Anda di halaman 1dari 102

LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PROFESI APOTEKER

DI LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT


(LAFIAL) DRS. MOCHAMAD KAMAL
Periode April 2019

Disusun Oleh :

Linda Kristianingsih (18340017) Septyana Patabang (18340013)


Pendi Akbar Lukman (18344052) Delvianti Mendila (18340025)
Zulfikar S. Rioeh (18344070) Suriyanti Lugrece. B (18344053)
Wenni Anggreani (18340008) Jemy Aldoni (18344074)
Agung Gemino P (18340011) Rini Karnita (18340026)
Meuthia Amartha P (18344072) Rika Nidiati (18340018)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXXVI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PROFESI APOTEKER


DI LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT
Drs. MOCHAMAD KAMAL
Periode April 2019

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Apoteker (Apt)
Program Studi Profesi Apoteker
Institut Sains dan Teknologi nasional

Disusun Oleh:

Linda Kristianingsih (18340017) Septyana Patabang (18340013)


Pendi Akbar Lukman (18344052) Delvianti Mendila (18340025)
Zulfikar S. Rioeh (18344070) Suriyanti Lugrece. B (18344053)
Wenni Anggreani (18340008) Jemy Aldoni (18344074)
Agung Gemino P (18340011) Rini Karnita (18340026)
Meuthia Amartha P (18344072) Rika Nidiati (18340018)

Disetujui oleh:

Pembimbing PKPA Preseptor PKPA


Institut Sains dan Teknologi Nasional Lembaga Farmasi Angkatan Laut
(LAFIAL) Drs. Mochamad Kamal

(Prof. Dr. Teti Indrawati, Ms., Apt) (Unsyura Dhipa Budaya, M. Farm., Apt)
Mayor Laut (K) NRP. 16257/P

i
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik Apoteker, baik di Institut Sains
dan Teknologi Nasional maupun di Universitas lain.
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini murni gagasan, rumusan dan
penilaian penyusun, tanpa bantuan pihak lain, kecuali tim pembimbing.
3. Dalam Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker tidak terdapat karya atau
pendapat yang telah ditulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam
naskah dengan disebutkan dan atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan
disebutkan nama pengarang serta dicantumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini Tim Penulis buat dengan sesungguhnya, apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka Tim
Penulis bersedia menerima sanksi akademik serta sanksi lainnya sesuai peraturan
perundang-undangan dan norma akademik yang berlaku di Institut Sains dan
Teknologi Nasional.

Jakarta, April 2019


Yang Membuat Pernyataan

Tim Penulis

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkah dan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial)
Drs. Mochamad Kamal Jakarta Pusat yang telah dilaksanakan, periode April 2019.
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Studi Program Profesi Apoteker di jurusan Farmasi Institut Sains
dan Teknologi Nasional, Jakarta.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa hormat dan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak Mayor laut Unsyura Dhipa Budaya M. Farm.,
Apt selaku pembimbing PKPA di Industri LAFIAL dan Ibu Prof. Dr. Teti
Indrawati, Ms., Apt selaku pembimbing PKPA Program Studi Profesi Apoteker
(PSPA) Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta yang senantiasa meluangkan
waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan selama PKPA dan
penyelesaian laporan ini.
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami sampaikan kepada :
1. Kolonel Laut (K) Drs. Taufik Riadi, M.Si.,Apt selaku Kepala Lembaga Farmasi
TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal yang telah memberikan kesempatan
pelaksanaan pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2. Ibu Dr. Refdanita, M.Si.,Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Institut Sains dan
Teknologi Nasional, Jakarta.
3. Ibu Okpri Meila, M.Farm.,Apt Selaku Ketua Program Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta.
4. Letkol Laut (K) Drs. R.E. Aritonang, M.Si.,Apt selaku Kepala bagian Material
Kesehatan Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal.
5. Letkol Laut (K) Drs. Yudi Pramono, M.Si.,Apt selaku Kepala Bagian
Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad
Kamal.
6. Mayor Laut (K) Zuliar Permana, M.Farm.,Apt selaku Kepala Bagian Produksi
dan pembimbing di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad
Kamal.

iv
7. Mayor Laut (K) Dadang Mulya Santosa, M.Farm.,Apt selaku Kepala Bagian
Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi TNI Angkatan
Laut Drs. Mochamad Kamal.
8. Kapten Laut (K) Dandung Ruskar, S.Farm, Apt sebagai pembimbing di
Lembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Lafial) Drs.
Mochamad Kamal.
9. Hendrika D.M.P M.Si, Apt Sebagai pembimbing di Lembaga Farmasi Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut (Lafial) Drs. Mochamad Kamal.
10. Ibu Fita Murtina., S.Si.,Apt sebagai pembimbing di Lembaga Farmasi Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut (Lafial) Drs. Mochamad Kamal.
11. Seluruh staff dan karyawan Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs.
Mochamad Kamal, Jakarta yang telah memberikan bantuan dan perhatian
selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini.
Kami sangat menyadari keterbatasan kemampuan yang dimiliki, sehingga
penyusunan laporan ini jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun
senantiasa kami harapkan. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi semua
pihak terutama rekan-rekan seprofesi dan dapat menambah wawasan bagi para
pembaca.

Jakarta, April 2019

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... i


SURAT PERNYATAAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................. 3
1.3 Manfaat ............................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 4
2.1 Industri Farmasi ................................................................ 4
2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ...................................... 4
2.1.2 Fungsi Industri Farmasi ............................................ 5
2.1.3 Persyaratan Izin Usaha Industri Farmasi ................... 5
2.1.4 Izin Usaha Industri Farmasi ...................................... 6
2.1.5 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ................... 7
2.1.6 Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi ........... 7
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ......................... 8
2.2.1 Sistem Mutu Industri Farmasi .................................. 10
2.2.2 Personalia ................................................................ 16
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ............................................. 18
2.2.4 Peralatan .................................................................. 30
2.2.5 Produksi ................................................................... 33
2.2.6 Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik 35
2.2.7 Pengawasan Mutu .................................................... 35

vi
2.2.8 Inspeksi Diri ............................................................... 36

2.2.9 Keluhan dan Penarikan Produk ................................. 39

2.2.10 Dokumentasi .......................................................... 41


2.2.11 Kegiatan Alih Daya ................................................ 43
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi ......................................... 43
BAB III TINJAUAN KHUSUS .......................................................... 50
3.1 Sejarah Lafial ................................................................... 50

3.2 Visi dan Misi .................................................................... 52


3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi ............................... 52
3.4 Lokasi dan Sarana Produksi .............................................. 53
3.5 Struktur Organisasi dan Tugasnya ..................................... 54
3.5.1 Unsur Pimpinan ..................................................... 55
3.5.2 Unsur Pelayanan ................................................... 55

3.5.3 Unsur Pelaksana ................................................... 56


3.6 Sumber Daya Manusia .... ………………………………… 62
3.7 Produksi ............................................................................ 62
3.7.1 Alur Bahan Baku ....................................................... 62
3.7.2 Alur Bahan Kemas .................................................... 63
3.7. Alur Produksi Industri LAFIAL .................................. 64
3.8 Air Handling Unit (AHU)................................................... 69
3.9 Sistem pengolahan Air (SPA) ............................................. 71
3.10 Pengolahan Limbah .......................................................... 72
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 81
5.1 Kesimpulan...................................................................... 81
5.2 Saran ............................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 82
LAMPIRAN ........................................................................................... 83

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tingkat Kebersihan Ruangan/Area Produksi Obat ...................... 22

Tabel 2.2 Rekomendasi Sistem Tata Udara Untuk Tiap Kelas

Kebersihan ................................................................................. 23

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur permohonan izin usaha industri farmasi ....................... 6

Gambar 3.1 Proses Produksi .................................................................... 61

Gambar 3.2 Alur Bahan Baku ................................................................... 63

Gambar 3.3 Alur Bahan Kemas ................................................................ 64

Gambar 3.4 Proses Produksi Tablet .......................................................... 68

Gambar 3.5 Skema Sistem SPA ............................................................... 72

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Denah Lokasi Lafial Drs. Mochamad Kamal ......................... 83

Lampiran 2. Denah Bangunan Produksi Non Beta Laktam ........................ 84

Lampiran 3. Denah Ruangan Laboratorium Lafial ..................................... 85

Lampiran 4. Label Pelulusan Bahan .......................................................... 85

Lampiran 5. Obat-obat Produksi Lafial ...................................................... 87

Lampiran 6. NIE Paracetamol .................................................................... 88

x
DAFTAR SINGKATAN

1. ALRI : Angkatan Laut Republik Indonesia

2. APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara

3. BWT : Boiler Water Treatment

4. CPOB : Cara Pembuatan Obat yang Baik

5. DALHARMAT : Pengendalian dan Pemeliharaan Material

6. DENMABESAL : Datasemen Markas Besar Angkatan Laut

7. DIKLAT : Pendidikan dan Latihan

8. LITBANG : Penelitian dan Pengembangan

9. DISKESAL : Dinas Kesehatan Angkatan Laut

10. DOAL-D : Depo Obat Angkatan Laut Djakarta

11. DOAL-S : Depo Obat Angkatan Laut Surabaya

12. DSP : Daftar Susunan Personel

13. FT : Fourier Transform

14. IR : Infra Red

15. GMP : Good Manufacturing Practices

16. HPLC : High Pressure Liquid Chromatography

17. IPC : In Process Control

18. KABAG : Kepala Bagian

19. KADISKESAL : Kepala Dinas Kesehatan Angkatan Laut

xi
20. KALAFIAL : Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Laut

21. KASUBBAG : Kepala Sub Bagian

22. KATAUD : Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam

23. LADOKGI : Lembaga Kedokteran Gigi

24. LAFIAL : Lembaga Farmasi Angkatan Laut

25. LKF-AL : Lembaga Kimia dan Farmasi Angkatan Laut

26. MATKES : Material Kesehatan

27. PAFAL-D : Pabrik Farmasi Angkatan Laut Djakarta

28. PAFAL-S : Pabrik Farmasi Angkatan Laut Surabaya

29. PAMEN : Perwira Menengah

30. PANJA : Panitia Kerja

31. WASTU : Pengawasan Mutu

32. PPIC : Planning Programming and Inventory Control

33. PPKPA : Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker

34. PUSPERBAR : Pusat Perbekalan Barang

35. PUT : Permintaan Untuk Terima

36. QA : Quality Assurance

37. QC : Quality Control

38. QS : Quality Surveillance

39. RENPROD : Perencanaan Produksi

40. R&D : Research and Development

41. SOP : Standard Operating Procedure

42. SPP : Surat Perintah Produksi

xii
43. TAUD : Tata Usaha dan Urusan Dalam

44. TLC : Thin Layer Chomatography

45. TNI AL : Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

46. DIKLITBANG : Pendidikan Penelitian dan Pengembangan

47. UPL : Unit Pengolahan Limbah

48. URDAL : Urusan Dalam

49. URKU : Urusan Keuangan

50. URMINPRES : Urusan Administrasi Personalia

51. URTU : Urusan Tata Usaha

52. UV-VIS : Ultraviolet – Visible

53. YANKES : Pelayanan Kesehatan

xiii
xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNIAL) merupakan salah satu
bagian dari elemen militer bangsa. Aspek kesehatan di lingkungan militer dapat
mempengaruhi kinerja pertahanan serta perlawanan terhadap berbagai bentuk
ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan ,baik yang berasal dari luar maupun
dalam negeri. Dalam menjalan kan tugasnya sebagai benteng pertahanan Negara
maka aspek kesehatan dari para anggota militer TNI AL juga harus senantiasa
diperhatikan. Dalam rangka menjamin tersedianya sarana kesehatan yang baik bagi
prajurit TNI AL, Pemerintah kemudian membentuk suatu lembaga yang disebut
sebagai Dinas Kesehatan Angkatan Laut (DISKESAL) yang mana salah satu
bagiannya adalah Lembaga Farmasi Angkatan Laut (LAFIAL). Adapun fungsi
Lembaga Farmasi Angkatan Laut (LAFIAL) adalah memproduksi obat – obatan
yang bermutu, aman dan berkhasiat.
Industri farmasi di Indonesia harus mampu menciptakan produk yang
bermutu, aman dan berkhasiat agar dapat bersaing serta dapat diterima oleh
masyarakat luas. Langkah utama untuk menjamin mutu dari produk obat yang
dihasilkan adalah dengan menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).
Mutu dari produk obat yang dihasilkan tidak dapat hanya mengandalkan hasil
pengujian akhir saja tetapi yang terpenting adalah bahwa mutu harus dibangun ke
dalam produk (builtin quality).LAFIAL sebagai salah satu industri farmasi di
Indonesia, merupakan industry yang secara berkesinambungan memerlukan
inovasi, organisasi dan sistem distribusi yang baik, serta pengaturan produk yang
ketat.
Salah satu upaya yang dilakukan industri farmasi dalam rangka meningkatkan
kualitas obat yang diproduksinya yaitu dengan menerapkan GMP (Good
Manufacturing Practice). Di Indonesia, istilah GMP lebih dikenal dengan CPOB
(Cara Pembuatan Obat yang Baik) yang dinamis. Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 dijelaskan

1
bahwa pedoman pembuatan obat yang baik dan benar diseluruh aspek kegiatan
produksi bertujuan untuk memastikan bahwa sifat maupun mutu obat yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan
oleh industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.
Produk yang bermutu tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan
produk akhir saja, melainkan setiap komponen yang berhubungan dengan proses
produksi, mulai dari penyiapan bahan baku, bahan kemas, proses pembuatan,
pengemasan, termasuk bangunan dan personil harus mengikuti Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB). Aspek-aspek yang berpengaruh dalam CPOB antara
lainSistem Mutu Industri Farmasi, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan,
Produksi, Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik, Pengawasan Mutu,
Inspeksi diri, Audit mutu, dan Audit &Persetujuan Pemasok, Keluhan dan
Penarikan Produk, Dokumentasi, Kegiatan Alih Daya, Kualifikasi dan Validasi.
Apoteker memiliki peran yang penting dalam industri farmasi agar obat
yang dihasilkan bermutu, aman dan berkhasiat. Kedudukan Apoteker diatur dalam
CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian
mutu sehingga seorang Apoteker dituntut untuk memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan
ilmunya secara profesional agar dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang
muncul di industri farmasi.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
diLembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (LAFIAL)
Drs. Mochamad Kamal, yaitu:
a. Memahami penerapan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) di Industri
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal Jakarta.
b. Memahami kegiatan produksi dan produk di Industri Lembaga Farmasi
TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal Jakarta berdasarkan CPOB
tahun 2018.
c. Memahami peran Apoteker di industri Lembaga Farmasi TNI Angkatan

2
Laut Drs. Mochamad Kamal Jakarta berdasarkan CPOB tahun 2018.

1.3. Manfaat
Adapun manfaat dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
diLembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (LAFIAL)
Drs. Mochamad Kamal, yaitu:
a. Mampu memahami penerapan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)
di Industri Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal
Jakarta.
b. Mampu memahami kegiatan produksi dan produk di Industri Lembaga
Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal Jakarta berdasarkan
CPOB tahun 2018.
c. Mampu memahami peran Apoteker di industri Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal Jakarta berdasarkan CPOB tahun
2018.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Industri Farmasi


2.1.1 Pengertian Industri Farmasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1799/Menkes/XII/2010, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan
obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi
pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat
untuk didistribusikan.
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk
manusia. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu
sebagai bahan baku farmasi.
Sebelum memulai proses produksinya suatu industri farmasi wajib
mempunyai izin usaha. Izin usaha yang dimaksud diberikan kepada pelaku
usaha yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip sebelum
industri farmasi melakukan kegiatan produksi sesuai persyaratan CPOB.
Persetujuan prinsip diberikan kepada pelaku usaha yang telah
memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala
Badan, sebelum pelaku usaha melakukan persiapan, pembangunan,
pengadaan, pemasangan dan instalasi peralatan, termasuk produksi
percobaan.Persetujuanprinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun dan
dapatdiperpanjang selama 1 (satu) tahun.Persetujuan prinsip batal apabila
setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun dan/atau setelah jangka waktu 1 (satu)

4
tahun perpanjangan, pemohon belum menyelesaikan pembangunan
fisik.Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala
mengenai kegiatan usahanya sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah
dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan
ketentuan dan sekali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan ketentuan
perundang-undangankepada Direktur Jenderal Pembinaan Kefarmasian dan
Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan(BPOM) dan kepala dinas kesehatan provinsi.
2.1.2 Fungsi Industri Farmasi
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1799
/Menkes/PER/XII/ 2010 usaha Industri Farmasi berfungsisebagaiberikut :
a. Pembuatan obat dan/atau bahan obat.
b. Pendidikan dan pelatihan.
c. Penelitian dan pengembangan.
2.1.3 Persyaratan Izin Usaha Industri Farmasi
Menurut SuratKeputusan Menteri Kesehatan No. 1799/
Menkes/PER/XII/2010 usaha Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
c. Nomor Pokok Wajib Pajak.
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker sebagai
penanggung jawab pemastian mutu,produksi dan pengawasan
mutu;dan
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang kefarmasian.
Pengecualian dari persyaratan pada poin a. dan b., bagi pemohon ijin
industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

5
Gambar 2.1 Alur Permohonan Izin Usaha Industri Farmasi
2.1.4 Izin Usaha Industri Farmasi
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin dilimpahkan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan
industri farmasi tersebut masih berproduksi dengan perpanjangan izin setiap
5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi yang modalnya berasal dari
Penanaman Modal Asing (PMA), izin masa berlakunya sesuai dengan
ketentuan dalam UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
dan Peraturan Pelaksanaannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1799/Menkes/XII/2010, pasal 8 mengenai pendirian industri farmasi
wajib memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup. Pada pasal tersebut
menjelaskanbahwa :
a. Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.
b. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB.
c. Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi
persyaratan.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata carasertifikasi
CPOB diatur oleh Kepala Badan POM.

6
2.1.5 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Pencabutan izin usaha industri farmasi sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No. 245/Menkes/SK/V/1990 dilakukan apabila industri
yang bersangkutan melakukan pelanggaran :
a. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan
perluasan tanpa izin.
b. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut 3 kali atau
dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri farmasi tanpa persetujuan
tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku yang
tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
2.1.6 Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi
Pembinaan terhadap pengembangan Industri Farmasi menurut
ermenkes RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 dilakukan oleh Direktur
Jenderal dan pedoman mengenai pembinaan ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal. Pengawasan terhadap Industri Farmasi dilakukan oleh Kepala
Badan dengan melakukan pemeriksaan, sebagaimana berikut:
a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat untuk
memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan
dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan
obat dan bahan obat;
b. Membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat;
c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan
mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan
perdagangan obat dan bahan obat, termasuk menggandakan atau mengutip
keterangan tersebut; dan/atau

7
d. Mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang
digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau
perdagangan obat dan bahan obat.
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenakan
sanksi administrative oleh Kepala Badan berupa:
a. Peringatan secara tertulis;
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk
penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan
obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu;
d. Penghentian sementara kegiatan; Sanksi administratif diberikan oleh
Direktur Jenderal atas rekomendasiKepala Badan.
e. Pembekuan izin industri farmasi; atau
f. Pencabutan izin industri farmasi
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yang
baik bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan dan tujuan penggunaan. Penerapan CPOB pertama kali didasarkan pada
keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.43/Menkes/SK/II/1988
tentang CPOB, CPOB pertama kemudian direvisi dengan keputusan Kepala Badan
Pengawasan Obat dan Makanan No.HK.00.05.3.02152 Tahun 2001 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB edisi 2001
direvisi kembali menjadi pedoman CPOB yang dinamis edisi tahun 2006,
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No.HK.00.06.0511, Januari 2006. Pedoman CPOB edisi 2006 mengalami revisi
menjadi pedoman CPOB tahun 2012, berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. Hk.03.1.33.12.12.8195
Tahun 2012.Pedoman CPOB edisi 2012 mengalami revisi menjadi pedoman CPOB
tahun 2018, berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan

8
Republik Indonesia No.13 tahun 2018. Perubahan-perubahan dalam konsep CPOB
terjadi karena semakin pesatnya perkembangan teknologi farmasi. Konsep CPOB
bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti
tuntutan globalisasi di bidang farmasi. Pedoman CPOB sesuai dengan Dirjen POM
meliputi 25 pedomanyaitu sistem mutu farmasi; personalia; bangunan-fasilitas;
peralatan; produksi; cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik; pengawasan
mutu; inspeksi diri; keluhan dan penarikan produk; dokumentasi; kegiatan alih daya;
kualifikasi dan validasi; pembuatan produk steril; pembuatan bahan dan produk biologi
untuk penggunaan manusia; pembuatan gas medisinal; pembuatan inhalasi dosis terukur
bertekanan; pembuatan produk darah; pembuatan uji klinik; sistem komputerisasi; cara
pembuatan bahan baku aktif obat yang baik; pembuatan radiofarmaka; sampel
pembanding dan sampel pertinggal; pelulusan real time dan pelulusan parametris;
manajemen resiko mutu.
Ada 11 landasan umum dalam CPOB 2018 yaitu:
a. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat essensial untuk
menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan
obat secara sembarangan tidak dibenarkan produk yang digunakan untuk
menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
b. Tidaklah cukup apabila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian,
tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke dalam produk.
Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan
pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personalia yang
terlibat.
c. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian tertentu saja; namun obat hendaklah dibuat dalam kondid yang
dikendalikan dan dipantau secara cermat.
d. CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu
obat yang dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunaanya; bila perlu
dapat dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat
yang telah ditentukan tetap dicapai.

9
e. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) hendaklah menggunakan
Pedoman ini sebagai acuan dalam penilaian penerapan CPOB, semua peraturan
lain yang berkaitan dengan CPOB hendaklah dibuat minimal sejalan dengan

Pedoman ini. 


f. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi sebagai
dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.
g. Selain aspek umu yang tercakup dalam pedoman ini, dipadukan juga
serangkaian pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku untuk
industri farmasi yang aktiftasnya berkaitan.
h. Pedoman ini berlaku terhadap pembuatan obat dan produk sejenis yang
digunakan manusia.
i. Pada pedoman ini istilah “pembuatan” mencakup seluruh kegiatan penerimaan
bahan, produksi, pengemasan ulang, pelabelan, pelabelan ulang, pengawasan
mutu, pelulusan, penyimpanan dan distribusi dari obat serta pengawasan terkait
j. Cara lain selain tercantum di dalam Pedoman ini dapat diterima sepanjang
memenuhi prinsip Pedoman ini. Pedoman ini bukanlah bermaksud untuk
membatasi pengembangan konsep baru atau teknologi baru yang telah divalidasi
dan memberikan tingkat Pemastian Mutu sekurang-kurangnya ekuivalen dengan

cara yang tercantum dalam Pedoman ini. 


k. Pada pedoman ini istilah “hendaklah” menyatakan rekomendasi untuk


dilaksanakan kecuali jika tidak dapat diterapkan, dimodifikasi menurut pedoman
lain yang relevan dengan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik atau
digantikan dengan petunjuk alternatif untuk memperoleh tingkat pemastian mutu
minimal yang setara.
2.2.1 Sistem Mutu Industri Farmasi
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum
dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak
efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui

10
suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen
jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para
distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan, diperlukan sistem pemastian mutu yang didesain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar, serta menginkorporasi Cara
Pembuatan Obat yang Baik termasuk pengawasan mutu dan manajemen
risiko mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor
efektivitasnya.
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
1. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan
2. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa
pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan.Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian
Mutu.
Semua bagian sistem Mutu Industri Farmasi hendklah di dukung
dengan ketersediaan personel yang kompeten, bangunan dan sarana
serta peralatan yang cukup dan memadai.
A. Pemastian Mutu
Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari
obat yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang
dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu
yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu
mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar Pedoman ini, seperti
desain dan pengembangan produk
Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat
hendaklah memastikan bahwa:
1) Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memerhatikan
persyaratan CPOB

11
2) Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan CPOB
diterapkan
3) Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan
4) Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan
bahan awal dan pengemas yang benar
5) Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selamaproses
lain serta dilakukan validasi
6) Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan
dan pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan
pelulusan untuk distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua
faktor yang relevan termasuk kondisi produksi, hasil pengujian
selamaproses, pengkajian dokumen pembuatan (termasuk pengemasan),
pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan
persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi dan pemeriksaan produk dalam
kemasan akhir
7) Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan
dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar
dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan
mutu dan pelulusan produk;
8) Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat
mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa simpan obat; i)
tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu;
9) Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan
10) Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat
11) Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada
mutu produk
12) Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui; dan

12
13) Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses
dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
B. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan
tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok
sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Dan setiap industri
farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu. Fungsi ini hendaklah
independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia
untuk memastikan bahwa semua fungs Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan
secara efektif dan dapat diandalkan.

Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa:


1) Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan
sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur
yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan
tujuan CPOB
2) Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang
disetujui oleh Pengawasan Mutu
3) Metode pengujian disiapkan dan divalidasi
4) Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan
dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar
telah dilaksanakan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan
diinvestigasi

13
5) Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan
derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang
sesuai dan diberi label yang benar
6) Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal
dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi; dan
7) Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah
yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk
jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara
lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding,
memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa
stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam
investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil
bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah
dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan
Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan
pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.
C. Pengkajian Mutu
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap
semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk
membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan
pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan
yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara
berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi
paling sedikit
1) Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru

14
2) Kajian terhadap pengawasan selamaproses yang kritis dan hasil pengujian
produk jadi
3) Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan dan investigasi yang dilakukan
4) Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian yang
signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan
5) Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau
metode analisis
6) Kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen
registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk
ekspor
7) Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang
tidak diinginkan
8) Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat
yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah
dilakukan
9) Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau
peralatan yang sebelumnya
10) Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang
baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan
pendaftaran;
11) Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem tata
udara (HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain
12) Kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu
mutakhir
Industri farmasi hendaklah melakukan evaluasi terhadap hasil kajian,
dan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan
perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang hendaklah dilakukan. Alasan
tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan
perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat
waktu.

15
D. Manajemen resiko
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal
ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif.
Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa:
1) Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan
secara ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada
perlindungan pasien;
2) Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen
risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko.
2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.
Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan
dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi
mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri farmasi
hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis
dalam jumlah yang memadai. Tiap personil hendaklah tidak dibebani tanggung
jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap mutu obat
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan
kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah
dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan
kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai.
Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun
tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian
Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi

16
dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) / kepala bagian
Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain.
A. Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung jawab
Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga
bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin
oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang
lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang
memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis
yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.
Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh
dalam produksi obat.
Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis
yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial
sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.
Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh
dalam produksi obat.
B. Pelatihan
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil
yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan
atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan),
dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di
samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah
mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan
berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya
hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang
disetujui kepala bagian masingmasing. Catatan pelatihan hendaklah disimpan.
Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di area di

17
mana pencemaran merupakan bahaya, misalnya area bersih atau area
penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi.
Pengunjung atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak
masuk ke area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak dapat
dihindarkan, hendaklah mereka diberi penjelasan lebih dahulu, terutama
mengenai higiene perorangan dan pakaian pelindung yang dipersyaratkan serta
diawasi dengan ketat. Konsep Pemastian Mutu dan semua tindakan yang tepat
untuk meningkatkan pemahaman dan penerapannya hendaklah dibahas secara
mendalam selama pelatihan. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang
terkualifikasi.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak
dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko
terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang
dapat menurunkan mutu obat.
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara,
tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak
bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif
terhadap pencemaran tersebut.
Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan
dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap
pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang
serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia
prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama.

18
Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan
dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan
dan disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk
area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan
sekeliling bangunan hendaklah dirawatdalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi
bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu.
Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hatihati
agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat. Tenaga listrik, lampu
penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak
mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau
terhadap ketepatan / ketelitian fungsi dari peralatan.
Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan:
1. Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan
di dalam sarana yang sama atau sarana yang berdampingan.
2. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum
bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan
bahan atau produk selain yang sedang diproses.
Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil
yang tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan dan
area pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas bagi
personil yang tidak bekerja di area tersebut. Kegiatan di bawah ini
hendaklah dilakukan di area yang ditentukan: penerimaan bahan, karantina
barang masuk, penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas,
penimbangan dan penyerahan bahan atau produk, pengolahan, pencucian
peralatan, penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan,
pengemasan, karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir,
pengiriman produk dan laboratorium pengawasan mutu.
a) Area Penimbangan
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan
cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah

19
yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi
bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
b) Area Produksi
Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadi
pencemaran silang, suatu sarana khusus dan selfcontained harus
disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat
menimbulkan sensitisasi tinggi (misalnya golongan penisilin) atau
preparat biologis (misalnya mikroorganisme hidup). Produk lain
seperti antibiotika tertentu, hormon tertentu (misalnya hormon seks),
sitotoksika tertentu, produk mengandung bahan aktif tertentu
berpotensi tinggi, dan produk non-obat hendaklah diproduksi di
bangunan terpisah. Dalam kasus pengecualian, bagi produk tersebut di
atas, prinsip memproduksi bets produk secara ‘campaign’ di dalam
fasilitas yang sama dapat dibenarkan asal telah mengambil tindakan
pencegahan yang spesifik dan validasi yang diperlukan telah dilakukan.
Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti
pestisida dan herbisida tidak boleh dibuat di fasilitas pembuatan produk
obat. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa
untuk:
1. Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling
berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti
urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang
dipersyaratkan;
2. Mencegah kesesakan dan ketidakteraturan
3. Memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif
terlaksana.
Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang
dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan
peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur proses, sehingga
dapat memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara produk obat atau
komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan

20
memperkecil risiko terlewat atau salah melaksanakan tahapan proses
produksi atau pengawasan.
Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di
mana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara atau
produk ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus, bebas retak
dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta memungkinkan
pelaksanaan pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang mudah dan efektif.
Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan
kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat
dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai
di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan.
Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi sarana penunjang lain
hendaklah didesain dan dipasang sedemikian rupa untuk menghindarkan
pembentukan ceruk yang sulit dibersihkan. Untuk kepentingan perawatan,
sedapat mungkin instalasi sarana penunjang seperti ini hendaklah dapat
diakses dari luar area pengolahan.
Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada
dinding tetapi digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak
cukup untuk memudahkan pembersihan menyeluruh. Pemasangan rangka
atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan hendaklah dihindarkan.
Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan jadwal pembersihan
instalasi tersebut hendaklah dibuat dan diikuti. Lubang udara masuk dan
keluar serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah dipasang sedemikian rupa
untuk mencegah pencemaran terhadap produk. Saluran pembuangan air
hendaklah cukup besar, didesain dan dilengkapi bak kontrol untuk
mencegah alir balik. Sedapat mungkin saluran terbuka dicegah tetapi bila
perlu hendaklah dangkal untuk memudahkan pembersihan dan disinfeksi.
Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan
menggunakan sistem pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat
efisiensi yang dapat mencegah pencemaran dan pencemaran silang,
pengendali suhu dan, bila perlu, pengendali kelembaban udara sesuai

21
kebutuhan produk yang diproses dan kegiatan yang dilakukan di dalam
ruangan dan dampaknya terhadap lingkungan luar pabrik. Area produksi
hendaklah dipantau secara teratur baik selama ada maupun tidak ada
kegiatan produksi untuk memastikan pemenuhan terhadap spesifikasi yang
dirancang sebelumnya.
Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah
diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang
diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Tingkat Kebersihan Ruangan/Area Produksi Obat
Partikel Nonoperasional Operasional
Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan
Kelas ˃ 0,5µm ˃ 5µm ˃ 0,5µm ˃ 5µm
A 3.520 20 3.520 20
B 3.520 29 352.000 2.900
C 352.000 2.900 3.520.000 29.000
D 3.520.000 29.000 Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan
E 3.520.000 29.000 Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan
Catatan :
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan
produk steril. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan
produk nonsteril. Persyaratan lain untuk pembuatan produk steril
dirangkum pada Aneks 1 Pembuatan Produk Steril.
Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu (misalnya
pada saat pengambilan sampel, penimbangan bahan atau produk,
pencampuran dan pengolahan bahan atau produk, pengemasan produk
kering), memerlukan sarana penunjang khusus untuk mencegah
pencemaran silang dan memudahkan pembersihan.
Fasilitas pengemasan produk obat hendaklah didesain spesifik dan ditata
sedemikian rupa untuk mencegah kecampurbauran atau pencemaran silang.
Area produksi hendaklah mendapat penerangan yang memadai,
terutama di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses berjalan.

22
Pengawasan selama-proses dapat dilakukan di dalam area produksi
sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan risiko terhadap produksi
obat.
Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke lingkungan luar,
seperti pintu bahaya kebakaran, hendaklah ditutup rapat. Pintu tersebut
hendaklah diamankan sedemikian rupa sehingga hanya dapat digunakan
dalam keadaan darurat sebagai pintu ke luar. Pintu di dalam area produksi
yang berfungsi sebagai barier terhadap pencemaran silang hendaklah selalu
ditutup apabila sedang tidak digunakan.
Tabel 2.2 Rekomendasi Sistem Tata Udara Untuk Tiap Kelas Kebersihan
Ventilasi
Bagian dari
Efisiensi
Bangunan
Kelemb Saringan
Kelas Sesuai Pertukaran
o
aban Udara Akhir
Kebersihan Kelompok Suhu C Udara Keterangan
Nisbi (Sesuai
Kegiatan perJam
% KodeEN 779 &
dan Tingkat
EN 1822)***
Kebersihan
A di bawah 16 – 25 45 – 55 H14 (99,995 %) Aliran udara  Pengolahan dan
aliran udara satu pengisian aseptis
laminar arah dengan  Pengisian salep
kecepatan mata steril
aliran  Pengisian bubuk
udara 0,36 - steril*
0,54 m/dt  Pengisian
suspensi steril

B ruang steril 16 – 25 45 – 55 H14 (99,995 %) Aliran udara Lingkungan latar


turbulen belakang zona kelas A
dengan untuk pengolahan dan
pertukaran pengisian aseptis
udara
minimal
20 kali

23
Ventilasi
Bagian dari
Efisiensi
Bangunan
Kelemb Saringan
Kelas Sesuai Pertukaran
aban Udara Akhir
Kebersihan Kelompok Suhu oC Udara Keterangan
Nisbi (Sesuai
Kegiatan perJam
% KodeEN 779 &
dan Tingkat
EN 1822)***
Kebersihan

C ruang steril 16 – 25 45 – 55 H13 (99,95 %) Minimal20  Pembuatan larutan


kali bila ada risiko di
luar kebiasaan
 Pengisian produk
yang akan
mengalami
terilisasi akhir
 Pembuatan larutan
yang akan disaring
kemudian
pengisian secara
aseptis dilakukan
di kelas A
denganLatar
belakang kelas B

 Pembuatan obat
D bersih 20 - 27 40 - 60 F8 (75 %) atau Minimal sterildengan
90 % ASHRAE 20kali sterilisasi akhir
52/76Bilamengg
unakan sistem
single pass (100
% fresh air )
H13 (99,95 %)
Bila
menggunakan
sistem

24
Ventilasi
Bagian dari
Efisiensi
Bangunan
Kelemb Saringan
Kelas Sesuai Pertukaran
aban Udara Akhir
Kebersihan Kelompok Suhu oC Udara Keterangan
Nisbi (Sesuai
Kegiatan perJam
% KodeEN 779 &
dan Tingkat
EN 1822)***
Kebersihan
resirkulasi
ditambah make
- up air (10 - 20
% fresh air )

Ruang pengolahan
E umum 20 - 27 Maks. 5 – 20 danpengemasan
70 F8 (75 % ) atau primerobat
90 % ASHRAE nonsteril,pembuatan
52/76 Bila salepkecualisalep
menggunakan mata
sistem
single pass (100
% fresh air )

E Khusus 20 – 27 Maks. 5 – 20 Pengolahan bahan


40 H13 (99,95 %) higroskopis
Bila
menggunakan
sistem
resirkulasi
ditambah make
- up air (10 - 20
% fresh air )
F Pengemasan 20 - 28 TD TD
sekunder** F8 (75%) atau
90% ASHRAE
52/76 Bila

25
Ventilasi
Bagian dari
Efisiensi
Bangunan
Kelemb Saringan
Kelas Sesuai Pertukaran
aban Udara Akhir
Kebersihan Kelompok Suhu oC Udara Keterangan
Nisbi (Sesuai
Kegiatan perJam
% KodeEN 779 &
dan Tingkat
EN 1822)***
Kebersihan
menggunakan
sistem single
pass (100 %
fresh air)
G -Ruang Suhu TP TD
masuk kamar** H13 (99,95 %)
Karyawan ** Bilamenggunak
ansistemresirkul
asi ditambah
make- up air (10
- 20 % freshair )

-Daerah Suhu TP TD
penerimaan kamar TD
bahan awal,
gudang
bahan awal
dan obat jadi

-Ruang ganti Suhu TP TD


pakaian luar kamar TP

-Ruang ganti Suhu TD TD


Pakaian kerja kamar TP

-Ruang Suhu TD TD
Istirahat kamar TP

26
Ventilasi
Bagian dari
Efisiensi
Bangunan
Kelemb Saringan
Kelas Sesuai Pertukaran
aban Udara Akhir
Kebersihan Kelompok Suhu oC Udara Keterangan
Nisbi (Sesuai
Kegiatan perJam
% KodeEN 779 &
dan Tingkat
EN 1822)***
Kebersihan
- Kantin Suhu TP TD
kamar TD

-Kamar Suhu TP TD
Mandi kamar TD

- Toilet Suhu TP TD
kamar TP

Laboratorium 20 - 28 TD TD
TP
Gudang:
-R.Suhu ≤ 30 TD TD
Kamar TP
- R. ber-AC ≤ 25 TD TD
- R. Dingin 2-8 TD TD TD
- R. Beku <0 TD TD TD
TD

c) Area Penyimpanan
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai
untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan
produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang
telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau
produk yang ditarik dari peredaran. Area penyimpanan hendaklah

27
didesain atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang
baik; terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat
penerangan yang cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang
ditetapkan. Apabila kondisi penyimpanan khusus (misalnya suhu dan
kelembaban) dibutuhkan, kondisi tersebut disiapkan, dikendalikan,
dipantau dan dicatat di mana diperlukan.
Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat
memberikan perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca. Area
penerimaan hendaklah didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang
sesuai untuk kebutuhan pembersihan wadah barang bila perlu sebelum
dipindahkan ke tempat penyimpanan. Apabila status karantina
dipastikan dengan cara penyimpanan di area terpisah, maka area
tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas dan akses ke area
tersebut terbatas bagi personil yang berwenang. Sistem lain untuk
menggantikan sistem karantina barang secara fisik hendaklah memberi
pengamanan yang setara. Hendaklah disediakan area terpisah dengan
lingkungan yang terkendali untuk pengambilan sampel bahan awal.
Apabila kegiatan tersebut dilakukan di area penyimpanan, maka
pengambilan sampel hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk
mencegah pencemaran atau pencemaran silang. Prosedur pembersihan
yang memadai bagi ruang pengambilan sampel hendaklah tersedia.
Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan
bahan dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang
dikembalikan.
Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotika, obat
berbahaya lain, dan zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi
terhadap penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan hendaklah disimpan
di area yang terjamin keamanannya. Obat narkotika dan obat berbahaya
lain hendaklah disimpan di tempat terkunci.
Bahan pengemas cetakan merupakan bahan yang kritis karena
menyatakan kebenaran produk menurut penandaannya. Perhatian

28
khusus hendaklah diberikan dalam penyimpanan bahan ini agar
terjamin keamanannya. Bahan label hendaklah disimpan di tempat
terkunci.
d) Area Pengawasan Mutu
Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area
produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop
hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain. Laboratorium
pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang
dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah
pencampurbauran dan pencemaransilang. Hendaklah disediakan
tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku
pembanding (bila perlu dengan kondisi suhu terkendali), pelarut,
pereaksi dan catatan. Suatu ruangan yang terpisah mungkin diperlukan
untuk memberi perlindungan instrumen terhadap gangguan listrik,
getaran, kelembaban yang berlebihan dan gangguan lain, atau bila
perlu untuk mengisolasi instrumen.
Desain laboratorium hendaklah memerhatikan kesesuaian bahan
konstruksi yang dipakai, ventilasi dan pencegahan terhadap asap.
Pasokan udara ke laboratorium hendaklah dipisahkan dari pasokan ke
area produksi. Hendaklah dipasang unit pengendali udara yang
terpisah untuk masing-masing laboratorium biologi, mikrobiologi dan
radioisotop.

e) Sarana Pendukung
Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area
produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk
mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet hendaklah
disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses. Toilet tidak
boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area

29
penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung
dengan area produksi namun letaknya terpisah.
Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan
peralatan terpisah dari area produksi. Apabila suku cadang, asesori
mesin dan perkakas bengkel disimpan di area produksi, hendaklah
disediakan ruangan atau lemari khusus untuk penyimpanan alat
tersebut. Sarana pemeliharaan hewan hendaklah diisolasi dengan baik
terhadap area lain dan dilengkapi pintu masuk terpisah (akses hewan)
serta unit pengendali udara yang terpisah.
2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam
tiap antar bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat
mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal
yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
A. Desain dan Konstruksi
Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai
dengan tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal,
produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau
absorbsi yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas
yang ditentukan. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus,
misalnya pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang
sedang diolah sehingga tidak memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian
bahan awal, produk antara ataupun produk jadi. Peralatan tidak boleh merusak
produk akibat katup bocor, tetesan pelumas dan hal sejenis atau karena
perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat.
Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah
dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis
yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan

30
pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak
menjadi sumber pencemaran.
Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada
produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh
bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan
berakibat buruk pada produk. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan
mudah terbakar atau bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana
digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan
elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan dengan benar.
Dalam produksi hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan
rentang dan ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan.
Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan mengendalikan
hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan
metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian tersebut
hendaklah disimpan.
Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak
melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh
digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus
yang tidak melepaskan serat. Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa
air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur
tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang
harus dilakukan.
B. Pemasangan dan Penempatan
Peralatan dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau
kontaminasi. Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang cukup
untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan
kecampurbauran produk. Semua sabuk (belt) dan pulley mekanis terbuka
hendaklah dilengkapi dengan pengaman.
Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain dipasang
sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses. Pipa hendaklah
diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi dan arah aliran. Tiap

31
peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas yang jelas yang
dicantumkan di dalam semua perintah dan catatan bets untuk menunjukkan unit
atau peralatan yang digunakan pada pembuatan bets tersebut kecuali bila
peralatan tersebut hanya digunakan untuk satu jenis produk saja. Peralatan
yang rusak, jika memungkinkan, hendaklah dikeluarkan dari area produksi dan
pengawasan mutu, atau setidaknya, diberi penandaan yang jelas.
C. Perawatan
Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi
atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian
produk. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan
risiko terhadap mutu produk.
Bahan pendingin, pelumas dan bahan kimia lain seperti cairan alat
penguji suhu hendaklah dievaluasi dan disetujui dengan proses formal.
Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan dipatuhi.
Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah
dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk,
kekuatan dan nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut.
Catatan untuk peralatan yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat
ditulis dalam catatan bets.
Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila perlu
disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa bahan dari
proses sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk termasuk produk
antara di luar spesifikasi resmi atau spesifikasi lain yang telah ditentukan. Bila
peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk antara yang sama
secara berurutan atau secara kampanye, peralatan hendaklah dibersihkan dalam
tenggang waktu yang sesuai untuk mencegah penumpukan dan sisa
kontaminan (misal: hasil urai atau tingkat mikroba yang melebihi batas).
Peralatan umum (tidak didedikasikan) hendaklah dibersihkan setelah
digunakan memproduksi produk yang berbeda untuk mencegah kontaminasi
silang.

32
Peralatan hendaklah diidentifikasi isi dan status kebersihannya dengan
cara yang baik. Buku log untuk peralatan utama dan kritis hendaklah dibuat
untuk pencatatan validasi pembersihan dan pembersihanyang telah dilakukan
termasuk tanggal dan personil yang melakukan kegiatan tersebut.
2.2.5 Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar.

Produksi hendaklah dilakukan dan disupervisi oleh personel yang


kompeten.Seluruh penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan
karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan,
pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai prosedur
atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.Seluruh bahan yang diterima
hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pesanan.
Wadah hendaklah dibersihkan di mana perlu dan diberi penandaan dengan
data yang diperlukan.

Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan


terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada
Bagian Pengawasan Mutu.Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah
dikarantina secara fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah,
sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi.Produk antara dan
produk ruahan yang diterima hendaklah ditangani seperti penerimaan bahan
awal.Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan pada kondisi seperti
yang ditetapkan pabrik pembuat dan disimpan secara rapi dan teratur untuk
memudahkan segregasi antar bets dan rotasi stok. Pemeriksaan hasil nyata dan
rekonsiliasi jumlah hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk memastikan
tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan. Pengolahan produk
yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan atau berurutan dalam
ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadi kecampurbauran

33
ataupun kontaminasi silang. Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap
kontaminasi mikroba atau kontaminasi lain pada tiap tahap pengolahan. Bila
bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan tindakan
khusus untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini terutama
dilakukan pada penanganan bahan yang sangat berbahaya, mencakup bahan
yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi.Selama pengolahan, semua
bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu
ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk
atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan nomor bets. Bila perlu,
penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahap proses produksi. Label pada
wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan
format yang telah ditetapkan. Label berwarna sering kali sangat membantu
untuk menandakan status (misal: karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan
lain-lain). Pemeriksaan hendaklah dilakukan untuk memastikan pipa penyalur
dan alat lain untuk transfer bahan dan produk dari satu ke tempat lain telah
terhubung dengan benar. Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur
hendaklah sedapat mungkin dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka
hendaklah atas persetujuan tertulis dari kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) dan bila perlu melibatkan bagian Pengawasan Mutu. Akses
ke bangunan-fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personel yang
berwenang

2.2.6 Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik


Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam
kegiatan dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Dokumen
ini menetapkan langkah-langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan
tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan
penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi penyimpanan

34
dan pengiriman produk jadi dari pabrik ke distributor. Aneks ini harus mengacu
kepada Bab – Bab terkait di dalam Pedoman CPOB.
Jika gudang industri farmasi bertindak juga sebagai pusat distribusi
produk ke konsumen (misal distributor, subdistributor, apotik), maka industri
farmasi hendaklah juga menerapkan dan memenuhi pedoman Cara Distribusi
Obat yang Baik (CDOB). Catatan: definisi dari produk bukan hanya obat
umum termasuk narkotika, psikotropika, prekursor dan obat-obat tertentu.
Mutu obat dapat dipengaruhi oleh kekurangan pengendalian yang diperlukan
terhadap kegiatan selama proses penyimpanan dan pengiriman. Lebih lanjut,
belum ditekankan keperluan akan pembuatan, pengembangan dan
pemeliharaan prosedur penyimpanan dan pengiriman obat, serta pengendalian
kegiatan proses distribusi. Tujuan pedoman ini adalah untuk membantu dalam
menjamin mutu dan integritas obat selama proses penyimpanan dan
pengiriman obat.
2.2.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua
tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup
pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian
yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau
produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi
persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga
harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang
fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan. Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian

35
Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah
tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman
yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang
memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan
Mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Bagian Pengawasan
Mutu secara keseluruhan juga mempunyai tanggung jawab, antara lain adalah:
1. Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu,
2. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk,
3. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk,
4. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk,
5. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu
produk, dll.
Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur
tertulis, dan dicatat di mana perlu.
2.2.8 Inpeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit & Persetujuan Pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas
yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB
secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping
itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi
atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan
supaya dilaksanakan.
Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan
dibuat program tindak lanjut yang efektif. Hendaklah dibuat instruksi tertulis
untuk inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam.
Daftar ini hendaklah berisi pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang
mencakup antara lain:

36
1. Personalia;
2. Bangunan termasuk fasilitas untuk personil;
3. Perawatan bangunan dan peralatan;
4. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi;
5. Peralatan;
6. Pengolahan dan pengawasan selama-proses;
7. Pengawasan Mutu;
8. Dokumentasi;
9. Sanitasi dan higiene;
10. Program validasi dan revalidasi;
11. Kalibrasi alat atau sistem pengukuran;
12. Prosedur penarikan kembali obat jadi;
13. Penanganan keluhan;
14. Pengawasan label; dan
15. Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan
Aspek-aspek tersebut hendaklah diperiksa secara berkala menurut
program yang telah disusun untuk memverifikasi kepatuhan terhadap prinsip
Pemastian Mutu. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara indipenden dan rinci
oleh personil (-personil) perusahaan yang kompeten. Manajemen hendaklah
membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-
masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat
bermanfaat. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan
kebutuhan perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah
dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri
hendaklah tertulis dalam prosedur inspeksi diri. Semua hasil inspeksi diri
hendaklah dicatat.
Laporan hendaklah mencakup Semua hasil pengamatan yang dilakukan
selama inspeksi dan, bila memungkinkan; Saran untuk tindakan perbaikan.
Pernyataan dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat. Hendaklah ada
program penindaklanjutan yang efektif. Manajemen perusahaan hendaklah

37
mengevaluasi baik laporan inspeksi diri maupun tindakan perbaikan bila
diperlukan.
A. Audit Mutu
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari
sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit
mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau
suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.
B. Audit dan Persetujuan Pemasok
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah
bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi
persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan
pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Hendaklah dibuat
daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas. Daftar
pemasok hendaklah disiapkan dan ditinjau ulang. Hendaklah dilakukan
evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok
atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan
sifat bahan yang dipasok. Jika audit diperlukan, audit tersebut hendaklah
menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar CPOB. Semua
pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara teratur.

2.2.9 Keluhan dan Penarikan Produk


Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun
suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui
atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

A. Keluhan
Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani
keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang
memadai untuk membantunya. Apabila personil tersebut bukan kepala bagian

38
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami cara
penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan kembali produk.
Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi,
tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali
produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga cacat.
Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi dari
penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan
dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait. Perhatian khusus
hendaklah diberikan untuk menetapkan apakah keluhan disebabkan oleh
pemalsuan. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah
dicatat yang mencakup rincian mengenai asalusul keluhan dan diselidiki secara
menyeluruh dan mendalam.
Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian
masalah tersebut. Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat,
maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk
memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung
hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat hendaklah diselidiki. Setelah
melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai
suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup
tindakan perbaikan bila diperlukan; penarikan kembali satu bets atau seluruh
produk akhir yang bersangkutan; dan tindakan lain yang tepat.
Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi
hal yang spesifik atau masalah yang berulang terjadi, yang memerlukan
perhatian dan kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran. Badan
POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi mempertimbangkan
tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan
produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk.
B. Penarikan Kembali Produk
Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
dan mengoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang
oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali

39
sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen
terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Jika personil ini bukan kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah memahami
segala operasi penarikan kembali. Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang
diperiksa secara berkala dan dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala
tindakan penarikan kembali. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu
untuk dilakukan segera dan tiap saat. Pelaksanaan Penarikan Kembali.

1. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah


diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai
reaksi yang merugikan;
2. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah
dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan
kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai
tingkat konsumen;
3. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi,
hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan
secara cepat, efektif dan tuntas; dan
4. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah
dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat
dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
Catatan dan laporan termasuk hasil tindakan embargo dan penarikan
kembali produk hendaklah didokumentasikan dengan baik. Otoritas pengawas
obat negara ke mana produk didistribusikan hendaklah diinformasikan segera
apabila akan dilakukan penarikan kembali karena cacat atau dugaan cacat.
Catatan distribusi hendaklah tersedia untuk digunakan oleh personil (-personil)
yang bertanggung jawab terhadap penarikan kembali. Catatan distribusi
hendaklah berisi informasi yang lengkap mengenai distributor dan pelanggan
yang dipasok secara langsung (dengan alamat, nomor telepon, dan/atau nomor
fax pada saat jam kerja dan di luar jam kerja, nomor bets dan jumlah yang
dikirim), termasuk distributor di luar negeri untuk produk yang diekspor dan
sampel medis.

40
Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan
terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk
tersebut. Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat
laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim
dan yang ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali
hendaklah dievaluasi dari waktu ke waktu.

2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah
fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas
yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah
tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan
komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan,
prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan
dan tersedia secara tertulis.
Spesifikasi menguraikan persyaratan yang harus dipenuhi produk yang
digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar
untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan
Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi
Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan
bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan
dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu,
misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan
sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat
tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang
berpengaruh pada mutu produk akhir.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan
dengan cermat. Dokumen disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh
personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen tidak bermakna ganda,
dimana judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan dengan jelas. Semua
perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen hendaklah

41
ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan hendaklah memungkinkan
pembacaan informasi semula. Dimana pada tiap alasan perubahan hendaklah
dicatat. Dokumen hasil reproduksi hendaklah jelas dan terbaca. Reproduksi
dokumen kerja dari dokumen induk tidak boleh menimbulkan kekeliruan yang
disebabkan proses reproduksi.
Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu
up-to-date. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem
untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara
tidak sengaja. Dokumen hendaklah tidak ditulis tangan; namun, bila dokumen
memerlukan pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis tangan
dengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Hendaklah disediakan ruang
yang cukup untuk mencatat data.
Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen
hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan hendaklah
memungkinkan pembacaan informasi semula. Dimana perlu alasan perubahan
hendaklah dicatat. Pencatatan hendaklah dibuat atau dilengkapi pada tiap
langkah yang dilakukan dan sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang
signifikan mengenai pembuatan obat dapat ditelusuri. Catatan pembuatan
hendaklah disimpan selama paling sedikit satu tahun setelah tanggal
kadaluwarsa produk jadi.

2.2.11 Kegiatan Alih Daya


Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialih dayakan
hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak
tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak yang secara jelas
menentukan perandan tanggung jawab masing-masing pihak. Sistem Mutu dari
Pemberi Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap
bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala
Pemastian Mutu.
Kegiatan Alih daya :

42
1. Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi semua kegiatan yang
dialih dayakan, produk atau pekerjaan dan semua pengaturan teknis
terkait.
2. Semua pengaturan untuk kegiatan alihdaya termasuk usulan perubahan
teknis atau perubahan lain hendaklah sesuai dengan peraturan regulasi
dan Izin Edar untuk produk terkait.
3. Jika pemegang Izin Edar dan IzinIndustri Farmasi tidak sama, pengaturan
yang tepat hendaklah dibuat dengan mempertimbangkan semua prinsip
yang dijelaskan dalam bab ini dan mengikuti peraturan yang berlaku.
4. Pembuatan obat alih daya di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh
industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang berlaku yang
diterbitkan oleh Badan POM.
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasivalidasi
yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadapaspek kritis dari
kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikanterhadap fasilitas, peralatan dan
proses yang dapat memengaruhi mutuproduk hendaklah divalidasi. Pendekatan
dengan kajian risikosebaiknya digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan
cakupanvalidasi. Unsur-unsur kualifikasi dan validasi yang diatur
CPOBmeliputi:
1. Perencanaan Validasi
Unsur utama pada program validasi sebaiknya dirinci denganjelas dan
didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi(RIV) atau dokumen setara.
RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnyadata sebagai berikut:
 kebijakan validasi
 struktur organisasikegiatan validasi
 ringkasan fasilitas, sistem, peralatan danproses yang akan divalidasi
 format dokumen (format protocoldan laporan validasi, perencanaan dan
jadwal pelaksanaan)
 pengendalian perubahan; dan acuan dokumen yang digunakan.RIV terpisah
mungkin diperlukan untuk suatu proyek besar.

43
2. Dokumentasi
Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merincikualifikasi dan
validasi yang akan dilakukan. Protokolhendaklah dikaji dan disetujui oleh
kepala bagian ManajemenMutu (Pemastian Mutu). Protokol validasi
hendaklah merincilangkah kritis dan kriteria penerimaan. Hendaklah
dibuatlaporan yang mengacu pada protokol kualifikasi dan/atauprotokol
validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh,tanggapan terhadap
penyimpangan yang terjadi, kesimpulan danrekomendasi perbaikan. Tiap
perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol hendaklah
didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Setelah kualifikasi
selesai dilaksanakan, hendaklah diberikan persetujuan tertulis untuk dapat
melaksanakan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.

3. Kualifikasi
a. Kualifikasi Desain
Kualifikasi Desain (KD) adalah unsur pertamadalam melakukan validasi
terhadap fasilitas, sistem atauperalatan baru. Desain hendaklah memenuhi
ketentuan CPOB dan dikomentasikan.
b. Kualifikasi Instalasi
Kualifikasi Instalasi (KI) hendaklah dilakukanterhadap fasilitas, sistem dan
peralatan baru atau yangdimodifikasi. KI hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas pada hal berikut:
a. Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang dan instrumentasi hendaklah
sesuai dengan spesifikasi dan gambar teknik yang didesain.
b. Pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoperasian dan perawatan
peralatan dari pemasok.
c. Ketentuan dan persyaratan kalibrasi dan
d. Verifikasi bahan kontruksi.

44
c. Kualifikasi Operasional
Kualifikasi Operasional (KO) hendaklah dilakukan setelah KI selesai
dilaksanakan, dikaji dan disetujui. KO hendaklah mencakup, tapi tidak
terbatas pada hal berikut:
a. Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang
proses, sistem dan peralatan dan
b. Pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup
batas operasional atas dan bawah, sering dikenal sebagai kondisi
terburuk (worst case).
c. Penyelesaian KO yang berhasil hendaklah mencakup finalisasi
kalibrasi, prosedur operasional dan prosedur pembersihan, pelatihan
operator dan persyaratan perawatan preventif. Setelah selesai KO
maka pelulusan fasilitas, sistem dan peralatan dapat dilakukan
secara formal.

d. Kualifikasi Kinerja
Kualifikasi Kinerja (KK) hendaklah dilakukansetelah KI dan KO selesai
dilaksanakan, dikaji dandisetujui. KK hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas
pada hal berikut
a. Pengujian dengan menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang
memenuhi spesifikasi atau produk simulasi yang dilakukan
berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan
peralatan.
b. Uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas
operasional atas dan bawah.Meskipun KK diuraikan sebagai
kegiatanterpisah, dalam beberapa kasus pelaksanaannya
dapatdisatukan dengan KO.
e. Kualifikasi Fasilitas, Peralatan dan Sistem Terpasangyang telah
Operasional

45
Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung danmemverifikasi
parameter operasional dan batas variablekritis pengoperasian alat. Selain
itu, kalibrasi, prosedurpengoperasian, pembersihan, perawatan pencegahan
sertaprosedur dan catatan pelatihan operator hendaklahdidokumentasikan.
5. Validasi Proses
Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan
(validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jikahal di atas tidak
memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin
dilakukan (validasi konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga
divalidasi (validasiretrospektif).
Fasilitas, sistem dan peralatan yang digunakan hendaklah telah
terkualifikasi dan metode analisis hendaklah divalidasi. Personil yang
melakukan validasi hendaklah mendapat pelatihan yang sesuai.
Fasilitas, sistem peralatan dan proses hendaklah dievaluasi secara berkala
untuk verifikasi bahwa fasilitas, sistem, peralatan dan proses tersebut masih
bekerja dengan baik
a. Validasi Prospektif
Dengan menggunakan prosedur yang telah ditetapkan, bets berurutan
dapat diproduksi dalam kondisirutin. Secara teoritis, jumlah proses produksi dan
pengamatan yang dilakukan sudah cukup menggambar kanvariasi dan
menetapkan tren sehingga dapat memberikandata yang cukup untuk keperluan
evaluasi. Secara umum,tiga bets berurutan yang memenuhi parameter
yangdisetujui dapat diterima telah memenuhi persyaratan validasi proses.
Ukuran bets yang digunakan dalam proses validasi hendaklah sama dengan
ukuran bets produksi yang direncanakan. Jika bets validasi akan dipasarkan,
kondisi pembuatannya hendaklah memenuhi spesifikasi dan sesuai izin edar.
b. Validasi Konkuren
Dalam kondisi khusus, dimungkinkan tidak menyelesaikan program
validasi sebelum produksi rutin dilaksanakan. Keputusan untuk melakukan
validasi konkuren harus dijustifikasi, didokumentasikan dan disetujui oleh

46
kepala bagian Manajemen Mutu (PemastianMutu). Persyaratan dokumentasi
untuk validasi konkruen sama seperti validasi prospektif
c. Validasi Retrospektif
Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untukproses yang sudah
mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur
pembuatan atau peralatan. Bets yang dipilih untuk validasi retrospektif
hendaklah mewakili seluruh bets yang dibuat selama periode pengamatan,
termasuk yang tidak memenuhi spesifikasi. Validasi ini memerlukan data dari
10 sampai 30 bets berurutan untuk menilai konsistensi proses, tapi jumlah bets
yang lebih sedikit dimungkinkan bila dapat dijustifikasi.
d. Validasi Pembersihan
Validasi pembersihan dilakukan untuk konfirmasi efektivitas prosedur
pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan
pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan
pada bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah
dapat dicapaidan diverifikasi. Hendaklah digunakan metode analis istervalidasi
yang memiliki kepekaan untuk mendeteksi residu atau cemaran.
Batas deteksi masing-masing metode analisis hendaklah cukup peka
untuk mendeteksi tingkat residu atau cemaran yang dapat diterima. Biasanya
validasi prosedur pembersihan dilakukan hanya untuk permukaan alat yang
bersentuhan langsung dengan produk. Hendaklah dipertimbangkan juga untuk
bagianalat yang tidak bersentuhan langsung dengan produk. Interval waktu
antara penggunaan alat dan pembersihan hendaklah divalidasi demikian
jugaantara pembersihan dan penggunaankembali. Hendaklah ditentukan
metode dan interval pembersihan. Prosedur pembersihan untuk produk dan
proses yang serupa, dapat dipertimbangkan untuk memilih suatu rentang yang
mewakili produk dan proses yang serupa. Studi validasi tunggal dapat
dilakukan menggunakan pendekatan kondisi terburuk dengan memerhatikan
isu kritis.

47
Validasi dilakukan tiga kaliberurutan dengan hasil yang memenuhi
syarat untuk membuktikan bahwa prosedur pembersihan tersebut telah
tervalidasi.
e. Validasi Metode Analisis
Validasi ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa metode analisis sesuai
tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis dilakukan terhadap 4 jenis:
 Uji identifikasi
 Uji kuantitatif kandungan impuritas(impurity)
 Uji batas impuritas
 dan Uji kuantitatif zataktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat
ataukomponen tertentu dalam obat.
Metode analisis lain, seperti uji disolusi untuk obat atau penentuan
ukuran partikel untuk bahan aktif obat,hendaklah juga divalidasi. Tujuan
prosedur analisis hendaklah jelas dan dimengerti karena hal ini akan
menentukan karakteristik validasi yang perlu dievaluasi. Karakteristik
validasi yang umumnya perludiperhatikan adalah sebagai berikut:
 akurasi
 presisi
 ripitabilitas
 intermediate precision
 spesivisitas
 batas deteksi
 batas kuantitasi;
 linearitas; dan
 rentang.
f. Pengendalian Perubahan
Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci langkah yang
diambil jika ada usul perubahan terhadap bahan awal, komponen produk,
peralatan proses,lingkungan kerja (atau pabrik), proses produksi atau
pengujian ataupun perubahan yang berpengaruh terhadap mutu atau

48
reprodusibilitas proses. Prosedur pengendalian perubahan hendaklah
memastikan bahwa data pendukung cukup untuk menunjukkan bahwa proses
perubahan yang diperbaiki akan menghasilkan suatu produk sesuai mutu yang
diinginkan dan konsisten dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
g. Validasi Ulang
Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan
serta metode analisis hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi
keabsahannya. Jika tidak ada perubahan yang signifikan terhadap status
validasi, peninjauan dengan bukti bahwafasilitas, sistem, peralatan, proses
dan metode analisis memenuhi persyaratan yang ditetapkan akan kebutuhan
revalidasi.

49
BAB III
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Sejarah Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial)


Pada tahun 1950 Angkatan Laut telah mendirikan sebuah unit farmasi di
lingkungan kesehatan Angkatan Laut, namun unit farmasi yang didirikan masih
sangat sederhana.Unit farmasi ini memiliki satu orang Apoteker yaitu Drs. H.
Mochamad Kamal, Apt beberapa tenaga Asisten Apoteker serta beberapa juru obat
lulusan SD dan SMP.Tahun 1955 kemudian didirikan Depo Obat Angkatan Laut
Djakarta (DOAL-D).
DOAL Djakarta (DOAL-D) merupakan suatu organisasi gabungan
dariBagian Pembuatan Obat dan Laboratorium Dinas Farmasi Bidang
KesehatanAngkatan Laut dengan Pusat Perbekalan Barang (PUSPEKBAR).Badan
farmasi TNI-AL pertama inifungsinya sebagai pusat perbekalan dan pengadaan
barang serta pendistribusian obat untuk keperluan Angkatan Laut. Untuk
mengoptimalkan kegiatan pembuatan obat-obatan di lingkungan Angkatan Laut
didirikan Pabrik Farmasi dan Laboratorium Angkatan Laut di Djakarta (PAFAL-
D) sebagai penjelmaan dari nama Bagian Pembuatan Obat dan Laboratorium Dinas
Farmasi BidangKesehatan Angkatan Laut. Berdasarkan SK Menteri Kepala Staf
Angkatan Laut Kep. M/KSAL/6740-1.
Pada saat operasi TRIKORA, farmasi sangat berperan dalam mendukung
kebutuhan logistik kesehatan farmasi karena saat itu Mayor Drs. Mochamad Kamal,
Apt ditugaskan untuk mengadakan pembelian peralatan yang digunakan untuk
pembuatan atau produksi obat-obatan ke Yugoslavia dan Jepang.Pada saat itu obat
merupakan barang yang sangat langka sehingga jika dibuat sendiri akan dapat
mengatasi kebutuhan obat dalam operasi TRIKORA tersebut.
Pada tanggal 19 Juni 1962 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kepala Staf
AL No.Kep. M/KSAL 6740-1 maka didirikan Pabrik Farmasi Angkatan Laut
Djakarta (PAFAL-D) di Jakarta dan PAFAL-S di Surabaya untuk mengoptimalkan
kegiatan pembuatan obat-obatan di lingkungan Angkatan Laut. Pada tanggal 22
Agustus 1963, pabrik farmasi dan laboratorium Angkatan Laut dibangun di Jalan

50
Bendungan Jatiluhur No. 1 Jakarta Pusat dan diresmikan oleh Deputi II
Menteri/Panglima AL Brigadir Jenderal KKO Ali Sadikin dengan Direktur
PAFAL-D, yang dijabat oleh Kapten Drs. R. Soekaryo, Apt. sehingga setiap tanggal
22 Agustus diadakan peringatan sebagai hari jadi Lembaga Farmasi TNI AL.
Pada tahun 1963 dengan Surat Keputusan Ka.Staf Angkatan Laut (SK Kasal)
No. 6740 tanggal 5 November 1943 dibentuk Laboratorium Kimia dan Farmasi
Angkatan Laut (LKF-AL).Laboratorium ini dibentuk untuk mengoptimalkan
Angkatan Laut dalam mewujudkan misi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI)
bagi pertahanan, keamanan dan kemajuan bangsa.Laboratorium Kimia dan Farmasi
Angkatan Laut (LKF-AL) ini bertugas untuk melakukan penelitian dalam bidang
farmasi, kesehatan laut dan persenjataan.Berdasarkan Juklak Kasal No.Juklak/VIII/
79 tanggal 14 Agustus 1979, PAFAL-D bergabung dengan LKF-AL menjadi
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial).Penggabungan ini didasarkan atas
pertimbangan efektifitas dan efisiensi organisasi. Penggabungan ini dilakukan oleh
Kadiskesal Laksamana Pertama TNI AL Dr. Soedibjo Sardadi, MPH. dan Kepala
Lembaga Farmasi TNI AL Letkol Laut (K) Drs. Sugiyanto, Apt.
Pada tahun 1998 Departemen Kesehatan melalui Kepala Badan
POMmemberikan sertifikat CPOB kepada Lafial.Semenjak itu Lafialberkembang
sebagai pusat kegiatan produksi dan laboratorium Angkatan Laut.Selain itu,
menjadi “Center of Community” Apoteker Angkatan Laut danbekerja sama dengan
Lembaga Industri Farmasi dan Penelitian Nasional.
Pada tanggal 21 September 2005 sesuai Keputusan Kasal No.
Skep/4832/IX/2005 tentang pemberian nama fasilitas kesehatan TNI AL, maka
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut diberi nama menjadi Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut Drs. H. Mochamad Kamal.
Pada Mei 2017 ini, sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI (Badan POM) No. HK.03.1.33.12.12.8195 tanggal 20 Desember
tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatann Obat yang Baik, Kepala
Badan POM RI memberikan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik kepada
Lafial yang berlaku dari 18 Mei 2017 sampai dengan 18 Mei 2022.

51
Saat ini LAFIAL Memproduksi obat sebanyak 32 obat. Untuk obat yang
mendapatkan Nomor Izin Edar ada 1 yaitu Parasetamol, sedangkan ada 2 obat yang
masih dalam proses untuk mendapatkan Nomor Izin Edar yaitu Ponstal dan
Imodial. Untuk 29 obat lainnya masih dalam proses pengajuan untuk mendapatkan
Nomor Izin Edar.
3.2 Visi dan Misi
Adapun visi dan misi Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial), yaitu:
1. Visi
Sebagai Lembaga Kefarmasian Matra Laut Nasional yang Profesional
2. Misi
a. Melaksanakan produksi bekal kesehatan untuk kebutuhan anggota TNI-
AL beserta keluarganya.
b. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang
kefarmasian matra laut.
3.3. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial) sebagai lembaga
kefarmasian.Lafial secara struktural merupakan badan pelaksana teknis Dinas
Kesehatan Angkatan Laut (DISKESAL), sedangkan secara operasional berada di
bawah Datasemen Markas Besar Angkatan Laut (DENMABESAL).Tugas pokok
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut adalah membantu Diskesal dalam
menyelenggarakan pembinaan, pelaksanaan produksi, penelitian dan
pengembangan obat. Dalam melaksanakan tugas tersebut Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Melaksanakan produksi obat-obatan,
b. Melaksanakan pengujian laboratorium instrumen, kimia, mikrobiologi, makanan
dan minuman,
c. Melaksanakan pembinaan material kesehatan,
d. Melaksanakan pendidikan dan latihan kefarmasian,
e. Melaksanakan penelitian dan pengembangan kefarmasian,

52
f. Melaksanakan koordinasi dengan badan dan unsur lain, baik di dalam maupun
di luar Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut untuk kepentingan pelaksanaan
tugas sesuai tingkat dan lingkup kewenangannya
g. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program latihan guna pencapaian
sasaran programnya secara berhasil dan berdaya guna,
h. Mengajukan pertimbangan dan saran kepada Kadiskesal khususnya mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan tugasnya.

Selain itu, Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut juga pernah ikut berperan
dalam mendukung pengadaan obat-obatan dalam operasi Trikora, Dwikora,
Operasi Timor-Timur, dan perwira Apoteker sebagai prajurit TNI ikut bergabung
bersama-sama Tim Kesehatan TNI-AL melaksanakan operasi tugas-tugas tersebut.
Penelitian Farmasi Matra yang dilaksanakan Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut
seperti penelitian biota laut di lima kepulauan Indonesia.
3.4 Lokasi dan Sarana Produksi
3.4.1. Lokasi
Lafial berada di Jl. Bendungan Jatiluhur No.1 Jakarta Pusat. Sebelah
Selatan berbatasan dengan Jl. Farmasi, Barat berbatasan dengan LADOKGI,
Utara berbatasan dengan SEKESAL Jakarta dan Timur berbatasan dengan Jl.
Bendungan Jatiluhur. Lafial dibangun pada tanah seluas 6500 m dengan luas
bangunan ± 2650 m.
3.4.2 Sarana Produksi
1. Bangunan
Bangunan Lafial berbentuk segilima, yang terdiri dari satu lantai
meliputi yaitu 28 ruangan produksi non β-laktam, gudang non β-
Laktam, gudang pengemas, gudang bahan baku dan bahan
eksipien, 5 ruangan laboratorium, ruang Kepala Lafial, ruang rapat,
ruang aula, ruang perpustakaan, kantin, mushola, ruang masing-
masing departemen, ruang tamu, ruang administrasi, ruang
pendidikan, ruang teknik dan ruang ganti.

53
2. Ruang dan Peralatan Produksi


Ruang ini terdiri dari 5 ruang. Ruang ini terdiri dari loker, ruang
penimbangan, ruang antara, ruang pencampuran, ruang cetak
tablet, ruang produk ruahan, ruang IPC, ruang pengering, ruang
granulasi kering, ruang pencucian, ruang administrasi, ruang
produk antara, ruang isi kapsul, ruang stripping dan ruang
pengemas. Tekanan udara ruangan ini dibuat positif, yaitu dialirkan
udara dari ruang pengolahan ke koridor melalui HEPA
Filter.Peralatan produksi yang terdapat di ruang ini diantaranya
timbangan, mesin pengering botol Pharmeq, mesin Counting
Cheng New, mesin cuci botol semi Automatic Rotary Forecma,
mesin pengemas sekunder Labelling Jih Cheng, mesin pencampur
serbuk Kikusul, mesin super mixer Jan Chuang, mesin pencetak
tablet Wilheim Fetle, mesin pencetak tablet JCMCO Double Layer,
mesin pencetak tablet Courtoy Layer, mesin granulasi kering
Kikusul, alat uji kerapuhan Erweka TA3R, alat uji kekerasan
Erweka Apparatebau, mesin penyalut film Thai coater-25, mesin
pengisi kapsul semi otomatis Forecma, mesin emulsi mixing salep
Minoga HS 100S, mesin pengisi salep Ganzhom Gasti, mesin
pengisi sirup Jih Cheng, mesin pemanas air Vasel Double Jacked
Pharmeq, mesin strip tablet Single Roll Lyon, mesin strip tablet
Chental Roc, mesin tablet Single Roll Chung Yung, mesin
pengemas sekunder Labelling jih Cheng dan mesin penutup botol
Jih Cheng.

3.5 Struktur Organisasi dan Tugasnya


Berdasarkan surat keputusan Kasal No.117/K1/1984 tanggal 11 November
1984 tentang Organisasi dan Prosedur Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut yang
sekarang diganti dengan keputusan Kasal No.1551/XII/2008 tanggal 22 Desember
2008 dibentuklah suatu struktur organisasi Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut
yang terdiri dari 3 unsur, antara lain:

54
1. Unsur pimpinan, yaitu Kepala Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut,
2. Unsur pelayanan, yaitu Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam, dan
3. Unsur pelaksana, yaitu Kabag/Kasubbag/karyawan. Struktur Organisasi
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut dapat digambarkan sebagai
berikut.Dalam struktur organisasi Lafial tidak dicantumkan bagian QA,
meskipun tidak dicantumkan Ka.Lafial menerbitkan SP internal yang
menyatakan bahwa kepala bagian QA dijabat oleh KABAG DIKLITBANG.
3.5.1 Unsur Pimpinan
Unsur Pimpinan Lafial dipimpin oleh Kepala Lafial yang dijabat oleh
seorang apoteker.Kepala Lafial merupakan pembantu dan pelaksana dari
Kadiskesal dibidang kefarmasian.Tugas dan kewajibannya adalah
menyelenggarakan pembinaan Lafialserta pengendalian semua unsur di
bawahnya, termasuk program kerja sehingga sasaran program di bidang
produksi dengan menerapkan CPOB terealisasikan. Selain itu, bertanggung
jawab dalam mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan program kerja
sehingga berdayaguna, sertaberhak mengajukan pertimbangan kepada
Kadiskesal mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tugas Lafial.

3.5.2 Unsur Pelayanan


Unsur Pelayanan Tata Usaha dan Urusan Dalam (TAUD) dipimpin oleh
Kepala TAUD.Tugas dan kewajibannya bertanggung jawab penuh kepada
Kepala Lafial. Tata usaha dan urusan dalam terdiri dari:
1) Urusan Tata Usaha (UrTU) Urusan tata usaha bertugas melaksanakan
pelayanan administrasi umum di lingkungan Lafialtermasuk membantu
menyiapkan data-data pelaksanaan fungsi Lafialuntuk bahan penyusunan
laporan Lafial.
2) Urusan Dalam (UrDal) Urusan dalam bertugas melaksanakan urusan
dalam di lingkungan Lafial. Dalam melaksanakan tugasnya UrDal
menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Melaksanakan pengamanan atau penjagaan di dalam kompleks Lafial.
b. Melaksanakan penegakan disiplin anggota dan tata tertib pengunjung.

55
c. Melaksanakan pengaturan fasilitas sarana, perbengkelan, termasuk
fasilitas pengelolaan limbah cair dan padat.
d. Melaksanakan pelayanan angkutan personil dan material.
3) Urusan Administrasi Personalia (URMINPERS) Urusan administrasi
personalia bertugas mengatur masalah kesejahteraan karyawan dan
kenaikan pangkat dan jabatan serta melakukan seleksi untuk memperoleh
karyawan honorer.
4) Urusan Keuangan (UrKeu) Urusan keuangan bertugas melaksanakan
administrasi keuangan termasuk melaksanakan pengurusan serta
pembayaran gaji dan lain-lain yang berhubungan dengan tugasnya.
3.5.3 Unsur Pelaksana
Unsur Pelaksana Unsur pelaksana terdiri atas empat bagian, yaitu
Bagian Pendidikan Penelitian dan Pengembangan (DIKLITBANG), bagian
Pengawasan Mutu (WASTU), bagian Material Kesehatan (MATKES) dan
bagian Produksi.
A. Bagian Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan
(DIKLITBANG)
Litbang merupakan suatu bagian dari Lafialyang mengurus tentang
pendidikan, penelitian, dan pengembangan untuk kepentingan Lafial seperti
menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kefarmasian untuk
melaksanakan produksi, farmasi matra laut, farmasi militer, pendidikan dan
latihan tenaga kefarmasian serta menyusun rencana dan program
pelaksanaannya, serta sesuai dengan SP internal Ka Lafial menyatakan bahwa
bagian pendidikan, penelitian dan pengembangan juga melaksanakan
kegiatan yang berkaitan dengan pemastian mutu. Bagian Pendidikan
Penelitian dan Pengembangan terdiri dari dua sub bagian, yaitu :
2) Sub bagian Pendidikan dan Pelatihan, Sub bagianini bertugas menyiapkan
dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan personil di bidang farmasi,
terutama pelatihan CPOB secara rutin
3) Sub bagian Penelitian dan Pengembangan Sub bagian ini yang mengurus,
menyiapkan serta melaksanakan uji coba dalam rangka pengembangan

56
produksi dan penelitian farmasi matra laut untuk mendukung kegiatan
operasi militer khusus di laut, memantau perkembangan ilmu matra laut
serta melakukan uji coba dan latihan.
Bagian ini mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:
a. Melaksanakan uji coba bidang obat-obatan, sediaan farmasi dan kimia.
b. Melaksanakan pengambilan, penyimpanan, dan pengamatan
Setiap item produk secara berkala dalam rangka melaksanakan validasi
mutu
c. Koordinasi dengan pihak terkait baik di lingkungan Lafial maupun
Diskesal, perguruan tinggi maupun TNI-AL/TNI lainnya untuk
melaksanakan penelitian dan pengembangan farmasi.
d. Melaksanakan pelayanan dan bimbingan pendidikan bagi mahasiswa
yang melakukan penelitian dan praktek kerja lapangan di Lafial.
e. Melaksanakan uji coba untuk menyempurnakan dan mengembangkan
formula obat Lafial.
f. Melanjutkan kegiatan peningkatan pengetahuan dan pelatihan tentang
ilmu farmasi khususnya mengenai CPOB bagi karyawan Lafial dalam
rangka meningkatkan keterampilan.
g. Koordinasi dengan pihak terkait baik di lingkungan Lafial maupun
Diskesal, perguruan tinggi maupun TNI-AL/TNI lainnya untuk
melaksanakan penelitian dan pengembangan farmasi.
B. Bagian Pengawasan Mutu (WASTU)
Badan Pengawasan Mutu (WASTU) bertugas menyelenggarakan
pengawasan atau pengujian mutu pada bahan baku, produk setengah jadi,
produk jadi dan bahan kemas untuk produksi obat Lafial. Selain itu wastu
juga bertugas memastikan semua mutu obat, makanan maupun minuman
yang keseluruhan digunakan oleh kalangan TNI-AL walaupun bukan
diproduksi oleh Lafial.
Tiga kebutuhan dasar dari suatu pengawasan mutu adalah sumber daya
yang terdiri dari manusia, peralatan, tugas dan sasaran. Berikut merupakan

57
alur proses pemastian mutu bahan baku yang dilakukan oleh Bagian
Pengawasan Mutu:
1) Bahan baku yang datang disimpan dalam gudang Diskesal.
2) Dilakukan sampling oleh bagian pengawasan mutu, sampel diambil secara
acak dengan menggunakan rumus 1+√n sejumlah minimal 4 sampel.
3) Sampel yang telah disampling kemudian diperiksa mutunya sesuai dengan
spesifikasi yang tercantum dalam Certificate of Analysis.
4) Setelah pengujian selesai bahan baku diberikan label hijau jika lulus
pengujian yang artinya memenuhi persyaratan atau diberikan label merah
jika bahan baku tidak memenuhi persyaratan.
Produk jadi yang telah diproduksi dalam skala kecil pemeriksaan
mutunya tergantung pada bentuk sediaan yang dihasilkan. Jika dalam skala
kecil produk sudah memenuhi persyaratan mutu maka kegiatan produksi
dapat dilakukan dalam skala besar, namun selama proses produksi
berlangsung tetap dilakukan In Process Control (IPC). Pemeriksaan mutu
yang dilakukan oleh Bagian pengawasan mutu di Lafial, terdiri dari tiga Sub
bagian, yaitu :
1) Sub bagian Laboratorium Instrumen, bertugas melaksanakan pemeriksaan
menggunakan instrumen analisis fisikokimia bahan baku obat, obat
setengah jadi dan obat jadi, dalam rangka pengawasan mutu obat Lafial
serta pengawasan obat dan makanan di lingkungan TNIAL.
2) Sub Bagian Laboratorium Kimia, bertugas melaksanakan pemeriksaan
secara kimiawi bahan baku obat, obat setengah jadi, obat jadi dan bahan
pengemas, dalam rangka pengawasan obat dan makanan di lingkungan
TNIAL.
3) Sub Bagian Laboratorium Mikrobiologi, bertugas melaksanakan
pemeriksaan secara mikrobiologi bahan baku, obat setengah jadi dan
bahan pengemas dalam rangka pengawasan obat dan makanan di
lingkungan TNIAL. Pemeriksaan di laboratorium ini meliputi:
a) Uji sterilisasi, seperti bahan baku dan bahan penolong.
b) Uji potensi antibiotik, seperti Amoksisilin, Kloramfenikol, Tetrasiklin.

58
c) Uji terhadap kualitas air, meliputi pemeriksaan bakteri patogen
Escherichia coli dan bilangan kuman.
d) Uji kebersihan ruang produksi, meliputi ruang produksi β-laktam dan
non β-laktam serta peralatan yang digunakan.

C. Bagian Material Kesehatan (MATKES)


Bagian Material Kesehatan (MATKES) bertugas melakukan
penyediaan bahan baku produksi, pemeliharaan material kesehatan,
penanggung jawab gudang Lafialdan perencanaan produksi. Bagian ini
terlibat secara langsung semua kegiatan dari tibanya bahan baku di gudang
Diskesal yang kemudian diuji mutunya oleh Bagian Pengawasan Mutu, jika
bahan baku dinyatakan lulus maka Bagian Matkes membuat SPP (Surat
Perintah Produksi) agar proses produksi dapat segera berjalan. Bagian Matkes
juga bertanggung jawab terhadap pemeliharaan semua alat yang terdapat
diruang produksi hingga pada pengolahan limbah produksi. Bagian Matkes
terdiri atas tiga Sub Bagian, diantaranya:
1) Sub Bagian Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi yang dilakukan oleh MATKES didasarkan pada
permintaan dari fasilitas kesehatan TNI-AL seluruh Indonesia dan
kebutuhan setahun sebelumnya.Kemudian dilakukan perhitungan
kebutuhan biaya produksi yang dibandingkan dengan anggaran Lafial.
Bila terjadi kelebihan biaya produksi, maka dilakukan penyeleksian
sediaan farmasi yang esensial dan non esensial dimana untuk pembuatan
sediaan farmasi non esensial akan diatur sedemikian rupa sehingga
mencukupi anggaran dana Lafial.Setelah dilakukan perencanaan,
MATKES akan mengadakan pemilihan rekanan perusahaan yang akan
bekerja sama sebagai pemasok bahan baku obat, bahan penolong dan
kemas dalam sistem pelelangan terbuka, kemudian ditentukan rekanan
yang menawarkan harga efisien dan sesuai dengan anggaran Lafial.
Tujuan pelelangan itu sendiri adalah agar didapatkan pemasok dengan
hargabahan yang ekonomis. Kemudian perusahaan yang ditunjuk akan

59
mengirimkan bahan sesuai dengan pesanan, untukbahan baku obat
dikirimkan langsung ke gudang P2 MATKES di DISKESAL, yang
kemudian akan berkoordinasi dengan gudang MATKES Lafial, sedangkan
untuk bahan penolong dan bahan pengemas pengiriman langsung diterima
oleh gudang MATKES Lafial. Bahan-bahan yang diterima akan dilakukan
pemeriksaan dokumen dan kesesuaian bahan, bila telah sesuai dilakukan
sampling oleh WASTU dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Bahan
yang sudah dinyatakan lulus spesifikasi akan didistribusikan ke gudang-
gudang MATKES.
2) Sub Bagian Depo Produksi
Dalam Sub Bagian Depo Produksi, Lafialmemiliki gudang yang terbagi
menjadi 7 bagian, yaitu:
a. Gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk tablet dankapsul
b. Gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk sediaan cair
c. Gudang bahan baku produk non beta-laktam
d. Gudang bahan baku produk beta-laktam
e. Gudang produk jadi beta-laktam
f. Gudang produk jadi non beta-laktam
g. Gudang bahan cairan
Gudang Lafial berada dibawah pengawasan Bagian MATKES,
dimana keluar masuknya barang dari gudang harus sesuai dengan prosedur
yang telah ditentukan gudang bahan cairan atau mudah
terbakar.Penyusunan barang-barang di dalam gudang berdasarkan FIFO,
FEFO dan alfabetik, dilengkapi dengan alat pengatur udara dan
kelembaban.
3) Sub Bagian Pengendalian dan Pemeliharaan Material (DALHARMAT)
Bertugas dalam pemeliharaandan pengendalian material kesehatan.
Pemeliharaan terhadap alat-alat yang mengalami gangguan dan kerusakan
yang dilakukan oleh petugas internal, kemudian apabila tidak tertangani
akan ditangani dari pihak luar, serta menginventarisasialat dan bahan yang
ada di Lafial, tetapi tidak dalam pengadaan alat. MATKES hanya

60
mengajukan permintaan alat ke Kementerian Pertahanan Republik
Indonesia.

D. Bagian Produksi
Bagian produksi merupakan suatu unit pelaksana Lafial yang bertugas
menyelenggarakan pembuatan obat atau produksi obat. Dalam hal ini, Lafial
hanya memproduksi obat-obat golongan non-beta laktam yang terdiri dari
kegiatan pembuatan tablet, kapsul dan cairan sampai dilakukannya
pengemasan.
Kegiatan produksi dapat dilaksanakan apabila telah ada SPP (Surat
Perintah Produksi) yang telah diterima oleh Kepala Bagian Produksi yang
akan dicatat dan dibukukan. Kemudian diteruskan ke sub Bagian produksi
yang terlibat untuk dibuat jadwal pelaksanaan produksi dan disiapkan
peralatan, ruang dan personil untuk keperluan tersebut.
Produksi dilakukan mengikuti prosedur yang tertera pada SOP obat
Lafialyaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk
(PPI) yang langkah-langkahnya dicatat pada Catatan Pengolahan Batch
(CPB) yang diparaf oleh petugas pelaksana dokumentasi. Selama produksi,
mutu sediaan di pantau oleh Bagian WASTU. Pada saat dilakukan
pemantauan atau pemeriksaan ini maka produksi tidak dapat diteruskan.
Kegiatan produksi diteruskan setelah memperoleh tanda lulus dari Bagian
WASTU.

Gambar 3.1 Proses produksi

61
3.6 Sumber Daya Manusia
Personil di Lafial Drs. Mochamad Kamal memiliki pendidikan apoteker,
asisten apoteker, sarjana muda administrasi, sarjana teknik kimia, D3 farmasi, D3
Analis dan lain-lain. Berdasarkan statusnya ada tiga golongan, yaitu:
1. Militer: pamen, pama, bintara dan tamtama
2. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
3. Calon pegawai dan pegawai honorer
Waktu kerja di Lafial:
1. Hari Senin-Kamis : pukul 07.00-15.00 WIB
2. Hari Jumat : pukul 07.00-15.30 WIB

3.7. Produksi
3.7.1 Alur Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk kegiatan produksi di industri
LAFIAL berasal dari beberapa supplier yang telah dipercaya memiliki
standar COA sesuai dengan kebutuhan produksi di industri LAFIAL.
Adapun alur bahan baku di industri LAFIAL dapat dilihat pada gambar 3.2
alur bahan baku. Bahan baku yang datang dari supplier terlebih dahulu di
periksa oleh apoteker dan operator yang ada di gudang, pemeriksaan bahan
baku yang datang meliputi dokumen pengiriman barang lalu mencocokkan
dengan fisik barang yang diterima, dan Certificate Of Analysis (COA).
Selanjutnya bahan baku yang telah memenuhi spesifikasi pemesanan di
berikan label kuning untuk selanjutnya di karantina. Setelah bahan baku di
karantina kemudian dilakukan pengambilan sampling oleh pihak QC untuk
dilakukan pengujian terhadap bahan baku tersebut. Hasil release dari pihak
QC kemudian diserahkan ke pihak gudang, untuk bahan baku yang
memenuhi spesifikasi kemudian diterima dan di beri label hijau, kemudian
di simpan sesuai dengan tempat penyimpananya. Bahan baku yang tidak
sesuai dengan spesifikasi maka bahan baku tersebut di tolak dan di
kembalikan kepada supplier.

62
Gambar 3.2 Alur Bahan Baku

3.7.2 Alur Bahan Kemas


Bahan kemas yang digunakan untuk kegiatan produksi yang
digunakan untuk kegiatan produksi di industri LAFIAL berasal dari
beberapa supplier yang telah dipercaya memiliki standar sesuai dengan
kebutuhan produksi di industri LAFIAL. Adapun alur bahan kemas yaitu
sebagai berikut:
a) Bahan kemas diterima oleh petugas gudang, kemudian pihak gudang
akan memeriksa bahan kemas yang datang dengan mencocokkan
dokumen atau faktur pemesanan apakah sudah sesuai dengan bahan
kemas yang dipesan dan sudah memenuhi spesifikasi yang di pesan.

63
b) Selanjutnya pembungkus bahan kemas dibersihkan dari debu yang
mungkin tertempel saat penerimaan seelum disimpan dalam gudang
oleh petugas gudang.
c) Kemudian bahan kemas dikarantina diberi label kuning oleh petugas
gudang.
d) Dilakukan pengujian oleh QC terhadap bahan kemas tersebut, bahan
kemas yang dinyatakan sesuai dengan spesifikasi dinyatakan lulus
dan diberi label hijau.
e) Selanjutnya bahan kemas disimpan sesuai dengan tempat
penyimpanannya untuk selanjutnya didistribusikan keruangan
produksi.

Gambar 3.3 Alur Bahan Kemas

3.7.3 Produksi Industri LAFIAL


Produksi dilaksanakan berdasarkan permintaan diskesal (Dinas
Kesehatan Angkatan Laut) yang kemudian dibuat perencanaan produksi oleh
bagian research and development, produksi dan bagian validasi, kemudian
dilakukan permintaan bahan baku dari gudang bahan baku, selanjutnya bahan

64
baku disiapkan untuk ditimbang kemudian diteruskan ke bagian produksi
untuk dilakukan proses produksi sampai dalam bentuk produk jadi.
Tata letak ruang produksi dirancang untuk memudahkan kegiatan
produksi sehingga produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara
ruangan yang satu dengan ruangan lain mengikuti tahapan produksi dan
dirancang menurut kelas kebersihannya. Area ruangan produksi memiliki
luas area kerja yang cukup, hal ini dibuat untuk memudahkan penempatan
peralatan dan bahan sesuai dengan alur prosesnya.
Kontruksi dinding pada area produksi dibuat dengan menggunakan bata
atau beton padat hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pengaruh cuaca
dari luar ruangan. Kontruksi lantai diarea produksi dibuat dari bahan yang
kedap air dengan permukaannya yang rata (lapisan epoksi), hal ini dilakukan
untuk memudahkan pembersihan apabila terjadi tumpahan bahan. Pada area
produksi antara lantai dan dinding berbentuk lengkungan. Fiting lampu dibuat
rata dengan langit-langit dan diberi lapisan, hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya kebocoran udara. Pipa-pipa yang terpasang pada ruang produksi
tidak menempel pada dinding tetapi digantungkan dengan menggunakan
siku-siku hal ini dilakukan untuk memudahkan pembersihan. Terdapat
ventilasi pada setiap ruangan produksi dengan menggunakan sistem
pengendali udara dengan filter yang memiliki efisiensi yang berbeda yang
berfungsi untuk mengcegah pencemaran silang, pada ruang produksi juga di
atur suhu dan kelembapan udara sesuai dengan stabilitas produk yang di buat.

Pada area ruang pengemasan dibuat dengan desain yang spesifik,


didalam ruang pengemasan terdapat gudang kecil yang digunakan untuk
menyimpan bahan kemas yang akan digunakan. Pada area pengemasan di
buat line atau jarak pada setiap kegiatan pengemasan yang sedang
berlangsung, hal ini dilakukan untuk mencegah ketercampuran dengan
produk lain.

65
Fasilitas penunjang lain yang terdapat pada area produksi yaitu adanya
loker ganti pakaian, loker penyimpanan barang-barang personil serta sarana
cuci tangan di dalam ruang antara sebelum memasuki area produksi.

1. Produksi Tablet
Pelaksanaan produksi tablet berdasarkan catatan produksi batch record,
hal ini berisi seluruh kegiatan produksi meliputi formula, spesifikasi bahan
baku dan pengemas, spesifikasi obat jadi, alat yang digunakan, tahap-tahap
pengelolaan meliputi kebersihan alat, penimbangan dan pembuatan,
pengawasan dalam proses IPC, data deviasi dan pernyataan serah terima
berupa produk ruahan kebagian produksi. Alur produksi tablet dapat dilihat
pada Gambar 3.4
Alur produksi tablet:

a) Bahan baku diambil dari gudang utama penyimpanan bahan baku, sesuai
dengan kebutuhan produksi. Bahan baku yang digunakan untuk produksi
adalah bahan baku yang sudah dinyatakan lulus.
b) Semua bahan baku kebutuhan produksi ditimbang, kemudian semua
bahan yang telah ditimbang bahan baku di karantina.
c) Selanjutnya bahan baku dikirim ke ruang pencampuran untuk dilakukan
pencampuran dan granulasi untuk dilakukan proses pencampuran.
Semua bahan baku tablet dimasukan kedalam alat pencampuran (mixer)
dan ditambahkan larutan pengikat sedikit demi sedikit secara terus
menerus pada suhu tertentu hingga terbentuk massa tablet yang
dikehendaki, alat yang digunakan untuk pencampuan tablet yaitu Mixing
Machine.
d) Setelah proses pencampuran selesai dilanjutkan dengan proses granulasi
basah yang dilanjutkan dengan proses pengayakan. Proses granulasi
dengan menggunakan mesin granulator Osculating Granulator yang
dilengkapi dengan pengayak.
e) Granulat hasil proses granulasi basah di oven dengan suhu 50-600C
selama satu jam. Bila dalam proses pencampuran menggunakan pelarut

66
alkohol atau bahan lain yang mudah menguap, maka oven harus
dilengkapi dengan fasilitas pendeteksi kelebihan uap, hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya ledakan karena uap. Pengeringan granulat
basah juga dapat juga menggunakan mesing pengering Fluid Bed Dryer
(FBD).
f) Granulat yang sudah kering kemudian diayak dengan menggunakan
ayakan mesh No. 16. Pada granul yang telah dikeringkan dilakukan In
Process Control (IPC) berupa susut pengeringan dan keseragaman kadar.
g) Granulat yang telah melewati IPC kemudian dicampur dengan zat
pelincir dan zat lain dengan menggunakan double cone mixer. Sebelum
tablet dicetak dilakukan pengujian oleh QC, apabila telah dinyatakan
memenuhi syarat dan lulus uji mutu selanjutnya dilakukan proses
pencetakan tablet.
h) Granulat yang telah dinyatakan lulus uji mutu kemudian dicetak dengan
menggunakan mesin pencetak tablet, pada umumnya kecepatan untuk
mesin pencetak tablet yaitu 40-50 RPM. Selanjutnya tablet cetak
dilakukan pemeriksaan terhadap tablet cetak meliputi: waktu hancur,
kerapuhan, kekerasan, keseragaman bobot, disolusi, bobot, tebal dan
diameter.
i) Setelah tablet dicetak dan dinyatakan memenuhi syarata dan lulus uji
terhadap semua uji yang dilakukan oleh QC, kemudian dilakukan
pengemasan primer dengan menggunakan mesin stripping/blistering
yang disertai dengan pencetakan no batch, HET dan expired date. Pada
tablet yang telah di stripping/blistering dilakukan uji kebocoran apa bila
telah dinyatakan lulus dan memenuhi syarat dilakukan tahap selanjutnya.
j) Tahap terakhir adalah pengemasan sekunder, tablet yang sudah
dinyatakan lulus kemudian dilakukan pengemasan sekunder.
Pengemasan sekunder meliputi semua tablet dimasukan kedalam dus
karton yang telah dicetak no bacth, HET dan expired date. Produk jadi
kemudian di distribusikan dan disimpan di gudang penyimpanan produk
jadi. Alur pembuatan tablet dapat dilihat pada gambar 3.4.

67
Contoh tablet yang di produksi oleh industri LAFIAL yaitu Antalgin Tab,
Antidiare Tab, Kloroquin Tab, Imodial Tab, Anti Influensa Tabisodoxal
Tab, Ponstal Tab, Sulfatrim Tab, Tetrasiklin Kaplet, Vitaneuron Tab,
Simetidin Tab, Vitarma Tab, Prednison Tab, Dexametason Tab,
Ketokonazol Tab, Metilprednisolon Tab, Ranitidin Tab, Tiampenal
Kaplet. Produksi tablet yang dilakukan di industri LAFIAL sudah sesuai
dengan persyaratan yang tercantum dalam CPOB.

Gambar 3.4 Proses Produksi Tablet


2. Produksi Liquid/syrup
Pada pembuatan sirup terdapat 2 alur bagian yaitu bagian
pengelolaan dan pengemasan. Bahan baku pembuatan sirup padat dan
cairan yang ada diruang penyimpanan ditimbang di bagian penimbangan
produksi sirup, bahan yang ditimbang kemudian diletakan di ruang staging
(ruang tunggu) dan sisa bahan yang tidak di pakai diletakkan diruang
khusus penyimpanan bahan. Bahan baku tersebut kemudian dicampur
dengan zat tambahan seperti pemanis dan pewarna kedalam mixing tank
yang sebelumnya telah diisi purifed water disertai pemanasan

68
menggunakan uap air dan mixer yang terus berputar. Pencampuran
dilakukan pada suhu panas 900C agar lebih mudah larut dan homogen,
kemudian didinginkan. Bahan baku yang tidak tahan pemanasan di
campurkan ketika larutan sudah dingin.
Proses selanjutnya adalah pengambilan sampel untuk pengujian pH,
Pemeriaan, Bobot Jenis, Viskositas, Uji Homogenitas, Uji Mikrobiologi.
Setelah itu ditambahkan Purifed Water yang sudah dipanaskan 900 C
sampai batas yang dikehendaki. Larutan sirup yang sudah siap untuk
proses selanjutya dimasukan kedalam botol PET
(PolyethylenenTherapthalate) yang telah dicuci dengan Purifed Water dan
dipanaskan pada suhu 700C selama 2 jam, sementara tutup botol dicuci
dengan air olahan dan Purifed Water serta alkohol 70%. Larutan sirup
dipindahkan dalam tangki pengisi (filling) setelah dilakukan penyaringan.
Proses pengisian dan penutupan dilakukan secara otomatis, selama
pengisian dilakukan pengawasan selama volume terpindahkan secara
visual dan pengecekan tutup botol apakah terdapat kerusakan atau tidak.
Dilakukan uji kebocoran dengan menggunakan vacuum tester, kemudian
disimpan diruang antara untuk menunggu hasil dari pemeriksaan QC.
Setelah lulus dari pengujian oleh QC, produk kemudian dikemas dan
disimpan digudang penyimpanan produk jadi. Contoh produk cair yang di
produksi oleh industri LAFIAL yaitu Cough sirup, sirup Diphenhidramin,
sirup Parasetamol.
3.8. Air Handling Unit/Heating Ventilating Air Conditioner (AHU/HVAC)
Industri LAFIAL memiliki AHU dengan sistem yaitu resirkulasi, dengan
fresh air atau udara bersih sebanyak 15% dan udara yang diresirkulasi 85%. AHU
mengatur untuk pengendalian udara yang masuk dan keluar ruang produksi, sistem
ini berfungsi untuk :

 Mencegah kontaminasi silang dalam proses pembuatan obat


 Mencegah pencemaran lingkungan akibat kegiatan produksi
 Menciptakan kondisi optimal untuk menajaga kualitas produk

69
AHU mengalirkan udara sesuai dengan kebutuhan pada tiap ruangan atau
kelas ruangan, AHU tidak dioperasikan selama 24 jam AHU dioperasikan dua jam
sebelum proses produksi dimulai. Skema gambar AHU yang terdapat di PT Harsen
Laboratories dapat dilihat pada Lampiran 2, adapun bagian-bagian atau komponen
AHU di PT Harsen Laboratories terdiri dari :
a) Prefilter
Prefilter ini berfungsi untuk menyaring udara dengan efisiensi 25-35%.
Prefilter terdiri dari dua jenis yaitu :
 Washable filter, filter ini memiliki efisiensi 80-85% ,filter ini bisa gunakan
secara berulang-ulang dengan maksimal penggantian 5 kali. Biasanya
pembersihan filter ini dilakukan dalam satu bulan sekali.
 Disposible filter, filter ini hanya bisa digunakan untuk satu kali pemakaian,
biasanya filter ini diganti dalam jangka waktu 3 bulan sekali.
b) Medium Filter
Filter ini berfungsi menyaring partikel udara dengan efisiensi 90-95%.
c) Cooling Coil dan Heating Coil
Mengatur suhu didalam ruangan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
dan menghilangkan kelembapan udara.
d) Hepa Filter
Berfungsi untuk mengatur udara yang masuk kedalam ruangan tergantung
dari persyaratan anatar kelas ruangan. Hepa filter yang digunakan itu memiliki
efisiensi 99,99%.
Parameter kritis dalam kualifikasi kinerja HVAC pada umumnya adalah
sebagai berikut:
a) Jumlah partikel, disesuaikan dengan jenis kelas ruangan dan keadaan
operasional maupun non operasional.
b) Suhu dan RH, keduanya sangat berkaitan jika pada area produksi terdapat
penyimpangan dari suhu maupun RH maka kualitas dri produk yang
dihasilkan menjadi tidak baik.
c) Jumlah pertukaran udara dalam ruangan, yang diukur dengan menggunakan
alat anemometer atau balometer.

70
d) Perbedaan udara antar ruangan, menurut CPOB perbedaan tekanan udara
antar kelas ruangan sebesar 10-15Pa dan menurut ISO 14644-3 aneks B5
direkomendasikan 15Pa, untuk kelas yang kebersihan yang sama secara
umum disepakati 5Pa. Pengukuran perbedaan tekanan dapat diukur dengan
melihat manometer yang terpasang pada ruangan atau alat dengan alat
pengukur perbedaan tekanan portable. Pada umumnya manometer terpasang
pada masing-masing pintu ruangan. Pencatatannya secara manual dalam
interval waktu tertentu. Pada gedung yang sudah menerapkan Build
Automatic System (BAS), pencatatan secara real time dan dibaca di komputer.
e) Jumlah mikroba, batas mikroba sebaiknya ditetapkan terutama untuk kelas
kebersihan, A,B,C dan D sesuai dengan CPOB.

3.9 Sistem Pengelolahan Air (SPA)


Air rumah tangga dibagi 2 yaitu air bersih dan air minum, untuk syarat
dikategorikan air bersih harus tidak mengandung Klorin dan syarat untuk
dikategorikan air minum harus mengandung zat-zat yang dibutuhkan seperti
Besi, Mangan, Klorida.
Air di industri Farmasi Lafial memiliki 6 tahapan diantaranya ialah :
1. Raw water
2. Aqua demineralisasi
3. Purified water (PW)
4. HPW
5. Water for injection
6. Aqua free pirogen
Kegunaan air tersebut di industri farmasi yaitu :
1. Aqua demineralisasi
Untuk pembilasan alat produksi non steril sebelum digunakan
2. PW & HPW
Untuk produksi non steril
3. Water for injection
Untuk produksi injeksi, ampul vial

71
4. Aqua free pirogen
Untuk produksi infus. 20 – 25L bisa untuk mengoplos, diatas 20L
aqua harus bebas pirogen, 500 – 1000L untuk irigasi

Gambar 3.5 Skema Sistem Pengelolahan Air di Lafial

Pipa di Lafial menggunakan pipa stenles steel 310R. Asam klorida 32-
37% untuk kation, resin 25 L. NaoH 40% untuk anion, resin 20 L.

3.10 Pengolahan Limbah

Limbah dapat menghasilkan dampak yang merugikan jika tidak


ditangani dengan benar.Adapun tujuan adanya sistem penanganan limbah
adalah untuk menghindari pencemaran air tanah serta menghindari
penyebaran kuman patogen.Limbah dari industri farmasi ada tiga macam
yaitu limbah padat, limbah cair, limbah udara dan limbah suara.Adapun
limbah yang dihasilkan oleh Lafial ialah berupa limbah padat dan limbah cair.
1) Limbah Cair
Limbah cair di Lafial berasal dari limbah domestik dan limbah
produksi.Limbah produksi dibagi menjadi dua macam yaitu limbah cair
beta laktam dan limbah cair non beta laktam. Penanganan limbah cair beta
laktam dilakukan dengan cara didestruksi terlebih dahulu dengan NaOH
sampai pH 8-10 kemudian didiamkan selama kurang lebih 2 jam. Setelah
itu dinetralkan dengan asam sulfat sampai pH kurang lebih 7, sebelum
disatukan dengan limbah cair non beta laktam dan limbah cair dari
laboratorium. Limbah cair tersebut ditampung dalam bak penampungan
flokulasi, kemudian dialirkan ke dalam bak penampungan sedimentasi

72
yang akan bergabung ke bak limbah domestik. Kemudian di cek lagi
dengan ditampung ke dalam bak yang berisi CaOCl, masuk ke bak proses
augmentasi, kemudian masuk ke bak flokulasi dan kemudian dialirkan ke
kolam pengendapan sedimentasi. Di kolam pengendapan tersebut limbah
diberi arang aktif untuk mengendapkan partikel-partikel.Selanjutnya air
limbah tersebut dialirkan ke kolam indikator yang berisi ikan mas.Apabila
ikan mas tersebut tidak mati maka aman hasil pengolahan air limbah
tersebut dialirkan ke sungai. Apabila ikan mas tersebut mati maka ada
kesalahan dalam pengelolaannya air limbah tersebut.
2) Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan berupa wadah atau bahan pengemas
bahan baku yang digolongkan ke dalam bahan beracun dan berbahaya.
Penanganan limbah padat yang berupa debu-debu yang dihasilkan selama
proses produksi dikumpulkan dengan dust collector yang terdapat di ruang
produksi, untuk selanjutnya dibakar dengan menggunakan incenerator
pada suhu 1000-1500ºC selama kurang lebih 4 jam. Sisa pengolahan
limbah padat yang berupa abu bisa langsung dibuang atau ditanam,
sedangkan sisa pengolahan limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya)
harus diolah kembali di PPLI.B3 merupakan bahan yang sifat dan
konsentrasinya baik secara langsung langsung maupun tidak langsung
dapat mencemarkan dan merusak lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia.Penanganan limbah padat ini dilakukan di
Rumah Sakit Angkatan Laut Dr. Mintohardjo Jakarta.

73
BAB IV
PEMBAHASAN

Industri farmasi merupakan industri yang mempunyai peran sebagai unit


pelayanan kesehatan (non profit oriented) dan sebagai institusi bisnis (profit
oriented). Peran industri farmasi sebagai unit pelayanan kesehatan adalah
memproduksi obat atau menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat supaya obat yang dihasilkan industri farmasi senantiasa terjamin mutu
dan kualitasnya.
Lafial merupakan salah satu unit pelaksana teknis Diskesal yang
berkedudukan langsung di bawah Kepala Dinas Kesehatan TNI AL. Lafial
mempunyai tugas pokok memproduksi obat-obatan untuk tujuan pelayanan
kesehatan anggota TNI Angkatan Laut beserta keluarganya dan instansi lain yang
terkait dan dukungan kesehatan bagi anggota TNI Angkatan Laut yang bertugas di
perbatasan. Namun sejak diberlakukannya BPJS bagi seluruh warga negara
Indonesia tak terkecuali PNS, anggota TNI dan POLRI maka pelayanan kesehatan
seluruh anggota TNI AL beralih ke BPJS sehingga saat ini kapasitas produksi obat
Lafial menurun drastis karena hanya menyediakan obat-obatan untuk tujuan
dukungan pelayanan kesehatan tertentu.
Saat ini LAFIAL Memproduksi obat sebanyak 33 obat. Untuk obat yang
mendapatkan Nomor Izin Edar ada 1 yaitu Parasetamol, sedangkan ada 2 obat yang
masih dalam proses untuk mendapatkan Nomor Izin Edar yaitu Ponstal dan
Imodial. Untuk 30 obat lainnya masih dalam proses pengajuan untuk mendapatkan
Nomor Izin Edar.
Kegiatan produksi yang dilaksanakan Lafial menggunakan dana APBN, oleh
sebab itu Lafial merupakan industri farmasi yang tidak berorientasi pasar ataupun
bisnis mencapai keuntungan (non – profit oriented). Obat-obatan yang diproduksi
Lafial merupakan me too product yaitu dengan mencontoh sediaan yang telah
beredar di pasaran.
Industri LAFIAL telah melaksanakan manajemen mutu sesuai dengan
ketentuan yang terdapat di CPOB dimana Industri LAFIAL memiliki struktur

74
organisasi yang termasuk dalam tipe struktur B. Pelaksanaan kegiatan dilakukan
secara sistematis dan konsisten sesuai dengan Prosedur Tetap (Protap) yang telah
dibuat. Dan setiap kegiatan dan tanggung jawab serta kewajiban di jabarkan dan di
uraikan secara baik kepada personil. Pelaksanaan manajemen mutu di Industri
LAFIAL telah memenuhi unsur dasar manajemen mutu yaitu suatu infrastruktur
atau sistem mutu yang tepat, yaitu mencakup struktur organisasi, prosedur, proses,
dan semua sumber daya serta tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan
kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, agar produk yang dihasilkan
akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Industri LAFIAL juga telah melaksanakannya sesuai dengan ketentuan yang
terdapat di CPOB dengan melakukan pemastian kualitas mutu produk di mulai dari
bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan, proses pembuatan dan
pengawasan mutu, fasilitas dan peralatan, serta personalia yang terlibat dalam
proses pembuatan sehingga produk memenuhi spesifikasi sesuai dengan izin edar
serta memenuhi kriteria efektif dan aman. Pemastian mutu dilakasankan oleh
Quality Assurance (QA) dan pengawasan mutu dilakukan oleh Quality Control
(QC). Pada sistem manajemen mutu, evaluasi kulitas produk juga dilaksanakan
pengkajian mutu produk (Produk Quality Review) yang dilaksanakan secara berkala
dan semua obat yang terdaftar didokumentasikan untuk membuktikan kesesuian
dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi.
Manajemen mutu juga bertanggung untuk pencapaian tujuan melalui suatu
kebijakan mutu yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Manajemen
puncak pada Industri LAFIAL merupakan bagian yang melaksanakan dan
menerapkan setiap kebijakan mutu dimana bertugas untuk menerbitkan dan
menandatangani ketentuan kebijakan mutu yang pelaksanaanya dibantu oleh kepala
bagian pemastian mutu.
Pedoman sistem manajemen mutu mengacu kepada persyaratan-persyaratan
CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Industri LAFIAL telah menerapkan
manajemen mutu tersebut.

75
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Pada
bagian personalia di CPOB diatur hal-hal mengenai personil kunci, organisasi,
kualifikasi dan tanggung jawab, serta pelatihan. Pada Industri LAFIAL, hal ini
dapat dilihat pada setiap personil diberikan tanggug jawab yang sesuai dengan
pengetahuan dan kemampuan masing masing personil dan tidak ada pemberian
tugas yang tumpang tindih.
Terdapat 4 (Empat) departemen dalam menjalankan kegiatan di Industri
LAFIAL yaitu departemen Wastu, departemen Produksi, departemen Diklitbang,
dan departemen Matkes. Dalam struktur organinasi Industri LAFIAL dimana
departemen Wastu, departemen Produksi, departemen Diklitbang, dan departemen
Matkes, Keempat departemen tersebut merupakan personil kunci dalam industri
farmasi. Setiap personil kunci berperan penting dalam membangun suatu
manajemen mutu yang baik. departemen Wastu, departemen Produksi, departemen
Diklitbang, dan departemen Matkes adalah seorang apoteker yang terdaftar dan
memiliki pengalaman praktis yang memadai pada bidang masing – masing
sehingga memiliki ketrampilan manajerial untuk melaksanakan tugas secara
profesional. Setiap bidang pekerjaan memiliki job description masing – masing
yang jelas dan rinci sehingga personil harus memahami tugas yang dikerjakan.
Lokasi Industri LAFIAL merupakan daerah bebas banjir. Ruangan
perkantoran, ruang produksi, ruang laboratorium, ruang Retained Sample dan
Stabilitas, gudang, Water Treatment System dan Air Handling Unit (AHU) terletak
secara terpisah. Setiap bangunan didesain sehingga terlindung maksimal dari
pengaruh cuaca, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung
binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Selain itu tersedia fasilitas seperti kantin,
sumber listrik, sumber air, sumber uap panas, sumber energi gas dan tata udara.
Sumber listrik berasal dari PLN, generator set dan Solar. Sumber air berasal dari
sumur dan air PAM. Sumber uap panas berasal dari boiler steam/ketel uap. Tata
udara berasal dari Heating Ventilation and air conditioning (HVAC) dan sumber
gas untuk kegiatan produksi, dapur dan laboratorium menggunakan LPG. Tenaga
listrik, lampu penerangan, suhu, kelembapan dan ventilasi di Industri LAFIAL di

76
atur dengan tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan terhadap
produk selama proses pembuatan dan penyimpanan.
Area penimbangan di Industri LAFIAL berada dalam satu area yang sama
dengan area produksi tetapi berada dalam ruangan yang terpisah dengan setiap
ruang produksi dan di desain khusus untuk kegiatan tersebut.
Area penyimpanan pada Industri LAFIAL memiliki kapasitas yang memadai
untuk menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk
seperti bahan awal dan bahan pengemas, dan produk jadi disimpan pada bangunan
tersendiri sedangkan produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam
status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang
dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran disimpan pada ruanga
tersendiri disimpan pada ruang tersendiri pada masing masing bangunan
penyimpanan. Terdapat area penerimaan yang dilengkapi fasilitas yang membantu
dalam pembersihan wadah barang sebelum dipindahkan ke tempat penyimpanan.
Untuk bahan atau produk dalam status karantina juga di simpan pada area tersendiri
serta diberikan penanda yang jelas di dalam setiap ruang penyimpanan. Pada area
penyimpanan bahan baku terdapat ruang pengambilan sampel yang dilengkapi
dengan Heating Ventilation and air conditioning (HVAC).
Area pengawasan mutu pada Industri LAFIAL terbagi menjadi Laboratorium
Kimia-Fisika, Laboratorium Mikrobiologi, Pengemasan (Packanging) dan
Retained Sample dan Stabilitas. Lantai pada Quality Control (Pengawasan Mutu)
menggunakan epoksi. Plafon pada area pengawasan mutu juga dilapisi dengan cat
epoksi. Tersedia Air Handling Unit (AHU) secara terpisah pada masing - masing
ruangan.
Sarana pendukung yang terdapat di Industri LAFIAL seperti kantin terletak
terpisah dengan area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Tersedia pula
loker untuk menyimpan barang untuk karyawan dimana loker wanita dan pria
disediakan terpisah. Tersedia juga toilet dalam jumlah yang cukup dan mudah di
akses serta tidak berhubungan langsung dengan area produksi, area penyimpanan
dan area pengawasan mutu. Ruang ganti pria maupun wanita dipisah dan berada

77
tersendiri dengan ruang produksi tetapi masih berhubungan langsung. Ruang
tersebut dipisahkan oleh pintu yang hanya dapat diakses oleh karyawan.
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat,
agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan utuk
memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi
silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal – hal yang umumnya berdampak
buruk pada mutu produk.
Peralatan yang dimiliki Industri LAFIAL telah memenuhi ketentuan CPOB.
Setiap mesin dan peralatan yang terletak di ruang produksi memiliki rancangan
bangunan dan konstruksi yang kuat, ukuran yang memadai, dipilih yang terbuat dari
stainless steel atau kaca atau bahan inert lainnya untuk mencegah terjadinya reaksi
kimia, adisi atau absorbsi oleh bahan – bahan dari peralatan. Semua peralatan
dilakukan kalibrasi dan kualifikasi secara berkala untuk memastikan bahwa
peralatan dan mesin dalam keadaan baik dan selalu siap untuk digunakan, sehingga
menjamin proses produksi dapat tetap berjalan dengan baik sehingga menghasilkan
produk yang berkualitas dan terjamin mutunya. Selain itu peralatan juga memiliki
prosedur tetap untuk operasional, pembersihan dan pemeliharaan, serta log book
untuk pemakaian alat.
Sanitasi dan hygiene merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan
untuk memberikan jaminan mutu produk, sehingga tingkat sanitasi dan hygiene
diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Di Industri LAFIAL menerapkan
sanitasi dan hygiene terhadap personil, bangunan dan fasilitas, peralatan dan
perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi,
dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.
Setiap personil yang berhubungan dengan pembuatan, pengolahan,
pengemasan, penyimpanan dan pengawasan mutu obat harus memperhatikan
hygiene dengan memakai alat kerja yang bersih dan memakai sepatu yang telah
disediakan. Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, head cover dan sarung
tangan berfungsi untuk mencegah kontaminasi terhadap produk dan juga menjaga
kesehatan personalia ketika bekerja.

78
Produksi di Industri LAFIAL dilakukan oleh personil yang kompeten dan
telah mengikuti pelatihan sebelumnya. Kegiatan produksi tersebut dimulai dari
penerimaan bahan awal, penimbangan, proses pembuatan (mixing, tableting,
coating, filling) sampai pengemasan (primer dan sekunder). Setiap obat diproses
dengan ruangan produksi yang berbeda-beda tergantung dari masing-masing
sediaan.
Setiap bahan awal, baik bahan baku maupun bahan pengemas dipasok dari
supplier yang telah disetujui dan diterima serta disimpan oleh bagian gudang.
Bahan baku tersebut dilakukan pengujian oleh bagian Wastu dan bahan baku
diberikan status karantina. Setelah mendapat hasil uji, bahan baku tersebut dapat
diputuskan statusnya apakah diluluskan atau ditolak. Kemudian, bahan baku
tersebut yang telah diluluskan dapat langsung didistribusikan oleh bagian gudang
ke bagian produksi dengan jumlah atas permintaan oleh bagian produksi.
Proses produksi selanjutnya adalah tergantung dari sediaan yang akan dibuat,
misalnya untuk membuat tablet langkah selanjutnya yang dilakukan adalah mixing
(pencampuran), setelah itu tabletting, kemudian coating dan dilakukan
pengemasan. Produk hasil proses (produk ruahan) yang dihasilkan tidak langsung
diproses, melainkan harus disimpan sementara diruang khusus meyimpan produk
ruahan yang dilengkapi dengan fasilitas AHU, sehingga suhu dan kelembapan
didalam ruang produk ruahan dapat terjaga. Kemudian, setelah bahan sudah dapat
digunakan, maka tahapan proses produksi selanjutnya dapat dimulai dan harus
dipastikan bahwa ruangan dan alat sudah dalam keadaan bersih.
Pengecekan dalam setiap proses pembuatan obat, dilakukan oleh bagian
produksi dan Wastu. Sedangkan, pengecekan selama proses (in process
control/IPC) dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya variasi hasil dari
setiap batch. In process control (IPC) dilakukan dengan cara melakukan sampling
dalam jumlah tertentu tergantung dari jenis prosesnya. Kemudian hasil dari IPC
tersebut akan dievaluasi dan akan ditindaklanjuti dengan tidakan korektif dan
tindakan pencegahan untuk meningkatkan efektifitas produksi
Salah satu bagian penting dalam CPOB adalah Pengawasan Mutu (Quality
Control/QC) yang berperan untuk memberikan kepastian bahwa produk secara

79
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Tanggung
jawab QC tidak hanya terbatas pada Laboratorium saja, tetapi harus terlibat dalam
semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) di Industri LAFIAL dilakukan
secara terpadu dan konsisten mulai dari pengambilan sampel, spesifikasi,
pengujian, dokumentasi dan prosedur pelulusn yang memastikan bahwa semua
pengujian yang dilakukan telah relevan. Bahan yang tidak diluluskan tidak dipakai
sampai mutunya telah dibuktikan bahwa memenuhi persyaratan dan produk yang
diluluskan.

Semua kegiatan yang dilakukan oleh Industri LAFIAL selalu


didokumentasikan dengan baik selain itu Industri LAFIAL juga telah melengkapi
dokumentasi yang telah dipersyaratkan CPOB 2018 adalah Standard Operating
Procedure (SOP), proses produksi, spesifikasi bahan, metode analisa, dokumentasi
validasi, batch record dan dokumetasi registrasi. Dokumen-dokumen tersebut
dibuat dalam form dan dicetak. Seluruh dokuem disimpan dengan baik dan
memiliki sistem penomoran yang dapat memudahkan dalam pencarian apabila
diperlukan. Dokumen yang sudah tidak berlaku akan disimpan dan diamankan
diruang arsip sehingga mudah untuk diketahui sejauh mana revisi dan pembaharuan
telah dilakukan.
Saat ini Industri LAFIAL telah melakukan kualifikasi dan validasi sesuai
dengan yang telah di persyaratkan CPOB meliputi Design Qualification (DO),
Installation Qualification (IQ), Operational Qualification (OQ), Performance
Qualification. Validasi yang dilakukan antara lain validasi proses, validasi metode
analisis, validasi pembersihan dan validasi proses aseptik semua ini dilakukan baik
terhadap aspek fasilitas, peralatan dan proses. Serta dilakukan revaidasi secara
berkala terutama bila ada perubahan yang dapat mempengaruhi kualitas dari produk
(misalnya perubahan mesin produksi).

80
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Industri LAFIAL merupakan suatu industri farmasi yang bergerak dalam
industri obat-obatan. Industri LAFIAL memproduksi berbagai macam
bentuk sediaan obat dan telah menerapkan aspek – aspek Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam setiap kegiatan produksi obat.
Industri LAFIAL adalah industri Non Profit Oriented, Industri LAFIAL
telah mendapatkan sertifikat Good Manufacturing Practice (GMP) atau
Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) Indonesia pada tahun 2012.
2. Produk yang dihasilkan oleh Industri Farmasi Lafial sudah memenuhi
syarat CPOB dan telah medapatkan No Registrasi untuk produk
Paracetamol dan 2 obat yang masih dalam proses untuk mendapatkan
Nomor Izin Edar yaitu Ponstal dan Immodial, dan untuk 30 obat lainnya
masih dalam proses pengajuan untuk mendapatkan Nomor Izin Edar.
3. Jumlah Apoteker yang terdapat di Industri LAFIAL yaitu sebanyak
berjumlah 15 orang yang terbagi kedalam departemen Diklitbang,
departemen Wastu, departemen Produksi, departemen Matkes.

5.2 Saran
1. Sebaiknya Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut mencantumkan di
Struktur Organisasi Bagian Pemastian Mutu (QA) dalam menjalankan
tugas sesuai dengan CPOB terkini untuk menghindari pekerjaan ganda
bagi bagian lain.
2. Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana–prasarana seperti melakukan
perawatan dan peremajaan mesin-mesin produksi agar dapat menunjang
proses dan hasil produksi yang lebih akurat, aman dan bermutu.
3. Suasana kerja yang nyaman dan kondusif di Lembaga Farmasi Angkatan
Laut perlu dipertahankan. Untuk memperlancar proses kerjasama maka
komunikasi yang terbuka harus dilaksanakan.

81
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018. Peraturan


KepalaBadan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
13 tahun 2018. Tentang Penerapan Pendoman Cara Pembuatan Obat Yang
Baik, Jakarta

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk


Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB Jilid I). Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia


No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Ikatan ApotekerIndonesia;
2009. Hal 2.

Dinas Kesehatan Angkatan Laut, 1999. Organisasi Dan Prosedur Lembaga


FarmasiTentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Jakarta : Markas Besar
TNI Angkatan Laut.

Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut, 1991.Petunjuk Kerja Lafial. Jakarta:Lafial :


Hal.1-29.

Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut, 2011. Standar Operasional IPAL Lafial
Drs.Mochamad Kamal. Jakarta : Lafial

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri
Farmasi, Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Surat Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta.

82
LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Lokasi Lafial Drs. Mochamad Kamal

83
Lampiran 2. Denah Bangunan Produksi Non Beta Laktam

84
Lampiran 3. Denah Ruangan Laboratorium Lafial

Lampiran 4. Label Pelulusan Bahan

TIDAK LULUS

NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 015/LAFI

Gambar 4. Label Tanda Tidak Lulus Pemeriksaan

85
KARANTINA

NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 015/LAFI

Gambar 4. Label Tanda Karantina

LULUS

NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 015/LAFI

Gambar 4 . Label Tanda Lulus Pemeriksaan

86
Lampiran 5. Obat-Obat Produksi Lafial

No Nama Obat Komposisi

1 Amlodipin 10 mg Amlodipin
2 Asam tranexamat Asam tranexamat
3 Betahistin Betahistin
4 Bisoprolol 2,5 mg Bisoprolol
5 Bisoprolol 5 mg Bisoprolol
6 Amlodipin 5 mg Amlodipin
7 Clopidogrel 75 mg Clopidogrel
8 Antiflu PCT, fenil propanolamin, CTM
9 Asam asetil salisilat Asam asetil salisilat
10 Allopurinol 100 mg Allopurinol
11 Furosemide 40 mg Furosemide
12 Glimepirid 2 mg Glimepirid
13 Glimepirid 4 mg Glimepirid
14 Glibenklamid 5 mg Glibenklamid
15 Irbesartan 150 mg Irbesartan
16 Irbesartan 300 mg Irbesartan
17 Lansoprazol 30 mg Lansoprazol
18 Parasetamol 500 mg Parasetamol
19 Ponstal 500 mg Asam Mefenamat
20 Imodial Loperamide
21 Meloksikam 15 mg Meloksikam
22 Metformin 500 mg Metformin
23 Methyl prednisolone 5 mg Metil prenisolon
24 Vitaneuron Vit B1, Vit B6, Vit B12
Vit B1, Vit B2, Vit B6, Vit
25 Vitarma
B12, Vit C, dan Nikotinamida
26 Natrium diklofenak 50 mg Natrium diklofenak
27 Natrium diklofenak SR 100mg Natrium diklofenak
28 Parasetamol syrup Parasetamol

87
29 Pravastatin 20 mg simvastatin
30 Ranitidine 150 mg Ranitidine
31 Simvastatin 10 mg Simvastatin
32 Valsartan 80 mg Valsartan
33 Ambroxol 30mg Ambroxol

Lampiran 6. NIE parasetamol

88

Anda mungkin juga menyukai