Anda di halaman 1dari 102

LAPORAN

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT
(LAFIAL) DRS. MOCHAMAD KAMAL
Jl. Bendungan Jatiluhur No. 1, Jakarta Pusat
Periode 22-16 Agustus 2019

Di susun oleh :

Ade Friyatmi Evarzi (O1B118001) Muh. Geral Lamambo (O1B118018)


Ari Widianingsih (O1B118003) Nur Salima Taano (O1B118021)
Dissa Aryasanindya (O1B118004) Rahmawati (O1B118026)
Elen Pronawati L (O1B118006) Ridho Fajriah Jamri (O1B118028)
Hasfia Hisa Rahim (O1B118008) Rifka Hardianti (O1B118029)
Idham (O1B118009) Sahrir Manaan S (O1B118031)
Irawati M Akis (O1B118010) Sandryany (O1B118032)
Jumriana Akhyar (O1B118013) Syam Febriantara (O1B118035)
Marganita Nurhasana (O1B118015) Wa Ode Munarni (O1B118037)
Mistriyani (O1B118016) Windy Afta Widanthy (O1B118039)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN LAUT (LAFIAL)

Drs. MOCHAMAD KAMAL

Jl. Bendungan Jatiluhur No. 1. Jakarta Pusat

Periode 22-16 agustus 2019

Disetujui Oleh :

Pembimbing LAFIAL I Pembimbing LAFIAL II

(Mayor Laut (K) Dadang Mulya S., M. Farm., Apt.) (Mayor Laut (K) Unsyura Dhipa Budaya, S.Si, M.Farm, Apt)

Mengetahui,

Ketua Program Studi Profesi Apoteker

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo

(Sabarudin, S.Farm., M.Si., Apt.)

ii
KATA PENGANTAR

Segala Puji hanya milik Allah SWT, Tuhan seluruh semesta dan segala kandungannya,
patut kita memuji-Nya karena KuasaNya, keberkahan dan Ridho-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Industri farmasi. Laporan ini disusun
sebagai salah satu syarat penyelesaian Program Studi Profesi Apoteker pada Fakultas Farmasi,
Universitas Halu Oleo Kendari. Laporan ini dibuat berdasarkan hasil pembelajaran, pengamatan,
dan informasi yang diperoleh di industri farmasi selama kegiatan.
Peyusunan laporan ini tidak lepas dari adanya bimbingan, saran, pendapat, atau perbaikan
dari segala pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaika nucapan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Kolonel Laut (K) Drs. Taufik Riadi, M.Si., Apt selaku Kepala Lembaga Farmasi
TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal yang telah memberikan kesempatan
pelaksanaan pelatihan Praktik Kerja Profesi Apoteker.
2. Bapak Letkol Laut (K) Hery Wahjudi., S.Si., M.Si., Apt selaku Kepala bagian Pendidikan,
Penelitian, dan Pengembangan Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad
Kamal.
3. Bapak Letkol Laut (K) Drs. R. E. Aritonang, M.Si., Apt selaku Kepala bagian Material
Kesehatan Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal.
4. Bapak Letkol Laut (K) , Zuliar Permana., M.Farm., Apt selaku Kepala Bagian Produksi
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal.
5. Bapak Mayor Laut (K) Unsyura Dhipa Budaya, S.Si, M.Farm, Apt selaku penanggung
jawab Kepala Bagian Produksi Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad
Kamal.
6. Bapak Letkol Laut (K) Drs. Yudi Pramono, M.Si., Apt selaku Kepala Bagian Pengawasan
Mutu Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal.
7. Bapak Mayor Laut (K) Dadang Mulya S, Farm., Apt dan Bapak Mayor Laut (K) Unsyura
Dhipa Budaya, S.Si, M.Farm, Apt selaku dosen pembimbing dari Lembaga Farmasi TNI

ii
Angkatan Laut (Lafial) Drs. Mochamad Kamal yang telah memberikan bimbingan, saran,
dan ide selama melakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Lafial Drs. Mochamad Kamal
8. Bapak Dr. Ruslin, M.Si selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo
9. Bapak Sabarudin S.Farm., M.Si, Apt selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo sekaligus pembimbing Institusi PKPA Farmasi
Industri Program Studi Pofesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo
10. Seluruh staf dosen, staf tata usaha dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo
11. Seluruh staf dan karyawan Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. Mochamad Kamal,
Jakarta yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama pelaksanaan Praktik Kerja
Profesi Apoteker ini.
12. Kedua orang tua kami tersayang yang banyak memberikan nasihat dan dukungan baik doa,
moril maupun materil selama pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini.
13. Rekan-rekan perserta Praktik Kerja Profesi Apoteker yang saling memberikan informasi
dan semangat satu sama lain.
14. Rekan-rekan mahasiswa Program Profesi Apoteker Universitas Halu Oleo Kendari
Angkatan I.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan ini. Semoga ilmu dan
pengalaman yang diperoleh selama PKPA di lembaga farmasi tentara nasioanal Indonesia
angkatan laut (LAFIAL) Drs. Mochamad kamal ini dapat berguna sebagai bekal untuk terjun
kemasyarakat dalam rangka pengabdian profesi dan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi khususnya dan masyarakat pada
umumnya.

Jakarta ,Agustus 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan PKPA 2
BAB II. TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI
A. Tinjauan Umum Industri Farmasi 3
1. Sejarah dan Perkembangan 3
2. Visi dan Misi 4
3. Struktur dan Sumber Daya Manusia 5
B. Sistem Pelaksanaan CPOB 16
1. Manajemen Mutu 16
2. Personalia 24
3. Bangunan dan Fasilitas 25
4. Peralatan 34
5. Sanitasi dan Higiene 38
6. Produksi 42
7. Pengawasan Mutu 46
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, Audit dan Persetujuan Pemasok 46
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk Dan Penarikan Kembali Produk 48
10. Dokumentasi 51
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak 59
12. Kualifikasi dan Validasi 60
C. Sistem Pendukung 61
1. Sistem Pengolahan Limbah 61
2. Sistem Pengolahan Air 63

iv
3. Sistem Pengaturan Udara 65
4. Sistem K3 66
BAB III. KEGIATAN PRAKTEK KERJA DAN PEMBAHASAN
A. Penerapan Aspek CPOB di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut. 68
B. Pengolahan limbah di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut 79
C. Sistem Tata Udara atau Heating Ventilation and Air Conditioning
System 81
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 83
B. Saran 83
DAFTAR PUSTAKA 84
LAMPIRAN 85

v
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Lampiran 1.Struktur Organisasi LAFIAL Drs. Mochamad Kamal
2. Lampiran 2. DenahLokasiLafial Drs. Mochamad Kamal
3. Lampiran 3.Denah Ruangan Laboratorium LAFIAL
4. Lampiran 4. Label Pelulusan Bahan
5. Lampiran 5.Alur Proses Produksi Sediaan Tablet
6. Lampiran 6. Alur Proses Pembuatan Tablet Salut
7. Lampiran 7.Alur Proses Pembuatan Sediaan Cair
8. Lampiran 8. Alur Proses Pembuatan Sediaan Krim
9. Lampiran 9.Alur Pengolahan Limbah Padat LAFIAL
10. Lampiran 10.Alur Pengolahan Limbah Cair LAFIAL

6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan oleh
semua komponen bangsa yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Kesehatan juga merupakan indikator tingkat
kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional
suatu bangsa. Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah
tersedianya obat yang bermutu sebagai bagian dari pelayanan kesehatan
masyarakat.
Obat merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Peraturan
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018). Salah satu sarana
yang bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang
farmasi adalah industri farmasi.
Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Fungsi
industri farmasi adalah pembuatan obat/bahan obat, pendidikan & pelatihan dan
penelitian & pengembangan. (Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 34 Tahun 2018). Untuk menghasilkan produk obat berkualitas,
mempunyai efikasi yang baik, bermutu, dan aman serta konsisten maka
dibutuhkan suatu pedoman bagi industri farmasi tentang Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB).
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat dan
bahan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat dan/atau bahan obat

7
yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. CPOB
menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari system mutu industri farmasi,
personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, produksi, cara penyimpanan dan
pengiriman obat yang baik, pengawasan mutu, inspeksi diri, keluhan dan
penarikan produk, dokumentasi, kegiatan alih daya, dan kalifikasi dan validasi
(Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018).
Kesiapan institusi pendidikan dalam menyediakan sumber daya manusia
yang berkualitas dan berkompeten menjadi faktor penting melahirkan apoteker
masa depan yang profesional. Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (LAFIAL) DRS.Mohammad Kamal Jl.
Bendungan Jatiluhur No. 1, Jakarta Pusat yang dilaksanakan pada tanggal
06 mei sampai 17 mei 2019 diharapkan menjadi suatu bentuk pembelajaran dan
dibekali keterampilan dan keahlian secara langsung dalam mengelola secara
manajerial dan klinis sehingga mempersiapkan apoteker masa depan yang
kompeten dan profesional di bidangnya.
B. Tujuan
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi.
2. Membekali calon apotker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
3. Memberi kesempatan kepada calon apotker untuk mempelajari penerapan
GMP (CPOB, CPOTB, CPMB, atau CPAKB dan penerapannya dalam
industri)
4. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian
diindustri.

8
BAB II
TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI

A. Tinjauan Umum Industri Farmasi

1. Sejarah dan Perkembangan


Pada tahun 1950 angkatan laut telah mendirikan sebuah unit farmasi di
lingkungan kesehatan angkatan laut yang membuat obat-obatan dengan sangat
sederhana dan baru memiliki beberapa tenaga asisten apoteker dan juru obat
serta satu orang apoteker yang bernama Drs. H. Mochamad Kamal, yang
merupakan Kepala Jawatan Farmasi Direktorat Kesehatan angkatan Laut.
Pada tahun 1995 didirikan Depo Obat Angkatan Laut Djakarta (DOAL-D)
yang berlokasi di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta. DOAL-D adalah badan
farmasi TNI-AL pertama yang merupakan gabungan dari pembuatan obat dan
laboratorium dinas farmasi bidang kesehatan angkatan laut dengan
PUSPEKBAR seksi farmasi yang fungsinya sebagai pusat perbekalan barang
pengadaan dan distribusi obat untuk keperluan angkatan laut.
Pada tanggal 19 juni 1962 berdasarkan surat keputusan Menteri Kepala
Staf AL No.Kep.M/KSAL 6740-1 maka didirikan Pabrik Farmasi Angkatan
Laut Djakarta (PAFAL-D) di Jakarta dan PAFAL-S di Surabaya untuk
mengoptimalkan kegiatan pembuatan obat-obatan di lingkungan angkatan laut
yang ditetapkan oleh menteri atau Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana
Muda Laut R.E. Martadinata.
Pada tanggal 22 Agustus 1963, pabrik farmasi dan laboratorium Angkatan
Laut dibangun di Jalan Bendungan Jatiluhur No. 1, Jakarta Pusat dan
diresmikan oleh Deputi II Menteri/Panglima AL Brigadir Jenderal KKO Ali
Sadikin dengan Direktur PAFAL-D, yang dijabat oleh Kapten Drs.
R.Soekaryo, Apt., sehingga setiap tanggal 22 Agustus diperingati sebagai hari
jadi Lembaga Farmasi TNI-AL.

9
Ditahun yang sama, pada tanggal 5 November 1963 dibentuk
Laboratorium Kimia dan Farmasi Angkatan Laut (LKF-AL). Laboratorium ini
dibentuk untuk mengoptimalkan angkatan laut dalam mewujudkan misi
Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) bagi pertahanan, keamanan, dan
kemajuan bangsa. Laboratorium Kimia dan Farmasi angkatan Laut (LKF-AL)
ini bertugas untuk melakukan penelitian dalam bidang farmasi, kesehatan laut,
dan persenjataan.
Berdasarkan Juklak Kasal No.Juklak/VIII/79 tanggal 14 Agustus 1979,
PAFAL-D bergabung dengan LKF-AL menjadi Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut (Lafial). Penggabungan ini didasarkan atas pertimbangan
efektivitas dan efisiensi organisasi. Penggabungan ini dilakukan oleh
Kadiskesal Laksamana Pertama TNI AL Dr. Soedibjo Sardadi, MPH., dan
Kepala Lembaga Farmasi TNI AL Letkol Laut (K) Drs. Sugiyanto, Apt.
Pada tahun 1998 Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut memperoleh
pengakuan dari Departemen Kesehatan (Depkes) berupa sertifikat CPOB.
Pada tanggal 21 September 2005 sesuai Keputusan Kasal No. Skep / 4832 /
IX / 2005 tentang pemberian nama fasilitas kesehatan TNI AL, maka
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut diberi nama menjadi Lembaga Farmasi
TNI Angkatan Laut Drs. H. Mochamad Kamal.
Pada tahun 2017 tepatnya pada bulan Mei telah diterbitkan CPOB untuk
Lembaga Farmasi Angkatan Laut Drs. H. Mochamad Kamal, Apt dan secara
resmi melaksanakan standar pelaksanaan industry berdasarkan persyaratan
CPOB 2012.

2. Visi dan Misi


1) Visi
Sebagai Lembaga Kefarmasian Matra Laut Nasional yang Profesional.
2) Misi

10
a. Melaksanakan produksi bekal kesehatan untuk kebutuhan anggota
TNI-AL beserta keluarganya.
b. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang
kefarmasian matra laut.
3. Struktur dan Sumber Daya Manusia
Berdasarkan Surat Keputusan Kasal No.117/KI/1984 tanggal 11
November 1984 tentang Organisasi dan Prosedur Lembaga Farmasi TNI
Angkatan Laut yang sekarang diganti dengan keputusan Kasal
No.1551/XII/2008 tanggal 22 Desember 2008 dibentuklah suatu struktur
organisasi Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut yang terdiri dari 3 unsur,
antara lain:
a. Unsur pimpinan, yaitu Kepala Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut
b. Unsur pelayanan, yaitu Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam
c. Unsur pelaksana, yaitu Kabag/Kasubbag/karyawan
Dalam struktur organisasi Lafial tidak dicantumkan bagian QA, meskipun
tidak dicantumkan Ka. Lafial menerbitkan SP internal yang menyatakan
bahwa kepala bagian QA dijabat oleh Kabag Diklitbang.
a. Unsur pimpinan
Unsur pimpinan Lafial dipimpin oleh Kepala Lafial yang dijabat oleh
seorang apoteker. Kepala Lafial merupakan pembantu dan pelaksana dari
Kadiskesal dibidang kefarmasian. Tugas dan kewajibannya adalah
menyelenggarakan pembinaan Lafial serta pengendalian semua unsur di
bawahnya, termasuk program kerja sehingga sasaran program di bidang
produksi dengan menerapkan CPOB terealisasikan. Selain itu,
bertanggung jawab dalam mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan
program kerja sehingga berdayaguna, serta berhak mengajukan
pertimbangan kepada Kadiskesal mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan tugas Lafial.

11
b. Unsur pelayanan
Unsur pelayanan Tata Usaha dan Urusan Dalam (TAUD) dipimpin
oleh Ka. Taud.Tugas dan kewajibannya bertanggung jawab penuh kepada
Kepala Lafial. Tata usaha dan urusan dalam terdiri dari :
1) Urusan Tata Usaha (UrTU)
Urusan tata usaha bertugas melaksanakan pelayanan administrasi
umum di lingkungan Lafial termasuk membantu menyiapkan data-data
pelaksanaan fungsi Lafial untuk bahan penyusunan laporan Lafial.
2) Urusan Dalam (UrDal)
Urusan dalam bertugas melaksanakan urusan dalam di lingkungan
Lafial. Dalam melaksanakan tugasnya Urdal menyelenggarakan
fungsi-fungsi sebagai berikut :
a) Melaksanakan pengamanan atau penjagaan di dalam kompleks
Lafial.
b) Melaksanakan penegakan disiplin anggota dan tata tertib
pengunjung
c) Melaksanakan pengaturan fasilitas sarana, perbengkelan, termasuk
fasilitas pengelolaan limbah cair dan padat.
d) Melaksanakan pelayanan angkutan personil dan material
3) Urusan Administrasi Personalia (Urminpers)
Urusan administrasi personalia bertugas mengatur masalah
kesejahteraan karyawan dan kenaikan pangkat dan jabatan, serta
melakukan seleksi untuk memperoleh karyawan honorer.
4) Urusan Keuangan (UrKeu)
Urusan keuangan bertugas melaksanakan administrasi keuangan
termasuk melaksanakan pengurusan serta pembayaran gaji, dan lain-
lain yang berhubungan dengan tugasnya.

12
c. Unsur pelaksana
Unsur pelaksana terdiri atas empat bagian, yaitu Bagian Pendidikan
Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang), bagian Pengawasan Mutu
(Wastu), bagian Material Kesehatan (Matkes) dan bagian produksi
1) Bagian Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang)
Litbang merupakan suatu bagian dari Lafial yang mengurus tentang
pendidikan, penelitian, dan pengembangan untuk kepentingan Lafial
seperti menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kefarmasian
untuk melaksanakan produksi, farmasi matra laut, farmasi militer,
pendidikan dan latihan tenaga kefarmasian serta menyusun rencana dan
program pelaksanaannya, serta sesuai dengan SP internal. Kepala Lafial
menyatakan bahwa bagian pendidikan, penelitian dan pengembangan juga
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pemastian mutu. Bagian
pendidikan penelitian dan pengembangan terdiri dari dua sub bagian,
yaitu:
a) Sub bagian pendidikan dan pelatihan
Sub bagian ini bertugas menyiapkan dan melaksanakan pendidikan
dan pelatihan personila dibidang farmasi, terutama pelatihan CPOB
secara rutin
b) Sub bagian penelitian dan pengembangan
Sub bagian ini yang mengurus, menyiapkan serta melaksanakan
uji coba dalam rangka pengembangan produksi dan penelitian farmasi
matra laut untuk mendukung kegiatan operasi militer khusus di laut,
memantau perkembangan ilmu matra laut serta melakukan uji coba
dan latihan
Bagian ini mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :
1) Melaksanakan uji coba bidang obat-obatan, sediaan farmasi dan
kimia.

13
2) Melaksanakan pengambilan, penyimpanan, dan pengamatan setiap
item produk secara berkala dalam rangka melaksanakan validasi
mutu.
3) Koordinasi dengan pihak terkait baik di lingkungan Lafial maupun
Diskesal, perguruan tinggi maupun TNI-AL/TNI lainnya untuk
melaksanakan penelitian dan pengembangan farmasi.
4) Melaksanakan pelayanan dan bimbingan pendidikan bagi
mahasiswa yang melakukan penelitian dan praktek kerja lapangan
di Lafial
5) Melaksanakan uji coba untuk menyempurnakan dan
mengembangkan formula obat Lafial
6) Melanjutkan kegiatan peningkatan pengetahuan dan pelatihan
tentang ilmu farmasi khususnya mengenai CPOB bagi karyawan
Lafial dalam rangka meningkatkan keterampilan.
7) Koordinasi dengan pihak terkait baik di lingkungan Lafial maupun
Diskesal, perguruan tinggi maupun TNI-AL/TNI lainnya untuk
melaksanakan penelitian dan pengembangan farmasi.
2) Bagian Pengawasan Mutu (WASTU)
Wastu bertugas menyelenggarakan pengawasan atau pengujian mutu
pada bahan baku, produk setengah jadi, produk jadi dan bahan kemas
untuk produksi obat Lafial. Selain itu wastu juga bertugas memastikan
semua mutu obat, makanan maupun minuman yang keseluruhan
digunakan oleh kalangan TNI-AL walaupun bukan diproduksi oleh Lafial.
Tiga kebutuhan dasar dari suatu pengawasan mutu adalah sumber daya
yang terdiri dari; peralatan, tugas, dan sasaran. Berikut merupakan alur
proses pemastian mutu bahan baku yang dilakukan oleh Bagian
Pengawasan Mutu :
a) Bahan baku yang datang disimpan dalam gudang Diskesal.

14
b) Dilakukan sampling oleh bagian penagawasan mutu, sampel diambil
secara acak dengan menggunakan rumus 1+ √ sejumlah minimal 4
sampel
c) Sampel yang telah disampling kemudian diperiksa mutunya sesuai
dengan spesifikasi yang tercantum dalam Certificate of Analysis.
d) Setelah pengujian selesai bahan baku diberikan label hijau jika lulus
pengujian yang artinya memenuhi persyaratan atau diberikan label
merah jika bahan baku tidak memenuhi persyaratan.
Produk jadi yang telah diproduksi dalam skala kecil pemeriksaan
mutunya tergantung pada bentuk sediaan yang dihasilkan. Jika dalam
skala kecil produk sudah memenuhi persyaratan mutu maka kegiatan
produksi dapat dilakukan dalam skala besar, namun selama proses
produksi berlangsung tetap dilakukan In Process Control (IPC).
Pemeriksaan mutu yang dilakukan oleh Bagian Pengawasan mutu di
Lafial, terdiri dari tiga sub bagian, yaitu :
a) Sub bagian laboratorium instrument, bertugas melaksanakan
pemeriksaan menggunakan instrument analisis fisikokimia bahan baku
obat, obat setengah jadi dan obat jadi, dalam rangka pengawasan mutu
obat Lafial serta pengawasan obat dan makanan di lingkungan TNI-
AL.
b) Sub bagian laboratorium kimia, bertugas melaksanakan pemeriksaan
secara kimiawi bahan baku obat, obat setengah jadi, obat jadi dan
bahan pengemas, dalam rangka pengawasan obat dan makanan di
lingkungan TNI-AL.
c) Sub bagian laboratorium mikrobiologi, bertugas melaksanakan
pemeriksaan secara mikrobiologi bahan baku, obat setengah jadi dan
bahan pengemas dalam rangka pengawasan obat dan makanan di
lingkungan TNI-AL. Pemeriksaan laboratorium ini meliputi :

15
1) Uji sterilisasi, seperti bahan baku dan bahan penolong
2) Uji potensi antibiotic, seperti Amoksisilin, Kloramfenikol,
Tetrasiklin
3) Uji terhadap kualitas air, meliputi pemeriksaan bakteri patogen
Escherichia coli dan bilangan kuman
4) Uji kebersihan ruang produksi, meliputi ruang produksi β-laktam
dan non β-laktam serta peralatan yang digunakan
3) Bagian Material Kesehatan (MATKES)
Matkes bertugas bertugas melakukan penyediaan bahan baku
produksi, pemeliharaan material kesehatan, penanggung jawab gudang
Lafial dan perencanaan produksi. Bagian ini terlibat secara langsung
semua kegiatan dari tibanya bahan baku digudang Diskesal yang
kemudian diuji mutunya oleh bagian pengawasan mutu, jika bahan baku
dinyatakan lulus maka bagian matkes membuat SPP (Surat Perintah
Produksi) agar proses produksi dapat segera berjalan. Bagian Matkes juga
bertanggung jawab terhadap pemeliharaan semua alat yang terdapat
diruang produksi hingga pada pengolahan limbah produksi. Bagian
Matkes terdiri atas tiga Sub Bagian, diantaranya :
1) Sub bagian perencanaan produksi
Perencanaan produksi yang dilakukan oleh matkes didasarkan
pada permintaan dari fasilitas kesehatan TNI-AL seluruh Indonesia
dan kebutuhan setahun sebelumnya. Kemudian dilakukan perhitungan
kebutuhan biaya produksi yang dibandingkan dengan anggaran Lafial.
Bila terjadi kelebihan biaya produksi, maka dilakukan penyeleksian
sediaan farmasi yang esensial dan non esensial dimana untuk
pembuatan sediaan farmasi non esensial akan diatur sedemikian rupa
sehingga mencukupi anggaran dana Lafial. Setelah dilakukan
perencanaan, Matkes akan mengadakan pemilihan rekanan perusahaan
yang akan bekerja sama sebagai pemasok bahan baku obat, bahan

16
penolong, dan kemas dalam sistem pelelangan terbuka, kemudian
ditentukan rekanan yang menawarkan harga efisien dan sesuai dengan
anggaran Lafial. Tujuan pelelangan itu sendiri adalah agar didapatkan
pemasok dengan harga bahan yang ekonomis. Kemudian perusahaan
yang ditunjuk akan mengirimkan bahan sesuai dengan pesanan, untuk
bahan baku obat dikirimkan langsung ke gudang P2 Matkes Diskesal,
yang kemudian akan berkoordinasi dengan gudang matkes Lafial,
sedangkan untuk bahan penolong dan bahan pengemas pengiriman
langsung diterima oleh gudang Matkes Lafial. Bahan-bahan yang
diterima akan dilakukan pemeriksaan dokumen dan kesesuaian bahan,
bila telah sesuai dilakukan sampling oleh Wastu dan dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Bahan yang sudah dinyatakan lulus
psesifikasi akan didistribusikan ke gudang-gudang matkes.
2) Sub bagian depo produksi
Dalam sub bagian depo produksi, Lafial memiliki gudang yang
terbagi menjadi 7 bagian, yaitu :
a) Gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk tablet dan
kapsul
b) Gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk sediaan cair
c) Gudang bahan baku produk non β-laktam
d) Gudang bahan baku produk β-laktam
e) Gudang produk jadi β-laktam
f) Gudang produk jadi non β-laktam
g) Gudang Bahan Cairan
Gudang Lafial berada dibawah pengawasan bagian Matkes,
dimana keluar masuknya barang dari gudang harus sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan gudang bahan cairan atau mudah
terbakar. Penyusunan barang-barang didalam gudang berdasarkan

17
FIFO, FEFO dan alfabetik, dilengkapi dengan alat pengatur udara dan
kelembaban.
3) Sub bagian Pengendalian dan Pemeliharaan Material (Dalharmat)
Bertugas dalam pemeliharaan dan pengendalian material
kesehatan. Pemeliharaan terhadap alat-alat yang mengalami gangguan
dan kerusakaan yang dilakukan oleh petugas internal, kemudian
apabila tidak tertangani akan ditangani dari pihak luar, serta
menginventarisasi alat dan bahan yang ada di Lafial, tetapi tidak dalam
pengadaan alat. Matkes hanya mengajukan permintaan alat ke
Kementrian Pertahanan Republik Indonesia.
4) Bagian Produksi
Bagian produksi adalah unit pelaksana Lafial yang bertugas
menyelenggarakan pembuatan atau produksi obat. Bagian produksi pada
Lafial terdiri atas 2 sub bagian yaitu:
a) Sub bagian beta-laktam, terdiri dari kegiatan pembuatan tablet, kapsul
serta pengemasannya.
b) Sub bagian non beta-laktam, terdiri dari kegiatan pembuatan tablet,
kapsul, salep, krim dan cairan serta pengemasannya.
Kegiatan produksi dapat dilaksanakan apabila telah ada SPP (Surat
Perintah Produksi) yang telah diterima oleh Kepala Bagian Produksi yang
akan dicatat dan dibukukan. Kemudian diteruskan ke sub bagian produksi
yang terlibat untuk dibuat jadwal pelaksanaan produksi dan disiapkan
peralatan, ruang dan personil untuk keperluan tersebut.
Produksi dilakukan mengikuti prosedur yang tertera pada SOP obat
Lafial yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk
(PPI) yang langkah-langkahnya dicatat pada Catatan Pengolahan Batch
(CPB) yang diparaf oleh petugas pelaksana dokumentasi. Selama
produksi, mutu sediaan dipantau oleh bagian wastu. Pada saat dilakukan
pemantauan atau pemeriksaan ini maka produksi tidak dapat diteruskan.

18
Kegiatan produksi diteruskan setelah memperoleh tanda lulus dari bagian
wastu. Bagian produksi dibagi menjadi 5 urusan, yaitu :
a) Kegiatan pembuatan sediaan tablet
Tahap pembuatan tablet dimulai dari penimbangan, pencampuran,
granulasi, pengeringan, pencetakan, dan penyalutan sediaan tablet
tertentu. Untuk memperoleh produk yang baik, sebelum suatu produk
di produksi menyeluruh dilakukan produksi awal sebanyak 100 tablet
untuk dilakukan pengujian awal yang dilakukan oleh Wastu. Selama
proses pengujian berlangsung, bagian produksi tidak boleh melakukan
kegiatan produksi tersebut sampai dinyatakan lulus oleh wastu.
Pengujian yang dilakukan meliputi uji kadar, waktu hancur, kekerasan,
kerapuhan, serta keseragaman bobot dan ukuran. Setelah dinyatakan
release oleh Wastu, produksi bisa dilanjutkan. Selain itu juga
dilakukan proses pemeriksaan mutu secara berkala untuk menjaga
kualitas produk yang disebut in processcontrol. Pemeriksaan ini biasa
dilakukan terhadap produk antara atau produk ruahan yang dilakukan
secara periodic setiap 30 menit meliputi pemeriksaan keseragaman
bobot, ukuran tablet meliputi diameter dan ketebalan serta kekerasan.
Produk ruahan di bagian ini apabila memenuhi persyaratan bagian
Wastu akan diserahkan ke bagian pengemasan untuk dikemas sesuai
permintaan dalam SPP.
b) Kegiatan pembuatan sediaan cairan
Proses pembuatan cairan dimulai dari proses penimbangan,
pencampuran, pengisian, dan pengemasan. Pemeriksaan yang
dilakukan terhadap produk antara meliputi pemeriksaan kadar zat aktif
dan kekentalan, keseragaman volume, bobot jenis dan pH. Produk
ruahan di bagian ini apabila memenuhi persyaratan dari bagian Wastu
akan diserahkan ke bagian pengemasan untuk dikemas sesuai
permintaan dalam SPP.

19
c) Kegiatan pembuatan sediaan kapsul
Proses pembuatan kapsul dimulai dari proses penimbangan,
pencampuran, pengisian. Untuk memperoleh produk yang baik,
dilakukan produksi skala kecil seperti pada pembuatan tablet yaitu
dilakukan produksi awal sebanyak 100 kapsul untuk dilakukan
pengujian awal yang dilakukan oleh wastu. Selama proses pengujian
berlangsung, bagian produksi tidak boleh melakukan kegiatan
produksi produk tersebut sampai dinyatakan lulus oleh wastu.
Pengujian yang dilakukan meliputi uji kadar, waktu hancur, kekerasan,
keregasan, serta keseragaman bobot dan ukuran. Setelah dinyatakan
prosedur Wastu, produksi bisa dilanjutkan. Selain itu juga dilakukan
proses pemeriksaan mutu secara berkala untuk menjaga kualitas
produk yang disebut in process control.
d) Kegiatan pembuatan sediaan semi padat (salep dan krim)
Proses pembuatan sediaan semi padat dimulai dari proses
penimbangan, pembuatan basis, pencampuran, pengisian dan
pengemasan. Pemeriksaan yang dilakukan, terhadap produk meliputi
pemeriksaan kadar zat aktif, pH, homogenitas dan viskositas. Produk
ruahan dibagian ini apabila memenuhi persyaratan dari bagian wastu
akan diserahkan ke bagian pengemasan untuk dikemas sesuai
permintaan dalam SPP.
e) Kegiatan pengemasan
Bagian pengemas terdiri dari :
1) Urusan kemas beta-laktam
2) Urusan kemas non beta-laktam
Proses pengemasan baik produk beta-laktam dan non beta-laktam
menggunakan 3 tahapan pengemasan, yaitu pengemasan dengan
kemasan primer, kemasan sekunder dan selanjutnya kemasan tersier.
Pengemasan dengan kemasan primer adalah pengemasan produk

20
ruahan dengan bahan pengemas yang langsung berhubungan dengan
obat. Pengemasan primer meliputi :
1) Stripping, yaitu pengemasan ke dalam strip, dilakukan untuk
sediaan tablet atau kapsul menggunakan mesin Stripping otomatis,
dan dilakukan pengujian kebocoran tiap 1 jam terhadap 30 tablet
atau kapsul.
2) Blister, yaitu pengemasan ke dalam kemasan blister, dilakukan
untuk sediaan tablet atau kapsul menggunakan mesin blister
otomatis, yang selama proses pengemasan dilakukan pressing
dengan suhu 700°C untuk merekatkan bagian Press Trough
Packaging (PTP) dan plastik.
3) Hospital packing, yaitu produk ruahan (tablet/kapsul) dimasukkan
kedalam botol plastik.
4) Pada pengemasan sirup di industri besar, pengemasan yang
dilakukann dengan pengemasan botol. Dalam proses pembotolan
memerlukan tenaga kerja yang lebih sedikit, tahapan pembotolan
dalam industri meliputi memasukan botol kosong ke dalam alat
(bottle feeding), pembersihan botol (bottle cleaning), pengisian
(filling), penutupan (closing), pelabelan (labeling), penyusunan
dan pengemasan untuk transportasi
Kemasan primer untuk sediaan semisolid dapat dibedakan
berdasarkan bentuk kemasan dan bahan pembuat kemasan itu sendiri.
Berdasarkan bentuk kemasannya, kemasan primer untuk sediaan
semisolid terbagi menjadi kemasan pot, kemasan tube, kemasan
sachet, dan kemasan botol. Kemasan pot dapat terbuat dari bahan
plastik, logam atau kaca. Umumnya kemasan pot digunakan untuk
sediaan semisolid yang dapat digunakan berulang dalam jangka waktu
yang panjang dengan mengoleskan sediaan kebagian tubuh yang
dituju. Kemasan tube dapat dibagi berdasarkan tipe mulutnya, tube

21
terbagi menjadi tube dengan mulut konversional, tube dengan mulut
panjang dan meruncing sebagai aplikator, dan tube dengan penutup
berupa lapisan membrane tipis yang terbuat dari logam. Sedangkan
berdasarkan bahan pembuat tube terbagi menjadi tube plastik dan tube
logam.
Pengemasan sekunder adalah pengemasan produk ruahan yang
telah di kemas dalam kemasan primer seperti pengemasan ke dalam
kardus untuk kemasan strip dan botol. Pengemasan tersier, yaitu
pengemasan dengan bahan pengemas yang berhubungan langsung
dengan bahan pengemas sekunder dan bertujuan untuk mencegah
resiko kerusakan selama transportasi dan distribusi.
Sejak adanya BPJS, Lafial tidak lagi memproduksi obat untuk
TNI-AL, PNS beserta keluarganya. Lafial hanya memproduksi obat
untuk pelayanan kesehatan tertentu yaitu untuk operasi dan latihan
prajurit TNI-AL. Hal ini berdampak pada kuantitas/jumlah produksi
obat yang berkurang.

B. Sistem Pelaksanaan CPOB


Aspek-aspek cara pembuatan obat yang baik yaitu (Peraturan Badan
Pengawasan Obar dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018) :
1. Sistem mutu industri farmasi
a. Manajemen mutu
Suatu industri farmasi untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten
dan dapat diandalkan, diperlukan system Pemastian Mutu yang didesain
secara menyeluruh dan diterapkan secara benar sertamenginkorporasi Cara
Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen
Resisko Mutu. Hal ini hendaklah di dokumentasikan dan di monitor
efektivitasnya.
Unsur dasar manajemen mutu adalah :

22
1) Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepet mencakup struktur
organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
2) Tindakan sistemis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian
dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa
pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian
Mutu.
b. Pemastian mutu
Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal
baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi
mutu dari obat yang dihasilkan. Pemastian mutu adalah keseluruhan
pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat
dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena
itu pemastian mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain di luar
pedoman ini, seperti desain dan pengembangan produk.
Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat
hendaklah memastikan bahwa :
1) Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang
memerhatikan persyaratan CPOB
2) Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan
CPOB diterapkan
3) Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian
jabatan
4) Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokkan dan penggunaan
bahan awal dan pengemas yang benar
5) Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama
proses lain serta dilakukan validasi
6) Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses,
pengemasan dan pengujian setiap bets, dilakukan sebelum

23
memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi produk jadi.
Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk
kondisi produksi, hasil pengujian selama proses, pengkajian dokumen
pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian penyimpangan dari
prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari
spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
7) Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala manajemen mutu
(pemastian mutu) menyatakan bahwa tiap best produksi dibuat dan
dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam izin
edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi,
pengawasan mutu dan pelulusan produk
8) Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat
mungkin, produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa simpan obat.
9) Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara
berkala mengevaluasi efektivitas dan penerapan system pemastian
mutu.
10) Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui
untuk memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh
perusahaan.
11) Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat
12) Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada
mutu produk
13) Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui
14) Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi
proses dan memastikan perbaikkan proses yang berkesinambungan.
c. Cara pembuatan obat yang baik (CPOB)
CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa
obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar

24
mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam
izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan
Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB adalah:
1) Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara
konsisten menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan
spesifikasi yang telah ditetapkan
2) Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan
sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi
3) Tersedia semua sarana yang diper-lukan dalam CPOB termasuk
- Personil yang terkualifikasi dan terlatih
- Bangunan dan sarana dengan luas yang memadai
- Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai
- Bahan, wadah dan label yang benar
- Prosedur dan instruksi yang disetujui
- Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.
4) Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa
yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik
pada sarana yang tersedia
5) Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara
benar
6) Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang
dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan
benarbenardilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang
dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat
secara lengkap dan diinvestigasi

25
7) Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan
penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara
komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses
8) Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil risiko
terhadap mutu obat
9) Tersedia sistem penarikan kembali bets obat manapun dari peredaran
10) keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu
diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan
pencegahan pengulangan kembali keluhan.
d. Pengawasan mutu
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan
dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan
organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan
yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum
diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan
dinyatakan memenuhi syarat.
Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan
Mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain.
Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa:
1) Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan
prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel,
pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk
pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB
2) Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode
yang disetujui oleh Pengawasan Mutu
3) Metode pengujian disiapkan dan divalidasi

26
4) Pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang
dipersyaratkan dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan
pengujian benar-benar telah dilaksanakan. Tiap penyimpangan dicatat
secara lengkap dan diinvestigasi
5) Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan
derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah
yang sesuai dan diberi label yang benar
6) Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara
formal dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi
7) Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah
yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu.
8) Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk
kemasan yang besar.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain,
antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur
pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku
pembanding, memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk,
memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau,
mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu
produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan.
Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur
tertulis dan dicatat. Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses
ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi
bila diperlukan.

27
e. Pengkajian Mutu Produk
Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap
semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk
membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal,
bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi
perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.
Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun
dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang
sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit:
1) kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan
untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru;
2) kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil
pengujian produk jadi;
3) kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang
ditetapkan dan investigasi yang dilakukan;
4) kajian terhadap semua penyim-pangan atau ketidaksesuaian yang
signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan;
5) kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau
metode analisis;
6) kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen
registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk
produk ekspor;
7) kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren
yang tidak diinginkan;
8) kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat
yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah
dilakukan;
9) kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau
peralatan yang sebelumnya;

28
10) kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang
baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan
pendaftaran;
11) status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem tata
udara (HVAC), air, gas bertekanan, dan lain-lain; dan
12) kajian terhadap Kesepakatan Teknis untuk memastikannya selalu
mutakhir.
Industri farmasi hendaklah melakukan evaluasi terhadap hasil kajian,
dan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan
perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang hendaklah dilakukan.
Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan
pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan
secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur manajemen
untuk manajemen yang sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta
efektivitas prosedur tersebut yang diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila
dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokkan
menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair, produk steril, dan
lain-lain.
f. Manajemen Risiko Mutu
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk
melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu
suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun
retrospektif. Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa:
1) evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan
secara ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait
pada perlindungan pasien;
2) tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen
risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko.

29
2. Personalia
Industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang
terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap
personil hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk
menghindarkan resiko terhadap mutu obat. Tiap personil hendaklah
memahami tanggung jawab dan memahami prinsip CPOB serta memperoleh
pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene
yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Struktur organisasi yang jelas harus diperhatikan selain jumlah personil.
Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab
hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis.Tugas merekaboleh
didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi
yang memadai.
Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada yang terlewatkan ataupun
tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian tugas.
Unsur-unsur personil berdasarkan CPOB:
1) Personil Kunci
Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian
Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purnawaktu. Kepala bagian
Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/kepala
bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain.
2) Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung Jawab
Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa
sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu
(pemastian mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling
bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil
hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang
diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Hendaklah

30
personil tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi
yang dapat menghambat atau membatasi kewajibannya dalam
melaksanakan tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik
kepentingan pribadi atau finansial.
3) Pelatihan
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh
personil di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium
(termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi
personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil
baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan.
Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas
penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia
program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan
pelatihan hendaklah disimpan.
Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja
di area dimana pencemaran merupakan bahaya, misalnya area bersih atau
area penanganan bahan berpotensi tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi.
Pengunjung atau personil yang tidak mendapat pelatihan sebaiknya tidak
masuk ke area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Bila tidak
dapat dihindarkan, hendaklah mereka diberi penjelasan lebih dahulu,
terutama mengenai higiene perorangan dan pakaian pelindung yang
dipersyaratkan serta diawasi dengan ketat. Pelatihan hendaklah diberikan
oleh rang yang terkualifikasi.
3. Bangunan dan Fasilitas
a. Prinsip
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan
dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar.

31
Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk
memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan
lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif
untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran,
dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.
b. Umum
1) Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari
udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan.
Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan
pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut.
2) Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi
dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal
terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan
bersarang serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain.
Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat
dan hama.
3) Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan
dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan
pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan.
4) Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium,
area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan
hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan
hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu.
Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan
hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat.
5) Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi
hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan
baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama

32
proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap ketepatan/ketelitian
fungsi dari peralatan.
6) Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan:
a) kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin
dilakukan di dalam sarana yang sama atau sarana yang
berdampingan; dan
b) pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas
umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat
penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses.
7) Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil
yang tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area penyimpanan
dan area pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu
lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut.
8) Kegiatan di bawah ini hendaklah dilakukan di area yang ditentukan:
 penerimaan bahan;
 karantina barang masuk;
 penyimpanan bahan awal dan bahan pengemas;
 penimbangan dan penyerahan bahan atau produk;
 pengolahan;
 pencucian peralatan;
 penyimpanan peralatan;
 penyimpanan produk ruahan;
 pengemasan;
 karantina produk jadi sebelum memperoleh pelulusan akhir;
 pengiriman produk; dan
 laboratorium pengawasan mutu.
c. Area Penimbangan
1) Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan
cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah

33
yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi
bagian dari area penyimpanan atau area produksi.
d. Area Produksi
1) Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadi
pencemaran silang, suatu sarana khusus dan self-contained harus
disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat
menimbulkan sensitisasi tinggi (misal golongan penisilin) atau
preparat biologis (misal mikroorganisme hidup). Produk lain seperti
antibiotika tertentu, hormon tertentu (misal hormon seks), sitotoksika
tertentu, produk mengandung bahan aktif tertentu berpotensi tinggi,
dan produk nonobat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah.
Dalam kasus pengecualian, bagi produk tersebut di atas, prinsip
memproduksi bets produk secara ‘campaign’ di dalam fasilitas yang
sama dapat dibenarkan asal telah mengambil tindakan pencegahan
yang spesifik dan validasi yang diperlukan telah dilakukan.
2) Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti
pestisida dan herbisida tidak boleh dibuat di fasilitas pembuatan
produk obat.
3) Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk:
a) memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang
saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain
mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan
yang dipersyaratkan;
b) mencegah kesesakan dan ketidakteraturan; dan
c) memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif
terlaksana.
4) Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang
dalam proses hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan

34
peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai dengan alur proses,
sehingga dapat memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara produk
obat atau komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang
dan memperkecil risiko terlewat atau salah melaksanakan tahapan
proses produksi atau pengawasan.
5) Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di
mana terdapat bahan baku dan bahan pengemas primer, produk antara
atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan hendaklah halus,
bebas retak dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta
memung-kinkan pelaksanaan pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang
mudah dan efektif.
6) Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan
kedap air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang
cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding
dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan.
7) Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi sarana penunjang lain
hendaklah didesain dan dipasang sedemikian rupa untuk
menghindarkan pembentukan ceruk yang sulit dibersihkan. Untuk
kepentingan perawatan, sedapat mungkin instalasi sarana penunjang
seperti ini hendaklah dapat diakses dari luar area pengolahan.
8) Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada
dinding tetapi digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada
jarak cukup untuk memudahkan pembersihan menyeluruh.
9) Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan
hendaklah dihindarkan. Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan
jadwal pembersihan instalasi tersebut hendaklah dibuat dan diikuti.
10) Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan salurannya
hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran
terhadap produk.

35
11) Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, didesain dan
dilengkapi bak kontrol untuk mencegah alir balik. Sedapat mungkin
saluran terbuka dicegah tetapi bila perlu hendaklah dangkal untuk
memudahkan pembersihan dan disinfeksi.
12) Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan
menggunakan sistem pengendali udara termasuk filter udara dengan
tingkat efisiensi yang dapat mencegah pencemaran dan pencemaran
silang, pengendali suhu dan, bila perlu, pengendali kelembaban udara
sesuai kebutuhan produk yang diproses dan kegiatan yang dilakukan
di dalam ruangan dan dampaknya terhadap lingkungan luar pabrik.
Area produksi hendaklah dipantau secara teratur baik selama ada
maupun tidak ada kegiatan produksi untuk memastikan pemenuhan
terhadap spesifikasi yang dirancang sebelumnya.
e. Klasifikasi Kebersihan Ruang Pembuatan Obat
1) Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah
diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara
yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah
ini:

Catatan:
- Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk
pembuatan produk steril.

36
- Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk
nonsteril.
- Persyaratan lain untuk pembuatan produk steril dirangkum pada
Aneks 1 Pembuatan Produk Steril
2) Ruangan lain yang tidak diklasifikasikan sesuai Butir 1) di atas,
hendaklah dilindungi sesuai tingkat perlindungan yang diperlukan.
3) Area di mana dilakukan kegiatan yang menimbulkan debu (misalnya
pada saat pengambilan sampel, penimbangan bahan atau produk,
pencampuran dan pengolahan bahan atau produk, pengemasan produk
kering), memerlukan sarana penunjang khusus untuk mencegah
pencemaran silang dan memudahkan pembersihan.
4) Fasilitas pengemasan produk obat hendaklah didesain spesifik dan
ditata sedemikian rupa untuk mencegah kecampurbauran atau
pencemaran silang.
5) Area produksi hendaklah mendapat penerangan yang memadai,
terutama di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses
berjalan.
6) Pengawasan selama-proses dapat dilakukan di dalam area produksi
sepanjang kegiatan tersebut tidak menimbulkan risiko terhadap
produksi obat.
7) Pintu area produksi yang berhubungan langsung ke lingkungan luar,
seperti pintu bahaya kebakaran, hendaklah ditutup rapat. Pintu tersebut
hendaklah diamankan sedemikian rupa sehingga hanya dapat
digunakan dalam keadaan darurat sebagai pintu ke luar. Pintu di dalam
area produksi yang berfungsi sebagai barier terhadap pencemaran
silang hendaklah selalu ditutup apabila sedang tidak digunakan.

37
f. Area Penyimpanan
1) Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk
menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk
seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah
diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau
produk yang ditarik dari peredaran.
2) Area penyimpanan hendaklah didesain atau disesuaikan untuk
menjamin kondisi penyimpanan yang baik; terutama area tersebut
hendaklah bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta
dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan.
3) Apabila kondisi penyimpanan khusus (misal suhu, kelembaban)
dibutuhkan, kondisi tersebut hendaklah disiapkan, dikendalikan,
dipantau dan dicatat di mana diperlukan.
4) Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat memberikan
perlindungan bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan
hendaklah didesain dan dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk
kebutuhan pembersihan wadah barang bila perlu sebelum dipindahkan
ke tempat penyimpanan.
5) Apabila status karantina dipastikan dengan cara penyimpanan di area
terpisah, maka area tersebut hendaklah diberi penandaan yang jelas
dan akses ke area tersebut terbatas bagi personil yang berwenang.
Sistem lain untuk menggantikan sistem karantina barang secara fisik
hendaklah memberi pengamanan yang setara.
6) Hendaklah disediakan area terpisah dengan lingkungan yang
terkendali untuk pengambilan sampel bahan awal. Apabila kegiatan
tersebut dilakukan di area penyimpanan, maka pengambilan sampel
hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran

38
atau pencemaran silang. Prosedur pembersihan yang memadai bagi
ruang pengambilan sampel hendaklah tersedia.
7) Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan
bahan dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang
dikembalikan.
8) Bahan aktif berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotik, obat
berbahaya lain, dan zat atau bahan yang mengandung risiko tinggi
terhadap penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan hendaklah disimpan
di area yang terjamin keamanannya. Obat narkotik dan obat berbahaya
lain hendaklah disimpan di tempat terkunci.
9) Bahan pengemas cetakan merupakan bahan yang kritis karena
menyatakan kebenaran produk menurut penandaannya. Perhatian
khusus hendaklah diberikan dalam penyimpanan bahan ini agar
terjamin keamanannya. Bahan label hendaklah disimpan di tempat
terkunci.
g. Area Pengawasan Mutu
1) Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi.
Area pengujian biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah
dipisahkan satu dengan yang lain.
2) Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan
kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk
mencegah pencampurbauran dan pencemaran silang. Hendaklah
disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk
sampel, baku pembanding (bila perlu dengan kondisi suhu terkendali),
pelarut, pereaksi dan catatan.
3) Suatu ruangan yang terpisah mungkin diperlukan untuk memberi
perlindungan instrumen terhadap gangguan listrik, getaran,

39
kelembaban yang berlebihan dan gangguan lain, atau bila perlu untuk
mengisolasi instrumen.
4) Desain laboratorium hendaklah memerhatikan kesesuaian bahan
konstruksi yang dipakai, ventilasi dan pencegahan terhadap asap.
Pasokan udara ke laboratorium hendaklah dipisahkan dari pasokan ke
area produksi. Hendaklah dipasang unit pengendali udara yang
terpisah untuk masing-masing laboratorium biologi, mikrobiologi dan
radioisotop.
h. Sarana Pendukung
1) Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area
produksi dan laboratorium pengawasan mutu.
2) Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet
hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses.
Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau
area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan
langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah.
3) Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan
peralatan terpisah dari area produksi. Apabila suku cadang, asesori
mesin dan perkakas bengkel disimpan di area produksi, hendaklah
disediakan ruangan atau lemari khusus untuk penyimpanan alat
tersebut.
4) Sarana pemeliharaan hewan hendaklah diisolasi dengan baik terhadap
area lain dan dilengkapi pintu masuk terpisah (akses hewan) serta unit
pengendali udara yang terpisah.
4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta
seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta

40
perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau
kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu dan produk.
Syarat-syarat peralatan yang ditentukan CPOB adalah sebagai berikut :
1) Desain dan konstruksi
a) Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat
sesuai dengan tujuannya.
b) Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk
antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau
absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di
luar batas yang ditentukan.
c) Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya
pelumas atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang
sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau
kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi.
d) Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan
pelumas dan hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi
dan adaptasi yang tidak tepat.
e) Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah
dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur
tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.
f) Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan
agar tidak menjadi sumber pencemaran.
g) Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk
pada produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk
tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat
mempengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk.
h) Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau
bahan kimia atau yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan

41
mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris
yang kedap eksplosif serta dibumikan dengan benar.
i) Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan
ketelitian yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan.
j) Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat dan mengendalikan
hendaklah dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu
dengan metode yang ditetapkan. Catatan yang memadai dari pengujian
tersebut hendaklah disimpan.
k) Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak
melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes
tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali
menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat.
l) Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk
produksi hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur
tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan
yang harus dilakukan.
2) Pemasangan dan penempatan
a) Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko
kesalahan atau kontaminasi.
b) Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup
untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi
kekeliruan dan kecampurbauran produk.
c) Semua sabuk (belt) dan pulley mekanis terbuka hendaklah dilengkapi
dengan pengaman.
d) Air, uap dan udara bertekanan atau vakum serta saluran lain hendaklah
dipasang sedemikian rupa agar mudah diakses pada tiap tahap proses.
Pipa hendaklah diberi penandaan yang jelas untuk menunjukkan isi
dan arah aliran.

42
e) Tiap peralatan utama hendaklah diberi tanda dengan nomor identitas
yang jelas. Nomor ini dicantumkan di dalam semua perintah dan
catatan bets untuk menunjukkan unit atau peralatan yang digunakan
pada pembuatan bets tersebut kecuali bila peralatan tersebut hanya
digunakan untuk satu jenis produk saja.
f) Peralatan yang rusak, jika memungkinkan, hendaklah dikeluarkan dari
area produksi dan pengawasan mutu, atau setidaknya, diberi
penandaan yang jelas.
3) Perawatan
a) Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi
atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau
kemurnian produk.
b) Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan
risiko terhadap mutu produk.
c) Bahan pendingin, pelumas dan bahan kimia lain seperti cairan alat
penguji suhu hendaklah dievaluasi dan disetujui dengan proses formal.
d) Prosedur tertulis untuk perawatan peralatan hendaklah dibuat dan
dipatuhi.
e) Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama
hendaklah dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal,
waktu, produk, kekuatan dan nomor setiap bets atau lot yang diolah
dengan alat tersebut. Catatan untuk peralatan yang digunakan khusus
untuk satu produk saja dapat ditulis dalam catatan bets.
f) Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila
perlu disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa
bahan dari proses sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk
termasuk produk antara di luar spesifikasi resmi atau spesifikasi lain
yang telah ditentukan.

43
g) Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk antara
yang sama secara berurutan atau secara kampanye, peralatan
hendaklah dibersihkan dalam tenggang waktu yang sesuai untuk
mencegah penumpukan dan sisa kontaminan (misal: hasil urai atau
tingkat mikroba yang melebihi batas).
h) Peralatan umum (tidak didedikasikan) hendaklah dibersihkan setelah
digunakan memproduksi produk yang berbeda untuk mencegah
kontaminasi silang.
i) Peralatan hendaklah diidentifikasi isi dan status kebersihannya dengan
cara yang baik.
Logbook untuk peralatan utama dan kritis hendaklah dibuat untuk
pencatatan validasi pembersihan dan pembersihan yang telah dilakukan
termasuk tanggal dan personil yang melakukan kegiatan tersebut.
5. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan
melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Syarat-syarat sanitasi dan higiene yang ditentukan CPOB adalah sebagai
berikut:
1) Higiene perorangan
a) Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan
pakaian pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya.
b) Prosedur higiene perorangan persyaratan untuk menggunakan pakaian
pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang
memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu, paruh waktu
atau bukan karyawan yang berada di area pabrik, misal karyawan

44
kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan inspektur.
c) Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk
keselamatan personil,hendaklah personil mengenakan pakaian
pelindung yang bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup
rambut. Pakaian kerja kotor dan lap pembersih kotor (yang dapat
dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat
pencucian, dan bila perlu, didisinfeksi atau disterilisasi.
d) Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan
terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program
tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan
kesehatan, praktik higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur
hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil
yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene
hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas
selama sesi pelatihan.
e) Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat
direkrut. Merupakan suatu kewajiban bag i ind ust r i agar tersedia
instruksi yang memastikan bahwa keadaan kesehatan personil yang
dapat mempengaruhi mutu produk diberitahukan kepada manajemen
industri. Sesudah pemeriksaan kesehatan awal hendaklah dilakukan
pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala.
Petugas pemeriksaan visual hendaklah menjalani pemeriksaan mata
secara berkala.
f) Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.
Hendaklah mereka dilatih mengenai penerapan higiene perorangan.
Semua personil yang berhubungan dengan proses pembuatan
hendaklah memperhatikan tingkat higiene perorangan yang tinggi.
Tiap personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka
yang dapat merugikan mutu produk hendaklah dilarang menangani

45
bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat
jadi sampai kondisi personil tersebut dipertimbangkan tidak lagi
menimbulkan resiko.
g) Semua personil hendaklah diperintahkan dan didorong untuk
melaporkan kepada atasan langsung tiap keadaan (pabrik, peralatan
atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan
produk.
h) Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara tangan operator
dengan bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terbuka,
bahan pengemas primer dan juga dengan bagian peralatan yang
bersentuhan dengan produk.
i) Personil hendaklah diinstruksikan supaya menggunakan sarana
mencuci tangan dan mencucitangannya sebelum memasuki area
produksi. Untuk tujuan itu perlu dipasang poster yang sesuai.
j) Merokok, makan, minum, mengunyah, memelihara tanaman,
menyimpan makanan, minuman, bahan untuk merokok atau obat
pribadi hanya diperbolehkan di area tertentu dan dilarang dalam area
produksi, laboratorium, area gudang dan area lain yang mungkin
berdampak terhadap mutu produk.
2) Sanitasi bangunan dan fasilitas
a) Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain
dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.
b) Hendaklah tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan
ventilasi yang baik dan tempat cuci bagi personil yang letaknya mudah
diakses dari area pembuatan.
c) Hendaklah disediakan sarana yang memadai untuk penyimpanan
pakaian personil dan milik pribadinya ditempat yang tepat.
d) Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dan minuman
hendaklah dibatasi di area khusus, misalnya kantin. Sarana ini

46
hendaklah memenuhi standar saniter.
e) Sampah tidak boleh dibiarkan menumpuk. Sampah hendaklah
dikumpulkan di dalam wadah yang sesuai untuk dipindahkan ke
tempat penampungan di luar bangunan dan dibuang secara teratur dan
berkala dengan mengindahkan persyaratan saniter.
3) Pembersihan dan sanitasi peralatan
a) Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar
maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan,
serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum
dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua
produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan.
b) Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih
dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan
hati-hati dan bila mungkin dihindarkan karena menambah risiko
pencemaran produk.
c) Pembersihan dan penyimpanan peralatan yang dapat dipindah-
pindahkan dan penyimpanan bahan pembersih hendaklah dilaksanakan
dalam ruangan yang terpisah dari ruangan pengolahan.
d) Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi
peralatan serta wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah
dibuat, divalidasi dan ditaati. Prosedur ini hendaklah dirancang agar
pencemaran peralatan oleh agen pembersih atau sanitasi dapat dicegah.
Prosedur ini setidaknya meliputi penanggung jawab pembersihan,
jadwal, metode, peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan
serta metode pembongkaran dan perakitan kembali peralatan yang
mungkin diperlukan untuk memastikan pembersihan yang benar
terlaksana. Jika perlu, prosedur juga meliputi sterilisasi peralatan,
penghilangan identitas bets sebelumnya serta perlindungan peralatan
yang telah bersih terhadap pencemaran sebelum digunakan.

47
e) Catatan mengenai pelaksanaan pembersihan, sanitasi, sterilisasi dan
inspeksi sebelum penggunaan peralatan hendaklah disimpan secara
benar.
f) Disinfektan dan deterjen hendaklah dipantau terhadap pencemaran
mikroba; enceran disinfektan dan deterjen hendaklah disimpan dalam
wadah yang sebelumnya telah dibersihkan dan hendaklah disimpan
untuk jangka waktu tertentu kecuali bila disterilkan.
4) Validasi prosedur pembersihan dan sanitasi
Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat dan
persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk produk antara.
Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan
pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif.
6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Persyaratan mutu tersebut harus
memenuhi spesifikasi yang ditentukan dari:
1) Bahan awal
Pembelian bahan awal adalah suatu aktifitas penting maka hendaklah
melibatkan staf yang mempunyai pengetahuan khusus dan menyeluruh
perihal pemasok.
2) Validasi proses
Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi
dan kesimpulan hendaklah dicatat.
3) Pencegahan pencemaran silang
Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus
dihindarkan. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak

48
terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau
produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan
pakaian kerja operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung dari
jenis pencemar dan produk yang tercemar. Diantara pencemar yang paling
berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi kuat,
preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu,
bahan sitotoksik dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling
terpengaruh oleh pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang
diberikan dalam dosis besar dan/atau sediaan yang diberikan dalam jangka
waktu yang panjang.
4) Sistem penomoran bets/lot
Tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot
dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara,
produk ruahan, produk jadi dapat diidentifikasi.
5) Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari
siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang
lengkap. Pengendalian terhadap pengeluaran bahan dan produk tersebut
untuk produksi, dari gudang, area penyerahan, atau antar bagian produksi,
adalah sangat penting.
6) Pengembalian
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan
dengan benar dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan pengemas, produk
antara dan produk ruahan hendaklah tidak dikembalikan ke gudang
penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

49
7) Operasi pengolahan produk antara dan produk ruahan
Semuabahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa
sebelum dipakai.
8) Bahan dan produk kering
Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang
terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus
hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan serta penggunaan saran
dan peralatan. Apabila layak hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup
atau metode lain yang sesuai.
9) Pencampuran dan granulasi
Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk hendaklah dilengkapi
dengan sistem pengendali debu, kecuali digunakan sistem tertutup.
Parameter operasional yang kritis (misal: waktu, kecepatan dan suhu)
untuk tiap proses pencampuran, pengadukan dan pengeringan hendaklah
tercantum dalam dokumen produksi induk dan dipantau.
10) Prosedur terperinci
Prosedur terperinci diperlukan agar tidak terjadi kontaminasi pada
proses:
a. Pencetakan tablet
b. Penyalutan
c. Pengisian kapsl keras
d. Penandaan tablet salut dan kapsul
e. Produk cair, krim dan salep (non steril)
f. Produk steril
g. Bahan pengemas
Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan
bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian
yang sama seperti terhadap bahan awal.

50
11) Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas
dan disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau
produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila
dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang
diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh kepala bagian manajemen
mutu (pemastian mutu) dan dicatat.
12) Pemulihan
Pemulihan semua atau sebagian dari bets sebelumnya, yang memenuhi
persyaratan mutu, digabungan ke dalam bets lain dari produk yang sama
pada suatu tahap pembuatan obat yang diotorisasi sebelumnya. Pemulihan
ini hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
setelah dilakukan evaluasi terhadap resiko yang mungkin terjadi, termasuk
kemungkinan pengaruh terhadap masa edar produk dan harus dicatat,
13) Karantina dan penyerahan produk jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum
penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan
untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat hendaklah
dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets
memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
14) Catatan pengendalian pengiriman obat
Sistem distribusi hendaklah menghasilkan catatan sedemikian rupa
sehingga distribusi tiap bets/lot obnat dapat segera diketahui untuk
mempermudah peneylidikan atau penarikan kembali jika diperlukan.
Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi. Semua bahan dan produk hendaklah disimpan
secara rapid an teratur untuk mencegah resiko kecampur bauran atau
pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan. Bahan
dan produk hendaklah diletakkan tidak langsung di lantai dan dengan

51
jarak yang cukup terhadap sekelilingnya. Bahan dan produk hendaklah
disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Penyimpanan yang
memerlukan kondisi khusus hendaklah disediakan.
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan
obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten
mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan
mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk
pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan untuk dijual, sampai
mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga
harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan pengawan mutu dari produksi dianggap hal yang
fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan. Bagian pengawasan mutu secara keseluruhan juga mempunyai
tanggung jawab, antara lain adalah:
1) Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu.
2) Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk.
3) Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk
4) Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk.
5) Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk.
Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur
tertulis dan dicatat dimana perlu.
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit dan Persetujuan Pemasok
Inspeksi diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industry farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan

52
dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci
oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi
penerapan CPOB secara obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara
rutin dan disamping itu, pada situasi khsusu, misalnya dalam hal terjadi
penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua
saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatn
inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut
yang efektif.
Audit Mutu
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari
sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya.
Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen
atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen
perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima
kontrak.
Audit dan persetujuan pemasok
1) Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah
bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi
persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan
bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
2) Hendaklah dibaut daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan
bahan pengemas. Daftar pemasok hendaklah disiapkan dan ditinjau ulang.
3) Hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan
ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah
mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Jika
audit diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan
pemasok dalam pemenuhan standar CPOB.

53
4) Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah dievaluasi secara teratur.
9. Keluhan dan Penarikan Produk
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun
suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui
atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penanganan
keluhan, penarikan kembali produk dan produk kembalian diatur dalam
CPOB sebagai berikut :
1) Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani
keluhan dan memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf
yang memadai untuk membantunya. Apabila personil tersebut bukan
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah
memahami cara penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan
kembali produk.
2) Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi,
tindak lanjut yang sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan
kembali produk, dalam menanggapi keluhan terhadap obat yang diduga
cacat.
3) Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi
dari penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan
dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait.
4) Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk menetapkan apakah keluhan
disebabkan oleh pemalsuan.
5) Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang
mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara
menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah
dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut.

54
6) Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka
hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan
apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil
pengolahan ulang dari bets yang cacat hendaklah diselidiki.
7) Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan
keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut.
Tindak lanjut ini mencakup:
 Tindakan perbaikan bila diperlukan;
 Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang
bersangkutan; dan
 Tindakan lain yang tepat.
8) Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi
hal yang spesifik atau masalah yang berulang terjadi, yang memerlukan
perhatian dan kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran.
9) Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi
mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinankesalahan
pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius
mengenai mutu produk.
10) Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
dan mengoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang
oleh staf yang memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali
sesuai dengan tingkat urgensinya. Personil tersebut hendaklah independen
terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Jika personil ini bukan kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah
memahami segala operasi penarikan kembali.
11) Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang diperiksa secara berkala dan
dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala tindakan penarikan
kembali.

55
12) Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan
tiap saat.
13) Pelaksanaan Penarikan Kembali
 Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera
setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan
mengenai reaksi yang merugikan;
 Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah
dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan
kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau
sampai tingkat konsumen;
 Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi,
hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali
dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas; dan
 Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah
dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat
dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
14) Catatan dan laporan termasuk hasil tindakan embargo dan penarikan
kembali produk hendaklah didokumentasikan dengan baik.
15) Otoritas pengawas obat negara ke mana produk didistribusikan hendaklah
diinformasikan segera apabila akan dilakukan penarikan kembali karena
cacat atau dugaan cacat.
16) Catatan distribusi hendaklah tersedia untuk digunakan oleh personil yang
bertanggung jawab terhadap penarikan kembali. Catatan distribusi
hendaklah berisi informasi yang lengkap mengenai distributor dan
pelanggan yang dipasok secara langsung (dengan alamat, nomor telepon,
dan/atau nomor fax pada saat jam kerja dan di luar jam kerja, nomor bets
dan jumlah yang dikirim), termasuk distributor di luar negeri untuk
produk yang diekspor dan sampel medis.

56
17) Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan
terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap
produk tersebut.
18) Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat
laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang
dikirim dan yang ditemukan kembali.
19) Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari
waktu ke waktu.
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen
Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan
dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.
Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
Berdasarkan CPOB dokumen yang diperlukan, yaitu :
a) Spesifikasi
Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan
produk jadi yang disahkan dengan benar dan diberi tanggal; di manaperlu,
hendaklah juga tersedia spesifikasi bagi produk antara dan produk ruahan.
b) Spesifikasi Bahan Awal
Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup, di mana diperlukan:
1) Deskripsi bahan, termasuk:
 Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal;
 Rujukan monografi farmakope, bila ada;

57
 Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan;
 Standar mikrobiologis, bila ada;
2) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan;
3) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan;
4) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan; dan
5) Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.
c) Spesifikasi Bahan Pengemas
Spesifikasi bahan pengemas hendaklah mencakup, di mana diperlukan:
1) Deskripsi bahan, termasuk:
 Nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal;
 Rujukan monografi farmakope, bila ada;
 Pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan;
 Standar mikrobiologis, bila ada;
 Spesimen bahan pengemas cetak, termasuk warna;
2) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan;
3) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan;
4) Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan; dan
5) Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.
d) Spesifikasi Produk Antara dan Produk Ruahan
Spesifikasi produk antara dan produk ruahan hendaklah tersedia,
apabila produk tersebut dibeli atau dikirim, atau apabila data dari produk
antara digunakan untuk mengevaluasi produk jadi. Spesifikasi hendaklah
mirip dengan spesifikasi bahan awal atau produk jadi, sesuai keperluan.
e) Spesifikasi Produk Jadi
Spesifikasi produk jadi hendaklah mencakup:
1) Nma produk yang ditentukan dan kode referen (kode produk);
2) Formula/komposisi atau rujukan;

58
3) Deskripsi bentuk sediaan dan uraian mengenai kemasan, termasuk
ukuran kemasan;
4) Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan;
5) Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan;
6) kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan khusus, bila
diperlukan; dan
7) Masa edar/simpan.
f) Dokumen Produksi
Dokumen yang esensial dalam produksi adalah:
1) Dokumen Produksi Induk yang berisi formula produksi dari suatu
produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan tertentu, tidak tergantung
dari ukuran bets;
2) Prosedur Produksi Induk, terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk dan
Prosedur Pengemasan Induk, yang masing-masing berisi prosedur
pengolahan dan prosedur pengemasan yang rinci untuk suatu produk
dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets spesifik. Prosedur
Produksi Induk dipersyaratkan divalidasi sebelum mendapat
pengesahan untuk digunakan; dan
3) Catatan Produksi Bets, terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan
Catatan Pengemasan Bets, yang merupakan reproduksi dari masing-
masing Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk,
dan berisi semua data dan informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. Kadang-kadang pada
Catatan Produksi Bets, prosedur yang tertera dalam Prosedur Produksi
Induk tidak lagi dicantumkan secara rinci.
g) Dokumen Produksi Induk
Dokumen Produksi Induk yang disahkan secara formal hendaklah
mencakup nama, bentuk sediaan, kekuatan dan deskripsi produk, nama

59
penyusun dan bagiannya, nama pemeriksa serta daftar distribusi dokumen
dan berisi hal sebagai berikut:
1) Informasi bersifat umum yang menguraikan jenis bahan pengemas
primer yang harus digunakan atau alternatifnya, pernyataan mengenai
stabilitas produk, tindakan pengamanan selama penyimpanan dan
tindakan pengamanan lain yang harus dilakukan selama pengolahan
dan pengemasan produk;
2) Komposisi atau formula produk untuk tiap satuan dosis dan untuk satu
sampel ukuran bets;
3) Daftar lengkap bahan awal, baik yang tidak akan berubah maupun
yang akan mengalami perubahan selama proses;
4) Spesifikasi bahan awal;
5) daftar lengkap bahan pengemas;
6) Spesifikasi bahan pengemas primer;
7) Prosedur pengolahan dan pengemasan;
8) Daftar peralatan yang dapat digunakan untuk pengolahan dan
pengemasan;
9) Pengawasan selama-proses pengolahan dan pengemasan; dan
10) Masa edar/simpan.
h) Prosedur Pengolahan Induk
Prosedur Pengolahan Induk yang disahkan secara formal hendaklah
tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets yang akan dibuat. Prosedur
Pengolahan Induk hendaklah mencakup:
1) Nama produk dengan kode referen produk yang merujuk pada
spesifikasinya;
2) Deskripsi bentuk sediaan, kekuatan produk dan ukuran bets;
3) Daftar dari semua bahan awal yang harus digunakan, dengan
menyebutkan masing-masing jumlahnya, dinyatakan dengan
menggunakan nama dan referen (kode produk) yang khusus bagi

60
bahan itu; hendaklah dicantumkan apabila ada bahan yang hilang
selama proses;
4) Pernyataan mengenai hasil akhir yang diharapkan dengan batas
penerimaan, dan bila perlu, tiap hasil antara yang relevan;
5) Pernyataan mengenai lokasi pengolahan dan peralatan utama yang
harus digunakan;
6) Metode atau rujukan metode yang harus digunakan untuk
mempersiapkan peralatan kritis (misalnya pembersihan, perakitan,
kalibrasi, sterilisasi);
7) Instruksi rinci tahap proses (misalnya pemeriksaan bahan, perlakuan
awal, urutan penambahan bahan, waktu pencampuran, suhu);
8) Instruksi untuk semua pengawasan selama-proses dengan batas
penerimaannya;
9) Bila perlu, syarat penyimpanan produk ruahan; termasuk wadah,
pelabelan dan kondisi penyimpanan khusus, di mana perlu; dan
10) Semua tindakan khusus yang harus diperhatikan.
i) Prosedur Pengemasan Induk
Prosedur Pengemasan Induk yang disahkan secara formal hendaklah
tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets serta ukuran dan jenis
kemasan. Dokumen ini umumnya mencakup, atau merujuk, pada hal
berikut:
1) Nama produk;
2) Deskripsi bentuk sediaan dan kekuatannya, di mana perlu;
3) Ukuran kemasan yang dinyatakan dalam angka, berat atau volume
produk dalam wadah akhir;
4) Daftar lengkap semua bahan pengemas yang diperlukan satu bets
standar, termasuk jumlah, ukuran dan jenis bersamakode atau nomor
referen yang berkaitan dengan spesifikasi bahan pengemas;

61
5) Dimana sesuai, contoh atau reproduksi dari bahan pengemas cetak
yang relevan dan spesimen yang menunjukkan tempat untuk mencetak
nomor bets dan tanggal daluwarsa bets;
6) Tindakan khusus yang harus diperhatikan, termasuk pemeriksaan
secara cermat area dan peralatan untuk memastikan kesiapanjalur (line
clearance) sebelum kegiatan dimulai;
7) Uraian kegiatan pengemasan, termasuk segala kegiatan tambahanyang
signifikan serta peralatan yang harus digunakan; dan
8) Pengawasan selama-proses yang rinci termasuk pengambilansampel
dan batas penerimaan.
j) Catatan Pengolahan Bets
Catatan Pengolahan Bets hendaklah tersedia untuk tiap bets diolah.
Dokumen ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan dari Prosedur
Pengolahan Induk yang berlaku. Metode pembuatan catatan ini hendaklah
didesain untuk menghindarkan kesalahantranskripsi. Catatan hendaklah
mencantumkan nomor bets sedang dibuat. Sebelum suatu proses dimulai,
hendaklah dilakukan pemeriksaan yang dicatat, bahwa peralatan dan
tempat kerja telah bebas produk dan dokumen sebelumnya atau bahan
yang tidak diperlukanuntuk pengolahan yang direncanakan, serta peralatan
bersih sesuai untuk penggunaannya. Selama pengolahan, informasi
sebagai berikut hendaklah dicatat saat tiap tindakan dilakukan dan -
setelah lengkap - hendaklahcatatan diberi tanggal dan ditandatangani
dengan persetujuan personil yang bertanggung jawab untuk kegiatan
pengolahan:
1) Nama produk;
2) Tanggal dan waktu dari permulaan, dari tahap antara signifikan dan
dari penyelesaian pengolahan;
3) Nama personil yang bertanggung jawab untuk tiap tahap proses;

62
4) Paraf operator untuk berbagai langkah pengolahan yang signifikan
dan, di mana perlu, paraf personil yang memeriksa tiap kegiatanini
(misalnya penimbangan);
5) Nomor bets dan/atau nomor kontrol analisis dan jumlah nyata tiap
bahan awal yang ditimbang atau diukur (termasuk nomor bets jumlah
bahan hasil pemulihan atau hasil pengolahan ulang ditambahkan);
6) Semua kegiatan pengolahan atau kejadian yang relevan peralatan
utama yang digunakan;
7) Catatan pengawasan selama-proses dan paraf personil melaksanakan
serta hasil yang diperoleh;
8) Jumlah hasil produk yang diperoleh dari tahap pengolahan berbeda
dan penting; dan
9) Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasukuraiannya
dengan tanda tangan pengesahan untuk segala penyimpangan terhadap
Prosedur Pengolahan Induk.
k) Catatan Pengemasan Bets
Catatan Pengemasan Bets hendaklah tersedia untuk tiap bets yang
dikemas. Dokumen ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan dari
Prosedur Pengemasan Induk yang berlaku dan metode pembuatan catatan
ini hendaklah didesain untuk menghindar-kan kesalahan transkripsi.
Catatan hendaklah mencantumkan nomor bets dan jumlah produk jadi
yang direncanakan akan diperoleh.
Sebelum suatu kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan
pemeriksaan yang dicatat, bahwa peralatan dan tempat kerja telah bebas
dari produk dan dokumen sebelumnya atau bahan yang tidak diperlukan
untuk pengemasan yang direncanakan, serta peralatan bersih dan sesuai
untuk penggunaannya.
Selama pengemasan, informasi sebagai berikut hendaklah dicatat pada
saat tiap tindakan dilakukan dan setelah lengkap hendaklah catatan diberi

63
tanggal dan ditandatangani dengan persetujuan dari personil yang
bertanggung jawab untuk kegiatan pengemasan:
1) Nama produk;
2) Tanggal dan waktu tiap kegiatan pengemasan;
3) Nama personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan
pengemasan;
4) Paraf operator dari berbagai langkah pengemasan yang signifikan;
5) Catatan pemeriksaan terhadap identitas dan konformitas dengan
Prosedur Pengemasan Induk termasuk hasil pengawasan selamaproses;
6) Rincian kegiatan pengemasan yang dilakukan, termasuk referensi
peralatan dan jalur pengemasan yang digunakan;
7) Apabila dimungkinkan, sampel bahan pengemas cetak yang
digunakan, termasuk spesimen dari kodifikasi bets, pencetakan tanggal
daluwarsa serta semua pencetakan tambahan;
8) Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya
dengan tanda tangan pengesahan untuk semua penyimpangan terhadap
Prosedur Pengemasan Induk; dan
9) Jumlah dan nomor referen atau identifikasi dari semua bahan
pengemas cetak dan produk ruahan yang diserahkan, digunakan,
dimusnahkan atau dikembalikan ke stok dan jumlah produk yang
diperoleh untuk melakukan rekonsiliasi yang memadai.
l) Prosedur dan Catatan
Hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan penerimaan untuk tiap
pengiriman tiap bahan awal, bahan pengemas primer dan bahan pengemas
cetak.
Catatan penerimaan hendaklah mencakup:
1) Nama bahan pada surat pengiriman dan wadah;
2) Nama “internal” dan/atau kode bahan [bila tidak sama dengan a)];
3) Tanggal penerimaan;

64
4) Nama pemasok dan, bila mungkin, nama pembuat;
5) Nomor bets atau referen pembuat;
6) Jumlah total dan jumlah wadah yang diterima;
7) Nomor bets yang diberikan setelah penerimaan; dan
8) Segala komentar yang relevan (misal, kondisi wadah saat diterima).
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk penandaan karantina
internal dan penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan bahan lain,
sesuai keperluan.
m) Pengambilan Sampel
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang
mencakup personil yang diberi wewenang mengambil sampel, metode dan
alat yang harus digunakan, jumlah yang harus diambil dan segala tindakan
pengamanan yang harus diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi
terhadap bahan atau segala penurunan.
n) Pengujian
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengujian bahan dan
produk yang diperoleh dari tiap tahap produksi yang menguraikan metode
dan alat yang harus digunakan. Pengujian yang dilaksanakan hendaklah
dicatat.
11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialihdayakan
hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak
tertulis yang meliputi semua kegiatan alih daya, produk atau pekerjaan dan
semua pengaturan teknis terkait.
Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima
Kontrak yang secara jelas menentukan peran dan tanggung jawab masing-
masing pihak. Sistem Mutu Industri Farmasi dari Pemberi Kontrak hendaklah

65
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan
yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Pemastian Mutu.
Dalam Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak terdapat tiga
komponen penting, yaitu:
1) Pemberi kontrak
2) Penerima kontrak
3) Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
Tiap perubahan yang direncanakan terhadap fasilitas, peralatan, sarana
penunjang, dan proses, yang dapat memengaruhi mutu produk, hendaklah
didokumentasikan secara formal dan dampak pada status validasi atau
strategi pengendaliannya dinilai. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk
mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian
terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan
terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu
produk hendaklah divalidasi. Semua kegiatan kualifikasi dan validasi
hendaklah direncanakan dengan mempertimbangkan siklus hidup fasilitas,
peralatan, sarana penunjang, proses dan produk.
Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan
ruang lingkup dan cakupan validasi. Unsur-unsur kualifikasi dan validasi yang
diatur CPOB, meliputi:
1) Perencanaan validasi
2) Dokumentasi
3) Kualifikasi
4) Validasi proses
5) Validasi pembersihan

66
C. Sistem Pendukung
1. Sistem Pengolahan Limbah
Semua sarana termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang, dan
daerah sekitar gudang sebaiknya dijaga agar senantiasa dalam keadaaan bersih
dan rapi. Saluran pembuangan sebaiknya berukuran layak, memiliki bak
kontrol, saluran yang terbuka dan dangkal agar mudah dibersihkan. Sumber
pencemaran limbah farmasi antara lain:
1) Limbah padat
Sumber pencemaran limbah padat berasal dari debu atau serbukobat
dari sistem pengendali debu (dust collector), obat rusak, obat kadaluarsa,
obat substandart (reject), kertas, karton, plastik bekas, botol, dan
aluminium foil. Adapun yang menjadi tolak ukur dampak limbah padat
SKMENLHNo.50/MENLH/1995 tentang baku mutu tingkat kebauan
lingkungan pabrik yang bersih, tidak berbau, tidak ada limbah B3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun), sampah tertata rapi. Upaya pengelolaan limbah
padat:
1) Sampah domestik dibuatkan tempat sampah.
2) Debu/sisa serbuk obat, obat rusak/kadaluarsa dibakar di insenerator.
2) Limbah cair
a) Pembuatan saluran drainase sesuai dengan sumber limbah
– Saluran air hujan langsung dialirkan keselokan umum.
– Saluran dari kamar mandi/WC langsung dialirkan ke septic tank.
– Saluran dari tempat pencucian alat-alat/sisa produksi dan
laboratorium dialirkan IPAL.
b) Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL)
Metode pengolahan limbah cair meliputi beberapa cara:
– Dillution (pengenceran), air limbah dibuang ke sungai, danau,
rawa atau laut agar mengalami pengenceran dan konsentrasi
polutannya menjadi rendah atau hilang. Cara ini dapat mencemari

67
lingkungan bila limbah tersebut mengandung bakteri patogen,
larva, telur cacing atau bibit penyakit yang lain. Cara ini boleh
dilakukan dengan syarat bahwa air sungai, waduk atau rawa
tersebut tidak dimanfaatkan untuk keperluan lain, volume airnya
banyak sehingga pengenceran bisa 30-40 kalinya, air tersebut
harus mengalir.
– Sumur resapan, yaitu sumur yang digunakan untuk tempat
penampungan air limbah yang telah mengalami pengolahan dari
sistem lain. Air tinggal mengalami peresapan kedalam tanah, dan
sumur dibuat pada tanah porous, diameter 1-2,5m dan kedalaman
2,5m. Sumur ini bisa dimanfaatkan 6-10 tahun.
– Septic tank, merupakan metode terbaik untuk mengelola air limbah
walaupun biayanya mahal, rumit dan memerlukan tanah yang luas.
Septic tank memiliki 4 bagian ruang untuk tahap-tahap
pengolahan, yaitu:
1. Ruang pembusukan, air kotor akan bertahan 1-3 hari dan akan
mengalami proses pembusukan sehingga menghasilkan gas,
cairan dan lumpur (sludge)
2. Ruang lumpur, merupakan ruang tempat penampungan hasil
proses pembusukan yang berupa lumpur. Bila penuh lumpur
dapat dipompa keluar.
3. Dosing chamber, didalamnya terdapat siphon Mc Donald yang
berfungsi sebagai pengatur kecepatan air yang akan dialirkan
kebidang resapan agar merata
4. Bidang resapan, bidang yang menyerap cairan keluar dari
dosing chamber serta menyaring bakteri pathogen maupun
mikroorganisme yang lain. Panjang minimal resapan ini adalah
10meter dibuat pada tanah porous.

68
3) Limbah gas
Sumber pencemaran limbah gas/udara berasal dari debu selama
proses produksi, uap lemari asam di laboratorium, pelarut uap, proses film
coating, asap dari pemanas uap (steam boiler), generator listrik dan
incinerator. Adapun yang menjadi tolak ukurdampak limbah gas adalah
SKMENLHNo.13/MENLH/1995 tentang baku mutu emisi sumber tidak
bergerak. Pemantauan kualitas udara di dalam dan di luar lingkungan
industri, meliputi H2S, NH3, SO2,CO, NO, TPS (debu), dan Pb. Upaya
pengelolaan limbah gas:
a) Lemari asam dilengkapi dengan exhaust fan dan cerobong asap ±6 m2
yang dilengkapi dengan absorbent.
b) Solvent diruang coating digunakan dustcollector (wetsystem).
c) Debu disekitar mesin produksi dipasang penyedot debu dan dust
collector unit.
d) Asap dari genset dan insenerator dibuat cerobong asap ± 6m
2. Sistem Pengolahan Air
Sistem pengolahan air adalah suatu sistem/ unit/sarana penunjang kritis
yang digunakan untuk mengelolah air agar memenuhi persyaratan mutu untuk
bahan baku obat, sehingga obat akan memenuhi persyaratan CPOB. Sistem
pengelolahan air ini diperlukan untuk:
1) Agar air yang digunakan dalam proses produksi memenuhi persyaratan
CPOB.
2) Untuk memurnikan air yang terdapat didalam tanah, karena air yang
berada dalam tanah bukanlah air yang murni.

69
Gambar 1. Purified Water System

Sistem pengolahan air secara umum berlangsung sebagai berikut:


1) Raw water berasal dari air sumur artesis (sumur dalam) dengan kedalaman
±100 m,
2) Raw water yang masih memiliki banyak kontaminan masuk ke
multimedia filter untuk menghilangkan lumpur, endapan dan partikel-
partikel yang terdapat pada raw water.
3) Kemudian masuk ke active carbon filter, dimana karbon aktif adalah
karbon yang telah diaktifkan dengan menggunakan uap bertekanan tinggi /
CO2 yang berasal dari bahan yang memiliki daya adsorbsi yang sangat
tinggi. Active carbon berfungsi sebagai pre-treatment sebelum proses
deionisasi untuk menghilangkan klorin.
4) Setelah itu, air masuk ke water softener filter yang berisi resin anionik
yang berfungsi untuk menghilangkan dan atau menurunkan kesadahan air
dengan cara mengikat ion Ca2+ dan ion Mg2+ yang menyebabkan
tingginya tingkat kesadahan air.

70
5) Kemudian menuju HE (Heating Exchanger) yaitu alat penukar panas yang
dapat digunakan untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu
fluida untuk dipindahkan ke fluida lain.
6) Dari HE masuk ke micron filter water untuk menghilangkan partikel-
partikel berukuran lebih kecil yang masih ada di dalam air.
7) Kemudian masuk ke reverse osmosis, yaitu teknik pembuatan air murni
(purified water) yang dapat menurunkan hingga 95% Total Dissolve
Solids (TDS) di dalam air. RO terdiri dari lapisan filter yang sangat halus
hingga 0,0001 mikron.
8) Kemudian melewati Electronic De-Ionization (EDI) yaitu perkembangan
dari ion exchange dimana sebagai pengikat ion + dan ion – dipakai juga
elektroda disamping resin. Elektroda ini dihubungkan dengan arus listrik
searah sehingga proses pemurnian air dapat berlangsung terus-menerus
tanpa perlu regenerasi.
9) Setelah melewati EDI, selanjutnya purified water yang dihasilkan
ditampung dalam tanki penampungan (strorage tank) yang dilengkapi
dengan CIP (cleaning in place) dan looping system dan siap
didistribusikan ke ruang produksi.
3. Sistem Pengolahan Udara
Sistem Tata Udara atau Heating Ventilation and Air Conditioning (HVAC)
adalah suatu sarana penunjang kritis atau suatu system penunjang udara yang
digunakan untuk mengendalikan kondisi/parameter udara seperti kelembaban,
suhu, mikroorganisme, dan partikel-partikel dalam pergantian udara perjam
agar memenuhi standar atau persyaratan CPOB.HVAC diperlukan dalam
suatu industri farmasi karena, apabila tidak menggunakan HVAC maka udara
tidak memenuhi persyaratan CPOB, dan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang. Ada pula beberapa tujuan penggunaan HVAC, yaitu:
1) Untuk melindungi produk dari pengaruh kotoran-kotoran diudara
2) Untuk melindungi personil dan membuat nyaman pekerja

71
3) Untuk melindungi lingkungan, baik lingkungan dalam maupun lingkungan
luar.
Terdapat dua sistem tata udara, yaitu sistem tata udara full fresh air 100%
dan sistem tata udara resirkulasi. Sistem udara full fresh air 100% dengan
aliran udara yang digunakan yang bersifat turbulen. Sistem udara full fresh air
ini menyaring udara yang masuk 100% dan akan dikeluarkan lagi sebanyak
100%, sehingga beban filter dalam bekerja akan lebih besar. Sedangkan
sistem tata udara resirkulasi adalah suatu system tata udara dimana udara yang
masuk 100% dikeluarkan hanya sebagian, dan sisanya disimpan disistem
sehingga beban filter tidak berat. Adapula beberapa komponen HVAC, yaitu:
1. Fan : Digunakan untuk mengetahui volume udara yang
disuplai
2. Filter : Menyaring udara yang dikeluarkan oleh blower
3. Ducting : Berfungsi menyalurkan udara dari blower kedalam
ruangan
4. Dumper : Mengatur besarnya tekanan udara yang akan
masuk kedalam ruangan
5. Difuser : Digunakan untuk mensuplai udara dan untuk
menerima udara kembali
6. Heating : Digunakan untuk mengatur udara yang masuk
kedalam ruangan.
7. Cooling : Digunakan untuk mengatur suhu, kelembaban, dan
Coil selisih tekanan udara.

4. Sistem K3
Dengan peraturan perundangan nomor 1 tahum 1970 ditetapkan syarat-
syarat keselamatan kerja untuk :
3) Mencegah dan mengurangi kecelakaan

72
4) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
5) Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
6) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
7) Memberi pertolongan pada kecelakaan
8) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
9) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran
10) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan
11) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
12) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
13) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
14) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
15) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya
16) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang
17) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
18) Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang
19) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
20) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

73
BAB III
KEGIATAN PRAKTIK KERJA DAN PEMBAHASAN

Industri Farmasi adalah bahan usaha yang memiliki izin dari menteri kesehatan
untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat (Peraturan menteri
Kesehatan Nomor 1799 tahun 2010).
Lembaga Farmasi Angkatan Laut (LAFIAL) merupakan salah satu unit pelaksana
teknis Dinas Kesehatan Angkatan Laut ( Diskesal). LAFIAL mempunyai tugas
pokok dalam memproduksi obat-obatan, khususnya untuk anggota TNI Angkatan
Laut beserta keluarganya dan instansi lain yang terkait. Produksi yang dilaksanakan
LAFIAL menggunakan dana APBN, oleh sebab itu lafial merupakan industri farmasi
yang tidak berionterasi pasar. Obat-obatan yang diproduksi lafial merupakan me too
product yaitu dengan mencontoh sediaan yang telah beredar di pasaran. Obat-obat
produksi lafial dikhususkan bagi kalangan intern TNI AL,sehingga obat-obat yang
diproduksi oleh lafial tidak didaftarkan ke BPOM.
A. Penerapan Aspek CPOB di Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut
Aspek-aspek CPOB yang telah diterapkan oleh LAFIAL adalah sebagai berikut :
1. Manajemen mutu
Penerapan manajemen mutu LAFIAL berdasarkan pada system mutu yang
terbentuk atas pola kerja yang baik dari struktur organisasi, prosedur kerja
disetiap instalasi, proses produksi serta personil yang terlibat dalam proses
pembuatan suatu produk sehingga produk yang dihasilkan oleh LAFIAL
memenuhu persyaratan CPOB. LAFIAL memiliki beberapa bagian dalam
struktur organisasinya mempunyai komitmen dan bertanggung jawab untuk
pencapaian tujuan mutu secara konsisten serta dapat diandalkan bagian
tersebut adalah bagian produksi,bagian wastu yang sama dengan QC (Quality
Control), Bagian Diklitbang yang sama dengan R&D (Research and
Development) dan bagian matkes yang sama dengan PPIC (Production
planning and Inventory Control). Setiap bagian terdiri dari beberapa sub

74
bagian yang mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawabnya masing-
masing.
Manajemen mutu di LAFIAL terbagi menjadi dua yakni pemastian mutu
(Quality Asurance) dan pengawasan mutu (Quality Control). Peran QC yang
dilakukan LAFIAL yakni pengujian pada obat untuk memastikan bahwa obat
tersebut telah memenuhi standar kualitas,sedangkan peran QA dalam
menjamin kualitas obat tersebut mulai dari raw material hingga finished
product. Bagian QA di lafial untuk saat ini masih dirangkap oleh bagian
Diklitbang.
2. Personalia
Menurut CPOB 2018, pembuatan obat yang benar mengandalkan sumber
daya manusia. Oleh sebab itu industry farmasi harus bertanggung jawab untuk
menyediakan personel yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk
melaksanakan tugas.
Personalia merupakan suatu factor yang penting untuk menjamin mutu
produk yang dihasilkan. Personil kunci di LAFIAL sudah sesuai dengan
ketentuan dalam pedoman CPOB yaitu terdiri dari penanggung jawab
produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu yang hubungannya
ditunjukkan ditingkat manajerial. Namun saat ini bgaian pemastian mutu tidak
tercantum dalam struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi.
Personil yang dimiliki LAFIAL sudah terkualifikasi dan berpengalaman
dalam hal pengetahuan,keterampilan,dan kemampuan sesuai yang
dipersyaratkan CPOB. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab
masing-masing dan dicatat, untuk meningkatkan kualitas personilnya
dilakukan dengan kegiatan peningkatan pengetahuan, dan pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higienes yang berkaitan
dengan pekerjaan nya tentang ilmu farmasi khususnya di bidang CPOB.

75
3. Bangunan dan Fasilitas
Secara umum bangunan yang ada di Lafial secara keseluruhan telah
memenuhi ketentuan CPOB. Setiap tahapan dalam proses produksi dilakukan
dalam ruangan tersendiri dan terpisah. Bangunan pada ruangan produksi
Lafial (dinding, lantai dan langit-langit) telah dilapisi dengan epoksi, bebas
dari keretakan dan sambungan terbuka sehingga mudah dibersihkan. Lantai di
daerah pengolahan dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan
memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Sudut antara dinding,
lantai dan langit-langit dalam daerah kritis berbentuk lengkungan. Lafial
hanya memproduksi sediaan non steril (tablet, kaplet, kapsul, salep, krim dan
sirup). Sehubungan dengan hal tersebut ruangan produksi obat di Lafial hanya
terdiri dari black area (daerah hitam) dan grey area (daerah abu-abu).
Secara keseluruhan ruangan produksi di Lafial dinilai cukup baik, hal ini
dapat dilihat dari bangunan produksi di Lafial, yaitu ruang untuk produksi non
beta laktam. Gudang di Lafial terbagi menjadi tujuh yaitu gudang bahan
pengemas primer dan sekunder untuk tablet dan kapsul, gudang bahan
pengemas primer dan sekunder untuk sediaan cair, gudang bahan baku produk
non beta-laktam, gudang bahan baku produk beta-laktam, gudang produk jadi
beta-laktam, gudang produk jadi non beta-laktam, gudang bahan cairan.
Pada gudang bahan baku, gudang bahan pengemas, dan gudang cairan
dimana keduanya terletak dalam satu bangunan dengan ruang produksi, tetapi
dipisahkan oleh pintu antara. Hal ini untuk memudahkan aliran bahan baku
ataupun produk jadi. Dan pada gudang penyimpanan dilengkapi dengan air
conditioner dan dehumidifier untuk mencapai kondisi yang mendukung
penyimpanan yaitu suhu (20-25oC) dan kelembaban (40-60%). Berdasarkan
penyimpanan barang di gudang Lafial disesuaikan dengan perbedaan jenis
sediaannya dan diurutkan sesuai nama abjad pada masing-masing rak
penyimpanan tersebut. Pada masing-masing depan rak terdapat gantungan
kertas yang berisi nama produk dan nomor urut penyimpanan barang,

76
sehingga mempermudah pada saat pengambilan dan mengurangi kesalahan
pada saat pengambilan.
4. Peralatan
Secara umum peralatan di ruang produksi telah memenuhi persyaratan
CPOB, yang sebagian besar peralatannya terbuat dari bahan stainless steel.
Setiap alat disimpan pada ruangan yang terpisah dan tertutup yang dilengkapi
dengan alat penghisap debu, sehingga dapat dihindari terjadinya kontaminasi
pada setiap proses produksi. Semua peralatan yang digunakan terlebih dahulu
dikualifikasi. Kualifikasi ini meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi,
operasional dan kinerja. Selain itu juga dilakukan kalibrasi akan tetapi tidak
rutin dilakukan.
Perawatan peralatan di Lafial selalu dilakukan oleh sub bagian
pengendalian dan pemeliharaan material yaitu dengan cara dibersihkan setiap
kali selesai digunakan dalam produksi obat. Perawatan peralatan ini
dilakukan dengan tujuan untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang
dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian suatu produk yang
disebabkan oleh kotoran-kotoran yang tertinggal di alat. Peralatan yang telah
dibersihkan dicantumkan keterangan tertulis yang menyatakan status alat,
siapa yang membersihkan, kapan dan siapa yang mengetahui. Kemudian
diberi tanda ”TELAH DIBERSIHKAN”. Ini bertujuan untuk membedakan
peralatan yang telah dibersihkan dengan peralatan yang belum dibersihkan.
Untuk menunjang perawatan peralatan maka dilaksanakan validasi
pembersihan.
5. Sanitasi dan higienis
Penerapan sanitasi dan higienis diharapkan dapat menjamin perlindungan
produk dari pencemaran. Sanitasi ruang dilakukan oleh masing – masing
bagian produksi ketika akan melakukan proses produksi ketika akan
melakukan proses produksi, setelah selesai melakukan proses produksi dan
pada saat penggantian item obat. Selain ruangan, sanitasi juga dilakukan pada

77
peralatan sebelum dan sesudah digunakan, setiap peralatan dilakukan
pembersihan dimana hasil bilasan terakhir akan dilakukan pengujian oleh
bagian Wastu. Peralatan hanya dapat digunakan bila sudah diberikan label
bersih dari pengujian wastu.
Semua karyawan dilatih untuk menerapkan higienis perorangan. Tiap
personil yang masuk ke area pembuatan obat diharuskan untuk mengenkan
pakaian pelindung, termasuk penutup rambut dan masker. Persyaratan ini
tidak saja diberlakukan bagi para personil atau karyawan, tetapi juga kepada
semua orang yang akan memasuki area produksi, termasuk pengunjung lain,
seperti tamu dan mahasiswa praktek kerja lapangan. Pakaian pelindung yang
dikenakan harus bersih, untuk menghindari kemungkinan terjadinya
pencemaran terhadap produk. Disamping keharusan untuk mengenakan
pakaian pelindung dan penutup rambut, tiap personil dan pengunjung juga
diintruksikan untuk mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi.
Sarana pencuci tangan sudah tersedia di daerah loker. Akan tetapi belum
terpasang poster yang dapat mengingatkan tiap orang, baik karyawan maupun
pengunjung yang akan memasuki area produksi untuk melaksanakan program
ini demi menjaga agar tidak terjadi kontaminasi yang akan berdampak pada
mutu produk obat. Agar program ini dapat berjalan, dibutuhkan kesadaran
dari masing – masing personil dan juga kemauan keras dari setiap apoteker
dalam memberikan contoh pada karyawan lain dan dengan tegas memberikan
peringatan bagi setiap karyawan yang tidak mematuhi prosedur ini.
Untuk menjaga mutu produk, LAFIAL juga melarang tiap orang baik
karyawan maupun pengunjung yang berada dalam area produksi, laboratorium
wastu, area gudang dan area lain yang memungkinkan dapat kontak dengan
produk untuk makan, minum atau merokok karena dikhawatirkan berdampak
terhadap mutu produk, setelah digunakan, peralatan dibersihkan, baik bagian
luar maupun bagian dalamnya dengan menggunakan desinfektan, alcohol dan
aquadest.

78
6. Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar.
Rencana produksi obat Lafial disusun atas dasar laporan data kebutuhan
obat dari fasilitas pelayanan kesehatan angkatan laut di seluruh Indonesia
yang diolah melalui hasil Rapat Panitia Kerja (Panja) untuk menetapkan jenis
dan kuantitas obat yang akan diproduksi oleh Lafial serta disesuaikan dengan
kemampuan anggaran yang tersedia, kemudian diserahkan kepada Diskesal.
Diskesal selanjutnya akan membuat rencana produksi (Renprod).
Ada 2 bagian di LAFIAL yang berperan penting sebelum melaksankan
produksi, yaitu Material Kesehatan produksi, yaitu Material Kesehatan
(Matkes) dan pengawasan Mutu (Wastu), dimana Matkes melaksanakan
perencanaan dan penyusunan formula obat yang akan diproduksi yang
kemudian diajukan ke Dinas Kesehatan Angkatan Laut (Diskesal), sedangkan
Wastu sendiri bertugas memeriksa bahan baku yang datang dari gudang
Diskesal dan bahan penolong yang dibeli dari supplier apakah lulus atau tidak
untuk dilaksanakan produksi. Bahan baku dan bahan penolong atau zat
tambahan yang telah lulus akan diberi label “MERAH“ dan disimpan dalam
lemari “REJECTED“, sementara bahan baku dan bahan penolong yang
statusnya belum disampling oleh Wastu sudah mengambil bahan tersebut
untuk disampling maka diberi label “KARANTINA“ yang diberi label kuning
serta diletakan di area karantina yang terpisah dari bahan baku dan bahan
penolong yang telah lulus uji. Selain itu, Wastu juga bertanggung jawab
dalam pengawasan produksi.
Produksi di Lafial dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
pada CPOB agar dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Proses produksi yang dilaksanakan

79
berdasarkan pada Surat Perintah Produksi (SPP) yang dikeluarkan oleh
Bagian matkes. Bagian produksi melaksanakan produksi untuk semua produk
yang telah direncanakan berdasarkan Standar Operating Procedure (SOP)
dari setiap produk yang telah ada.
Setiap langkah dan tahapan kerja dicatat pada lembaran kerja yang ditanda
tangani oleh petugas pelaksana sebagai dokumentasi untuk menjadi catatan
produksi batch yang sangat penting untuk penelusuran kembali jika ada
keluhan produk dari konsumen serta pengendalian selama berlangsungnya
produksi.
Selama proses produksi dilakukan In Process Control (IPC) untuk
menjamin mutu produk yang dimulai dari bahan masuk sampai menjadi
produk jadi serta untuk menjaga keseragaman mutu selama proses produksi.
IPC dilakukan pada rentang waktu 15 menit saat awal produksi dan
dilanjutkan tiap 30 menit selama proses
produksi. Jika dalam IPC didapatkan hasil yangjauhdari persyaratan maka
proses produksi dihentikan dan dilakukan analisis oleh Bagian Wastu bekerja
samadengan Bagian Produksi. Bentuk sediaan yang diproduksi Lafial adalah
sirup, tablet, kaplet, salep, dan kapsul.
7. Pengawasan mutu
Pengawasan mutu di Lafial dilakukan oleh bagian wastu yang identik
dengan QC yang bertanggung jawab untuk melaksanakan selama produksi
agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
ditetapkan. Sesuai dengan tanggung jawabnya bagian wastu melakukan
pengujian yang meliputi semua fungsi analisis termasuk pengambilan contoh,
pemeriksaan dan pengujian bahan baku, produk antara, produk ruahan,
kemasan, obat jadi, program uji stabilitas, validasi, dokumentasi dari suatu
batch, penyimpanan contoh pertinggal, penyusunan dan penyimpanan
spesifikasi yang berlaku bagi setiap bahan dan produk termasuk metode

80
pengujiannya. Bagian wastu berhak menolak penggunaan bahan baku jika
tidak potensial dan tidak memenuhi sertifikat analisa bahan baku.
Bahan baku sebelum masuk gudang diperiksa terlebih dahulu oleh bagian
Wastu, jika memenuhi syarat bahan baku diberi label berwarna hijau (lulus)
dan jika tidak memenuhi syarat diberi label warna merah (tidak lulus) dan
dikembalikan ke suplier. Jika ada obat yang dikembalikan karena klaim dari
pemakai mengenai kualitas dan keefektifannya maka bagian Wastu akan
melakukan analisis secara fisika, kimia maupun mikrobiologi dan hasil
analisis dicocokkan dengan sampel pertinggal. Ruang wastu di Lafial letaknya
terpisah dari ruang produksi, dengan tujuan agar laboratorium wastu bebas
dari pencemaran yang bisa mempengaruhi hasil pengujian.
Bagian wastu dibagi menjadi tiga sub bagian, yaitu:
a) Sub bagian analisis instrumen, melakukan pemeriksaan pada sediaan
tablet, dan kaplet meliputi kadar, keragaman bobot, disolusi, keregasan
tablet, kerapuhan tablet, kekerasan tablet, disintegrasi, dan uji kebocoran
pada kemasan primer atau strip, untuk kapsul meliputi semua aspek diatas
kecuali kerapuhan dan kekerasan tablet. Untuk sediaan cairan dan salep
dilakukan pemeriksaan kadar, bobot jenis, pH, kekentalan, volume,
kekeruhan, homogenitas dan tes kebocoran.
b) Sub bagian kimia, melakukan pemeriksaan zat didasarkan atas reaksi-
reaksi kimia yang terjadi terhadap zat tersebut dengan menggunakan
reagen-reagen tertentu. Pengujian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif.
Selain itu juga pengujian terhadap proses produksi, bahan obat, obat
setengah jadi, sediaan jadi dan bahan pengemas sediaan.
c) Sub bagian mikrobiologi, melakukan pengujian sterilitas bahan baku,
pengujian koefisien fenol, pengujian kualitas air, pengujian potensi
antibiotika, pengujian sterilitas ruangan dan peralatan di bagian produksi.
Masing-masing sub bagian tersebut terpisah satu dengan yang lainnya dan
memiliki penanggung jawab dengan fungsi dan tugas tersendiri.

81
Masing-masing sub bagian tersebut terpisah satu dengan yang lainnya dan
memiliki penanggung jawab dengan fungsi dan tugas tersendiri.
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit Persetujuan Pemasok

Inspeksi diri merupakan cara untuk meninjau seluruh kegiatan dari setiap
segi yang memungkinkan diperoleh jaminan mutu. Inspeksi Diri dilakukan
dengan tujuan untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB). Hal–hal yang perlu diinspeksi antara lain: karyawan,
bangunan, fasilitas untuk karyawan, penyimpanan bahan awal dan obat jadi,
peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, serta perawatan gedung
dan peralatan. Inspeksi untuk penyimpanan bahan awal dan obat jadi,
peralatan, produksi dan pengawasan mutu dilakukan setiap 6 bulan,
sedangkan inspeksi menyeluruh, yang meliputi karyawan, bangunan, fasilitas
karyawan, dokumentasi, serta peralatan gedung dan peralatan dilakukan setiap
kali pergantian pemimpin.
Program inspeksi diri dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan. Sehingga produksi senantiasa berjalan dengan benar sesuai
dengan ketetapan yang berlaku.Untuk mengevaluasi semua aspek produksi
dan pengawasan mutu di industri farmasi diperlukan tim khusus dalam
inspeksi diri yang paling sedikit terdiri dari 3 orang anggota yang
berpengalaman dalam bidangnya masing–masing dan memahami CPOB.
Anggota tim inspeksi tersebut dapat dibentuk dari dalam atau luar industri,
dimana dari luar industri bisa berasal dari pihak Diskesal.
Saat ini inspeksi yang dilakukan di Lafial berasal dari dalam industri,
yaitu dengan dibentuknya tim khusus yang terdiri dari perwakilan masing–
masing bagian yang ditunjuk Kepala Lafial. Dimana tim ini bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Lafial.

82
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk
Obat yang diproduksi Lafial tidak diperjualbelikan, hanya untuk
kebutuhan anggota TNI AL dan keluarganya sehingga obat yang diproduksi
sangat kecil jumlahnya bila dibandingkan dengan obat yang diperdagangkan.
Obat yang telah diproduksi akan didistribusikan ke subdis Yankes TNI AL
yang terlebih dahulu bagian laboratorium meninggalkan contoh pertinggal.
Contoh pertinggal ini disimpan pada ruangan tersendiri untuk penanganan
keluhan-keluhan dari obat yang telah didistribusikan.
Selama ini obat yang diproduksi Lafial belum pernah mengalami
penarikan kembali, karena tidak terjadi perubahan khasiat obat, tetapi keluhan
yang datang hanya berupa keluhan perubahan fisik yang terjadi karena obat
yang disimpan pada kondisi yang tidak sesuai dengan aturannya.Penanganan
keluhan yang terjadi tersebut dilakukan oleh Bagian Wastu (pengawasan
mutu).
10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang
meliputi spesifikasi prosedur, metode dan instruksi, perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan produksi.
Dokumentasi berfungsi untuk memudahkan penelusuran sejarah produk, jika
terjadi hal–hal yang tidak diinginkan serta mengantisipasi terjadinya
kesalahan dimasa mendatang.
Sistem dokumentasi di Lafial telah dilaksanakan dengan adanya catatan
batch yang memuat dokumentasi dari seluruh proses produksi. Seluruh
kegiatan produksi dan pendukungnya mulai dari bahan baku hingga obat jadi
harus selalu didokumetasikan. Beberapa dokumentasi yang dilakukan di
Lafial:
a. Dokumentasi pada Bagian DikLitBang berupa data hasil preformulasi,
catatan komposisi sediaan, data hasil uji coba sebelum produk diproduksi,

83
draft preformulasi dan SOP pelaksanaan proses produksi untuk setiap
produk.
b. Dokumentasi dalam produksi antara lain bukti penerimaan bahan baku,
catatan pengolahan batch, catatan pengemasan batch, dan bukti
penyerahan obat jadi.Dokumentasi dalam Wastu antara lain analisis bahan
baku dan obat jadi, sertifikat analisa bahan baku dan obat jadi, blanko
pengawasan mutu selama proses produksi, analisis sterilitas ruangan
produksi.
c. Dokumentasi dalam Wastu antara lain analisis bahan baku dan obat jadi,
sertifikat analisa bahan baku dan obat jadi, blanko pengawasan mutu
selama proses produksi, analisis sterilitas ruangan produksi.
d. Dokumentasi dalam Matkes antara lain surat perintah produksi, bukti
penerimaan barang dari gudang pusat, bukti pengeluaran barang, kartu
persediaan obat jadi, kartu laporan kerusakan dan pemeliharaan alat.
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Lafial telah melaksakan pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak yaitu
dengan mengadakan kerja sama dengan industri farmasi lain yang
memerlukan sarana, fasilitas dan tempat untuk memproduksi, untuk trial skala
pilot maupun skala industri, mengemas atau labeling suatu sediaan obat.
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak antara industri Lafial dengan
industri farmasi lain dibuat dalam kontrak tertulis yang meliputi penanggung
jawab pengadaan, pengujian dan pelulusan bahan, produksi dan pengendalian
mutu termasuk pengawasan selama proses, penanggung jawab pengambilan
sampel dan fungsi analisis pembuatan obat yang dikontrakkan dan semua
pengaturan teknis terkait.
12. Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi, validasi
yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari

84
kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan
dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaknya di validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi dirinci dengan jelas dan di dokumentasikan di dalam Rencana Induk
Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat,
tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data antara lain
kebijakan validasi, struktur organisasi, kegiatan validasi, peralatan dan proses
yang akan di validasi, format dokumen, pengendalian perubahan, dan acuan
acuan dokumen yang digunakan.
Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan
validasi yang akan dilakukan. Protocol hendaklah dikaji dan disetujui oleh
kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Protocol validasi
hendaklah merinci langkah keritis dan kriteria penerimaan. Laporan yang
mengacu pada protocol kualifikasi dan atau protocol validasi yang memuat
ringkasan hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang
terjadi, serta kesimpulan dan rekomendasi di dokumentasikan dengan
pertimbangan yang sesuai. Setelah kualifikasi selesai, diberikan persetujuan
tertulis untuk dapat melaksanakan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.
B. Pengolahan Limbah di Lembaga Farmasi Farmasi TNI Angkatan Laut
Pada industri farmasi terdapat tiga jenis limbah yang harus ditangani. Limbah
yang dimaksud adalah limbah padat, limbah cair, dan limbah udara. Terkhusus
pada LAFIAL, limbah yang ditangani adalah limbah padat dan limbah cair.
1. Limbah padat
Limbah padat yang dihasilkan LAFIAL berasal dari wadah atau bahan
pengemas bahan baku yang digolongkan kedalam bahan beracun dan
berbahaya atau yang biasa disebut B3. Limbah B3 yang dihasilkan tidak
diolah langsung di LAFIAL, namun diolah kembali di PPLI (Prasada
Pramuna Limbah Industri). Sarana PPLI yang digunakan oleh LAFIAL
bekerjasama dengan Rumah Sakit Angkatan LAut Ctr. Mintoharjo

85
Jakarta.selain Limbah B3, industry LAFIAL juga menghasilkan limbah yang
berupa debu-debu yang dihasilkan selama proses industry. Debu-debu
tersebut akan diolah dengan terlebih dahulu dikumpulkan menggunakan alat
dust collector yang terdapat dalam ruang produksi. Setelah debu selesai
dikumpulkan, debu tersebut diolah dengan cara dibakar menggunakan
incinerator pada suhu 1000-1500ºC selama kurang 4 jam.
Selain limbah padat hasil industry, terdapat limbah padat lain yang
dihasilkan namun tidak dilakukan pengolahan. Limbah-limbah padat ini
dikumpulkan di dalam temmpat penampungan limbah sementara yang diberi
tanda sesuai karakteristik limbah tgterebut.
Adapun tanda-tanda dari tempat penampungan ini dibagi menjadi sebagai
berikut:
a. Merah, untuk limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Contohnya
lampu neon, film, baterai, wadah yang terdapat zat kimia.
b. Hiijau, untuk sampah organic atau sampah yang mudah terurai.
Contohnya sisa makan dan dedaunan
c. Kuning, untuk sampah yang dapat digunakan kembali (reuse). Contohnya
botol plastic minuman
d. Biru, untuk sampah yang dapat didaur ulang (recycle). Contohnya kertas,
karton, dan Koran.
e. Abu-abu, untguk sampah lainnya. Contohnya residu, punting rokok dan
permen karet.
2. Limbah Cair
Terdapat dua sumber limbah cair yang dihasilkan LAFIAL, limbah
domestic dan limbah produksip. Limbah cair hasil produksi berasal dari
limbah cair non-beta lactam, sedangkan limbah domestic berasal dari limbah
rumah tanngga. Keseluruhan limbah cair ini dikumpulkan lalu kemudian
diproses. Proses pengolahan limbah cair ini dilakukan dengan cara memompa
limbah ke unit hidrolasi dengan penambahan bahan kimia NaOH. Selanjutnya

86
dipompa keunit normalisasi untuk menormalkan pH dengan penambahan
bahan kkimia H2SO4 sehingga berubah menjadi Kristal garam. Setelah limbah
berubah menjadi Kristal garam, dilakukanlah proses sedimentasi. Kemudian
dilakukan proses handling/filter yang berujung di ipal biofilter. Didalam
biofilter dilakukan penguraian polutan dan aerasi, lalu dilakukan penyaringan
dan colour handling, dan terakhir dilakukan penambahkan NaOCl (Natrium
Hipoklordi) sebagai desinfektan. Setelah melewati proses diatas, air limbah
yang telah diolah dialirkan ke kolamu indicator yang berisi ikan mas atau
ikaqan koi. Kedua ikan ini digunakan sebagai indicator karena kedua ikan
tersebut peka terhadap perubahan lingkungan. Jika ikan tersebut dapat hidup,
limbh cair hasil pengolahan dapat dialirkan kesungai. Namun jika ikan mati,
maka akan dilakukan pengulangan proses pengolahan limbah cair.
C. Sistem Tata Udara atau Heating Ventilation and Air Conditionuiing System
(HVAC)
System Tata Udara pada industry farmasi bertujuan untuk menjaga
kenyamanan, keseragaman kerja, serta keamanan semua proses. System tata udara
juga telah diatur dalam persyaratan CPOB. Maka, system tata udara didalam
sebuah industry farmasi juga berperan alam menciptakan produk berkualitas,
aman dan berefek.
Terkhusus didalam LAFIAL, System Tata Udara yang digunakan bertipe Full
Fresh Air dan Resikulasi. Pada sitem Full Fresh Air, prinsip kerja adalah
menyaring 100% udara bebas yang masuk dan mengeluarkan seluruh udara untuk
digunakan. Sehingga pada system ini, kerja filter akan lebih berat. Kemudian
untuk sitem resirkulasi adalah system Tata Udara yang menghasilkan sebagian
udara hasil dari filter dan sebagian lagi udara yang tidak difilter. Pada
pengaplikasiannya, sistem Full Fresh Air digunakan untuk produk atau pelarut
yang beracun. Sedangkan system resirkulasi digunakan untuk bahan baku yang
relative aman.

87
Pada Sistem Tata Udara, terdapat beberapa komponen yang terlibat
didalamnya. Setiap komponen memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing.
Komponen komponen tersebut ialah:
1) Cooling Coil atau evaporator, yaitu alat untuk menghilangkan uap air dan
udara.
2) Static Pressure Fan atau Blower, yaitu alat untuk mengambil udara dari luar
3) Filter (penyaring udara), yaitu alat untuk mengontrol jumlah partikel dan
mikroorganisme yang masuk kedalam ruang produksi, filter terdiri dari:
 Pre Filter (efisiensi penyaringan 30-45%)
 Medium Filter (efisiensi penyaringan 95%)
 Hepa Filter (efisiensi penyaringan 99,97%-99,997%)
4) Saluran Udara (Ducting), yaitu alat yang berfungsi sebagai seluran tertutup
tempat mengalirnya udara yang menghubungkan blower dan ruang produksi
5) Lubang Hisap (diffuser), yaitu ujung dari Ducting yang berfungsi sebagai
pintu hisap atau keluarnya udara, untuk pengendalian jumlah aliran udara
serta memperkecil tingkat kebisingan akibat aliran udra. Ada dua diffuser,
yaitu difuserr supply yang memberikan udara keruangan dan diffuser return
yang mengambil udara dari ruangan
6) Dumper, yaitu alat yang berfungsi untuk mengatur besar kecilnya volume
udara yang masuuk.

88
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah melakukan kegiatan PKPA di Lembaga Farmasi Angkatan Laut Drs
Mochamad kamal (LAFIAL) dapat disimpulkan bahwa
1. Lembaga farmasi TNI Angkatan laut Drs Mochamad Kamal (LAFIAL)
Jakarta merupakan suatu lembaga yang hanya memproduksi obat untuk
memenuhi kebutuhan prajurit, PNS –TNI AL serta keluarganya.
2. Kegiatan PKPA di LAFIAL dapat memberikan gambaran mengenai tugas,
peran dan tanggung jawab seorang apoteker dalam menentukan kualitas
produk obat.
3. Pelaksanaan kegiatan di Industri Farmasi TNI Angkatan laut Drs Mochamad
Kamal (LAFIAL) Jakarta memiliki fasilitas yang cukup memadai dan telah
memenuhi persyaratan CPOB.
4. Kegiatan produksi obat yang dilakukan selama PKPA yaitu pembuatan Tablet
Klopidogrel dan Meloxicam dengan menggunakan metode granulasi basah.
B. Saran
Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi
Angkatan Laut Drs Mochamad kamal (LAFIAL), adapun saran yang dapat
disampaikan yaitu
1. Lembaga Farmasi Angkatan Laut Drs Mochamad kamal (LAFIAL)
hendaknya terus mempertahankan kualitas produk dengan senantiasa
melakukan pengembangan yang berkelanjutan termasuk penerapan CPOB.
2. Lembaga Farmasi Angkatan Laut Drs Mochamad kamal (LAFIAL) hedaknya
mempertahankan dan meningkatkan kerja sama dengan berbagai perguruan
tinggi farmasi dalam membantu pengembangan pendidikan di dunia
kefarmasian yang berkualitas dan kompeten.

89
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut, 2011,Standar Operasional IPAL LAFIAL


Drs.Mochamad Kamal. Jakarta : Lafial.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri
Farmasi, Jakarta.

Peraturan Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Nomor 13 Tahun 2018 Tentang
perubahan atas peraturan kepala badan pengawas obat makanan nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja

90
LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi LAFIAL Drs. Mochamad Kamal

Ka.
Pimpinan

Ka. TAUD
Pelayanan

Ka. Ka. Ka. Ka.


BagPro BagWas Bag Diklitbang Matkes

Ka.Sub. Bag. Ka.Sub. Bag. Ka.Sub. Bag. Ka.Sub. Bag.


Produksi Produksi Produksi Produksi
Beta Laktam Beta Laktam Beta Laktam Beta Laktam
Ka.Sub. Bag. Ka.Sub. Bag. Ka.Sub. Bag. Ka.Sub. Bag.
Produksi Non Produksi Produksi Produksi
Beta Laktam
Beta Laktam Beta Laktam Beta Laktam

Ka.Sub. Bag.
Produksi
Beta Laktam

91
Lampiran 2. Denah Lokasi LAFIAL Drs. Mochamad Kamal

92
Lampiran 3. Denah Ruangan Laboratorium LAFIAL

93
Lampiran 4. Label Pelulusan Bahan

LABEL TANDA TIDAK LULUS PEMERIKSAAN

TIDAK LULUS

NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :
TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 017/LAFI

LABEL TANDA KARANTINA

KARANTINA

NAMA :
NOMOR BATCH :
HASIL PEMERIKSAAN
NOMOR :
TANGGAL :
TANGGAL PEMERIKSAAN
LAFIAL 017/LAFI

94
LABEL TANDA LULUS PEMERIKSAAN

LULUS

NAMA :

NOMOR BATCH :

HASIL PEMERIKSAAN

NOMOR :

TANGGAL :

TANGGAL PEMERIKSAAN

LAFIAL 017/LAFI

95
Lampiran 5. Alur Proses Produksi Sediaan Tablet

Penimbangan Bahan
Baku

Pengayakan

Penambahan Pencampuran Fase


Pengikat Dalam

Granulasi Basah

Pengeringan
Lulus Wastu
- Kadar air granul
Granulasi
Kering Lulus Wastu
- Homogenitas

Pencampuran Pengempaan IPC


Fase Luar - Bobot Rata-rata
- Bobot satuan
Pengemasan - Waktu hancur
- Kekerasan
- Keregasan
Penyimpanan

Distribusi

96
Lampiran 6. Alur Proses Pembuatan Tablet Salut

Penimbangan Bahan
Baku

Pengayakan

Penambahan Pencampuran Fase


Pengikat Dalam

Granulasi Basah

Pengeringan
Lulus Wastu
- Kadar air granul
Granulasi
Kering Lulus Wastu
- Homogenitas

Pencampuran Pengempaan IPC


Fase Luar - Bobot Rata-rata
- Bobot satuan
Penyalutan - Waktu hancur
- Kekerasan
IPC
- Keregasan
- Keseragaman Pengemasan
bobot
- Keseragaman
ukuran Lulus Wastu
Penyimpanan
- Waktu hancur - Disolusi
- Homogenitas - Kadar
warna - Warna
Distribusi

97
Lampiran 7. Alur Proses Pembuatan Sediaan Cair

Penimbangan Bahan
Baku

Pembuatan Sirup Panaskan pada suhu


70oC

Pencampuran Dinginkan pada suhu


Lulus Wastu 40oC
- pH
- Penetapan Kadar
- Viskositas Pengisian IPC
- BJ - Keseragaman
volume

Pengemasan

Lulus Wastu
- Penetapan Kadar
- Keseragaman Penyimpanan
Volume
- BJ
- Viskositas
- Pemeriksaan
Distribusi
wadah

98
Lampiran 8. Alur Poses Pembuatan Sediaan Krim

Penimbangan Bahan
Baku

Pembuatan Lulus Wastu


- Homogenitas
- Viskositas

Pencampuran

Lulus Wastu
Massa krim
- Viskositas
- Penetapan Kadar
- Homogenitas
IPC
Pengisian
- Bobot rata-rata

Pengemasan

Lulus Wastu
- Viskositas
- Penetapan Kadar
- Pemeriksaan
Wadah
- Homogenitas
Distribusi

99
Lampiran 9. Alur Pengolahan Limbah Padat LAFIAL

LIMBAH PADAT

PRODUKSI

NON BETA LAKTAM

DUST COLLECTOR

DIBAKAR

100
Lampiran 10. Alur Pengolahan Limbah Cair LAFIAL

Limbah cair Produksi non beta laktam Limbah cair domestik

Dialirkan ke Storage tank

Dipompa ke unit proses hidrolisa


(penambahan cairan bahan kimia NaOH)

Dipompa ke unit proses normalisasi


(penambahan cairan bahan kimia H2SO4)

Proses sedimentasi

Penguraian polutan dan aerasi di biofilter


(Biofilter stage I dan biofilter stage II)

Filter/odor & color

Penambahan NaOCl sebagai desinfektan, dan


menyebabkan pengendapan

Kolam ikan/kolam indikator

Perairan umum

101

Anda mungkin juga menyukai