Anda di halaman 1dari 50

47

BAB III

GAMBARAN KHUSUS FLOW MATERIAL NARKOTIKA PT. KIMIA

FARMA (Persero) Tbk. PLANT JAKARTA

III.1 Definisi Flow Material

Flow material adalah alur pembuatan obat, mulai dari proses

pembelian bahan baku, proses produksi menjadi produk antara, produk

ruahan hingga akhirnya menjadi produk jadi yang siap untuk dipasarkan.

III.2 Uraian Umum Narkotika (16,17)

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009, narkotika

adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik

sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Penandaan obat narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat

dalam Ordonansi obat bius Stbl.1927 No.278 jo. No.53 yaitu “Palang

Medali Merah” yang berupa lingkaran bulat berwarna putih dengan garis

tepi berwarna merah dengan lambang palang merah

Gambar 5 Logo Obat Narkotika


48

Narkotik digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu:

1. Narkotika golongan I

Yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Daftar narkotika golongan I ada 65 macam, diantaranya yaitu :

a) Tanaman Papaver somniferum L. dan semua bagian-bagiannya

termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

b) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah

tanaman Papaver somniferum L. yang hanya mengalami pengolahan

sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan

kadar morfinnya.

c) Opium masak terdiri dari :

- Candu yaitu hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu

rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan,

dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan - bahan lain,

dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok

untuk pemadatan.

- Jicing yaitu sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa

memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau

bahan lain.

- Jicingko yaitu hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.


49

d) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga

Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

e) Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam

bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga

Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau

melalui perubahan kimia.

f) Kokain mentah, semua hasil - hasil yang diperoleh dari daun koka

yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

g) Kokaina

h) Tanaman ganja, semua tanaman genus - genus Cannabis dan semua

bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman

ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

2. Narkotika golongan II

Yaitu narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan

terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Daftar narkotika golongan II ada 86

macam, diantaranya : alfametadol, betametadol, difenoksin,

dihidromorfina, hidrokodona, hidromorfinol, hidromorfina, isometadona,

fentanil, metadona, morfina, petidina.


50

3. Narkotika golongan III

Yaitu narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan

dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Daftar

narkotika golongan III ada 14 macam, diantaranya yaitu

asetildihidrokodeina, dekstropropoksifena, dihidrokodeina, etilmorfina,

kodeina, nikodikodina, nikokodina, norkodeina, polkodina, propiram.

III.2 Uraian Umum Tablet (18,19)

Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang mengandung bahan

obat dengan atau tanpa pengisi dengan zat yang berbeda-beda yang

dikempa yang mempunyai ukuran, bentuk, dan bobot yang berbeda-beda.

Tablet dapat berbeda dalam ukuran, bentuk, kekerasan, ketebalan

maupun daya hancurnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan

metode pembuatannya.

Sediaan obat dalam bentuk tablet mempunyai keuntungan

dibanding sediaan lain, yaitu:

a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan

kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan

ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah.

b. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling

rendah.

c. Bentuk sediaan oral yang paling ringan dan kompak.

d. Tablet paling mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim.


51

e. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti

penglepasan diusus atau produk lepas lambat.

f. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk

diproduksi secara besar-besaran.

g. Memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi

yang paling baik.

Metode yang umum digunakan dalam pembuatan tablet adalah

metode granulasi basah, granulasi kering, dan kempa langsung.

1. Metode granulasi basah (wet granulation)

Metode ini merupakan metode yang paling sering dan banyak

digunakan dalam memproduksi tablet, langkah yang harus

diperhatikan dalam pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi

sebagai berikut: penimbangan dan pencampuran bahan,

penambahan bahan pengikat, pengayakan adonan lembab menjadi

granul, pengeringan, pengayakan granul kering, pencampuran bahan

pelicin, pengempaan tablet. Sejumlah bahan yang akan ditambahkan

ke dalam campuran obat harus memberikan kelembaban yang cukup

agar serbuk dapat bercampur dengan meremas menggunakan

tangan sampai secukupnya. Campuran granul yang terlalu basah

juga dapat menyebabkan tablet keras dan waktu hancur yang

panjang.
52

Keuntungan dari metode ini adalah :

a. Menaikkan kohesifitas dan kompresibilitas serbuk sehingga

diharapkan tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah

granul pada tekanan kompresi tertentu akan menjadi massa

yang kompak, mempunyai penampilan bagus, cukup keras dan

tidak rapuh

b. Untuk obat dengan sifat kompaktibilitas rendah dalam takaran

tinggi dibuat dengan metode ini

c. Sistem granulasi basah mencegah terjadinya segresi komponen

penyusun tablet yang telah homogen selama proses

pencampurannya

d. Untuk zat yang hidrofob maka granulasi basah dapat

memperbaiki kecepatan pelarutan obat dengan memilih pengikat

yang cocok.

2. Metode granulasi kering (dry granulation)

Pada metode granulasi kering, granul terbentuk oleh

penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi

dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari

campuran serbuk dan setelah itu memecahkannya menjadi pecahan-

pecahan ke dalam granul yang lebih kecil.

3. Metode kempa langsung (direct compression)

Metode kempa langsung dapat diartikan sebagai pembuatan

tablet dengan cara mengempa langsung campuran bahan-bahan yang


53

terbentuk kristal/serbuk tanpa mengubah karakteristik fisiknya.

Pembuatan tablet dengan metode kempa langsung khususnya

digunakan untuk bahan-bahan kimia yang mempunyai sifat mudah

mengalir dan mempunyai sifat kohesif yang memungkinkan untuk

cetak langsung dalam mesin tablet.

Bahan pembantu dalam pembuatan tablet oral berdasarkan

fungsinya terbagi atas pengisi, pengikat, penghancur, dan pelicin.

1. Bahan pengisi (diluent)

Bahan pengisi yang sering digunakan antara lain laktosa, pati dan

selulosa mikrokristal. Bahan pengisi ditambahkan jika perlu ke dalam

formulasi agar membentuk ukuran tablet yang diinginkan .

2. Pengikat (binders)

Zat ini ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama granulasi

basah untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesif

bagi tablet yang dicetak langsung. Contoh bahan pengikat adalah

akasia dan tragakan, gelatin, kanji, polimer–polimer alam yang telah

dimodifikasi seperti alginat, derivat selulosa, seperti CMC dan PVP.

3. Pelicin (lubricant)

Bahan pelicin berfungsi memudahkan mendorong tablet keluar cetakan

melalui pengurangan gesekan antar dinding dalam ruang cetak dengan

permukaan sisi tablet. Bahan pemisah bentuk (anti-adherent) berfungsi

mengurangi lekatnya massa tablet pada dinding ruang cetak dan

permukaan punch serta menghasilkan kilap percetakan pada tablet.


54

4. Pelincir

Bahan pelincir berfungsi meningkatkan aliran bahan memasuki cetakan

tablet dan mencegah melekatnya bahan ini pada punch dan die serta

membuat tablet-tablet menjadi bagus dan berkilat.

III.3 Uraian Umum Tentang Produk Steril (18,19)

a. Defenisi

Produk steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk berbagi-

bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang

termasuk dalam bentuk sediaan ini antara lain sedian parenteral,

preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan

parenteral merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk sediaan

obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau

membran mukosa ke bagian tubuh. Karena sediaan ini mengelakkan

garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yaitu

membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari

kontaminasi mikroba dan dari bahan-bahan toksik lainnya, serta harus

memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang

terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk

menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik,

kimia atau mikrobiologis.

Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah

dlam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap
55

untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan

pembawa (vial).

Produksi steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus

dengan tujuan memperkecil resiko pencemaran mikroba, partikulat dan

pirogen, yang sangat tergantung dari ketrampilan, pelatihan dan sikap

dari personil yang terlibat. Pemastian mutu sangatlah penting dan cara

pembuatan ini harus sepenuhnya mengikuti secara ketat metode

pembuatan dan prosedur yang ditetapkan dengan seksama dan

tervalidasi. Pelaksanaan proses akhir atau pengujian produk jadi tidak

dapat dijadikan sebagai satu-satunya andalan untuk menjamin sterilitas

atau aspek mutu lain.

b. Metode Produksi Sediaan Steril

Secara garis besar, terdapat dua metode dalam pembuatan

produk steril, yaitu produk yang disterilisasi akhir (post sterization) dan

produk tanpa sterilisasi akhir (pembuatan secara aseptis). Perbedaan

mendasar dari kedua metode ini, adalah pada metode yang pertama (post

sterization) dilakukan sterilisasi produk settelah dimasukkan ke dalam

wadah (vial atau ampul atau botol infus). Sedangkan metode yang kedua

(aseptis) tidak dilakukan sterilisasi akhir , sehingga pada proses

pembuatannya dilakukan secara aseptis. Proses produksi dengan secara

aseptis, penyiapan bahan, pembuatan larutan, penyaringan dan

pengisian, dilakukan di lingkungan kelas A dengan latar belakang kelas B.

Sedangkan untuk produk yang disterilisasi akhir, penyiapan bahan,


56

penyimpanan larutan, penyaringan, dan pengsian dilakukan dilingkungan

kelas C (kecuali jika ada resiko terhadap produk yang berada di luar

jangkauan, misalnya oleh karena kegagalan pengisian berjalan lambat,

maka pengisian harus dilakukan di lingkungan kelas A dengan latar

belakang kelas C).

c. Klasifikasi Ruangan (2)

Pembuatan produk steril hendaklah dilakukan diarea bersih,

memasuki area ini hendaklah melalui runag penyangga untuk personil

dan/atau peralatan dan bahan. Area bersih hendaklah dijaga tingkat

kebersihannya sesuai standar kebersihan yang ditetapkan dan dipasok

dengan udara yang telah melewati filter dengan efisiensi yang sesuai.

Berbagai kegiatan persiapan komponen, pembuatan produk dan

pengisian hendaklah dilakukan diruang terpisah di dalam area bersih.

Kegiatan pembuatan produk steril dapat digolongkan dalam dua kategori

yaitu; pertama produk yang disterilkan dalam wadah akhir dan disebut

juga sterilisasi akhir, kedua produk yang diproses secara aseptik pada

sebagaian atau semua tahap.

Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan berdasarkan

karakteristik lingkungan yang dipersyaratkan. Tiap kegiatan pembuatan

membutuhkan tingkat kebersihan ruangan yang sesuai dalam keadaan

operasional untuk meminimalkan resiko pencemaran oleh partikulat

dan/atau bahan yang ditangani.


57

Kondisi ”operasional” dan ”non operasional” hendaklah ditetapkan

untuk tiap ruang bersih. Keadaan ”non operasional” adalah kondisi dimana

fasilitas telah terpasang dan beroperasi, lengkap dengan perlengkapan

produksi tetapi tidak ada personil. Kondisi “operasional” adalah kondisi

dimana fasilitas dalam keadaan jalan sesuai modus pengoperasian yang

ditetapkan dengan sejumlah tertentu personil yang sedang bekerja. Agar

tercapai kondisi ”operasional” maka area tersebut hendaklah didesain

untuk mecapai tingkat kebersihan udara tertentu pada kondisi ”non

operasional’.

Pembuatan produk steril memerlukan 3 kualitas ruangan yang

berbeda, yaitu:

1. Ruang ganti pakaian. Pakaian yang dipakai dari rumah tidak boleh

dibawa kedaerah bersih. Karyawan yang masuk keruang ganti

harus sudah memakai pakaian pelindung kerja standar.

2. Ruang bersih, yaitu ruang persiapan komponen dan pembuatan

larutan serta ruang untuk produk yang akan disterilisasi akhir.

3. Ruang steril, digunakan untuk kegiatan steril, Petugas yang akan

masuk keruangan ini harus melalui ruang penyangga udara atau

dibawah aliran udara laminer.

Daerah pengolahan produk steril harus dipisahkan dari daerah

produksi lain serta dirancang dan dibangun secara khusus. Ruangan

harus bebas debu, dialiri udara yang melewati saringan bakteri. Saringan
58

tersebut harus diperiksa (di-verifikasi) pada saat pemasangan serta

dilakukan pemeriksaan secara berkala.

Daerah Produksi untuk pembuatan sediaan steril secara CPOB

terkini (cGMP) yaitu :

1. Kelas A : Zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya zona

pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan

secara aseptik. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit

aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara

laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata

berkisar 036 – 0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja dalam

ruang bersih terbuka. Sistem LAF harus memberikan kecepatan udara

yang homogen sekitar 0,45 m/detik 20 % (nilai rujukan) pada posisi

kerja.

2. Kelas B : Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini

adalah lingkungan latar belakang untuk zona kelas A.

3. Kelas C dan D : Area bersih untuk melakukan tahap pembuatan

produk steril dengan tingkat risiko lebih rendah.

III.4 Flow Material Narkotika di PT. Kimia Farma (3,5,6)

III.4.1 Peramalan Penjualan (Forecasting)

Peramalan penjualan (forecasting)memegang peranan yang sangat

penting dalam perencanaan dan pengambilan keputusan khususnya

dibidang produksi dan operasi. Peranan peramalan penjualan

(forecasting) ini disebabkan adanya tenggang waktu (lead time) antara


59

suatu kebutuhan dengan kebutuhan mendatang. Jadi, forcasting

merupakan dasar dari perencanaan perusahaan dalam jangka panjang.

III.4.2 Perencanaan Produksi

Bagian PPPI (Perencanaan Pengendalian Produksi dan Inventori)

merupakan bagian yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan

pengendalian bahan produksi dan inventori serta menjadi penghubung

antara bagian marketing dan produksi. Berdasarkan struktur organisasi,

PPPI membawahi 2 bagian yaitu :

1) Bagian Perencanaan dan Pengendalian Bahan

a. Supervisor pengendalian bahan

b. Supervisor perencanaan bahan

2) Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi

a. Supervisor pengendalian produksi

b. Supervisor perencanaan produksi

1. Bagian Perencanaan dan Pengendalian Bahan

Tugas bagian ini merencanakan dan mengendalikan persediaan

bahan yang dibutuhkan untuk proses produksi, bekerja sama dengan

bagian pemasaran yang mengacu pada Rencana Kerja dan Anggaran

Perusahaan (RKAP). Dalam hal perencanaan bahan PPPI

berkoordinasi dengan 4 bagian lain yaitu bagian produksi, bagian

pengelolaan mutu, bagian penyimpanan dan bagian pembelian.

Bagian perencanaan dan pengendalian bahan membuat surat

permohonan pemesanan barang (SPPB) dengan melampirkan


60

spesifikasi bahan dan untuk bahan pengemas disertai contohnya yang

kemudian dikirim ke bagian pembelian. Untuk pembelian produk lokal

dilakukan oleh bagian pembelian plant Jakarta, sedangkan untuk

produk impor dilakukan oleh bagian pembelian kantor pusat yang akan

mengkoordinir bagian pembelian ini di seluruh Indonesia.

2. Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi

Tugas utama bagian perencanaan dan pengendalian produksi

(PP) adalah merencanakan dan mengendalikan proses produksi, agar

berjalan lancar dan berkesinambungan. Dilakukan berdasarkan

konfirmasi dan dibuat jadwal produksi perminggu dalam satu triwulan.

Bila perencanaan telah diterima, maka langkah-langkah selanjutnya

adalah:

a. Mengevaluasi pesanan dengan mengkonfirmasi Bagian

Perencanaan Bahan, Bagian Laboratorium Pengujian (QC) dan

Bagian Produksi.

b. Mengkonfirmasi bagian pemasaran maksimal lima hari kerja.

c. Membuat rencana penurunan SPK (Surat Perintah Kerja), dimana

rencana ini harus di sesuaikan dengan kesiapan bahan dan mesin,

SPK diturunkan ke bagian produksi setiap minggu.

d. Mengevaluasi SPK apakah SPK tersebut belum, sedang atau sudah

dijalankan.
61

Supervisor PP Produksi memonitor perkembangan proses

produksi, untuk memudahkan monitoring, maka SPK yang di keluarkan

harus diperiksa kelengkapannya, antara lain :

1) Bon Penyerahan Bahan Baku (BPBB) dari penimbangan sentral (PS)

ke produksi.

2) Bon I sampai ke Bon IV adalah bon penyerahan produk setengah

jadi (BPPSJ), yaitu:

• Bon I dari produksi ke KIP (Karantina In Proses).

• Bon II dari KIP ke produksi.

• Bon III dari produksi ke KIP.

• Bon IV dari KIP ke pengemasan.

3) Bon V adalah bon penyerahan produk jadi (BPPJ) dari pengemasan

ke bagian penyimpanan.

III. 4. 2 Pengelolaan Bahan Baku dan Bahan Pengemas

Bagian penyimpanan adalah bagian yang bertugas untuk mengelola

penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku dan bahan

kemasan, termasuk pula produk jadi. Bagian ini dipimpin oleh seorang

Asisten Manager Penyimpanan yang membawahi 4 supervisor, yaitu :

1. Supervisor Gudang Bahan Baku

2. Supervisor Gudang Bahan Kemas

3. Supervisor Gudang Bahan Jadi dan Ekspedisi

4. Supervisor Penimbangan Sentral


62

Alur pengelolaan bahan adalah sebagai berikut :

a. Penerimaan

Barang yang datang baik berupa bahan baku maupun bahan

kemas masuk ke gudang penyimpanan melalui pintu otomatis yang

dilengkapi sensor. Bahan baku tablet Narkotik, seperti codein diperoleh

dari supplier terpercaya dan telah melalui seleksi ketat.

Petugas penyimpanan memeriksa kesesuaian setiap barang yang

datang dengan SP (surat pesanan) dari bagian pembelian dan

dilakukan pemeriksaan secara visual dengan pengawasan yang ketat

oleh penanggung jawab narkotika. Jika telah sesuai, bagian pembelian

membuat surat bukti titipan barang sementara (BTBS) dan di beri label

kuning sebagai tanda bahwa barang tersebut berstatus karantina.

BTBS juga berfungsi sebagai permohonan periksa yang di serahkan

kepada bagian laboratorium pengujian (QC). Pengambilan sampel oleh

laboratorium harus dibuatkan berita acara yang diawasi oleh

penanggungjawab Narkotika dengan menyebutkan jumlah yang diambil

untuk sampel.

Apabila hasil pemeriksaan laboratorium tidak lulus, maka bahan

diberi label merah yang berarti direject dan disimpan untuk

dimusnahkan dan disaksikan oleh pihak Badan POM. Untuk bahan

baku yang diluluskan diberi label hijau oleh bagian Laboratorium

Pengujian serta dibuat bon penerimaan bahan baku dan bon

penerimaan bahan kemas.


63

Pemeriksaan ulang bahan aktif Narkotika dilakukan setiap

sebulan sekali. Dan Dibuatkan laporan mengenai pemasukan dan

pengeluaran bahan Narkotika, baik bahan baku maupun produk

setengah jadi yang dilakukan setiap bulan Ke Badan POM dengan

tembusan ke Dinas Kesehatan, sedangkan untuk bahan tambahan

dilakukan 2 tahun sekali. Jika hasil pemeriksaan ulang menyatakan

barang tersebut sudah tidak memenuhi syarat lagi, maka barang

tersebut diberi label merah (reject) kemudian dimusnahkan melalui

prosedur pemusnahan yang disaksikan oleh pihak Badan POM.

b. Penyimpanan

Ruangan penyimpanan Bahan Narkotika merupakan ruang

tersendiri yang memiliki dua pintu dengan kunci kombinasi khusus yang

hanya dapat dibuka oleh asisten manager produksi I selaku

penanggung jawab narkotik. Suhu ruangan maksimal 25ºC dan

kelembaban maksimal 70% ± 5%, dikondisikan selama 24 jam.

Sistem penyimpanan yang digunakan dalam rak bawah

merupakan bahan-bahan yang sering digunakan, dan rak atas

merupakan bahan-bahan yang jarang di pakai, bahan dalam wadah

ukuran kecil disimpan dalam lemari. Pengontrolan suhu dan

kelembaban gudang dilakukan 2 kali sehari. Pemeriksaan kebersihan

gudang dilakukan 1 kali seminggu, seperti: ventilasi, atap, lantai dan

dinding, serta melindungi bahan dari gangguan binatang. Untuk barang-


64

barang yang mudah terbakar disimpan dalam gudang yang terpisah

dengan gudang lain.

c. Pengeluaran

Pengeluaran bahan baku dari penyimpanan melalui

penimbangan sentral (PS) harus dibuatkan berita acara yang diawasi

oleh penanggung jawab Narkotika dengan menyebutkan jumlah yang

dikeluarkan berdasarkan pada SPK dari PPPI kepada bagian produksi.

Selanjutnya bagian PS akan mengeluarkan BPBB ke bagian

penyimpanan.

Bagian penyimpanan akan mengeluarkan barang sesuai dengan

permintaan tersebut. Sistem pengeluaran di bagian penyimpanan

menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dengan melihat nomor

hasil pemeriksaan laboratorium dan sistem FEFO (First Expire First

Out) untuk barang yang kadaluarsanya sangat pendek.

Pengeluaran bahan pengemas dari gudang kemasan

berdasarkan BPBP (Bon Permintaan Bahan Pengemasan) yang

diserahkan oleh bagian produksi. Bagian penyimpanan berkoordinasi

dengan bagian PPPI, setiap akhir bulan dilakukan stock opname

barang yang dapat dilihat dari kartu stok bagian penyimpanan. Jika

terjadi kekeliruan karena penulisan atau kesalahan apapun, maka harus

dibuat berita acara.


65

III.4.3 Persiapan Sebelum Produksi

1. Personalia

Personalia produksi Solid (Produksi I)

Personalia yang bertugas pada proses produksi adalah personalia yang

memenuhi persyaratan CPOB yaitu sehat secara fisik dan mental,

memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan

tugasnya masing–masing, serta mempunyai sikap dan kesadaran

yang tinggi untuk melaksanakan CPOB.

Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk

keamanan personil, personil mengenakan pakaian pelindung yang

bersih sesuai dengan tugasnya termasuk menutup rambut dimana

penutup kepala menutupi seluruh rambut. Penutup kepala diselipkan

dalam leher baju, model celana-baju yang bagian pergelangan

tangannya dapat diikat, memiliki leher tinggi, dan memakai penutup

kaki/sepatu. Ujung celana diselipkan ke dalam penutup kaki. Personil

diinstruksikan supaya menggunakan sarana mencuci tangan sebelum

memasuki area produksi. Personil senantiasa menerapkan prinsip

higienitas yang baik.

Personalia Produksi Steril (Produksi II)

Untuk mencegah pencemaran pada pembuatan obat steril tindakan dan

prosedur khusus harus dilaksanakan sepenuhnya. Petugas yang

bekerja di daerah pengolahan obat steril berikut pakaiannya dapat

menjadi sumber pencemaran bila mereka tidak memperhatikan hal-hal


66

mengenai hygiene, kebersihan dan tingkah laku bekerja. Disamping

persyaratan umum mengenai hygiene perorangan-perorangan,

peraturan tambahan dan tindakan berikut harus dilaksanakan.

a. Kesehatan

1. Karyawan yang mengidap luka terbuka, ruam, bisul atau penyakit

kulit lain tidak boleh bertugas di daerah bersih dan daerah steril.

2. Karyawan yang menderita infeksi saluran pernapasan bagian

atas, influenza, batuk, diare, dan penyakit menular lain juga tidak

boleh bertugas di daerah bersih dan daerah steril.

3. Pemeriksaan kesehatan terhadap kondisi-kondisi tersebut di atas

harus dilakukan secara berkala.

b. Pakaian Kerja

Pakaian yang digunakan dalam daerah steril hendaklah berfungsi

sebagai sistem saringan yang dapat menahan pencemaran partikel

yang berasal dari tubuh pemakai sehingga tidak mengkontaminasi ke

sekeliling ruang kerja.

Pakaian untuk daerah steril terdiri dari :

 Tutup kepala, yang menutupi seluruh bagian kepala termasuk

seluruh rambut

 Baju dan celana model terusan

 Penutup kaki

 Masker, yang menutupi mulut, hidung dan janggut, dan

 Kaca mata pelindung


67

Tabel 3 Persyaratan Pakaian Kerja Untuk Kelas I dan II

Persyaratan dan Penggunaan pakaian pelindung


Pakaian
sesuai dengan tingkat kebersihan ruangan
Pelindung
Kelas I dan II

1. Baju Kerja - Terbuat dari kain yang ditenun dengan multi-

filament terusan yang dapat menyaring bakteri dan

partikulat udara secara maksimal

- Bebas tiras/serta

- Lengan panjang, dicuci dan disterilkan sebelum

digunakan

- Penggantian pakaian kerja dan sarung kaki steril

dilakukan di ruang ganti pakaian steril

- Ganti setiap hari dan apabila terlihat kotor

2. Sepatu - Dapat menyaring partikel secara maksimal

- Bebas tiras/serat

- Cuci dan sterilkan sebelum digunakan

3. Pelindung - Dapat menyaring partikel secara maksimal

rambut - Bebas tiras/serat

4. Masker - Dapat menyaring partikel secara maksimal

- Bebas tiras/serat

- Cuci dan sterilkan sebelum digunakan

5. Sarung - Terbuat dari vinil atau lateks, dapat menyaring

Tangan partikel secara maksimal


68

- Bebas bedak/serbuk

- Sterilkan sebelum digunakan, atau gunakan yang

tersedia di pasaran dalam kondisi steril

- Didesinfeksi secara berkala paling tidak setiap jam

misalnya dengan etilalkohol 70%

- Diganti segera bila rusak atau terkontaminasi

Adapun Standar Pakaian Untuk Ruang Bersih dapat dilihat pada

table di bawah ini :

Tabel 4 Standar Pakaian Untuk Ruang Steril

KELAS PENCEMARAN TIAP KAKI PERSEGI (SQ,FT)

MAKSIMUM JUMLAH MAKSIMUM JUMLAH

PAKAIAN PARTIKEL SERAT

A 1.000 10

B 5.000 25

C 10.000 50

D 15.000 75

E 25.000 175

2. Ruang Produksi

Ruang produksi PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta

menggunakan ruangan produksi steril dan non-steril yang terbagi atas

ruang produksi non-betalaktam, ruang produksi ARV (antiretroviral),


69

dan ruang produksi beta-laktam. Ruang produksi sesuai dengan

persyaratan CPOB. Berdasarkan CPOB 2006 dan CPOB 2012,

ruangan diklasifikasikan menjadi kelas A,B,C,D dan E, dimana setiap

kelas memiliki persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan,

dan kelembaban udara. Namun, PT. Kimia Farma Plant Jakarta masih

sering menggunakan istilah white area, grey area, dan black area yang

pada dasarnya mempunyai persyaratan yang sama dengan sistem

pengklasifikasian CPOB yang sekarang.

Ruang produksi tablet narkotik termasuk dalam produksi non-steril non-

betalaktam dengan klasifikasi ruangan kelas E atau (grey area) dan

ruang produksi injeksi narkotik termasuk dalam produksi steril dengan

klasifikasi ruangan : untuk produk yang disterilisasi awal, penyiapan

bahan, pembuatan larutan, penyaringan dan pengisian, dilakukan di

lingkungan kelas A dengan latar belakang kelas B. Sedangkan untuk

produk yang disterilisasi akhir, penyiapan bahan, penyimpanan larutan,

penyaringan, dan pengsian dilakukan dilingkungan kelas C (kecuali jika

ada resiko terhadap produk yang berada di luar jangkauan, misalnya

oleh karena kegagalan pengisian berjalan lambat, maka pengisian

harus dilakukan di lingkungan kelas A dengan latar belakang kelas C).


70

Tabel 5 Jumlah Partikulat pada Masing-Masing Ruangan

Non-operasional Operasional

Jumlah maksimum partikel /m3 yang diperbolehkan

Kelas untuk kelas setara atau lebih tinggi dari

≥ 0,5 µm ≥ 5µm ≥ 0,5 µm ≥ 5µm

A 3.520 20 3.520 20

B 3.520 29 352.000 2.900

C 352.000 2.900 3.520.000 29.000

Tidak Tidak
D 3.520.000 29.000
ditetapkan ditetapkan

Tidak Tidak
E 3.520.000 29.000
ditetapkan ditetapkan

Keterangan:

Kelas A,B,C, dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk

pembuatan produksi steril

Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produksi

nonsteril

Ruang produksi telah memenuhi validasi pembersihan. Ruang produksi

dilengkapi AHU, dust collector, dan AC controller. Untuk masuk ke

ruang produksi, koridor dan ruang produksi dibatasi oleh suatu ruang

antara yang mencegah terjadinya pemasukan udara kotor ke ruang

produksi, sehingga ruang antara tersebut diatur memiliki tekanan udara

yang lebih kecil dari ruangan-ruangan yang di sebelahnya.


71

3. Sanitasi dan Higiene

Sanitasi dan higiene adalah segala upaya yang dilakukan untuk

menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi syarat kesehatan.

Ruang lingkup sanitasi dan higiene di PT Kimia Farma (Persero) Tbk.

Plant Jakarta meliputi personalia, bangunan, peralatan dan

perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan segala sesuatu

yang dapat merupakan sumber perencanaan produk.

Sebelum melakukan proses produksi bagian QC harus memeriksa

sanitasi dan higiene personalia, ruangan, mesin dan peralatan untuk

menjamin perlindungan produk dari pencemaran. Karyawan yang

berada di ruang produksi harus mengenakan pakaian kerja yang

disediakan dan dilengkapi topi, masker, sarung tangan dan sepatu.

Supervisor senantiasa memperhatikan dan mengawasi serta

melakukan pendekatan kepada karyawan agar memakai perlengkapan

kerja yang lengkap untuk mencegah kontaminasi dan melindungi

karyawan dari bahaya obat yang merupakan racun bagi manusia.

Kebersihan mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses

produksi harus dipastikan baik sebelum maupun sesudah proses

produksi dilaksanakan untuk menjamin bahwa mesin atau peralatan

terkait sudah terbebas dari bahan-bahan atau produk hasil proses

produksi sebelumnya. Untuk itu, maka setiap mesin dan peralatan yang

telah dibersihkan diberi label yang menandakan bahwa mesin dan


72

peralatan tersebut sudah dibersihkan dan diperbolehkan kembali untuk

pelaksanaan proses produksi.

4. Mesin dan Peralatan

Mesin dan peralatan produksi selain memenuhi persyaratan sanitasi

dan higiene, juga telah melewati proses validasi (kualifikasi) mesin dan

peralatan sehingga dinyatakan layak untuk menjalankan proses

produksi.

III.4.4 Proses produksi

Produksi obat PT. Kimia Farma Plant Jakarta terdiri dari 3 jalur

produksi utama yaitu produksi obat non betalaktam, produksi obat ARV

(antiretroviral), dan produksi obat betalaktam. Ketiga jalur produksi ini

memiliki gudang penyimpanan dan ruang penimbangan masing-masing,

khusus untuk bahan aktif. Produksi tablet narkotik tergolong produksi obat

non betalaktam dan dilakukan di bagian Produksi I dan produksi injeksi

narkotik tergolong produksi non betalaktam steril yang dilakukan di bagian

produksi II.

Bagian produksi I dipimpin oleh seorang Asisten Manager yang

membawahi 3 Supervisor yaitu Supervisor Granulasi, Pencetakan dan

Penyalutan, dimana proses produksi ini diawasi oleh penanggung jawab

narkotika dan dibuatkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Alur proses

produksi diawali dari bagian PPPI mengeluarkan SPK ( Surat Perintah

Kerja ) kepada Bagian Produksi I untuk melakukan produksi kemudian

Bagian Produksi I akan meminta bahan baku ke Penimbangan Sentral


73

dengan menyertakan rencana produksi dan penimbangan bahan baku,

Catatan Pengolahan Batch (CPB) yang dilampirkan dengan Berita Acara

Produksi (BAP), dan Bon Penyerahan Bahan Baku (BPBB). Bahan baku

yang telah diterima dari Penimbangan Sentral akan dilanjutkan dengan

proses pencampuran, pencetakan, dan pengemasan.

1. Penimbangan sentral

Penimbangan sentral dipimpin oleh Supervisor Penimbangan Sentral

(PS). Setelah SPK di keluarkan oleh PPPI kepada bagian produksi,

maka bagian produksi akan meminta bahan baku yang dibutuhkan

kepada PS dengan menyerahkan rencana produksi dan bahan baku,

Catatan Pengolahan Batch (CPB) dan bon permintaan bahan baku

(BPBB). Kemudian PS akan mengeluarkan bon permintaan bahan

baku intern (BPBI) pada gudang bahan baku. Bila persediaan barang

yang akan digunakan tidak tersedia atau tidak cukup maka gudang

bahan baku akan mengeluarkan barang permintaan.

Penimbangan sentral memiliki 4 ruang penimbangan yaitu ruang 1, 2,

3 dan 4. Ruang 1 digunakan untuk penimbangan zat aktif golongan

narkotika. Ruang 2 dan 3 digunakan untuk menimbang bahan baku

lainnya, termasuk bahan baku untuk produksi tablet narkotik. Ruang 4

digunakan untuk penimbangan cairan dan gula dalam jumlah yang

besar.
74

2. Produksi

a. Produk Tablet Narkotika


75

Metode pembuatan tablet ada 3 macam yaitu granulasi basah,

granulasi kering dan kempa langsung. Pemilihan metode tergantung

dari sifat zat aktif yang akan dibuat tablet. Tablet Narkotik yang

diproduksi oleh PT. Kimia Farma Plant Jakarta dibuat dengan metode

cetak langsung (kempa langsung).

Proses pembuatan tablet dengan metode cetak langsung diawali

dengan proses pencampuran semua bahan pembantu, kemudian

ditambahkan bahan aktif dan dilakukan pencampuaran dengan V-

mixer. Massa yang dihasilkan dikirim ke ruang karantina in proses

(KIP) untuk diperiksa besarnya LOD (loss on dying) di laboratorium

oleh bagian Quality Control (IPC/In Process Control). Setelah

dinyatakan lulus kemudian dilakukan pencetakan menggunakan mesin

cetak tablet. Produk ruahan hasil pencetakan dikirim lagi ke ruang

karantina in proses untuk diperiksa lagi oleh IPC meliputi bobot tablet,

diameter tablet, waktu hancur, kekerasan dan uji disolusi. Selain itu,

dilakukan juga uji penetapan kadar di laboratorium pengujian Quality

Control menggunakan instrumen yang sesuai, seperti HPLC dan

spektrometer. Apabila produk sudah memenuhi syarat dan diluluskan

maka produk diserahkan ke bagian pengemasan untuk dikemas.


76

b. Produk steril Narkotika

IPC
1. Uji mikrobiologi
Raw Material 2. Uji kadar
endotoksin
3. pH
Penimbangan 4. konduktivitas
Pencampuran
5. kesadahan

Penyaringan
Uji Homogenitas
Uji Kejernihan
6.
Pengisian Wadah steril

1. Uji kebocoran
2. Uji kejutan
Penyegelan
3. Uji kejernihan

Sterilisasi &
pendinginan

1. Uji Sterilitas
Seleksi 2. Uji visual
3. Uji kebocoran
4. Uji stabilitas
5. Uji
Pengemasan mikrobiologi
6. Penetapan
kadar dalam
sediaan & uji
Karantina
stabilitas
QA approved

Gudang
77

Preparat steril dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan untuk

memperkecil resiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen. Oleh

karenanya dalam pelaksanaan pembuatan, semua proses produksi

harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal terpenting dalam

proses pembuatan bentuk sediaan steril adalah keterampilan dan

sikap dari personil yang terlibat dalam proses pembuatan obat.

Personil yang bekerja di area bersih dan steril harus dipilih dengan

seksama untuk memastikan bahwa mereka dapat diandalkan untuk

bekerja dengan penuh disiplin, tidak mengidap penyakit atau dalam

kondisi kesehatan yang dapat menimbulkan bahaya bagi produk.

Secara garis besar, terdapat dua metode dalam pembuatan produk

steril, yaitu produk yang disterilisasi akhir (post sterization) dan produk

tanpa sterilisasi akhir (pembuatan secara aseptis). Perbedaan

mendasar dari kedua metode ini, adalah pada metode yang pertama

(post sterization) dilakukan sterilisasi produk settelah dimasukkan ke

dalam wadah (vial atau ampul atau botol infus). Sedangkan metode

yang kedua (aseptis) tidak dilakukan sterilisasi akhir , sehingga pada

proses pembuatannya dilakukan secara aseptis. Proses produksi

dengan secara aseptis, penyiapan bahan, pembuatan larutan,

penyaringan dan pengisian, dilakukan di lingkungan kelas A dengan

latar belakang kelas B. Sedangkan untuk produk yang disterilisasi

akhir, penyiapan bahan, penyimpanan larutan, penyaringan, dan

pengsian dilakukan dilingkungan kelas C (kecuali jika ada resiko


78

terhadap produk yang berada di luar jangkauan, misalnya oleh karena

kegagalan pengisian berjalan lambat, maka pengisian harus dilakukan

di lingkungan kelas A dengan latar belakang kelas C).

Tahap-tahap dalam proses pembuatan bentuk sediaan steril adalah:

1. Penyiapan Ruangan Dan Fasilitas Produksi

Sebelum dilakukan proses produksi, ruangan harus dibersihkan

dengan seksama dan tidak ada sisa partikel bebas produk sebelumnya

yang tertinggal. Selanjutnya ruangan disterilisasi dengan

menggunakan gas (gas formaldehida atau etilen oxide). Cara lain

adalah dengan menggunakan lampu ultra violet (UV) yang

ditempatkan untuk memberikan intensitas penyinaran yang memadai

pada luas permukaan yang maksimum.

Sinar ultra violet (UV), terutama digunakan untuk menyinari permukaan

tangki pemrosesan bagian dalam dan permukaan yang terpapar,

permukaan di bawah tutup, permukaan ban berjalan, dari permukaan

tertentu yang sulit di sterilkan jika tidak dengan penyinaran.

2. Pembuatan Dan Penanganan Air Untuk Injeksi.

Berikut adalah gambaran pembuatan aqudeminealisata (purified

water) dan water for injection (WFI) sebagaimana diatur dalam CPOB

Terkini.
79

Gambar 6 pembuatan aqudeminealisata (purified water) dan

water for injection (WFI).

a. Mekanisme kerja Purified water System

Purified water system merupakan sistem pengolaha air yang dapat

menghilangkan berbagai cemaran (ion, bahan organik, partikel

mikroba dan gas) yang terdapat dalam air yang akan digunakan untuk

produksi. Air (Raw Water) pengolahan air dapat diperoleh dari PDAM

(city water), shallow well(sumur dangkal) dengan kedalaman 10 – 20

m, atau berasal dari deep water (sumur dalam) dengan kedalaman 80

– 150 m. Variasi mutu dari pasokan air mentah (raw water) yang

memenuhi syarat ditentukan dari target mutu air yang akan diperlukan

untuk pengolahan air tersebut. Purified water system terdiri dari

multimedia filter, carbon filter, water softener, heat exchanger (HE).

Micro Filter, Ultra filtration(R.O=reverse osmosis) dan Electo

DeIonization (EDI).

Multimedia filter. Multimedia filter berfungsi untuk menghilangkan

Lumpur, endapan dan paartikel partikel yang terdapat pada raw water.
80

Multimedia filter terdiri dari beberapa filter dengan porositas 6-12 mm;

2,4-4,8 mm; dan 0,6-1,2 mm. flter filter ini tersusun dalam satu vessel

(tabung) dengan bagian bawah tabung diberikan dravel atau pasir

sebagai alas vessel (sehigga sering juga disebut sand filter.

Active Carbon Filter. Carbon aktif adalah karbon yang tealh

diaktifkan dengan menggunakan uap bertekanan tinggi atau karbon

dioksida (CO2) yang berasal dari bahan yang memiliki day dsorpsi

yang sangat tinggi. Biasanya digunakan dalam bentuk granular

(butiran). Active carbon berfungsi sebagai pre-treatment sebelum

proses de-ionisasi untuk menghilangkan chlorine, chloramines,

benzene, pestisida, bahan- bahan organic, warna, baud an rasa dalam

air.

Water Softener Filter. Water softener filter berisi resin anionic

yang berfungsi untuk menghilangkan dan/atau menurunkan kesadahan

air dengan cara mengikat ion Ca++ dan Mg++ yang menyebabkan

tingginya tingkat kesadahan air.

Reverse Osmosis. Reverse osmosis merupakan teknik pembatan

air murni (purified water) yang dapat menurunkan hingga 95% total

dissolve solid (TDS) di dalam air. Reverse osmosis terdiri dari lapisan

filter yang sangat halus (hingga 0,0001 mikron)

EDI(Electroniv De-Ionization). EDI merupakan perkembangan

dari ion exchange system dimana sebagai pengikat ion (+) dan (-)

dipakai juga elektroda disamping resin. Elektroa ini dihubungkan


81

dengan aarus listrik searah sehingga proses pemurnian air dapat

berlangsung secara terus menerus tanpa perlu regenerasi. Setelah

melewati EDI, selanjutnya puriied water yang dihasilkan ditanpung

didalam tangki penampungan (storage tank) yang dlengkapi dengan

CIP (cleaning in place), dan looping system dan siap didistribusikan ke

system produksi.

Looping system. CPOB terkini mensyaratkan bahwa air yang

digunakan untuk proses produksi harus disirkulasi selama 24 jam.

Untuk itu, dalam purified water system sehingga dapat memungkinkan

air tersebut tersirkulasi selama 24 jam. Pada sistem ini harus

dilengkapi dengan TOC (Total Organic Carbon) monitor untuk

memantau jumlah senyawa karbon yang terdapat di dalam air.

Senyawa senyawa karbon tersebut dapat berasal dari bangkai kuman

(bakteri) yang mati pada saat proses pengolahan air ini.

b. Water For Injection(WFI).

Gambar 7. Skema Pembuatan Water for Injection Sesuai

dengan cGMP
82

Pengolahan air untuk injeksi berasal dari purified water system

yang selanjutnya digunakanberasal dari purified water yang

selanjutnya dilakukan distilasi (penyulingan) dengan terlebih dahulu

melewati lampu UV untuk membunuh bakteri. Sesuai dengan

persyaratan CPOB yang terbaru proses destilasimenggunakan 6

(enam) kolom destilasi, artinya air yang digunakan untuk produk

produk steril tersebut mengalami enam kali proses destilasi. Dengan

unit ini diperoleh ir untuk injeksi yang memenuhi persyaratan Water

For Injection (WFI). Selanjutnya WFI yang dihasilkan kemudian

disimpan dalam storage tank pada suhu 70o-80oC sebelum

didistribusikan untuk produk steril.

3. Pembersihan/Pencucian Dan Sterilisasi Peralatan

Alat dan wadah yang akan digunakan dalam pemrosesan suatu produk

steril harus benar-benar bersih, tidak berdebu, dan tidak bersekat.

Beberapa alat yang canggih sekarang telah dilengkapi dengan

pembersihan di tempat (cleaning in place/CIP). Pembersihan ini

menggunakan tekanan tinggi yang dilakukan secara otomatis di dalam

peralatan tersebut. Selanjutnya, alat dan wadah untuk pemrosesan

produk steril, dilakukan sterilisasi dengan cara yang sesuai.

Wadah, peralatan dan komponennya yang telah dicuci hendaklah

disterilisasi dalam waktu lebih lama daripada 4 jam setelah dicuci,

kecuali proses sterilisasi yang mencakup juga proses depirogenesis di

mana pelaksanaan proses sterilisasi boleh dilakukan dalam waktu


83

paling lama 8 jam seterlah proses pencucian. Namun kondisi demikian

hendaklah divalidasi.

Wadah, peralatan dan komponennya yang telah dicuci dan disterilisai

hendaklah dijaga agar tidak tercemar kembali oleh partikel dan

mikroba. Barang yang telah disterilkan hendaklah diberi tanggal

sterilisasinya, disimpan dalam lemari yang dilengkapi dengan sinar

ultra-violet atau di bawah aliran laminar. Wadah, peralatan dan

komponen hendaklah digunakan dalam waktu paling lama 3 hari (72

jam) setelah proses sterilisasi. Kondisi ini hendaklah divalidasi.

4. Pencucian Dan Sterilisasi Wadah (Vial Atau Ampul)

Tutup karet (untuk vial) dicuci dengan pengocokan mekanik dalam

suatu tangki yang berisi larutan deterjen panas (misalnya 0,5% natrium

pirofosfat) yang dilanjutkan dengan pembilasan menggunakan air

untuk injeksi (WFI), selanjutnya disterilkan dalam autoclave.

Sedangkan untuk ampul, dalam proses produksi di industri farmasi

dicuci dan disterilkan dalam satu rangkaian alat/mesin otomatis

dengan ban berjalan.

5. Pencampuran Produk

Produk harus dicampur pada kondisi lingkungan tertentu (lihat pada

bagian “Proses Pembuatan” sebelumnya). Hal terpenting dalam proses

pencampuran ini adalah ketelitian dalam proses pencampuran. Urut-

urutan pencampuran sangat berdampak terhadap hasil produk yang


84

diinginkan. Perhatian khusus harus diberikan untuk mencapai dan

menjaga homogenitas larutan, dengan cara menjaga suhu larutan.

6. Penyaringan Larutan

Larutan harus disaring. Tujuan utama proses penyaringan adalah

penjernihan atau sterilisasi larutan. Secara prinsip, kedua tujuan ini

berbeda. Penjernihan diberi istilah “pengkilapan” dan larutan yang

dikilapkan membutuhkan penghilangan partikel-partikel kecil sampai

ukuran paling tidak 3 mikron. Sedangkan sterilisasi dimaksudkan untuk

menghilangkan partikel di bawah 3 mikron, termasuk menghilangkan

mikroorganisme hidup atau spora. Setelah penyaringan, larutan harus

dilindungi dari kontaminasi lingkungan sampai larutan tersebut tersegel

dalam wadah akhir. Untuk menjamin sterilisasi larutan yang akan di-

filling, dilakukan uji tes sterilisasi.

7. Pengisian

Pengisian larutan steril, biasanya dilakukan secara otomatis dengan

mesin pengisi dan penyegelan, terutama untuk sediaan ampul. Mesin

pengisi harus didesain untuk dapat memberikan ketepatan volume.

Ketepatan volume dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain

kecepatan pengisian dan keseragaman ukuran botol ampul. Hal lain

yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai ujung jarum pengisi,

yang biasanya terbuat dari stainless steel, mengenai “mulut” ampul,

karena dapat menyebabkan terjadi serpihan kaca yang dapat masuk

ke dalam ampul yang sedang diisi. Selin itu, tekanan pada saat
85

pengisian juga perlu mendapat perhatian, karena botol kaca ampul

tidak didesain untuk menahan tekanan tinggi.

Pengisian sebuk padat steril ke dalam wadah botol (vial) merupakan

proses yang cukup rumit bila dibandingkan dengan pengisian bentuk

larutan. Kecepatan pengisian biasanya lebih lambat, dengan variasi

pengisian yang tinggi. Untuk itu, proses pengisian serbuk steril ke

dalam wadah vial harus dilakukan secara hati-hati dan dilakukan

pemantauan bobot dengan cermat.

Bila ada pembilasan akhir tidak digunakan air bebas pirogen,

hendaklah wadah dan komponen mesin yang akan bersentuhan

dengan produk atau bahan pengemas primer, mialnya vial, dilewatkan

melalui proses depirogenesis yaitu pemanasan pada suhu 180° C

selama 2 jam atau suhu 250° C selama ½ jam atau pada kondisi

pemanasan lain yang telah divalidasi.

8. Penyegelan

Penyegelan ampul yang telah diisi, biasanya dilakukan segera setelah

diisi dengan menggunakan mesin filling and sealing otomatis dalam

satu rangkaian. Penyegelan ampul dilakukan dengan “melelehkan”

bagian gelas dari “leher” ampul hingga membentuk segel penutup (tip-

seal) atau segel tarik (pull-seal). Penyegelan ampul dilakukan dengan

menggunakan nyala api gas oksigen (gas oxygen flame) teperatur

tinggi. Penyegelan harus dilakukan dengan hati-hati dan dijaga untuk

mencegah distorsi segel tersebut.


86

Untuk penyegelan botol vial, tutup karet harus cocok dengan mulut

wadah, serta cukup rapat untuk menghasilkan wadah yang dapat

disegel dengan rapat. Biasanya penutup ini dilakukan secara manual

menggunakan pinset steril. Untuk itu, penyegelan botol vial harus

dilakukan dengan cermat dan hati-hati jangan sampai menimbulkan

kontaminasi pada produk. Selanjutnya, botol yang telah tertutup karet

di-seal dengan menggunakan segel aluminium untuk menahan karet.

III.4.5 Pengawasan Selama Proses Produksi (In Proses Control = IPC)

IPC merupakan pemeriksaan dan pengujian yang dilembagakan

dan dilaksanakan selama proses pembutan obat, termasuk pemeriksaan

dan pengujian terhadap lingkungan dan peralatan. Tujuannya adalah

untuk mencegah terlanjur diproduksinya obat yang tidak memenuhi

spesifikasi.

Cara pengawasan:

 Pengawasan dilakukan dengan cara mengambil contoh dan

mengadakan pemeriksaan dan pengujian terhadap produk yang

dihasilkan pada langkah-langkah tertentu dari proses pengolahan

 Pengawasan oleh bagian produksi: untuk menjamin bahwa mesin dan

peralatan produksi serta proses yang digunakan akan menghasilkan

produk yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan

 Pengawasan oleh bagian QC: untuk meyakinkan bahwaproduk yang

dihasilkan pada tahap tertentu telah memenuhi spesifikasi yang telah

ditetapkan sebelum dilanjutkan proses berikutnya


87

 Bagian pengawasan mutu menentukan apakah tahap lanjutan dari

proses pengolahan dapat dilaksanakan atau tidak berdasarkan hasil

pengujian yang dilakukan.

Alur IPC
Permintaan

Selesai produksi Bagian QC

Labelling

Sampling

Periksa

Ditolak / diterima Hasil (NHPB)

Gambar 7 Alur IPC PT. Kimia Farma Plant Jakarta.

PENGUJIAN TABLET (9,18)

Evaluasi (Kontrol Kualitas) Granul

Adanya berbagai variabel formulasi dan proses dapat

mempengaruhi langkah-langkah pembuatan granul. Oleh karenanya perlu

dilakukan metode evaluasi untuk mengukur karakter-karakter granul

dalam upaya memantau kesesuaian granul yang akan dipakai dalam

membuat tablet.

Hal-hal yang perlu dievaluasi untuk menentukan karakter granul, antara

lain :

 Ukuran dan bentuk partikel

ukuran partikel granul dapat mempengaruhi berat rata-rat tablet,

variasi berat tablet, waktu hancur, kerenyahan granul, daya mengalir


88

granul serta kinetika kecepatan pengeringan dari granulasi basah.

Sifat ini sangat dipengaruhi oleh bahan yang digunakan serta

konsentrasinya, juga peralatan yang dipakai serta kondisi pada saat

proses granulasi dilakukan

 Luas permukaan

pengukuran luas permukaan berbagai serbuk obat yang telah

dihaluskan merupakan faktor penting terutama bagi obat-obat yang

kelarutannya dalam air terbatas. Ukran partikel dan terutama luas

permukaan, sangat mempengaruhi kecepatan pelarutan.

 Kerapatan (density)

kecepatan granul dapat mempengaruhi kompressibilitas, porositas

tablet, kelarutan dan sifat-sifat lainnya. Granul yang keras dan padat

memerlukan kompresi yang lebih besar untuk menghasilkan

kohesi(ikatan) yang kompak. Beban kompresi yang tinggi sebaliknya

mempunyai potensi untuk meningkatkan disintegrasi (waktu hancur)

tablet dan waktu pelarutan obat. Ada dua metode untuk menentukan

kerapatan granul, keduanya menggunkan alat piknometer. Yang

pertama memakai air raksa sebagai cairan pengisi sela, sedangkan

yang kedua memakai pelarut yang bertekanan rendah (misalnya

benzene) dan tidak melarutkan granulnya. Metode ini sudah sangat

jarang dilakukan di industri. Metode yang lebih dikenal adalah

kerapatan bulk. Kerapatan bulk adalah ukuran yang digunakan untuk

menyatakan segumpalan partikel atau granul.


89

 Sifat-sifat mengalir (waktu alir)

Sifat alir suatu bahan dihasilkan dari banyak gaya. Partikel-partikel

padat akan saling tarik menarik dan gaya yang bekerja diantara

partikel bila mereka berhubungan terutama gaya permukaan.

Terdapat beberapa gaya yang dapat bekerja diantara partikel-partikel

padat :

1) Gaya gesekan/friksi

2) Gaya tegangan permukaan

3) Gaya mekanik yang disebabkan oleh saling menguncinya partikel

yang bentuknya tidak teratur

4) Gaya elektrostatik

 Sudut diam (sudut baring).

Sudut diam (Baring). Metode corong tegak dan kerucut yang berdiri

bebas memakai corong yang dijaga agar ujungnya berada pada sustu

ketinggian tertentu (H) di atas kertas grafik yang terletak pada bidang

horizontal. Granul dituang berlahan-lahan sampai ke ujung corong.

Jari-jari (R) dari atas tumpukan bubuk yang berbentuk kerucut

kemudian di ukur.

tan α = H/R atau α = arctan H/R

α adalah sudut baring. Bila sudut baring lebih kecil atau sama dengan

300 biasanya menunjukkan bahwa bahan dapat mengalir bebas, bila

sudutnya lebih besar atau sama dengan 40 0 maka biasanya daya

mengalirnya kurang baik.


90

Evaluasi (Kontrol Kualitas)

Untuk memantau kualitas produk obat, evaluasi secara kualitatif

serta penetapan sifat kimia, fisika dan bioavailabilitas tablet harus dibuat.

Ketiga kelas sifat tersebut memiliki profil stabilitas yang nyata, tetapi profil

stabilitas itu dapat saling berpengaruh, misalnya kerusakan kimia atau

interaksi antara komponen-komponen tablet akan mempengaruhi sifat

fisika tablet dan sangat mempengaruhi bioavailabilitas dari sistem tablet

itu sendiri. Hal-hal yang perlu dilakukan evaluasi (kontrol kualitas ) selama

dan setelah proses pencetakan antara lain : penampilan umum, sifat

organoleptis, ukuran dan bentuk pengenalan tanda-tanda khusus,variasi

bobot, waktu hancur (disintegrasi),karena kekerasan dan

kerenyahan,kandungan obat (zat aktif) dan disolusi.

Pengujian Sediaan Steril (9,18)

Uji Kebocoran. Uji kebocoran dimaksudkan untuk mendeteksi

ampul yang belum tertutup dengan sempurna, sehingga ampul-ampul

tersebut harus di-reject. Kebocoran biasanya dideteksi menggunakan

tekanan negatif dalam ruangan vakum, biasanya ditambahkan pula zat

warna (0,5 – 1% methylen blue) untuk melihat penetrasi zat warna ke

dalam ampul. Setelah diperiksa kebocorannya, ampul kemudian dicuci

kemudian. Uji kebocoran tidak dilakukan untuk preparat vial dan botol

karna tutup karetnya yang tidak kaku; meskipun demikian, pada saat

penyegelan botol harus dalam kondisi vakum.


91

Uji Kejernihan. Kejernihan adalah suatu batasan relatif, artinya

sangat dipengaruhi oleh penilaian subyektif dari pemeriksa. Menurut

CPOB seluruh wadah terisi produk parenteral harus diinspeksi satu

persatu terhadap kontaminasi oleh benda asing atau cacat lain. Inspeksi

secara visual harus diatur sedemikian rupa dalam kondisi pencahayaan

dan latar belakang yang dikendalikan dan sesuai.

Uji Pirogen. Adanya zat pirigen pada preparat parenteral dilakukan

oleh suatu uji biologis kualitatif berdasarkan respons demam pada kelinci.

Kelinci digunakan sebagai binatang percobaan karena kelinci

menunjukkan respons fisiologis terhadap pirogen serupa dengan respons

pada manusia. Jika suatu zat pirogenik disuntikkan ke dalam ven kelinci,

terjaid kenaikan temperature dalam waktu 3 jam sesudhnya. Uji porogen

juga dapat dilakukan secara in vitro menggunakan sifat membentuk gel

dari lisat amebosit dari Limulus polifemus (kepiting sepatu kuda). Uji

limulus amebosit lisat (Limulus Amebocyte Lysate = LAL) ternyata 5

sampai 10 kali lebih sensitif dibandingkan dengan uji kelinci.

III.4.5 Pengemasan dan penyelesaian kemasan

a. Pengemasan Tablet Narkotika

Bagian pengemasan dipimpin oleh Asisten Manajer dan dibawahi oleh

6 supervisor yaitu Supervisor Karantina In Proses, Supervisor

Pengemasan Primer I (solid), Supervisor Pengemasan Primer II (semi

solid/cairan), Supervisor Penandaan, Supervisor Pengemasan

Sekunder I (solid), Supervisor Pengemasan Sekunder II (semi solid dan


92

cairan). Pengemasan tablet narkotik melibatkan supervisor karantina in

proses, supervisor pengemasan primer I, dan supervisor pengemasan

sekunder I.

Bagian pengemasan akan mulai bekerja setelah produk ruahan telah

lulus dari Karantina In Proses. Semua produk ruahan dikemas sesuai

dengan bahan pengemas yang telah ditentukan. Proses pengemasan

ada dua macam yaitu Pengemasan Primer dan Pengemasan

Sekunder. Tahap awal proses pengemasan primer yang dilakukan di

grey area (kelas E) adalah stripping, blistering, labelling dan pengisian

(counting) ke dalam botol. Khusus untuk tablet narkotik, seperti tablet

coditam® hanya dilakukan stripping menggunakan mesin stripping dan

labelling/printing nomor batch, expired date, dan HET (Harga Eceran

Tertinggi). Setelah dilakukan pengemasan primer dilakukan

pemeriksaan fisik kemasan primer, terutama uji kebocoran strip. Uji

kebocoran strip dilakukan dengan menggunakan desikator berisi zat

warna sebagai indikator, kemudian divakumkan. Tekanan pada

desikator dikurangi, sehingga jika terdapat kebocoran pada wadah akan

terlihat gelembung udara dan tablet akan berwarna. Jika terjadi

kebocoran, maka mesin dihentikan dulu dan dapat dioperasikan

kembali setelah dilakukan perbaikan.

Selanjutnya dilakukan tahap pengemasan sekunder di black area

(ruang kelas F) yaitu pengisian (counting) ke dalam dus/box kemasan;

pemberian etiket; serta printing nomor batch, printing expired date dan
93

printing HET (Harga Eceran Tertinggi) pada dus kemasan. Setelah

pengemasan sekunder selesai kemudian dilakukan pemeriksaan akhir

atau finished pack analysis yang meliputi pemeriksaan fisik pada

produk jadi seperti: kesesuaian bahan pengemas dengan obat,

kesesuaian jumlah obat dalam kemasan,kelengkapan (etiket),

pengamatan terhadap cacat yang ada, kerapian kemasan dan

pengepakan, kesesuaian berat netto. Jika pemeriksaan akhir ini

diluluskan oleh QC, maka hasil pengemasan disimpan di Ruang

Karantina Produk Jadi untuk menunggu diluluskan oleh bagian QA

(Quality Assurance) sebelum dikirim ke gudang produk jadi. Bagian QA

melakukan pemastian mutu melalui penelusuran semua dokumen

pengawasan mutu. Setelah mendapat release dari bagian QC dan QA

maka label karantina yang terdapat pada produk diganti dengan label

release, dan produk akhir dikirim ke gudang produk jadi untuk

menunggu pendistribusian selanjutnya.

b. Pengemasan Sediaan Steril Narkotika

Kemasan untuk sediaan steril haruslah steril, kedap udara, dan tahan

terhadap perubahan suhu. Apabila kemasan dimaksudkan untuk

pemakaian pada dosis ganda, maka kemasan tersebut haruslah

dirancang agar ia kembali menjadi kedap udara setelah dibuka dan

ditutup kembali.

Kemasan sediaan steril harus inert, tidak bereaksi dengan bahan, dapat

disterilkan, dapat dibersihkan seperti kaca, plastic, aluminium atau


94

stainless steel. Kesesuaian antara wadah dan tutupnya serta tidak

adanya interaksi berbahaya antara wadah dengan sediaan (bahan aktif

dan tambahan) harus selalu diperhatikan dan diuji. Integritas kemasan

setelah pengisian dan selama penyimpanan harus selalu divalidasi.

Validasi yang dimaksud harus mencakup uji penetrasi dari

mikroorganisme ke dalam kemasan.

Kemasan harus ditutup sesegera mungkin setelah pengisian dan

penyegelan untuk mencegah kontaminasi dan kelembaban.

c. Penyelesaian pengemasan sediaan steril narkotika

 Penutupan wadah hendaklah divalidasi dengan metode yang sesuai.

Terhadap penutupan wadah dengan fusi, misalnya ampul kaca atau

plastik, hendaklah dilakukan uji integritas 100%. Uji integritas wadah

lain hendaklah dilakukan terhadap sampel dengan menggunakan

prosedur yang sesuai

 Sampel wadah yang ditutup dalam kondisi vakum hendaklah diambil

dan diuji setelah periode yang ditentukan, untuk memastikan

keadaan vakum yang diperthankan.

 Wadah terisi produk parenteral hendaklah satu per satu diinspeksi

terhadap kontaminasi oleh benda asing atau cacat lain. Bila inspeksi

dilakukan dengan cara visual, hendaklah dilakukan dalam kondisi

pencahayaan dan latar belakang yang terkendali dan sesuai.

Operator yang melakukan inspeksi hendaklah lulus pemeriksaan

mata secara berkala, dengan menggunakan kacamata bila memakai,


95

dan diperbolehkan sering melakukan istirahat selama proses

inspeksi

 Bila digunakan metode inspeksi lain, proses ini hendaklah divalidasi

dan kerja peralatan hendaklah diperiksa secara berkala. Hasil

pemeriksaan hendaklah dicatat.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses produksi (20):

1. Pengawasan narkotika dan psikotropika dimulai saat barang datang

oleh penanggung jawab narkotika dan psikotropika, penanggung

jawab gudang narkotika dan psikotropika. Dilakukan pemeriksaan

secara fisik dan dibuat BTBS.

2. Pada penimbangan bahan disaksikan oleh penanggung jawab

narkotik dan psikotropika dan hasil penimbangan harus tetap,

apabilah ada yang tercecer maka harus dikumpulkan dan dijdikan

barang bukti.

3. Narkotika dan psikotropika harus mempunyai gudang tersendiri.

Gudang narkotika di PT kimia Farma memiliki 2 pintu dengan kunci

kombinasi khusus yang hanya dapat dibuka oleh asman produksi I

selaku penanggung jawab narkotik.

4. Proses produksi obat-obat narkotik pada dasarnya sama dengan

produksi obat-obat lainnya, hanya cara pengawasannya yang lebih

ketat. Pada proses produksi, pengawasan dilakukan oleh masing-

masing bagian dengan pengontrolan dari penaggung jawab

narkotika.
96

5. Pengambilan sampel oleh laboratorium harus dibuatkan berita

acara yang diawasi oleh penanggung jawab narkotika dengan

menyebutkan jumlah yang diambil untuk sampel. Untuk bahan-

bahan narkotika dan psikotropika yang tidak lulus uji laboratorium,

akan disimpan untuk dimusnahkan (harus ada saksi dari badan

POM)

6. Pengemasan narkotika dan psikotropika dilakukan oleh pegawai

khusus dan diruangan yang khusus pula.

7. Laporan pemasukan dan pengeluaran bahan, baik bahan baku

maupun produk setengah jadi narkotika atau psikotropika dilakukan

setiap bulan. Laporan dibuat untuk Badan POM dengan tembusan

ke Dinas Kesehatan. Prinsipnya, tidak boleh ada narkotika yang

hilang tanpa dilaporkan. Pada setiap proses harus ada berita acara

pemeriksaan (BAP) baik obat yang telah jadi maupun yang rusak.

Contoh obat-obat narkotika yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma

Plant Jakarta yaitu Injeksi Petidina Hidroklorida 50mg/ml, Injeksai morfin

10mg/ml, tablet Codein 10 mg, 15 mg dan 20 mg, tablet Coditam®, dan

tablet Codipront®.

Anda mungkin juga menyukai