Anda di halaman 1dari 10

Penugasan Referat Bioetik

Blok Komprehensif Klinik (4.3)

KONTRASEPSI TANPA SEIJIN SUAMI

Disusun Oleh:

Aprillia Hasna Dewi (16711167)

Savitri Indasari (16711072

Tutor: dr. Muhammad Kharisma

Fakultas Kedokteran

Universitas Islam Indonesia

Yogyakarta

2019
A. Definisi
Kontrasepsi menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) merupakan
cara untuk mencegah kehamilan dengan menggunakan alat atau obat
pencegah kehamilan seperti spiral, kondom, pil anti hamil dan lain sebagainya.
Pelayanan kontrasepsi di Indonesia telah berjalan dan memegang teguh prinsip
hak asasi manusia. Prinsip hak asasi manusia tersebut memiliki arti bahwa
pemerintah dan negara memberikan kebebasan yang bertanggung jawab bagi
pasangan suami istri untuk menentukan jumlah, penjarangan dan pembatasan
kehamilan. Pasangan suami istri juga memiliki hak untuk memenuhi hak-hak
reproduksinya. (1) Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
Program Keluarga Berencana (KB) yang memiliki asas pemenuhan hak-hak
reproduksi, pemberdayaan dan kesetaraan gender. Pelaksanaan program KB
di Indoensia wanita dan pria mempunyai posisi yang setara dalam pengambilan
keputusan KB dan kesehatan reproduksi. (2)
Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan bahwa keluarga
berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak kehamilan dan
usia ideal melahirkan. (3) Pelayanan kontrasepsi di Indonesia dimulai didahului
oleh konseling dan persetujuan tindakan medik (informed consent). Konseling
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat pelayanan kontrasepsi
lainnya, proses konseling kontrasepsi adalah berupa komunikasi, pemberian
informasi dan edukasi tentang metode kontrasepsi. Informasi yang diberikan
adalah informasi yang lengkap dan cukup sehingga pasien dapat memutuskan
metode kontrasepsi yang akan digunakan dan dapat melakukan persetujuan
tindakan medik. Konseling kontrasepsi merupakan konseling yang bertujuan
untuk pemilihan metode kontrasepsi dan dilakukan oleh pasangan suami istri
dengan mempertimbangkan usia, paritas, jumlah anak, kondisi kesehatan dan
norma agama. (4)
Penjelasan sebelumnya dapat menjadi acuan dalam menyimpulkan definisi
kontrasepsi tanpa izin suami. Kontrasepsi tanpa izin suami merupakan proses
pelayanan kontasepsi yang dilakukan tanpa persetujuan tindakan medik
(informed consent) dari suami.
B. Prevalensi dan Epidemiologi Kasus
Penggunaan kontrasepsi di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN lainnya telah menunjukkan angka 61%. Angka tersebut telah melewati
rata-rata penggunaan kontrasepsi di seluruh ASEAN yaitu sebesar 58,1%. (3)
Data tahun 2012 menunjukkan pravelensi penggunaan kontrasepsi atau
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia sejak tahun 1991 sampai
dengan 2012 mengalami peningkatan. Selain angka penggunaan kontrasepsi
yang meningkat, angka Total Fertility Rate mengalami penurunan. Angka-angka
tersebut menunjukkan bahwa wanita usia 15 sampai dengan 49 tahun telah
menggunakan kontrasepsi. (5) Pelayanan kontrasepsi biasanya dilakukan oleh
perempuan atau istri dan tanpa didampingi suami sehingga suami tidak
mengetahui informasi mengenai metode kontrasepsi dan tidak ikut memberikan
persetujuan atas tindakan medik kontrasepsi. (6) Pelayanan kontrasepsi tanpa
izin suami tersebut tidak memiliki angka kejadian yang spesifik karena jarang
untuk dilaporkan.

Gambar 1. Persentase penggunaan kontrasepsi di negara ASEAN (5)


Gambar 2. Grafik CPR dan TFR (5)
C. Etiologi
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia merupakan salah satu penyebab
mengapa msyarakat beranggapan bahwa laki-laki mempunyai kekuatan dalam
segala hal, wanita dianggap masih rendah dan keikutsertaan wanita dalam
keluarga berencana merupakan hasil keputusan mutlak dari suami. Aspek
budaya juga berpengaruh pada rendahnya partisipasi pria/suami dalam
menunjang kesehatan reproduksi pasangannya. Hal ini dikemukakan oleh
Raharjo bahwa dalam banyak budaya, pria dituntut lebih memiliki informasi
yang cukup dan menunggu kendali atas hasil akhir dari sebuah keputusan,
meskipun pada kenyataannya pria lah yang diharapkan dapat ikut mengambil
keputusan dalam kesehatan reproduksi.(Al-attas et al., 2009; DARMAWATI,
2008)
Fenomena yang terjadi dalam masyarakat tersebut berkaitan dengan
rendahnya peran serta keluarga terutama suami yang secara langsung
berkedudukan sebagai kepala keluarga dalam keterlibatan pengambilan
keputusan keluarga berencana serta pemilihan kontrasepsi bertentangan
dengan hasil ICPD 1994 ” tanggung jawab laki-laki terhadap seksualitas,
pemeliharaan anak dan kerja domestik diperjuangkan sebagai strategi
kesetaraan gender” (Kesehatan & Indonesia, 2014).
Peran serta suami terhadap kesehatan reproduksi wanita serta pengambilan
keputusan keluarga dalam hal program keluarga berencana, sesuai dengan
falsafah dalam keperawatan maternitas yaitu seluruh siklus kehidupan
reproduksi wanita sejak dari kehamilan sampai dengan penentuan untuk
merencanakan kehamilan, menjarangkan kehamilan, dan jumlah anak
memerlukan dukungan keluarga terutama suami. Dukungan suami terhadap
keikutsertaan isteri dalam keluarga berencana dapat berupa dukungan
informasional, dukungan instrumental, dukungan emosional dan dukungan
penilaian (Kesehatan & Indonesia, 2014; Masa et al., 2015; RAHMAWATI,
2016).

D. Dilema etik dari sisi medis, sosioekonomi kultural, dan perspektif


islam
Medis
Kesehatan reproduksi merupakan salah satu bagian penting dari
program kesehatan dan merupakan pusat dari sumber daya manusia karena
pengaruhnya terhadap setiap orang serta mencakup banyak aspek kehidupan
sejak dalam kandungan sampai pada kematian. (7) Undang-undang nomor 10
tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtera pada pasal 19 menyebutkan bahwa suami dan istri mempunyai hak
dan kewajiban yang sama serta memiliki kedudukan yang sederajat dalam
menentukan kelahiran. Penjelasan mengenai undang-udang tersebut adalah
wanita maupun pria memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hal
pemenuhan fungsi repsoduksinya. (8)
Program keluarga berencana yang salah satu metodenya menggunakan
alat kontrasepsi memiliki tujuan untuk membantu pasangan suami istri
mendapatkan objektif-objektif tertentu sehingga mencapai kesejagteraan dan
kebahagiaan keluarga, terutama masalah kesehatan ibu dan anak. Seorang ibu
yang sering melahirkan dapat memiliki berbagai risiko gangguan kesehatan
seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, inkontinensia, dan lain sebagainya.
Peran ibu juga akan sangat signifikan dalam hal merawat anaknya secara
intensif seperti fase memberikan ASI selama dua tahun, kemudian fase
penyapihan, fase sekolah, fase remaja dan lain sebagainya. Ibu atau wanita
yang hamil ketika fase menyusui anak akan menyebabkan terganggunya
produksi dan kualitas ASI. Tindakan tersebut telah disebutkan dalam suatu
hadis nabi merupakan tindakan yang kurang terpuji yang disebut ghailah,
ghailah merupakan tindakan yang mengakibatkan terhentinya anak untuk
menyusu. (9)
Penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi di indonesia telah di atur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014
Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan,
Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi,
Serta Pelayanan Kesehatan Seksual menyatakan bahwa penyelengaraan
pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggung
jawabkan dari segi agama, norma budaya, etika serta segi kesehatan,
pelayanan konrasepsi yang dimaksudkan adalah pelayanan yang dilakukan
oleh pasangan suami istri usia subur. Pelayanan kontrasepsi tersebut
mencakup konseling dan persetujuan tindakan medik atau informed consent,
sehingga dokter tidak dapat melakukan tindakan medis tanpa melakukan
informed consent kepada pasangan suami istri. (4)
Sosioekonomi kultural
Masyarakat indonesia memiliki keragaman kultur yang berbeda-beda,
hal tersebut merupakan salah satu faktor non kesehatan yang mempengaruhi
keberhasilan pelayanan kontrasepsi. Fasilitas pelayanan yang terbatas, letak
geografis yang sulit dijangkau serta kurangnya pengetahuan dan kesadaran
masayarakat mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan kontrasepsi
termasuk program keluraga berencana dan kesehatan reproduksi. Faktor sosial
dan kultural juga masih dirasakan di Indonesia seperti perlakuan yang tidak
setara terhadap perempuan sehingga perempuan tidak dapat memberikan
pendapat. Kondisi tersebut merupakan fenomena yang beranggapan bahwa
laki-laki mempunyai kekuatan dalam segala hal dan perempuan dianggap
memiliki keikutsertaan yang rendah didalam keluarga meskipun UU No. 10
tahun 1992 telah menyebutkan bahwa suami dan istri memiliki hak dan
kewajiban yang sederajat dalam hal pemenuhan fungsi reproduksinya. (7)
Masyarakat indonesia masih menganut patrineal.patrineal adalah
sekelompok masyarakat yang menjunjung tinggi harkat martabat seorang
suami yang mana seluruh pengambilan keputusan tertinggi dalam keluarga
ialah suami, termasuk keputusan perempuan untuk melakukan hak-hak
reproduksi. Hal ini mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap suatu
keputusan keluarga berencana dan pemilihan kontrasepsi yang dipilih oleh istri.
Sehingga pemilihan kontrasepsi tanpa persetujuan suami biasanya tidak
disetujui oleb beberapa instansi kesehatan.(DARMAWATI, 2008; RAHMAWATI,
2016)
Islam
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk memeluk
agama islam, sehingga umat islam terlibat dalam menetapkan berbagai
kebijakan untuk kepentingan publik yang berskala lokal maupun nasional. Islam
merupakan agama yang banyak mengemukakan tentang penciptaan manusia
dari awal pembuahan. Islam telah memperbolehkan penggunaan alat
kontrasepsi. Alat kontrasepsi seperti kondom, diafragma, tablet vaginal
dikategorikan sebagai azal yang tidak dipermasalahkan penggunaanya. Alat
kontrasepsi yang masih dipermasalahkan penggunaannya adalah alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR), suntikan pil, susuk KB, vasektomi-tubektomi,
dan sejenisnya. Ulama telah mengkompromikan dan dapat ditarik kesimpulan
bahwa penggunaan alat kontrasepsi apapun yang tidak menyebabkan
terhentinya kehamilan secara permanen dari sumbernya tidak dilarang atau
diperbolehkan. Oleh sebab itu, vasektomi dan tubektomi tidak diperbolehkan
dalam islam. (9)
Secara fiqhiyah, KB dikiyaskan dengan yang dinamakan ‘azl.
Hadis Riwayat Muslim tentang diperbolehkannya ‘azl

Artinya:
“Dari Jabir ia berkata, kita melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw kemudian
hal itu sampai kepada Nabi saw tetapi beliau tidak melarang kami” (H.R.
Muslim)
Q.S An-Nisa ayat 9

Artinya:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Q.S Al-An’am ayat 151

Artinya:
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi
rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu
yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).
Islam juga telah menjelaskan tentang persetujuan atau informed
consent. Islam menjelaskan bahwa seorang istri memiliki keutamaan berupa
taat kepasa suami, istri yang taat kepada suami akan dijamin masuk surga.
Taat tersebut menunjukkan bahwa istri memiliki kewajiban mentaati perintah
suami.Istri yang taat secara umum akan menciptakan hubungan suami istri
yang langgeng dan harmonis serta dapat membantu untuk menjalani kehidupan
di dunia dan akhirat. (10)

E. Pendapat dalam Solusi Dilema Etik


Undang-undang dan peraturan menteri di Indonesia telah menjelaskan
mengenai kesetaraan derajat wanita dan laki-laki dalam hal pemenuhan fungsi
reproduksinya yang salah satunya tentang pelayanan kontrasepsi yang
dilakukan oleh pasangan suami istri. Penggunaan kontrasepsi seharusnya
dapat didiskusikan antara pasangan sehingga tercipta keadaan reproduksi yang
nyaman dan sehat dalam sebuah keluarga. Fenomena di Indonesia mengenai
tidak ikut sertanya wanita dalam membuat keputusan seharusnya dirubah,
karena wanita memiliki hak untuk memiki pendapat mengenai fungsi
reproduksinya sendiri, sehingga dapat dibuka diskusi yang setara antara suami
dan istri. Pendapat istri dapat dipertimbangkan oleh suami dalam mengambil
suatu keputusan sehingga istri dengan nyaman mengikuti perintah atau taat
kepada suami.
F. Kesimpulan
Al-attas, M. N., Ghoni, A., Index, T., Mauliyah, A., Pradana, R. R., Riset, K., …
‫بیبیبیبیبیبیبی ثبثبثب‬. (2009). PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN
PEMBANGUNAN KELUARGA. https://doi.org/10.18860/ling.v5i1.609

DARMAWATI. (2008). EFEKTIFITAS KONSELING TERHADAP SIKAP SUAMI


DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA BERENCANA DAN
PEMILIHAN KONTRASEPSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ULEE
KARENG KOTAMADYA BANDA ACEH NANGGROE ACEH
DARUSSALAM.

Kesehatan, K., & Indonesia, R. (2014). PEDOMAN MANAJEMEN PELAYANAN


KELUARGA BERENCANA.

Masa, K., Hamil, S., Hamil, M., Melahirkan, P., Kesehatan, K., Masa, D. A. N.,
… Hamil, S. (2015). PELAYANAN KESEHATAN MASA SEBELUM HAMIL,
MASA HAMIL, PERSALINAN, DAN MASA SESUDAH MELAHIRKAN,
PENYELENGGARAAN PELAYANAN KONTRASEPSI, SERTA
PELAYANAN KESEHATAN SEKSUAL. (135).

RAHMAWATI, S. D. (2016). Peran suami dalam pengambilan keputusan


keluarga berencana di puskesmas gatak sukoharjo.

Anda mungkin juga menyukai