Anda di halaman 1dari 41

Case Report Session

Stunting: Faktor resiko, Pencegahan, dan Tatalaksananya di Puskesmas


Ambacang

Oleh:

Yola Anggraeni 1740312617

Preseptor:

Dr. dr. Hardisman, MHID, PhD

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan case report session dengan judul “Stunting: Faktor

resiko, Pencegahan, dan Tatalaksananya di Puskesmas Ambacang”.

Makalah ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di

bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Hardisman, MHID, PhD selaku

pembimbing. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang

telah membantu menyelesaikan case report session ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa case report session ini masih jauh

dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk

menyempurnakan case report session ini. Semoga case report session ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 13 April 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar isi 3
Daftar gambar 4
Daftar tabel 5
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar belakang 6
1.2Rumusan masalah 8
1.3Tujuan penelitian 8
1.4Metode penelitian 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi stunting 9
2.2 Epidemiologi stunting 10
2.3 Etiologi stunting 10
2.4 Klasifikasi stunting 15
2.5 Pencegahan stunting 17
2.6 Kebjakan program pemerintah terkait stunting 19
BAB 3 ANALISIS SITUASI
3.1 Gambaran umum puksesmas Ambacang 23
3.1.1 Keadaan Geografis Puskesmas Ambacang 23
3.1.2 Keadaan Demografis Puskesmas Ambacang 25
3.1.3 Sarana dan prasarana 26
3.1.4 Sumber daya manusia 29
3.2Program Gizi di Puskesma Ambacang 31
3.3Gambaran umum stunting pada 34
3.3.1 Program gizi terkait stunting 34
BAB 4 PEMBAHASAN 36
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan 40
5.2Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 42

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang 24

Gambar 3.2 Geomapping Sarana Kesehatan Wilayah kerja 27


Puskesmas Ambacang

4
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Distribusi Penduduk menurut Kelurahan di 25


Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang tahun 2018

Tabel 3. 2 Sasaran Program Kesehatan Puskesmas Ambacang 26


Tahun 2018

Tabel 3.3 Fasilitas Pendidikan Wilayah Kerja Puskesmas 29


Ambacang

Tabel 3.4 Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan di Puskesmas 30


Ambacang

Tabel: 3.5 Cakupan Pencapaian Program Gizi di Puskesmas 32


Ambacang tahun 2018

Tabel 3.6 Jumlah Balita Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas


Ambacang Berdasarkan Kelurahan 34

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah

lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk

usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal

setelah bayi lahir, akan tetapi kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2

tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita

dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umumnya

dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference

Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementrian Kesehatan adalah

anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan

kurang dari -3SD (severely stunted).1

Kejadian stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh

balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017, 22,2% (sekitar 150,8 juta) balita di

dunia mengalami stunting. Dari angka tersebut lebih dari setengah balita stunting

di dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal

di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari

Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). Data

prevalensi balita stunting yang dikumpulkan WHO, Indonesia termasuk ke dalam

negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/ South-East

Asia Regional (SEAR)2. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi stunting

kelima terbesar di seluruh dunia.3

6
Persentase status gizi balita pendek (pendek dan sangat pendek) di

Indonesia pada tahun 2007 adalah 36,8%, tahun 2010 adalah 35,6% dan tahun

2013 adalah 37,2% sedangkan tahun 2018 prevalensi stunting di Indonesia 30,8%

dengan persentase tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (42,6%) dan

persentase terendah adalah DKI Jakarta (17,7%) 4,5,6,7

Hasil riset Bank Dunia menggambarkan kerugian akibat stunting mencapai

3-11% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Dengan nilai PDB 2015 sebesar

Rp. 11.000 Triliun, kerugian ekonomi akibat stunting di Indonesia diperkirakan

mencapai Rp. 300 triliun - Rp. 1.210 triliun per tahun. Besarnya kerugian yang

ditanggung akibat stunting lantaran naiknya pengeluaran pemerintah terutama

jaminan kesehatan nasional yang berhubungan dengan penyakit tidak menular

seperti jantung, stroke, ataupun gagal ginjal. Ketika dewasa, anak yang menderita

stunting mudah mengalami kegemukan sehingga rentan terhadap serangan

penyakit menular seperti jantung, stroke maupun diabetes. Belum lagi ancaman

pengurangan tingkat intelejensi sebesar 5-11 poin.8

Oleh karena itu upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah

dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya

untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi

sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan di sektor kesehatan, namun

hanya berkontribusi 30% sedangkan 70%nya merupakan kontribusi intervensi gizi

sensitif yang melibatkan berbagai sektor seperti ketahanan pangan, ketersediaan

air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial dan

sebagainya.3

1.2 Rumusan Masalah


7
a. Bagaimana gambaran umum stunting di wilayah kerja Puskesmas

Ambacang?

b. Bagaimana upaya pelaksanaan program gizi dalam menanggulangi

masalah stunting di Puskesmas Ambacang?

c. Apa saja permasalahan dalam pelaksanaan program pencegahan stunting

di Puskesmas Ambacang?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pelaksanaan program gizi dalam menanggulangi masalah

stunting di Puskesmas Ambacang.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran stunting di wilayah kerja Puskesmas Ambacang.

b. Mengetahui upaya pelaksanaan program gizi dalam menanggulangi

masalah stunting di Puskesmas Ambacang

c. Mengetahui permasalahan dalam pelaksanaan program gizi dalam

menanggulangi masalah stunting di Puskesmas Ambacang

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur, laporan tahunan Puskesmas Ambacang, serta diskusi bersama

pemegang program gizi di Puskesmas Ambacang.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Stunting

Stunting (tubuh pendek) didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang

pendek atau sangat pendek hingga melampaui -2 SD di bawah median panjang

berdasarkan tinggi badan menurut usia. Stunting menggambarkan suatu keadaan

malnutrisi yang kronis dan anak memerlukan waktu untuk berkembang serta

pulih kembali munuju keadaan tinggi badan anak yang normal menurut usianya. 1

Menurut World Health Organization (WHO) (2014) dalam Global Nutrition

Targets 2025, stunting dianggap sebagai suatu gangguan pertumbuhan

irreversibel yang sebagian besar dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tidak

adekuat dan infeksi berulang selama 1000 hari pertama kehidupan.9

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010

tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan

sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan

menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang

merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat

pendek). Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan

panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar

baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2006, nilai z-

scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya

kurang dari -3SD.1

9
2.2 Epidemiologi Stunting

Kejadian stunting pada anak tersebar luas di negara-negara berkembang di dunia.

Sekitar sepertiga dari jumlah seluruh anak di negara-negara berkembang yang berusia di

bawah 5 tahun mengalami stunting.10 Diperkirakan sekitar 1 dari 3 anak yang berusia

dibawah 5 tahun mengalami stunting di negara berkembang.11 Menurut Ramli (2009)

lebih kurang separuh anak di bawah 5 tahun di wilayah Asia Selatan mengalami stunting

sehingga stunting menjadi salah satu masalah kesehatan utama.12

Prevalensi stunting di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara dan masuk 5 besar

negara di dunia dengan prevalensi stunting tertinggi. Prevalensi stunting di Indonesia

lebih tinggi dari negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myammar, Vietnam (23%),

dan Thailand (16%). Indonesia menduduki peringkat ke-lima dunia untuk jumlah anak

dengan kondisi stunting, lebih dari sepertiga anak Indonesia tingginya berada di bawah

rata-rata.13 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi stunting secara

nasional tahun 2018 adalah sebesar 30,8 %, sudah mengalami penurunan jika

dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 37,2%.7

2.3 Etiologi Stunting

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak. Faktor-

faktor tersebut dapat berasal dari diri anak itu sendiri maupun dari luar diri anak tersebut.

Faktor penyebab stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan

penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersedian pangan,

faktor budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya.14

10
a. Faktor Langsung

Saat ini Indonesia mengahadapi masalah gizi ganda, permasalahan gizi ganda

tersebut adalah adanya masalah kurang gizi dilain pihak masalah kegemukan atau gizi

lebih telah meningkat. Keadaan gizi dibagi menjadi 3 berdasarkan pemenuhan

asupannya yaitu:


Kelebihan gizi adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan asupan zat

gizi yang lebih banyak dari kebutuhan seperti gizi lebih, obesitas atau kegemukan.

Gizi baik adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan asupan zat gizi

yang sesuai dengan kebutuhan.



Kurang gizi adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan asupan zat gizi

yang lebih sedikit dari kebutuhan seperti gizi kurang dan buruk, pendek, kurus dan

sangat kurus.15

Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan mengalami

tumbuh kembang dan tumbuh kejar. Balita yang mengalami kekurangan gizi

sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan asupan yang baik sehingga dapat melakukan

tumbuh kejar sesuai dengan perkembangannya. Namun apabila intervensinya terlambat

balita tidak akan dapat mengejar keterlambatan pertumbuhannya yang disebut dengan

gagal tumbuh. Begitu pula dengan balita yang normal kemungkinan terjadi gangguan

pertumbuhan bila asupan yang diterima tidak mencukupi. Dalam penelitian yang

menganalisis hasil Riskesdas menyatakan bahwa selain itu pada level rumah tangga

konsumsi energi rumah tangga di bawah rata-rata merupakan penyebab terjadinya anak

balita pendek.

11
Dalam upaya penanganan masalah stunting ini, khusus untuk bayi dan anak telah

dikembangkan standar emas makanan bayi dalam pemenuhan kebutuhan gizinya

yaitu 1) Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang harus dilakukan sesegera mungkin

setelah melahirkan; 2) Memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan

tanpa pemberian makanan dan minuman tambahan lainnya; 3) Pemberian

makanan pendamping ASI yang berasal dari makanan keluarga, diberikan tepat

waktu mulai bayi berusia 6 bulan; dan 4) Pemberian ASI diteruskan sampai

anak berusia 2 tahun.14

2. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung stunting,

Kaitan antara penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak dapat

dipisahkan. Adanya penyakit infeksi akan memperburuk keadaan bila terjadi

kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan kurang gizi akan lebih mudah terkena

penyakit infeksi. Penyakit infeksi akan ikut menambah kebutuhan akan zat gizi

untuk membantu perlawanan terhadap penyakit ini sendiri. Pemenuhan zat gizi

yang sudah sesuai dengan kebutuhan namun penyakit infeksi yang diderita tidak

tertangani akan tidak dapat memperbaiki status kesehatan dan status gizi anak

balita. Untuk itu penanganan terhadap penyakit infeksi yang diderita sedini

mungkin akan membantu perbaikan gizi dengan diimbangi pemenuhan asupan

yang sesuai dengan kebutuhan anak balita. 14

Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan, Infeksi

Saluran Pernafasan Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat erat

hubungannya dengan status mutu pelayanan kesehatan dasar khususnya

imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku sehat. Ada beberapa penelitian

12
yang meneliti tentang hubungan penyakit infeksi dengan stunting yang

menyatakan bahwa diare merupakan salah satu faktor risiko kejadian stunting

pada anak usia dibawah 5 tahun.14

b. Faktor Tidak Langsung

1. Akses Pangan

Masalah ketersediaan ini tidak hanya terkait masalah daya beli namun

juga pada pendistribusian dan keberadaan pangan, sedangkan pola konsumsi

pangan merupakan susunan makanan yang biasa dimakan mencakup jenis,

jumlah dan frekuensi serta jangka waktu tertentu. Aksesibilitas pangan yang

rendah berakibat pada kurangnya pemenuhan konsumsi yang beragam, bergizi,

seimbang dan nyaman di tingkat keluarga yang mempengaruhi pola konsumsi

pangan dalam keluarga sehingga berdampak pada semakin beratnya masalah

kurang gizi masyarakat.14

Ketersediaan pangan yang kurang dapat berakibat pada kurangnya

pemenuhan asupan nutrisi dalam keluarga itu sendiri. Rata-rata asupan kalori dan

protein anak balita di Indonesia masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG)

yang dapat mengakibatkan anak balita perempuan dan anak balita laki-laki

Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm dan 7,3 cm

lebih pendek dari pada standar rujukan WHO 2005.14

Ketersediaan pangan merupakan faktor penyebab kejadian stunting,

ketersediaan pangan di rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga,

pendapatan keluarga yang lebih rendah dan biaya yang digunakan untuk
.
pengeluaran pangan yang lebih rendah merupakan beberapa ciri rumah tangga

dengan anak pendek. Penelitian di Semarang Timur juga menyatakan bahwa

13
pendapatan perkapita yang rendah merupakan faktor risiko kejadian stunting. 15

2. Status Gizi Ibu Saat Hamil

Status gizi janin dalam kandungan dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil,

bahkan status gizi ibu pada saat sebelum hamil. Kurang gizi pada wanita usia

subur (WUS) yang disebut kurang energi kronis (KEK) ditandai dengan lingkar

lengan atas (LiLA) kurang dari 23,5 cm, sehingga ibu tersebut mempunyai

resiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) karena sejak dalam kandungan

janin sudah mengalami kegagalan pertumbuhan janin (fetal growth

retardation).14

3. Praktek pengasuhan yang kurang baik

Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan

ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta

setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan

bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI)

secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan

Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan

ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis

makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh

bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh

dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun

minuman.3

4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Tingginya masalah gizi dan penyakit terkait gizi saat ini berkaitan

dengan faktor sosial dan budaya, antara lain kesadaran individu dan keluarga

14
untuk berperilaku hidup bersih dan sehat, termasuk sadar gizi. Indikator PHBS

adalah perilaku cuci tangan, pemberianASI eksklusif, rumah tangga

memanfaatkan posyandu, penggunaan alat kontrasepsi (Keluarga Berencana),

aktivitas fisik, penduduk usia di atas 10 tahun yang merokok, penduduk di atas

usia 10 tahun yang kurang makan sayur dan buah, akses terhadap sanitasi

layak, dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.14

Masalah kekurangan gizi pada anak balita ini merupakan dampak dari

rendahnya pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan dan pemberian makanan

pendamping ASI yang tidak tepat, karena diberikan terlalu dini atau terlambat,

jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan

perkembangan bayi pada setiap tahapan usia dan tidak bergizi seimbang untuk

memenuhi asupan kalori, protein dan gizi mikro (vitamin dan mineral). Hanya

41% keluarga yang mempunyai perilaku pemberian makanan bayi yang benar.

Ketersediaan pangan lokal beragam telah dapat diakses oleh sebagian keluarga

karena dari 41% keluarga yang memberikan makanan pendamping ASI yang

benar tersebut ternyata MP-ASI yang diberikan berasal dari sumber pangan lokal

yang memenuhi 70% kebutuhan besi dan 87% kebutuhan vitamin A. Buruknya

perilaku kebersihan individu dan lingkungan mengakibatkan bayi dan anak

sering menderita diare dan penyakit infeksi lain sehingga memperburuk status

gizinya.14

2.4 Klasifikasi dan Diagnosis Stunting

Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan

cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

15
tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Beberapa indeks antropometri

yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan

menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang

dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score). Stunting dapat diketahui bila

seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan diukur panjang atau tinggi

badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada dibawah

normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita

seumurnya.16

Penghitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO. Normal,

pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks

Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat

pendek).15

Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan

perumur (TB/U).

a. Sangat pendek : Zscore < -3,0

b. Pendek : Zscore < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0

c. Normal : Zscore ≥ -2,0

Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting berdasarkan

indikator TB/U dan BB/TB

a. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0

b. Pendek-normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara - 2,0

s/d 2,0

c. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

16
2.5 Pencegahan Stunting

Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi Spesifik. Ini merupakan

intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan

(HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan

intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan. Intervensi ini

juga bersifat jangka pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif

pendek. Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan Intervensi Gizi

Spesifik dapat dibagi menjadi beberapa intervensi utama yang dimulai dari masa

kehamilan ibu hingga melahirkan balita:3

a. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil.

Intervensi ini meliputi kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT)

pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi

kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi kekurangan iodium,

menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu hamil dari

Malaria.3

b. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6

Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong inisiasi

menyusui dini/IMD terutama melalui pemberian ASI jolong/kolostrum serta

mendorong pemberian ASI Eksklusif.3

c. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia7-

23 bulan.

Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian

ASI hingga anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia diatas

6 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing,

17
menyediakan suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam

makanan, memberikan perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi

lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan diare.3

Kerangka Intervensi stunting yang direncanakan oleh pemerintah yang

kedua adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui

berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada

70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat

secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari

PertamaKehidupan/HPK. Kegiatan terkait Intervensi Gizi Sensitif dapat

dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang umumnya makro dan dilakukan

secara lintas Kementerian dan Lembaga. Ada 12 kegiatan yang dapat

berkontribusi pada penurunan stunting melalui Intervensi Gizi Spesifik

sebagaiberikut:

1) Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih.

2) Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi

3) Melakukan fortifikasi bahan pangan.

4) Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga

Berencana (KB).

5) Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

6) Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).

7) Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua

8) Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal.

9) Memberikan pendidikan gizi masyarakat.

10) Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta

18
gizi pada remaja.

11) Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.

12) Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.

2.6 Kebijakan dan Program Pemerintah terkait Intrevensi Stunting

Terkait upaya untuk mengurangi serta menangani prevalensi stunting,

pemerintah di tingkat nasional kemudian mengeluarkan berbagai kebijakan serta

regulasi yang diharapkan dapat berkontribusi pada pengurangan prevalensi

stunting, termasuk diantaranya:3

1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–

2025 (Pemerintah melalui program pembangunan nasional ‘Akses

Universal Air Minum dan Sanitasi Tahun 2019’, menetapkan

bahwa pada tahun 2019, Indonesia dapat menyediakan layanan air

minum dan sanitasi yang layak bagi 100% rakyat Indonesia).

2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019

(target penurunan prevalensi stunting menjadi 28% pada 2019).

3. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, Bappenas,

2011.

4. Undang-Undang (UU) No. 36/2009 tentang Kesehatan.

5. Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 tentang Air Susu Ibu

Eksklusif.

6. Peraturan Presiden (Perpres) No. 42/2013 tentang Gerakan

Nasional Percepatan Perbaikan Gizi.

7. Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No.

450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

19
Secara Eksklusif Pada Bayi di Indonesia.

8. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.15/2013 tentang Tata

Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air

Susu Ibu.

9. Permenkes No.3/2014 tentang Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM).

10. Permenkes No.23/2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi.

11. Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Gizi Dalam

Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1.000 HPK),

2013.

12. Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK), 2013.

Selain mengeluarkan paket kebijakan dan regulasi, kementerian/lembaga

(K/L) juga sebenarnya telah memiliki program baik terkait intervensi gizi

spesifik maupun intervensi gizi sensitif, yang potensial untuk menurunkan

stunting. Intervensi Program Gizi Spesifik dilakukan oleh Kementerian

Kesehatan (Kemenkes) melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) melalui Gerakan 1.000 Hari Pertama

Kegiatan (HPK). Berikut ini adalah identifikasi beberapa program gizi spesifik

yang telah dilakukan oleh pemerintah:

20
1. Program terkait Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil. Dilakukan melalui

beberapa program/kegiatan berikut:3

a. Pemberian makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi

kekurangan energi dan protein kronis.

b. Program untuk mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.

c. Program untuk mengatasi kekurangan iodium Pemberian obat cacing

untuk menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.

d. Program untuk melindungi ibu hamil dari Malaria.

Jenis kegiatan yang telah dan dapat dilakukan oleh pemerintah baik di

tingkat nasional maupun di tingkat lokal meliputi pemberian suplementasi besi

folat minimal 90 tablet, memberikan dukungan kepada ibu hamil untuk

melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali, memberikan imunisasi

Tetanus Toksoid (TT), pemberian makanan tambahan pada ibu hamil, melakukan

upaya untuk penanggulangan cacingan pada ibu hamil, dan memberikan

kelambu serta pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria.3

2. Program Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 bulan

Termasuk diantaranya mendorong IMD/Inisiasi Menyusui Dini melalui

pemberian ASI jolong/kolostrum dan memastikan edukasi kepada ibu untuk

terus memberikan ASI eksklusif kepada anak balitanya. Kegiatan terkait

termasuk memberikan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, Inisiasi

Menyusui Dini (IMD), promosi menyusui ASI eksklusif (konseling individu dan

kelompok), imunisasi dasar, pantau tumbuh kembang secara rutin setiap bulan,

dan penanganan bayi sakit secara tepat.3

21
3. Program Intervensi yang ditujukan dengan sasaran Ibu Menyusui dan

Anak Usia 7-23 bulan

Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi


oleh pemberian MP-ASI: 3
a. menyediakan obat cacing

b. menyediakan suplementasi zink

c. melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan

d. memberikan perlindungan terhadap malaria

e. memberikan imunisasi lengkap

f. melakukan pencegahan dan pengobatan diare.

Selain itu, beberapa program lainnya adalah Pemberian Makanan

Tambahan (PMT) Balita Gizi Kurang oleh Kementerian Kesehatan/Kemenkes

melalui Puskesmas dan Posyandu. Program terkait meliputi pembinaan Posyandu

dan penyuluhan serta penyediaan makanan pendukung gizi untuk balita kurang

gizi usia 6-59 bulan berbasis pangan lokal.

22
BAB III

ANALISIS GEOGRAFIS

3.1. Gambaran Umum Puskesmas Ambacang

Puskesmas Ambacang didirikan pada tanggal 5 Juli 2006. Kepala

Puskesmas pertama adalah dr. Dewi Susanti Febri. Saat itu Puskesmas hanya

memiliki 15 orang staf. dr. Dewi Susanti Febri menjabat sebagai kepala

Puskesmas sampai bulan Maret 2009, dilanjutkan oleh dr. Hj. May Happy sampai

tahun 2012. Dari tahun 2012 hingga bulan Juli tahun 2018 dipimpin oleh Trice

Erwiza, S.KM, M.Kes, lalu setelah itu Puskesmas Ambacang dipimpin oleh dr.

Weni Fitria Nazulis.17

Puskesmas Ambacang berfungsi dalam menyelenggarakan pembangunan

berwawasan kesehatan. Visinya adalah menjadikan kecamatan sehat yang mandiri

dan berkeadilan. Visi ini dilaksanakan dengan beberapa misi, antara lain: untuk

mewujudkan visi ini Puskesmas Ambacang mengusung misi pembangunan

kesehatan di wilayah yang akan memberikan dukungan agar tercapainya visi

pembangunan nasional; menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di

Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang; mendorong kemandirian untuk hidup sehat

bagi keluarga dan masyarakat; memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan,

dan keterjangkauan pelayanan kesehatan; dan memelihara dan meningkatkan

kesehatan perorangan, keluarga, dan masyarakat serta lingkungannya. 17

3.1.1 Keadaan Geografis

Secara geografis Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang berbatasan dengan

kecamatan dan kelurahan yang menjadi tanggung jawab selain Puskesmas

Ambacang, antara lain: 17

23
Utara : Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji

Timur : Wilayah Kerja Puskesmas Pauh

Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang

Barat : Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo

Puskesmas Ambacang terletak pada 0° 55' 25.15" Lintang Selatan

dan +100° 23' 50.14" Lintang Utara, dan terletak pada ketinggian 57 m dari

permukaan laut. Luas wilayah kerja Puskesmas Ambacang adalah sekitar 12 km 2

meliputi empat kelurahan, yaitu: Kelurahan Pasar Ambacang, Kelurahan

Anduring, Kelurahan Ampang, dan Kelurahan Lubuk Lintah. 17

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang17

Dilihat dari segi topografis dan geografis Puskesmas Ambacang yang

terletak di Jalan Raya By Pass KM 8,5 Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan

Kuranji, Kota Padang (± 8 km dari pusat kota) dapat terjangkau dengan kendaraan

roda dua atau roda empat pribadi maupun sarana angkutan umum berupa angkutan

kota, ojek, dan becak sehingga akses masyarakat ke puskesmas mudah. 17

24
3.1.2 Keadaan Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ambacang yang menjadi

sasaran kegiatan Puskesmas selama tahun 2018 adalah sebanyak 52.032 jiwa

dengan luas wilayah kerja sekitar 12 km2. Distribusi kependudukan menurut

kelurahan adalah sebagai berikut: 17

Tabel 3.1 Data Distribusi Penduduk menurut Kelurahan di Wilayah Kerja


Puskesmas Ambacang tahun 2018 17

Jenis Kelamin

Kelurahan Jumlah

Laki-laki Perempuan

Ps. Ambacang 9.322 9.337 18.659


Anduring 7.434 7.445 14.879
Lubuk Lintah 5.394 5.406 10.800
Ampang 3.876 3.818 7.694

Jumlah 26.026 26.006 52.032

Berdasarkan data tersebut dapat kita lihat bahwa kepadatan penduduk di

wilayah kerja Puskesmas Ambacang adalah sekitar 4.224 penduduk/km2.

Berdasarkan UU No.50 tahun 1960, angka ini menunjukkan bahwa wilayah kerja

Puskesmas Ambacang termasuk kategori kependudukan sangat padat. Selain itu

pertambahan jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang selama 7

tahun terakhir dari tahun 2010 (43.114 orang) s/d tahun 2018 dalah sebanyak

8.247 orang. Dengan pertambahan jumlah penduduk yang cukup pesat maka

berbagai masalah dapat bermunculan, seperti masalah kesehatan terutama

penyakit infeksi. 17

25
Jumlah distribusi sasaran penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

selama tahun 2018 adalah sebagai berikut: 17

Tabel 3. 2 Sasaran Program Kesehatan Puskesmas Ambacang Tahun 2018 17

Total
Kelurahan Bayi Balita Bumil Bulin Bufas WUS PUS Lansia penduduk

Ps.Ambacang 336 1.615 363 347 349 4.216 3.637 1.245 18.659
Anduring 264 1.216 290 277 278 3.361 2.899 993 15.879
Lubuk Lintah 195 940 210 200 201 2.440 2.105 721 10.800
Ampang 141 743 150 142 143 1.740 1.502 513 7.694
Jumlah 936 4.514 1.013 966 966 11.757 10.143 3.633 52.032

Dari tabel diatas setiap puskesmas idealnya menangani maksimal 30.000

penduduk di wilayah kerjanya, sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

terdapat 52.032 penduduk. Kapasitas rasio puskesmas terhadap penduduk di

Puskesmas Ambacang lebih besar dari yang seharusnya. Hal tersebut

menyebabkan kurang maksimalnya cakupan pelayanan tenaga kesehatan. 17

3.1.3 Sarana dan Prasarana

Puskesmas Ambacang telah memiliki sarana dan prasarana yang

mendukung pelaksanaan kegiatan di puskesmas. Puskesmas ini telah memiliki

gedung permanen dua lantai yang dapat dimanfaatkan dalam melaksanakan

kegiatan pelayanan kesehatan dan kegiatan administrasi puskesmas. Selain itu

juga terdapat kendaraan operasional puskesmas yang dapat digunakan untuk

menjangkau sarana kesehatan lain dan tempat-tempat pelaksanaan program-

program puskesmas, seperti posyandu, posbindu, poskeskel, dan sebagainya. 17

26
Sarana kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Ambacang antara lain

sebagai berikut:17

a. Puskesmas : 1 buah

b. Puskesmas Pembantu : 1 buah

c. Pos Kesehatan Kelurahan : 1 perkelurahan (total 4)

d. Roda 2/roda 4 : 3/1

e. Klinik/k. Bersalin :4

f. RS Swasta :-

ANDURING

Gambar 3. 2 Geomapping Sarana Kesehatan Wilayah kerja Puskesmas


Ambacang17

Data UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) di Puskesmas

Ambacang:

a. Posyandu Balita : 29 Pos

b. Posyandu Lansia : 12 Pos

c. Posbindu : 12 Pos

d. Batra : 73 Batra

27
e. Poskestren : 1 Pos

f. Toga : 722 KK

g. Usaha Kesehatan Kerja : 83 UKK

h. Poskeskel : 4 unit

i. Pembinaan RT berPHBS : 890 RT

Persebaran posyandu di empat kelurahan wilayah kerja Puskesmas

Ambacang, yaitu di Kelurahan Ampang terdapat 5 posyandu, di Kelurahan Lubuk

Lintah terdapat 8 posyandu, Kelurahan Anduring sebanyak 7 posyandu, dan

Kelurahan Pasar Ambacang sebanyak 9 posyandu. 17

Jumlah posyandu ideal menurut Departemen Kesehatan RI, yaitu 1

posyandu untuk 100 balita atau lansia. Dengan jumlah posyandu sebanyak 29 pos

se-wilayah kerja Puskesmas Ambacang dan jumlah bayi dan balita sebanyak 4.515

orang, maka 1 posyandu diasumsikan melayani 155 orang bayi/balita. Begitu juga

untuk posyandu lansia yang berjumlah 12 buah untuk total lansia sebanyak

3.472orang, artinya satu posyandu lansia untuk 385 orang. Dari data tersebut

dapat disimpulkan bahwa jumlah posyandu masih belum ideal. 17

Puskesmas Ambacang memiliki 12 pos Posbindu diwilayah kerjanya.

Penyebaran Posbindu ini adalah sebagai berikut, 3 pos di Kelurahan Pasar

Ambacang yang terletak di Daerah Kayu Gadang, Simpang Koto Tingga,

Ketaping, 3 pos di Kelurahan Anduring yang terletak di R3R, sarang gagak, parak

jigarang, 3 pos di Kelurahan Lubuk Lintah terletak di Karang Ganting, Cubadak

Air dan Kampung Sikumbang, 3 pos di Kelurahan Ampang terletak di Daerah

Karang Ganting, Kampung Jambak, dan Panti. Berdasarkan observasi yang telah

dilakukan tidak ada satu pun Posbindu yang memiliki pos mandiri, kegiatan

28
posbindu dilakukan di rumah warga dengan fasilitas seperti meja, kursi, media

promosi kesehatan yang sangat minimal.17

Tabel 3. 3 Fasilitas Pendidikan Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang17

Jenis Sekolah Jumlah

TK 8
SD 22
SMP 5
SMA 3
PT 1

Jumlah 39

3.1.4 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dalam sistem kesehatan terdiri atas tenaga kesehatan

dan non kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan orang yang mengabdikan diri

dalam bidang kesehatan. Tenaga kesehatan dan non kesehatan dalam memberikan

pelayanan kepada pasien yang berobat di Puskesmas Ambacang berjumlah 55

orang.17

Secara kuantitatif, sumber daya tenaga kesehatan yang bertugas di

Puskesmas Ambacang sudah memenuhi standar rata-rata, dimana berdasarkan

lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 dijelaskan bahwa

jumlah minimal tenaga kesehatan untuk puskesmas nonrawat inap kawasan

perkotaan adalah 22 orang. Meskipun demikian, secara kualitatif tetap diperlukan

upaya peningkatan kualitas SDM di Puskesmas Ambacang melalui pendidikan

dan pelatihan, demi terwujudnya pengembangan upaya kesehatan yang lebih

baik.17

29
Tabel 3. 4 Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan di Puskesmas Ambacang17

Status Pegawai Pendidikan Terakhir Jumlah

Jenis PNS PTT Suka S2 S1 D D D Sederajat


Petugas IV III I
Rela/ SLTA

Honor

Dokter Umum 2 - 1 - 3 - - - - 3
Dokter Gigi 2 - - - 2 - - - - 2
Sarjana 2 - - - 2 - - - - 2
Kesmas
Bidan 13 1 3 - - 2 15 - - 17
Perawat 7 - 2 - 1 - 7 - 1 9
Perawat Gigi 1 - - - - - - - 1 1
Kesling 2 - - - - 1 1 - - 2
Analis - - 1 - - - 1 - - 1
Fungsional 1 - - - - - - - 1 1
Analis

Epidemiologi 1 - - - 1 - - - - 1
(SKM)
Apoteker 1 - - 1 - - - - 1
Asisten 2 - - - - - - - 2 2
Apoteker
Nutrition 2 - - - 1 - 1 - - 2
(AKZI/
SKM)
RR 3 - 2 - - - 2 - 3 5
Sopir/cleaning - - 3 - - - - - 2 3
Service
Jumlah 39 1 15 1 11 3 27 0 10 55

30
Dari segi rasio tenaga dengan penduduk, sumber daya manusia di

Puskesmas Ambacang relatif kurang memadai. Tenaga medis dokter umum

sebanyak 3 orang dengan rasio 1:52.032 jiwa, artinya 1 dokter melayani 17.344

orang. Angka tersebut sangat jauh dari ideal apabila dikaitkan dengan sistem

pelayanan kesehatan terpadu dimana satu dokter melayani maksimal 2500

penduduk. Menurut Standar Pelayanan Minimal (SPM), satu orang bidan

maksimal menangani 3.000 penduduk saja. Di Puskesmas Ambacang terdapat 17

bidan yang menangani 52.032 penduduk dengan rasio 1 : 3.060. Hal ini

memperlihatkan bahwa di Puskesmas Ambacang jumlah bidannya sudah

mencukupi.17

3.2 Program Gizi di Puskesmas Ambacang

Pencapaian program gizi tahun 2018 di Puskesmas Ambacang dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

31
Tabel: 3.5 Cakupan Pencapaian Program Gizi di Puskesmas Ambacang tahun 201817

Target Pencapaian GAP


No Kegiatan Sasaran
% Absolut %
1 D/S 4514 85 3983 88,24 + 3,24

2 Penimbangan Masal
Februari 2018 4514 85 4061 89,96 +4,96

September 2018 4514 85 3508 77,71 - 7,29

3 N/D 3658 80 3418 93,44 + 13,44


4 BGM/D 3983 <5 10 0.25
5 Gizi Kurang 4514 <5 32 0,71
6 Balita Stunting 4514 <20 30 0,66
7 Bayi BBLR 920 7,3 19 2,07
8 Bayi dengan IMD 920 41 629 68,37 + 27,37
9 FE 1 Bumil 1013 100 1013 100 0,00
FE 3 Bumil 1013 95 974 96,15 + 1,15
10 FE Bufas 966 90 907 93,89 + 3,89
VIT A Bufas 966 100 957 99,07 - 0,93
11 Bumil KEK 72 <10 72 7,11
12 Bumil anemia TM 1 1013 24 54 5,33
Bumil anemia TM 2 1013 24 22 2,17
13 Balita ditimbang dg T 3658 8 234 6,40
Balita ditimbang dg 3658 2,2 19 0,52
2T
14 Pemeriksaan Garam
Beryodium
Bulan Februari 100 95 100 100 +5%
Bulan Agustus 100 95 100 100 +5%
15 ASI Eklusif (0-5
bulan)
Bulan Februari
Bayi 0-5 bulan 301 80 263 87,38 + 7,38
Bayi 6 bulan 38 80 23 60,53 -19,47

Bulan Agustus
Bayi 0-5 bulan 269 80 237 88,10 + 8,10
Bayi 6 bulan 49 80 35 71,43 -8,57

32
16 Vit A Bayi (6-11
bulan)
Bulan Februari 562 90 407 72,42 - 17,58
Bulan Agustus 556 90 510 91,73 + 1,73
Vit A anak Balita (12-
59 bulan)
Bulan Februari 3578 90 3324 92,90 + 2,90
Bulan Agustus 3578 90 3408 95,25 + 5,25
17 Balita punya KMS 4514 100 4151 91,96 -8,91

18 Hasil skrening anak Sangat Kurus Stuntig


sekolah Kurus

SD 674 < 20 10 (1,48) 45 25 (3,71)


(15,23)
SMP 759 < 20 21 (2,7) 21(2,7) 25 (3,3)
SMA 1250 < 20 6 (0,48) 35 (38) 56 (4,48)
19 Kunjungan Pojok 100 735 100
Gizi
20 Kunjungan Klinik 100 624 100
Laktasi
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Program Gizi yang belum mencapai

target yaitu Penimbangan Masal 77,71 %, pemberian Vitamin A Bufas 99,07 %,

pemberian ASI ekslusif sampai 6 bulan 60,53 %, balita yang mempunyai KMS

91,96%, serta vitamin A bayi usia 6-11 bulan pada bulan Februari 2018 adalah

72,42%.17

3.3 Gambaran Umum Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Ambacang

Pada tahun 2018, terdapat 30 balita dengan stunting di wilayah kerja

Puskesmas Ambacang.

Tabel 3.6 Jumlah Balita Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang


Berdasarkan Kelurahan17
KELURAHAN SASARAN JUMLAH STUNTING %

33
PS.AMBACANG 1615 13 0,80%

ANDURING 1216 6 0,49%

LUBUK LINTAH 940 6 0,64%

AMPANG 743 5 0,67%

PUSKESMAS 4514 30 0,66%

3.3.1 Program Gizi Terkait Penemuan Kasus Stunting di Puskesmas

Ambacang

a) Penimbangan Masal

Kegiatan penimbangan masal dilakukan dua kali setahun bersamaan

dengan pemberian vitamin A yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Sasaran dari

kegiatan ini adalah semua balita yang ada diwilayah kerja posyandu Puskesmas

Ambacang dengan total 29 posyandu yang tersebar di empat kelurahan.17

Pada kegiatan tersebut akan dilakukan pengukuran antropometri yaitu

penimbangan berat badan, pengukuran panjang badan/ tinggi badan, dan lingkar

lengan atas terhadap seluruh balita yang datang ke posyandu. Selain itu juga

dilakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak datang ke penimbangan

masal.17

b) Pemeriksaan Skrining Anak Sekolah

Kegiatan ini dilakukan setiap tiga bulan bersamaan dengan pemeriksaan

kesehatan berkala pada anak sekolah. Sasaran dari kegiatan ini adalah semua anak

sekolah mulai dari SD, SMP, dan SMA di wilayah kerja puskesmas Amabacang.

Rincian kegiatan ini berupa pengukuran antropometri yaitu penimbangan berat

badan, tinggi badan , dan indeks massa tubuh.17

c) Konseling Gizi

34
Jadwal kegiatan konseling gizi di lakukan setiap hari di hari efektif kerja

yang melibat kan Lintas Program. Sasaran konseling gizi adalah penderita

penyakit/pasien/keluarga yang berhubungan dengan masalah kesehatan yang

datang ke Puskesmas dan masyarakat umum/klien yang mempunyai masalah

kesehatan yang datang ke Puskesmas. Rincian kegiatan konseling gizi

diantaranya.17

a. Menerima rujukan dari laboratorium maupun dari poli

b. Menjelaskan kepada klien tentang penyakit yang di

deritanya

c. Memberikan konseling gizi / pemahaman tentang diet yang harus di

jalankan selama sakit

d. Melakukan perjanjian untuk kunjungan kembali

35
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia status gizi

seseorang merupakan salah satu faktor yang berperan didalamnya. Berbagai

kegiatan telah dilaksanakan dalam rangka menyadarkan masyarakat dibidang gizi

seperti yang tertuang dalam rencana aksi Kementrian Kesehatan RI, yaitu

meningkatkan pendidikan gizi masyarakat melalui penyediaan materi Komunikasi

Informasi dan Edukasi (KIE) dan kampanye gizi. Salah satu masalah gizi yang

masih menjadi persoalan yaitu stunting. Berbagai upaya telah dilakukan

pemerintah dalam menurunkan angaka kejadian stunting ini. Salah satunya adalah

menjadikan penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas

pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok rencana

pembangunan jangka menengah tahun 2015 – 2019.3,18,19

Intervensi-intervensi yang di telah diprogramkan pemerintah berupa

intervensi gizi spesisifik dan sensitif. Intervensi gizi spesifik dengan target sasaran

pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis, pemberian

suplementasi besi dan asam folat minimal 90 tablet, memberikan dukungan

kepada ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali,

memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT), melakukan upaya untuk

penanggulangan cacingan pada ibu hamil, dan memberikan kelambu serta

pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria. Sementara untuk ibu menyusui

dan anak usia 0-6 bulan adalah inisiasi menyusui dini, promosi menyusui ASI

eksklusif, imunisasi dasar, dan pemantauan tumbuh kembang secara rutin setiap

36
bulan. Pada ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan adalah Pemberian Makanan

Tambahan (PMT) Balita Gizi Kurang.3

Puskesmas Ambacang telah menjalankan program pemerintah seperti yang

sudah dijelasksan di atas. Ibu hamil yang datang memeriksakan diri ke puskesmas

akan dilakukan pemeriksaan dan dinilai status gizinya. Jika ditemukan ibu hamil

dengan anemia dan KEK maka akan dikonsulkan ke bagian gizi dan diberikan

makanan tambahan dan tablet tambah darah serta edukasi mengenai makanan

yang bergizi, edukasi mengenai inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI

ekslusif.17

Posyandu balita di wilayah kerja Puskesmas Ambacang dilakukan setiap

bulan. Kegiatan yang dilakukan diantaranya penimbangan berat badan,

pengukuran tinggi badan, dan imunisasi dasar. Jika ditemukan balita dengan berat

badan dan tinggi badan yang tidak sesuai dengan umurnya maka akan diberikan

makanan tambahan dan edukasi mengenai gizi yang baik kepada orang tua.17

Akan tetapi dari hasil analisis data sekunder yaitu dengan data Puskesmas

dan diskusi dengan pemegang program gizi puskesmas, didapatkan bahwa masih

ditemukannya balita dengan stunting di Puskesmas Ambacang yaitu sebanyak 30

orang balita (tabel 3.6). Berbagai macam faktor dapat mempengaruhi terjadinya

stunting ini, mulai dari prenatal, antenatal, dan post natal. Dari hasil diskusi

dengan pemegang program gizi dan data sekunder yang diperoleh, ditemukan

beberapa faktor yang mempengaruhi masih terdapatnya stunting di Puskesmas

Ambacang, diantaranya17:

37
a. Pengetahuan ibu tentang kecukupan dan nilai gizi makanan kurang.

Dari hasil wawancara dengan pemegang program masih banyak para ibu

yang belum mengetahui tentang kecukupan nutrisi dan makanan gizi seimbang,

baik itu pemenuhan gizi saat hamil dan makanan pendamping ASI pada bayi.

Tingkat pengetahuan ini juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan, ekonomi ibu,

dan partisipasi angggota keluarga.17

b. Tingkat partisipasi orang tua dalam pemantauan tumbuh kembang balita

masih belum optimal.

Hal ini dibuktikan dengan masih adanya balita yang tidak datang ke

posyandu untuk dipantau tumbuh kembangnya . Pada penimbangan masal yang

dilakukan bulan feburari dan agustus 2018 baru tercatat 77,71% yang berhasil

ditimbang dengan target 85%. Berdasarkan wawancara dengan pemegang

program salah satu faktor yang menyebabkan kegiatan tersebut tidak mencapai

target dengan berbagai alasan diantaranya karena orang tua balita yang bekerja

sehingga anak ditipkan ke nenek atau orang lain dirumah. Selain itu banyak juga

oarang tua balita yang beralasan mengantarkan kakak dari balita ke sekolah

sehingga tidak ada waktu untuk ke posyandu. Indikator lain terhadap tingkat

partisipasi orang tua dalam pemantauan yaitu diliat dari angka pencapaian balita

yang memupuyai kartu menuju sehat (tabel 3.5) sebanyak 91,96% dari target

100%.17

c. Pemberian ASI Ekslusif yang belum optimal.

Dalam upaya penanganan masalah stunting ini, khusus untuk bayi dan anak

telah dikembangkan standar emas makanan bayi dalam pemenuhan kebutuhan

gizinya yaitu 1) Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang harus dilakukan sesegera

38
mungkin setelah melahirkan; 2) Memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6

bulan tanpa pemberian makanan dan minuman tambahan lainnya; 3) Pemberian

makanan pendamping ASI yang berasal dari makanan keluarga, diberikan tepat

waktu mulai bayi berusia 6 bulan; dan 4) Pemberian ASI diteruskan sampai anak

berusia 2 tahun.Target bayi yang mendapatkan ASI eksklusif samapai 6 bulan di

puskesmas Ambacang adalah 80%. Sementara capaian yang didapatkan adalah

60,53%.17

Beberapa kendala yang dihadapi dalam menangani masalah gizi terutama

stunting di Puskesmas Ambacang adalah kinerja kader yang kurang optimal,

media promosi stunting yang masih kurang di masyarakat mengakibatkan

masyarakat tidak tahu dan tidak peduli mengenai dampak dari stunting. Untuk

intervensi spesifik dalam penganan masalah stunting dibutuhkan kerjasama lintas

program maupun lintas sektor dalam pelaksanaanya.3,17

39
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Angka kejadian stunting di Puskesmas Ambacang pada tahun 2018 adalah 30

kasus dengan kasus terbanyak terdapat di kelurahan Pasar Ambacang

2. Program gizi dalam menangani stunting di Puskesmas Ambacang pada tahun

2018 terdiri atas berbagai kegiatan diantaranya; edukasi gizi pada ibu hamil,

pemeberian makanan tambahan pada ibu hamil dengan KEK, inisiasi menyusui

dini, ASI eksklusif, penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, dan

imunisasi dasar, dan pemberian makanan tambahan pada balita gizi buruk.

3. Permasalahan dalam menangani permasalahan stunting adalah penyuluhan

tentang gizi masih terbatas dan minimnya media promosi stunting di masyarakat

sehingga masyarakat tidak tahu dan tidak peduli mengenai dampak dari stunting,

kinerja kader yang kurang optimal, dan penjaringan oleh kader belum maksimal.

4. Program gizi di Puskesmas Ambacang masih memiliki beberapa kekurangan,

terutama pelaksanaan fungsi promotif dan preventif yang belum maksimal.

5.2 Saran

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pemberian penyuluhan tentang bahaya

stunting kepada masyarakat Ambacang

2. Melakukan pelatihan terhadap kader sehingga kinerja kader lebih

berkualitas dan optimal.

3. Melakukan peningkatan sarana dan prasarana yang dapat mendukung

terlaksananya program.

40
4. Melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program gizi dalam

menangani masalah stunting di Puskesmas Ambacang

41

Anda mungkin juga menyukai