak terbatas
bagi para siswa. Dengan konsep ini, siswa akan membangun relasi-relasi tanpa
batas untuk mengkonstruksi sesuatu pengetahuan. CBC memuat berbagai
tujuan kompetensi yang perlu dimiliki oleh para siswa. Sebagai fasilitator
pembelajaran tugas guru ialah mendorong bagi pencapaian kompetensi serta
mengkondisi siswa agar mampu menghubungkan, mengembangkan, serta
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Kepemilikan siswa mengenai
kompetensi-kompetensi itu akan tampak dan semakin mendalam jika
dipraktikkan dalam latar kehidupan yang nyata

8. Penilaian Proses dan Produk

Pembelajaran akan berjalan efektif apabila didukung oleh penilaian yang efektif.
Bertolak dari kenyataan tersebut CBC mempersyaratkan adanya keterkaitan
langsung antara penilaian dengan aktivitas pembelajaran. Tegasnya, antara
pembelajaran dan penilaian tidak dipandang sebagai aktivitas terpisah
sebagaimana dilakukan oleh kurikulum tradisional; penilaian merupakan bagian
integral dari proses pembelajaran. Kegiatan penilaian harus juga dipahami
sebagai kegiatan untuk mengefektifkan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Ini berarti penilaian harus dilakukan secara
terus-menerus, proses maupun produk, meliputi aspek domain-domain
kompetensi yang terintegrasi, serta dengan menggunakan berbagai metode
yang tepat sesuai dengan tujuannya.

9. Pendekatan Holistik

Pendekatan pengembangan kurikulum secara alami dan holistik akan


mengantar ke rancangan pembaharuan program. Untuk itu, semua masukan
(input) bagi kurikulum harus dipertimbangkan. Masukan-masukan itu terdiri atas
sumber-sumber daya dukung seperti siswa, guru, orangtua siswa, keuangan,
lingkungan, dan sumber daya dukung lainnya. Selanjutnya, masukan-masukan
diproses oleh ‘sistem’ untuk menghadapi sasaran spesifik serta dikembangkan
atas dasar kebutuhan penilaian. Hasil dari proses tersebut dapat dievaluasi
melalui kriteria-kriteria yang ditentukan sambil memberikan informasi (umpan-
balik) yang dapat dikembalikan sebagai masukan baru untuk diproses dalam
sistem itu. Perbaikan program, pada bagian maupun keseluruhannya, yang
dilakukan secara terus menerus akan mencegah ‘sistem’ itu menjadi statis.

Pemutaran kembali komponen-komponen-program dimungkinkan oleh evaluasi


umpan-balik dari keefektifan ‘sistem’ yang digunakan. Rancangan program
mencakup persiapan untuk memperbaiki kurikulum. Dalam hal ini program
pendidikan tradisional mengalami kesulitan karena kecenderungan kurikulum
untuk berhenti dalam format-format yang sukar untuk berubah, bahkan dalam
menghadapi kenyataan yang hasil-hasilnya tidak efektif. Penggunaan kriteria
yang berdasarkan kompetensi membuat ‘sistem’ pembaharuan menjadi layak.
Adakah siswa belajar sebagai akibat dari pengalaman khusus? Adakah mereka
memperoleh kompetensi- kompetensi khusus yang diinginkan? Jika tidak,
perubahan mana yang diperlukan? Jawaban-jawaban atas pertanyaan
semacam itu memungkinkan kita untuk melengkapi unit-unit pelajaran dan
secara terus menerus memperbaiki keefektifan dan relevansi dari program.

Jika ‘sistem-sistem’ mencakup pengembangan program (termasuk evaluasi)


maka CBC dapat memberikan kepada siswa variasi alternatif aktivitas untuk
menghadapi sasaran performance. Sejalan dengan itu, pengelolaan program
secara sistematis dapat menjadikan siswa berfungsi sebagai partner dalam
perancangan aktivitas belajarnya.

Gambaran program seperti tersebut di atas antara lain tampak pada


pembelajaran yang menggunakan modul. Langkah-langkahnya diawali dengan
pemilihan siswa terhadap sesuatu unit pelajaran. Sebelum siswa berinteraksi
dalam proses belajar mengajar, prates diberikan kepadanya untuk mengukur
pengetahuan atau keterampilan awal. Jika ia dapat menunjukkan sekurang-
kurangnya tingkat penguasaan minimal untuk materi pelajaran tersebut, ia lulus
dari rangkaian aktivitas belajar dan melanjutkan dengan mengambil unit
pelajaran yang lain. Sesudah berinteraksi dengan materi-materi pelajaran siswa
mengambil tes evaluasi kompetensi untuk setiap bahan. Jika ketuntasan belum
diperoleh, bantuan remedial diberikan kepadanya. Lingkaran aktivitas testing
dan remedial ini berlangsung secara terus sampai komponen- komponen tujuan
dapat dicapai. Akhirnya, sebuah komponen pascates diberikan untuk menen-
tukan level-level penguasaan akhir untuk semua mata pelajaran.

10. Memandirikan

Program yang berdasarkan kompetensi mendorong keberhasilan siswa ketika


siswa menjalankan program itu. Siswa menjadi terlibat secara intensif dalam
perkembangan dan pertumbuhannya. Ketika ia berhasil mencapai kompetensi
pada masing-masing langkah ia akan merasa bahwa kepercayaan dirinya
meningkat. Dengan jaminan keberhasilan keterampilan yang sederhana, siswa
akan merasa mampu mengambil resiko dan mencoba tugas-tugas konseptual
yang lebih rumit seperti misalnya keterampilan berpikir kreatif pada pemecahan
masalah. Ini dapat meningkatkan rasa ketuntasan diri, khususnya dalam
domain afektif. Kebanyakan siswa, utamanya tingkat sekolah menengah,
menjadi sadar dan berusaha mengetahui apa yang memotivasi pola interaksi
personal mereka. Keterampilan personal dipelajari bukan hanya melalui prinsip-
prinsip abstrak untuk diterapkan dalam beberapa keadaan, namun sebagai
tujuan-tujuan yang segera tuntas. Kemampuan siswa untuk penilaian
kemandirian meningkat. Jadi, proses ini mengarahkan pengembangan
kemandirian siswa secara alami.

Jakarta, 18 November 2006

Moeljadi Pranata
ympranata@gmail.com

Sumber:
Moeljadi Pranata, 2009. Strategi Pembelajaran yang Membelajarkan. Jakarta:
Jakarta Media Utama.

Anda mungkin juga menyukai